Professional Documents
Culture Documents
Kel 7 PBL Kep Anak
Kel 7 PBL Kep Anak
Dosen Pengampuh :
Kelompok 7
Kelas B Semester 5
Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam. Sholawat dan salam semoga selalu
tercurah kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad SAW, serta kepada keluarga, sahabat,
kerabat beliau sekalian.
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang mana telah memberikan kami
semua kekuatan dan kelancaran dalam menyelesaikan tugas mata kuliah Keperawatan Anak
II yang berjudul “” dapat selesai sesuai waktu yang telah kami rencanakan. Oleh karena itu
penulis mengucapkan terima kasih kepada: Cindy Puspita Sari Haji Jafar, S. Kep., Ns., M.
Kep selaku dosen Keperawatan Anak II.
Teman-teman sekalian yang selalu mendukung menyusun dan menyelesaikan
makalah dengan semaksimal mungkin Makalah ini tentunya jauh dari kata sempurna tapi
penulis tentunya bertujuan untuk menjelaskan atau memaparkan point-point di makalah ini,
sesuai dengan pengetahuan yang kami peroleh, baik dari buku maupun sumber-sumber yang
lain. Semoga semuanya memberikan manfaat bagi kita. Bila ada kesalahan tulisan atau kata-
kata di dalam makalah ini, penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Kelompok 7
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Gangguan ginjal akut (GgGA) pada anak masih menjadi masalah karena
merupakan kontributor signifikan terhadap morbiditas dan mortalitas. Semakin
tinggi keparahan gangguan ginjal akut menyebabkan peningkatan angka kematian
(Sharma, Jha and Singh, 2020).
Mortalitas pada pasien dengan GgGA (31,2%) lebih tinggi dibandingkan
dengan pasien tanpa GgGA (6,9%). Gangguan ginjal akut sering ditemukan pada
anak dengan penyakit kritis yang dirawat di unit perawatan intensif anak (Sharma,
Jha and Singh, 2020).
Anak yang menderita GgGA memiliki periode rawat inap yang lebih lama
dan tetap dirawat di unit perawatan intensif anak (PICU), dan membutuhkan
ventilasi mekanis, juga dapat berkembang menjadi penyakit ginjal kronis. (Cleto-
Yamane et al., 2019).
Selain itu, insidens GgGA pada anak yang dirawat di rumah sakit mengalami
peningkatan (Andreoli, 2009). Namun belum ada data yang melaporkan mengenai
insidens GgGA pada anak di unit perawatan intensif anak RSUP Dr. Wahidin
Sudirohusodo tahun 2020.
B. Tujuan
1. Untuk Mengetahui Konsep Medis Dari Gagal Ginjal Akut
2. Untuk Mengetahui Konsep Keperawatan Dari Gagal Ginjal Akut
KASUS 4
BADAN ANAKKU BENGKAK-BENGKAK
Seorang anak perempuan berusia 8 tahun (An.T) dirawat dengan keluhan utama bengkak-
bengkak pada mata dan kakinya, bengkak muncul sejak 2 hari yang lalu sebelum masuk
rumah sakit. Ibunya mengatakan An.T tampak sering BAK tapi sedikit. Ibu juga mengeluh
seluruh badan ananknya panas, Ibunya mengatakan pinggang An.T terasa sakit hingga ke
perut.
6. INFORMASI TAMBAHAN
a. Mardhika, A. S., Somasetia, D. H., & Wulandari, D. A. (2019). Korelasi
antara Kadar Neutrophil Gelatinase Associated Lipocaline Urin dengan Laju
Filtrasi Glomerulus pada Variasi Waktu untuk Mendeteksi Dini Gangguan
Ginjal Akut pada Anak Sepsis. Sari Pediatri, 21(1), 1-7.
7. KLASIFIKASI INFORMASI
a. Salah satu tanda klinis sepsis adalah hipotensi yang terjadi apabila tubuh
sudah tidak bisa mengompensasi kebutuhan jaringan termasuk perfusi ginjal
yang menyebabkan terjadinya gangguan ginjal akut (GgGA).5 Sepsis pada
dewasa dan anak dapat menyebabkan GgGA 40%-50%.6 Sepsis merupakan
salah satu penyebab sakit kritis pada anak dan merupakan penyebab utama
terjadinya GgGA. Ginjal merupakan organ ekskresi tubuh yang berfungsi
menjaga keseimbangan internal dengan jalan menjaga komposisi cairan
ekstrasel. Ginjal dapat mengalami gangguan sehingga proses filtrasi zat
toksis tidak berjalan maksimal bahkan ada kalanya terjadi gagal ginjal.9
Gangguan ginjal akut merupakan istilah pengganti dari gagal ginjal akut,
didefinisikan sebagai penurunan mendadak fungsi ginjal dengan penilaian
laju filtrasi glomerulus (LFG), ditandai dengan peningkatan kadar kreatinin
serum dan hasil metabolisme nitrogen serum lainnya serta adanya
ketidakmampuan ginjal untuk mengatur homeostasis cairan dan elektrolit.
Kriteria GgGA dibuat berdasarkan pediatric risk injury failure loss end stage
renal disease (pRIFLE) yang dinilai dari kriteria LFG dan kriteria luaran
urin. Gangguan ginjal akut secara global telah menjadi tantangan utama
kesehatan dengan perkiraan 13,3 juta kasus per tahun dan menyebabkan
kematian 1,7 juta kasus per tahun. 8 Berdasarkan 7th Report of Indonesian
Renal Registry pada tahun 2014, angka kejadian gagal ginjal akut pada anak
dan dewasa di Indonesia tercatat 1562 pasien. 10 Gangguan ginjal akut ini
dapat didiagnosis dengan pemeriksaan parameter urinalisis, blood urea
nitrogen (BUN), kadar kreatinin serum, elektrolit, sistatin C, analisis gas
darah sesuai indikasi, serta pemeriksaan neutrophil gelatinase associated
lipocaline urine (NGALu).
BAB II
KONSEP MEDIS
1. Definisi
Gagal ginjal akut (GGA) adalah suatu sindrom klinik akibat adanya gangguan
fungsi ginjal yang terjadi secara akut, ditandai dengan berkurangnya volume urin
dalam 24 jam. Penderita gagal ginjal akut dilakukan perbaikan aliran darah ke ginjal,
dengan menghentikan penggunaan obat-obatan yang merusak ginjal dan
memperberat kerja ginjal atau mengangkat sumbatan pada saluran kencing. Stadium
ini, fungsi ginjal masih dapat dikembalikan seperti semula (yang di kutip dari TA
Yuliawati, 2017).
2. Etiologi
a. Gagal Ginjal Akut pre renal (gangguan diluar renal) disebabkan karena syok
hypovolemik, misalnya: dehidrasi berat, diare, perdarahan, gagal jantung,
sepsis.
b. Gagal Ginjal Akut renal (kerusakan dalam ginjal) disebabkan oleh kelainan
vascular, misalnya myelonephritis, glomerulonephritis, intoksikasi, penyakit
lupus, vaskulitis, hipertensi maligna, glomerulonefritis akut dan Nefritis
interstitial akut.
c. Gagal Ginjal Akut post renal disebabkan oleh obstruksi intra renal dan ekstra
renal, misalnya obstruksi saluran kemih, tumor, batu saluran kemih (yang di
kutip dari TA Yuliawati, 2017).
3. Manifestasi Klinis
a. Perubahan haluaran urine (haluaran urine sedikit, mengandung darah dan
gravitasinya rendah (1,010) sedangkan nilai normalnya adalah 1,015 1,025).
b. Peningkatan BUN, kreatinin.
c. Kelebihan volume cairan.
d. Hiperkalemia.
e. Serum kalsium menurun, fosfat meningkat.
f. Asidosis metabolik.
g. Anemia.
h. Letargi.
i. Mual persisten, muntah dan diare.
j. Napas berbau urine.
k. Manifestasi sistem syaraf pusat mencakup rasa lemah, sakit kepala, kedutan
otot dan kejang.
4. Patofisiologi
AKI biasanya reversibel, tetapi penyimpangan fungsi fisiologis dapat menjadi
ekstrem, dan mortalitas pada kelompok usia pediatrik tetap tinggi. Terjadi penurunan
GFR yang parah, peningkatan kadar BUN, dan penurunan yang signifikan pada
aliran darah ginjal. Perjalanan klinis bervariasi dan tergantung pada penyebabnya.
Dalam AKI reversibel, ada periode oliguria berat, atau fase output rendah, diikuti
oleh diuresis yang tiba-tiba, atau output tinggi fase, dan kemudian secara bertahap
kembali ke (atau menuju) volume urin normal.
5. Klasifikasi
a. AKI Prerenal
Terjadi karena aliran plasma dan tekanan intraglomerulus tidak cukup
untuk mempertahankan kapasitas filtrasi. Penyebab paling umum adalah
hipovolemia, diikuti oleh penurunan curah jantung atau gangguan
autoregulasi, yang dapat diinduksi oleh NSAID. AKI prerenal biasanya
reversibel dalam hal menormalkan SCr awal, tetapi mungkin masih
melibatkan cedera. Autoregulasi arteriol pra dan pascaglomerulus diperlukan
baik untuk aliran darah ginjal yang memadai dan untuk mempertahankan
tekanan hidrostatik di glomerulus.
b. AKI Postrenal
Disebabkan oleh obstruksi aliran urin. Sejumlah penyebab ada seperti
hiperplasia prostat jinak, striktur uretra, kanker panggul atau perut, penyebab
neurologis seperti multiple sclerosis, obstruksi ureter dari batu ginjal atau
cedera ureter setelah operasi atau trauma.35,44]. Tindakan awal adalah untuk
menyingkirkan obstruksi aliran urin, dan setelah itu, USG harus dilakukan
untuk menyingkirkan hidronefrosis.26]. Dalam kasus di mana nyeri pinggang
hadir, pencitraan pilihan harus dihitung tomografi tanpa kontras untuk
menyingkirkan batu ginjal.
c. Renal
Ginjal mungkin terkait dengan obat nefrotoksik, nefrotoksin lain,
infeksi, sepsis, iskemia ginjal, hipertensi maligna atau peradangan
(misalnya glomerulonefritis, vaskulitis, reaksi alergi). Dengan tidak adanya
penyebab yang jelas dari AKI, respon yang tidak memadai terhadap
pengobatan, atau temuan hematuria dan proteinuria pada pasien dengan
AKI, penyakit inflamasi pada parenkim ginjal seperti glomerulonefritis dan
vaskulitis harus dicurigai (Daniel Hertzberg, Linda Ryden,John W.
Pickering, Ulrik Sartipy dan Martin J. Holzmann, 2017).
6. Prognosis
Mortalitas akibat GGA bergantung keadaan klinik dan derajat gagal ginjal.
Perlu diperhatikan faktor usia, makin tua makin jelek prognosanya, adanya infeksi
yang menyertai, perdarahan gastrointestinal, penyebab yang berat akan
memperburuk prognosa. Penyebab kematian tersering adalah infeksi (30-50%),
perdarahan terutama saluran cerna (10-20%), jantung (10-20%), gagal nafas (15%),
dan gagal multiorgan dengan kombinasi hipotensi, septikemia, dan sebagainya.
Pasien dengan GGA yang menjalani dialysis angka kematiannya sebesar 50-60%,
karena itu pencegahan, diagnosis dini, dan terapi dini perlu ditekankan Jainurakhma,
(J., Koerniawan, D., Supriadi, E., Frisca, S., Perdani, Z. P., Zuliani, Z., ... &
Yudianto, A. 2021).
7. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan urin gagal ginjal akut (acute kidney injury) dapat ditentukan
oleh keluaran urin (urine output) dan/atau kreatinin darah.
Pada urinalisis, hal-hal berikut harus diperhatikan:
Keluaran urin (urine output)
Fraksi ekskresi dari natrium dan urea (FENa / fractional
excretion of sodium and urea)
Albuminuria dan proteinuria
Hematuria
Sedimen urin
b. Kimia darah
Pemeriksaan darah untuk mengetahui kadar kreatinin dan ureum dalam
darah.
c. IVP, USG, CT-scan
Pencitraan yang dapat dilakukan untuk gagal ginjal akut berupa
ultrasonografi abdomen, CT-scan atau MRI, serta angiografi aortorenal.
Ultrasonografi berguna untuk melihat adanya gangguan ginjal seperti
ukuran yang mengecil, obstruksi saluran kemih, dan hidronefrosis.
Ultrasonografi abdomen juga bermanfaat untuk menilai liver dan abdomen
pasien. Jika pada hasil ultrasonografi ditemukan kecurigaan obstruksi,
lakukan CT-scan atau MRI untuk evaluasi lebih lanjut. Angiografi
aortorenal dapat dilakukan jika terdapat kecurigaan gangguan vaskular
ginjal seperti contohnya pada stenosis arteri renalis.
8. Penatalaksanaan
a. Terapi Cairan
Keseimbangan cairan harus individual, meskipun cairan yang optimal
untuk efek ini belum ditentukan. Titrasi cairan sangat kompleks dan
memerlukan pemantauan yang cermat terhadap volemia pasien
Hipovolemia mengurangi aliran darah ginjal, tetapi pasien AKI juga
berisiko mengalami kelebihan volume.
b. Obat Vasopresor
Setelah resusitasi volume, dukungan vasopresor harus
dipertimbangkan untuk mempertahankan perfusi ginjal untuk menghindari
keseimbangan cairan positif. Pada pasien dengan AKI, target tekanan darah
median harus lebih tinggi dari 65 mmHg untuk memastikan perfusi ginjal
yang akurat.
c. Diuretik
Penggunaan diuretik hanya direkomendasikan untuk mengatasi
kelebihan cairan dan gangguan elektrolit pada AKI. Berdasarkan studi
patofisiologi, sebelumnya diperkirakan bahwa diuretik loop dapat
melindungi lengkung Henle dari iskemia dengan mengurangi beban
kerjanya.
d. Nefrotoksisitas Obat
Nefrotoksisitas obat telah dikaitkan dengan 20-40% penyebab AKI dan
dapat mencapai hingga 60% pada pasien usia lanjut. Pasien dengan AKI
atau CKD yang mendasari, sepsis, gagal hati akut atau kronis, gagal jantung
akut atau kronis, hipertensi pulmonal, keganasan, dan operasi pajanan
berada pada peningkatan risiko nefrotoksisitas yang diinduksi obat.
e. Strategi Terapi Lainnya
Prakondisi iskemik jarak jauh adalah teknik yang menginduksi
beberapa siklus pendek iskemia dan reperfusi dengan inflasi manset . Ini
telah diuji sebagai metode yang mungkin untuk melindungi ginjal dari
cedera reperfusi iskemia, meskipun ada bukti yang bertentangan mengenai
hasil dalam mengurangi AKI atau kematian, dan tidak direkomendasikan
dalam praktik klinis.
f. Terapi Penggantian Ginjal
Kriteria konvensional untuk inisiasi RRT pada AKI adalah anuria,
hiperkalemia berat/refrakter, asidosis metabolik berat/refrakter, kelebihan
volume refrakter, azotemia berat, atau komplikasi klinis uremia seperti
ensefalopati, perikarditis, atau neuropati (JoséDiaAgapito Fonseca, Cristina
Outerelo, 2020).
9. Komplikasi
Anak dengan AKI memiliki kecenderungan untuk mengalami intoksikasi air
dan hiponatremia, yang membuat sulit untuk menyediakan kalori dalam jumlah yang
cukup untuk memenuhi kebutuhan anak dan mengurangi katabolisme jaringan,
asidosis metabolik, hiperkalemia, dan uremia. Jika anak dapat mentoleransi makanan
oral, dapat diberikan sumber makanan tinggi karbohidrat dan lemak pekat tetapi
rendah protein, kalium, dan natrium. Namun, banyak anak mengalami gangguan
fungsional pada saluran pencernaan, seperti mual dan muntah; oleh karena itu, rute
IV umumnya lebih disukai dan biasanya terdiri dari asam amino esensial atau
kombinasi asam amino esensial dan nonesensial yang diberikan melalui rute vena
sentral.
Kontrol keseimbangan air pada pasien ini memerlukan pemantauan informasi
umpan balik yang cermat. seperti asupan dan haluaran yang akurat, berat badan, dan
pengukuran elektrolit. Secara umum, selama fase oliguri, tidak ada natrium, klorida,
atau kalium yang diberikan kecuali ada kehilangan besar lainnya yang terus berlanjut.
Pengukuran rutin elektrolit plasma, pH, BUN, dan kadar kreatinin diperlukan untuk
menilai kecukupan terapi cairan dan untuk mengantisipasi komplikasi yang
memerlukan penanganan khusus.
a. Hiperkalemia adalah ancaman paling langsung bagi kehidupan anak dengan
AKI. Hiperkalemia dapat diminimalkan dan kadang-kadang dihindari
dengan menghilangkan kalium dari semua makanan dan cairan, mengurangi
katabolisme jaringan, dan mengoreksi asidosis. Tindakan yang digunakan
untuk menurunkan kadar kalium serum adalah pemberian resin penukar ion
secara oral atau rektal, seperti natrium polistirena sulfonat (Kayexalate) dan
dialisis peritoneal atau hemodialisis (lihat nanti di bab). Resin
menghasilkan efeknya dengan menukar natriumnya dengan kalium,
sehingga mengikat kalium untuk dikeluarkan dari tubuh. Peningkatan
konsentrasi natrium ini dapat menyebabkan kelebihan cairan, hipertensi,
dan gagal jantung. Dialisis menghilangkan kalium dan produk limbah
lainnya dari serum dengan difusi melalui membran semipermeabel.
b. Hipertensi merupakan komplikasi AKI yang sering dan serius, dan untuk
mendeteksinya secara dini, pengukuran tekanan darah dilakukan setiap 4
hingga 6 jam. Penyebab paling umum dari hipertensi pada AKI adalah
ekspansi berlebihan cairan ekstraseluler dan volume plasma bersama
dengan aktivasi sistem renin angiotensin. Hipertensi dikendalikan dengan
obat antihipertensi.
Langkah-langkah lain yang dapat digunakan termasuk membatasi
cairan dan garam. Anemia sering dikaitkan dengan AKI, tetapi transfusi
tidak dianjurkan kecuali hemoglobin turun di bawah 6 g/dl. Transfusi, jika
digunakan, terdiri dari sel darah merah kemasan segar yang diberikan
perlahan-lahan untuk mengurangi kemungkinan peningkatan volume darah,
hipertensi, dan hiperkalemia. Kejang dapat terjadi ketika gagal ginjal
berkembang menjadi uremia dan juga berhubungan dengan hipertensi,
hiponatremia, dan hipokalsemia. Pengobatan diarahkan pada penyebab
spesifik bila diketahui. Lagi penyebab yang tidak jelas ditangani dengan
obat antiepilepsi Gagal jantung dengan edema paru hampir selalu dikaitkan
dengan hipervolemia. Pengobatan diarahkan pada pengurangan volume
cairan, dengan pembatasan air dan natrium dan pemberian diuretik.
10. Pencegahan
Dengan tidak adanya intervensi terapeutik yang efektif pada AKI dan karena
signifikan pada morbiditas dan mortalitas, kita hanya dapat mengandalkan
pencegahan AKI dan diagnosis dini untuk mengurangi insiden dan konsekuensi yang
merugikan. Di sisi lain, dapat dikatakan bahwa penilaian risiko adalah sia-sia karena
tidak jelas intervensi mana untuk pasien berisiko tinggi yang harus dilaksanakan dan
apakah intervensi ini benar-benar efektif. Namun, penelitian terbaru menunjukkan
bahwa stratifikasi risiko pasien untuk AKI dapat memungkinkan penggunaan
intervensi yang efektif dan mengurangi kejadian AKI, meskipun belum ada bukti
manfaat untuk hasil ginjal jangka panjang.
Konferensi Inisiatif Kualitas Penyakit Akut (ADQI) baru-baru ini tentang
“Peningkatan Kualitas untuk AKI” mengusulkan bahwa rentang perawatan di AKI
harus menjadi kontinum dari penilaian risiko dan pencegahan di lingkungan
komunitas, hingga pencegahan AKI di rumah sakit, hingga mengoptimalkan
manajemen AKI. , dan akhirnya untuk pengawasan AKD dan pencegahan AKI
berulang dan perkembangan menjadi CKD. Setidaknya 50% dari episode AKI
diyakini dimulai dalam pengaturan komunitas, sehingga profesional perawatan
kesehatan harus mengidentifikasi pasien yang berisiko (Tabeldua) dan menerapkan
intervensi pencegahan untuk menurunkan kejadian AKI (JoséDiaAgapito Fonseca,
Cristina Outerelo, 2020).
BAB III
KONSEP KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Identitas klien
Nama : An. T
Usia : 8 Tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Tidak Terkaji
Alamat : Tidak Terkaji
Pendidikan : Tidak Terkaji
Pekerjaan : Tidak Terkaji
Suku Bangsa : Tidak Terkaji
Tanggal masuk : Tidak Terkaji
Tanggal Keluar : Tidak Terkaji
No. Registrasi : Tidak Terkaji
Diagnosa Medis : Gagal Ginjal Akut
2. Identitas Penganggung Jawab
Nama : (Tidak Terkaji)
Umur : (Tidak Terkaji)
Hubungan dengan Pasien : (Tidak Terkaji)
Pekerjaan : (Tidak Terkaji)
Alamat : (Tidak Terkaji)
3. Keluhan Utama
Seorang anak perempuan berusia 8 tahun (An.T) dirawat dengan keluhan
utama bengkak-bengkak pada mata dan kakinya, bengkak muncul sejak 2 hari
yang lalu sebelum masuk rumah sakit.
4. Riwayat Keperawatan
a. Riwayat kesehatan sekarang
An.T tampak sering BAK tapi sedikit. Ibu juga mengeluh seluruh
badan ananknya panas, Ibunya mengatakan pinggang An.T terasa sakit
hingga ke perut.
b. Riwayat kesehatan dahulu : (Tidak Terkaji)
c. Riwayat kesehatan keluarga : (Tidak Terkaji)
5. Pola Kebutuhan Dasar
a. Aktifitas /istirahat : (Tidak Terkaji)
b. Sirkulasi : (Tidak Terkaji)
c. Integritas ego : (Tidak terkaji)
d. Eliminasi : (Tidak Terkaji)
e. Makanan/cairan : (Tidak Terkaji)
f. Neurosensori : (Tidak Terkaji)
g. Nyeri/kenyamanan : Pinggang Sakit Hingga Ke Perut
h. Pernapasan : (Tidak Terkaji)
i. Integritas kulit : (Tidak Terkaji)
j. Seksualitas : (Tidak Terkaji)
a. Tanda-tanda Vital :
RR : 22x/menit
Suhu : 40,5oC
N : 106x/menit
TD : 130/100 mmHg
b. Pemeriksaan Laboratorium
Hb : (Tidak Terkaji)
Leukosit : (Tidak Terkaji)
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Hipervolemia (D.0022)
Kategori : Fisiologis
Subkategori :Nutrisi dan Cairan
2. Hipertermia (D.0130)
Kategori : Lingkungan
Subkategori : Keamanan dan Proteksi
3. Nyeri Akut (D.0077)
Kategori :Psikologis
Subkategori : Nyeri dan Kenyamanan
4. Perfusi Perifer Tidak Efektif (D.0009)
Kategori : Fisiologis
Subkategori : Sirkulasi
C. PATHWAY
Penurunan suplai darah ke ginjal Gangguan fungsi dan sekitar Aliran urin dari ginjal
struktur jaringan ginjal menurun
GGA
Output urine
Retensi natrium dan elektroit
Suhu Tubuh
Nyeri Akut
Hipertermia
D. INTERVENSI KEPERAWATAN
DAFTAR PUSTAKA
Jainurakhma, J., Koerniawan, D., Supriadi, E., Frisca, S., Perdani, Z. P., Zuliani, Z., ... &
Yudianto, A. (2021). Dasar-Dasar Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam dengan
Pendekatan Klinis. Yayasan Kita Menulis.
Mardhika, A. S., Somasetia, D. H., & Wulandari, D. A. (2019). Korelasi antara Kadar
Neutrophil Gelatinase Associated Lipocaline Urin dengan Laju Filtrasi Glomerulus
pada Variasi Waktu untuk Mendeteksi Dini Gangguan Ginjal Akut pada Anak
Sepsis. Sari Pediatri, 21(1), 1-7.
(AMELIA, 2021; Francisco, 2013; Gameiro et al., 2020; Hertzberg et al., 2017; Kadir, 2018;
Patricia, 2021)AMELIA, D. (2021). No 主観的健康感を中心とした在宅高齢者に
おける 健康関連指標に関する共分散構造分析 Title.
Francisco, A. R. L. (2013). Anatomi Fisiologi Ginjal. Journal of Chemical Information and
Modeling, 53(9), 1689–1699. http://repository.unimus.ac.id/1148/3/BAB II.pdf
Gameiro, J., Fonseca, J. A., Outerelo, C., & Lopes, J. A. (2020). Acute kidney injury: From
diagnosis to prevention and treatment strategies. Journal of Clinical Medicine, 9(6).
Hertzberg, D., Rydén, L., Pickering, J. W., Sartipy, U., & Holzmann, M. J. (2017). Acute
kidney injury-an overview of diagnostic methods and clinical management. Clinical
Kidney Journal, 10(3), 323–331.
Kadir, A. (2018). Hubungan Patofisiologi Hipertensi dan Hipertensi Renal. Jurnal Ilmiah
Kedokteran Wijaya Kusuma, 5(1), 15.
Patricia, C. O. S. (2021). No 主観的健康感を中心とした在宅高齢者における 健康関連
指標に関する共分散構造分析 Title. 3(2), 6.
Taqiyyah bararah, mohammad jauhar. 2013. Prestasi Pustaka Publisher/2013. Hal 230-231