You are on page 1of 13

Makalah

Akad Jasa dalam Fiqh Mualamah

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Fiqh Mualamah

Dosen pengampu : Susmita, M.E

Disusun oleh :

Nia Sulistyawati (2031009)

Satria (2131114)

PERBANKAN SYARIAH

FAKULTAS SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SYAIKH ABDURRAHMAN SIDDIK

BANGKA BELITUNG

TAHUN 2022
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI............................................................................................................ ii

KATA PENGANTAR............................................................................................. 3

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang............................................................................................. 4
B. Rumusan Masalah........................................................................................ 4
C. Tujuan Masalah............................................................................................ 4

BAB II PEMBAHASAN

A. Wakalah..................................................................................................... 5
B. Hiwalah..................................................................................................... 6
C. Rahn.......................................................................................................... 7
D. Qardh........................................................................................................ 8
E. Sharf......................................................................................................... 10
F. Kafalah..................................................................................................... 11

BAB III PENUTUP

Kesimpulan.............................................................................................................. 12

DAFTAR PUSAKA................................................................................................ 13

ii
KATA PENGANTAR

Segala Puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-nya
tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat
serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta yaitu Nabi Muhammad
SAW yang kita nanti-nantikan syafa’atnya diakhir nanti.
Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT aats limpahan nikmat sehatnya,
baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk
menyelesaikan pembuatan makalah dengan judul “Akad Jasa dalam Fiqh Muamalah”.
Penulis berharap semoga makalah ini dapat memberikan tambahan pengetahuan dan
semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Petaling, 08 November 2022

Penulis

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Seperti yang juga terjadi pada penyaluran dana, maka dalam pelaksanaan
peghimpunan dana, biasanya diperlukan juga akad jasa. Akad jasa ini tidak ditujukan untuk
mencari keuntungan karena fee-based income yang didapat dari akad jasa ini hanya kecil,
namun ditujukan untuk mempermudah pelaksanaan proses transaksi perbankan. Meskipun
tidak ditujukan untuk mencari keuntungan dalam akad jasa ini bank diperbolehkan
untuk meminta pengganti biaya-biaya yang dikeluarkan untuk melaksanakan akad ini.
Besarnya pengganti biaya ini sekedar untuk menutupi biaya yang benar-benar muncul
dalam proses transaksi tersebut seperti biaya administrasi atau biaya transaksi.

Salah satu akad pelengkap yang dapat dipakai untuk perhimpunan dana adalah akad
wakalah (perwakilan) yang dalam aplikasi perbankan terjadi apabila nasabah memberikan
kuasa kepada bank untuk mewakili dirinya untuk melakukan pekerjaan jasa tertentu seperti
inkaso dan transfer uang.

B. Rumusan Masalah
1. Apa saja akad-akad jasa dalam fiqh muamalah?
2. Apa rukun dan syarat dari akad jasa?

C. Tujuan Masalah
1 . Untuk Mengetahui apa itu akad jasa dalam fiqh muamalah
2. Untuk Mengetahui rukun dan syarat dari akad jasa

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. Wakalah

Wakalah atau wakalah berarti penyerahan pendelegasian atau pemberian mandat.


Dalam bahasa arab hal ini dapat dipahami sebagai at-tafwid. Akan tetapi yang dimaksud
sebagai Al-wakalah karena manusia membutuhkannya. Tidak setiap orang mempunyai
kemampuan atau kesempatan untuk menyelesaikan segala urusannya sendiri. Berdasarkan
pengertian di atas, dapat dipahami bahwa wakalah adalah akad yang memberikan kuasa
kepada pihak lain untuk melakukan suatu kegiatan dimana yang memberi kuasa tidak dalam
posisi melakukan kegiatan tersebut. Akad wakalah pada hakikatnya adalah akad yang
digunakan oleh seseorang apabila dia membutuhkan orang lain atau mengerjakan sesuatu
yang tidak dilakukannya sendiri dan meminta orang lain untuk melaksanakannya.

Rukun dan syarat Wakalah

Adapun rukun dan syarat wakalah adalah sebagai berikut:

A. Rukun Wakalah
1) Orang yang memberi kuasa (al-Muwakkil)

2) Orang yang diberi kuasa (al-Wakil)

3) Perkara/hal yang dikuasakan (al-Taukil)

4) Pernyataankesepakatan (Ijab dan Qabul)

B. Syarat-syarat Muwakkil (yang mewakilkan)

Muwakkil merupakan orang yang berwakil disyaratkan sah melakukan apa yang
diwakilkan, sebab milik atau di bawah kekuasannya orang yang berwakil disyaratkan
sah melakukan apa yang diwakilkan, sebab milik atau di bawah kekuasaannya.
Syarat-syarat muwakkil adalah:
3. Pemilik sah yang dapat bertindak terhadap sesuatu yang diwakilkan.

5
4. Orang mukalaf atau mumayyiz dalam batasa-batas tertentu, yakni dalam hal-
hal yang bermanfaat baginya seperti mewakilkan untuk menerima hibah dan
menerima sedekah dan sebagainya.

C. Syarat-syarat wakil(yang mewakili)


Syarat-syarat wakil adalah sebagai berikut:
1. Cakap hukum, cakap bertindak hukum bagi dirinya dan oranglain, dan juga
meiliki pengetahuan yang memadai tentang masalah yang diwakilkan kepadanya,
serta amanah dan mampu mengrjakan pekerjaan yang dimadatkan kepadanya.
2. Dapat mengerjakan tugas yang diwakilkan kepadanya
3. Wakil adalah orang yang diberi amanat.

B. Hiwalah
Hiwalah adalah Secara etimologi, pengertian hiwalah adalah istilah dari kata tahawwul
artinya berpindah atau tahwil berarti pengalihan. Sederhananya, pengertian hiwalah adalah
pengalihan utang atau piutang dari pihak kreditur kepada pihak penanggung pelunasan
hutang. Konsep hiwalah adalah memindahkan utang dari Muhil sebagai peminjam pertama
kepada pihak Muhal`alaih sebagai peminjam kedua. Proses pengalihan tanggung jawab ini
harus disahkan melalui akad hiwalah atau kata-kata. Sesuai kaidahnya, transaksi skema
hiwalah dalam perbankan syariah wajib memenuhi beberapa rukun, yaitu:
1) Muhil
Muhil harus berakal sehat, baligh, dan mempunyai kemampuan melaksanakan akad
hiwalah. Selain itu, pemilik hutang atau muhil menjalankannya atas keinginan pribadi
tanpa paksaan dari pihak lain.
2) Muhal
Muhal yaitu orang memberikan hutang atau pihak piutang. Sama seperti syarat muhil,
pihak muhal harus mencapai usia baligh, berakal sehat dan melaksanakan akad ini
secara sukarela tanpa paksaan. Ijab qabul hiwalah yang dikatakan oleh muhal harus
berada dalam majelis akad disaksikan pihak terkait, dan dilakukan secara sadar tanpa
paksaan.
3) Muhal`alaih
Rukun hiwalah ketiga yakni muhal'alaih sebagai orang pemilik hutang dan
bertanggung jawab melunasi hutang pihak muhil. Pihak ini harus mempunyai akal
sehat, baligh, kemampuan finansial, dan memahami pelaksanaan akad, serta

6
pengucapan ijab qabul dalam majelis akad dengan kehadiran peserta terkait.
4) Hutang yang diakadkan dalam konsep hiwalah merupakan bentuk jaminan yang
dilakukan oleh muhil dan muhal dan dinyatakan akan dilunasi oleh muhal’alaih. Hutan
tersebut boleh berupa uang,aset, dan benda-benda berharga lainnya.

Selain rukun hiwalah, terdapat syarat hiwalah yang harus dipersiapkan dalam
menjalaninya. Adapun syarat hiwalah adalah di bawah ini:

1. Pihak berhutang atau muhil rela melaksanakan akad ini.


2. Produk hutang harus dibayarkan sesuai haknya yang sama baik jenis dan jumlah
utang, waktu pelunasan, dan kualitasnya. Misalnya bentuk hutang berupa emas,
maka pelunasannya harus berbentuk emas dengan nilai setara.
3. Pihak muhal’alaih harus bertanggung jawab dalam menanggung hutang setelah
adanyakesepakatan bersama muhil.
4. Pihak muhal atau pemberi hutang harus menyetujui akad hiwalah.
5. Hutang tetap berada dalam jaminan pelunasan

C. Rahn

Rahn adalah menahan salah satu harta milik si peminjam atas pinjaman yang
diterimanya atau dapat juga kita sebut sebagai gadai.Objek barang yang di tahan tersebut
memiliki nilai ekonomis. Dengan demikian pihak yang menahan memperoleh jaminan
untuk dapat mengambil kembali seluruh atau sebagian piutangnya. Secara sederhana dapat
dijelaskan bahwa rahn adalah semacam jaminan hutang atau gadai. Pemilik barang gadai
disebut rahin dan orang yang mengutangkan yaitu orang yang mengambil barang tersebut
serta menahannya disebut murtahin. Dibolehkannya Ar-Rahn, juga dapat ditunjukkan
dengan amalan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, bahwa beliau pernah melakukan
sistem gadai ini, sebagaimana dikisahkan Umul Mukminin A'isyah Radhiyallahu 'anha.
"Sesungguhnya Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam membeli dari seorang yahudi bahan
makanan dengan cara hutang dan menggadaikan baju besinya"[HR Al Bukhari no 2513 dan
Muslim no. 1603]

Rukun dan syarat rahn


Di dalam Rahn (gadai) ada rukun dan syarat-syarat nya yang harus di penuhi agar

7
rahn tersebut sah dan tidak melanggar hukum islam, ada beberapa rukun rahn yaitu antara
lain:
a) Harus ada akad dan ijab qabul.
b) Adanya Aqid
Aqid itu adalah yang menggadaikan barang dan yang member piutang gadai. Harus
ada barang yang di gadaikan nya atau di jadikan jaminan, dan barang yang yang di
gadaikan itu harus dalam keadaan baik dan bukan barang yang bermasalah.

Selain rukun rahn (gadai) ada juga syarat-syarat rahn antara lain yaitu:
a) Adanya Rahin dan Murtahin
Rahin dan murtahin itu adalah pemberi dan penerima gadai, pemberi
dan penerima gadai itu haruslah orang yang sudah baligh, sudah cakap untuk
melakukan sesuatu perbuatan hukum sesuai dengan ketentuan syariat islam. Dalam
islam dianjurkan jika kita ingin melakukan gadai dianjurkan menggunakan gadai
syariah karna akan meminimalisirkan perbuatan riba. Dalam gadai syariah tidak ada
riba yang ada adalah upah jasa titip barang yang kita jadikan jaminan dan upah jasa
tersebut tidak sebesar harga yang digadai konvensional jadi gadai syariah tidak
mengandung unsur riba.

D. Qardh

Qardh adalah akad pinjaman yang wajib dikembalikan dengan jumlah yang sama
pada waktu yang disepakati. Secara teknis, pinjaman ini diberikan oleh seseorang atau
lembaga keuangan syariah pada orang lain yang kemudian digunakan untuk kebutuhan
yang mendesak. Pembayarannya bisa dilakukan dengan diangsur atau lunas sekaligus.
Rukun dan syarat Qardh

Qardh dapat berlaku dengan sah jika semua pihak yang terlibat memenuhi syarat
dan rukunnya. Berikut syarat dan rukun dalam akad qardh:
1. Peminjam (muqtaridh). Pihak peminjam harus seorang yang Ahliyah
mu’amalah, yang berarti harus baligh, berakal waras, dan tidak mahjur (secara
syariat tidak diperkenankan mengatur hartanya sendiri).
2. Pemberi pinjaman (muqridh). Pihak pemberi pinjaman haruslah seorang

8
Ahliyat at- Tabarru’ (layak bersosial), dengan arti mempunyai kecakapan dalam
menggunakan hartanya secara mutlak menurut pandangan syariat. Dalam qardh,
seorang muqridh meminjamkan dananya tanpa paksaan dari pihak lain.Dalam
perbankan syariah, qardh dijalankan sebagai fungsi sosial bank. Dananya biasa
berasal dari dana zakat, infaq, dan sadaqah yang dihimpun dari aghniya’ atau
dari sebagian keuntungan bank.
3. Barang/utang (Mauqud ‘Alaih). Barang yang digunakan sebagai obyek dalam
qardh harus dapat diakad salam. Dengan bisa diakad salam, maka barang
tersebut dianggap sah untuk dihutangkan.
4. Ijab qabul (shighat). Ucapan dalam ijab qabul harus dilakukan dengan jelas dan
dapat dipahami oleh kedua pihak, sehingga tidak menimbulkan
kesalahpahaman.

Dalam perbankan syariah, akad Qardh memiliki beberapa syarat sebagai berikut:

1. Bank, yaitu pihak yang menyediakan dan meminjamkan uang.


2. Nasabah, pihak yang meminjam uang tersebut dari bank.
3. Proyeksi atau gambaran usaha, penjelasan mengenai tujuan terjadinya ikatan Al-
Qardhatau akad Qardh

Ketentuan-ketentuan umum akad Qardh

Berdasarkan Fatwa MUI DSN Nomor 19/DSN-MUI/IV/2001 tentang AL-Qardh,


pelaksanaan akad Qardh memiliki sejumlah keuntungan yang harus diperhatikan dan
dipatuhi sebelumnya, berikut di antaranya:
1. Qardh adalah pinjaman yang diberikan kepada nasabah (muqtaridh) yang
memerlukan.
2. Nasabah Qardh wajib mengembalikan jumlah pokok yang diterima pada
waktu yangtelah disepakati bersama.
3. Biaya administrasi dibebankan kepada nasabah.
4. LKS dapat meminta jaminan kepada nasabah bilamana dipandang perlu.
5. Nasabah Qardh dapat memberikan tambahan (sumbangan) dengan sukarela
kepada LKSselama tidak diperjanjikan dalam akad.
6. Jika nasabah tidak dapat mengembalikan sebagian atau seluruh kewajibannya

9
pada saat yang telah disepakati dan LKS telah memastikan ketidakmampuannya,
LKS dapat:
a. memperpanjang jangka waktu pengembalian, atau
b. menghapus (write off) sebagian atau seluruh kewajibannya.

Sumber Dana Qardh

Berdasarkan Fatwa MUI, pendanaan qardh berasal dari:

1. Bagian modal Lembaga Keuangan Syariah.


2. Keuntungan Lembaga Keuangan Syariah yang disisihkan.
3. Lembaga lain atau individu yang mempercayakan penyaluran infaqnya kepada
Lembaga Keuangan Syariah.

E. Sharf

Pada prinsipnya jual beli valuta asing sejalan dengan prinsip sharf. 8 Jual beli mata
uang yang tidak sejenis ini, penyerahannya harus dilakukan pada waktu yang sama. Bank
mengambil keuntungan dari jual beli valuta asing ini. Prinsip ini dipraktikkan pada bank
syariah devisa yang memiliki izin untuk melakukan jual beli valuta asing.
Adapun rukun sharf adalah:

1. Penjual

2. Pembeli

3. Mata uang yang diperjualbelikan

4. Nilai Tukar

5. Ijab Kabul
Syarat-syarat sharf adalah:
a) Harus Tunai
b) Serah terima harus dalam majelis kontak
c) Bila pertukaran antara mata uang yang sama dalam jumlah/kuantintas yang sama

10
F. Kafalah

Kafalah adalah jaminan yang diberikan oleh penangguh(kafiil) kepada pihak ketiga
untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau ditanggung(makfuul ‘anhu ‘ ashi). Akad
kafalah lebih menekankan mengenai jaminan yang diserahkan oleh satu pihak ke pihak
lainnya. Biasanya, hal ini diterapkan untuk pembayaran lebih dulu (advance payment bond),
garansi sebuah proyek (performance bond), ataupun partisipasi tender (tender bond). Adapun
syarat nya sebagai berikut:

1) Pihak penjamin, dalam hal ini bank syariah berhak penuh melakukan tindakan hukum
dalam urusan hartanya dan rela/ridha dengan tanggungan kafalah tersebut
2) Pihak yang berhutang sanggup menyerahkan tanggungannya kepada penjamin
3) Pihak yang berpiutang dapat hadir pada waktu akad atau pemberian kuasa.

Dewan Syariah Nasional juga mensyaratkan objek penjamin yang merupakan tanggungan
pihak yang berutang, baik berupa uang, benda, maupun pekerjaan kemudian bisa
dilaksanakan oleh penjamin merupakan piutang yang mngikat yang tidak mungkin hapus
kecuali setelah dibayar atau dibebaskan. Selanjutnya jeals nilai,jumlah, dan spesifikasinya
serta tidak bertentangan dengan syariah islam.

11
BAB II

PENUTUP

Kesimpulan

Pelaksanaan peghimpunan dana, biasanya diperlukan juga akad jasa. Akad jasa ini tidak
ditujukan untuk mencari keuntungan karena fee-based income yang didapat dari akad jasa ini
hanya kecil, namun ditujukan untuk mempermudah pelaksanaan proses transaksi perbankan.
Meskipun tidak ditujukan untuk mencari keuntungan dalam akad jasa ini bank
diperbolehkan untuk meminta pengganti biaya-biaya yang dikeluarkan untuk melaksanakan
akad ini. Besarnya pengganti biaya ini sekedar untuk menutupi biaya yang benar-benar
muncul dalam proses transaksi tersebut seperti biaya administrasi atau biaya transaksi.
Adapun macam-macam akad jasa yaitu :

1. Wakalah
2. Hiwalah
3. Qardh
4. Rahn
5. Sharf
6. Kafalah

12
DAFTAR PUSAKA

Muhamad, 2002, Bank Syariah: Analisis Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman.,
Yogyakarta: Ekonisia.

Antonio Syafii Muhammad,2001, Bank Syariah: Teori dan Praktik, Jakarta: Gema
InsaniPress.

Adiwarman A Karim. 2004, Bank Islam: Analisis Fiqh dan Keuangan.

Muhammad Syafiil Antonio. Bank Syariah: Teori dan Praktik

Warkum Sumitro, Asas-asas Perbankan islam Dan Lembaga-lembaga Terkait (BMUI &
Takaful) Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,

Dewan Syariah Nasional, 2006, Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional, Gaung Persada,
Jakarta

13

You might also like