You are on page 1of 7

TUGAS 1 : MK TAP HKUM4500

NAMA : BAGUS LANANG ORISTI


NIM : 042155899

Pertanyaan :
1)      Unsur-unsur perbuatan melawan hukum apa saja yang telah dipenuhi dan dapat dikenakan
sanksi kepada oknum prajurit TNI tersebut. Jelasakan!

2)      Ada tidaknya perbuatan melawan hukum dari Oknum Prajurit TNI (langsung atau  tidak
langsung) yang telah memenuhi unsur melawan hukum militer? Jelaskan!

3)     Apakah tindakan melawan hukum sejumlah oknum TNI telah memenuhi persyaratan untuk
disebut sebagai kejahatan dalam pertanggungjawaban pidananya dan akibat perbuatan
tersebut juga mencakup pertanggungjawaban perdatanya?

4)     Bagaimanakah yurisdiksi peradilannya terhadap Sejumlah Oknum TNI tersebut, jelaskan
pertimbangan hukumnya berdasarkan peradilan hukum pidana umum dan peradilan
koneksitas, jelaskan dengan pertimbangan hukumnya? 
Jawab :

1. Berdasarkan analisis saya para pelaku oknum TNI pada kasus diatas dapat dikenakan Pasal dan
sanksiberdasarkan ketentuan tindak Pidana umum dlam KUHP yaitu ketentuan Pasal 170
KUHP dan Pasal 406 KUHP. Perbuatan sebagaimana diuraikan pada kasus diatas merupakan
bentuk pelanggaran ketentuan KUHP yang termasuk dalam jenis Tindak pidaan Kejahatan
yaitu tindak pidana kekerasan terhadap orang/barang dan tindak pidana pengrusakan barang
yang dapat diuraikan sebagai berikut :

a) Pasal kekerasan terhadap orang/ batrang sebagaimana diatur berdasarkan ketentuan


Pasal 170 KUHP dengan ancaman hukuman pidana paling lama lima tahun enam bulan ;
Dasar Pemikiran : para tersangka pada kasus diatas sudah memenuhi unsir perbuatan
pidana berdasarkan ketentuan Pasal 170 KUHP yaitu :
Barang siapa Dengan terang-terangan/secara terbuka; dan, Dengan tenaga
bersama/secara bersama- sama; Menggunakan/melakukan kekerasan; Terhadap
orang/manusia atau barang.

b) Para tersangka juga dijerat Pasal 406 KUHP tentang pengrusakan dengan ancaman
hukuman pidana paling lama 2 tahun 8 bulan atau denda paling banyak Rp 4.800. adapun
pertimbangan penngunaan Pasal 406 KUHP karena pelaku (oknum TNI) pada kasus diatas
telah memenuhi unsur2 sebagai berikut :
Barang siapa; Dengan sengaja dan melawan hukum; Melakukan perbuatan
menghancurkan, merusakkan, membuat tidak dapat dipakai atau menghilangkan barang
sesuatu; Barang tersebut seluruhnya atau sebagian adalah milik orang lain.
2. Suatau perbuatan yang memenuhi unsur melawan hukum militer atau disebut tindak pidana
militer merupakan suatu perbuatan dilakukan oleh subjek hukumnya yaitu militer dimana
perbuatan tersebut melanggar ketentuan dalam KUHPM (Kitab undang2 Hukum Pidana
Militer). Tindak pidana militer dapt dibedakan menjadi 2 yaitu :

a) tindak pidana militer murni (zuiver militaire delict) yaitu suatu tindak pidana yang hanya
dilakukan oleh seorang militer, karena sifatnya khusus untuk militer. Tindak pidana yang
dilakukan oleh anggota TNI murni militer didasarkan kepada peraturan terkait dengan
militer. Anggota TNI yang melakukan tindak pidana murni militer sebagaimana
disebutkan dalam hukum pidana militer termasuk kejahatan yakni: kejahatan terhadap
keamanan negara, kejahatan dalam pelaksanaan kewajiban perang, kejahatan menarik diri
dari kesatuan dalam pelaksanaan kewajiban dinas (desersi), kejahatan-kejahatan
pengabdian, kejahatan pencurian, penipuan, dan penadahan, kejahatan merusak,
membinasakan atau menghilangkan barang-barang keperluan angkatan perang.
b) Tindak pidana militer campuran (germengde militaire delict) adalah tindak pidana
mengenai perkara koneksitas artinya suatu tindak pidana yang dilakukan secara bersama-
sama antara sipil dan militer yang dalam hal ini dasarnya kepada undang- undang militer
dan KUH Pidana. Contoh: tindak pidana pencurian yang dilakukan secara bekerja sama
antara sipil dan militer; tindak pidana pembunuhan yang korbannya adalah sipil; dan
lain-lain. Tindak pidana campuran ini selalu melibatkan subjek hukum yakni sipil baik
pelaku maupun sebagai korban tindak pidana.

Berdasarkan uraian diatas pada contoh kasus pada ksus posisi tersebut tersangka oknum TNI
telah memenuhi unsur melakukan perbuatan / tindkan melawan hukum yang memenuhi unsur
tindak pidana militer, yaitu termasuk pada tindak pidana militer campuran karena perbuatan yang
dilakukan oknum TNI mengakibatkan terjadinya korban pada masyarakat sipil.
3. Menurut analisis saya perbuatan yang dilakukan oleh oknum TNI tersebut sudah memenuhi
persyaratan sebagai kejahatan dan dapat dipertanggungjawabkan secara pidana, karena unsur
pertanggungjawaban pidana sudah terpenuhi pada perbuatan penyerangan tersebut yaitu
unsur subjektif yang meliputi :
1. Sesuatu disengaja dan tidak disengaja;
2. Sesuatu yang dimaksudkan;
3. Macam-macam dari maksud;
4. Perbuatan yang direncanakan terlebih dahulu;
5. Dapat dipertanggungjawabkan;
6. Menimbulkan perasaan takut ketika melakukan perbuatannya.
Selanjutnya berdasarakan unsur objektif perbuatan pelaku sudah memenuhi unsur perbuatan
melawan hukum yaitu pelanggaran terhadap ketentuan Kitab Undang Undang Hukum Pidana
khususnya Pasal 170 KUHP dan Pasal 406 KUHP serta ketentuan dalam Kitab Undang Undang
Hukum Pidana Militer (KUHPM) oleh sebab itu oknum TNI tersebut dapat dimintakan
pertanggungjawaban pidana. Daam hal ini ranah kewenangan mengadili perkara tersebut
(kompetensi absolut) ada pada peradilan militer.

Selanjutnya apabila akan dimintakan pertangungjawaban secara perdata mengenai ganti


rugi maka dapat dianalisis sebagai berikut : peradilan militer tidak memiliki kewenangan
penyelesaian perkara perdata, akan tetapi berdasarkan ketentuan Pasal 14 C KUHP dan Pasal
183 sampai dengan Pasal 187 UndangUndang Nomor 31 tahun 1997 tentang Peradilan
Militer terhadap pertanggungjawaban perdata dapat dimintakan penggabungan perkara
gugatan ganti rugi pada peradilan militer. Pasal 183 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997
menyatakan, bahwa jika suatu perbuatan yang menjadi dasar dakwaan di dalam suatu
pemeriksaan perkara pidana di Pengadilan Militer/Militer Tinggi menimbulkan kerugian bagi
orang lain, maka Hakim Ketua sidang atas permintaan orang itu dapat menetapkan untuk
menggabungkan perkara gugatan ganti rugi kepada perkara pidana.7Dari rumusan Pasal
183Undang-Undang Nomor 31
Tahun 1997 dapat disimak maknanya bahwa untuk dapatnya penggabungan perkara ini
diperlukan tiga persyaratan, yaitu adanya perbuatan Terdakwa, adanya perbuatan Terdakwa
sebagai syarat pertama tersebut harus menimbulkan kerugian bagi orang lain dan adanya
permintaan dan pihak yang merasa dirugikan kepada Pengadilan untuk menggabungkan
perkara ganti kerugiannya.
4. Berdasarkan ketentuan Pasal 9 angka 1 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 yang
pada dasarnya menegaskan bahwa “peradilan yang berwenang mengadili prajurit TNI
yang melakukan tindak pidana adalah Peradilan Militer” . Tindak pidana yang
dimaksud dalam Pasal 9 angka 1 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 di atas mencakup
tindak pidana militer maupun tindak pidana umum. Namun demikian, ketentuan
mengenai yurisdiksi peradilan terhadap prajurit TNI yang melakukan tindak pidana
mengalami perubahan yang cukup signifikan pasca dikeluarkannya Ketetapan MPR
Nomor VII/MPR/2000 khusunya pada ketentuan Pasal 3 ayat (4) huruf a dan dipertegas
kembali dalam Pasal 65 ayat (2) Undang- Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang
Tentara Nasional Indonesia. Kedua pasal tersebut pada intinya menyatakan bahwa prajurit
TNI tunduk kepada kekuasaan Peradilan Militer dalam hal melakukan tindak pidana militer
dan tunduk kepada kekuasaan Peradilan Umum dalam hal melakukan tindak pidana umum.

Bertolak dari ketentuan Pasal 3 ayat (4) huruf a Ketetapan MPR Nomor VII/MPR/2000 dan
Pasal
65 ayat (2) Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 di atas dapat diketahui adanya dua
yurisdiksi peradilan yang berlaku bagi prajurit TNI yang melakukan tindak pidana, yaitu
Peradilan Militer dan Peradilan Umum. Peradilan Militer berwenang mengadili prajurit
TNI yang melakukan tindak pidana militer, sedangkan Peradilan Umum berwenang
mengadili prajurit TNI yang melakukan tindak pidana umum. Hal ini berbeda dengan
yurisdiksi peradilan yang berlaku bagi prajurit TNI yang melakukan tindak pidana dalam
UndangUndang Nomor 31 Tahun 1997 yang hanya diberikan kepada Peradilan Militer.

Saat ini yurisdiksi Pertama, faktor utama yang menyebabkan belum diimplementasikannya
yurisdiksi Peradilan Umum terhadap prajurit TNI yang melakukan tindak pidana umum
adalah belum direalisasikannya revisi Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang
Peradilan Militer. Hal ini tidak dapat dilepaskan dari ketentuan Pasal 74 UndangUndang
Nomor 34 Tahun 2004 sebagai Ketentuan Peralihan yang mengamanatkan dibentuknya
Undang-Undang Peradilan Militer baru yang menggantikan Undang-Undang Nomor 31
Tahun 1997. Selama Undang- Undang Peradilan Militer baru belum dapat direalisasikan
pembentukannya, maka prajurit TNI yang melakukan tindak pidana, baik tindak pidana
militer maupun tindak pidana umum, tetap tunduk pada yurisdiksi Peradilan Militer. Oleh
sebab itu berdasarkan analisis saya maka pelaku / oknum yang melakukan tindak pidana
melanggar ketentuan Pasal 170 KUHP dan Pasal 406
KUHP yurisdiksi kewenangan mengadilinya ada pada Peradilan
Miiliter.

You might also like