Peranan Perkembangan Film Indie
terhadap Bangkitnya Film Nasional
Askurifai Baksin
ABSTRAK
_Beberapafire indie mules bicara di ajang fesivaljilm internasional Ada pula yang memang
sukses besar di bioskop. Misalnya, Kuldesak. Fenomena int seolah member’ darah segar bagi
perfilman nasional Meski awalnya berongkat darijalur indie, oleh jadi para sineas tadi bisa
‘eral jar ke mayor label. Yang elas, terapi yang mereka lakukan telah memberi
nafar baru bag! bangkinya perfilman nasional
Pendahuluan
Jika kta cermati fenomena perfilman nasional,
kita merasa begitu prihatin, Bagaimana tidak,
hampir sepanjang tahun 2000 - 2001, tidak ada
satu pun film nasional yang menjadi perbincangan
kalangan masyarakat. Untungnya, di penghujung
tahun 2001 masyarakat tersentak dengan
ehadiran sebuah film nasional dengan tajuk
Jelangkung. Film besutan sutradara Rizal
Mantovani dan Jose Poernomo ini sempat
‘menjadi perhatian kelangan sineas karena mampu
menyedot ribuan penoton. Tema filmaya
sebetulnya sederhana, yakni petualangan empat
mahasiswa yang terobsesi dengan kisah-kisah
rmisteri semacam Si Manis Jembatan Ancol.
Menurut majalah Pantau, sejak pemutaran
perdana $ Oktober 200! silam, film ini menjadi
tontonan yang paling diburu penonton. Pada
pertengahan Oktober saj, setiap harinya sekitar
200-300 orang tak kebagiantket. Terakir, pada 7
Januari 2002, produser dan sutradara film ini, Jose
Peomomo, mendapat informasi dari Studio 21
bbahwa lebih dari 500 ribu penonton di tiga kota,
Jakarta, Bandung, dan Surabaya, menyaksikan
film ini. Kini, Jelangkung di potar di 24 bioskop
jaringan Studio 21. Permintaan dari kota-kota
seperti Padang dan Medan terus mengalir.
Alhasil, jaringan bioskop 21 meraup untung
besar, lei besar dibanding pernutaran film Harry
Potter yang juga menyedot banyak penonton.
Padahai, menurut Jose, film yang berdurasi 102
‘menit ini awalnya tidak ditanggapi Studio 21.
Setelah film selesai dibuat Mei 2001, mereka
kebingungan melakukan promosi. Akhimya Stu-
dio 21 mau memutar film untuk pertama kalinya
pada 5 Oktober tahun lalu, di Pondok Indah Mall
dengan tiket sebesar Rp 15.000. Menurut Jose,
awalnya film ini diprediksikan sanggup bertahan
sepuluh hari, tapi ternyata berlangsung lama
arena penonton terus mengalir.
Jose dan Rizal Mantovani sebetuinya akan
membuat film ini tahun 1999. Tapi karena
bermacam hal film ini baru teealisc tahun 2001
Misinya, hanya semata-mata hiburan, menolak
dibebani pesan moral, sosial ataupun idealisme.
Sejumlah set tentang kisah mistis kaum urban
Jakarta, molai dilakukan. Casting pun dimulai,
ddan sejumlah pemain yang tak dikenal publik,
ditarik untuk memperkuat film ini, Maka, jaditah
film Jelangakung
Sejumlah nama-nama anyar dalam blantika
film nasional dimunculkan, Winky Wiryawan,
Melanie Ariyanto, Rony Dozer, dan Harry Pantja,
‘Askurtfal Baksin. Peranan Perkembangan Film Ince ferhaaap Gangkitnya Fim Nasional 7‘masing-masing harus memainkan karakter yang,
Derbeda dari empat sekawan mahasiswa yang jadi
tokoh utama. Pemilihan muka baru ini, menurut
penggerapnya, sengaja dilakukan, Salah satu
alasennya adalah ingin memunculkan sesuatu
yang baru dalam perfilman nasional. Menurut
Rizal, wajah-wajah baru ini dimaksudkan agar
penonton tak dibebani dengan pencitraan karakter
tertentu yang sudah dikenal publik
Dilihat dari biaya produksi film ini
rmenghabiskan Rp 1,9 miliar. Sebuah angka yang,
menurut pethitungan para ineas, sekarang cukup
keeit (bandingkan dengan film Ca Baw Kan yang,
rmenelan Rp 5 miliar. Skenario dikerjakan oleh trio
Rizal, Jose, dan Adinugroho. Dan syxting pertama
dlitakukan di pinggiran Jakarta, Desember 2000.
Selain biayanya cukup murah, ternyata shooting
day-nya juga cukup singkat, hanya 2 minggu,
Dibandingkan dengan film Petualangan
Sherina yang mampu menyedot penonton
sebanyak |, juta film Jolanghung memang belum
bisa dipastikan jumlah tepatnya, karena di
bbeberapa kota fiim ini masih diputar, Hanya
rmenurut pemberitaan Republika, film ini sudah
mampu menyedot sekitar Rp 2 miliar. Artinya,
sudah mencapai tt impas (break event point.
Dilihat dari perolehan ini, tampaknya film ini
‘cukup sukses, sebab promosi tidak gencar tapi
mampu menyaingi Petualangan Sherina.
Debut pertama Rizal, sebetulnya tidak pada
film ini Sularadara video klip yang dulu pemah
dinebohkan punya hubungan intim dengan artis
Ria Irawan ini, sebetumnya sukses menggarap
film Kuldesak, sebuah film aliran “indie”, yang
‘untuk pertama kalinya mensosialisasikan indie
label di Indonesia. Setelah itu, muncul film
Bintang Jatuh, yang kemudian mencuatkan nama
Rudi Soejarwo di belantara film indie.Keberhasilan
film Jelangkung, temnyata tidak sampai di situ
saja. Ada tiga perusahaan fim Amerika yang mulai
rmenaksit film ini. Ketiga perusahaan film besar
tersebut adalah Vertigo Entertainment, Miramax,
dan Dalmantion Film. Mereka berniat membeli
film Jelangkung dan akan dijadikan salah satu
filmmereka.
Menurut kurator film-film Islam, Raya
Makarim, keberhasilan Jelangkung terletak pada
128
emampuannya mengekplorasi apa yang melekat
dalam tradisi dan kehidupan masyarakat.
Pengambilan judulnya saja sudah membuat or-
‘ang ingin melihat kembali apa yang secara samar
terasa pernah mereka akrabi, hal mistis yang
pernah ada dalam tradisi masyarakat kita
Selanjutnya, pentolan teater Usan Kayu ini
juga berpendapat, penggarapan Jelangkung yang,
‘funky disertai musik pop dan editing yang cepat,
serta visualisasi yang dinamis, mampu membuat
penonton terkesan, Namun dirinya agak
‘menyayangkan penggarapan cerita yang terasa
bbelum optimal, (Pantau, 2002 : 2002)
‘Belakangan, film indie lain, akni Beth karya
Aria Kusumadewa, membayang-bayangi
populartas Jelangkung. Film Beth sat ini banyak
diputar di beberapa kampus di kota besar.
‘Akankah Beth juga menyamai Jelangkung?
Film sebagai Komunikasi Massa
Dalam seminar Communication Planing and
Polities, yang diselenggarakan di Hawai 1-5 April
1976, disebutkan, kesimpulan tentang
perencanaan komunikasi dan kebijakan
komunikasi dalam intinya adalah bahwa
omunikasi massa dapat dikelola sebagai sata
komoditi, sebagai suatu model. Supaya komoditi
tersebut dapat tersebar dengan luas, periu
diperhatikan_unsur pengadaaannya dan
distribusinya. Selanjutnya, agar sasaran tercapai
maka perlu mengadakan suatu infrastruktur
komunikasi, sebagaimana juga penjualan suatu
produk ditentukan oleh proses produksi,
transportasi dan sasarannya. Infrastruktur
komunikasi ini dibedakan menjadi infrastruktur
keras (hardware) dan infrastraktur lunak (soft-
n infrastruktur keras maupun
,selain harus diperhatikan oleh
perencana juga perlu diadakan kalau belum ada,
Dalam rangka perencanaan komunikasi di negara
berkembang, maka perencanaan pertama-tama
meliputi perencanaan infrastruktur keras maupun
lunak. Infrastruktur keras meliputi pengadaan,
misalnya jaringan radio, televisi elekomunikasi,
bahkan film sebagai komunikasi massa.
MroutTon, Vol.5 « No.t # 2002Selanjutnya, infrastruktur Iunak mencakup
kebijakan pemerintah dalam bidang media massa,
kebebasan mengeluarkan pendapat, hubungan
media dengan pemerintah, hubungan
antarlembaga sosial dan hubungan antarlembaga
sosial dengan lembaga pemerintah, situasi sosial
bbudaya dan lain-lain (Astrid, 1982: 6).
Dan film sebagai suatu bentuk komunikasi
massa dikelola menjadi suatu komoditi, Di
dalamnya memang kompleks, dari produser,
pemain, dan seperangkat kesenian lain yang
sangat mendukung, seperti musik, seni rupa,
teater, seni suara, dan lainnya, Semua unsur
tersebut terkumpul menjadi komunikator dan
bertindak sebagai agen transformasi budaya.
Sedangkan pesan-pesan komunikasi
terwujud dalam cerita dan misi yang dibawa film
tersebut dan terangkum dalam bentuk drama,
cksyen, komedi, dan horor.Jenis-jens film inilah
‘yang dikemas seorang sutradara sesuai dengan
tendensi masing-masing. Ada yang tujuannya
sekadar menghibur, member! penerangan, atau
rmungkin kedua-duanya. Ada juga yang ingin
rmemasukkan dogma-dogma tertentu, sekaligus
‘mengajarkan kepada Khalayak penonton
Bersama dengan radio dan televisi, film
termasuk kategori media massa periodik. Artinya,
kehadirannya tidak secara terus menerus, tapi
berperiode dan termasuk media elektronik, yakni
media yang dalam penyajian pesannya sangat
tergantung adanya listrik. Dan sebagai media
‘massa elektronik dan adanya banyak unsur
kkesenian lain, maka media massa film menjadi
media massa yang memerlukan proses lama dan
‘mahal
Dalam tulisannya ‘Film, Teknologi, dan
Ekspresi Keseninan’, Nurhadi Irawan
rmenyebutkan, suatuperistiwa budaya telah terjadi
ketika dua saudara Avguts dan Lois Lumiere
menggemparkan pengunjung Grand Cafe yang
terletak di Boulevard de Capucines pada tanggal
28 Desember 1895, tatkala film bisu Worker Leav-
ing the Lumiere Factory. Sambutan penonton