You are on page 1of 43

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Permasalahan umum pada anak-anak yang sering dihadapi oleh

para orangtua di Indonesia diantaranya anak sulit disuruh makan buah dan

sayur sehingga susah buang air besar. Menurut penelitian tahun 2020 satu

dari tiga anak mengalami indikasi awal konstipasi pada gangguan saluran

pencernaannya ini disebabkan karena kurangnya asupan serat pada anak

(Asnida, 2020).

Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2013 menyebutkan

bahwa 93,5% penduduk Indonesia berusia di bawah 10 tahun tidak

mengonsumsi sayur dan buah sesuai dengan anjuran. Berdasarkan data

dari Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru tahun 2017, dari 20 Puskesmas di

Kota Pekanbaru untuk persentase pencapaian konsumsi buah dan sayur

setiap hari yang tertinggi terdapat di wilayah kerja Puskesmas Sail 96,88%

dan terendah di wilayah kerja Puskesmas Sidomulyo RI 35,99%. Padahal,

konsumsi sayur dan buah sangat penting untuk gizi seimbang (Purba dkk,

2019).

Kurang mengonsumsi buah dan sayur merupakan perilaku makan

yang dapat merugikan bagi kesehatan dan dapat mengakibatkan tubuh

mengalami kekurangan zat gizi seperti vitamin, mineral, dan serat (Farisa,

2012). Sayur dan buah merupakan makanan penting yang harus selalu

dikonsumsi setiap kali makan. Tidak hanya bagi orang dewasa,

1
2

mengonsumsi sayur dan buah sangat penting untuk dikonsumsi sejak usia

anak-anak, karena pada usia tersebut merupakan masa emas untuk

pertumbuhan dan perkembangan bagi anak-anak (Putra, 2016).

Salah satu jenis sayuran potensial yang sudah lama dikenal dan

sering kita jumpai di pasar swalayan dan pasar tradisonal adalah labu

kuning (Cucurbita moschata Duch). Selain mudah dijangkau dan harga

yang relatif murah labu kuning juga memiliki nilai gizi yang cukup tinggi

dan sangat baik bagi kesehatan. Diantaranya kandungan vitamin A yang

tinggi, vitamin C, mineral, karbohidrat, antioksidan dan serat yang dapat

bermanfaat mencegah kanker (Kamsiati, 2010), bisa dijadikan pengganti

nasi, dapat dimanfaatkan untuk mengatasi kurang nafsu makan, cacingan,

demam, dan sembelit (Prabantini, 2013).

Labu kuning (Cucurbita moschata Duch) atau tanaman waluh

merupakan tanaman yang termasuk dalam famili cucurbitaceae dan

banyak ditemukan di semua wilayah di Indonesia. Tingkat produksi labu

kuning di Indonesia relatif tinggi pada tahun 2011 misalnya di Jawa

150.000 ton, Sumatera 6.100 ton dan Bali 1.200 ton (Badan Pusat Statistik

(BPS), 2012). Tingkat produksi labu kuning di Riau pada tahun 2011

sampai 2015 berturut-turut sebagai berikut: 333 ton, 251 ton, 515 ton, 522

ton, adapun pada tahun 2015 turun menjadi 53 ton (BPS Riau, 2015).

Berdasarkan data tersebut, tingkat produksi labu kuning cukup

tinggi. Tetapi tingginya nilai produksi tersebut tidak seimbang dengan

tingkat konsumsi labu kuning yang masih rendah, yaitu kurang dari 5 kg
3

per kapita per tahun (Ifgar, 2012). Padahal labu kuning memiliki manfaat

bagi kesehatan, harganya murah, dan mudah didapatkan. Secara umum

pengolahan labu kuning masih terbatas pada pengolahan produk seperti

dibuat kolak, dimasak sebagai sayur atau hanya dikukus (Prabantini,

2013). Faktanya labu kuning juga dapat dijadikan pangan alternatif, untuk

memenuhi kebutuhan karbohidrat dan serat (Wardani, 2017).

Selain karbohidrat dan serat, zat gizi pada labu kuning yaitu air.

Kandungan air yang tinggi menyebabkan labu kuning mudah rusak selama

proses pengangkutan. Dengan demikian labu kuning perlu diolah menjadi

produk yang dapat disimpan lebih praktis dan tahan lama seperti tepung.

Pengolahan labu kuning menjadi tepung akan memperpanjang daya

simpan dan memberikan nilai tambah terhadap labu kuning. Tepung labu

kuning baik digunakan untuk bahan fortifikasi pangan terutama makanan

anak-anak, karena dapat meningkatkan nilai gizi terutama kandungan serat

pangannya (Wardani, 2017).

Tepung labu kuning memiliki kandungan air 6.4%, abu 7.4%,

protein 8.15%, lemak 2.19%, karbohidrat 75.86% dan serat pangan

21.74% (Inda, 2018). Berdasarkan hasil penelitian Inda (2018), tepung

labu kuning dapat diklaim sebagai bahan pangan tinggi serat pangan

dimana dalam 100 g tepung labu kuning mengandung 21.74 g serat

pangan. Batasan yang ditetapkan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan

(2016) untuk produk padat tinggi serat adalah apabila dalam 100 g produk

mengandung minimal 6 g serat pangan.


4

Tepung labu kuning tinggi serat sudah diaplikasikan menjadi

beberapa olahan pangan seperti mie basah, puff pastry, roti tawar,

pancake, flakes, kue bolu khas melayu (Lestario dkk, 2013, Carolina,

2014, Lydia dkk, 2015, Isnaini, 2016, Anindya, 2016, Syahreni dkk 2018).

Hal ini menunjukkan bahwa tepung labu kuning sudah mulai

didiversifikasi pada berbagai jenis produk pangan.

Tepung labu kuning mempunyai kualitas yang baik karena

memiliki sifat gelatinisasi sehingga dapat membentuk adonan dengan

konsistensi, kekenyalan, viskositas, maupun elastisitas yang baik. Dengan

demikian produk yang dihasilkan akan berkualitas baik. Selain itu, dengan

bentuk tepung kegunaan labu kuning meningkat sehingga dapat

dimanfaatkan sebagai bahan baku industri pangan (Kusumawati, 2013).

Salah satu pemanfaatan tepung labu kuning adalah sebagai

substitusi brownies. Brownies merupakan salah satu jenis cake yang

berwarna cokelat kehitaman. Warna cokelat pada brownies berasal dari

cokelat batang yang dilelehkan, cokelat bubuk dan susu kental manis

cokelat. Brownies juga termasuk makanan yang sangat disukai dan

digemari oleh kalangan anak-anak, dewasa sampai orang tua (Muharramah

dkk, 2016).

Pemanfaatan tepung labu kuning untuk substitusi brownies kukus

sebagai makanan selingan pasien rawat inap anak belum pernah diketahui.

Dalam rangka meningkatkan mutu, konsumsi asupan serat dan variasi

makanan selingan di instalasi gizi RSUD kota Dumai, peneliti tertarik


5

untuk membuat produk baru yaitu substitusi tepung labu kuning pada

brownies kukus sebagai makanan selingan penambah asupan serat pasien

anak. Berdasarkan survei awal dari 10 pasien anak-anak yang dirawat 80%

(8 orang) tidak menyukai atau tidak menghabiskan menu sayuran yang

disajikan dan hanya 20% (2 orang) yang menghabiskan menu sayuran

yang disajikan (Instalasi gizi, 2020). Berdasarkan data tingkat kepuasan

pasien di Instalasi Gizi RSUD Dumai, brownies sebagai makanan selingan

yang disajikan untuk pasien rawat inap termasuk makanan selingan yang

disukai oleh pasien ( Instalasi Gizi, 2020).

Dengan demikian substitusi brownies tepung labu kuning

diharapkan dapat meningkatkan asupan serat pada pasien. Berdasarkan

latar belakang tersebut, peneliti tertarik untuk meneliti substitusi tepung

labu kuning (Cucurbita moschata Duch) tinggi serat pangan pada

brownies kukus sebagai makanan selingan pasien anak-anak di RSUD

kota Dumai.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang, maka rumusan masalah

pada penelitian ini adalah:

1. Bagaimana cara pengolahan labu kuning menjadi tepung labu kuning?

2. Apakah substitusi tepung terigu dengan tepung labu kuning dapat

meningkatkan nilai gizi brownies kukus terutama kadar serat pangan?

3. Berapakah persentase substitusi tepung labu kuning pada brownies

kukus yang paling disukai oleh panelis?


6

4. Bagaimana kandungan zat gizi (kadar air, abu, karbohidrat, protein,

lemak, dan serat pangan) dari tepung labu kuning dan brownies kukus

terpilih yang disubstitusi dengan tepung labu kuning?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Tujuan umum pada penelitian ini adalah melakukan substitusi

tepung labu kuning (Cucurbita moschata Duch) tinggi serat pangan pada

pembuatan brownies kukus sebagai makanan selingan pasien anak-anak di

RSUD Dumai.

2. Tujuan Khusus

a. Membuat tepung labu kuning.

b. Mensubstitusi tepung terigu dengan tepung labu kuning dalam

pembuatan brownies kukus.

c. Melakukan uji hedonik dan mutu hedonik terhadap substitusi

tepung terigu dengan tepung labu kuning dalam pembuatan

brownies kukus.

d. Menganalisis kandungan zat gizi (kadar air, abu, karbohidrat,

protein, lemak dan serat pangan) pada tepung labu kuning dan

brownies kukus substitusi terpilih yang paling disukai panelis.

D. Manfaat Penelitian

1. Aspek Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan untuk teori

dan menambah informasi ilmiah yang berhubungan dengan tepung


7

labu kuning dalam pembuatan brownies kukus, makanan selingan

untuk pasien rawat inap anak-anak di RSUD kota Dumai. Untuk

peneliti selanjutnya diharapkan dapat mengembangkan produk pangan

lainnya dari tepung labu kuning.

2. Aspek Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi

kepada pihak RSUD kota Dumai terutama instalasi gizi bahwa tepung

labu kuning dapat mensubstitusi tepung terigu dalam pembuatan

brownies kukus. Selain itu, penambahan tepung labu kuning dapat

meningkatkan nilai gizi terutama kandungan serat pangan pada

brownies kukus dan terciptanya penganekaragaman produk brownies

kukus untuk makanan selingan pasien rawat inap di rumah sakit.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teoritis

1. Labu Kuning

a. Klasifikasi Tanaman

Terdapat lima tanaman labu kuning (Cucurbita moschata

Duch) yang umum dikenal, yaitu Cucurbita maxima Duchenes,

Cucurbita ficifolia Bouche, Cucurbita moschata Duchenes dan

Cucurbita pipo L. Kelima spesies cucurbita tersebut di Indonesia

disebut labu kuning (waluh) karena mempunyai ciri-ciri yang

hampir sama (Nuraini, 2011).

Gambar 2.1 Labu Kuning

b. Morfologi Tanaman

Labu kuning biasanya disebut sebagai waluh (Sunda, Jawa)

atau pumpkin (Inggris) tumbuh baik di daerah tropis, dari dataran

rendah hingga ketinggian 1.500 m di atas permukaan laut.

Tanaman ini mampu beradaptasi dengan baik pada kondisi dingin

8
9

dan hangat dengan suhu 18-27˚C. Iklim yang dikehendaki adalah

iklim kering (Nuraini, 2011).

Keistimewaan lain dari tanaman labu kuning yaitu ukuran

pertumbuhannya sangat cepat, mencapai 350 gram per hari.

Tanaman jenis semak merambat ini bisa mencapai panjang 25 m

dengan buah bulat, berdaging tebal, diameter 25-35 cm. Tanaman

ini banyak tumbuh di Indonesia, penanamannya tidak sulit, baik

pembibitan sampai perawatannya. Hasilnya cukup memberikan

nilai ekonomis bagi masyarakat dan cukup luar biasa karena bisa

menyesuaikan sendiri dengan keadaan alam yang berubah-ubah.

(Prabantini, 2013).

c. Kandungan Gizi Labu Kuning

Kandungan gizi labu kuning per 100 gram dalam dilihat

pada Tabel 2.1 yaitu:

Tabel 2.1 Kandungan Gizi Labu Kuning per 100 g


No Zat gizi Kadar / Satuan
1 Kalori 29 / kal
2 Protein 1,1 gram
3 Lemak 0,3 gram
4 Hidrat arang 6,6 gram
5 Kalsium 45 gram
6 Fosfor 64 gram
7 Zat besi 1.40 mg
8 Vitamin A 180 SI
9 Vitamin B1 0,08 mg
10 Vitamin C 52 gram
11 Air 91,2 gram
12 BDD 77 %
Sumber: Prabantini, 2013

Labu kuning mengandung β karoten yang sangat tinggi,

seperti lutein, zeaxanthin dan karoten, yang memberi warna kuning

pada labu kuning. Kandungan karoten membantu melindungi tubuh


10

dengan menetralkan radikal bebas. β karoten berfungsi

meningkatkan sistem kekebalan tubuh serta mencegah penyakit

jantung dan kanker. Selain kaya sumber β karoten, labu kuning

juga mengandung serat makanan dan zat besi. Kandungan zat besi

paling banyak terdapat pada biji. Nutrisi lain pada labu kuning

adalah vitamin A dan C, mineral, lemak, serta karbohidrat

(Prabantini, 2013).

2. Tepung Labu Kuning

Salah satu upaya pemanfaatan labu kuning segar yaitu dapat

diolah menjadi bentuk tepung. Tepung merupakan partikel padat yang

berbentuk butiran halus bahkan sangat halus tergantung pada

pemakaiannya. Tepung umumnya digunakan untuk bahan baku sektor

industri, keperluan riset, maupun dipakai dalam kebutuhan home

industry, misalnya membuat kue atau roti (Wibowo, 2012).

Tepung labu kuning mempunyai sifat spesifik dengan aroma

yang khas. Secara umum tepung tersebut berpotensi sebagai

pendamping tepung terigu dan tepung beras dalam berbagai produk

olahan pangan. Produk olahan dari tepung labu kuning mempunyai

warna dan rasa yang spesifik, sehingga lebih disukai oleh konsumen

(Purwanto dkk, 2013).

Syarat mutu dari tepung labu kuning dapat dilihat pada Tabel

2.2 yaitu:
11

Tabel 2.2 Syarat Mutu Tepung Labu Kuning


Jenis Uji Persyaratan
Bentuk Serbuk halus
Bau Normal (bebas dari bau asing)
Warna Putih kekuningan
Rasa Normal
Sumber: SNI 01-2882-18S2.

A. Proses Pembuatan Tepung Labu Kuning

Proses pembuatan tepung labu kuning dimulai dari proses

pengupasan dan pembuangan bagian yang tidak dibutuhkan,

pencucian, pengecilan ukuran, pengeringan, penepungan, dan

pengayakan (Purwanto dkk, 2013). Proses pengolahan dimulai dari

pemilihan buah yang dipanen kira-kira 5-10 hari lebih awal dari

umur panen semestinya. Buah yang terlalu masak memiliki

kandungan air yang tinggi, daging buahnya lembek dan kadar

patinya rendah.

Setelah dikupas kulitnya, lalu bersihkan jaring-jaring dan

bijinya, kemudian diiris dengan ketebalan 1-2 mm. Irisan labu

kuning dikeringkan dengan oven dengan suhu 50˚C selama 6 jam.

Labu kuning yang sudah menjadi chips kering kemudian

dihaluskan dengan blender hingga halus dan kemudian diayak

dengan ayakan 80 mesh (Purnamasari, 2015).

B. Kandungan Zat Gizi Tepung Labu Kuning

Pengolahan labu kuning segar menjadi tepung memiliki

beberapa kelebihan dibandingkan buah segarnya, diantaranya yaitu

tepung labu kuning dapat digunakan sebagai bahan baku industri

pengolahan pangan lanjutan dan memiliki daya simpan yang lebih


12

lama karena memiliki kadar air yang rendah. Kualitas tepung labu

kuning sangat tergantung pada komposisi kimia yang terkandung

didalamnya. Menurut Inda (2018), tepung labu kuning

mengandung 6.4% kadar air, 7.4% kadar abu, 8.15% kadar protein,

2.19% kadar lemak, 21.74% kadar serat pangan, dan 75.86% kadar

karbohidrat (+ serat pangan).

Adapun perbandingan kandungan zat gizi labu kuning dan

tepung labu kuning per 100 gram yaitu dapat dilihat pada Tabel

2.3:

Tabel 2.3 Perbandingan Kandungan Zat Gizi Labu kuning dan


Tepung Labu Kuning per 100 g
Zat Gizi Labu Segar Tepung Labu Kuning
Air 87,3 gram 14,95 gram
Protein 1,34 gram 15,69 gram
Karbohidrat 4,38 gram 4,21 gram
Abu 2,48 gram 5,78 gram
Lemak 0,09 gram 1,62 gram
Serat 0,67 gram 3,07 gram
β karoten 1079,6 µgram 4857,6 µgram
Sumber: Usha et al, 2010

C. Pemanfaatan Tepung Labu Kuning

Tepung labu kuning sudah mulai banyak dimanfaatkan

dalam pembuatan berbagai jenis makanan seperti dodol, kolak,

manisan, pancake, mie, biskuit, dan bolu mangkok (Rahmawati

dkk, 2014). Penelitian Wongosagonsup dkk, (2015) menunjukkan

bahwa tepung labu kuning juga berpotensi digunakan sebagai

bahan substitusi tepung terigu dalam pembuatan kue.


13

3. Brownies kukus

Brownies merupakan salah satu jenis cake yang berwarna

cokelat kehitaman, terdiri dua macam yaitu brownies kukus dan

brownies oven. Teksturnya lebih padat dari pada cake karena brownies

tidak membutuhkan pengembangan yang tinggi. Bahan dasar dari

brownies kukus adalah tepung (umumnya tepung terigu, cokelat

bubuk, telur, gula pasir, cokelat batangan, dan minyak sayur).

Brownies kukus dimasak dengan cara dikukus dengan panci kukusan.

Kandungan gizi dari brownies kukus yang disajikan RSUD

kota Dumai dalam satu resep yaitu energi 5042 kkal, protein 101 gram,

lemak 278 gram, karbohidrat 533 gram dan serat 21.8 gram.

Sedangkan kandungan gizi persajian adalah energi 360 kkal, protein

7.2 gram, lemak 19.9 gram, karbohidrat 38 gram dan serat 1.5 gram.

Bahan-bahan untuk pembuatan brownies kukus adalah sebagai berikut:

1) Tepung terigu

Tepung terigu merupakan tepung yang berasal dari bulir

gandum dan banyak digunakan dalam pembuatan produk pangan

seperti kue, mie dan roti. Secara umum berdasarkan kadar gluten

atau proteinnya ada 3 jenis tepung terigu, tepung terigu protein

tinggi, tepung terigu protein sedang dan tepung terigu protein

rendah. Tepung terigu mengandung protein dalam bentuk gluten.

Gluten ini berperan dalam menentukan kekenyalan suatu produk

pangan (Sabara dkk, 2017).


14

2) Cokelat Bubuk

Cokelat bubuk adalah cokelat yang mempunyai aroma

yang kuat, tidak tengik, tidak bulukan, dan tidak berjamur. Ada

beberapa jenis cokelat bubuk yaitu cokelat bubuk yang berwarna

pekat dan beraroma pahit yang sangat berguna karena mempunyai

sifat mengeringkan adonan kue. Jenis lainnya yaitu cokelat bubuk

yang mempunyai kepekatan sedang. Cokelat bubuk atau cocoa

powder terbuat dari bungkil/ampas biji cokelat yang telah

dipisahkan lemak cokelatnya. Bungkil ini dikeringkan dan

digiling halus sehingga terbentuk cokelat bubuk. Banyak sekali

yang menggunakan cokelat bubuk ini sebagai bahan campuran

untuk membuat kue (Akbar, 2015).

3) Telur

Telur merupakan bahan yang harus ada dalam pembuatan

roti dan kue. Lecitin dalam kuning telur mempunyai daya emulsi

sedangkan lutein dapat membangkitkan warna pada hasil produk.

Telur berfungsi sebagai penambah warna, rasa, kelembaban,

membentuk struktur dan menambah nilai gizi (Veronita, 2012).

4) Gula pasir

Fungsinya memberi rasa manis, memberi warna pada kulit

kue, membantu mengempukkan kue, melembapkan kue dan

melemaskan adonan. Untuk membuat cake, jenis gula yang

digunakan bisa macam-macam. Namun untuk hasil terbaik


15

sebaiknya gunakan gula yang halus butirannya agar susunan cake

rata dan empuk (Anonim, 2011).

5) Cokelat batangan

Cokelat batangan yang digunakan yaitu cokelat batangan

yang berwarna pekat, rasa cokelatnya lebih terasa dan tidak

mengandung susu. Cokelat jenis ini baik digunakan untuk kue dan

cake, dan aneka makanan ringan lainnya (Anonim, 2015).

6) Minyak sayur

Lemak yang digunakan untuk cake adalah mentega,

margarin atau minyak. Fungsi lemak untuk menjaga kue agar

tahan lama, menambah nilai gizi, memberi aroma pada cake, dan

membuat cake terasa empuk dan menimbulkan rasa enak. Lemak

juga membantu menahan cairan dalam cake yang telah jadi.

Lemak untuk cake harus mempunyai kemampuan yang baik

dalam pengkreman, rasa dan bau yang netral, harus mampu

mengemulsi dengan baik dan warnnya harus putih (Anonim,

2011). Lemak yang digunakan untuk pembuatan adonan brownies

adalah minyak sayur.

4. Uji Organoleptik

a. Pengertian

Pengujian organoleptik adalah pengujian yang didasarkan

pada proses penginderaan. Uji organoleptik (evaluasi sensori)

adalah penilaian berdasarkan kepada rangsangan syaraf sensori


16

pada indera (organ tubuh) manusia atau disebut juga penilaian

inderawi karena mengukur sifat-sifat inderawi (Muhandri et al.,

2012).

Dikenal tujuh macam panelis dalam uji organoleptik, yaitu

panelis perseorangan, terbatas, terlatih, agak terlatih, tidak terlatih,

konsumen dan anak-anak. Panelis anak-anak terdiri dari 30-100

anak (Program Studi Teknologi Pangan UMS, 2013).

b. Metode Evaluasi Sensori/Organoleptik

Metode evaluasi sensori/organoleptik yaitu ilmu

pengetahuan yang menggunakan indera manusia untuk mengukur

warna, aroma, tekstur dan rasa dari suatu produk pangan. Evaluasi

yang dilakukan yaitu (Setyaningsih et al., 2010):

1) Uji Hedonik (Kesukaan)

Uji hedonik (kesukaan) dilakukan apabila uji didesain

untuk memilih satu produk diantara produk lain secara

langsung. Uji ini dapat diaplikasikan pada saat pengembangan

produk atau perbandingan produk pesaing. Uji hedonik

meminta panelis harus memilih satu pilihan diantara pilihan

yang lain. Produk yang tidak dipilih menunjukkan bahwa

produk tersebut tidak disukai panelis.

Skala hedonik yang bisa digunakan adalah amat sangat

suka, sangat suka, suka, agak suka, biasa saja, agak tidak suka,

tidak suka, sangat tidak suka, amat sangat tidak suka. Skala ini
17

dapat direntangkan atau diciutkan menurut rentangan skala

yang dikehendaki.

Skala hedonik dapat juga diubah menjadi skala numerik

dengan angka menurut tingkat kesukaan. Dengan data numerik

ini dapat dilakukan analisis secara parametrik. Hasil yang

paling baik diperoleh dari skala seimbang, yaitu yang

jumlahnya ganjil, misalnya 1-3, 1-5, 1-7, dan 1-9. Penggunaan

skala hedonik ini pada prakteknya dapat digunakan untuk

mengetahui perbedaan, sehingga uji hedonik sering digunakan

untuk menilai secara organoleptik komoditas sejenis atau

produk pengembangan untuk menilai produk akhir.

Semua sampel yang disajikan harus diberi kode.

Pemberian kode yang dianjurkan menggunakan angka 3 digit,

tidak ada sampel yang kodenya sama dan berulang. Pemberian

kode bukan dengan huruf, dengan tujuan untuk menghilangkan

bias. Data yang diperoleh biasanya dianalisis menggunakan

ANOVA dan jika ada perbedaan dilakukan uji lanjut seperti uji

Duncan.

2) Uji Mutu Hedonik

Berbeda dengan uji hedonik, uji mutu hedonik tidak

menyatakan suka atau tidak suka, melainkan menyatakan kesan

tentang baik atau buruk terhadap suatu produk. Kesan baik atau

buruk ini disebut kesan mutu hedonik. Oleh karena itu,


18

beberapa ahli memasukkan uji mutu hedonik kedalam uji

hedonik. Kesan mutu hedonik lebih spesifik dari pada sekedar

kesan suka atau tidak. Mutu hedonik dapat bersifat umum,

yaitu baik atau buruk dan bersifat spesifik.

5. Skala Likert

Skala likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan

persepsi seseorang tentang gejala atau masalah yang ada di masyarakat

atau yang dialaminya. Untuk uji hedonik dan mutu hedonik umumnya

digunakan skala likert yaitu sebagai berikut :

1 2 3 4 5

STS TS AS S SS

Keterangan:

Sangat Tidak Suka (STS) = 1

Tidak Suka (TS) =2

Agak Suka (AS) =3

Suka (S) =4

Sangat Suka (SS) =5

6. Analisis Proksimat

Analisis proksimat merupakan analisis kandungan zat gizi

makro suatu bahan makanan yang terdiri dari kadar air, kadar abu,

kadar lemak, kadar protein dan kadar karbohidrat.


19

a. Analisis Kadar Air

Analisis kadar air dalam bahan pangan sangat penting

dilakukan baik pada bahan kering maupun bahan pangan segar.

Analisis kadar air dapat dianalisis dengan menggunakan metode

langsung, yaitu mengeluarkan air dari bahan pangan dengan

bantuan pengeringan oven, desikasi, destilasi, ekstraksi. Jumlah air

dapat diketahui dengan cara melakukan penimbangan dan

pengukuran volume. Metode ini memiliki ketelitian yang baik,

tetapi pada umumnya memerlukan perlakuan yang relatif lama

karena banyak pengerjaan yang dilakukan secara manual

(Andarwulan et al, 2011).

b. Analisis Kadar Abu

Abu merupakan residu anorganik dari proses pembakaran

atau oksidasi komponen organik dari bahan pangan. Kadar abu dari

suatu bahan menunjukkan kandungan mineral yang terdapat dalam

bahan tersebut, kemurnian, serta kebersihan suatu bahan yang

dihasilkan. Kadar abu total adalah bagian dari analisis proksimat

yang digunakan untuk mengevaluasi nilai gizi suatu bahan pangan.

Pengabuan adalah tahap persiapan sampel yang harus dilakukan

pada analisis mineral (Andarwulan et al, 2011).

c. Analisis Kadar Protein

Protein merupakan sumber gizi bagi tubuh yang sangat

banyak dijumpai pada sel tanaman dan hewan yang berfungsi


20

sebagai zat pembangun dan pengatur. Selain keperluan pelabelan

gizi, analisis protein dilakukan untuk mengetahui sifat fungsional

dan biologis. Analisis protein juga perlu dilakukan untuk

mengetahui jumlah protein tertentu dalam suatu campuran,

kandungan non protein nitrogen, dan komposisi asam amino

(Andarwulan et al, 2011).

Analisis protein terdiri dari beberapa metode, diantaranya

metode volumetri, metode gasometri, dan metode spektrofotometri.

Metode kjeldahl merupakan metode volumetri yang digunakan

untuk menganalisis kadar protein kasar dalam bahan makanan

secara tidak langsung (Winarno, 2008).

d. Analisis Kadar Lemak

Lemak atau minyak dapat diperoleh dari dua sumber utama

yaitu sumber hewani seperti susu, daging sapi, ikan, sumber nabati

seperti kelapa, kedelai, kacang tanah, zaitun dan yang lainnya

(Andarwulan et al, 2011). Terdapat beberapa metode analisis

lemak yaitu analisis bilangan asam, penyabunan, ester, iodium,

tiosianogen, asetil, hidroksil, Reichert Meissel, Kirschner dan

Polenske (Rohman & Sumantri, 2013).

Penetapan kadar lemak menggunakan metode soxhlet

merupakan metode analisis kadar lemak secara langsung dengan

cara mengekstrak lemak dari bahan makanan dengan pelarut

organik seperti heksana, petroleum eter dan dietil eter. Ekstraksi


21

dilakukan dengan cara direfluks pada suhu yang sesuai dengan titik

didih yang digunakan. Jumlah lemak diketahui dengan cara

menimbang sampel setelah pelarutnya diuapkan. Jumlah lemak per

berat bahan yang diperoleh menunjukkan kadar lemak kasar (crude

fat) artinya semua yang terlarut oleh pelarut tersebut dianggap

sebagai lemak (Andarwulan et al, 2011).

e. Analisis Kadar Karbohidrat

Karbohidrat merupakan sumber energi utama bagi tubuh

dan juga memegang peranan penting dalam proses pengolahan

makanan, seperti sebagai bahan pengental, pengisi, penstabil

emulsi, pengikat air, pemberi aroma, dan tekstur. Berbagai metode

telah banyak dikembangkan untuk menentukan kandungan

karbohidrat yang dapat dicerna dalam bahan pangan, diantaranya

yaitu penentuan total karbohidrat dengan metode by difference, luff

school, dan kadar gula dengan metode refraktometri, polarimetri,

kolorimetri, volumetri, metode enzim dan HPLC (High

Performance Liquid Chromatography) (Andarwulan dkk, 2011).

7. Analisis Serat Pangan

Serat pangan merupakan bagian dari kelompok karbohidrat

yang struktur kimianya sangat kompleks dan merupakan bagian

tanaman yang dapat dimakan. Serat merupakan zat non gizi esensial

dalam pencernaan, yang dapat dibedakan menjadi serat larut dan tidak

larut dalam air. Keduanya tidak dapat dicerna oleh enzim pencernaan,
22

tetapi serat terlarut dapat difermentasi dalam usus besar (Hardinsyah

dkk, 2017).

Komponen serat meliputi polisakarida, oligosakarida, lignin,

dan senyawa lain, dengan proporsi terbesar adalah komponen

polisakarida dan selulosa. Serat makanan larut air meliputi gum,

pektin, sebagian kecil hemiselulosa dan oligosakarida (bermacam-

macam frukto dan galakto-oligosakarida), dan sebagian gula alkohol

(sorbitol dan manitol), sedangkan serat makanan tidak larut air

meliputi selulosa, lignin, dan sebagian besar hemiselulosa (Hardinsyah

dkk, 2017).

8. Penelitian Terkait

Penelitian yang terkait dengan penelitian yang akan dilakukan

ini adalah:

a. Penelitian Syahreni Arva Inda (2018) yang berjudul “Substitusi

Tepung Labu Kuning (Cucurbita moschata) Tinggi Serat Pangan

dalam Pembuatan Kue Bolu sebagai Diversifikasi Kue Khas

Melayu”. Metode penelitian ini menggunakan Rancangan Acak

Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan yaitu 0%, 5%, 10 %, dan 15%.

Hasil penelitian tepung labu kuning memiliki kandungan air 6.4%,

abu 7.4%, protein 8.15%, lemak 2.19%, karbohidrat 75.86% dan

serat pangan 21.74%. Hasil uji ANOVA dengan selang

kepercayaan 95% berdasarkan uji hedonik dan uji mutu hedonik

tidak terdapat perbedaan penambahan berbagai substitusi tepung


23

labu kuning. Uji organoleptik menunjukkan bahwa substitusi

penambahan tepung labu kuning 5% yang lebih disukai panelis.

Kandungan gizi kue bolu substitusi terpilih per 100 gram yaitu

energi 769.41 kkal, air 83.66 gram, abu 2.5 gram, protein 20.31

gram, lemak 10.95 gram, karbohidrat 148.28 gram dan serat

pangan 1.36 gram. Tepung labu kuning memiliki serat pangan

tinggi, sehingga dapat dimanfaatkan sebagai diversifikasi kue khas

melayu. Persamaan penelitian sekarang dengan penelitian

terdahulu yaitu meneliti tentang tepung labu kuning menggunakan

metode penelitian RAL dengan 4 perlakuan. Perbedaannya

penelitian sekarang pembuatan brownies kukus dan penelitian

terdahulu pembuatan kue bolu dan persentase substitusi tepung

labu kuning yang digunakan.

b. Penelitian Lydia Ninan Lestario, Putri Malithasari, dan Susanti

Pudji Hastuti (2015), yang berjudul “Pengaruh Penambahan

Berbagai Konsentrasi Tepung Labu Kuning (Cucurbita moschata

Durch) sebagai Bahan Fortifikasi Roti Tawar”. Data kadar air, abu,

beta karoten dan serat roti tawar dianalisa secara statistik dengan

rancangan acak kelompok (RAK) dengan 6 perlakuan dan 4

ulangan. Sebagai perlakuan adalah konsentrasi tepung labu kuning,

yaitu: 0%, 2.5%, 5%, 7.5%, 10%, dan 12.5% sedang sebagai

ulangan adalah waktu analisis. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa penambahan berbagai konsentrasi tepung labu kuning dapat


24

meningkatkan kadar air, abu, beta karoten dan serat roti tawar yang

dihasilkan. Hasil uji organoleptik dengan 30 panelis menunjukkan

bahwa penambahan tepung labu kuning yang paling disukai adalah

pada konsentrasi 5% dan 7,5%, dengan kadar air 32.22% dan

33.52%, abu 0.92% dan 1.04%, beta karoten 5.27 mg/100 g dan

6.82 mg/100 g, serta serat 3.33 dan 4.62%. Persamaan penelitian

sekarang dengan penelitian terdahulu yaitu substitusi menggunakan

tepung labu kuning. Perbedaan penelitian dahulu dengan penelitian

ini yaitu persentase subtitusi tepung labu kuning dan metode

penelitian dimana penelitian yang akan dilakukan menggunakan

RAL dan penelitian terdahulu menggunakan RAK.

c. Penelitian Edwin Aleksander Septian Budoyo (2015) yang berjudul

”Substitusi Terigu dengan Tepung Labu Kuning terhadap Sifat

Fisik dan Organoleptik Muffin”. Metode penelitian ini

menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan faktor

tunggal, yaitu tingkat substitusi tepung terigu oleh tepung labu

kuning dengan tujuh level, yaitu 0%,5%, 10%, 15%, 20%, 25%

dan 30% dengan empat kali ulangan. Parameter yang diuji adalah

kadar air, aktivitas air, volume pengembangan, tekstur (hardness,

spriginess, cohesiveness dan chewiness), keseragaman pori dan

organoleptik yang meliputi warna, tekstur dan rasa. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa substitusi tepung labu kuning

meningkatkan kadar air hardness dan chewiness, dan menurunkan


25

volume pengembangan springiness serta lightness dengan

pengaruh nyata (α = 5%) namun tidak berpengaruh nyata pada

cohesiveness. Substitusi tepung labu kuning memberi pengaruh

nyata pada uji organoleptik (rasa, warna dan kelembutan). Tingkat

substitusi optimal adalah pada taraf 15%. Persamaan penelitian

sekarang dengan penelitian terdahulu adalah subtitusi tepung terigu

dengan tepung labu kuning dengan persentase 0%, 10%, 20% dan

30%. Perbedaan penelitian sekarang dengan penelitian terdahulu

adalah metode penelitian dimana penelitian yang akan dilakukan

menggunakan RAL sedangkan penelitian terdahulu menggunakan

metode RAK, penelitian yang akan dilakukan hanya melakukan uji

organoleptik terhadap tekstur secara keseluruhan sedangkan

penelitian terdahulu menilai tekstur secara spesifik (hardness,

spriginess, cohesiveness dan chewiness).

B. Kerangka Teori

Kerangka teori merupakan visualisasi hubungan antara berbagai

variabel untuk menjelaskan sebuah fenomena (Wibowo,2014). Kerangka

teori yang baik akan menjelaskan secara teoritis pertautan antar variabel

yang akan diteliti (Masturoh, 2018).


26

Labu Kuning

Tepung Labu Kuning

Brownies Kukus

Uji Hedonik Uji Organoleptik Uji Mutu Hedonik

Analisis Proksimat (kadar air, abu, protein, lemak, karbohidrat) dan Serat
Pangan Produk Terpilih Brownies Kukus dan Tepung Labu Kuning
Skema 2.1 Kerangka Teori

C. Kerangka Konsep

Kerangka konsep merupakan kerangka hubungan antara konsep-

konsep yang akan diukur atau diamati melalui penelitian yang akan

dilakukan. Diagram dalam kerangka konsep harus menunjukkan hubungan

antara variabel-variabel yang akan diteliti. Kerangka yang baik dapat

memberikan informasi yang jelas kepada peneliti dalam memilih desain

penelitian (Masturoh, 2018). Kerangka konsep penelitian ini dirumuskan

sebagai berikut :

Tepung Labu Kuning Brownies Kukus Uji Organoleptik

Produk Terpilih dan Tepung Labu


Kuning Dianalisis Proksimat dan Serat
Pangan

Skema 2.2 Kerangka Teori


27

D. Hipotesis

Hipotesis adalah pernyataan sebagai jawaban sementara atas

pernyataan penelitian, yang harus diuji kesahihannya secara empiris

(Luthfy, 2019).

Sesuai dengan judul penelitian yang diambil, yaitu substitusi

tepung labu kuning (Cucurbita moschata Duch) tinggi serat pada

pembuatan brownies kukus sebagai makanan selingan pasien anak-anak di

RSUD Dumai maka hipotesis dalam penelitian ini adalah :

1. Adanya pengaruh substitusi tepung terigu dengan tepung labu kuning

0%, 10%, 20% dan 30% terhadap warna, aroma, tekstur dan rasa

brownies kukus.

2. Penambahan tepung labu kuning dapat meningkatkan nilai gizi

brownies kukus terutama serat pangan dengan substitusi 10%, 20%,

dan 30%.
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

1. Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental yang

menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan satu faktor

yaitu tepung labu kuning. Perlakuan yang digunakan pada penelitian

ini adalah perbandingan konsentrasi antara tepung labu kuning dan

tepung terigu sebagai berikut (Budoyo, 2015):

P0 : 0% tepung labu kuning + 100% tepung terigu (sebagai kontrol)

P1 : 10% tepung labu kuning + 90% tepung terigu

P2 : 20% tepung labu kuning + 80% tepung terigu

P3 : 30% tepung labu kuning + 70% tepung terigu

Pada brownies kukus (kontrol dan perlakuan) dilakukan 1 kali

uji organoleptik menggunakan 30 panelis anak-anak, analisis

proksimat (kadar air, abu, protein, lemak dan karbohidrat) serta serat

pangan dilakukan 2 kali pengulangan pada tepung labu kuning dan

brownies kukus terpilih.

2. Alur Penelitian

Alur penelitian dimulai dari proses persiapan dalam

menentukan tujuan dari penelitian yang akan dilakukan, tahap-tahap

penelitian hingga pengolahan dan analisa data sehingga diperoleh hasil

akhir. Alur penelitian dapat dilihat pada Skema 3.1 sebagai berikut:

28
29

Izin Penelitian dari Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai Riau

Izin Penelitian dari Kepala Instalasi RSUD kota Dumai

Pembuatan Tepung Labu Kuning

Pembuatan brownies kukus  Substitusi tepung labu kuning 0%, 10%, 20% dan
30%

Uji organoleptik

Uji hedonik Uji mutu hedonik

Produk terpilih

Analisis Proksimat (Kadar air, abu, karbohidrat, protein, lemak) dan


serat pangan pada produk terpilih dan pada tepung labu kuning

Pengolahan dan Analisis data

Hasil

Skema 3.1 Alur Penelitian

3. Prosedur Penelitian

Penelitian ini dilakukan dalam 2 tahap, yaitu penelitian

pendahuluan dan penelitian utama.

a. Penelitian Pendahuluan

Pada tahap pendahuluan, dilakukan pembuatan tepung labu

kuning.
30

b. Penelitian Utama

Pada penelitian utama dilakukan pembuatan brownies

kukus dengan penambahan tepung labu kuning untuk

meningkatkan kandungan serat dari brownies kukus. Perbandingan

tepung labu kuning dengan tepung terigu adalah : P0 (0% : 100%),

P1 (10% : 90%), P2 (20% : 80%) dan P3 (30% : 70%). Pemilihan

substitusi yang dipilih berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan

Budoyo (2015), pada produk muffin dengan pertimbangan bahwa

muffin dan brownies kukus mempunyai tekstur yang hampir sama.

Selain itu untuk memenuhi 10% kebutuhan serat harian dari

kudapan (1.9-2.3 g per hari), diambil persentase tertinggi yaitu

30% dimana serat pangan yang terkandung dalam brownies kukus

adalah 1.66 g.

Kemudian dilanjutkan dengan melakukan uji organoleptik

yaitu uji hedonik dan uji mutu hedonik. Uji hedonik yaitu uji yang

dilakukan untuk mengetahui tingkat kesukaan panelis sedangkan

uji mutu hedonik untuk mengetahui tanggapan yang diberikan

panelis terhadap produk yang diujikan. Uji organoleptik dilakukan

pada 30 orang panelis anak-anak Sekolah Dasar (SD) kelas 1-3 di

Kelurahan Tanjung Palas Kecamatan Dumai Timur. Brownies

kukus terpilih dan tepung labu kuning dianalisis zat gizinya


31

meliputi kadar air, abu, protein, lemak, karbohidrat dan serat

pangan.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Ruangan Instalasi Gizi RSUD kota

Dumai untuk membuat tepung labu kuning dan brownies kukus substitusi

tepung labu kuning. Kemudian uji organoleptik dilakukan di rumah salah

satu panelis di Kelurahan Tanjung Palas Kecamatan Dumai Timur dan

dilanjutkan dengan analisis proksimat (kadar air, abu, protein, lemak,

karbohidrat) dan serat pangan di Laboratorium Fakultas Perikanan dan

Kelautan Universitas Riau. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni

2020.

C. Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah brownies yang telah

disubstitusi dengan tepung labu kuning dengan 4 variasi substitusi yaitu:

P0 : 0% tepung labu kuning + 100% tepung terigu (sebagai kontrol)

P1 : 10% tepung labu kuning + 90% tepung terigu

P2 : 20% tepung labu kuning + 80% tepung terigu

P3 : 30% tepung labu kuning + 70% tepung terigu

D. Alat, Bahan dan Prosedur kerja

1. Alat

a. Tepung Labu Kuning


32

Alat yang digunakan untuk pembuatan tepung labu kuning

yaitu celemek, pisau, baskom, talenan, oven, parutan, blender dan

ayakan 80 mesh.

b. Brownies kukus

Alat yang digunakan dalam pembuatan brownies kukus

adalah timbangan analitik, ayakan 80 mesh, panci kukusan, mixer,

baskom, spatula, loyang, kuas, sarung tangan plastik, kertas roti

dan kompor gas.

c. Analisis Proksimat

1) Analisis Kadar Air

Alat yang digunakan adalah timbangan analitik, oven,

cawan porselen, desikator, spatula dan penjepit.

2) Analisis Kadar Abu

Alat yang digunakan adalah cawan porselen, tanur

pengabuan, desikator, timbangan analitik, penjepit, spatula,

pemanas bunsen, kaki tiga dan kawat kasa.

3) Analisis Kadar Protein

Alat yang digunakan adalah spatula, labu kjeldahl, alat

destilasi lengkap, biuret, labu ukur, pipet ukur, erlenmeyer,

gelas ukur, spatula dan timbangan analitik.

4) Analisis Kadar Lemak


33

Alat yang digunakan adalah alat ekstraksi soxhlet

lengkap dengan kondensor dan labu lemak, oven, timbangan

analitik, desikator, spatula dan kertas saring.

5) Analisis Kadar Karbohidrat

Alat yang digunakan adalah kalkulator untuk

menghitung kadar karbohidrat by difference.

d. Analisis Serat Pangan

Alat yang digunakan adalah timbangan analitik, blender,

ayakan, alat-alat gelas, alufo, desikator, mortir dan alu, crushible

dengan celite, pompa vacum, tanur, waterbath shaker, pH meter.

2. Bahan

a. Tepung labu kuning

Bahan yang digunakan dalam pembuatan tepung labu

kuning yaitu daging buah labu kuning yang telah dipisahkan dari

bagian kulit, jaring-jaring dan bijinya, air untuk mencuci bersih

daging buah labu kuning yang telah diparut.

b. Brownies kukus

Bahan baku dalam pembuatan brownies kukus adalah

tepung labu kuning, tepung terigu, cokelat bubuk, telur, gula pasir,

cokelat batang, Susu Kental Manis (SKM) cokelat, sponge 28,

vanilli, minyak sayur dan mentega untuk melapisi loyang.


34

Tabel 3.1 Bahan Baku Brownies Kukus dengan Substitusi Tepung


Labu Kuning
Substitusi
Komponen
P0 0% P1 10% P2 20% P3 30%
Tepung labu kuning (gr) 0 20 40 60
Tepung terigu (gr) 200 180 160 140
Cokelat Bubuk (gr) 25 25 25 25
Telur (butir) 10 10 10 10
Gula pasir (gr) 200 200 200 200
Cokelat batang (gr) 200 200 200 200
SKM cokelat (ml) 90 90 90 90
Minyak sayur (ml) 150 150 150 150
Sponge 28 (sdt) 1 1 1 1
Vanilli (bks) 1 1 1 1
Sumber: Resep brownies kukus Instalasi Gizi RSUD Kota Dumai untuk 20 potong

(2020)

c. Analisis Proksimat

1) Analisis Kadar Air

Bahan yang digunakan yaitu tepung labu kuning dan

brownies kukus terpilih.

2) Analisis Kadar Abu

Bahan yang digunakan yaitu tepung labu kuning dan

brownies kukus terpilih.

3) Analisis Kadar Protein

Bahan yang digunakan yaitu tepung labu kuning dan

brownies kukus terpilih, CuSO4, asam sulfat (H2SO4), H3BO3

20%, natrium hidroksida, HCl, indikator MM-MB (campuran 2

bagian 0.2% metilen red dalam etanol dan 1 bagian 0.2%

metilen blue dalam etanol).

4) Analisis Kadar Lemak

Bahan yang digunakan yaitu pelarut lemak (heksana),

tepung labu kuning dan brownies kukus terpilih.


35

5) Analisis Kadar Karbohidrat

Bahan yang digunakan yaitu hasil perhitungan analisis

kadar air, abu, lemak dan protein.

d. Analisis Serat Pangan

Bahan yang digunakan yaitu tepung labu kuning dan

brownies kukus terpilih, buffer fosfat 0.1 M, larutan termamyl,

aquadest, HCl 4 M, pepsin, NaOH, Pankreatin, etanol 95%, dan

aseton.

3. Prosedur Kerja

a. Prosedur Pembuatan Tepung Labu Kuning

Prosedur pembuatan tepung labu kuning dapat dilihat pada

Skema 3.2 sebagai berikut :

Daging buah labu kuning yang telah dipisah dengan bagian kulit, jaring-
jaring dan bijinya

Dicuci dengan air

Diparut dengan ketebalan 1-2 mm

Dikeringkan menggunakan oven dengan suhu 50˚C selama 24 jam

Digiling halus daging buah labu kuning yang telah menjadi chips dengan
blender

Diayak dengan ayakan 80 mesh

Tepung labu kuning


36

` ` `Skema 3.2 Prosedur Pembuatan Tepung Labu Kuning (Inda, 2018)

b. Prosedur Pembuatan Brownies Kukus

Prosedur pembuatan brownies kukus dapat dilihat pada

Skema 3.3 yaitu sebagai berikut (Resep instalasi gizi RSUD

Dumai, 2020 dengan modifikasi) :


Dipecahkan dan dimasukkan telur ke dalam mixer, tambahkan gula pasir,
sponge 28 dan vanilli

Dikocok hingga mengembang

Ditambahkan tepung terigu, tepung labu kuning dan cokelat bubuk

Ditambahkan cokelat batang yang sudah dilelehkan, susu kental manis


cokelat, dan minyak sayur

Diaduk rata semua adonan

Dimasukkan adonan ke dalam loyang yang telah diolesi mentega dan


dilapisi kertas roti

Masukkan loyang ke dalam panci kukusan , kukus selama ± 30 menit,


hingga adonan mengembang dan berwarna cokelat

Brownies kukus

Skema 3.3 Tahapan Proses Pembuatan Brownies kukus

(Resep brownies kukus instalasi gizi RSUD kota Dumai)

c. Analisis Proksimat
37

1) Analisis Kadar Air

Metode analisis kadar air yang digunakan ialah metode

oven. Prosedur analisis kadar air dapat dilihat pada Skema 3.4

sebagai berikut (Nielsen dengan modifikasi, 2010) :

Dikeringkan cawan yang akan digunakan di dalam oven (30 menit)

Didinginkan didalam desikator selama (30 menit) hingga berat konstan


lalu ditimbang

Ditimbang sampel sebanyak 5 gram dan dimasukkan ke dalam cawan

Dimasukkan sampel + cawan ke dalam oven pada suhu 105˚C

Didinginkan dalam desikator

Ditimbang kembali berat sampel dan cawan

Hasil

Skema 3.4 Prosedur Analisis Kadar Air Metode Oven

Rumus perhitungan analisis kadar air adalah sebagai berikut:

𝐵1−𝐵2
% Kadar air = x 100%
𝐵1

Keterangan :
B1 : Berat awal bahan (g)
B2 : Berat kering bahan (g)

2) Analisis Kadar Abu

Metode analisis kadar abu yang digunakan ialah

metode pengabuan kering. Prosedur analisis kadar abu dapat


38

dilihat pada Skema 3.5 sebagai berikut (Marshall dengan

modifikasi, 2010) :

Digunakan sampel kering hasil penentuan kadar air yang telah diketahui
berat cawan dan sampelnya

Dibakar dan diabukan sampel di dalam tanur pengabuan selama


semalam (sekitar 12-18 jam) pada suhu 525˚C

Dikeluarkan dari tanur pengabuan

Didinginkan dalam desikator kemudian ditimbang

Hasil

Skema 3.5 Prosedur Analisis Kadar Abu

Rumus perhitungan kadar abu adalah sebagai berikut:


Berat abu (𝑔)
% Kadar abu = Berat sampel (𝑔) x 100%

3) Analisis Kadar Protein

Metode analisis protein yang digunakan ialah metode

kjeldahl. Prosedur analisis protein dapat dilihat pada Skema 3.6

sebagai berikut (Rohman dan Sumantri, dengan modifikasi

2013) :
Dimasukkan ± 0.2 g sampel ke dalam labu kjeldahl + CuSO4 1 sendok
spatula kecil dan 5 ml asam sulfat pekat

Dipanaskan di dalam lemari asam sekitar ± 1 jam, lalu dinginkan

Disiapkan penampung destilat dalam Erlenmeyer yaitu H3BO3 20% 20


ml ditambah indikator MM-MB 3 tetes (penampung destilat)

Ditambahkan 100 ml aquadest dan natrium hidroksida (kedalam hasil


dekstruksi) hingga berubah warna + indicator PP 3 tetes
39

Dipasang labu kjeldahl pada alat destilasi

Didestilasi (sekitar ± 30 menit) hingga berubah warna larutan biru


menjadi hijau dan ditampung dengan penampung destilat

Dititrasi hasil destilat dengan larutan baku HCl 0.130 N hingga berubah
menjadi larutan ungu

Dilakukan titrasi blanko

Hasil

Skema 3.6 Prosedur Analisis Protein Metode Kjeldhal

Rumus perhitungan analisis kadar protein adalah sebagai berikut:


V titrasi sampel−V titrasi blanko
%N= 𝑥 𝑁 𝐻𝐶𝑙 𝑥 14.007 𝑥 𝐹𝑘 𝑥 100%
Berat sampel (mg)

Keterangan: Faktor pengenceran = 14.007


Faktor koreksi = 6.25

4) Analisis Kadar Lemak

Metode analisis lemak yang digunakan ialah metode

soxhlet. Prosedur analisis lemak dapat dilihat pada Skema 3.7

sebagai berikut (Min dan Ellefson, dengan modifikasi 2010) :

Dimasukkan ± 2 g sampel ke dalam timbel

Ditimbang aluminium cup yang telah dikeringkan, masukkan 70 ml


heksan

Dipasang aluminium cup dan timbel pada alat soxhlet


40

Diekstaksi menggunakan soxhlet selama 110 menit pada suhu 135˚C

Keringkan aluminium cup dalam oven 100˚C (sekitar 3 jam)

Didinginkan dalam desikator lalu timbang

Hasil

Skema 3.7 Prosedur Analisis Kadar Lemak Metode Soxhlet

Rumus perhitungan analisis kadar lemak adalah sebagai berikut:


Berat lemak (g)
Kadar lemak (%) = x 100%
Berat sampel (g)

5) Analisis Kadar Karbohidrat

Menurut BeMiller (2010), karbohidrat ditentukan

dengan cara by difference dapat dihitung dengan menggunakan

rumus:
Kadar Karbohidrat = 100% - (% kadar air + % kadar abu + % kadar
protein + % kadar lemak)

d. Analisis Serat Pangan

Ditimbang sampel 1 g yang telah bebas dari lemak, dimasukkan kedalam


gelas piala

Ditambahkan 25 ml larutan buffer fosfat 0.1 M pH 6.0

Ditambahkan 0.1 ml larutan termamyl, lalu tutup dengan alufo


41

Diletakkan dalam waterbath shaker pada suhu 99˚C selama 15 menit, lalu
goyangkan perlahan setiap 5 menit

Ditambahkan aquadest 20 ml + HCL 4 M, dinginkan hingga mencapai suhu


ruang, lalu tepatkan nilai pH hingga mencapai 1.5

Ditambahkan 100 mg pepsin, letakkan dalam waterbath shaker pada suhu


40˚C selama 60 menit dengan agitasi kontinyu.

Ditambahkan 20 ml aquadest + NaOH, lalu tepatkan nilai pH hingga


mencapai 6.8

Ditambahkan 100 mg pankreatin, letakkan dalam waterbath shaker pada


suhu 40˚C selama 60 menit dengan agitasi kontinyu + larutan HCL 4 M,
lalu tepatkan nilai pH 4.5

Ditimbang crushible, lalu saring endapan.

Dicuci endapan dengan 20 ml aquadest + 20 ml etanol 95 % + 20 ml aseton

Dikeringkan pada suhu 105˚C selama 12 jam, dinginkan dalam desikator

Dimasukkan ke dalam tanur 525 ˚C selama 5 jam (berat konstan), dinginkan


dalam desikator, ditimbang

Hasil
Skema 3.8 Prosedur Analisis Serat Pangan (Asp, 2001)

Kadar serat pangan dengan metode enzimatik gravimetri

dapat dihitung dengan rumus:


Berat residu − berat abu
Serat Pangan = X 100%
berat sampel
42

E. Prosedur Pengumpulan Data

Prosedur pengumpulan data untuk analisis proksimat dan serat

pangan dilakukan di laboratorium. Proses pengumpulan data ini hanya

dilakukan sebanyak 2 kali pengulangan. Jika ada data yang menunjukkan

hasil yang menyimpang jauh maka proses pengumpulan data diulangi lagi

1 kali pengulangan.

Untuk mengetahui tingkat kesukaan dan penerimaan panelis

terhadap brownies kukus dari segi warna, aroma, tekstur, dan rasa

menggunakan skala angka yaitu: 1 (tidak suka), 2 (biasa) dan 3 (suka).

Sedangkan uji mutu hedonik dengan skala angka yaitu: 1 (tidak baik), 2

(biasa) dan 3 (baik).

Uji organoleptik yang dilakukan berupa uji hedonik dan uji mutu

hedonik. Uji hedonik dilakukan untuk mengetahui tingkat kesukaan

panelis sedangkan uji mutu hedonik untuk mengetahui tanggapan yang

diberikan panelis terhadap suatu produk. Uji organoleptik dilakukan pada

30 orang panelis anak-anak seusia SD kelas 1-3 di Kelurahan Tanjung

Palas Kecamatan Dumai Timur.

F. Defenisi Operasional

Tabel 3.2 Defenisi Operasional


No Variabel Defenisi Operasional Alat Ukur Hasil Skala
Ukur Ukur
1 Kadar air Zat pada tepung labu kuning dan Analisis Angka Ratio
brownies kukus terpilih yang proksimat (0-100)
dihitung sebagai bobot yang metode oven
hilang saat pengeringan pada suhu
105˚C.
2 Kadar abu Residu anorganik dari proses Analisis Angka Ratio
pembakaran brownies kukus proksimat (0-100)
terpilih pada suhu 525˚C yang metode
digunakan sebagai penentu kadar pengabuan
43

mineral tepung labu kuning dan langsung


brownies kukus dan juga sebagai
koreksi analisis serat pangan.
3 Karbohidrat Zat pada tepung labu kuning dan Analisis Angka Ratio
brownies kukus terpilih yang proksimat (0-100)
ditentukan dari hasil hitung metode by
selisih bobot total pangan (100) difference
dengan bobot air, abu, lemak dan
protein.
4 Protein Zat pada tepung labu kuning dan Uji Angka Ratio
brownies kukus terpilih yang proksimat (0-100)
ditentukan dari hasil hitung metode
nitrogen total melalui proses kjeldhal.
destruksi, destilasi dan titrasi..
5 Lemak Zat pada tepung labu kuning dan Uji Angka Ratio
brownies kukus terpilih yang proksimat (0-100)
ditentukan dari ekstraksi lemak
menggunakan heksan, terhitung metode
sebagai lemak kasar. soxhlet
6 Serat pangan Zat pada tepung labu kuning dan Uji kadar Angka Ratio
brownies kukus terpilih yang serat pangan (0-100)
diperoleh dengan cara ekstraksi metode
lemak, gelatinasi, hidrolisis, gravimetrik
pemisahan pati dan protein yang
dikoreksi dengan kadar protein
dan abu.
7 Uji hedonik Parameter yang digunakan untuk Kuesioner 1. Tidak Interval
mengetahui tingkat kesukaan suka
panelis terhadap brownies kukus 2. Biasa
yang dihasilkan 3. Suka
8 Uji mutu Parameter yang digunakan untuk Kuesioner 1. Tidak Interval
hedonik mengetahui tanggapan yang baik
diberikan panelis terhadap 2. Biasa
brownies kukus yang dihasilkan. 3. Baik

G. Analisa Data

Pengolahan data analisis proksimat dan serat pangan ditabulasi dan

dirata-ratakan menggunakan Microsoft excel. Uji organoleptik dianalisis

secara deskriptif menggunakan skor modus dari masing-masing perlakuan,

kemudian dianalisis dengan menggunakan software statistik dengan uji

Analisis of Variance (ANOVA) dengan tingkat kemaknaan 0.05. Bila

sangat berbeda nyata dilakukan uji lanjut dengan Uji Duncan, Uji Kruskal

Wallis dan Uji Mann-Whitney.

You might also like