You are on page 1of 53

1

Laporan Kasus
Bronkopneumonia, Morbili, dan Tonsilofaringitis

Diajukan oleh :

Puspita Aisyiyah

NIM. 2130912320124

Pembimbing :
Dr. dr. Edi Hartoyo, Sp.A(K)

BAGIAN/KSM ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN ULM/RSUD ULIN
BANJARMASIN
Oktober, 2022

1
2

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN 4
A. Latar Belakang 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6
A. Bronkopneumonia 6
1. Definisi 6
2. Epidemiologi 6
3. Manifestasi Klinis 7
4. Etiologi 7
5. Klasifikasi 7
6. Faktor Resiko 8
7. Patofisiologi 8
8. Diagnosis 9
9. Tatalaksana 10
10. Komplikasi 10
11. Prognosis 11
B. Morbili atau Campak 11
1. Definisi 11
2. Epidemiologi 11
3. Gejala Klinis 13
4. Etiologi 13
5. Kriteria 13
6. Patofisiologi 14
7. Diagnosis 17
8. Tatalaksana 21
9. Komplikasi 24
10. Pencegahan 24
C. Tonsilofaringitis 26

Universitas Lambung Mangkurat


3

1. Definisi 26
2. Epidemiologi 26
3. Gejala Klinis 27
4. Etiologi 28
5. Patofisiologi 28
6. Diagnosis 29
7. Tatalaksana 30
8. Komplikasi 33
BAB III LAPORAN KASUS 34
A. Anamnesis 34
B. Pemeriksaan Fisik 38
D. Pemeriksaan Penunjang 42
E. Resume 44
F. Diagnosis Banding 45
G. Diagnosis Kerja 45
H. Tatalaksana 45
H. Prognosis 45
I. Follow Up 46
BAB IV DISKUSI 48
BAB V PENUTUP 51
DAFTAR PUSTAKA 52

Universitas Lambung Mangkurat


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bronkopneumonia adalah penyakit infeksi saluran nafas bagian bawah.

Penyakit ini sering menyerang anak-anak dan balita hampir di seluruh dunia. Bila

penyakit ini tidak segera ditangani, maka akan menyebabkan beberapa komplikasi

bahkan kematian. Bronkopneumonia merupakan salah satu bagian dari penyakit

Pneumonia. Bronkopneumonia adalah suatu peradangan pada parenkim paru yang

meluas sampai bronkioli atau dengan kata lain peradangan yang terdiri pada

jaringan paru melalui cara penyebaran langsung melalui saluran pernapasan atau

melalui hematogen sampai ke bronkus.1 Bronkopneumonia merupakan penyakit

infeksi yang banyak menyerang bayi dan anak balita bahkan orang dewasa

sekalipun. Menurut laporan WHO, sekitar 850.000 hingga 1,5 juga orang

meninggal dunia tiap tahun akibat Bronkopneumonia. UNICEF dan WHO

menyebutkan pneumonia sebagai penyebab kematian anak balita tertinggi,

melebihi penyakit-penyakit lain seperti campak, malaria, serta AIDS. Kejadian

Bronkopneumonia pada masa balita berdampak jangka panjang yang akan muncul

pada masa dewasa yaitu dengan penurunan fungsi ventilasi paru. Sehingga sampai

sekaran Bronchopneumonia masih menjadi dmasalah kesehatan di Indonesia.2

Campak merupakan penyakit endemik di banyak negara terutama di negara

berkembang. Di Indonesia, campak masih menempati urutan ke-5 dari 10

penyakit utama pada bayi dan anak balita (1-4 tahun).3 Campak juga dikenal

dengan nama

4
Universitas Lambung Mangkurat
5

morbili atau morbillia. Campak merupakan salah satu penyakit infeksi yang

sangat menular yang disebabkan oleh Paramixovirus yang menyerang anak-anak

bahkan juga orang dewasa. Seseorang yang terkena penyakit ini ditandai dengan

demam tinggi, terjadi peradangan pada mata (mata merah), serta timbul bercak

kemerahan pada kulit. Penyakit ini dapat menular melalui percikan droplet dari

mulut, hidung, maupun dari tenggorokan penderita. Kelompok yang paling rentan

untuk terkena penyakit ini adalah bayi dan anak-anak yang belum pernah

mendapatkan imunisasi campak.4

Tonsilitis adalah peradangan pada tonsil palatine yang ditandai dengan

peradangan tonsil, sakit tenggorokan, gangguan menelan, dan pembesaran ringan

kelenjar getah bening leher. Peradangan biasanya meluas hingga ke adenoid

mauun tonsil lingual (tonsillitis jaringan lomfoid di dasar lidah, melibatkan cincin

waldeyer) dan seringkali bersamaan dengan faringitis (peradangan dinding

faring), disebut tonsilofaringitis. Penyebaran infeksi ini ditransmisikan melalui

udara (air born droplets), tangan dan ciuman. 5

Universitas Lambung Mangkurat


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Bronkopneumonia

1. Definisi

Bronkopenumonia merupakan radang dari saluran pernapasan yang terjadi

pada bronkus sampai dengan alveolus (parenkim paru). 6 Bronkopneumonia adalah

peradangan pada parenkim paru yang disebabkan oleh bakteri, virus, jamur

ataupun benda asing. Bronkopneumonia menggambarkan pneumonia yang

mempunyai penyebaran berbercak, teratur, dalam satu area atau lebih yang

berlokasi di dalam bronki dan meluas ke parenkim paru. 7 Bronkopneumonia lebih

sering dijumpai pada anak kecil dan bayi, biasanya sering disebabkan oleh bakteri

streptokokus pneumonia dan Hemofilus influenza yang sering ditemukan pada

dua pertiga dari hasil isolasi.6

2. Epidemiologi

Berdasarkan data WHO, kejadian infeksi pneumonia di Indonesia pada

balita diperkirakan antara 10-20% pertahun.6 Insiden penyakit ini pada

Negara berkembang termasuk indonesia hampir 30% pada

anak-anak di bawah umur 5 tahun dengan risiko kematian

yang tinggi, sedangkan di Amerika pneumonia menunjukkan

angka 13% dari seluruh penyakit pada anak di bawah umur 2

tahun. Insiden pneumonia pada anak ≤5 tahun di negara

maju adalah 2-4 kasus/100 anak/tahun, sedangkan dinegara

6
Universitas Lambung Mangkurat
7

berkembang 10-20 kasus/100 anak/tahun. Pneumonia

menyebabkan lebih dari 5 juta kematian pertahun pada anak

balita dinegara berkembang.8

3. Manifestasi Klinis

a. Gejala penyakit datang mendadak namun kadang-kadang didahului oleh

infeksi saluran pernapasan atas.

b. Pertukaran udara di paru-paru tidak lancar dimana pernapasan agak cepat dan

dangkal sampai terdapat pernapasan cuping hidung.

c. Adanya bunyi napas tambahan pernafasan seperti ronchi dan wheezing.

d. Dalam waktu singkat suhu naik dengan cepat sehingga kadang-kadang terjadi

kejang.

e. Anak merasa nyeri atau sakit di daerah dada sewaktu batuk dan bernapas.

f. Batuk disertai sputum yang kental.

g. Nafsu makan menurun.7

4. Etiologi

Penyebab terjadinya Bronkopneumonia disebabkan oleh bakteri seperti

diplococus pneumonia, pneumococcus, stretococcus, hemoliticus aureus,

haemophilus influenza, basilus friendlander (klebsial pneumoni), mycobacterium

tuberculosis, disebabkan oleh virus seperti respiratory syntical virus, virus

influenza dan virus sitomegalik, dan disebabkan oleh jamur seperti citoplasma

capsulatum, criptococcus nepromas, blastomices dermatides, aspergillus Sp,

candinda albicans, mycoplasma pneumonia dan aspirasi benda asing.7

Universitas Lambung Mangkurat


8

5. Klasifikasi

1. Bronkopneumonia sangat berat: bila terjadi sianosis sentral dan anak tidak

sanggup minum, maka anak harus dirawat di rumah sakit dan diberi antibiotik.

2. Bronkopneumonia berat: bila dijumpai retraksi tanpa sianosis dan masih

sanggup minum, maka anak harus dirawat di rumah sakit dan diberi antibiotik.

3. Bronkopneumonia: bila tidak ada retraksi tetapi dijumpai pernafasan yang

cepat yakni >60 x/menit pada anak usia kurang dari dua bulan; >50 x/menit

pada anak usia 2 bulan-1 tahun; >40 x/menit pada anak usia 1-5 tahun.

4. Bukan bronkopneumonia: hanya batuk tanpa adanya gejala dan tanda seperti

di atas, tidak perlu dirawat dan tidak perlu diberi antibiotik.9

6. Faktor Resiko

Anak dengan daya tahan atau imunitas terganggu akan menderita

bronkopneumonia berulang atau bahkan bisa anak tersebut tidak mampu

mengatasi penyakit ini dengan sempurna. Selain faktor imunitas, factor iatrogen

juga memicu timbulnya penyakit ini, misalnya trauma pada paru, anastesia,

pengobatan dengan antibiotika yang tidak sempurna.9

7. Patofisiologi

Bronkopneumonia merupakan peradangan pada parenkim paru yang

disebabkan oleh bakteri, virus, jamur ataupun benda asing. Suhu tubuh meningkat

sampai 39-40oC dan dapat disertai kejang karena demam yang sangat tinggi.

Anak yang mengalami bronkopneumonia sangat gelisah, dipsnea, pernafasan

cepat, dan dangkal disertai pernapasan cuping hidung, serta sianosis disekitar

hidung dan mulut, merintih dan sianosis. Bakteri yang masuk ke paru-paru

Universitas Lambung Mangkurat


9

menuju ke bronkioli dan alveoli melalui saluran napas yang menimbulkan reaksi

peradangan hebat dan menghasilkan cairan edema yang kaya protein dalam

alveoli dan jaringan interstitial.10 Alveoli dan septa menjadi penuh dengan cairan

edema yang berisi eritrosit dan fibrin serta relative sedikit leukosit sehingga

kapiler alveoli menjadi melebar. Apabila proses konsolidasi tidak dapat

berlangsung dengan baik maka setelah edema dan terdapatnya eksudat pada

alveolus maka membran dari alveolus akan mengalami kerusakan. Perubahan

tersebut akan berdampak pada pada penurunan jumlah oksigen yang dibawa oleh

darah. Sehingga berakibat pada hipoksia dan kerja jantung meningkat akibat

saturasi oksigen yang menurun dan hiperkapnia. Penurunan itu yang secara klinis

menyebabkan penderita mengalami pucat sampai sianosis.7

8. Diagnosis

a. Adanya retraksi epigastrik, interkostal, suprasternal

b. Adanya pernapasan yang cepat dan pernapasan cuping hidung

c. Biasanya didahului infeksi traktus respiratorius bagian atas selama beberapa

hari

d. Demam, dispneu, kadang disertai muntah dan diare

e. Batuk biasanya tidak pada permulaan penyakit, mungkin terdapat batuk,

beberapa hari yang mula-mula kering kemudian menjadi produktif

f. Pada auskultasi ditemukan ronkhi basah halus nyaring

g. Pada pemeriksaan darah tepi ditemukan adanya leukositosis dengan

predominan PMN

Universitas Lambung Mangkurat


10

h. Pada pemeriksaan rontgen thoraks ditemukan adanya infiltrat interstitial dan

infiltrat alveolar serta gambaran bronkopneumonia.11

9. Tatalaksana

Oksigen diberikan untuk mengatasi hipoksemia, menurunkan usaha untuk

bernapas, dan mengurangi kerja miokardium. Oksigen penting diberikan kepada

anak yang menunjukkan gejala adanya tarikan dinding dada (retraksi) bagian

bawah yang dalam; SpO2<90%; frekuensi napas 60 x/menit atau lebih; merintih

setiap kali bernapas untuk bayi muda; dan adanya head nodding (anggukan

kepala). Pemberian Oksigen melalui nasal pronge yaitu 1-2 L/menit atau 0,5

L/menit untuk bayi muda.12 Sedangkan untuk mengatasi demamnya pasien

diberikan antipiretik parasetamol yang diberikan selama pasien demam. Dosis

yang digunakan adalah 10-15 mg/kgBB/kali pemberian. Dapat diulang

pemberiannya setiap 4-6 jam. 12

Pemberian antibiotika berdasarkan mikroorganisme penyebab dan

manifestasi klinis. Ceftriaxone yang merupakan antibiotic sefalopsorin generasi

ketiga dengan aktivitas yang lebih luas terhadap bakteri gram negatif. Dosis

ceftriaxone yaitu 50-100 mg/KgBB/hari, dalam dua dosis pemberian. Antibiotik

ceftriaxone diberikan sebanyak 350 mg dua kali sehari secara intra vena.13

10. Komplikasi

Komplikasi yang terjadi pada bronchopneumonia adalah:14

a. Atelektasis

Universitas Lambung Mangkurat


11

Atekektasis merupakan pengembangan paru-paru yang tidak sempurna atau

kolaps paru akibat kurangnya mobilasi atau reflek batuk hilang.

b. Empisema

Empisema merupakan keadaan dimana terkumpulnya nanah dalam rongga

pleura terdapat di satu tempat atau terdapat pada seluruh rongga pleura

c. Otitis Media Akut

d. Meningitis

Meningitis merupakan infeksi yang menyerang selaput otak

11. Prognosis

Penyakit bronkopneumonia memiliki bermacam-macam penyebab sehingga perlu

mencermati gejala, tanda, dan temuan laboratorium untuk mengetahui derajat

keparahan penyakit dan prognosis perjalanan penyakit. Terapi utama untuk

bronkopneumonia adalah terapi suportif. Prognosis pada kasus ini adalah dubia ad

bonam.

B. Morbili atau Campak

1. Definisi

Campak juga dikenal dengan nama morbili, dan measles dalam bahasa

Inggris. Campak merupakan salah satu penyakit infeksi yang sangat menular yang

disebabkan oleh Paramixovirus yang menyerang anak-anak bahkan juga orang

dewasa. Seseorang yang terkena penyakit ini ditandai dengan demam tinggi,

terjadi peradangan pada mata (mata merah), serta timbul bercak kemerahan pada

kulit. Penyakit ini dapat menular melalui percikan droplet dari mulut, hidung,

maupun dari tenggorokan penderita. Kelompok paling rentan untuk terkena

Universitas Lambung Mangkurat


12

penyakit ini adalah bayi dan anak-anak yang belum pernah mendapatkan

imunisasi campak.4, 15

2. Epidemiologi

Angka kesakitan morbili di seluruh dunia mencapai 5-10 kasus per 10.000

dengan jumlah kematian 1-3 kasus per 1000 orang. Campak masih ditemukan di

negara maju. Sebelum ditemukan vaksin pada tahun 1963 di Amerika serikat,

terdapat lebih dari 1,5 juta kasus campak setiap tahun. Pada tahun 2005 terdapat

345.000 kematian di dunia akibat penyakit campak dan sekitar 311.000 kematian

terjadi pada anak-anak usia dibawah lima tahun. Pada tahun 2006 terdapat

242.000 kematian karena campak atau 27 kematian terjadi setiap jamnya.

Kematian campak di seluruh dunia pada tahun 2007 adalah 197.000 dengan

interval 141.000 hingga 267.000 kematian dimana 177.000 kematian terjadi pada

anak-anak usia dibawah lima tahun. Lebih dari 95% kematian campak terjadi di

negara-negara berpenghasilan rendah dengan infrastruktur kesehatan lemah. Hal

ini sangat disayangkan meningat campak adalah salah satu penyakit yang dapat

dicegah dengan imunisasi.16

Di Indonesia, campak masih menempati urutan ke-5 dari 10 penyakit

utama pada bayi dan anak balita (1-4 tahun) berdasarkan laporan survey kesehatan

rumah tangga (SKRT) tahun 1985/1986. Kejadian luar biasa (KLB) masih terus

dilaporkan. Dilaporkan terjadi KLB di pulau Bangka pada tahun 1971 dengan

angka kematian sekitar 12%, KLB di Provinsi Jawa Barat pada tahun 1981 (CFR=

15%), dan KLB di Palembang, Lampung, dan Bengkulu pada tahun 1998. Pada

tahun 2003, di Semarang masih tercatat terdapat 104 kasus campak dengan CFR

Universitas Lambung Mangkurat


13

0%. Berdasarkan data dari Departemen Kesehatan (Depkes) tahun 2003, di

Provinsi Bali terdapat 32,5 per 100.000 balita/tahun, dan di Jawa Barat terdapat

45 per 100.000 balita/tahun. Berdasarkan data Dinas Kesehatan Sumatera Selatan

pada tahun 2005 terdapat 2.189 penyakit Campak, yaitu 42,5% di antaranya

terjadi pada anak usia balita.3

3. Gejala Klinis

Gejala yang nampak pada penderita campak antara lain:

a. Demam dengan suhu yang tinggi serta selsema

b. Mata merah (konjungtivitis), berair, dan sensitif pada cahaya (fotofobia)

c. Nyeri tenggorokan

d. Hidung berair (Koriza)

e. Batuk

f. Bercak Koplik.4, 17

4. Etiologi

Agen campak adalah measles virus yang termasuk dalam famili

Paramyxoviridae anggota genus morbili virus. Virus campak sangat sensitif

terhadap temperatur sehingga virus ini menjadi tidak aktif pada suhu 37 °C atau

bila dimasukkan ke dalam lemari es selama beberapa jam. Dengan pembekuan

lambat maka infektivitasnya akan hilang. Virus berada dalam lendir di hidung dan

tenggorokan orang yang terinfeksi, sehingga penularan biasanya terjadi melalui

udara dan pernapasan (batuk dan bersin). Virus ditularkan secara langsung dari

droplet infeksi.4

Universitas Lambung Mangkurat


14

5. Kriteria

Berdasarkan World Health Organization (WHO) tahun 2009, kriteria

Morbili adalah sebagai berikut:18

Stadium Inisial

Gejala awal demam tinggi yang dimulai 10-12 hari setelah pajanan

terhadap virus, dan bertahan selama 4-7 hari, Koriza, batuk dan konjungtivitis,

bercak Koplik pada mukosa bukal, ruam biasanya pada muka dan leher menyebar

ke tangan dan kaki, kemudian menetap selama 5 hingga 6 hari dan kemudian

menghilang.

Stadium Prodromal

Adapun menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) 2004, Stadium

prodromal berlangsung 2-4 hari, ditandai demam yang diikuti batuk dan pilek,

faring merah, nyeri menelan, stomatitis, dan konjungtivitis.

Stadium Erupsi

Stadium erupsi ditandai dengan timbulnya ruam makulo-papular yang

bertahan selama 5-6 hari. Timbulnya ruam dimulai dari batas rambut belakang

telinga, kemudian menyebar ke wajah, leher, dan akhirnya ke ekstermitas.

Stadium Konvalenses

Stadium penyembuhan (konvalesens) setelah 3 hari ruam berangsur-

angsur menghilang sesuai urutan timbulnya. Ruam kulit menjadi kehitaman dan

mengelupas.18

Universitas Lambung Mangkurat


15

6. Patofisiologi

Setelah terinfeksi dengan virus, dibutuhkan beberapa hari untuk gejala

muncul. Virus tetap aktif dan menular pada permukaan yang terinfeksi sampai dua

jam. Penularan campak terjadi begitu mudah bahwa siapa saja yang tidak

diimunisasi mungkin akan mendapatkan penyakit ini pada akhirnya. Transmisi

campak terutama dari orang ke orang melalui droplet pernapasan besar. Transmisi

udara melalu aerosol droplet nuklei telah didokumentasi diwilayah tertutup

(misalnya kantor ruang pemeriksaan) hingga 2 jam orang yang terkena campak

menduduki daerah tersebut. Campak sangat menular dengan >90% tingkat

serangan sekunder dikalangan orang yang rentan. Campak dapat ditularkan 4 hari

sebelum dan 4 hari setelah onset dari ruam. Penularan maksimum terjadi dari

timbulnya prodromal pada 3-4 hari pertama ruam.4, 17

Masa inkubasi (waktu terpapar sampai kena penyakit) penyakit campak

adalah 10-12 hari, sebelum gejala muncul dan 14 hari ruam muncul. Kekebalan

terhadap campak diperoleh setelah vaksinisasi, infeksi aktif dan kekebalan pasif

pada seorang bayi yang lahir dari ibu yang telah kebal, berlangsung selama 1

tahun. Gejala mulai timbul dalam waktu 7-14 hari setelah terinfeksi. Sesudah

melewati masa inkubasi sekitar 10-12 hari lamanya, penyakit campak akan

menunjukkan gejala-gejala klinik yang jelas berupa demam, malaise, mialgia, dan

sakit kepala. Menjelang akhir stadium kataral dan 24 jam sebelum timbul

eksantema, timbul bercak Koplik. Bercak Koplik berwarna putih kelabu, sebesar

ujung jarum timbul pertama kali pada mukosa bukal yang menghadap gigi molar

dan menjelang kira-kira hari ke 3 atau 4 dari masa prodormal dapat meluas sampai

Universitas Lambung Mangkurat


16

seluruh mukosa mulut. Secara klinis, gambaran penyakit menyerupai influenza

dan sering didiagnosis sebagai influenza.4, 17

Stadium erupsi berlangsung selama 5-6 hari. Gejala yang biasanya terjadi

adalah koriza dan batuk-batuk bertambah. Timbul eksantema di palatum durum

dan palatum mole. Kadang terlihat pula bercak Koplik. Terjadinya ruam atau

eritema yang berbentuk makula-papula disertai naiknya suhu badan. Mula-mula

eritema timbul di belakang telinga, di bagian atas tengkuk, sepanjang rambut dan

bagian belakang bawah. Kadang-kadang terdapat perdarahan ringan pada kulit,

rasa gatal, sampai wajah bengkak. Ruam kemudian akan menyebar ke dada dan

abdomen dan akhirnya mencapai anggota bagian bawah pada hari ketiga dan akan

menghilang dengan urutan seperti terjadinya yang berakhir dalam 2 hingga 3 hari.

Setelah 3 hari ruam berangsur-angsur menghilang sesuai urutan timbulnya. Ruam

kulit menjadi kehitaman dan mengelupas yang akan menghilang setelah 1 sampai

2 minggu.19

Reservoir penyakit campak adalah manusia dengan suseptibilitas pada

semua orang (universal). Penularan campak terjadi secara droplet melalui udara,

sejak 1-2 hari sebelum timbul gejala klinis sampai 4 hari setelah timbul ruam.

Virus masuk ke dalam limfatik lokal, bebas maupun berhubungan dengan sel

mononuklear, kemudian mencapai kelenjar getah bening regional. Di sini virus

memperbanyak diri dengan sangat perlahan dan dimulailah penyebaran ke sel

jaringan limforetikular seperti limpa. Sel mononuklear yang terinfeksi

menyebabkan terbentuknya sel raksasa berinti banyak (sel Warthin), sedangkan

limfosit-T yang rentan terhadap infeksi turut aktif membelah. Gambaran kejadian

Universitas Lambung Mangkurat


17

awal di jaringan limfoid masih belum diketahui secara lengkap, tetapi 5 sampai 6

hari setelah infeksi awal, terbentuklah fokus infeksi yaitu ketika virus masuk ke

dalam pembuluh darah dan menyebar ke permukaan epitel orofaring, konjungtiva,

saluran nafas, kulit, kandung kemih, dan usus. Pada hari ke-9 sampai ke-10, fokus

infeksi yang berada di epitel saluran nafas dan konjungtiva, akan menyebabkan

timbulnya nekrosis pada satu sampai dua lapis sel. Pada saat itu dalam jumlah

banyak masuk kembali ke pembuluh darah dan menimbulkan manifestasi klinis

dari sistem saluran nafas yang diawali dengan keluhan batuk pilek disertai selaput

konjungtiva yang tampak merah. Respon imun yang terjadi ialah proses

peradangan epitel pada sistem saluran pernafasan diikuti dengan manifestasi klinis

berupa demam tinggi, anak tampak sakit berat dan tampak suatu ulserasi kecil

pada mukosa pipi yang disebut bercak koplik, yang dapat merupakan tanda pasti

untuk menegakkan diagnosis.19

Selanjutnya daya tahan tubuh menurun. Sebagai akibat respons delayed

hypersensitivity terhadap antigen virus, muncul ruam makulopapular pada hari ke-

14 sesudah awal infeksi dan pada saat itu antibodi humoral dapat dideteksi pada

kulit. Kejadian ini tidak tampak pada kasus yang mengalami defisit sel-T. Daerah

epitel yang nekrotik di nasofaring dan saluran pernafasan memberikan

kesempatan infeksi bakteri sekunder berupa bronkopneumonia, otitis media, dan

lain-lain.19

7. Diagnosis

Universitas Lambung Mangkurat


18

8. Tatalaksana

Pasien campak tanpa penyulit dapat berobat jalan. Anak harus diberikan

cukup cairan dan kalori, sedangkan pengobatan bersifat asimtomatik dengan

pemberian antipiretik, antitusif, ekspektoran, dan antikonvulsan bila diperlukan.

Sedangkan campak dengan penyulit perlu dirawat inap.18

Penatalaksanaan untuk infeksi campak atau measles atau rubeola terdiri

dari terapi suportif pemberian nutrisi dan cairan untuk mencegah dehidrasi,

pemberian vitamin A dan pemberian nutrisi yang adekuat sangat penting dalam

infeksi campak.21

Berobat Jalan

Pasien dengan infeksi campak tanpa komplikasi dapat berobat jalan

dengan mengutamakan terapi suportif, pengobatan simtomatis misalnya

paracetamol untuk menurunkan demam, dan pemberian vitamin A. Pasien campak

juga harus diisolasi dan disarankan untuk menggunakan masker sampai dengan 4

hari timbulnya ruam agar mengurangi risiko penularan. 27, 28, 29


World Health

Organization (WHO) merekomendasikan setiap anak yang terdiagnosis campak

harus mendapatkan 2 dosis vitamin A yang diberikan dengan jeda 24 jam.

Pemberian vitamin A tersebut bertujuan untuk mencegah kerusakan pada mata

ataupun kebutaan akibat campak dan juga untuk menurunkan angka kematian

akibat campak. Pemberian vitamin A memiliki pengaruh meningkatkan epitelisasi

dan sintesis kolagen pada penyembuhan luka. Vitamin A dalam bentuk aktifnya di

jaringan berperan pada regulasi ekspresi gen melalui nuclear retinoic acid

receptor yang mengatur pertumbuhan, maturasi dan diferensiasi sel. Peran

Universitas Lambung Mangkurat


19

vitamin A dalam proses penyembuhan luka meliputi: meningkatkan fibroplasia

dan sintesis kolagen, memelihara imunitas humoral, menetralkan efek steroid

dengan melawan efek pada membran lisosom.30

Dosis vitamin A yang direkomendasikan yaitu:

● 200.000 IU untuk anak 12 bulan ke atas

● 100.000 IU untuk anak usia 6-11 bulan

● 50.000 IU untuk anak di bawah usia 6 bulan

Dosis tambahan diberikan dalam waktu 2-4 minggu pada anak yang

sebelumnya mengalami defisiensi vitamin A atau anak yang mengalami

komplikasi pada mata akibat campak. 27, 28, 29


Pada bayi dan anak yang tidak

mengalami dehidrasi, orang tua harus tetap diedukasi untuk mempertahankan

status rehidrasi anak dengan minum atau menyusui dan mendorong anak untuk

tetap makan.29

Medikamentosa

Terapi medikamentosa yang diberikan kepada pasien dengan infeksi

campak berupa pengobatan simtomatis berdasarkan gejala yang dirasakan pasien

misalnya antipiretik, seperti paracetamol, untuk mengatasi demam. Pemberian

antibiotik dapat dipertimbangkan apabila terdapat kecurigaan infeksi sekunder

bakteri seperti pneumonia dan otitis media. Pemberian antibiotik ini oleh WHO

dapat disarankan diberikan empiris untuk gram positif dan Staphylococcus aureus,

seperti ampicillin, bila tidak terdapat fasilitas untuk melakukan kultur atau sesuai

kultur bila dapat dilakukan.21

Universitas Lambung Mangkurat


20

Terapi Suportif

Terapi suportif yang dapat dilakukan terhadap pasien dengan infeksi

campak antara lain pemberian cairan yang cukup untuk menghindari dehidrasi.

Rekomendasi WHO adalah pemberian ORS sebagai pengganti cairan yang hilang

melalui diare dan muntah. Kecukupan nutrisi, baik dengan makanan dan ASI yang

adekuat juga perlu diperhatikan. Berat badan dan asupan nutrisi anak dipantau

setiap hari. Selain itu, pasien juga dapat dikonsultasikan pada ahli gizi, terutama

pada keadaan malnutrisi atau kurang gizi. 27, 28, 29

Kebutuhan Cairan pada Anak Muntah atau Diare tanpa Dehidrasi

Terapi suportif terutama rehidrasi sangat diperlukan pada campak, baik

dengan rehidrasi oral bila pasien masih dapat makan dan minum, maupun

parenteral. Cairan rehidrasi yang disarankan WHO pada anak dehidrasi adalah

oral rehydration salts (ORS) yang mengandung glukosa 13,5 g/L, natrium klorida

2,6 g/L, kalium klorida 1,5 g/L, trisodium citrate dihydrate 2.9 g/L, dengan total

osmolaritas 245 mOsm/L.29

9. Komplikasi

Diperkirakan bahwa pada usia 5 tahun paling sedikit 90% dari anak-anak

yang belum mendapat vaksinasi telah menderita campak. Virus campak hanya

dapat ditularkan dari manusia ke manusia dan hanya dapat aktif di alam bebas

sekitar 34 jam pada suhu kamar. Adapun penyulit yang dapat ditimbulkan oleh

campak adalah laringitis akut, bronkopneumonia, kejang demam, ensefalitis,

SSPE, otitis media, konjungtivitis, dan lain-lain.31

Universitas Lambung Mangkurat


21

10. Pencegahan

Upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit campak yang dewasa ini

dianggap paling efektif adalah dengan cara imunisasi, dengan tujuan menurunkan

angka kesakitan dan angka kematian akibat penyakit campak. Imunisasi dapat

memberikan kekebalan aktif terhadap balita dimana kekebalan aktif dapat

berlangsung lama daripada kekebalan pasif sehingga seseorang tidak mudah

terkena campak, hal ini sesuai dengan pernyataan bahwa imunisasi adalah suatu

cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu antigen,

sehingga bila kelak ia terpajan pada antigen yang serupa tidak terjadi penyakit.

Kekebalan pasif adalah kekebalan yang diperoleh dari luar tubuh, bukan dibuat

oleh individu itu sendiri. Contohnya adalah kekebalan pada janin yang diperoleh

dari ibu atau kekebalan yang diperoleh setelah pemberian suntikan imunoglobulin.

Kekebalan pasif tidak berlangsung lama karena akan dimetabolisme oleh tubuh.

Kekebalan aktif adalah kekebalan yang dibuat oleh tubuh sendiri akibat terpajan

pada antigen seperti pada imunisasi, atau terpajan secara alamiah. Kekebalan aktif

biasanya berlangsung lebih lama karena adanya memori imunologik.31

Pencegahan utama penyakit campak adalah melalui imunisasi MR

(Measles/Rubella). Imunisasi diberikan saat anak berusia 9 bulan, dilakukan

pengulangan saat anak berusia 18 bulan, dan diulang pada kelas 1 SD/sederajat.

Sementara untuk mencegah penularan campak, penderita dianjurkan untuk tidak

melakukan kontak dengan orang lain, termasuk keluarga, setidaknya sampai 4 hari

setelah muncul ruam.32 Vaksin MR memiliki efikasi vaksin diperkirakan sekitar

90% - 100%. Tidak selamanya imunisasi campak memastikan seseorang tidak

Universitas Lambung Mangkurat


22

mungkin terkena campak di kemudian hari. Kemenkes RI menyarankan

pengulangan pemberian imunisasi campak juga meningkatkan kekebalan imunitas

tubuh, sehingga dapat mencegah perburukan gejala dan komplikasi.33

C. Tonsilofaringitis

1. Definisi

Tonsilofaringitis adalah suatu penyakit peradangan yang menyebabkan

sakit pada tenggorokan terutama adalah bagian belakang tenggorokan. Istilah

tonsilofaringitis digunakan untuk menunjukkan semua infeksi akut pada faring,

termasuk tonsilitis yang berlangsung hingga 14 hari.34 Gejalanya biasanya diawali

dengan nyeri tenggorokan pada saat menelan, demam, sakit kepala, mual, muntah

dan sakit perut. 34

Tonsilofaringitis merupakan infeksi umum yang terjadi pada anakanak

berusia antara 5 – 15 tahun, yaitu sekitar 15% sampai 30 % dan infeksi ini

disebarkan melalui kontak orang per orang, melalui tetesan ludah atau sekresi

nasal dengan tingkat insidensinya meningkat pada saat musim hujan untuk

negara-negara tropis.34

2. Epidemiologi

Menurut hasil penelitian diperkirakan 616 juta kasus faringitis terjadi

setiap tahun di seluruh dunia. Di Amerika Serikat dikatakan bahwa pasien

faringitis akut yang berkunjung ke dokter selama satu tahun adalah sekitar 12 juta

pasien. Sedangkan menurut hasil laporan National Ambulatory Medical Care

Universitas Lambung Mangkurat


23

Survey bahwa di Amerika Serikat dari 200 per 1000 penduduk yang berkunjung

ke dokter disebabkan oleh infeksi saluran pernapasan termasuk faringitis akut.34

3. Gejala Klinis

Gejala tonsilofaringitis yang khas akibat bakteri Streptococcus berupa

nyeri tenggorokan dengan awitan mendadak, disfagia dan demam. Urutan gejala

yang biasanya dikeluhkan oleh anak berusia di atas 2 tahun adalah nyeri kepala,

nyeri perut dan muntah. Selain itu juga didapatkan demam yang dapat mencapai

suhu 40oC, beberapa jam kemudian terdapat nyeri tenggorok. Gejala seperti

rinorea, suara serak, batuk, konjungtivitas dan diare biasanya disebabkan virus.

Kontak dengan pasien rinitis juga dapat ditemukan pada anamnesis. 34

Tonsilofaringitis Streptokokus sangat mungkin jika dijumpai gejala dan

tanda, yaitu awitan akut, disertai mual dan muntah, faring hiperemis, demam,

nyeri tenggorokan, tonsil bengkak dengan eksudasi, kelenjar getah bening leher

anterior bengkak dan nyeri, uvula bengkak dan merah, ekskoriasi hidung disertai

lesi impetigo sekunder, ruam skarlatina dan petekie palatum mole. 34

Penemuan tersebut bukan merupakan tanda positif tonsilofaringitis

Streptokokus, karena dapat juga ditemukan pada penyebab tonsilofaringitis yang

lain. Sedangkan bila dijumpai gejala dan tanda berikut ini, maka kemungkinan

besar bukan tonsilofaringitis Streptokokus, yaitu usia di bawah 3 tahun, awitan

bertahap, kelainan melibatkan beberapa mukosa, konjungtivitas, diare, batuk,

pilek, suara serak, mengi, ronki di paru, dan eksantem ulseratif. 34

Universitas Lambung Mangkurat


24

Pada tonsilofaringitis akibat virus, dapat juga ditemukan ulkus di palatum

mole dan dinding faring serta eksudat di palatum dan tonsil, tetapi sulit dibedakan

dengan eksudat tonsilofaringitis Streptococcus. Gejala yang timbul dapat

menghilang dalam 24 jam berlangsung 4-10 hari, jarang menimbulkan komplikasi

dan memiliki prognosis yang baik. 34

4. Etiologi

Berbagai virus dan bakteri dapat menjadi etiologi tonsilofaringitis, baik

tonsilofaringitis sebagai manifestasi tunggal maupun sebagai bagian dari penyakit

lain. Virus merupakan etiologi terbanyak faringitis akut terutama pada anak-anak

berusia < 3 tahun, misalnya adenovirus, rhinovirus, dan parainfluenza, yaitu

sekitar 70% sedangkan bakteri sekitar 20 – 30%. Streptococus pyogenes adalah

bakteri penyebab terbanyak faringitis akut. Bakteri ini mencakup 15-30% (diluar

kejadian epidemik) dari penyebab faringitis akut pada anak, sedangkan pada

dewasa hanya sekitar 5-10%. Bakteri Streptococus pyogenes biasanya bukan

merupakan penyebab yang umum.34

5. Patofisiologi

Nasofaring dan orofaring adalah tempat masuknya organisme ini, melalui

kontak langsung dengan mukosa nasofaring dan orofaring yang terinfeksi atau

dengan benda lain yang terkontaminasi. Penyebaran bakteri Streptokokus grup A

memerlukan pejamu yang rentan dan difasilitasi dengan kontak yang erat. 34

Bakteri maupun virus dapat secara langsung menginvasi mukosa faring yang

kemudian menyebabkan respon peradangan lokal. Sebagian besar peradangan

melibatkan nasofaring, uvula dan palatum mole. Perjalanan penyakitnya ialah

Universitas Lambung Mangkurat


25

terjadi inokulasi dari agen infeksius di faring yang menyebabkan peradangan

lokal, sehingga menyebabkan eritema faring, tonsil atau keduanya. Infeksi

Streptokokus ditandai dengan invasi lokal serta pengelepasan toksin ekstraseluler

dan protease. Transimisi bakteri ini terutama terjadi akibat kontak tangan dengan

sekret hidung dibandingkan dengan kontak oral. Gejala tampak setelah masa

inkubasi yang pendek, yaitu 24-72 jam. 34

6. Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan fisis dan

pemeriksaan laboratorium. Sulit membedakan antara tonsilofaringitis streptoccous

dan tonsilofaringitis virus hanya berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisis.

Baku emas penegakan diagnosis tonsilofaringitis bakteri atau virus adalah melalui

pemeriksaan kultur dari apusan tenggorok. Apusan tenggorok yang adekuat pada

area faring diperlukan untuk menegakkan adanya S. pyogenes. Untuk

memaksimalkan akurasi, maka diambil apusan dari dinding faring posterior dan

regio tonsil, lalu diinokulasikan pada media agar darah domba 5%, kemudian

diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37oC. Pemeriksaan kultur yang dilanjutkan

dengan uji sensivitas bakteri dapat membantu mengurangi pemberian antibiotik

yang tidak perlu pada pasien faringitis. 34

Dengan penilaian tertentu atas gejala dan tanda, bisa diprediksi penyebab

tonsilofaringitis apakah virus atau bakteri. Usaha untuk membedakan

tonsilofaringitis bakteri dan virus bertujuan agar pemberian antibiotik sesuai

indikasi. Salah satu cara untuk membedakan penyebab tonsilofaringitis akut

bakteri atau virus adalah dengan menggunakan kriteria Centor. Kriteria Centor

Universitas Lambung Mangkurat


26

merupakan kriteria yang telah diterima secara luas sebagai kriteria klinis yang

divalidasi dalam mendiagnosis tonsilofaringitis bakteri karena Streptokokus grup

A. Kriteria ini dimodifikasi oleh McIsaac pada 1998, dengan penambahan kriteria

umur, yaitu: umur 3–14 tahun memiliki nilai satu, 15–44 tahun memiliki nilai nol,

dan lebih atau sama dengan 45 tahun memiliki nilai minus satu. Untuk lebih

jelasnya kriteria untuk diagnosis faringitis dapat dilihat pada Tabel.34

Kriteria Skor

Temperatur > 38oC 1

Tidak ada batuk 1

Pembengkakan Kelenjar servikal 1

Pembengkakan dan eksudat tonsil 1

Umur

3 - 4 tahun 1

15 – 44 tahun 0

45 tahun -1

Resiko infeksi
Skor
Streptococcus

≤0 1% - 2,5% Tanpa pengujian


lanjut atau pemberian
1 5% - 10% antibiotik

2 11% -17% Kultur dan pemberian


antibiotik untuk hasil
3 28% - 35% positif

≥4 51% - 53% Perlu perlakuan


empiris dengan
pemberian antibiotik

Universitas Lambung Mangkurat


27

atau kultur

7. Tatalaksana

Penatalaksanaan tonsilitis secara umum adalah terapi suportif dengan

pemberian cairan dan nutrisi adekuat serta penggunaan analgesik sesuai derajat

keparahan.35

A. Terapi Suportif

Prinsip terapi suportif tonsilitis adalah sebagai berikut :

● Menjaga patensi jalan napas

● Menjaga hidrasi dan asupan nutrisi yang adekuat

● Kontrol demam dan nyeri

Patensi Jalan Napas

Pasien tonsilitis dengan obstruksi jalan napas memerlukan pemberian

oksigen terhumidifikasi dan pemasangan nasopharyngeal airway. Jika terdapat

edema faring, kortikosteroid intravena dapat dipertimbangkan. Monitor pasien

hingga obstruksi jalan napas teratasi.

Hindari dan Status Nutrisi

Pastikan pasien memiliki asupan cairan dan nutrisi yang adekuat.

Pemberian cairan intravena dapat dipertimbangkan jika hidrasi buruk.

Kontrol Demam dan Nyeri

Universitas Lambung Mangkurat


28

Berikan analgesik seperti paracetamol atau obat antiinflamasi nonsteroid

(OAINS), seperti ibuprofen atau diklofenak.35

B. Terapi Medikamentosa

Kortikosteroid dulu tidak disarankan untuk tonsilitis tetapi studi terbaru

menunjukkan manfaat pemberian steroid. Antibiotik hanya diberikan jika kondisi

pasien mendukung etiologi bakterial.

Kortikosteroid

Berdasarkan studi-studi terbaru, terdapat manfaat kortikosteroid pada nyeri

tenggorokan, meski tidak menurunkan tingkat rekurensi tonsilitis, penggunaan

antibiotik serta efek samping penggunaan jangka panjang. Kortikosteroid yang

direkomendasikan berupa dexamethasone dengan dosis dewasa 10 mg atau anak

sesuai dengan berat badan 0,6 mg/kgBB dengan dosis maksimum 10

mg. Dexamethasone umumnya diberikan sebagai dosis tunggal, dapat dikonsumsi

secara oral atau injeksi intramuskular.36

Antibiotik

Antibiotik diberikan jika kondisi pasien mendukung etiologi bakterial,

misalnya terdapat eksudat tonsilar, demam, leukositosis, atau kontak dengan

orang yang mengalami infeksi group A beta-hemolytic streptococcus (GABHS).

Pertimbangan untuk memberikan antibiotik dapat dibantu menggunakan modified

Centor score. Infeksi GABHS wajib menggunakan terapi antibiotik untuk

mengurangi durasi dan tingkat keparahan dari gejala klinis termasuk komplikasi

Universitas Lambung Mangkurat


29

supuratif jika diberikan dalam 2 hari pertama gejala, mengurangi terjadinya

komplikasi nonsupuratif dan meminimalkan transmisi penularan melalui kontak

langsung.35

Pilihan terapi antibiotik lini pertama adalah penisilin oral seperti

ampicillin dan amoxicillin selama 10 hari atau penicillin injeksi (Benzathine

Penicillin G) jika tidak patuh penicillin oral selama 10 hari atau memiliki risiko

tinggi demam reumatik akut seperti adanya riwayat penyakit jantung reumatik. 35

Pilihan antibiotik lainnya, yakni golongan cephalosporin. Suatu penelitian

menunjukkan cephalosporin seperti cefixime, cefazolin, cefadroxil memiliki

angka kesembuhan secara mikrobiologis dan klinis yang lebih baik daripada

penicillin untuk anak daripada dewasa. Meski demikian, penicillin tetap

direkomendasikan sebagai terapi lini pertama, dan penggunaan sefalosporin pada

orang dengan alergi penicillin dapat diberikan. Terapi antibiotik alternatif lainnya

adalah makrolida dan clindamycin. Umumnya terjadi perbaikan klinis dalam 3-4

hari dengan penggunaan antibiotik yang sesuai. Apabila tidak terjadi perbaikan,

perlu dipikirkan diagnosis banding lainnya atau terjadinya komplikasi supuratif. 35,
36

8. Komplikasi

Komplikasi tonsilitis dapat dibagi menjadi komplikasi supuratif dan

nonsupuratif. Komplikasi supuratif terdiri dari abses peritonsilar, abses

retrofaringeal, dan abses parafaringeal. Sedangkan komplikasi nonsupuratif terdiri

dari demam reumatik akut, glomerulonephritis akut, dan Lemierre’s syndrome.36

Universitas Lambung Mangkurat


BAB III

LAPORAN KASUS

A. Anamnesis

1. Identitas Pasien

Nama : An. NA

Jenis kelamin : Perempuan

Usia : 4 tahun 5 bulan

Identitas Orang Tua Pasien

Ibu Ayah

Nama : Ny. N Nama : Tn A

Usia : 32 tahun Usia : 32 tahun

Pendidikan : D3 Pendidikan: S1

Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Wirausaha

2. Keluhan Utama

Demam sejak 6 hari SMRS.

3. Riwayat Penyakit Sekarang

Demam naik turun. suhu paling tinggi 38C . Sudah minum obat

paracetamol, demam turun akan tetapi demam naik kembali. Menggigil (-),

keringat dingin (-), kejang (-), mimisan (-).

Riwayat bepergian 2 minggu terakhir (-), riwayat demam di keluarga (-),

riwayat demam di lingkungan kurang tau.

30
Universitas Lambung Mangkurat
31

Hari minggu ke RS Bhayangkara rawat jalan dikatakan campak diberikan

anti alergi, obat campak, Vit A, dan paracetamol akan tetapi keluhan tidak

berkurang.

Batuk sejak pukul 8 pagi SMRS. hilang timbul, timbul dan hilang secara .

Batuk tidak dipicu dingin, aktivitas, makan, minum. Tidak berdahak. Nyeri telan

(+), Sesak (-), napas grok (-). Anggota keluarga yg batuk (+) kakak pasien. Alergi

(-).

Ruam merah sejak 6 SMRS, dimulai dari dada-perut-punggung-tangan-kaki,

gatal, berubah menjadi kehitaman. Ruam bukan ptekie.

Muntah 1x pada hari jumat, isi muntahan yang dimakan, 1/2 gelas aqua,

darah (-), lendir (-), BAK normal, makan dan minum berkurang setelah sakit,

BAB normal.

4. Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat keluhan serupa (-), riwayat rawat inap (-), asma (-), alergi makanan

(-), alergi obat (-).

5. Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat serupa (-),

Ibu Hipertensi (), Diabetes Melitus (), Asma ()

Ayah Hipertensi (), Diabetes Melitus ().

6. Riwayat Kehamilan dan Persalinan

Riwayat antenatal :

● Ibu pasien rutin tiap bulan ke dokter

Universitas Lambung Mangkurat


32

● Periksa USG tiap bulan dikatakan normal

● Rutin konsumsi vitamin, zat besi, dan tablet tambah darah.

● Tidak ada keluhan saat hamil

Riwayat natal :

● Spontan/ tidak spontan: lahir normal, cukup bulan (38 minggu)

● Nilai APGAR : Bayi langsung menangis

● Berat badan lahir : 3500 gr

● Panjang badan lahir : 50 cm

● Lingkar kepala :-

● Penolong : Dokter

● Tempat : Rumah sakit

Riwayat neonatal :

Resusitasi (-), dirawat di inkubator (-), ikterik (-), sianosis (-)

Kesimpulan : Riwayat antenalal baik, riwayat natal baik, riwayat

neonatal baik

7. Riwayat Perkembangan

Mengangkat kepala : Ibu lupa

Tiarap : 2 Bulan

Duduk : 7 Bulan

Merangkak : 7 Bulan

Berdiri : Sudah

Universitas Lambung Mangkurat


33

Pasien saat ini aktif bermain dan sedang berada di bangku TK. Tidak ada

keterlambatan perkembangan.

Kesimpulan : Perkembangan sesuai dengan usianya  

8. Riwayat Imunisasi

NAMA DASAR ULANGAN


BCG 0 -
Polio 0 2 3 4  -

Hepatitis B 0 2  3 4  -

DPT 2 3 4  -
MR 9 18  -

Kesimpulan : Imunisasi anak lengkap


9. Riwayat Makanan

- ASI : Diberikan selama umur 0-24 bulan

- Susu formula : Tidak minum susu formula

- MPASI : Diberikan selama umur 6-12 bulan

- Makanan Keluarga: 1 tahun - sekarang. 3x, 1 cantong nasi, tidak suka makan

sayur, suka makan buah.

Kesimpulan : Intake nutrisi baik secara kualitas dan kuantitas

10. Sosial dan Lingkungan

1 rumah tinggal ber 4 bersama orang tua, minum air rebus, nyuci dll PDAM.

Tinggal di komplek, padat penduduk, lingkungan bersih, dibelakang rumah juga

rumah (bukan sawah dan hutan), ventilasi runah bagus, Pakai AC dan sering

dibersihkan. Tidak ada hewan peliharaan, merokok (-).

Universitas Lambung Mangkurat


34

11. Riwayat Keluarga

Kakak laki laki pasien menderita keluhan yang sama seperti pasien (demam,

batuk).

B. Pemeriksaan Fisik

1. Keadaan umum :  Tampak sakit sedang

2. Kesadaran :  Compos mentis

3. GCS :  E4V5M6

4. Tanda-tanda vital : 

● Tekanan darah : 90/70 mmHg

● Suhu : 36.70C

● Nadi : 138x/menit

● RR : 28x/menit

● SpO2 : 98%

Universitas Lambung Mangkurat


35

5. Antopometri

● Berat Badan : 13.5 kg

● Panjang Badan : 103 cm

● Lingkar Kepala : 48 cm

● Lingkar Lengan Atas: 14.5 cm

6. Kulit

● Warna : Kuning langsat, Ruam (+), Hiperpigmentasi (+)

● Sianosis : Tidak ada

● Hemangioma : Tidak ada

● Turgor : Cepat Kembali

● Pucat : Tidak ada

● Kelembapan : Cukup

● Eksfoliasi : (+)

7. Pemeriksaan generalis

● Kepala :  Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikteri (-/-), pupil isiokor

● Mulut :  Tonsil T1/T2 hiperemis

● Leher :  Pembesaran KGB (+)

● Thorax :  Vesikuler, retraksi (-/-), ronkhi (-/-), wheezing (-/-), s1 s2

reguler, murmur (-), gallop (-)

● Abdomen : Supel HL Hb, Bising Usus (+)

Universitas Lambung Mangkurat


36

● Ekstermitas : Akral hangat, edema (-), sianosis (-),   CRT < 2 detik

● Neurologis :

Lengan Tungkai
Tanda
Kanan Kiri Kanan Kiri
Gerakan Aktif Aktif Aktif Aktif
Tonus Eutonus Eutonus Eutonus Eutonus
Trofi Eutrofi Eutrofi Eutrofi Eutrofi
Klonus Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada
Refleks
++/++ ++/++ ++/++ ++/++
Fisiologis
Refleks patologis - - - -
Sensibilitas + (baik) + (baik) + (baik) + (baik)
Kaku kuduk (-)
Tanda meningeal
Brudzinki I (-), Brudzinzki II (-), Kernig (-)

C. Status Gizi

● Perempuan 4 tahun 5 bulan

● TB : 103 cm

● LK : 48 cm

● LiLA : 14.5 cm

● BBI : 16.2 kg

● BB/U : -2 < Z < 0 (Normal)

● TB/U : -2 < Z < 0 (normal)

● BB/TB : -3 < Z -2 (Gizi kurang)

Universitas Lambung Mangkurat


37

BB/U :

BBU

BB/TB :

BB/TB

TB/U :

Universitas Lambung Mangkurat


38

TB/U

D. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan darah lengkap

Tanggal pemeriksaan
Indikator Nilai rujukan
23/09/2022
Hb 11.4 g/dL 10.5-18.0 g/dL
Leukosit 23.1 ribu/ul 4.0 – 10.5 ribu/ul
Eritrosit 4.30 juta/ul 4.0 – 5.30 juta/ul
Hematokrit 33.3 % 37.0 – 47.0 %
Trombosit (Platelet) 455 ribu/ul 150 – 450 ribu/ul
RDW-CV 13.5 % 12.1 – 14.0 %
MCV 77.4 fl 80.0 – 92.0 fl
MCH 26.5 pg 28.0 – 32.0 pg
MCHC 34.2 33.0 – 37.0 %
Neutrofil % 78.4 % 50.0 – 81.0 %
Limfosit % 15.4 % 20.0 – 40.0 %
Eosinofil % 1.2 % 1.0 – 3.0 %
Basofil % 0.1 % 0.0 – 1.0 %
Monosit % 4.9 % 2.0 -8.0 %
Basofil# 0.02 ribu/ul < 1.00 ribu/ul

Universitas Lambung Mangkurat


39

Eosinofil# 0.28 ribu/ul < 3.00 ribu/ul


Neutrofil# 18.08 ribu/ul 2.50 – 7.00 ribu/ul
Limfosit# 3.56 ribu/ul 1.25 – 4.00 ribu/ul
Monosit# 1.12 ribu/ul 0.30 – 1.00 ribu/ul
Tabel 3.1 Hasil darah lengkap

Pemeriksaan kimia darah


Tanggal pemeriksaan
Indikator Nilai rujukan
23/09/2022
Glukosa sewaktu 92 mg/dl <200
Ureum - 21-53
Creatinin - 0,7-1,5
HbsAg - Negatif
Anti HIV - Negatif
Tabel 3.2 Hasil kimia darah
Pemeriksaan Radiologi

Universitas Lambung Mangkurat


40

Foto thorax : 26/09/2022


● Cor : Ukuran Normal
● Pulmo : tampak patchy infiltrate + corakan bronkovaskuler normal, hillus tak
melebar.
● Sinus tajam
● Diagfragma normal
● Kesimpulan : secara radiologic cor normal, bronchopneumonia

E. Resume

● Nama : An. NA

● Jenis Kelamin : Perempuan

● Umur : 4 Tahun 5 bulan

● Berat Badan : 13.5 kg

● Tinggi Badan : 103 cm

● Keluhan Utama : Demam

● Uraian :

Universitas Lambung Mangkurat


41

Seorang anak diantar oleh orang tua nya ke IGD RSUD Ulin Banjarmasin
dengan keluhan demam tinggi sejak 1 minggu SMRS (dengan suhu tubuh di IGD
adalah 36 derajat celcius, dan oleh ibunya diberi paracetamol, suhu tubuh turun
sebentar lalu naik kembali. Selain itu didapatkan keluhan batuk dan disertai pilek
sejak 2 hari SMRS. Tidak ada dahak dan sulit dikeluarkan. Kejang disangkal oleh
kedua orang tuanya. Mual muntah tidak ada, BAB cair disangkal, tidak ada lendir,
tidak ada darah, pasien hanya makan roti dan minum susu formula.
Kesimpulan Pemeriksaan Fisik
● Keadaan umum : Baik

● Kesadaran : Kompos mentis

● Tanda Vital

- Tekanan darah : 90/70 mmhg

- Nadi : 138x/menit

- Suhu : 36.7 C

- Respirasi : 28x/menit

- SpO2 : 98% Room air

● Kepala :  Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikteri (-/-), pupil isiokor

● Mulut :  Tonsil T1/T2 hiperemis

● Leher :  Pembesaran KGB (+)

● Thorax :  Vesikuler, retraksi (-/-), ronkhi (-/-), wheezing (-/-), s1 s2

reguler, murmur (-), gallop (-)

● Abdomen : Supel HL Hb, Bising Usus (+)

● Ekstermitas : Akral hangat, edema (-), sianosis (-),   CRT < 2

detik

Universitas Lambung Mangkurat


42

F. Diagnosis Banding

- Mumps infection - Dermatitis Alergi

- Impetigo bulosa

G. Diagnosis Kerja

- Tonsilofaringiitis Akut - Low intake

- Susp. Streptococcal infection - Bronkopneumonia

- Morbili stadium konvalesens

H. Tatalaksana

- IVFD D5 1/2 NS 1200ml/24 jam - IV Cefataxime 3x500 mg

- IV Paracetamol 150 mg - Ambroxol 4 mg

- Cek lab darah - Salbutamol 0.6 mg

- IV Ondansetron 1 mg bila muntah

H. Prognosis

Quad ad vitam : dubia ad bonam


Quad ad functionam : Bonam
Quad ad sanationam : Bonam

I. Follow Up

Tanggal Pemeriksaan : 26 September 2022, pukul 14.00 WITA


S O A P

- Demam (+), - HR : 120 x/menit - Tonsilofaringitsi - IVFD D5 1/2 NS


akut 1200ml/24 jam
- menggigil (-), - RR : 22 x/menit
- Morbili stadium - IV Paracetamol 150
- kejang (-), - T : 37.1oC konvalesens mg

- nyeri telan (+), - SpO2 : 98% Room - Low intake - IV Cefataxime


Air 3x500 mg
- batuk (+),
- CRT : <2 detik - IV Ondansetron 1
- ruam merah (+),

Universitas Lambung Mangkurat


43

- BAB cair (-) - BB : 13.5 kg mg

- - Rontgen thorax

- Kepala/Leher : - Cek DL
anemis(-), ikterik - Swab dan kultur
(-) tonsil T1/T2 apusan faring
hiperemis,
pembesaran KGB -
(-)

- Thoraks :
Retraksi(-)

- Paru : rhonki (-/-),


wheezing (-/-)

- Jantung : S1 S2
reguler, murmur
(-), gallop (-)

- Abdomen : supel,
bising usus (+)
normal

- Ekstremitas : akral
hangat, CRT : < 2
detik, lesi
mukopapular
diseluruh tubuh.

Tanggal Pemeriksaan : 27 September 2022, pukul 14.00 WITA


S O A P

- Demam (-), - HR : 110 x/menit - Tonsilofaringitsi - IVFD D5 1/2 NS


akut 1200ml/24 jam
- mual muntah - RR : 26 x/menit
(-), - Susp. - IV Paracetamol
- T : 36.2oC Streptococcal 150 mg
- batuk (+), infection
- SpO2 : 98% Room - IV Cefataxime
- sesak (-) Air - dd/ mumps 3x500 mg
- CRT : <2 detik - IV Ondansetron 1
mg
- BB : 13.5 kg
- Swab dan kultur
apusan faring
- Kepala/Leher :
anemis(-), ikterik
(-) tonsil T1/T2
hiperemis,

Universitas Lambung Mangkurat


44

pembesaran KGB
(-)

- Thoraks :
Retraksi(-)

- Paru : rhonki (-/-),


wheezing (-/-)

- Jantung : S1 S2
reguler, murmur
(-), gallop (-)

- Abdomen : supel,
bising usus (+)
normal

- Ekstremitas : akral
hangat, CRT : < 2
detik, lesi
mukopapular
diseluruh tubuh.

Tanggal Pemeriksaan : 28 September 2022, Pukul 06.00


S O A P

- Demam (-), - HR : 113 x/menit - Tonsilofaringitsi - IVFD D5 1/2 NS


akut 1200ml/24 jam
- mual muntah - RR : 28 x/menit
(-), - Morbili stadium - IV Paracetamol 150
- T : 36.2oC konvalesens mg
- batuk (+)
- SpO2 : 98% Room - Low intake - IV Cefataxime
Air 3x500 mg
- Bronkopneumonia
- CRT : <2 detik - IV Ondansetron 1
mg
- BB : 13.5 kg

- Kepala/Leher :
anemis(-), ikterik (-)
tonsil T1/T2
hiperemis,
pembesaran KGB (-)

- Thoraks : Retraksi(-)
- Paru : rhonki (+/+),
wheezing (-/-)

- Jantung : S1 S2

Universitas Lambung Mangkurat


45

reguler, murmur (-),


gallop (-)

- Abdomen : supel,
bising usus (+)
normal

- Ekstremitas : akral
hangat, CRT : < 2
detik, lesi
mukopapular
diseluruh tubuh.

Universitas Lambung Mangkurat


BAB IV

DISKUSI

Dalam kasus ini ditemukan pasien anak berusia 4 tahun 5 bulan diantar

orangtuanya ke IGD RSUD Ulin dengan keluhan demam sejak 6 hari SMRS.

Demam naik turun. Keluhan lain seperti menggigil, keringat dingin, kejang,

mimisan disangkal. Sebelumnya pasien dibawa ke RS Bhayangkara pada Minggu

18 September 2022, rawat jalan dikatakan campak diberikan anti alergi, obat

campak, Vit A, dan paracetamol akan tetapi keluhan tidak berkurang. Pasien

dibawa ke IGD RSUD Ulin Banjarmasin pada Jumat 23 September 2022 pukul

13.45 WITA. Keluhan lain yaitu batuk sejak pukul 8 pagi SMRS, hilang timbul.

Batuk tidak dipicu dingin, aktivitas, makan, minum. Tidak berdahak. Ruam merah

sejak 6 SMRS, dimulai dari dada-perut-punggung-tangan-kaki, gatal, berubah

menjadi kehitaman. Muntah 1x pada hari jumat, isi muntahan yang dimakan, 1/2

gelas aqua, darah (-), lendir (-).

Setelah sampai di IGD, pasien kemudian di lakukan pemeriksaan fisik dan

ditemukan keadaan umum tampak sakit sedang, kesadaran compos mentis,

tekanan darah 90/70 mmHg, frekuensi nadi 138 kali/menit, frekuensi napas 28

kali/menit, dan suhu 36.7oC. Pemeriksaan generalis ditemukan Tonsil T1/T2

hiperemis, Pembesaran KGB, ruam kulit konvalensi.

Selain anamnesis dan pemeriksaan fisik, penegakkan diagnosis pada

pasien ini juga dilakukan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan penunjang

ditemukan pada pemeriksaan darah lengkap, hemoglobin 11.4 g/dL, leukosit 23.1

46
Universitas Lambung Mangkurat
47

ribu/ul, hematokrit 33.3%, trombosit 455 ribu/ul, MCV 77.4 fl, MCH 26.5 pg,

limfosit 15.4%.

Pasien didiagnosis mengalami morbili dengan penyulit tonsilofaringitis,

bronkopneumonia, low intake. Bronkopneumonia dapat disebabkan oleh virus

campak maupun akibat invasi bakteri. Ditandai dengan batuk, meningkatnya

frekuensi nafas, dan adanya ronki basah halus. Gambaran infiltrat pada foto toraks

dan adanya leukositosis dapat mempertegas diagnosis.

Pasien sudah mendapatkan vaksin MR tepat waktu, namun masih dapat

menderita penyakit campak. Hal ini dikarenakan tidak selamanya imunisasi

campak memastikan seseorang tidak mungkin terkena campak di kemudian hari.

Namun, dengan diberikan imunisasi, perlindungan yang dimiliki tubuh saat

terpajan virus penyebab infeksi semakin kuat. Efikasi vaksin MR sendiri adalah

90-100%. Karena itu, potensi komplikasi penyakit yang berbahaya akibat infeksi

bisa diminimalisasi. Pengulangan pemberian imunisasi campak juga

meningkatkan kekebalan imunitas tubuh. Dari pemerintah dianjurkan setiap bayi

mendapatkan imunisasi campak, yakni di usia 9 bulan, 18 bulan, dan 6 tahun.

Pasien belum melakukan pengulangan imunisasi ketiga karena belum cukup

umur. Atas alasan inilah imunitas pasien belum terbentuk sempurna. Imunisasi

campak bisa juga diberikan dalam bentuk lain bersamaan dengan imunisasi

lainnya, misalnya MMR (measles, mumps, rubella) atau MR (measles, rubella).

Pada pasien ini diberikan IVFD D5 1/2 NS 1200ml/24 jam, IV

Paracetamol 150 mg, IV Ondansetron 1 mg, IV Cefataxime 3x500 mg, Ambroxol

Universitas Lambung Mangkurat


48

4 mg, Salbutamol 0.6 mg. Fungsi dari penambahan cairan secara intravena adalah

untuk menggantikan cairan tubuh yang hilang. Untuk paracetamol diberikan pada

saat pasien mengalami demam. Ondasetron diberikan sebagai antiemetik untuk

mencegah mual dan muntah. Cefataxime diberikan sebagai antibiotik golongan

sefalosporin untuk mengobatik infeksi bakteri. Ambroxol diberikan untuk

mengatasi batuk. Dan salbutamol diberikan sebagai bronkodilator untuk

mengatasi sesak nafas.

Universitas Lambung Mangkurat


BAB V

PENUTUP

Telah dilaporkan sebuah kasus an. NA perempuan berusia 4 tahun 5 bulan

yang di rawat di RSUD Ulin Banjarmasin dengan diagnosis Morbili dengan low

intake, tonsilofaringitis dan bronkopneumonia susp. Streptococcus infection.

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan

penunjang. Penatalaksanaan terakhir yang diberikan adalah IVFD D5 1/2 NS

1200ml/24 jam, IV Paracetamol 150 mg, IV Ondansetron 1 mg, IV Cefataxime

3x500 mg. Pasien dirawat di RSUD Ulin tanggal 23 September hingga 28

September 2022.

49
Universitas Lambung Mangkurat
50

DAFTAR PUSTAKA

1. Nari J. Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Bronkopneumonia Dalam


Pemenuhan Kebutuhan Oksigenasi Di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pp
Magretti Saumlaki Kabupaten Kepulauan Tanimbar. Global Health Science.
2019 Dec 31;4(4):220-5.

2. Departemen Kesehatan RI. 2014. Riset. Kesehatan Dasar (Riskesdas).


Laporan Nasional 2013. Jakarta: Badan Penelitian dan Pembangunan
Kesehatan.

3. Hamborsky J, Kroger A, Wolfe A, editors. Epidemiology And Prevention Of


Vaccine-Preventable Deseases. Edisi ke-13. USA:U.S. Departement Of
Health And Human Services Centers For Desease Control And Prevention.
2015.

4. De Vries RD, Duprex WP, De Swart RL. Morbillivirus Infections: An


Introduction. Viruses. 2015; 7(2):699-706.

5. Arifputera A, dkk. Kapita Selekta Kedokteran. Editor, Tanto C, dkk. Edisi 4.


Jakarta: Media Aesculapius. 2014; jilid 2; 975-981.

6. Hood A, Wibisono MJ, Winariani. Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya:
Graha Masyarakat Ilmiah Kedokteran Universitas Airlangga; 2004.

7. Adnyani KP. Gambaran Asuhan Keperawatan Pada Anak Bronkopneumonia


Dengan Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif Di Ruang Durian Rsud
Klungkung Tahun 2020 (Doctoral dissertation, Poltekkes Denpasar Jurusan
Keperawatan).

8. Latief A. Pelayanan Kesehatan Anak Di Rumah Sakit Standar WHO. Jakarta:


Depkes; 2009.

9. Rahajoe, Nastini N. Buku ajar respirologi anak. Edisi ke-1. Jakarta: Badan
Penerbit IDAI; 2010.

10. Riyadi S, Sukarmin. Asuhan Keperawatan pada Anak. Yogyakarta: Graha


Ilmu. 2009.

11. Bennet NJ, Steele RW. Pediatric pneumonia [internet]. USA: Medscape LLC.;
2014 [Diakses pada 4 Oktoer 2022]. Tersedia dari:
http://emedicine.medscape.com/article/967822-medication

Universitas Lambung Mangkurat


51

12. Pusponegoro HD, Hadinegoro SRS, Firmanda D, Tridjaja B, Pudjadi AH,


Kosim MS, et al. Standar pelayanan medis kesehatan anak. Edisi ke-I. Jakarta:
Badan Penerbit IDAI; 2004. hlm. 351-4.

13. Mason RJ, Broaddus VC, Martin T, King TE, Schraugnagel D, Murray JF, et
al. Murray And Nadel’s Text Book Of Respiratology Medicine Volume 1. Edisi
ke-1. Netherland: Elseiver Saunders; 2005.

14. Ulan NL. Gambaran Asuhan Keperawatan Pada Balita Bronchopneumonia


Dengan Defisit Nutrisi Di Ruang Abimanyu RSUD Sanjiwani Gianya rtahun
2019 (Doctoral dissertation, Politeknik Kesehatan Kemenkes Denpasar
Jurusan Keperawatan). 2019.

15. Cherry J.D. Measles Virus. Dalam: Feigin, Cherry, Demmler, Kaplan, editors.
Textbook of Pediatrics Infectious Disease. Edisi ke-5. Philadelphia. Saunders;
2004.

16. World Health Organization [internet]. Geneva: World Health Organization;


2009 [diakses pada 5 Oktober 2022]. Tersedia di
http://www.who.int/mediacentrefachsheetsfs286/en/

17. Nelson, Behrman, Kiegman, Arvin. Ilmu Kesehatan Anak. Edisi Ke 15.
Jakarta: EGC; 2012.

18. Pedoman Penatalaksanaan Medis. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia;


2009.

19. Soedarmo S, Garna H, Rezeki S, Irawan HS. Buku Ajar Infeksi dan Pediatri
Tropis. Jakarta: IDAI; 2010.

20. Gans H, Maldonado YA. Measles: Clinical Manifestations, Diagnosis,


Treatment, And Prevention. Uptodate. May 2022.

21. Strebel PM, Orenstein WA. Measles. The New England Journal of Medicine.
2019;381(4):349-357.

22. Husada D, Kusdwijono, Puspitasari D, Kartina L, Basuki PS, Ismoedijanto. An


Evaluation Of The Clinical Features Of Measles Virus Infection For
Diagnosis In Children Witjin A Limited Resources Setting. BMC Pediatrics.
2020;20(5):1-10

23. CDC. Measles. August 2021. https://www.cdc.gov/vaccines/pubs/


pinkbook/meas.html

Universitas Lambung Mangkurat


52

24. Misin A, Antonello RM, Bella SD, Campisciano G, Zanotta N, Giacobbe DR,
et al. Measles: An Overview Of A Re-Emerging Disease In Children And
Immunocompromised Patients. Microorganisms. 2020;8:276-291.

25. Xavier AR, Rodrigues TS, Santos LS, Lacerda GS, Kanaan S. Clinical,
Laboratorial Diagnosis and Prophylaxis of Measles in Brazil. J Bras Patol
Med Lab. 2019;55(4):390-401.

26. Garna H, Chaerulfatah A, Azhali MS, Setiabudi D. Morbili (campak, rubeola,


measles). Dalam: Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak. Edisi
ke-3. Bandung: Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UNPAD; 2005. hlm 234-6.

27. WHO. Measles. December 2019. https://www.who.int/news-room/fact-


sheets/detail/measles

28. Stinchfield PA, Orenstein WA. Vitamin A for the management of measles in
the United States. Infectious Disease in Clinical Practice. 2020;28(4):181-187.

29. IDI. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter Di Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Primer. 2017.

30. Munasir Z. Pengaruh Suplementasi Vitamin A Terhadap Campak. Sari


Pediatri. 2016 Dec 6;2(2):72-6.

31. Ma SJ, Li X, Xiong YQ, Yao AL, Chen Q. Combination Measles-Mumps-


Rubella-Varicella Vaccine In Healthy Children: A Systematic Review And
Meta-Analysis Of Immunogenicity And Safety. Medicine (Baltimore). 2015;
94(44):e1721.

32. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Kampanye Imunisasi


Campak dan Rubella Untuk Guru dan Kader. Promosi Kesehatan. DepKes RI.

33. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Petunjuk Teknis Kampanye


Imunisasi Measles Rubella (MR). DepKes RI. 2017.

34. Kumaji SS. Identifikasi Bakteri Streptococcus Pyogenes Pada Anak Penderita
Tonsilofaringitis Dengan Metode Kultur Dan Teknik Polymerase Chain
Reaction (Doctoral dissertation, Universitas Hasanuddin). 2013.

35. Alotaibi A. Tonsillitis in Children Diagnosis and Treatment Measures. Saudi J


Med. 2017;2(8):208-215.

Universitas Lambung Mangkurat


53

36. Shah U. Tonsillitis and Peritonsillar Abscess. 2022. https://emedicine.


medscape.com/article/871977-overview#a5

Universitas Lambung Mangkurat

You might also like