Professional Documents
Culture Documents
CSS - Trauma Kimia Pada Mata
CSS - Trauma Kimia Pada Mata
Disusun Oleh :
Faisal Nugroho 1810312006
Farah Tri Ulfa 1810311038
Preseptor
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................................i
DAFTAR ISI.................................................................................................................ii
BAB 1 PENDAHULUAN.............................................................................................1
1.1 Latar Belakang.....................................................................................................1
1.2 Batasan Masalah...................................................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan..................................................................................................2
1.4 Metode Penulisan.................................................................................................2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA....................................................................................3
2.1 Trauma Kimia Pada Mata....................................................................................3
2.1.1 Trauma Asam.................................................................................................3
2.1.2 Trauma Basa..................................................................................................4
2.2 Gejala klinis..........................................................................................................7
2.3 Klasifikasi derajat keparahan.............................................................................10
2.4 Diagnosis............................................................................................................11
2.5 Perbandingan Trauma Asam dengan Trauma Basa..........................................13
2.6 Tatalaksana.........................................................................................................14
2.7 Komplikasi.........................................................................................................16
2.8 Prognosis............................................................................................................17
BAB 3 KESIMPULAN...............................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................19
ii
BAB 1
PENDAHULUAN
1
kebutaan bilateral akibat cedera mata. Sebagian besar (84%)
merupakan trauma kimia. Rasio frekuensi bervariasi trauma asam:basa
antara 1:1 sampai 1:4. Secara internasional, 80% dari trauma kimiawi
dikarenakan oleh pajanan karena pekerjaan.1
2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
B. Etiologi
Bahan asam yang menyebabkan trauma adalah:3
a. Sulfuric acid (H2SO4), contohnya aki mobil, bahan pembersih (industri).
b. Sulfurous acid (H2SO3), pada pengawet sayur dan buah.
c. Hydrofluoric acid (HF), efeknya sama bahayanya dengan trauma alkali.
Ditemukan pada pembersih karat, pengilat aluminium, penggosok kaca.
d. Acetic acid (CH3COOH), pada cuka.
e. Hydrochloric acid (HCl) 31-38%, zat pembersih.
C. Patofisiologi
3
glikolitik dan bergabung dengan kalsium dan magnesium membentuk
insoluble complexes. Nyeri lokal yang ekstrim bisa terjadi sebagai hasil
dari immobilisasi ion kalsium, yang berujung pada stimulasi saraf
dengan pemindahan ion potassium. 4,5
4
2.1.2 Trauma Basa
A. Definisi
Merupakan trauma pada mata yang diakibatkan oleh bahan kimia
yang memiliki pH >7. 2
B. Etiologi
Bahan basa yang biasanya menyebabkan trauma kimia adalah:3
a. Ammonia (NH3), zat ini banyak ditemukan pada bahan pembersih rumah
tangga, zat pendingin, dan pupuk.
b. NaOH, sering ditemukan pada pembersih pipa.
c. Potassium hydroxide (KOH), seperti caustic potash.
d. Magnesium Hydroxide (Mg(OH)2) seperti pada kembang api.
e. Lime (Ca(OH)2), seperti pada perekat, mortar, semen dan kapur.
C. Patofisiologi
Basa terdisosiasi menjadi ion hidroksil dan kation di permukaan
bola mata. Ion hidroksil membuat reaksi saponifikasi pada membran
sel asam lemak, sedangkan kation berinteraksi dengan kolagen stroma
dan glikosaminoglikan. Jaringan yang rusak ini menstimulasi respon
inflamasi, yang merangsang pelepasan enzim proteolitik, sehingga
memperberat kerusakan jaringan. Interaksi ini menyebabkan penetrasi
lebih dalam melalui kornea dan segmen anterior. Hidrasi lanjut dari
glikosaminoglikan menyebabkan kekeruhan kornea. Kolagenase yang
terbentuk akan menambah kerusakan kolagen kornea. Berlanjutnya
aktivitas kolagenase menyebabkan terjadinya perlunakan kornea.5,6
Hidrasi kolagen menyebabkan distorsi dan pemendekan fibril
sehingga terjadi perubahan pada jalinan trabekulum yang selanjutnya
dapat menyebabkan peningkatan tekanan intraokular. Mediator
inflamasi yang dikeluarkan pada proses ini merangsang pelepasan
prostaglandin yang juga dapat menyebabkan peningkatan tekanan
5
intraokular. Basa yang menembus dalam bola mata akan dapat merusak
retina sehingga akan berakhir dengan kebutaan penderita.5,6
Trauma akibat bahan kimia basa akan memberikan akibat yang
sangat gawat pada mata. Basa akan menembus dengan cepat ke kornea,
bilik mata depan dan sampai pada jaringan retina. Proses yang terjadi
disebut nekrosis liquefactive. Bahan akustik soda dapat menembus ke
dalam bilik mata depan dalam waktu 7 detik.4,6
Penyulit yang dapat ditimbulkan oleh trauma basa adalah
dimana dapat secara cepat untuk penetrasi sel membran dan masuk ke
bilik mata depan, bahkan sampai retina. Trauma basa akan memberikan
iritasi ringan pada mata apabila dilihat dari luar. Namun, apabila dilihat
6
Bahan alkali atau basa akan mengakibatkan pecah atau rusaknya
7
Gambar 4.Trauma basa12
Gambar 5.Cooked fish eye pada trauma basa yang sudah lanjut12
8
Kerusakan persisten pada epitel kornea dengan perforasi dan ulkus kornea
bersih.
Penetrasi yang dalam dari suatu zat kimia dapat menyebabkan kerusakan
dan presipitasi glikosaminoglikan dan opasifikasi kornea.
Penetrasi zat kimia sampai ke kamera okuli anterior dapat menyebabkan
kerusakan iris dan lensa.
Kerusakan epitel siliar dapat mengganggu sekresi askorbat yang
dibutuhkan untuk memproduksi kolagen dan memperbaiki kornea.
Hipotoni dan phthisis bulbi sangat mungkin terjadi.
9
Gambar 6.Kemosis12
4. Kerusakan pada kornea dapat bervariasi dari yang paling ringan, yaitu
keratitis pungtata superfisial hingga defek epitel luas berupa erosi kornea,
hilangnya epitel kornea hingga perforasi kornea. Walaupun jarang, perforasi
kornea permanen dapat terjadi dalam beberapa hari hingga minggu pada
trauma kimia parah yang tidak ditangani dengan baik. Pada defek epitel luas,
hasil tes flouresin mungkin negatif.
5. Kabut stroma dapat bervariasi dari kornea bersih hingga opasifikasi
sempurna.
6. Iskemik perilimbus merupakan indikator untuk prognosis penyembuhan
kornea, karena stem sel di limbus yang berperan dalam repopulasi epitel
kornea. Semakin luas iskemik yang terjadi di limbus, maka prognosis juga
semakin buruk. Tetapi keberadaan stem sel perilimbus yang intak tidak dapat
menjamin terbentuknya reepitalial yang normal.
7. Terjadinya reaksi peradangan pada bagian anterior, reaksi yang terbentuk
bervariasi dari flare sampai reaksi fibrinoid. Secara umum trauma basa lebih
sering menyebabkan peradangan bilik mata depan akibat kemampuannya
yang dapat menembus lapisan kornea.
8. Peningkatan tekanan intraokular (TIO) dapat terjadi secara mendadak akibat
dari deformasi dan pengurangan serabut kolagen serta keikutsertaan
10
prostaglandin. Peningkatan TIO yang terus menerus secara langsung
berhubungan dengan derajat kerusakan segmen anterior akibat peradangan.
2.3 Klasifikasi derajat keparahan
Trauma kimia pada mata dapat diklasifikasikan sesuai dengan
derajat keparahan yang ditimbulkan akibat bahan kimia penyebab
trauma. Klasifikasi ini juga bertujuan untuk penatalaksaan yang sesuai
dengan kerusakan yang muncul serta indikasi penentuan prognosis.
Klasifikasi ditetapkan berdasarkan tingkat kejernihan kornea dan
keparahan iskemik limbus. Selain itu klasifikasi ini juga untuk menilai
patensi dari pembuluh darah limbus (superfisial dan profunda). 5
Klasifikasi yang biasa digunakan untuk menilai gejala klinis dan
prognosis adalah:
1. Klasifikasi Hughes
a. Ringan : Erosi epitel kornea, kornea sedikit kabur, tidak ada
nekrosis iskemik konjungtiva atau sklera.
b. Sedang : Opasitas kornea mengaburkan detail iris, nekrosis
iskemik yang minimal di konjungtiva dan sklera.
c. Berat : Garis pupil kabur, iskmeik nekrosis konjungtiva atau
sklera yang signifikan.
2. Klasifikasi Thoft
a. Derajat 1 : Kerusakan epitel kornea, tidak ada iskemik.
b. Derajat 2 : Kornea kabur, tapi iris masih bisa terlihat, iskemik
kecil dari 1/3 limbus.
c. Derajat 3 : Epitel kornea hilang total, stroma kabur sehingga iris
juga terlihat kabur, iskemik 1/3 hingga 1/2 limbus.
d. Derajat 4 : Kornea opak, iskemik lebih dari 1/2 limbus.
11
Gambar 7.Klasifikasi Derajat Keparahan Trauma Kimia
(a) derajat 1 (b) derajat 2 (c) derajat 3 (d) derajat 412
2.4 Diagnosis
Diagnosis pada trauma mata dapat ditegakkan melalui gejala
klinis, anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang. Namun hal ini
tidaklah mutlak dilakukan dikarenakan trauma kimia pada mata
merupakan kasus gawat darurat sehingga hanya diperlukan anamnesis
singkat.1
A. Anamnesis
Diagnosis trauma kimia pada mata lebih sering didasarkan pada
anamnesis dibandingkan atas dasar tanda dan gejala. Pasien biasanya
mengeluhkan nyeri dengan derajat yang bervariasi, fotofobia,
penurunan penglihatan serta adanya halo di sekitar cahaya.6
Umumnya pasien datang dengan keluhan adanya riwayat terpajan
cairan atau gas kimia pada mata. Keluhan pasien biasanya nyeri setelah
12
terpajan, rasa mengganjal di mata, pandangan kabur, fotofobia, mata
merah dan rasa terbakar.6
Jenis bahan sebaiknya digali, misalnya dengan menunjukkan
botol bahan kimia, hal ini dapat membantu menentukan jenis bahan
kimia yang mengenai mata. Waktu dan durasi dari pajanan, gejala yang
timbul segera setelah pajanan, serta penatalaksanaan yang telah
diberikan di tempat kejadian juga merupakan anamnesis yang dapat
membantu dalam diagnosis.6
B. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang cermat harus ditunda setelah dilakukan
irigasi yang cukup pada mata yang terkena dan pH mata telah netral.
Setelah dilakukan irigasi, dilakukan pemeriksaan dengan seksama
terutama melihat kejernihan dan integritas kornea, iskemia limbus dan
tekanan intraokular. Pemeriksaan dapat dilakukan dengan pemberian
anestesi topikal. 7
Pada pemeriksaan fisik dan oftalmologi dapat dijumpai adalah
defek epitel kornea, dapat ringan berupa keratitis pungtata sampai
kerusakan seluruh epitel. Secara umum dari pemeriksaan fisik dapat
dijumpai : 7,8
Kekeruhan kornea yang dapat bervariasi dari kornea jernih sampai opasifikasi
total sehingga menutupi gambaran bilik mata depan.
Perforasi kornea. Sangat jarang terjadi, biasa pada trauma berat yang
penyembuhannya tidak baik.
Reaksi inflamasi bilik mata depan, dalam bentuk flare dan cells. Temuan ini
biasa terjadi pada trauma basa dan berhubungan dengan penetrasi yang lebih
dalam.
Peningkatan tekanan intraokular.
13
Kerusakan / jaringan parut pada adneksa. Pada kelopak mata hal ini
menyebabkan kesulitan menutup mata sehingga mengekspose permukaan
bola yang telah terkena trauma.
Inflamasi konjungtiva.
Iskemia perilimbus.
Penurunan tajam penglihatan yang terjadi karena kerusakan epitel dan
kekeruhan kornea.
Pada trauma derajat ringan sampai sedang biasanya yang dapat
ditemukan berupa kemosis, edema pada kelopak mata, luka bakar
derajat satu pada kulit sekitar, serta adanya sel dan flare pada bilik
mata depan. Pada kornea dapat ditemukan keratitis pungtata sampai
erosi epitel kornea dengan kekeruhan pada stroma. Sedangkan pada
derajat berat mata tidak merah, melainkan putih karena terjadinya
iskemia pada pembuluh darah konjungtiva. Kemosis lebih jelas, dengan
derajat luka bakar yang lebih berat pada kulit sekitar mata, serta
opasitas pada kornea.8
C. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dalam kasus trauma kimia mata adalah
pemeriksaan pH bola mata secara berkala dengan kertas lakmus. Irigasi
pada mata harus dilakukan sampai tercapai pH normal. Pemeriksaan
bagian anterior mata dengan lup atau slit lamp bertujuan untuk
mengetahui lokasi luka. Pemeriksaan oftalmoskopi direk dan indirek
juga dapat dilakukan. Selain itu dapat pula dilakukan pemeriksaan
tonometri untuk mengetahui tekanan intraokular. 8
Diagnosis banding dari trauma kimia asam adalah trauma kimia
basa. Perbedaannya terdapat pada kerusakan yang ditimbulkan,
kemampuan penetrasi pada organ mata, mekanisme terjadinya
kerusakan pada mata, derajat kerusakan dan prognosisnya. 6,8
14
2.5 Perbandingan Trauma Asam dengan Trauma Basa
Tabel 1. Perbandingan Trauma Asam dan Trauma Basa6,8
No Perbedaan Trauma Kimia Asam Trauma Kimia Basa
Kerusakan yang Kerusakan yang ditimbulkan lebih
Kerusakan yang ditimbulkan lebih berat karena sudah mencapai
1
ditimbulkan terbatas, batas tegas dan bagian yang lebih dalam yaitu
bersifat tidak progresif stroma
Kemampuan
Penetrasi bisa terjadi lebih dalam
penetrasi pada Tidak sekuat trauma basa
2 hingga mencapai stroma
organ mata
2.6 Tatalaksana
Trauma kimia merupakan trauma mata yang membutuhkan
tatalaksana sesegera mungkin. Tujuan utama dari terapi adalah
menekan inflamasi, nyeri, dan risiko inflamasi.
Tatalaksana emergensi yang diberikan yaitu:9,10
15
dan anestetik topikal dapat digunakan sebelum dilakukan irigasi. Tarik
kelopak mata bawah dan eversi kelopak mata atas untuk dapat
mengirigasi forniks.
2. Lima sampai sepuluh menit setelah irigasi dihentikan, ukurlah pH
dengan menggunakan kertas lakmus. Irigasi diteruskan hingga mencapai
pH netral (pH=7.0).
3. Jika pH masih tetap tinggi, konjungtiva forniks diswab dengan
menggunakan moistened cotton-tipped applicator atau glass rod.
Penggunaan desmarres eyelid retractor dapat membantu dalam
pembersihan partikel dari forniks dalam.
16
6. Jika terjadi peningkatan tekanan intraokular > 30 mmHg dapat diberikan
Acetazolamid (4x250 mg atau 2x500 mg ,oral), beta blocker (Timolol 0,5%
atau Levobunolol 0,5%).
7. Dapat diberikan air mata artifisial (jika tidak dilakukan pressure patch).
Tatalaksana untuk trauma kimia derajat berat setelah dilakukan irigasi, meliputi :9,10
1. Rujuk ke rumah sakit untuk dilakukan monitor secara intensif mengenai
tekanan intraokular dan penyembuhan kornea.
2. Debridement jaringan nekrotik yang mengandung bahan asing.
3. Siklopegik (Scopolamin 0,25%; Atropin 1%) diberikan 3-4 kali sehari.
4. Antibiotik topikal (Trimetoprim/polymixin-Polytrim 4 kali sehari; eritromisin
2-4 kali sehari).
5. Steroid topikal (Prednisolon acetate 1%; dexametasone 0,1% 4-9 kali per
hari). Steroid dapat mengurangi inflamasi dan infiltrasi netrofil yang
menghambat reepitelisasi. Hanya boleh digunakan selama 7-10 hari pertama
karena jika lebih lama dapat menghambat sintesis kolagen dan migrasi
fibroblas sehingga proses penyembuhan terhambat, selain itu juga
meningkatkan risiko untuk terjadinya lisis kornea (keratolisis). Dapat diganti
dengan non-steroid anti inflammatory agent.
6. Medikasi antiglaukoma jika terjadi peningkatan tekanan intraokular.
Peningkatan TIO bisa terjadi sebagai komplikasi lanjut akibat blokade
jaringan trabekulum oleh debris inflamasi.
7. Diberikan pressure patch di setelah diberikan tetes atau salep mata.
8. Dapat diberikan air mata artifisial.
2.7 Komplikasi
Komplikasi dari trauma mata juga bergantung pada berat
ringannya trauma, dan jenis trauma yang terjadi. Komplikasi yang
dapat terjadi pada kasus trauma kimia pada mata antara lain: 9,10,11
17
1. Simblefaron adalah adhesi antara konjungtiva palpebra dan konjungtiva bulbi.
Dengan gejala gerak mata terganggu, diplopia, lagoftalmus, sehingga kornea
dan penglihatan terganggu.
2. Kornea keruh, edema, neovaskuler akibat adanya denaturasi protein dan
kerusakan pada struktur kornea akibat zat kimia.
3. Sindroma mata kering.
4. Katarak traumatik, trauma basa pada permukaan mata sering menyebabkan
katarak. Komponen basa yang mengenai mata menyebabkan peningkatan pH
aqueous humour dan menurunkan kadar glukosa dan askorbat. Hal ini dapat
terjadi akut ataupun perlahan-lahan. Trauma kimia asam sukar masuk ke
bagian dalam mata maka jarang terjadi katarak traumatik.
5. Glaukoma sudut tertutup yang terjadi akibat tebentuk sumbatan pada drainase
cairan aqueous humour.
6. Entropion dan ptisis bulbi. Keadaan ini terjadi akibat komplikasi jangka
panjang pada trauma kimia.
2.8 Prognosis
Prognosis trauma kimia pada mata sangat ditentukan oleh bahan penyebab
trauma tersebut. Derajat iskemik pada pembuluh darah limbus dan konjungtiva
merupakan salah satu indikator keparahan trauma dan prognosis penyembuhan.
Iskemik yang paling luas pada pembuluh darah limbus dan konjungtiva memberikan
prognosis yang buruk. Bentuk paling berat pada trauma kimia ditunjukkan dengan
gambaran cooked fish eye dimana prognosisnya adalah yang paling buruk, dapat
terjadi kebutaan. 11
Kebanyakan kasus dapat sembuh sempurna meskipun ada juga yang disertai
komplikasi seperti glaukoma, kerusakan kornea, dry eye syndrome dan beberapa
kasus menimbulkan kebutaaan. 11
18
BAB 3
KESIMPULAN
19
20
DAFTAR PUSTAKA
21