You are on page 1of 6

TUGAS BAHASA INDONESIA

UNSUR-UNSUR YANG TERDAPAT DI NOVEL


“ARAH LANGKAH”

NAMA KELOMPOK:
MARCELLA AL SAKINAH(21)
MUHAMMAD ADIB (24)
PRABASARI TRIBHUANA (29)
PUTRI NUR AINI (31)
RAKA ERSANANDA (33)
Unsur Instrinsik

1. Tema

Tema yang tersirat dalam novel "Arah Langkah" ini adalah "Persahabatan,Cinta.dan Perjalan
hidup".Hal ini dapat dibuktikan dari kalimatnya dimana pengarang berusaha menggambarkan begitu
besarnya kekuatan cinta dan persahabatan didalam kehidupan ini. Penulis juga berusaha mengajak
kita untuk bisa masuk kedalam cerita yang dialami sang penulis. Dan tema yang terkandung juga
adalah tema penjelajahan dimana dikutip dari kalimat:

Pada bulan April 2013, di dasari nestapa, saya bersama dua orang sahabat saya melakukan sebuah
perjalanan menyusuri Indonesia. (Besari, 2018: 1)

2. Latar

a. Latar Tempat

1. Kamar

Kuangkat ransel besar berukuran 75 liter yang tergolek disudut kamar. (Besari, 2018: 3)

2. Terminal

Ditemani panas matahari yang makin beringas aku tiba diparkiran terminal Leuwi Panjang.
(Besari,2018: 6)

3. Pelabuhan Merak

Bulan sabit mengawasi dari atas sana. Warung-warung memadati sisi jalan masuk Pelabuhan
Merak. (Besari, 2018:1)

4. Kota Bandar Lampung

tiba dikeramaian Kota Bandar Lampung. (Besari,2018: 19)

5. Kota Padang dan Pantai Air Manis

Bus aman melenggang melintasi berbagai desa. Bus menepi di pemberhentian terakhir kota
Padang. (Besari,2018: 20)

6. Lawang Park

Setelah beberapa jam berlalu, kami tiba di Lawang Park, tempat melihat keindahan Danau
Maninjau di atas bukit. (Besari: 28)

7. Pulau Somasir

Kapal lalu menepi di pelabuhan tomok, Pulau Somasir. (Besari, 2018: 76)

8. Bandara Sultan Hasanuddin

Pesawat mendarat di bandara Sultan Hasanuddin, Makassar. (Besari,2018: 131)

9. Kota Manado

Selepas itu, kami bertiga melakukan perjalanan darat dari Gorontalo, hingga akhirnya tiba di
Manado, ibu kota Sulawesi Utara. (Besari,2018: 200)
10. Kapal Feri

Dari atas kapal kutahan rasa sedih ku. (Besari,2018:291)

b. Latar Suasana

Latar suasana yang terdapat pada novel “Arah Langkah” yang ditulis oleh Fiersa Besari ini
merupakan suasana yang tegang, menyenangkan, dan haru.

3. Penokohan

a. Bung adalah sebagai sudut pandang pertama pelaku utama dikarenakan memakai kata “aku”.
Bung menggambarkan sosok yang pantang menyerah, mandiri. Adapun terdapat kutipan agar
memastikan gambaran sosok Bung yaitu:

“Lucu betapa patah hati bias menuntun seseorang hal-hal dramatis dalam hidupnya. Jika patah hati
menuntun beberapa orang untuk menyilet tangan, menggantung diri, atau memaki distatus media
sosial, patah hati justru menuntutku untuk berkelana menyusuri Indonesia pekikku bangga”.

b. Prem merupakan menggambar sosok wanita yang hebat dengan hobi hal-hal ekstrem.

c. Baduy Merupakan sosok pria yang mandiri terbukti dia sudah memiliki usaha sendiri yaitu tour
and travel. Hal tersebut dapat dilihat ari kutipan sebagai berikut:

"Jika dibandingkan denganku-dilihat dari tiga pertemuan sebelumnya baduy memang lebih
berpengalaman perihal hidup dialam bebas. Bagaimana tidak? Ia pernah bekerja sebagai pemandu
wisata sebelum akhirnya membuat usaha tour and travelnya sendiri.”

4. Alur

Alur yang digunakan dalam novel ini adalah alur maju dan alur mundur (alur campuran).Alur maju
ketika pengarang menceritakan perjalanan dari satu tempat ketempat lain dan alur mundur ketika
pengarang menceritakan peristiwa yang dialaminya dimasa lalu.

6. Amanat

Amanat dari novel "Arah Langkah"ini adalah wujudkanlah sesuatu yang kita suka selagi bisa,sebelum
nanti menyesal dikemudian hari,lakukanlah walaupun banyak rintanangan telah menanti kita
didepan sana.

Unsur Ekstrinsik
1. Biografi

Biografi Pengarang Fiersa Besari adalah laki-laki kelahiran Bandung tanggal 3 Maret.Bung adalah
sapaan akrab Fiersa.Setelah menyelesaikan studinya di STBA Yapari ABA Bandung,Bung yang sudah
lama jatuh cinta pada dunia musik membuat sebuah studio komersil pada tahun 2009.Bukan hanya
dalam bentuk seni musik saja,Bung juga memberan ikan diri merambah dunia tulisan hal yang
seharusnya dia salami jauh sebelum lulus dari ilmunya sastra. Bung juga aktif di ruangan
imajinasi,sebuah kedai yang merangkap studio rekaman.

2. A) Aspek Budaya
Di dalam novel Arah Langkah terdapat suku Tana Toraja yang mana masyarakatnya masih
memegang teguh kepercayaan dan adat istiadat yang mereka punya. Namun, untuk masyarakat
yang tidak paham dan mengerti maka akan menganggapnya itu adalah proses pemakaman yang
tidak masuk akal. Oleh karena itu, disetiap daerah memiliki ciri khas atau kebudayaan masing-
masing dan harus saling menghormati satu sama lain. Hal ini dapat dilihat dalam kutipan
berikut.
“Esoknya, kami bertiga kembali datang ke daerah Makula. Ada prosesi lanjutan. Tedong-tedong
yang keamrin diadu, hari ini disembelih. Puluhan kepala tedong tergeletak tak bernyawa,
sementara dagimg-dagingnya dibagikan. Keluarga yang ditinggalkan percaya bahwa semakin
banyak kerbau yang disembelih, maka semakin cepat roh yang telah meninggal tiba di Puya
(akhirat dalam kepercayaan Tana Toraja)”. (Arah Langkah, 2018:159-160)
B) Norma Sosial
Perjuangan Fiersa dalam memperbaiki perekonomian keluarganya, dimulai saat ia tumbuh
dewasa. Ia bekerja keras membantu kedua orang tuanya dengan memotret dan memulai
berbisnis untuk studio rekaman. Hal ini tampak pada kutipan berikut:
“Aku menunjukkan padanya dan orang tuaku bahwa aku bisa hidup dari memotret. Setelah
bisnis studio lancar, aku pun mulai menyewa anak buah untuk mengurus proses rekaman”.
(Arah Langkah, 2018:50)
C) Aspek Lingkungan Sosial
Kondisi perekonomian Fiersa dan keluarganya. Bisa dikatakan bahwa Fiersa dan keluarganya
adalah orang yang sederhana. Ia bekerja untuk mencukupi kehidupan keluarganya. Pertama kali
ia mendapatkan uang mulai dari menciptakan lagu Bersama band-nya. Namun, saat ini sudah
bubar. Hal tersebut tampak pada kutipan berikut:
“Ketika akan keluar dari kamar, ransel yang kucangklong menyenggol lemari hingga sebuah
benda terjatuh. Kuambil benda tersebut, album band-ku yang kini sudah bubar. Kuamati
baikbaik art work-nya”. (Arah Langkah, 2018:3)
D) Aspek Ekonomi
Kemiskinan yang dialami masyarakat Desa Bawomataluo. Tetapi, dengan kerja keras para
pemuda Desa Bawomataluo perekonomian sedikit meningkat. Hal itu dilakukan guna untuk
mencukupi kebutuhan hidupnya sendiri dan keluarganya. Tampak dalam kutipan berikut:
“Para pemuda pemandu dadakan terus mengerubungi. Antara ingin uang atau penasaran
denga nasal-usul kami. Mereka bilang, untuk melihat satu kali ritual Lompat Batu, kami harus
membayar 150.000 rupiah”. (Arah Langkah, 2018:52)
E) Mengkaji hubungan antara sastra dengan hasil-hasil pemikiran manusia, ideologi, filsafat,
pengetahuan, dan teknologi.
Novel ini menggunakan bahasa Indonesia, namun seringkali disisipi dengan bahasa Sunda
yang menunjukkan bahwa pengarang/penulis (Bung Fiersa Besari) merupakan orang Jawa Barat
asli. Novel ini juga menyajikan beberapa gambar/foto yang diambil ketika Bung Fiersa Besari
berpetualang keliling Indonesia dan mengenalkan kita dengan berbagai tempat wisata dari
berbagai daerah serta kebudayaannya.
Teknologi dalam novel ini sangat berperan penting terutama sosial media karena faktor
keuangan yang terbatas para tokoh di novel tersebut membuat mereka mau tidak mau harus
super hemat agar tidak kehabisan uang di tengah perjalanan. Apalagi ditambah dengan hilangya
dompet Baduy saat mereka ke Lampung. Bung Fiersa Besari menggunakan kawan media
sosialnya untuk mencari tempat singgah dan Baduy menggunakan kenalannya untuk mencari
tempat singgah. Untungnya banyak orang yang merespon postingan ‘Bung’ di media sosial
sehingga mereka dapat menghemat uang mereka.
F) Mengkaji hubungan antara sastra dengan semangat zaman, atmosfir, atau iklim aktual
tertentu.
Novel ini menceritakan tentang perjalanan Bung dan kedua sehabatnya mengelilingi
Indonesia yang dimulai dari Sumatra. Yang membuat Bung tedorong untuk mengelilingi
Indonesia adalah penyebab ia mengalami patah hati oleh perempuan yang ia kencani
sebelumnnya. Berpetualang tak hanya melihat keindahan alam saja, namun juga kenyataan jika
kadang kita menemukan sisi lain dari kawan kita, bahkan perselisihan pun pasti ada. Ini mah
fakta, sering mengalami juga. Bebrapa dialong Bung dengan orang yang ditemuinya juga benyak
memberikan pelajaran. Salah satunya dengan sosok Ikar yang terlibat banyak perbincangan
dengan Bung. Mereka pada akhirnya menginspirasi satu sama lain.
Majas
1. Majas Personifikasi:
Halaman 10. Kutipan: “Nama itu kembali muncul, menyayat hatiku sewaktu-waktu;
menandaskan segala keperkasaanku”
Halaman 13. Kutipan: “Aku merasakan kalimat kecil yang mengawali perjumpaan kami
menari dikepalaku”
Halaman 14. Kutipan: “Bulan sabit mengawasi dari atas sana”
Halaman 14. Kutipan: “Angin berembus kencang, memorak-porandakan rambutku”
Halaman 26. Kutipan: “Sambil minum susu, matanya menyapu pegawai kantoran yang baru
pulang kerja...”
Halaman 27. Kutipan: “Sesekali bus tua yang kami naiki batuk asap hitam...”
Halaman 28. Kutipan: “Langit biru seakan sedang bercermin di atas permukaan danau...”
Halaman 32. Kutipan: “Degup jantungku berlarian”
Halaman 33. Kutipan: “Matahari pagi berusaha mendaki dari balik rentetan tebing yang
mengitari Kota Sibolga”
Halaman 33. Kutipan: “Sinarnya menusuk-nusuk mataku”
Halaman 36. Kutipan: “Artikel tersebut seakan mengetuk kepalaku dengan kesadaran...”
Halaman 40. Kutipan: “Angin sepoi meraba-raba wajahku yang masih lengket karena
keringat”
Halaman 40. Kutipan: “Desir ombak bernyanyi merdu diteligaku, membisikkan pilu” 90
Halaman 76. Kutipan: “Aku lebih menikmati desir angin menerpa wajahku sambil
mendengar lagu-lagu pemberian Kiky Ersya...”
Halaman 80. Kutipan: “Setelah berjalan sekitar beberapa ratus meter ditemani mentari yang
mulai merangkak turun dari langit, kami tiba di tempat yang dimaksudnya”
Halaman 81. Kutipan: “Beberapa kali langit memuntahkan gemuruh sebelum berujung
diturunkannya rintik hujan yang membasahi bumi”
Halaman 81. Kutipan “Aku membuka mataku yang dipukuli cahaya”
Halaman 92. Kutipan: “Bintang-bintang itu harus masuk ke dalam kameraku”
Halaman 111. Kutipan: “Kala sang surya 91 mengucapkan salam pagi ini di bus...”
Halaman 122. Kutipan: “Kabut perlahan memudar tersapu mentari pagi”
Halaman 143. Kutipan: “Perut kami sudah berdemo ingin diberi makan”
Halaman 172. Kutipan: “Fajar kian melahap gelap”
Halaman 175. Kutipan: “Iringan pohon kelapa tegak berdiri di belakang kamar-kamar”
Halaman 181. Kutipan: “Beberapa kali daun yang lebat menyapu wajah kami”
Halaman 189. Kutipan: “Kubiarkan cahaya mentari sore yang menguning memeluk sudut-
sudut ruangan”
Halaman 215. Kutipan: “Pepohonan kelapa melambai manis, menemani laut biru muda yang
ombaknya membelai kaki dermaga”
Halaman 219. Kutipan: “Sebenarnya perutku sudah menyanyikan lagu keroncong sejak
tadi...”
Halaman 223. Kutipan: “Tepat jam delapan malam kapal Meliku Nusa melaju membelah
lautan”
Halaman 272. Kutipan: “Air laut yang jernih, sesekali bermesraan dengan pasir putih”
Halaman 282. Kutipan: “Beberapa jam kemudian, kami tiba di antara kepungan alang-alang
kuning yang terus saja membisikkan suara angin”
Halaman 223. Kutipan: “Baduy dan Prem menalikan (hommock) mereka masing-masing di
sudut-sudut kapal, nyaman, dilambai-lambai angin laut”
2. Majas Metafora
Halaman 8. Kutipan: “Sebutan „Prem‟ yang merupakan kependekan dari „preman‟
disematkan oleh teman-teman kuliahnya yang menganggap prem sangatlah tomboi
sehingga nama „Annisa‟ kurang pantas ia sandang”
Halaman 13. Kutipan: “Obrolan kami yang mengalir begitu saja membuat rinai hujan sore ini
tidak terasa menyebalkan”
Halaman 13. Kutipan: “Aku tidak tahu siapa dirinya, tapi ia berhasil mencuri hatiku‟
Halaman 19. Kutipan: “Satu jam kemudian, mereka kembali dengan tangan kosong” Data V
Halaman 28. Kutipan: “Sebuah gitar digilir dari satu pelukan ke pelukan lain...”
Halaman 30. Kutipan: “Kuusir lamunanku yang terlalu mengawang”
Halaman 32. Kutipan: “Aku mau bilang sesuatu, ucapku sedikit keras, bertanding dengan
pengeras suara”
Halaman 35. Kutipan: “Dan bintanglah yang disuguhkan oleh langit sumatra malam ini...”
Halaman 56. Kutipan: “Bang, ikut yuk, Ilwan menyapa dari luar rumah Bang Paiman
memecahkan obrolanku dengan tuan rumah”
Halaman 60. Kutipan: “Ketika aku menenggelamkan tubuhku ke dalam selimut, aku teringat
akan kata-kata tentang nias yang sempat menakutiku”
Halaman 69. Kutipan: “Ketika tinta pengkhianatan tumpah di atas aksara kisah...”
Halaman 135. Kutipan: “Dari seluruh peserta, ada yang paling bersinar. ia adalah seorang
perempuan bernama Julia”
Halaman 139: “Setelah digoyang oleh ombak selama beberapa jam di kapal feri, kami tiba di
Pulau Selayar pada jam lima sore”
Halaman 141. Kutipan: “Dari kejauhan, aku bisa mengenali kepala botaknya yang berkilauan
tersiram cahaya matahari pagi”
Halaman 164. Kutipan: “Berbukitan tampak berbaris dibelakang bangunan, sementara di
depanku tersaji berbagai rupa pemandangan...”
Halaman 167. Kutipan: “Sementara, hatiku yang liar ini, masih belum mau mencari tempat
untuk pulang”
Halaman 179. Kutipan: “Mega tetap bertahta di angkasa kelabu”
Halaman 238. Kutipan: “Aku mengangguk jeri, membayangkan derita yang harus dipikul
keluarga yang ditinggalkan”
Halaman 238. Kutipan: “Aku tak bisa menyelami pemikiran seorang tentara”
Halaman 242. KUtipan: “Angkasa membiru, sebiru samudra yang terhampar di hadapan
kami”
Halaman 243. Kutipan: “Beberapa sudut Miangas diberikan telanjang, menjadikan ombak
mampu bercumbu dengan pasir putih”
Halaman 265. Kutipan: “Ia berinisiatif untuk mencairkan suasana dengan membawa kami ke
Siladen”
Halaman 289. Kutipan: “Mendengar suara mereka sungguh meremas dada”

You might also like