You are on page 1of 23

KONSEP EPISTEMOLOGI

MAKALAH
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
FILSAFAT ILMU

Dosen Pembimbing:
Dr. Muhammad Yusron Maulana El-Yunusi, M.Pd.

Oleh:
AMRULLOH
DIA RAHMAWATI
M. MUSTOFA MUBASYIR

PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUNAN GIRI SURABAYA
2022
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh


Segala puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa,
yang telah memberikan kami rahmat, nikmat sehat wal’afiat, sehingga kami bisa
menyelesaikan tugas makalah yang diberikan oleh Bapak Dosen. Tanpa
pertolongan-Nya tentu kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah
ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga tetap terlimpah curahkan kepada
baginda tercinta yakni Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-nantikan
syafaatnya di akhirat.

Penulis mengucapkan syukur alhamdulillah kepada Allah SWT atas


limpahan rahmat dan nikmat-Nya, baik itu berupa sehat fisik maupun akal
pikiran, sehingga penulis mampu menyelesaikan pembuatan makalah yang
berjudul “Filsafat Ilmu”.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Muhammad


Yusron Maulana El-Yunusi, M.Pd. selaku Dosenpembimbing mata kuliah
Filsafat Ilmu.

Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu,
saran dan kritik yang membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Dengan makalah ini kami mempersembahkan dengan penuh rasa terima


kasih dan semoga Allah SWT memberkahi makalah ini sehingga memberikan
manfaat kepada kita semua. Aamiiin Ya Rabbal ‘alamin

Penulis,
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .....................................................................................i


KATA PENGANTAR................................................................................... ii
DAFTAR ISI................................................................................................. iii
BAB I:Pendahuluan...................................................................................... 1
A. Latar Belakang............................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah........................................................................................ 4
C. Tujuan.......................................................................................................... 4
D. Manfaat........................................................................................................ 4

BAB II: Pembahasan.................................................................................... 5


A. Pengertian Epistemologi .................................................................... 5
B. Sumber- sumber Epistemologi............................................................ 6
C. Beberapa Pandangan Epistemologi .................................................... 7
D. Epistemologi menurut Perspektif Islam ................................................ 11

BAB III: Penutup......................................................................................... 12

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Epistemology merupaka bagian yang tak terpisahkan dari filsafat.
Filsafat merupakan sumber ilmu dari teori pengetahuan atau yang disebut
epistemology. Bila teori pengetahuan dihubungkan dengan pendidikan islam,
maka yang akan menjadi pokok pembahasan adalah pendidikan agama islam.
Dan jika pengetahuan dihubungkan dengan sains maka yang akan dibahas
adalah sains ilmu pengetahuan alam.
Pembahasan ilmu dalam konteks islam berdasarkan dan tercipta dari
suatu kebenaran yang pasti atau nyata. Hal ini bisa dihubungkan dengan teori
dan asal usul ilmu yang disebut sebagai Nazariyatul Ma’rifah yaitu
epistemology atau ilmu pengetahuan. Epistemology islam berdasarkan
sumber naqliyah atau wahyu tanpa mengabaikan aspek aqliyyah atau nalar
yang berdasarkan pemikiran yang kritis dan membangun.
Dalam pengamatan ilmu, islam merupakan suatu yang terintegrasi
antara akidah, syariah dan akhlak yang akan membentuk suatu ilmu yang
bersifat saintifik dan kemanusian seperti lim sains, teknologi, ekonomi dan
lain-lain.1
Dengan adanya perkembangan informasi yang semakin pesat maka
tidak membuat manusia berhenti mencari suatu kenyataan yang sebenarnya.
Hal ini semakin mendorong manusia untuk terus mencari dan mencari suatu
kebenaran yang bergantung pada suatu hipotesis yang ada untuk menguji
kebenaran yang baru dan untuk mengagalkan hipotesis yang lama. Dengan
tujuan agar mendapatkan jawaban secara logis dari masalah yang dihadapi.
Usaha dalam hal menelusuri suatu kebenaran yang logis dan
epistemology ( penelitian informasi ) harus dilakukan secara konsisten.
Perkembangan teknologi terus berkembang dan hal-hal baru ditemukan.

1
Abdi syahrial harahap, epistemology:teori,konsep dan sumber-sumber ilmu dalam tradisi islam
(2020), 1
Kerjasama antara manusia dengan manusia dan juga Negara dengan Negara
juga ikut berubah. Sains dan Inovasi berkembang sangat cepat sehingga hal
yang lama ditinggalkan, akan tetapi hal yang baru tidak dirasakan.
Untuk kondisi yang seperti ini, perkembangan Epistemologi tidak
bias diabaikan. Ada dua cara untuk mengawali pengamatan yaitu mengamati
latar belakang sejarah kemajuan Sains dari tokoh-tokoh sains. Dan yang
kedua mendapatkan dari pengalaman diri sendiri.
Epistemology secara konsisten akan menjadikan materi yang menarik
untuk di amati, karena disinilah akan terbentuk suatu informasi dan hipotesis
informasi yang didapat dari masyarakat untuk menjadikan bahan atau materi.
Ide-ide yang berkembang sangat pesat, akan di dapat penyusunan suatu
informasi. Dan juga dari Epistemologi, akan didapat pengamatan dari suatu
permasalahan yang ada seperti teori realisme, logiga, positivisme,
eksistensialisme dan lain-lain.
Epistemology hanya dapat diartikan sebagai bagian dari penalaran
yang mengkaji informasi dan sekarang disebut sebagai “hipotesis informasi”.
(Hebat, Loren 2022). Selain itu juga dapat diartikan ilmu yang berbicara
tentang Validitas, perolehan, konstruksi, strategi dan legitimasi ilmu (Azrra,
1999).2
Pada kesempatan kali ini kami akan membahas tentang konsep
epistemology, dimana melalui konsep epistemology biasanya dikaitkan
dengan masalah filsafat dimana ia menjadi aspek penting dalam pembahasan
ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, konsep epistemology menurut perspektif
islam memainkan peranan pentig dalam masyarakat. Yang mana
epistemology merupakan pandangan hidup (wordview) yang mencakup
kehidupan dunia dan akhirat.

2
Parida, Ahmad Syukri, Badarussyamsi, Ahmad Fadli Rizky, Kontruksi Epistemologi Ilmu
Pengetahuan (Jambi, UIN Jambi Indonesia, 2021) , 2
B. Rumusan Masalah
Oleh karena itu, dalam tulisan ini sangat penting kiranya untuk diulas
secara mendalam tentang
1. Bagaimana pengertian Epistemologi
2. Bagaimana sumber-sumber epistemologi
3. Beberapa pandangan epistemologi
4. Bagaimana epistemology menurut perspektif islam
 
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui Pengertian Epistemologi
2. Untuk mengetahui sumber-sumber epistemology
3. Untuk mengetahui beberapa pandangan epistemologi
4. Untuk mengatahui epistemology menurut perspektif islam

D. Manfaat
Manfaat yang Insyaallah di dapat dari makalah ini adalah :
1. Mahasiswa dapat menambah pengetahuan tentang Epistemologi
2. Mahasiswa dapat mengetahui sumber-sumber epistemology
3. Mahasiswa dapat mengetahui beberapa pandangan epistemology dan
epistemology menurut perspektif islam
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Konsep Epistemologi


Epistemologi atau teori ilmu pengetahuan merupakan kajian yang
bermanfaat karena membahas aspek kehidupan manusia yang sangat
fundamental. Ia tidak hanya perlu mengetahui dunia yang mengitarinya,
tetapi juga perlu mengetahui dirinya secara lebih baik, terutama
memahami karakter dan ketahanan kekuatan daya pikir.
Epistemologi berasal dari bahasa Inggris “Epistemoligy” yang
merupakan gabungan dari dua kata episteme berarti pengetahuan,
sedangkan logos berarti teori, uraian atau ulasan. Karena berhubungan
dengan pengertian filsafat pengetahuan, lebih tepat logos ditrjemahkan
dalam arti teori. Jadi, epistemology dapat diartikan sebagai teori
pengetahuan, dalam bahasa inggris dikenal dengan istilah theory of
knowledge. 3
Epistemologi juga dikaitkan dengn konsep ilmu yaitu suatu
pengetahuan yang membawa pemahaman kebenaran. Oleh karena itu
pembahasan epistemoligi merupakan salah satu cabang filsafat yang
mempelajari tentang asal usul, struktur, metode, dan keabsahan ilmu. 4
Dalam bahasa Arab, perkataan “Epistemology” diterjemahkan
sebagai Nazariyyah Al Ma’rifah. Imam Abd Al-Fattahdi dalam bukunya
yang berjudul Madkhal ila al fasafah menerangkan bahwa istilah
Nazariyyah Al Ma’rifah mempunyai dua pengertian yaitu :5
1. Pengertian yang luas meliputi seluruh pembahasan filsafat yang
penting serta mempunyai hubungan dengan ilmu pengetahuan seperti
ilmu-ilmu psikologi, biologi, sosiologi, sejarah dan sebagainya.

3
Lihat Miska Muhammad Amin, Epistemologi Islam : Filsafat Pengetahuan Islam (Jakarta: UI-
Press, 1993), 1
4
Runes, Dagobert D. Dictionary of philoshophy (1982), 94
5
mam, Abd al-Fattah Imam (t.t),Madkhal ila al-Falsafah,Kaherah: Dar al-Falsafah, h. 146
2. Pengertian yang sempit yaitu ilmu yang membahas tentang hakikat
ilmu pengetahuan, definisinya, dasarnya, sumbernya, syaratnya, dan
bidangnya.
Sementara itu, Jamil Saliba dalam al-Mu`jam al-Falsafi
mendefinisikan ‘nazariyyah al-ma`rifah’ sebagai pembahasan mengenai
hakikat ilmu, sumber asalnya, ketinggian nilainya, cara mendapatkannya
serta skopnya.6Selain daripada itu, Wan Mohd Nor Wan Daud
mendefiniskan istilah ‘epistemologi’ sebagai “filsafat yang membicarakan
hakikat, makna, kandungan, sumber dan proses suatu ilmu”.7
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa
epistemologi adalah suatu disiplin ilmu yang membahas dan menyelidiki
tentang asal-usul, sumber, kaedah, proses dan batasan suatu ilmu ataupun
pengetahuan yang menuju kepada hakikat kebenaran.
Epistemologi sering dikaitkan dengan logika, yaitu ilmu tentang
pikiran. Logika yang dimaksud di sini adalah logika luas dan logika
sempit. Logika luas atau mayor mempelajari tentang pengetahuan,
kebenaran dan kepastian yang sama dengan lingkup epitemologi.
Sedangkan logika sempit atau minor mempelajari struktur berpikir dan
dalil-dalilnya seperti silogisme.
Jika ditinjau dari segi historis, gerakan epistemologi di Yunani
dipimpin oleh kelompok shopis, yaitu orang yang secara sadar
mempermasalahkan segala sesuatu. Kelompok shopis juga yang paling
bertanggung jawab atas keraguan tersebut. Oleh karena itu, epitemologi
juga dikaitkan bahkan disamakan dengan suatu disiplin yang disebut
critica, yaitu pengetahuan sistematik mengenai kriteria dan pegangan
untuk menentukan pengetahuan yang benar dan tidak benar.8
Istilah Critica berasal dari Yuanani, crimoni, yang artinya
mengadili, memutuskan dan menentapkan. Mengadili pengetahuan yang
6
Saliba, Jamil, al-Mu`jam al-Falsafibi al-Alfaz al-`Arabiyyah wa al-Faransiyyah wa alInjiliziyyah wa
al-Latiniyyah,Beirut : Dar al-Kitab al-Lubnani, (1979), h. 241
7
Kata pengantar Wan Mohd Nor Wan Daud dalam Syed Muhamad Dawilah al-Edrus (1993),
op.cit.,h. xii.
8
Ibid, 81
dianggap benar dan yang tidak benar. Istilah critica tampaknya agak dekat
dengan kata episteme sebagai suatu tindakan kognitif intelektual untuk
mendudukkan sesuatu pada tempatnya. Jika diperhatikan batasan-batasan
di atas, Nampak jelas bahwa hal-hal yang hendak diselesaikan
epitemologi ialah tentang terjadinya pengetahuan, sumber pengetahuan,
asal mula pengetahuan, karakteristik pengetahuan, dan keabsahan
pengetahuan.9
Dalam mengkaji epistemologi ini banyak perdebatan yang terjadi
ketika menganalisis sifat pengetahuan dan bagaimana ia berhubungan
dengan istilahistilah yang berkaitan dengannya, seperti kebenaran,
kepercayaan dan penilaian. Selain itu, ada juga yang mengkaji sarana
produksi pengetahuan,
Pemahaman para ahli tentang epistemologi sangat beragam, baik
dari segi sudut pandang maupun cara mengungkapkannya. Kadang
redaksi penyampaian yang berbeda juga dapat mempengaruhi substansi
yang berbeda pula. Menurut Nurani Soyomukti (L.1979) epistemologi
adalah cabang filsafat yang memberikan fokus perhatian pada sifat dan
ruang lingkup ilmu pengetahuan, yang terdiri dari pertanyaan apakah
pengetahuan itu?termasuk juga skeptisisme tentang klaim-klaim
pengetahuan yang berbeda.
Pemahaman para ahli tentang epistemologi sangat beragam, baik
dari segi sudut pandang maupun cara mengungkapkannya. Kadang
redaksi penyampaian yang berbeda juga dapat mempengaruhi substansi
yang berbeda pula. Menurut Nurani Soyomukti (L.1979) epistemologi
adalah cabang filsafat yang memberikan fokus perhatian pada sifat dan
ruang lingkup ilmu pengetahuan, yang terdiri dari pertanyaan apakah
pengetahuan itu? bagaimanakah pengetahuan itu diperoleh? dan
bagaimana kita mengetahui apa yang kita ketahui?10
B. Sumber-Sumber Epistemologi

9
Ibid 82
10
Nurani Soyomukti, Pengantar Filsafat Umum (Yogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2011), 151.
Sumber epistemologi Islam terdiri dari empat saluran yang utama
yaitu pancaindera (al-hawas al-khamsah), akal fikiran yang sehat (al-`aql
al-salim), berita yang benar (al khabar al-sadiq) dan intuisi (ilham). 11
1. Pancaindra (al-hawas al-khamsah)
Pancaindera sebagai salah satu chanel utama yang menyiapkan
atau memberikan ilmu pengetahuan kepada manusia, merupakan
saluran yang bersifat realitas dan empiris. Saluran pancaindera ini
merupakan indrawi luaran yang memberikan pengetahuaan tentang
alam sekitar manusia. Sumber-sumber ini merupakan data yang
bersifat empiris yang diperoleh daripada lima chanel utama yang
melibatkan organ-organ manusia dan haiwan seperti melihat (mata),
mendengar (telinga), merasa (lidah), menyentuh (kulit) dan mencium
(hidung).
Data yang diperolehi melalui pancaindera ini juga terdiri
daripada data al-mahsusat alzahirah di mana data yang bersifat sains
ini dapat mencapai kepada pengetahuan yang berderajat `ilmu al-
yaqin. Al-mahsusat al-zahirah adalah salah satu pengetahuan manusia
yang dicapai melalui pancaindera manusia khususnya melalui
penglihatan (organ mata). Data-data ini bersifat menyensor yaitu data
yang diperolehi manusia melalui alat inderawi luaran yang dimiliki
oleh manusia. Oleh itu, data-data inilah yang membekalkan sesuatu
pengetahuan yang benar tentang alam sekitar kita.12
2. Akal fikiran yang sehat (al-`aql al-salim)
Berkaitan dengan kedudukan akal sebagai sumber
epistemologi, Islam mengakui kedudukan akal berdasarkan kepada
batasan yang mampu dicapai olehnya. Data-data yang diperolehi
melalui saluran atau fakulti akal adalah bersifat rasio dan apriori di
mana akal akan menafsirkan sesuatu maklumat berdasarkan kepada

11
Syed Muhammad Naquib al-Attas (2001), Prolegomena To The Metaphysics of Islam: An
xposition of The Fundamental Elements of The Worldview of Islam, Kuala Lumpur: ISTAC, h.
118.
12
Al-Ghazali (1964), op.cit. h. 15-16.
kerangka logikanya. Umpamanya akal memberikan pengetahuan atau
maklumat bahwa sepuluh lebih banyak daripada satu ataupun contoh
lain yaitu seseorang itu tidak mungkin berada dalam dua tempat yang
berbeda dalam waktu yang bersamaan. Saluran pengetahuan ini
adalah bersifat aksioma di mana maklumat ilmu itu terbukti dengan
sendirinya melalui proses apiori.13
Penggunaan akal dengan baik amat difokuskan oleh Islam
karena diantara satu syarat seseorang itu dibebankan atau mukallaf
dengan hukum syariatadalah mempunyai akal yang sempurna.
Berkaitan hal ini, Prof al-Attas menambah perkataan ‘sehat’ bagi
perkataan akal sebagai sumber saluran ilmu disebabkan akal yang
mudah dipengaruhi oleh imaginasi dan ramalan yang terkadang dapat
menghasilkan keputusan yang salah dan keliru walaupun berdasarkan
kepada pengetahuan yang betul. Sementara itu, Ibnu Rushdi
menyatakan bahwa penggunaan akal dalam menghasilkan sumber
ilmu adalah berdasarkan tiga kerja dasaryaitu mengabstrak,
menggabung dan menilai. Ketiga-tiga dasar ini merupakan tindakan
akal dalam menyerap sesuatu gagasan maupun konsep yang bersifat
universal dan hakiki.14
Di samping itu juga, penggunaan akal sebagai sumber ilmu
amat dititik beratkan dalam syariat Islam untuk menentukan persoalan
hukum berlandaskan kepada sumber wahyu. Dalam hal ini, para ahli
fikih Islam telah meletakkan peranan ijtihad dalam menggunakan
fungsi akal dalam menentukan sumber hukum tambahan yang tidak
tertulis secara jelas di dalam al-Qur’an dan al-Sunnah contohnya
qiyas, ijma`, istihsan, maslahah, siyasah syar`iyyah, masalih mursalah
dan sebagainya.15
13
Al-Ghazali (1964), op.cit., h. 15.
14
Dikutip dari Esa bin Khalid (2004), “Kajian Perbandingan Antara Pemikiran al-Ghazali dan
Ibn Rushd Dalam Falsafah Sains”, Tesis Ph.D, Jabatan Akidah dan Pemikiran Islam, Akademi
Pengajian Islam,
15
Haytu, Muhammad Hassan (1988), al-Ijtihad wa Tabaqat Mujtahidi al-Shafi`iyyah. Beirut:
Muassasah al-Risalah, h. 18. Lihat juga, Rahimin Afandi Abdul Rahim (2002), “Epistemologi
Hukum Islam: Satu Pengenalan”, Jurnal Usuluddin, bil. 15, Julai 2002, h. 60.
3. Berita yang benar (al khabar al-sadiq)
Al-Khabar al-Sadiq atau sumber berita yang benar merupakan
sumber utama dalam saluran ilmu berdasarkan perspektif Islam.
Sumber utama ini terdiri daripada dua jenis yaitu sumber yang
berlandaskan wahyu (al-Qur’an) dan sumber-sumber mutawatir.16
Al-Qur’an sebagai sumber utama ilmu tidak dapat diragukan
lagi karena merupakan kebenaran mutlak yang menghantar kepada
keyakinan. Dalam Surah al-`Alaq jelas menunjukkan bahwa sumber
segala ilmu adalah dari Allah kerana Allah lah yang mengajarkan
kepada manusia apa yang tidak diketahui oleh manusia.17Para
malaikat juga mengakui bahwa mereka tidak mempunyai suatu ilmu
melainkan apa yang diberikan oleh Allah S.W.T.
Selanjutnya al-Qur’an mengisyaratkan bahwa terdapat
sumber-sumber ilmu yang lain jika diiringi dengan kajian dan
orientasi yang betul akan membawa kepada kebenaran wahyu Ilahi.
Ini disebabkan pada akhir suatu kajian itu akan membawa kepada
sumber yang sama juga yaitu Allah S.W.T.59 Oleh itu al-Qur’an
sendiri merupakan sumber utama berbagai bentuk ilmu seperti ilmu
sejarah, metafisik, sosiologi, sains dan sebagainya.
Sumber-sumber mutawatir pula merujuk kepada semua data
ataupun pengetahuan yang diambil dari banyak sumber lain secara
bersambungan sehingga sampai kepada satu jumlah bilangan rowi
tertentu yang menyebabkan tidak dapat diragui lagi tentang kebenaran
data tersebut. Hadith mutawatir adalah contoh untuk berita yang benar
di mana dalam periwayatan Hadith mutawatir penekanan terhadap
sumber yang banyak dan data yang berterusan menyebabkan tidak
mungkin terdapat keraguan dan kepalsuan. Oleh sebab itu, data yang
berdasarkan kepada jenis ini merupakan data yang tidak mungkin
dipermasalahkan kesahihannya.18Disamping itu juga, sumber-sumber
16
Al-Attas (2001), op.cit. h. 121
17
Surah al-`Alaq 96:5, “Ia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya”
18
Muhammad Zainiy Uthman (1998), op.cit., h. 415.
bersifat mutawatir ini didasarkan kepada rowi yang mempunyai
keluhuran dan ketinggian akhlak yang tidak mungkin sama sekali
melakukan kebohongan atau pemalsuan terhadap berita atau
pengetahuan yang disampaikan.19
4. Intuisi (ilham).
Intuisi atau ilham merupakan sumber ilmu bersifat dalaman
yang berkaitan dengan hati, jiwa dan batin seseorang dalam
memberikan sesuatu pengetahuan. Ilham yang benar adalah datang
dari Allah. Ia dilemparkan ke dalam jiwa hambanya yang bersih
melalui jalan kasyaf. Melalui jalan ini, pintu hati akan terbuka dan
segala pengetahuan akan didapatkan tanpa ada halangan.
Imam Al-Ghazali menyatakan bahwa dasar untuk menerima
ilham adalah mempelajari semua dasar-dasar ilmu di alam ini.
Manakala beramal dan beribadat boleh memudahkan jiwa menerima
ilham yang benar dan aktivitas berfikir pula akan menyebabkan
datangnya ilham itu. Prof.Syed Al-Attas juga turut menyatakan bahwa
intuisi merupakan salah satu media yang sah dan penting dalam
menghasilkan pengetahuan yang berbentuk kreatif. Aktivitas seperti
membaca, berfikir, melakukan percobaan dan berdoa merupakan salah
satu daripada usaha dalam menghasilkan ilmu melalui saluran ilham.20
Berdasarkan asas ini, maka dapat disimpulkan bahwa ilham
merupakan salah satu sumber untuk mendapatkan ilmu pengetahuan
dan kebenaran yang telah diterima oleh mayoritas umat Islam. Namun
begitu, Ilham tidak dapat mengalahkan sumber wahyu dalam
mencapai tahap kesahihan dan kebenaran.
C. Beberapa pandangan Epistemologi
Dalam ranah pemikiran muslim tidak kurang dari tiga macam
hipotesis informasi yang biasa dijadikan acuan, antara lain: Pertama,
informasi berkala yang sifatnya Al-Farabi, Ibnu Sina, Ibnu Bajjah, Ibnu

19
Ibid
20
Wan Mohd Nor Wan Daud (2005), op.cit., h. 235- 236.
Tufail, Ibnu Rusyd, dan lain-lain. Kedua, informasi taktil atau tepat,
informasi ini hanya terbatas pada karakterisasi sumber informasi dan tidak
ada pemikir yang mengembangkan hipotesis ini dan yang ketiga adalah
informasi yang diperoleh melalui motivasi atau dorongan. Mungkin, dari tiga
spekulasi informasi ini, akan menjadikan informasi yang masuk akal
mengalahkan kebiasaan filosofis Islam.
Sementara itu, informasi yang nyata/tepat muncul di suatu tempat,
meskipun faktanya Al-Qur.'an mendorong pemanfaatan fakultas sebagai
sumber informasi. Sebagaimana dikemukakan oleh Harun Nasution, akal
dalam pengertian Islam bukanlah lahotakakan tetapi daya nalar yang
terkandung di dalam ruh adalah daya manusia. Kemudian, pada saat itu akal
digabungkan dengan pengungkapan yang membawa informasi dari luar
individu (Amin, 1999: 244), (Ahmad, 1992).
Jadi, informasi adalah keadaan psikologis (mental state).
Merealisasikan sesuatu berarti membingkai penilaian terhadap
sesuatu/menciptakan citra dalam jiwa realitas yang menggelikan. Selain itu,
spekulasi Al-Farabi dalam epistemologinya diisolasi menjadi 3 tingkatan,
yaitu penjelasan kemungkinan, akal yang hakiki, dan akal mustafad. Jiwa
terakhir dianggap layak untuk menangkap akal fa'al, yang dapat
mengidentifikasi dengan Tuhan, yang hanya dimiliki oleh Nabi dan
rasionalis (Ahmad, 1992).
Sudut pandang Ibnu Sina, terkenal dengan pelajarannya yang
berputar di sekitar "penciptaan" dan "penjelasan dinamis". Tuhan adalah
informasi murni tunggal dan kebaikan sejati dan realitas-Nya adalah
kebutuhan mutlak. Sedangkan, Ibnu Bajjah sebagai seorang realis,
menempatkan kenakalan pada tempat yang tinggi. Yang paling penting dan
paling asli seperti yang ditunjukkan oleh Ibn Bajjah adalah apa yang
dibebaskan dari komponen material.
Sementara sumber informasi adalah penjelasan yang dinamis, maka
pada saat itulah rasa mustafad baru menjadi manusia. Strategi untuk
memperoleh informasi adalah dengan menjadi seorang introver
(mutawahhid), lebih tepatnya uzlah nafsiah, mengisolasi diri dari masyarakat
yang mendalam. Tuhan adalah sumber informasi utama (Salam, 2003).
Informasi tentang jiwa manusia menurut Ibnu Bajjah dibagi menjadi
3 tingkatan karena perbedaan wawasan dan pikiran kreatif manusia, antara
lain: Pertama, para nabi yang merupakan tingkatan yang paling tinggi
mengingat kenyataan bahwa dengan keindahan Tuhan tanpa menjadi siap
mereka dapat memperoleh informasi ini. Kedua, sahabat dan individu yang
shaleh, mereka memperoleh beberapa informasi tentang yang tidak mencolok
melalui mimpi. Ketiga, individu yang memiliki karunia Tuhan, dengan
pemikirannya sedikit demi sedikit dapat memperoleh informasi tentang
Tuhan, utusan surga, nabi, kitab-kitab yang diberkahi, dan hari akhir (M.
Syarif, 1991).
Ibn Thufail dalam kisahnya Hayy Ibnu Yaqzan, secara filosofis telah
memaparkan dengan hebat tentang teori Ibn Thufail mengenai pengetahuan
yang berupaya menyelaraskan Aristoteles dengan Neo Platonis disatu pihak
dan Al-Ghozali di lain pihak. Menurut Ibn Thufail, agama pada dasarnya
sesuai dengan alam pikiran (filsafat). Ibn Thufail membagi perkembangan
alam pikiran manusia menuju hakikat kebenaran menjadi enam bagian,
antara lain sebagai berikut.
a. Melalui informasi Hayy Ibn Yaqzan, khususnya dengan kekuatan
jiwanya sendiri, ia berfokus pada kemajuan gagasan tentang hewan
bahwa setiap kesempatan harus memiliki alasan.
b. Dari sudut pandang Hayy Ibn Yaqzan sehubungan dengan perjalanan
adat benda-benda besar di langit.
c. Merenungkan puncak kebahagiaan seseorang adalah melihat Wujud
Wajib dari Yang Maha Esa.
d. Dengan membayangkan bahwa manusia adalah makhluk yang penting
bagi hewan namun dijadikan Tuhan untuk keuntungan yang lebih tinggi
dan utama dari makhluk.
e. Dengan memikirkan bagian manusia dan keselamatan dari pemusnahan,
hanya ada propagasi pengamatnya kepada Tuhan. Menjadi Wajib
Mengakui bahwa manusia dan alam semesta dari hewan-hewan ini fana
dan semua kunjungan kembali kepada Tuhan.21

D. Epistemologi menurut Perspektif Islam


a) Konsep Ilmu
Perkataan ‘Ilmu’ dari segi bahasa berasal dari kata dasar `ilm/
‫علم‬di mana kata jamaknya `ulum/‫‘ علوم‬bermaksud ilmu-ilmu. Dalam
kamus al-Munjid mendefinisikan ilmu sebagai “memperolehi
pengetahuan tentang sesuatu perkara dengan sebenar-benarnya atau
mengetahui sesuatu perkara berdasarkan keyakinan dan
pengetahuan.22
Ibnu Manzur dalam kitabnya Lisan al-`Arab memberikan
empat penjelasan terhadap akar kata al-`ilmu. Pertama, `ilmu adalah
merujuk kepada sifat-sifat Allah S.W.T. Yang Maha Mengetahui.
Kedua, al-`ilmu lawan kataal-jahlu (tidak tahu atau dungu). Ketiga,
`ilmu atau mengetahui sesuatu bermaksud mengenalinya atau `arafa.
Keempatnya `ilmu dengan pengertian al-`alam berdasarkan akar kata
yang sama tetapi memberimaksud tanda atau alamat.23
Adapun menurut Hajj Khalifah dalam ensiklopedianya Kashf
al-Zunun, merumuskan lima belas definisi ilmu yang telah dibahas
oleh para ahli kalam, ahli fikih dan ahli filsafat. Beliau menjelaskan
istilah ilmu sebagai pegangan terhadap sesuatu, pengenalan,
pengetahuan, pencapaian sesuatu, pengesahan berdasarkan keyakinan,
penjelasan, kepercayaan yang kuat, keyakinan yang sempurna,
penghasilan akal, kemampuan membedakan sesuatu dari yang lain,
suatu ingatan dan terhasilnya makna sesuatu ke dalam jiwa.24

21
Parida, Ahmad Syukri, Badarussyamsi, Ahmad Fadli Rizky, Kontruksi Epistemologi Ilmu
Pengetahuan (Jambi, UIN Jambi Indonesia, 2021) , 11
22
Al-Munjid fi al-Lughah (1992), c. 32. Beirut: Dar al-Mashriq, h. 527
23
Ibn Manzūr, Muhammad bin Mukram (1955), Lisan al-`Arab,Jil. 52
24
Hajj Khalifah, Mustafa bin `Abdullah (1941), Kashf al-Zunun,`An Asami al-Kutub wa
alFunun,Baghdad: Maktabah al-Muthanna, h. 3-4.
Konsep ilmu menurut perspektif Barat telah dirumuskan
secara menyeluruh oleh The Encyclopedia of Philosophy yang
menyatakan bahwa definisi umum tentang ilmu atau knowledge
adalah “kepercayaan yang benar dan hakiki” (Knowledge is justified
true belief).25
Sementara itu MerriamWebster’s Collegiate Dictionary
mendefinisikan ilmu sebagai “sesuatu fakta atau keadaan mengetahui
sesuatu dengan kebiasaan yang diperoleh melalui pengalaman atau
sesuatu yang berkaitan; ataupun suasana atau keadaan untuk
memahami sesuatu kebenaran atau fakta melalui proses berfikir atau
nalar”26
Adapun kamus Bahasa Inggris Oxford Dictionary of English
mendefinisikan ilmu sebagai “fact, information and skills acquired
through experience or education; the theoritical or practical
understanding of a subject” (fakta, informasi dan kemahiran
mengetahui melalui pengalaman dan pendidikan; pemahaman secara
teori dan praktik terhadap subjek atau materi”27
Sementara itu golongan ilmuwan Islam juga mempunyai
beberapa pandangan tersendiri terhadap pengertian ilmu contohnya
Imam al-Ghazali yang juga membahas tentang konsep ilmu dari
berbagai perspektif. Semua konsep ilmu menurut pandangan beliau
dapat diselidiki melalui puluhan karya-karyanya seperti Ihya’`Ulum
al-Din, al-Munqidh Min alDalal,Mizan al-`Amal, Mi`yar al-Ilm,al-
Risālah al-Ladunniyah dan lain-lain lagi. Walaupun begitu, definisi
yang dikemukakan dalam Ihya’`Ulum al-Din, al-Munqidh Min al-
Dalal dan Mizan al-`Amal dilihat lebih menyeluruh dan padat yaitu;
a. Ilmu adalah satu kelebihan pada dirinya secara mutlak
tanpa dihubungkan kepada yang lain dan ilmu merupakan
25
Edward, Paul (ed.) (1967),The Encyclopedia of Philosophy, Jil. iv. New York: Macmillan
Publishing Co. & The Free Press, h. 345.
26
Merriam Webster’s Collegiate Dictionary (1996),10th. Massachusetts: Merriam Webster, h. 64
27
Soanes, Catherine & Stevenson, Angus et al. (eds.) (2005), Oxford Dictionary of English, 2nd
edition (revised). Oxford: University Press, h. 967.
sifat kesempurnaan bagi Allah S.W.T. dan kemuliaan bagi
malaikat dan rasul-rasul.28
b. Ilmu adalah hakikat semua perkara di mana ilmu adalah
pengetahuan yang tidak dapat diragui yang dikenali
sebagai `ilmu al-yaqin.
c. Ilmu adalah tersingkapnya sesuatu perkara dengan sejelas-
jelasnya sehingga tidak lagi ruang untuk ragu-ragu; tidak
mungkin salah atau keliru; aman dari bahaya kesilapan dan
disertai dengan keyakinan yang sebenar-benarnya.
Franz Rosental yang mengumpulkan berbagai definisi ilmu, telah
menggolongkan konsep ilmu berdasarkan kegunaan bagi kepentingan
manusia seperti ilmu sebagai ilmu itu sendiri (hakikat Islam), ilmu sebagai
pendidikan (aspek masyarakat), ilmu sebagai filsafat(aspek pemikiran) dan
ilmu adalah cahaya (aspek sufisme). 29 Dari sudut sufisme, Rosental
menyatakan penggunaan istilah ‘cahaya’ yang dirujuk kepada ilmu
merupakan metafora yang sering digunakan oleh al-Qur’an bagi
menunjukkan bahawa cahaya itu merupakan petunjuk kepada jalan yang
benar dan cahaya Allah akan diberikan kepada sesiapa yang
dikehendakinya.30 Al-Qur’an juga, adakalanya mengiringi istilah cahaya ini
dengan kegelapan sebagai lawan kepada cahaya yang dikaitkan dengan
kegelapan, kesesatan, kebodohan, kebatilan dan lain sebagainya. 31 Maka
dari itu, penggunaan istilah cahaya yang dirujuk kepada ilmu merupakan
gambaran bahwa ilmu itu adalah suatu yang bersih, suci, murni dan mulia.
Sebagai kesimpulan, keragaman konsep ilmu yang muncul
menunjukkan bahwa ruang lingkup pembahasannya adalah luas dan tidak
terbatas kepada sesuatu skop saja. Definisi yang bermacam ini
menggambarkan bahwa konsep ilmu itu adalah sesuatu yang tidak dapat
dibatasi kepada sesuatu maksud tertentu.
28
Soanes, Catherine & Stevenson, Angus et al. (eds.) (2005), Oxford Dictionary of English, 2nd
edition (revised). Oxford: University Press, h. 967.
29
Rosenthal, Frank (1970), Knowledge Triumphant: The Concept of Knowledge in Medieval
Islam,Leiden: E. J. Brill, h. 70, 155, 194 & 240. Lihat juga edisi Bahasa Melayu, Rosenthal,
Franz (1992), Keagungan Ilmu,Syed Muhamad Dawilah Syed Abdullah (terj.). Kuala Lumpur:
Dewan Bahasa dan Pustaka, h. 79, 177, 217 & 270.
30
Surah al-Nur 24:35.
31
Surah al-Baqarah 2:257.
b) Ilmal-Yaqin Sebagai Objektif Akhir Epistemologi Islam
Epistemologi Islam sangat menekankan ilmu yang sampai
kepada derajat yakin dalam objektif akhir suatu perkara yang
mempunyai unsur-unsur kebenaran secara mutlak. Sesuatu yang benar
itu seharusnya mempunyai elemen yang dipercayai kebenarannya
secara yakin tanpa ada sedikitpun unsur keraguan, kesamaran dan
prasangka terhadapnya.32
Dalam arti kata yang lain, sesuatu yang diterima sebagai benar
itu adalah berdasarkan kepada `ilmu alyaqin, manakala yang tidak
benar adalah berlawanan dengan ciri-ciri tersebut.
Konsep `ilmu al-yaqin adalah ilmu yang dapat menampakkan
sesuatu dengan jelas, di mana tidak ada keraguan dan kemungkinan
wujudnya kesilapan dan kesamaran (al-wahm) di sekitarnya tidak
pernah difikirkan oleh seseorang yang memiliki ilmu tersebut.38
`Ilmu alyaqin juga adalah ilmu yang mustahil adanya unsur
kekeliruan, kesalahan dan kesamaran di mana seseorang itu tidak
boleh membatalkan ilmu berciri tersebut atau mempercayai bahwa
ilmu tersebut boleh dibatalkan.
Istilah ‘yakin’ adalah berlawanan dengan istilah ‘syak’,
‘wahm’ dan ‘zann’. Konsep ‘yakin’ ini amat ditekankan dalam
epistemologi Islam, di mana hal-hal yang berkaitan dengan persoalan
akidah Islam dan syariaat memerlukan tingkat keyakinan yang tinggi
dalam pencapaian sesuatu tujuan. Dalam masalah akidah, seorang
muslim harus mempunyai tingkat keyakinan yang tinggi dalam
menyatakan keesaannya kepada Allah S.W.T.Adapun dalam bidang
syariat pula, pemakaian `ilmu al-yaqin amat penting dalam
pembuktian sesuatu kasus tanpa boleh ada sedikitpun keraguan dalam
sesuatu bukti yang qat`i.33

32
Syed Muhamad Dawilah al-Edrus (1993), op.cit.,h. 28-35
33
Ashraf bin Md. Hashim (2001), “Tahap Pembuktian di Dalam Kes-Kes Jenayah: Kajian
Perbandingan Antara Undang-Undang Islam”, Jurnal Syariah, Jil. 9. bil. 2, Julai 2001, h. 15.
Seterusnya tahap haqq al-yaqin adalah tahap di mana sesuatu
kebenaran itu tidak mungkin terjadi unsur-unsur kesilapan dari tahap
pertama dan kedua yaitu `ilmual-yaqindan `aynual-yaqin. Kebenaran
ini merupakan sesuatu yang diwahyukan oleh Allah yang dinamakan
sebagai haqq al-yaqin sebagaimana dijelaskan Allah S.W.T.34
Sebagai rumusannya keyakinan yang mutlak adalah sesuatu
yang mustahilada padanya sedikitpun unsur keraguan dan was-was
dalam perolehan ilmu.
    

BAB III

PENUTUP

34
Surah al-Haqqah 69:51
Dari pemaparan diatas dapat kami simpulkan untuk menjawab
rumusan yang telah dibuat diawal bab pembahasan ini sebagai berikut:
1. Epistemologi juga dikaitkan dengn konsep ilmu yaitu suatu pengetahuan
yang membawa pemahaman kebenaran. Oleh karena itu pembahasan
epistemoligi merupakan salah satu cabang filsafat yang mempelajari
tentang asal usul, struktur, metode, dan keabsahan ilmu dan epistemologi
erat kaitannya dengan Filsafat ilmu, yang secara umum menyelidiki syarat-
syarat serta bentuk-bentuk pengalaman manusia, juga mengenai logika dan
metodologi.
2. Sumber epistemologi Islam terdiri dari empat saluran yang utama yaitu
pancaindera (al-hawas al-khamsah), akal fikiran yang sehat (al-`aql al-
salim), berita yang benar (al khabar al-sadiq) dan intuisi (ilham).
3. Pandangan epistemology ada tiga macam hipotesis informasi yang biasa
dijadikan acuan, antara lain: Pertama, informasi berkala yang sifatnya Al-
Farabi, Ibnu Sina, Ibnu Bajjah, Ibnu Tufail, Ibnu Rusyd, dan lain-lain.
Kedua, informasi taktil atau tepat, informasi ini hanya terbatas pada
karakterisasi sumber informasi dan tidak ada pemikir yang
mengembangkan hipotesis ini dan yang ketiga adalah informasi yang
diperoleh melalui motivasi atau dorongan.
4. Epistemology menurut pespektif islam Sumber informasi diisolasi menjadi
dua, khususnya sumber informasi dari sudut pandang barat yang
menggabungkan induksi, realisme, dan analisis dan sumber informasi dari
sudut pandang Islam yang mengaitkan Al-Qur.’an, dan penilaian ulama
muslim.

DAFTAR PUSTAKA

Ridwan Ahmad Hasan, dasar-dasar epistemology islam, Bandung, CV.


PUSTAKA SETIA, 2011
Bakhtiar Amsal, Filsafat Ilmu, Depok, PT.RAJA GRAFINDO PERSADA, 2021
Parida , Syukri Ahmad, syamsi Badarus, Fadhil Rizki Ahmad, Kontruksi
Epistemologi Ilmu Pengetahuan, Jambi, UIN Jambi, 2021
Harahap Abdi Syahrial, Epistemologi:Teori, Konsep dan Sumber-SumberIlmu
dalam Tradisi Islam, PancaBudi, 2020
al-Hamid Abd, `Irfan, al-Falsafah al-Islamiyyah Dirasah wa Naqd. Beirut:
Muassasah al-Risalah, 1983
Rahman Abdul, PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DAN PENDIDIKAN ISLAM
- TINJAUAN EPISTEMOLOGI DAN ISI – MATERI, Samarinda, POLTEK
PAI Samarinda, 2012
Azhim Abdul, Ali. Epistemologi dan Aksiologi Perspektif Al-Qur'an. Bandung:
Rosdakarya, 1989
Burhani Ahmad Najib, Muhammadiyah Berkemajuan (Bandung: Mizan), 2016
Muslih Muhammad, Filsafat Ilmu (Yogyakarta: Belukar), 2005

You might also like