You are on page 1of 6

SHAHIDA : Monochrome Memory

Perkenalkan namaku Shahida Makna. 20 tahun yang lalu


ibuku melahirkan ku

1. Tanah Medan
2. Simbah masa kecilku
3. Terbaik untuk bawahan biru dongker
4. Sekolah Favorit
5. Hitam Putih Abu-abu
6. Transaksi Haram
7. Keajaiban sedekah benar adanya
8. Ku mulai target selanjutnya
9. Beasiswa impian
10. Maaf kita harus berpisah
11. Sahabat terbaik
12. Firasat 2 minggu janjiMU : Tepat
13. Lomba mencari cuan
14. Alhamdulillah, Sa wa di kha
15. Done, I got it
16. Kerja Lintas Studi
17. Dia kembali menjemputku
18. Disuruh usaha dulu
19. Pertaruhan Nyawa
Tanah

Medan

Laki-laki tinggi dan gagah merantau ke tanah jawa.


Tepatnya di Yogyakarta dimana kota inilah tempat
kelahiranya, lho bagaimana bisa dikatakan merantau ? ya,
beliau dari tanah sumatera tepatnya di Medan. Ketika
berumur 5 tahun, orangtuanya mengikuti program
transmigasi dari pemerintah. Transmigasi merupakan ……..

Berladang di kelapa sawit, mencari kayu di hutan dan


menggotong dengan bahunya yang berotot, begitu yang ia
lakukan ketika di medan.

Bertemu dengan bidadari yang dikakinya terdapat surgaku

Dikampung halaman laki-laki itu tinggal bersama adik dari


ayahnya. Ya, semua keluarga ayahnya di Yogyakarta kecuali
ayahnya bersama keluarga merantau ke medan.

Pandangan itu tidak dapat dielakkan, tak lama menjalin kasih,


komitmen muncul untuk menghalalkan hubungan.
Dimintanya perempuan itu dari orangtaunya. Kemudian tak
lama perempuan itu hamil umur 3 bulan dibawanya kembali
ke tanah batak untuk mencoba mengarungi hidup, menjaga
sebuah pulau yang dihuni hanya beberapa rumah, ya tugas
itu diberikan dari pejabat setempat untuk menjaga pulau di
sebelah selatan pulau sumatera. Seminggu sekali
menyebrangi pulau untuk berbelanja, laki-laki itu pun bekerja
keras untuk mencari nafkah yakni menjaring ikan disamping
amanahnya untuk menjaga pulau bersama tetangga yang
lain.

Tak lama setelah itu, kontak menjaga pulau pun hampir


hampis, ya mereka di kontak hanya 6 bulan dan selain
amanah pekerjaan itu akan berakhir, akan mulai juga
kehidupan bayi yang akan segera lahir, ya usia kandungan
menginjak 9 bulan. Begitu panajang untuk memutuskan
apakah akan perpanjang dengan tetap tinggal di pulau kecil
ini atau pindah kembali ke Yogyakarta. Akhirnya dengan
pertimbangan yang matang, keduanya kembali ke Jawa.
Namun dengan penuh petualangan, mereka memulai hidup
baru kembali, laki-laki itu bekerja sebagai buruh pabrik roti di
sebuah kota Tangerang, denngan tempat tinggal kos. Untuk
menyambung hidup serta menabung untuk kembali ke
tujuan utama yaitu ke kampung gudeg jogja. Menjelang
kelahiran mereka sudah berhasil kembali ke tujuan utama.
Kemudian lahirlah aku, shahida.
Simbah

Masa kecilku

Mbah Wijo panggilannya, lengkapnya wijoyo. Ia lahir


tepat 6 bulan setelah indonesia merdeka. Setiap harinya
mengayuh sepeda menuju ke pasar yang jaraknya kurang
lebih 3 km dari rumah. Bangun pukul 2 pagi mempersiapkan
segala sesuatu untuk menjual gorengan serta makanan
tradisional lainnya, Semasa kecil hingga akhir sekolah dasar,
ku tinggal bersama simbah. Kedua orangtuaku bersama adik
satu-satunya yang ku miliki tinggal di rumah yang lain namun
masih dalam satu kabupaten. Selain simbah putri dan kakung
di rumah juga terdapat 2 bibi perempuan yakni adik-adik ibu.
Gina adik perempuan ibu yang sudah menikah dan dikaruniai
seorang putra bernama Danish, sedangkan yang satunya
masih lajang bernama Dina. Kedua adik-adik ibuku turut
mendidik aku di masa aku berkembang dan mengajari
pekerjaan setiap harinya menjadi seorang wanita, seperti
cucui baju sendiri, menyapu halaman, cuci piring.

Pernah suatu hari ketika ku ingin berangkat sekolah


namun tidak diberi saku, maka uang saku lima ratus hingga
seribu rupiah dapat ku kantongi karna pemberian simbah.
Sekerdar untuk membeli ondol-ondol atau ojek, kalau
sekarang lebih dikenal dengan nama cilok, ya mirip makanan
tersebut. Atau beli es dung-dung, es gabus, mie lidi, ahh saat
aku menulliskan ini bergitu kangen dengan makanan-
makanan itu semua. Namun semua itu tidak ada apa-apanya
ketika aku lebih merindukan keberadaan simbah
disampingku, bagaimana tidak mbah kakung yang lebih
sering mengantarkanku untuk berangkat ke taman kanak2,
aku duduk dibelakang tepatnya di boncengan dan tak lupa
saat itu kedua kakiku diikat menggunakan semacam tali dari
kain, tak lain tak bukan dengan maksud agar kaki aman, tidak
menggantung dan bisa menjadi masuk ruji roda sepeda
ketika di perjalanan, yang mana hal itu pernah dialami adikku
dulu saat perjalanan menuju ke tempat simbah, namun
bersyukurnya puskesmas tidak jauh dari lokasi musibah,
sehingga alhamdulillah adikku lepat tertolong.

Satu hal lagi yang ku ingat saat simbah turut kerja di


menjelang siang hari karena simbah pulang dari pasar sekitar
pukul 9-10 pagi. Setelah istirahat sedikit mbok’e bekerja di
tetangga yang mana adalah sahabatnya yakni mbah Atemo,
beliau tugasnya mengeluarkan gabah dalam karung dan
menyemurnya beralaskan terpal.

“ngetasi gabah” atau dalam bahasa indonesianya


namanya angkat hj
keluarga

harta yang paling berharga

Ada yang bilang harta yang paling berharga adalah keluarga.


Ya memang benar adanya, hal yang menjadi takdirku berada
di keluarga yang sangat berharga.

Ada hal yang menarik untuk diluas mengenai nilai-nilai


kehidupan yang tumbuh dari sebuah keluarga ketika melihat
status WA ( shatsapp) ibuku yaitu sebuah video adik, bapak
dan ibu baru packing dagangan, dengan senang yakni
pertama,

Kesempatan adalah kantong yang diciptakan.

You might also like