You are on page 1of 14

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia masih sangat tinggi. Menurut
Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012, sekitar 146.000
bayi usia 0-1 tahun dan 86.000 bayi baru lahir (0-28 hari) meninggal setiap tahun
di Indonesia. Angka kematian bayi adalah 32 per 1000 kelahiran hidup (Helmizar,
2014). Menurut WHO, setiap tahunnya, kira-kira 3% (3,6 juta) dari 120 juta bayi
lahir mengalami asfiksia, hampir 1 juta bayi ini kemudian meninggal. Di
Indonesia, dari seluruh kematian bayi, sebanyak 57% meninggal pada masa bayi
baru lahir (usia di bawah 1 bulan). Setiap 6 menit terdapat satu bayi baru lahir
yang meninggal. Penyebab kematian bayi baru lahir di Indonesia adalah bayi
berat lahir rendah (29%), asfiksia (27%), trauma lahir, tetanus neonatorum,
infeksi lain dan kelainan kongenital (JNPK-KR, 2008).
Penelitian menunjukkan bahwa lebih dari 50% kematian bayi terjadi pada
periode neonatal yaitu dalam bulan pertama kehidupan bayi. Hal ini di sebabkan
karena penanganan BBL yang kurang tepat. Penanganan BBL yang tidak tepat
pada bayi yang lahir dengan normal maupun dengan komplikasi akan
menyebabkan kelainan yang dapat mengakibatkan cacat seumur hidup bahkan
menyebabkan kematian. Menejemen yang baik dalam menangani komplikasi
pada bayi baru lahir dapat meningkatkan harapan hidup bagi bayi baru lahir
tersebut.
Proses selama persalinan pemantauan dan perkembangan sesudah lahir
harus segera dipantau untuk menghasilkan bayi yang sehat. namun terkadang
masalah tidak selalu muncul karena menejemen selama persalinan yang kurang
baik. Tetapi masalah berasal dari ibu bersalin yang tidak dapat mengendalikan
diri saat menjalani proses persalinan sehingga mengakibatkan janin menjadi sulit
untuk lahir. Sebagian besar masalah diakibatkan karena cara mengejan ibu yang
salah.
Kepala bayi yang sudah berada di pintu bawah panggul harus segera
lahir. Apabila tidak, maka akan mengakibatkan bayi lahir dengan kelainan karena
kepala dan dada bayi terlalu lama terjepit di rongga panggul ibu. Akibatnya, bayi
yang lahir mengalami kesulitan dalam usaha bernafas yaitu tidak menangis. Bayi
yang tidak menangis segera setelah lahir sangat berbahaya karena dapat
menyebabkan kematian pada bayi. Hal ini disebabkan oleh suplai oksigen dalam
tubuh bayi kurang sedangkan tekanan CO 2 tinggi, hal ini disebut dengan asfiksia
pada bayi. Menejemen yang baik dalam menangani kasus asfiksia sangat
berperan dalam pertolongan BBL dengan asfiksia sehingga dapat meningkatkan
harapan hidup bayi tersebut. Banyaknya fenomena BBL dengan asfiksia
membuat penulis tergerak untuk membahas asuhan kebidanan bayi baru lahir
dengan asfiksia.

B. Tujuan
Tujuan Umum
Adapun tujuan umum penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi salah
satu tugas dari mata kuliah Asuhan Kebidanan Semester VI dan untuk
meningkatkan pengetahuan mahasiswa mengenai asuhan kebidanan bayi baru
lahir dengan asfiksia sedang.

Tujuan Khusus
1. Mahasiswa diharapkan mampu melaksanakan pengkajian yaitu pengumpulan
data, baik itu data subyektif maupun data obyektif pada asuhan kebidanan
bayi baru lahir dengan asfiksia sedang.
2. Mahasiswa mampu mengidentifikasi diagnosa/masalah kebidanan pada
asuhan bayi baru lahir dengan asfiksia sedang.
3. Mahasiswa mampu mengantisipasi diagnosa/masalah potensial lain pada
asuhan bayi baru lahir dengan asfiksia sedang.
4. Mahasiswa mampu melaksanakan identifikasi kebutuhan segera pada
asuhan bayi baru lahir dengan asfiksia sedang.
5. Mahasiswa mampu membuat dan mengembangkan rencana asuhan
kebidanan pada asuhan bayi baru lahir dengan asfiksia sedang.
6. Mahasiswa mampu melaksanakan rencana asuhan kebidanan menyeluruh.
7. Mahasiswa mampu mengevaluasi asuhan yang telah diberikan
C. Manfaat
1. Menambah pengetahuan dan pengalaman untuk penerapan ilmu yang telah di
dapat selama kuliah, dalam rangka pemahaman pengetahuan tentang asuhan
kebidanan bayi baru lahir dengan asfiksia sedang.
2. Diharapkan mahasiswa mampu, mengerti serta dapat melakukan asuhan
kebidanan bayi baru lahir dengan asfiksia sedang.
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Pengertian asfiksia pada bayi baru lahir


Asfiksia neonatorum adalah kegagalan bernapas secara spontan dan
teratur  pada saat lahir atau beberapa saat setelah lahir yang ditandai dengan
keadaan PaO2 di dalam darah rendah (hipoksemia), hiperkarbia (Pa

CO2 meningkat) dan asidosis.

B. Patofisiologi
Penyebab asfiksia dapat berasal dari faktor ibu, janin dan plasenta.
Adanya hipoksia dan iskemia jaringan menyebabkan perubahan fungsional dan
biokimia pada janin. Faktor ini yang berperan pada kejadian asfiksia.

C. Gejala klinik
Bayi tidak bernapas atau napas megap-megap, denyut jantung kurang
dari 100 x/menit, kulit sianosis, pucat, tonus otot menurun, tidak ada respon
terhadap refleks rangsangan.

D. Diagnosis
1. Anamnesis
Gangguan/kesulitan waktu lahir, lahir tidak bernafas/menangis.
2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik yang pertamakali dinilai adalah APGAR Score.

Tabel 1 APGAR Score


Tanda-tanda 0 1 2
A :Apperience Pucat atau Tubuh merah Seluruh tubuh
(warna kulit) biru merah
P :Puls Tidak ada detak jantung Diatas 100, detak
(frekuensi Dibawah 100, jantung kuat
jantung) lemah dan
lamban
G :Grimace Tidak ada Menyeringi atau Menangis
(reaksi terhadap respon kecut
Rangsangan)
A :Activity Tidak ada Ada sedikit Seluruh ekstremitas
(tonus otot) gerakan bergerak aktif
R :Respiration Tidak ada Pernapasan Menangis kuat
(pernapasan) perlahan, bayi
terdengar
merintih

Klasifikasi klinik :
1. Nilai 1-3             : bayi dengan asfiksia berat
2. Nilai 4-6             : bayi dengan asfiksia ringan dan sedang
3. Nilai 7-10           : bayi normal
Dilakukan pemantauan nilai apgar pada menit ke-1 dan menit ke-5, bila
nilai apgar 5 menit  masih kurang dari 7 penilaian dilanjutkan tiap 5 menit sampai
skor mencapai 7. Nilai Apgar berguna untuk menilai keberhasilan resusitasi bayi
baru lahir dan  menentukan prognosis, bukan untuk memulai resusitasi karena
resusitasi dimulai 30 detik setelah lahir bila bayi tidak menangis. (bukan 1 menit
seperti penilaian skor Apgar)
3. Pemeriksaan penunjang
a. Foto polos dada
b. USG kepala
c. Laboratorium : darah rutin, analisa gas darah, serum elektrolit

E. Penyulit
Meliputi berbagai organ yaitu :
1. Otak : hipoksi iskemik ensefalopati, edema serebri, palsi serebralis
2. Jantung dan paru : hipertensi pulmonal persisten pada neonatus, perdarahan
paru, edema paru
3. Gastrointestinal : enterokolitis  nekrotikans
4. Ginjal : tubular nekrosis akut, SIADH
5. Hematologi : DIC
F. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang harus di berikan pada bayi baru lahir dengan gagal
nafas atau asfiksia adalah resusitasi. Resusitasi neonatus merupakan salah satu
prosedur yang diaplikasikan untuk neonatus yang gagal bernafas secara spontan
( Sarwono Prawirohardjo, 2009).
Langkah resusitasi untuk keberhasilan resusitasi antara lain: jangan
menunggu untuk menilai Apgar satu menit untuk memulai resusitasi. Semakin
lambat memulai akan semakin sulit melakukan resusitasi. Semua petugas yang
terlibat harus terlatih dan dapat bekerja sebagai tim dan semua peralatan yang
diperlukan harus tersedia dan dalam keadaan baik.
1. Langkah awal resusitasi
a. Tempatkan bayi di bawah pemanas radian/infant warmer.
b. Letakkan bayi terlentang pada posisi setengah tengadah untuk membuka
jalan nafas. Sebuah gulungan handuk diletakkan di bawah bahu untuk
membantu pencegahan fleksi leher dan penyumbatan jalan nafas.
c. Bersihkan jalan nafas atas dengan menghisap mulut terlebih dahulu,
kemudian hidung, dengan menggunakan bulb syringe, alat penghisap
lendir, atau kateter penghisap. Perhatikan untuk menjaga bayi dari
kehilangan panas setiap saat.
Catatan: Penghisapan dan pengeringan tubuh dapat dilakukan bersamaan
bila air ketuban bersih dari meconium.
d. Penghisapan yang kontinyu di atas 3-5 detik pada 1 penghisapan. Mulut
dihisap terlebih dahulu untuk mencegah aspirasi
e. Penghisapan lebih agresif hanya boleh dilakukan jika terdapat meconium
pada jalan nafas ( kondisi ini dapat mengarah ke bradikardia). Bila terdapat
meconium dan bayi tidak bugar, lakukan penghisapan dari trakea.
f. Keringkan, stimulasi, ganti kain yang basah dengan kain yang kering, dan
reposisi kepala.
g. Tindakan yang dilakuakan sejak bayi lahir sampai reposisi kepala dilakukan
tidak lebih dari 30 menit.
h. Menilai pernafasan.
i. Jika bayi mulai bernafas secara teratur dan memadai, periksa denyut
jantung. Jika denyut jantung >100 x/mnt dan bayi tidak mengalami sianosis,
hentikan resusitasi. Akan tetapi, jika sianosis ditemui, berikan oksigen aliran
bebas.

2. Ventilasi tekanan positif


a. Jika tidak terdapat pernafasan atau megap-megap, ventilasi tekanan positif
(VTP) diawali dengan menggunakan balon resusitasi dan sungkup, dengan
frekuensi 40-60 x/mnt
b. Jika denyut jantung <100 x/mnt, bahkan dengan pernafasan memadai, VTP
harus dimulai pada kecepatan 40-60 per menit.
c. Intubasi endotrakea diperlukan jika bayi tidak berespon terhadap VTP
dengan menggunakan balon dan sungkup. Lanjutkan VTP dan bersiaplah
untuk memindahkan bayi ke NICU.

3.  Kompresi dada
a. Jika denyut jantung masih <60 x/mnt setelah 30 detik VTP yang memadai,
kompresi dada harus dimulai.
b. Kompresi dilakukan pada sternum di proksimal dari Prosesus Xifoideus,
jangan menekan atau di atas Xifoid. Kedua ibu jari bertugas yang
meresusitasi digunakan untuk menekan sternum, sementara jari-jari lain
mengelilingi dada; atau jari tengan dan telunjuk dari satu tangan dapat
digunakan untuk kompresi sementara tangan lain menahan punggung bayi.
Sternum di kompresi sedalam 1/3 tebal anterio posterior dada.
c. Kompresi dada diselingi ventilasi secara sinkron terkoordinasi dengan rasio
3:1. Kecepatan kombinasi kegiatan tersebut harus 120/menit (yaitu 90
kompresi dan 30 ventilasi). Setelah 30 detik, evaluasi respon. Jika denyut
jantung >60 denyut/mnt kompresi dada dapat dihentikan dan VTP
dilanjutkan senhingga denyut jantung mencapai 100 x/mnt dan bayi
bernafas efektif.

4.  Pemberian obat
Epinefrin harus diberikan jika denyut jantung tetap <60 x/mnt setelah
30 detik VTP dan 30 detik lagi VTP dan kompresi dada. Dosis epinefrin
adalah 0,1-0,3 ml/kgBB larutan 1:10.000 setiap intravena, melalui vena
umbilikal. Bila diberikan melalui pipa endotrakeal, dosis adalah 0,3-1,0
ml/kgBB.

5.  Perawatan lanjutan
a. Catat nilai apgar untuk menit ke 1 dan ke 5 dalam rekam medik.
b. Jika bayi memerlukan asuhan intensif, rujuk ke RS terdekat yang memiliki
kemampuan memberikan dukungan ventilator untuk memantau dan
memberikan perawatan pada neonatus.
c. Jika bayi dalam keadaan stabil maka pindahkan ke ruang neonatal untuk
dipantau dan ditindaklanjuti.
d. Di ruang neonatal, ikuti panduan asuhan neonatus normal untuk
pemeriksaan fisik dan tindakan profilaksis. Selain itu, monitor secara ketat
tanda vital, sirkulasi, perfusi, status neurologik, dan jumlah urine, serta
pemberian minum di tunda disesuaikan kondisi. Sebagai ganti pemberian
minum secara oral, berikan glukosa 10% IV. Uji laboratorium, seperti
analisis gas darah, glukosa dan hematokrit, harus dilakukan.
e. Jika sudah tidak terdapat komplikasi selama 24 jam maka neonatus dapat
keluar dari unit neonatal. Informasikan pada petugas dan orang tua atau
keluarga tentang tanda bahaya.
Catatan:
a. Tidak melakukan resusitasi dapat diterima pada kehamilan < 23 minggu
atau berat lahir < 400 gr, anensefalus, terbukti trisomi 13 dan 18.
b. Resusitasi dinyatakan gagal dan dihentikan bila bayi menunjukka asistole
selama 10 menit setelah dilakukan resusitasi yang ekstensif.

6. Peralatan dan pasokan resusitasi neonatus


a. Peralatan untuk menghisap lendir
1) Bulb syringe
2) Kateter penghisap (ukuran 5 atau 6, 8 dan 10 Fr)
3) Aspirator meconium
4) Penghisap dan pipa mekanik
5) Pipa lambung ukuran 8 Fr dan spuit 20 cc
b. Peralatan balon dan sungkup resusitasi
1) Balon resusitasi yang mampu memberikan oksigen 90-100% dan
mempunyai katup pelepas tekanan atau alat ukur tekanan
2) Oksigen dengan pengukur aliran dan selang.
3) Sungkup atau masker wajah dengan pinggiran bantalan untuk ukuran bayi
cukup bulan dan prematur
4) Kateter nasal (nasal prongs/kanul nasal)
5) Oral airway, ukuran bayi cukup bulan dan prematur
BAB III
STUDI KASUS

Dalam studi kasus ini, penulis menggunakan manajemen asuhan kebidanan


menurut Varney yang terdiri dari pengumpulan data sampai dengan evaluasi dan disertai
dengan pendokumentasian hasil asuhan kebidanan, adapun studi kasus yang akan
digunakan adalah sebagai berikut:

ASUHAN KEBIDANAN BAYI BARU LAHIR PADA BAYI NY. K


UMUR 0 MENIT DENGAN ASFIKSIA SEDANG
DI RSUD KOTA SURAKARTA

Tgl/Jam masuk            : 16 Juli 2011/14.45 WIB


I.    PENGKAJIAN
Tanggal/jam: 16 Juli 2011/14.45 WIB
A.    Data Subyektif
1.      Biodata
Nama bayi                   : By Ny. K  
Umur bayi                   : 0 menit
Tanggal/jam lahir         : 16 Juli 2011/14.45 WIB
Jenis kelamin               : Laki-laki
No Status Reg             : 007296

Biodata orangtua
Nama ibu         : Ny. K                        Nama bapak    : Tn. T
Umur               : 35 th                          Umur               : 34 th
Suku/bangsa    : Jawa/ Indonesia        Suku/bangsa    : Jawa/ Indonesia
Agama             : Islam                         Agama             : Islam
Pekerjaan         : IRT                            Pekerjaan         : Swasta
Pendidikan      : SMP                          Pendidikan      : SMA
Alamat                        : Pucang Sawit, RT: 4/RW:VIII, Jebres, Surakarta
2.      Riwayat penyakit kehamilan
a. Perdarahan             : tidak ada
b. Pre-eklampsia        : tidak ada
c. Eklampsia              : tidak ada
d. Penyakit kelamin   : tidak ada
e. Lain-lain                : tidak ada
3.      Riwayat kehamilan
P3A0, umur kehamilan 40 minggu
ANC               : 9 x, di Puskesmas
TT                    : 2 x
Kenaikan BB  : 10 kg
4.      Riwayat Persalinan
a.       Kala I        : 9 jam
b.      Kala II       : 10 menit, mulai jam 14.35 WIB
1) DJJ                                       : (+) 144 x/menit
2) Warna air ketuban               : Jernih
3) Caput                                    : tidak ada
4) Cephal hematoma                : tidak ada
5) Anak lahir seluruhnya jam : 14.45 WIB
6) Jenis persalinan                  : spontan
5.      Nutrisi
Bayi belum mendapat nutrisi
6.      Eliminasi
BAK   : Bayi belum BAK
BAB    : Bayi belum BAB
7.      Istirahat/tidur
Bayi belum istirahat/tidur

B.     DATA OBYEKTIF


1.    Pemeriksaan Awal
Tangisan          : bayi tidak menangis
Warna Kulit     : biru pada ekstermitas
Gerakan           : sedikit
Kesimpulan     : bayi lemah
2.    Pemeriksaan Umum
KU                  : kurang
3.    Pemeriksaan Laboratorium
Tidak dilakukan

II.   INTERPRETASI DATA


Tanggal/jam  : 16 juli 2011/14.45 WIB
a.  Diagnosa Kebidanan
Bayi Ny.K umur 0 menit dengan asfiksia sedang
DS           : Bayi lahir spontan, tidak menangis, jenis kelamin laki-laki
DO          : KU : kurang, biru pada ekstermitas, bayi tidak bernafas
spontan/menangis
b.  Masalah
Bayi mengalami kesulitan bernafas
c.  Kebutuhan
Pembebasan jalan nafas
               
III.  DIAGNOSA POTENSIAL
Potensial terjadi asfiksia berat

IV. ANTISIPASI TINDAKAN SEGERA


Resusitasi pada bayi baru lahir

V.  PERENCANAAN TINDAKAN


Tanggal/jam  : 16 Juli 2011/14.45 WIB
1. Bersihkan muka dan hidung bayi serta mulut dari lendir atau air ketuban
2. Lakukan resusitasi pada bayi baru lahir
3. Lakukan pemotongan tali pusat
4. Jaga kehangatan bayi
5. Informasikan keadaan bayi pada ibu

VI. PELAKSANAAN
Tanggal/jam  : 16 Juli 2011/14.45 WIB
1.  Membersihkan muka, hidung dan mulut bayi dari lender dan air ketuban
2.  Melakukan resusitasi pada bayi baru lahir
Langkah-langkah resusitasi :
1. Gosok punggung bayi, hal ini akan merangsang bayi untuk menangis. Melihat
respon bayi (bayi belum menangis).
2.  Lakukan rangsangan taktil dengan menyentil telapak kaki bayi. Melihat respon
bayi (bayi menangis lambat, tidak teratur)
3.   Lakukan kompresi dada untuk membantu denyut jantung dan nafas bayi,
dilakukan dengan cara : kedua ibu jari digunakan untuk menekan sternum,
sementara jari-jari lain mengelilingi dada; atau jari tengah dan telunjuk dari
satu tangan dapat digunakan untuk kompresi, sementara tangan lain
menahan punggung bayi. Sternum di kompresi sedalam ⅓ tebal antero
posterior dada. Melihat respon bayi (bayi menangis keras).
4. Melakukan pemotongan tali pusat. Tali pusat di klem menggunakan umbilical
klem, dorong isi tali pusat ke arah plasenta ± 3 cm, klem menggunakan klem
tali pusat, potong tali pusat menggunakan gunting tali pusat. Tutup tali pusat
menggunakan kassa steril.
5. Menjaga kehangatan bayi dengan membungkus bayi menggunakan kain yang
kering
6. Menginformasikan keadaan bayi kepada ibu bahwa bayi mengalami kesulitan
bernafas atau asfiksia sedang dan setelah di tolong, bayi dapat menangis
spontan.

VII.  EVALUASI
Tanggal/jam  : 16 Juli 2011/14.55 WIB
1.  Muka, hidung dan mulut bayi sudah dibersihkan
2.  Resusitasi pada bayi baru lahir sudah dilakukan dengan hasil, bayi baru dapat
menangis keras setelah dilakukan resusitasi.
3.  Tali pusat sudah dipotong
4.  Kehangatan bayi terjagadengan menyelimuti bayi menggunakan kain kering
5.  Ibu sudah mengetahui keadaan setelah mengalami asfiksia, kini keadaan bayi
baik-baik saja.
BAB IV

PENUTUP

A.    Kesimpulan
Asfiksia neonatorum adalah kegagalan bernapas secara spontan dan
teratur  pada saat lahir atau beberapa saat setelah lahir yang ditandai dengan
keadaan PaO2 di dalam darah rendah (hipoksemia), hiperkarbia (Pa

CO2 meningkat) dan asidosis.

Dalam menangani asfiksia harus segera dilakukan tindakan resusitasi


neonatus. Dalam pelaksanaan resusitasi jangan menunggu nilai apgar score
menit pertama, karena resusitasi harus dilakukan setelah 30 detik bayi
mengalami gagal nafas. Semakin lambat memulai, maka akan semakin sulit
untuk melakukan resusitasi.

B.    Saran
Hendaknya bagi seluruh petugas kesehatan khususnya bidan dapat
melaksanakan asuhan kebidanan pada bayi baru lahir dengan asfiksia dengan
baik agar dapat menghindari hal-hal yang dapat berakibat buruk terhadap bayi.

You might also like