You are on page 1of 53

ASUHAN KEPERAWATAN PADA AN.

J DENGAN PENYAKIT JANTUNG


REUMATIK ATAU REUMATIK HEART DISEASE (RHD)

MAKALAH

Disusun Untuk Memenuhi Tugas


Mata Kuliah Keperawatan Anak II Yang Diampu Oleh :
Sri Yekti Widadi ,S.Kep,M.Kep

Disusun Oleh :
Neng Ayu Yuliandri KHGC19072
Nola Isdiarti Aida KHGC19074
Putri Intan Pratiwi KHGC19076
Rahma Cintia Nadila KHGC19078
Revita Fitria KHGC19080
Rista tresna Dewi KHGC19082

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KARSA HUSADA GARUT
TAHUN 2021
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah Swt. yang maha pengasih lagi maha penyayang,
kami panjatkan puja dan syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat,
hidayah, dan inayah-Nya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
kelompok ini yang membahas tentang “Reumatik Heart Disease”. Disusunnya makalah
ini yaitu untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan anak II, dan untuk memberi
wawasan yang luas kepada rekan sejawat mahasiswa keperawatan tentang penyakit
Reumatik Heart Disease (RHD)

RHD atau yang lebih dikenal dengan Reumatik Heart Disease terdapat diseluruh
dunia. Lebih dari 100.000 kasus baru demam rematik didiagnosa setiap tahunnya,
khususnya pada kelompok anak usia 6-15 tahun. Cenderung terjangkit pada daerah
dengan udara dingin, lembab, lingkungan yang kondisi kebersihan dan gizinya kurang
memadai. Sementara di negara maju insiden penyakit ini mulai menurun karena tingkat
perekonomian lebih baik dan upaya pencegahan penyakit lebih sempurna. Dari data 8
rumah sakit di Indonesia tahun 1983-1985 menunjukan kasus RHD rata-rata 3,44 ℅ dari
seluruh jumlah penderita yang dirawat.Secara Nasional mortalitas akibat RHD cukup
tinggi dan ini merupakan penyebab kematian utama penyakit jantung sebelum usia 40
tahun. Keadaan ini menjadi motivasi untuk kami melakukan pembahasan dan
pengkajian tentang kasus penyakit ini.

Kami ucapkan terima kasih kepada dosen yang telah memberi tugas ini,
sehingga kami mendapat wawasan yang lebih luas tentang Reumatik Heart Disease
(RHD) Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, dan untuk para pembaca kedepannya kami harap dapat
memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik. Karena
keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, kami yakin masih banyak
kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan saran dan
kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini

Garut, 25 September 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.................................................................................................i
KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI ..........................................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................2
1.3 Tujuan Pembahasan..................................................................................2
BAB II TINJAUAN TEORI
2.1 Konsep Dasar Anatomi Jantung..........................................................3
2.1.1 Anatomi Jantung ............................................................................3
2.1.2 Fisiologi Jantung.............................................................................4
2.1.3 Peredaran Darah Janin....................................................................5
2.2 RHEUMATIK HEART DESEAS........................................................7
2.2.1 Pengertian RHD..............................................................................7
2.2.2 Etiologi...........................................................................................9
2.2.3 Patofisiologi..................................................................................11
2.2.4 Pathway RHD...............................................................................13
2.2.5 Manifestasi Klinis.........................................................................15
2.2.6 Penatalaksanaan............................................................................18
2.2.7 Pemeriksaan Diagnostik...............................................................20
2.2.8 Komplikasi....................................................................................21
2.3 Konsep Asuhan Keperawata RHD....................................................21
2.3.1 Pengkajian....................................................................................21
2.3.2 Diagnosa.......................................................................................24
2.3.3 Perencanaan..................................................................................25
2.3.4 Implementasi................................................................................28
2.3.5 Evaluasi........................................................................................28
BAB III TINJAUAN KASUS
3.1 Pengkajian.................................................................................................29
3.2 Analisa Data..............................................................................................34
3.3 Perumusan Diagnosa.................................................................................34
3.4 Perencanaan..............................................................................................35
3.5 Implementasi.............................................................................................40
3.6 Evaluasi.....................................................................................................41
BAB IV PEMBAHASAN KASUS
4.1 Pembahsan Pengkajian..............................................................................42
4.2 Diagnosa Keperawatan..............................................................................42
4.3 Perencanaan Keperawatan........................................................................44
4.4 Implementasi.............................................................................................45
4.5 Evaluasi.....................................................................................................45

iii
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan...............................................................................................47
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................49

iv
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit jantung reumatik atau Demam Reumatik (DR) adalah suatu sindrom klinik
akibat infeksi streptococcus beta-hemolyticus golongan A, dengan gejala satu atau lebih
gejala mayor yaitu poli artritis migrans akut, karditis, korea, minor, nodul subkutan dan
eritema marginatum.

Demam reumatik merupakan penyebab utama penyakit jantung didapat pada anak 5
tahun sampai dewasa muda di negara dengan keadaan lingkungan serta sosial-ekonomi
yang rendah. Insiden yang tinggi bersamaan dengan epidemi infeksi streptococcus beta-
hemolycitus golongan A yang tinggi pula. Kira-kira 3% dari pasien yang mendapat
infeksi saluran napas atas karena streptococcus tersebut akan mengalami komplikasi DR
atau Penyakit Jantung Reumatik (PJR). Di daerah endemik hanya 0,3% yang
diperkirakan akan menderita DR atau PJR (Ngastiyah, 2005).

Penyakit jantung reumatik merupakan bentuk penyakit yang jarang ditemukan tetapi
jika sudah terdiagnosa sangat susah untuk ditangani. Dampak yang terjadi jika pada
anak dengan PJR tidak dilakukan penanganan degan benar maka akan mengakibatkan
terjadinya komplikasi seperti gagal jantung dan bisa berakhir dengan kematian.

Menurut World Health Organization (WHO) tahun 2016 menunjukkan bahwa


prevalensi global penyakit jantung reumatik di Dunia adalah sebesar 100- 10%.
Menurut laporan direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular (Dit PPTM) Depkes
RI tahun 2004, dari 1.604 penderita PJR yang di rawat inap di seluruh Rumah Sakit di
Indonesia terdapat 120 orang yang meninggal akibat PJR dengan Case Fatality Rate
(CFR) 7,48%.

Berdasarkan masalah keperawatan yang terdapat pada anak dengan penyakit jantung
reumatik adalah masalah penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan
kontraksi otot jantung, nyeri akut berhubungan dengan agens cedera biologis dan
intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik.

Peran perawat untuk mengatasi masalah keperawatan pada anak dengan penyakit
jantung reumatik pada diagnosa pertama evaluasi adanya nyeri dada (intensitas, lokasi,
radiasi, durasi dan faktor pencetus nyeri), catat adanya disritmia, tanda dan gejala

1
penurunan curah jantung, Observasi tanda-tanda vital, observasi adanya dispnea,
kelelahan, takipnea, dan ortopnea. Untuk diagnosa kedua kaji secara komperhensif
tentang nyeri, meliputi lokasi, karasteristik dan awitan, durasi, frekuensi, kualitas,
intensitas/beratnya nyeri, dan faktor presipitasi, berikan informasi tentang nyeri, seperti
penyebab, berapa lama terjadi, dan tindakan pencegahan, ajarkan penggunaan teknik
non-farmakologi, kolaborasi pemberian analgetik, untuk diagnosa ketiga tindakan yang
dilakukan oleh perawat yaitu dorong pasien untuk mengungkapkan perasaannya tentang
keterbatasannya, observasi kardiopulmonal terhadap aktivitas (misalnya tekanan darah,
dan frekuensi pernapasan), motivasi untuk melakukan periode istirahat dan aktivitas dan
mendorong pasien untuk melakukan aktivitas yang sesuai dengan daya tahan tubuh.
Melihat data dan peran perawat diatas maka perlu dilakukan studi kasus pada anak
dengan penyakit jantung reumatik dengan menggunakan pendekatan asuhan
keperawatan

1.2 Rumusan Masalah


Dari bahasan latar belakang diatas, terdapat dua rumusan masalah
1. Bagaimana patofisiologi dapat terjadinya PJR/RHD ?
2. Bagaimana asuhan keperawatan pada anak dengan penyakit jantung rematik/
Reumatik Heart Disease.?
1.3 Tujuan
a. Tujuan Umum
Kelompok mampu mendeskripsikan asuhan keperawatan pada anak dengan
Reumatik Heart Disease (RHD)
b. Tujuan Khusus
1. Mampu mendeskripsikan keluhan utama pada pengkajian pada pasien anak
dengan Reumatik Heart Disease (RHD)
2. Mampu mendeskripsikan rumusan diagnosa keperawatan yang utama pada
pasien anak dengan Reumatik Heart Disease (RHD)
3. Mampu mendeskripsikan rencana keperawatan pada pasien anak dengan
Reumatik Heart Disease (RHD )
4. Mampu mendeskripsikan Tindakan keperawatan pada pasien anak dengan
Reumatik Heart Disease (RHD)
5. Mampu mendeskripsikan evaluasi keperawatan pada pasien anak dengan
Reumatik Heart Disease (RHD)

2
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 KONSEP DASAR ANATOMI JANTUNG

2.1.1 Anatomi Jantung

Jantung adalah organ otot yang berongga dan berukuran sebesar kepalan tangan.
Fungsi utama jantung adalah memompa darah ke pembuluh darah dengan kontraksi
ritmik dan berulang. Jantung normal terdiri dari empat ruang, 2 ruang jantung atas
dinamakan atrium dan 2 ruang jantung di bawahnya dinamakan ventrikel, yang
berfungsi sebagai pompa. Dinding yang memisahkan kedua atrium dan ventrikel
menjadi bagian kanan dan kiri dinamakan septum.

Batas-batas jantung:
• Kanan : vena cava superior (VCS), atrium kanan, vena cava inferior (VCI) Kiri : ujung
ventrikel kiri
• Anterior : atrium kanan, ventrikel kanan, sebagian kecil ventrikel kiri
• Posterior : atrium kiri, 4 vena pulmonalis

• Inferior : ventrikel kanan yang terletak hampir horizontal sepanjang diafragma


sampai apeks jantung

• Superior : apendiks atrium kiri.

Darah dipompakan melalui semua ruang jantung dengan bantuan keempat katup
yang mencegah agar darah tidak kembali ke belakang dan menjaga agar darah tersebut
mengalir ke tempat yang dituju. Keempat katup ini adalah katup trikuspid yang terletak

3
di antara atrium kanan dan ventrikel kanan, katup pulmonal, terletak di antara ventrikel
kanan dan arteri pulmonal, katup mitral yang terletak di antara atrium kiri dan ventrikel
kiri dan katup aorta, terletak di antara ventrikel kiri dan aorta. Katup mitral memiliki 2
daun (leaflet), yaitu leaflet anterior dan posterior. Katup lainnya memiliki tiga daun
(leaflet.

Jantung dipersarafi aferen dan eferen yang keduanya sistem saraf simpatis dan
parasimpatis. Saraf parasimpatis berasal dari saraf vagus melalui preksus jantung.
Serabut post ganglion pendek melewati nodus SA dan AV, serta hanya
sedikit menyebar pada ventrikel. Saraf simpatis berasal dari trunkus toraksik dan
servikal atas, mensuplai kedua atrium dan ventrikel. Walaupun jantung tidak
mempunyai persarafan somatik, stimulasi aferen vagal dapat mencapai tingkat
kesadaran dan dipersepsi sebagai nyeri.

Suplai darah jantung berasal dari arteri koronaria. Arteri koroner kanan berasal dari
sinus aorta anterior, melewati diantara trunkus pulmonalis dan apendiks atrium kanan,
turun ke lekukan A-V kanan sampai mencapai lekukan interventrikuler posterior. Pada
85% pasien arteri berlanjut sebagai arteri posterior desenden/ posterior decendens artery
(PDA) disebut dominan kanan. Arteri koroner kiri berasal dari sinus aorta posterior kiri
dan terbagi menjadi arteri anteriordesenden kiri/ left anterior descenden (LAD)
interventrikuler dan sirkumfleks. LAD turun di anterior dan inferior ke apeks jantung.

Mayoritas darah vena terdrainase melalui sinus koronarius ke atrium kanan. Sinus
koronarius bermuara ke sinus venosus sistemik pada atrium kanan, secara morfologi
berhubungan dengna atrium kiri, berjalan dalam celah atrioventrikuler.

2.1.2 Fisiologi Jantung

Jantung dapat dianggap sebagai 2 bagian pompa yang terpisah terkait fungsinya
sebagai pompa darah. Masing-masing terdiri dari satu atrium-ventrikel kiri dan kanan.
Berdasarkan sirkulasi dari kedua bagian pompa jantung tersebut, pompa kanan
berfungsi untuk sirkulasi paru sedangkan bagian pompa jantung yang kiri berperan
dalam sirkulasi sistemik untuk seluruh tubuh. Kedua jenis sirkulasi yang dilakukan oleh
jantung ini adalah suatu proses yang berkesinambungan dan berkaitan sangat erat untuk
asupan oksigen manusia demi kelangsungan hidupnya.

4
Ada 5 pembuluh darah mayor yang mengalirkan darah dari dan ke jantung. Vena
cava inferior dan vena cava superior mengumpulkan darah dari sirkulasi vena (disebut
darah biru) dan mengalirkan darah biru tersebut ke jantung sebelah kanan. Darah masuk
ke atrium kanan, dan melalui katup trikuspid menuju ventrikel kanan, kemudian ke
paru-paru melalui katup pulmonal.

Darah yang biru tersebut melepaskan karbondioksida, mengalami oksigenasi di


paru-paru, selanjutnya darah ini menjadi berwarna merah. Darah merah ini kemudian
menuju atrium kiri melalui keempat vena pulmonalis. Dari atrium kiri, darah mengalir
ke ventrikel kiri melalui katup mitral dan selanjutnya dipompakan ke aorta.

Tekanan arteri yang dihasilkan dari kontraksi ventrikel kiri, dinamakan tekanan
darah sistolik. Setelah ventrikel kiri berkontraksi maksimal, ventrikel ini mulai
mengalami relaksasi dan darah dari atrium kiri akan mengalir ke ventrikel ini. Tekanan
dalam arteri akan segera turun saat ventrikel terisi darah. Tekanan ini selanjutnya
dinamakan tekanan darah diastolik. Kedua atrium berkontraksi secara bersamaan, begitu
pula dengan kedua ventrikel.

2.1.3 Peredaran Darah Janin

Sirkulasi darah fetal pada janin dan sirkulasi darah pada anak dan dewasa berbeda.
Untuk memahami implikasi anestesi pada penyakit jantung, seorang ahli anestesi harus
mengenal sirkulasi fetal dan sirkulasi dewasa. Perubahan sirkulasi terjadi sangat cepat
pada saat kelahiran. Periode ini dinamakan periode transisi di mana sirkulasi fetal akan
berubah menjadi sirkulasi manusia normal atau dewasa.

Sirkulasi darah janin dalam rahim tidak sama dengan sirkulasi darah pada bayi dan
anak. Dalam rahim, paru-paru tidak berfungsi sebagai alat pernafasan, pertukaran gas
dilakukan oleh plasenta. Pembentukan pembuluh darah dan sel darah dimulai minggu
ke-3 dan bertujuan menyuplai embrio dengan oksigen dan nutrien dari ibu.

Darah mengalir dari plasenta ke janin melalui vena umbilikalis yang terdapat
dalam tali pusat. Jumlah darah yang mengalir melalui tali pusat sekitar 125 ml/kg/BB
per menit atau sekitar 500 ml per menit. Melalui vena umbilikalis dan duktus venosus,
darah mengalir ke dalam vena cava inferior, bercampur darah yang kembali dari bagian
bawah tubuh, masuk atrium kanan di mana aliran darah dari vena cava inferior lewat

5
melalui foramen ovale ke atrium kiri, kemudian ke ventrikel kiri melalui arkus aorta,
darah dialirkan ke seluruh tubuh.

Darah yang mengandung karbondioksida dari tubuh bagian atas, memasuki


ventrikel kanan melalui vena cava superior. Kemudian melalui arteri pulmonalis besar
meninggalkan ventrikel kanan menuju aorta melewati duktus arteriosus. Darah ini
kembali ke plasenta melalui aorta, arteri iliaka interna dan arteri umbilikalis untuk
mengadakan pertukaran gas selanjutnya. Foramen ovale dan duktus arteriosus berfungsi
sebagai saluran/ jalan pintas yang memungkinkan sebagian besar dari cardiac output
yang sudah terkombinasi kembali ke plasenta tanpa melalui paru-paru.

Bayi segera menghisap udara dan menangis kuat tepat setelah dilahirkan. Dengan
demikian paru-parunya akan berkembang, tekanan dalam paru-paru mengecil dan
seolah-olah darah terhisap ke dalam paru-paru (tahanan vaskular paru menurun dan
aliran darah pulmonal meningkat). Duktus arteriosus menutup dan tidak berfungsi lagi,
demikian pula karena tekanan dalam atrium sinistra meningkat maka foramen ovale
akan tertutup sehingga selanjutnya tidak berfungsi lagi. Tahanan vaskular sistemik juga
meningkat. Akibat dipotong dan diikatnya tali pusat, arteri umbilikalis dan duktus
venosus akan mengalami obliterasi. Dengan demikian setelah bayi lahir maka
kebutuhan oksigen dipenuhi oleh udara yang dihisap ke paru-paru dan kebutuhan nutrisi
dipenuhi oleh makanan yang dicerna dengan sistem pencernaan sendiri.

Ini

6
Jumlah darah yang mengalir dalam sistem sirkulasi pada orang dewasa mencapai
5-6 liter (4.7-5.7 liter). Darah bersirkulasi dalam sistem sirkulasi sistemik dan pulmonal.

A. Sirkulasi Sistemik

Sistem sirkulasi sistemik dimulai ketika darah yang mengandung banyak oksigen
yang berasal dari paru, dipompa keluar oleh jantung melalui ventrikel kiri ke aorta,
selanjutnya ke seluruh tubuh melalui arteri-arteri hingga mencapai pembuluh darah
yang diameternya paling kecil (kapiler) .

Kapiler melakukan gerakan kontraksi dan relaksasi secara bergantian, yang disebut
dengan vasomotion sehingga darah mengalir secara intermittent. Dengan aliran yang
demikian, terjadi pertukaran zat melalui dinding kapiler yang hanya terdiri dari selapis
sel endotel. Ujung kapiler yang membawa darah teroksigenasi disebut arteriole
sedangkan ujung kapiler yang membawa darah terdeoksigenasi disebut venule; terdapat
hubungan antara arteriole dan venule “capillary bed” yang berbentuk seperti anyaman,
ada juga hubungan langsung dari arteriole ke venule melalui arteri-vena anastomosis
(A-V anastomosis). Darah dari arteriole mengalir ke venule, kemudian sampai ke vena
besar (v.cava superior dan v.cava inferior) dan kembali ke jantung kanan (atrium
kanan). Darah dari atrium kanan selanjutnya memasuki ventrikel kanan melalui katup
trikuspidalis.

B. Sirkulasi pulmonal

Sistem sirkulasi pulmonal dimulai ketika darah yang terdeoksigenasi yang berasal
dari seluruh tubuh, yang dialirkan melalui vena cava superior dan vena cava inferior
kemudian ke atrium kanan dan selanjutnya ke ventrikel kanan, meninggalkan jantung
kanan melalui arteri pulmonalis menuju paru-paru (kanan dan kiri). Di dalam paru,
darah mengalir ke kapiler paru dimana terjadi pertukaran zat dan cairan, sehingga
menghasilkan darah yang teroksigenasi. Oksigen diambil dari udara pernapasan. Darah
yang teroksigenasi ini kemudian dialirkan melalui vena pulmonalis (kanan dan kiri),
menuju ke atrium kiri dan selanjutnya memasuki ventrikel kiri melalui katup mitral
(bikuspidalis). Darah dari ventrikel kiri kemudian masuk ke aorta untuk dialirkan ke
seluruh tubuh (dan dimulai lagi sirkulasi sistemik) .

7
Jadi, secara ringkas, aliran darah dalam sistem sirkulasi normal manusia adalah :

Darah dari atrium kiri → melalui katup mitral ke ventrikel kiri → aorta ascendens
– arcus aorta – aorta descendens – arteri sedang – arteriole → capillary bed → venule –
vena sedang – vena besar (v.cava superior dan v.cava inferior) → atrium kanan →
melalui katup trikuspid ke ventrikel kanan → arteri pulmonalis → paru-paru → vena
pulmonalis → atrium kiri.

2.2 REUMATIC HEART DEASES (RHD)

2.2.1 PENGERTIAN REUMATIC HEART DEASES (RHD)

Penyakit jantung rematik ( PJR ) atau dalam bahasa medisnya Heart Disease
( RHD) adalah suatu proses peradangan yang mengenai jaringan-jaringan penyokong
tubuh, terutama persendian, jantung dan pembuluh darah oleh organisme streptococcus
hemolitic-b grup A. ( Pusdiknakes, 1993 ). Penyakit jantung rematik merupakan proses
imun sistemik sebagai reaksi terhadap infeksi streptokokus hemolitikus di faring
(Brunner & Suddarth, 2001).

Penyakit jantung rematik adalah Penyakit peradangan sistemik akut atau kronik
yang merupakan suatu reaksi autoimun oleh infeksi Beta Streptococcus Hemolytikus
grup A yang mekanisme perjalanannya belum diketahui, dengan satu atau lebih gejala
Mayor yaitu polyarthritis migrain akut karditis, Koreaminor, nodul subkutan dan
eritema marginatum (Lawrebce M. Tierney, 2002).

8
Penyakit jantung rematik adalah penyakit yang ditandai dengan kerusakan pada
katup akibat Serangan karditis rematik akut yang berulang kali (Arif Manjoer, 2002).
Jadi, Penyakit Jantung Rematik (PJR) atau dalam bahasa medisnya Rheumatic Heart
Disease (RHD) adalah suatu kondisi dimana terjadi kerusakan pada katup jantung yang
bisa berupa penyempitan atau kebocoran, terutama katup mitral sebagai akibat adanya
gejala sisa dari demam reumatik.

2.2.2 ETIOLOGI

Penyebab terjadinya penyakit jantung rematik diperkirakan adalah reaksi


autoimun kekebalan tubuh yang disebabkan oleh demam rematik. infeksi Streptococcus
B hemolitikus grup A pada tenggorokan selalu mendahului terjadinya demam rematik
baik dengan rematik serangan pertama maupun demam rematik serangan ulang. Telah
diketahui bahwa dalam hal terjadi demam rematik terdapat beberapa predisposisi antara
lain :

Faktor-faktor pada individu :

1. Faktor Genetik
Adanya antigen limfosit manusia (HLA) yang tinggi. HLA terhadap demam
rematik menunjukkan hubungan dengan aloantigen sel B spesifik dikenal dengan
antibodi monoklonal dengan status reumatikus.
2. Jenis Kelamin
Demam rematik sering didapatkan pada anak wanita dibandingkan dengan anak
laki-laki. Tetapi data yang lebih besar menunjukkan tidak ada perbedaan jenis
kelamin meskipun manifestasi tertentu mungkin lebih sering ditemukan pada satu
jenis kelamin.
3. Golongan Etnik Dan Ras
Data di Amerika Utara menunjukkan bahwa serangan pertama maupun ulang
demam rematik lebih sering didapatkan pada orang kulit hitam dibanding dengan
orang kulit putih. Tetapi data ini harus dinilai hati-hati, sebab mungkin berbagai
Faktor lingkungan yang berbeda pada kedua golongan tersebut ikut berperan atau
bahkan merupakan sebab yang sebenarnya.
4. Umur
Umur merupakan faktor predisposisi terpenting pada timbulnya demam rematik.
Penyakit ini paling sering mengenai anak umur antara 5 sampai 15 tahun dengan

9
puncak sekitar umur 8 tahun. Biasa tidak ditemukan pada anak antara umur 3
sampai 5 tahun dan sangat jarang sebelum anak berumur 3 tahun atau setelah 20
tahun. Distribusi umur ini dikatakan sesuai dengan insidens infeksi Streptococcus
pada anak usia sekolah. Tetapi Markowritz menemukan bahwa penderita infeksi
Streptococcus adalah mereka yang berumur 2 sampai 6 tahun.
5. Keadaan Gizi Dan Lainnya
Keadaan gizi Serta adanya penyakit-penyakit lain belum dapat ditentukan apakah
merupakan faktor predisposisi untuk timbulnya demam rematik.
6. Reaksi Autoimun
Dari penelitian ditemukan adanya kesamaan antara polisakarida bagian dinding sel
streptokokus beta hemolitikus grup A dengan glikoprotein dalam katup mungkin ini
mendukung terjadinya miokarditis dan valvulitis pada demam rematik.
7. Serangan Demam Reumatik Sebelumnya
Serangan ulang demam rematik sesudah adanya Reinfeksi dengan Prapto cus beta
hemolitikus grup A adalah sering pada anak yang sebelumnya pernah mendapat
demam rematik.
Faktor-faktor lingkungan :

1. Keadaan Sosial Ekonomi Yang Buruk


Keadaan sosial ekonomi yang buruk merupakan faktor lingkungan yang terpenting
sebagai Predisposisi untuk terjadinya demam rematik. insiden demam rematik di
negara-negara yang sudah maju jelas menurun sebelum era antibiotik termasuk
dalam keadaan sosial ekonomi yang buruk, sanitasi lingkungan yang buruk rumah-
rumah dengan penghuni padat rendahnya pendidikan sehingga pengertian untuk
segera mengobati anak yang menderita sakit sangat kurang, pendapatan yang
rendah sehingga biaya untuk perawatan kesehatan kurang dan lain-lain titip semua
hal ini merupakan faktor-faktor yang memudahkan timbulnya demam rematik.
2. Iklim Dan Geografi
Demam rematik merupakan penyakit kosmopolit. Penyakit terbanyak didapatkan di
daerah yang beriklim sedang, tetapi data akhir-akhir ini menunjukkan bahwa daerah
tropis pun mempunyai insiden yang tinggi, lebih tinggi dari yang diduga semula. Di
daerah yang letaknya agak tinggi adanya insiden demam rematik lebih tinggi
daripada di dataran rendah.
3. Cuaca

10
Perubahan cuaca yang mendadak sering mengakibatkan insiden infeksi saluran
napas bagian atas meningkat, sehingga insiden demam rematik juga meninggi.

2.2.3 PATOFISIOLOGI

Terjadinya jantung rematik disebabkan langsung oleh demam rematik, suatu


penyakit sistemik yang disebabkan oleh infeksi streptokokus grup A. Demam rematik
mempengaruhi semua persendian, menyebabkan poliartritis. Jantung merupakan organ
sasaran dan merupakan bagian yang kerusakannya paling serius.

Kerusakan jantung dan lesi sendi bukan akibat infeksi, artinya jaringan tersebut
tidak mengalami infeksi atau secara langsung dirusak oleh organisme tersebut, namun
hal ini merupakan fenomena sensitivitas atau reaksi, yang terjadi sebagai respon
terhadap streptokokus hemolitikus.

Leukosit darah akan tertimbun pada jaringan yang terkena dan membentuk nodul,
yang kemudian akan diganti dengan jaringan parut. Miokardium tentu saja terlibat
dalam proses inflamasi ini; artinya, berkembanglah miokarditis rematik, yang sementara
melemahkan tenaga kontraksi jantung. Demikian pula pericardium juga terlibat; artinya,
juga terjadi pericarditis rematik selama perjalanan akut penyakit. Komplikasi miokardial
dan pericardial biasanya tanpa meninggalkan gejala sisa yang serius. Namun sebaliknya
endokarditis rematik mengakibatkan efek samping kecacatan permanen.

Endokarditis rematik secara anatomis dimanifestasikan dengan adanya tumbuhan


kecil yang transparan, yang menyerupai manik dengan ukuran sebesar kepala jarum
pentul, tersusun dalam deretan sepanjang tepi bilah katup. Manic-manik kecil itu tidak
tampak berbahaya dan dapat menghilang tanpa merusak bilah katup, namun yang lebih
sering mereka menimbulkan efek serius. Mereka menjadi awal terjadinya suatu proses
yang secara bertahap menebalkan bilah-bilah katup, menyebabkan menjadi memendek
dan menebal disbanding yang normal, sehingga tidak dapat menutup dengan sempurna.
Terjadilah kebocoran, suatu keadaan yang disebut regurgitasi katup.Tempat yang palinh
sering mengalami regurgitasi katup adalah katup mitral.

Kerusakan jantung dan lesi sendi bukan akibat infeksi, artinya jaringan tersebut
tidak mengalami infeksi atau secara langsung dirusak oleh organism tersebut, namun hal

11
ini merupakan fenomena sensitivitas atau reaksi, yang terjadi sebagai respon terhadap
streptokokus hemolitikus.

Stretococcus beta hemolitikus grup-A dapat menyebabkan penyakit supuratif


misalnya paringitis, impetigo, selulitis, miositis, pneumonia, sepsis nifas dan penyakit
nonsupuratif misalnya demam rematic, glomerulonferitis akut. Setelah inkubasi 2-4
hari, inpasi streptococcus beta hemoliticus grup-A pada fharing menghasilkan respon
inflamasi akut yang berlangsung 3-5 hari ditandai dengan demam, nyeri tenggorokan,
malaise, pusing dan leukositosis. Pasien masih tetap terinfeksi selama berminggu-
minggu setelah gejala pharingitis menghilang sehingga menjadi reserpior infeksi bagi
orang lain. Kontak lamgsung peroral atau melalui sekret pernafasan dapat menjadi
media transmisi penyakit. Hanya pharingitis streptococcus beta hemoliticus grup-A saja
yang dapat mengakibatkan atau mengaktifkan demam rematic.

Penyakit jantung rematic merupakan manifestasi dengan rematic berkelanjutan


yang melibatkan kelainan pada katup dan endrokardium. Lebih dari 60% penyakit
rematic pever akan berkembang menjadi rematic heart deseate. Adapun kerusakan yang
ditimbulkan pada rematic heart disiaste terjadi kerusakan katup jantung akan
menyebakan timbulnya regusgitasi. Episod yang sering dan berulang penyakit ini akan
menyebabkan penebalan pada katup, pembentukan skar ( Jaring parut ), klasifikasi dan
dapat berkembang menjadi palpular sitenosis.

Sebagai dasar rhematic heart desease, penyakit rhematic fever dalam


patogenesisnya dipengaruhi oleh beberapa faktor yang berperan dalam patogenesis
penyakit rhematic fever antara lain faktor organisme, faktor host dan faktor sistem
imun.

Bakteri streptococcus beta hemolyticus grup- A sebagai organisme penginfeksi


memiliki peran penting dalam patogenesis rhematic fever. Bakteri ini sering
berkolonisasi dan berpoliresasi di daerah tenggorokan dimana bakteri ini memiliki
supraantigen yang dapat berikatan dengan major histocompability komplex kelas 2
( MHC kelas 2 ) yang akan beikatan dengan reseptor sel T yang apabila teraktifitasi
akan melepaskan sitokin dan menjadi sitotosis. Supraantigen bakteri streptococcus beta
hemolyticus grup A yang terlibat pada patogenesis rhematic fever tersebut adalah
protein M yang merupakan eksotoksin pirogenik streptoccocus. Selain itu, bakteri
streptococcus beta hemolyticus grup - A juga menghasilkan produk ekstra seluler

12
seperti streptolisin, streptikinase, DNA ASE dan healurodinase yang mengativasi
produksi sejumlah antibodi autoreaktif

2.2.4 PATHWAY RHD

13
14
2.2.5 MANIFESTASI KLINIS

Perjalanan klinis penyakit demam reumatik/penyakit jantung reumatik dapat dibagi


dalam 4 stadium:

1. Stadium I
Stadium ini berupa infeksi saluran napas bagian atas oleh kuman beta- Streptococcus
hemolyticus grup A. Keluhan biasanya berupa demam, batuk, rasa sakit waktu
menelan, tidak jarang disertai muntah dan bahkan pada anak kecil dapat terjadi diare.
Pada pemeriksaan fisik sering didapatkan eksudat di tonsil yang menyertai tanda-
tanda peradangan lainnya. Kelenjar getah bening submandibular seringkali
membesar.Infeksi ini biasanya berlangsung 2-4 hari dan dapat sembuh sendiri tanpa
pengobatan.Para peneliti mencatat 50-90% riwayat infeksi saluran napas bagian atas
pada penderita demam reumatik/penyakit jantung reumatik, yang biasanya terjadi 10-
14 hari sebelum manifestasi pertama demam reumatik/penyakit jantung reumatik.
2. Stadium II
Stadium ini disebut juga periode laten, ialah masa antara infeksi Streptococcus
dengan permulaan gejala demam reumatik, biasanya periode ini berlangsung 1-3
minggu, kecuali korea yang dapat timbul 6 minggu atau bahkan berbulan-bulan
kemudian.
3. Stadium III
Merupakan fase akut demam reumatik, saat timbulnya berbagai manifestasi klinik
demam reumatik/penyakit jantung reumatik. Manifestasi klinik tersebut dapat

15
digolongkan dalam gejala peradangan umum (gejala minor) dan manifestasi spesifik
(gejala mayor) demam reumatik/penyakit jantung reumatik.
4. Stadium IV
Disebut juga stadium inaktif. Pada stadium ini penderita demam reumatik tanpa
kelainan jantung atau penderita penyakit jantung reumatik tanpa gejala sisa katup
tidak menunjukkan gejala apa-apa7 Pada penderita penyakit jantung reumatik dengan
gejala sisa kelainan katup jantung, gejala yang timbul sesuai dengan jenis serta
beratnya kelainan. Pada fase ini baik penderita demam reumatik maupun penyakit
jantung reumatik sewaktu-waktu dapat mengalami reaktivasi penyakitnya.
a. Kriteria Mayor
1. Karditis
Frekuensi karditis 30-60% pada serangan pertama, dan sering pada anak
anak. Karditis adalah komplikasi yang paling serius dan paling sering terjadi
setelah poli artritis. Pankarditis, yaitu meliputi perikarditis, miokarditis dan
endokarditis. Pada stadium lanjut pasien, pasien mungkin mengalami dyspnea
ringan-sedang, rasa tak nyaman di dada atau nyeri pada dada pleuritik, edema,
batuk dan ortopnea. Pada pemeriksaan fisik, karditis paling sering ditandai dengan
murmur dan takikardia yang tidak sesuai dengan tingginya demam.
Perikarditis ditandai dengan pericardial friction rub. Pada efusi perikard
bisa didengar adanya muffled sound, dan pulsus paradox (penurunan tekanan
sistolik yang besar di saat inspirasi). Karakterisitik miokarditis adalah infiltrasi sel
mononuklear, vaskulitis dan perubahan degeneratif pada interstisial conective
tissue. Bentuk endokarditis tersering adalah insufisiensi katub mitral.
Katup yang sering terkena adalah katup mitral (65-70%) dan katub aorta
(25%). Katup trikuspid hanya terganggu pada 10% dan hampir selalu
berhubungan lesi pada katub mitral dan aorta. Sedangkan katup pulmonal sangat
jarang terlibat. Insufisiensi katup yang berat pada fase akut dapat menyebabkan
gagal jantung dan kematian (pada 1% penderita). Perlengketan pada jaringan
penunjang katup akan menghasilkan stenosis atau kombinasi antara stenosis dan
insufisiensi yang muncul dalam 2-10 tahun setelah episode demam reumatik akut.
Perlengketan bisa terjadi pada tingkatan ujung bilah katup, bilah katup dan chorda
atau kombinasi dari ketiga tingkatan tersebut. Gambaran klinis yang dapat
ditemukan dari gangguan katup jantung dapat dilihat pada tabel

16
Gangguan Manifestasi
Regurgitasi mitral a. Aktivasi ventrikel kiri meningkat
b. Bising pansistolik di apeks,menyebar ke aksila
bahkan ke punggung
c. Murmurmid-diastolik (carrey coombs murmur)
di apeks
Regurgitasi aorta a. Aktivasi ventrikel kiri meningkat
b. Bising diastolic di ICS II kanan/kiri, menyebar
ke apeks.
c. Tekanan nadi sangat lebar (sistolik tinggi,
sedangkan diastolic sangat rendah bahkan
hingga 0 mmHg)
Stenosis mitral a. Aktivasi ventrikel kiri negative
b. Bising diastolik di daerah apeks dengan S1
mengeras

2. Poliartritis Migrans
Merupakan manifestasi yang paling sering dari reumatic fever, terjadi
sekitar 70% pasien rheumatic fever. Gejala ini muncul 30 setelah infeksi
streptococcus yaitu saat antibody mencapai puncak. Radang sendi aktif ditandai
dengan nyeri hebat, bengkak, eritema pada beberapa sendi. Nyeri saat istirahat
yang semakin hebat pada gerakan aktif dan pasif merupakan tanda khas. Nyeri
hebat Artritis paling sering menyerang sendi-sendi besar, terutama lutut,
pergelangan kaki, siku, dan pergelangan tangan. Gejala ini bersifat asimetris dan
berpindah-pindah (poliaritis migrans). Peradangan sendi ini dapat sembuh
spontan beberapa jam sesudah serangan namun muncul pada sendi yang lain.
Pada sebagian besar pasien dapat sembuh dalam satu minggu dan biasanya tidak
menetap lebih dari dua atau tiga minggu
3. Chorea Sydenham
Chorea Sydenham terjadi pada 13-14% kasus rheumatic fever dan dua kali lebih
sering pada perempuan. Gejala ini muncul pada fase laten yakni beberapa bulan
setelah infeksi streptococcus (mungkin 6 bulan). Manifestasi ini mencerminkan
keterlibatan proses radang pada susunan saraf pusat, ganglia basal, dan nucleus

17
kaudatus otak. Periode laten dari chorea ini cukup lama, sekitar tiga minggu
sampai tiga bulan dari terjadinya rheumatic fever. Gejala awal biasanya emosi
yang lebih labil dan iritabilitas. Kemudian diikuti dengan gerakan yang tidak
disengaja, tidak bertujuan, dan inkooridinasi muskular. Semua bagian otak dapat
terkena, namun otot ekstrimitas dan wajah adalah yang paling mencolok. Gejala
ini semakin diperberat dengan adanya stress dan kelelahan, namun menghilang
saat tidur.
4. Eritema Marginatum
Muncul dalam 10% serangan pertama Demam reumatik biasanya pada anak
anak, jarang pada dewasa. Ruam berbentuk anular. Bulat berwarna kemerahan
yang kemudian ditengahnya memudar pucat, dan tepiya berwarna merah
berkelok-kelok seperti ular. Umumnya ditemukan di tubuh (dada atau
punggung) dan ekstremitas.
5. Nodulus Subkutan
Nodulus subkutan ini jarang dijumpai, kurang dari 5% kasus. Nodulus terletak
pada permukaan kaki. Kadang juga ditemukan di kulit kepala bagian oksipital
dan diatas kolumna vertebralis. Nodul berupa benjolan berwarna terang keras,
tidak nyeri, tidak gatal, mobile, dengan diameter 0,2-2 cm. Nodul subkutan
biasanya terjadi beberapa minggu setelah rheumatic fever muncul dan
menghilang dalam waktu sebulan. Nodul ini selalu menyertai karditis rematik
yang berat.
b. Kriteria Minor
Demam biasanya tinggi sekitar 39C dan biasa kembali normal dalam
waktu 2-3 minggu, walau tanpa pengobatan. Artalgia, yakni nyeri sendi tanpa
disertai tanda-tanda objektif (misalnya bengkak, merah, hangat) juga sering
dijumpai. Artralgia biasa melibatkan sendi-sendi yang besar. Penanda
peradangan akut pada pemeriksaan darah umumnya tidak sfesifik, yaiti LED dan
CRP umumnya meningkatkan pada rheumatic fever. Pemeriksaan dapat
digunakan untuk menilai perkembangan penyakit.

2.2.6 PENATALAKSANAAN

Dasar pengobatan demam reumatik terdiri dari istirahat, eradikasi kuman


streptokok, penggunaan obat anti radang, dan pengobatan suportif.

18
1. Istirahat; bergantung pada ada tidaknya dan berat ringannya karditis.
2. Eradikasi kuman streptokok, untuk negara berkembang WHO menganjurkan
penggunaan benzatin penisilin 1,2 juta IM. Bila alergi terhadap penisilin
digunakan eritromisin 20 mg/kg BB 2x sehari selama 10 hari.
3. Penggunaan obat anti radang bergantung terdapatnya dan beratnya kardiris.
Prednison hanaya digunakan pada karditis dengan kardiomegali atau gagal
jantung.
4. Pengobatan suportif, berupa diet tinggi kalori dan protein serta vitamin (terutama
vitamin C) dan pengobatan terhadap komplikasi. Bila dengan pengobatan
medikamentosa saja gagal perlu di pertimbangkan tindakan operasi pembetulan
katup jantung.
Demam reumatik cenderung mengalami serangan ulang, maka perlu diberikan
pengobatan pencegahan (profilaksis sekunder) dengan memberikan bezatin penisilin
1,2 juta IM tiap bulan. Bila tidak mau disuntik dapat diganti dengan penesilin oral 2
x 200.000 U/hari. Bila alergi terhadap obat tersebut dapat diberikan sulfadiazin 1000
mg/hari untuk anak 12 tahun ke atas, dan 500 mg/hari untuk anak 12 tahun ke bawah.
Lama pemberian profilaksis sekunder bergantung ada tidaknya dan beratnya karditis.
Bagi yang berada di dalam yang mudah terkena infeksi streptokok dianjurkan
pemberian profilaksis seumur hidup. Secara singkat penanganan demam reumatik
adalah sebagai berikut:
1. Artritis tanpa kardiomegali : Istirahat baring 2 minggu, rehabilitas 2 minggu, obat-
obatan anti inflamasi, erdikasi dan profilaksi (seperti yang diuraikan diatas). Anak
boleh sekolah setelah 4 minggu perawatan, olahraga bebas.
2. Artritis+karditis tanpa kardiomegali: Tirah baring 4 minggu, pengobatan seperti
yang diuraikan: sekolah setelah 8 minggu perawatan. Olahraga bebas.
3. Karditis +kardiomegali: tirah baring 6 minggu, mobilisasi 6 minggu, pengobatan
seperti yang diuraikan. Sekolah setelah perawatan selama 12 minggu. Olahraga
terbatas, hindari olahraga berat dan kompetitif.
4. Karditis + kardimegali + gagal jantung: tirah baring selama ada gagal jantung,
mobilisasi bertahap 12 minggu. Pengobatan seperti yang diuraikan, sekolah
setelah perawatan 12 minggu gagal jantung teratasi. Olahraga di larang
(Ngastiyah, 2005)

19
2.2.7 PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

Adapun beberapa peeriksaan penunjang yang dapat digunakan untuk mendukung


diagnosis dari rheumatic heart disease adalah:

1. Pemeriksaan laboratorium
a. Reaktan Fase Akut
Merupakan uji yang menggambarkan radang jantung ringan. Pada pemeriksaan
darah lengkap, dapat ditemukan leukosistosis terutama pada fase akut/aktif,
namun sifatnya tidak spesifik. Marker inflamasi akut berupa C-reactive protein
(CRP) dan laju endap darah (LED). Peningkatan laju endap darah merupakan
bukti non spesifik untuk penyakit yang aktif. Pada rheumatic fever terjadi
peningkatan LED, namun normal pada pasien dengan congestive failure atau
meningkat, CRP merupakan indicator dalam menentukan adanya jaringan
radang dan tingkat aktivitas penyakit. CRP yang abnormal digunakan dalam
diagnosis rheumatic fever aktif.
b. Rapid Test Antigen Streptococcus
Pemeriksaan ini dapat mendeteksi antigen bakteri streptococcus grup A secara
tepat dengan spesifisitas 95% dan sensitivitas 60-90%
c. Pemeriksaan Antibody Antistreptococcus
Kadar titer antibodi antristreptococcus mencapai puncak ketika gejala klinis
rheumatic fever muncul. Tes antibodi antistreptococcus yang biasa digunakan
adalah antistreptolisin O/ASTO dan antideoxyribonuklease B/anti DNase B.
Pemeriksaan ASTO dilakukan terlebih dahulu, jika tidak terjadi peningkatan
akan dilakukan pemeriksaan anti Dnase B. Titer Asto Biasanya mulai meningkat
pada minggu 1, adn mencapai puncak minggu ke 3-6 setelah infeksi. Titer ASO
naik >333 unit pada anak-anak, dan >250 unit pada dewasa. Sedangkan anti
Dnase B mulai meningkat minggu 1-2 dan mencapai puncak minggu ke 6-8.
Nilai normal titer anti Dnase B=1:60 unit pada anak prasekolah dan 1:480 unit
anak usia sekolah.
d. Kultur tenggorokan
Pemeriksaan kultur tenggorokan untuk mengetahui ada tidaknya streptococcus
beta hemolitikus grup A. Pemeriksaan ini sebaiknya dilakukan sebelum

20
pemberian antibiotik. Kultur ini umumnya negatif bila gejala rheumatic fever
atau rheumatic heart disease mulai muncul
2. Pemeriksaan Radiologi dan Pemeriksaan Elektrokardiograf
Pada pemeriksaan radiologi dapat mendeteksi adanya kardiomegali dan kongesti
pulmunal sebagai tanda adanya gagal jantung kronik pada karditis. Sedangkan pada
pemeriksaan EKG ditunjukan adanya pemanjangan interval PR yang bersifat tidak
spesifik. Nilai normal batas atas interval PR untuk usia 3-12 tahun =0,16 detik, 12-14
tahun =0,18 detik,dan >17 tahun=0,20 detik
3. Pemeriksaan Ekokardiografi
Pada pasien RHD, pemeriksaan ekokardiografi bertujuan untuk mengidentifikasi dan
menilai derajat insufisiensi/stenosis katup, efusi perikardium, dan disfungsi ventrikel.
Pada pasien rheumatic fever dengan karditis ringan, regurgitasi mitral akan
menghilang beberapa bulan. Sedangkan pada rheumatic fever dengan karditis sedang
dan berat memiliki regurgitasi mitral /aorta yang menetap. Gambaran ekokardiografi
terpenting adalah dilatasi annulus, elongasi chordae mitral, dan semburan regurgitasi
mitral ke postero-lateral

2.2.8 KOMPLIKASI

Penyakit jantung rematik yang tidak mendapatkan penanganan berpotensi menimbulkan


komplikasi, di antaranya:

a) Gagal jantung pada kasus yang berat.


b) Dalam jangka panjang timbul penyakit demam jantung reumatik.
c) Aritmia.
d) Perikarditis dengan efusi.
e) Pneumonia reumatik.

2.3 KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN RHD

2.3.1 PENGKAJIAN

1. Idenitas Klien
Timbul pada umur 5-15 tahun, wanita dan pria = 1:1
Sering ditemukan pada lebih dari satu anggota keluarga yang terkena,
lingkungan sosial juga ikut berpengaruh
2. Keluhan Utama : hipertermi dan poliatritis

21
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Demam, sakit persendian, karditis, nodus noktan timbul minggu pertama, timbul
gerakan tiba-tiba.
4. Riwayat Penyakit Dahulu : Fonsilitis, Faringitis, Autitis media
5. Riwayat Penyakit Keluarga : ada keluarga yang menderita penyakit jantung
6. ADL
a. Aktivitas / istirahat
Gejala : Kelelahan, Kelemahan
Tanda : Takikardia, penurunan TD, dispnea dengan aktivitas
b. Sirkulasi
Gejala : Riwayat penyakit jantung kongenital, IM, bedah jantung,
palpitasi, jatuh pingsan
Tanda : Takikardia, disaritmia, perpindahan TIM kiri dan inferior,
Friction Rub, murmur, edema,hemoragi splinter
c. Eliminasi
Gejala : Riwayat penyakit ginjal, penurunan frekuensi /jumlah urine.
Tanda : urine pekat gelap.
d. Nyeri / Ketidaknyamanan
Gejala : Nyeri dan nyeri tekan disekitar sendi menyebar pada sendi lutut,
siku, bahu, lengan (ganguan fungsi sendi) yang diperberat oleh inspirasi,
batuk, gerakan menelan, berbaring, nyeri dada/punggung/sendi.
Tanda : Perilaku distraksi, Mis : gelisah
e. Pernapasan
Gejala : Dispnea, batuk menetap atau nokturnal (sputum mungkin/tidak
produktif).
Tanda : Takipnea, bunyi nafas adventisius (krekets dan mengi), sputum
banyak dan bercak darah (edema pulmonal).
f. Keamanan
Gejala : Riwayat infeksi virus, bakteri, jamur, penurunan sistem imun.
Tanda : demam
7. Pemeriksaan
a. Pemeriksaan Umum
Keadaan umum lemah
Suhu : 38 – 39C ( peningkatan suhu tubuh )

22
Nadi cepat dan lemah
BB : Turun
TD : sistol, diastol
b. Pemeriksaan fisik Head to Toe
a) Kepala Ada gerakan yang tidak disadari pada wajah, sclera anemis,
terdapat napas cuping hidung, membran mukosa mulut pucat.
b) Kulit Turgor kulit kembali setelah 3 detik, peningkatan suhu tubuh lebih
dari 39ᴼ C.
c) Dada
 Inspeksi : terdapat edema, petekie
 Palpasi: vocal fremitus tidak sama
 Perkusi redup
 Auskultasi terdapat pericardial friction rub, ronchi, crackles
d) Jantung
 Inspeksi : iktus kordis tampak
 Palpasi : dapat terjadi kardiomegali
 Perkusi : redup
 Auskultasi :terdapat murmur, gallop
e) Abdomen
 Inspeksi : perut simetris
 Palpasi : kadang-kadang dapat terjadi hepatomigali
 Perkusi : tympani
 Auskultasi : bising usus normal Kelemahan otot
f) Genetalia Tidak ada kelainan
g) Ekstermitas Pada inspeksi sendi terlihat bengkak dan merah, ada gerakan
yang tidak disadari, pada palpasi teraba hangat dan terjadi kelemahan otot.
8. Data fokus yang didapat antara lain:
a) Peningkatan suhu tubuh tidak terlalu tinggi kurang dari 39 derajat celcius
namun tidak terpola.
b) Adanya riwayat infeksi saluran napas.
c) Tekanan darah menurun, denyut nadi meningkat, dada berdebar-debar.
d) Nyeri abdomen, mual, anoreksia, dan penurunan hemoglobin.
e) Arthralgia, gangguan fungsi sendi.

23
f) Kelemahan otot.
g) Akral dingin.
h) Mungkin adanya sesak.
9. Pengkajian data khusus:
a) Karditis : takikardi terutama saat tidur, kardiomegali, suara sistolik,
perubahan suarah jantung, perubahan EKG (interval PR memanjang), nyeri
prekornial, leokositosis, peningkatan LED, peningkatan ASTO.
b) Poliatritis : nyeri dan nyeri tekan disekitar sendi, menyebar pada sendi lutut,
siku, bahu, dan lengan (gangguan fungsi sendi).
c) Nodul subkutan : timbul benjolan di bawah kulit, teraba lunak dan bergerak
bebas. Biasanya muncul sesaat dan umumnya langsung diserap. Terdapat
pada permukaan ekstensor persendian.
d) Khorea : pergerakan ireguler pada ekstremitas, infolunter dan cepat, emosi
labil, kelemahan otot.
e) Eritema marginatum : bercak kemerahan umum pada batang tubuh dan
telapak tangan, bercak merah dapat berpindah lokasi, tidak parmanen, eritema
bersifat non-pruritus.
10. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan darah, astopiter, LED, Hb, Leukosit, Pemeriksaan EKG,
pemeriksaan hapus tenggorokan

2.3.2 DIAGNOSA

1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontraksi otot jantung.


Ditandai dengan wajah pasien pucat, dada terasa berdebar debar, suara jantung
abnormal yaitu murmur, takikardi, hipotensi.
2. Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera biologis. Ditandai dengan pasien
mengeluh nyeri dada.
3. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit. Ditandai dengan peningkatan
suhu tubuh yaitu 38 derajat celcius.
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia ditandai dengan pasien mengeluh tidak ada nafsu makan.
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik ditandai dengan
pasien cepat lelah saat melakukan aktivitas berlebihan.

24
6. Defisit perawatan diri berhubungan dengan gangguan neuromuskuler. Ditandai
dengan kelemahan fisik

2.3.3 PERENCANAAN

1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan adanya gangguan pada penutupan


katup mitral (stenosis katup)

TUJUAN

Setelah diberikan asuhan keperawatan, penurunan curah jantung dapat


diminimalkan.

Kriteria hasil

NOC

 Menunjukan tanda- tanda vital dalam batas yang dapat diterima (disaritmia
terkontrol atau hilang).
 Bebas gejala gagal jantung (mis: parameter hemodinamik dalam batas
normal, keluaran urin adekuat)
 Melaporkan penurunan episode dispnea, angina. Ikut serta dalam aktivitas
yang mengurangi beban kerja jantung.

Intervensi

NIC

 Kaji frekuensi nadi RR, TD, secara teratur setiap 4 jam


Rasional : Memonitor adanya perubahan sirkulasi jantung sedini mungkin
dan terjadinya takikardia – disaritmia sebagai kompensasi meningkat curah
jantung
 Kaji perubahan warna kulit terhadap sianosis dan pucat
Rasional : Pucat menunjukan adanya penurunan perfusi perifer terhadap tidak
adekuatnya curah jantung. Sianosis terjadi sebagai akibat adanya obstruksi
aliran darah pada ventrikel.
 Batasi aktifitas secara adekuat

25
Rasional : istarahat memadai diperlukan untuk memperbaiki efisiensi
kontraksi jantung dan menurukan konsumsi O2 dan kerja berlebihan
 Berikan kondisi psikologis lingkungan yang tenang
Rasional ; stress emosi menghasilkan vasokontriksi yang meningkatkan TD
dan meningkatkan kerja jantung
 Kolaborasi untuk pemberian oksigen
Rasional : Meningkatkan sediaan oksigen untuk fungsi miokard dan
mencegah hipoksia
 Kolaborasi untuk pemberian digitalis
Rasional ; Diberikan untuk menigkatkan kontraktilitas miokard dan
menurunkan beban kerja jantung
2. Nyeri akut berhubungan dengan distensi jaringan oleh akumulasi cairan/proses
inflamasi, destruksi sendi.
Tujuan
Nyeri dapat berkurang /hilang

Kriteria hasil

NOC

 Menunjukan nyeri berkurang /hilang


 Terlihat rileks, dapat tidur/istirahat
 Berpartisipasi dalam aktifitas sesuai kemampuan

Intervensi

NIC

 Kaji keluhan nyeri, catat lokasi dan intensitas (skala 0-10). Catat faktor yang
mempecat dari tanda sakit non verbal
Rasional : Membantu dalam menentukan kebutuhan dan manajemen nyeri
dan keefektifan program
 Biarkan pasien mengambil posisi yang nyaman
Rasional : Pada penyakit yang berat tirah baring sangat diperlukan untuk
membatasi nyeri/cidera berlanjut.
 Beri obat sebelum aktifitas/istirahat yang direncanakan,
Rasional : meningkatkan relaksasi, mengurangi ketegangan otot/spasme.

26
 Observasi gejala cardinal
Rasional : Gejala cardinal menunjukan keadaan fisik dari organ-organ vital
tubuh, juga dapat memberikan gambaran kondisi pasien
3. Intoleran aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
oksigen dan kebutuhan
Tujuan
Dapat melakukan aktivitas dengan mandiri

Kriteria hasil

NOC

 Pasien tidak mudah lelah


 Pasien tidak nyeri
 Pasien tidak meringis
 Pasien tidak lemas
 Pasien tidak pucat

Intervensi

NIC

 Periksa tanda vital sebelum dan segera setelah aktivitas


Rasional : Hipertensi ortostatik dapat terjadi dengan aktivitas Karena efek
obat (vasodilatasi), perpindahan cairan (diuretik),atau pengaruh fungsi
jantung.
 Catat respon kardiopulmunal terhadap aktifitas, catat takikardia,
disaritmia,dispnea, berkeringat, pusat.
Rasional ; Penurunan / ketidakmampuan miokardium untuk meningkatkan
volume sekuncup selama aktivitas, dapat menyebabkan peningkatan segera
pada frekuensi jantung dan kebutuhan oksigen, juga peningkatan kelelahan
dan kelemahan.
 Kaji presipitasi/ penyebab kelemahan contoh pengobatan,nyeri,obat.
Rasional : Kelemahan adalah efek samping dari beberapa obat (beta
bloker,tranquilizer dan sedative). Nyeri dan program penuh stress juga
memerlukan energy dan menyebabkan kelemahan.

27
 Evaluasi peningkatan intoleransi aktivitas.
Rasional : Dapat menunjukan peningkatan dekompensasi jantung dari pada
kelebihan aktivitas
 Berikan bantuan dalam aktivitas perawatan diri sesuai indikasi, selingi
periode aktivitas dengan periode aktivitas dengan periode istirahat.

2.2.4 IMPLEMENTASI

Implementasi disesuaikan dengan intervensi yang telah ditetapkan berdasarkan


diagnosa keperawatan yang sudah ditegakkan.

2.2.5 EVALUASI

Evaluasi dilakukan untuk menilai apakah tindakan yang telah dilakukan berhasil
untuk mengatasi masalah pasien dan dilihat juga berdasarkan tujuan yang telah
ditetapkan.

28
BAB III

TINJAUAN KASUS

3.1 Pengkajian
Dalam bab ini diuraikan studi kasus yaitu asuhan keperawatan pada An.
J.O dengan diagnosa medis penyakit jantung reumatik. Anak J.O berumur 11
tahun. Pasien masuk rumah sakit pada tanggal 16 Juni 2018. Pengkajian pasien
dilakukan oleh mahasiswa pada tanggal 25 Juni 2018 pukul 11.00 WITA,
dengan data yang didapatkan saat pengkajian pasien mengeluh nyeri dada, dada
terasa seperti berdebar-debar, dan cepat lelah. Riwayat penyakit dahulu keluarga
pasien mengatakan tidak pernah menderita penyakit seperti yang dialami An.
J.O, keluhan saat ini pasien mengatakan merasa nyeri dada, dengan skala nyeri 6
(nyeri sedang), pasien tampak meringis kesakitan, saat pengkajian TTV : TD :
110/60 mmHg, N: 106 x/menit, RR : 34 x/menit, S : 36,5ᴼ C, pasien tampak
lemas, kesadaran composmentis, pengkajian GCS : E : 4, V : 5, M : 6 (GCS :
15), semua aktivitas pasien dibantu oleh keluarga dan petugas medis. Pasien
mendapatkan terapi infus D5 ½ NS 7 tpm, Dobutamin 1,5 cc/jam, Ranitidin2x ½
tab, Captropil 2 x 12,5 mg.

Hasil pemeriksaan laboratorium pada tanggal 20 juni 2018 adalah HB :


10.1 g/dL, jumlah Eritrosit : 4.04 10^6/uL, Hematokrit : 31.8 L %, MCV 78.7
fL, MCH: 25.0 L pg, RDW-CV : 16.8 H %, Neutrofil : 69,2 H %, Limfosit 19.8
L %, Monosit 6.4 H %, jumlah Eosinofil 0.50 10^3/ul, jumlah Neutrofil 8.04
10^3/ul, jumlah Monosit 0.74 10^3/ul, PCT 0.40 H %.

1. IDENTITAS KLIEN
Nama Klien (inisial) : An. J.O
NO. MR : 493219
Jenis Kelamin :P
Nama Orangtua : Tn. T.B
Tanggal Lahir : 01-07-2018
Alamat : Amarasi Selatan
Tanggal Masuk : 23-06-2018 Jam : 22.30
Diagnosa Medis : PJR

29
2. KELUHAN UTAMA :
Pasien mengatakan dada terasa berdebar-debar, nyeri pada dada nyeri
dirasakan seperti tertikam nyeri menjalar dari dada sampai ke punggung,
nyeri dirasakan saat melakukan pergerakan, pasien juga megeluh cepat lelah
ketika melakukan aktivitas yang berlebihan.

3. RIWAYAT KESEHATAN SAAT INI


Keluarga mengatakan awalnya pasien batuk demam dan nyeri pada dada
sejak 3 hari yang lalu, akhirnya pada tanggal 6 pasien dibawa ke RS.
NAIBONAT dan dirawat selama 10 hari dan pada tanggal 16 juni 2018 jam
pukul 10:15 WITA. Pasien masuk dengan keluhan nyeri dada dan sesak
napas.
Keadaan umum : An. J.O tampak pucat dan lemah
GCS : E4 V5 M6
Kesadaran : Composmentis
Tanda Vital
Suhu : 36,5°C
Nadi : 140x/mnt
Pernapasan : 30x/menit
Tekanan Darah : 110/60 mmHg

4. RIWAYAT KEHAMILAN DAN KELAHIRAN :


• Prenatal
Tempat pemeriksaan kehamilan : Puskesmas Oemasi Frekuensi
pemeriksaan Kehamilan : Rutin
Sakit yang diderita/keluhan : Tidak ada
• Intranatal
Tempat persalinan : Puskesmas kemasi
Tenaga penolong : Bidan
Jenis persalinan : Spontan
Usia Kehamilan : 39 minggu
Berat badan lahir : 2.500 gr
Apgar score : Tidak ada data
Panjang badan lahir : Tidak ada data

30
Menangis : ya
Nilai APGAR : Tidak ada data
Jaundice : Tidak
• Postnatal
Lama mendapat ASI : 6 bulan
ASI Eksklusif : Anak mendapatkan ASI eksklusif usia 0-6
bulan tanpa dicampur susu formula
Usia mendapatkan MP-ASI : Ibu mengatakan An. J.O mendapatkan
MPASI susu formula dan bubur sejak usia 7
bulan.

5. RIWAYAT MASA LAMPAU


 Penyakit waktu kecil : tidak ada
 Pernah dirawat di RS : An. J.O pernah masuk RS. NAIBONAT dengan
keluhan batuk dan nyeri pada daerah dada. Pasien dirawat selama satu
minggu.
 Obat-obatan yang digunakan : Ayah pasien mengatakan lupa nama
obatnya tapi obatnya didapat dari RS dengan resep Dokter.
 Tindakan (operasi) : Ayah pasien mengatakan An. J.O tidak pernah
mendapat tindakan operasi apapun
 Alergi : Ayah pasien mengtakan An. J.O tidak ada alergi
 Kecelakaan : Ayah pasien mengatakan An. J.O tidak perna mengalami
kecelakan lalu lintas maupun jatuh.
 Imunisasi dasar : Ayah pasien mengatakan An. J.O mendapatkan
imunisasi lengkap HB0, BCG, DPT-HB-Hib (1,2,3), Polio (1,2,3,4), dan
campak, ibu juga rutin membawa An. J.O ke posyandu setiap bulan.
6. RIWAYAT KELUARGA (DISERTAI GENOGRAM)
Dari data genogram diatas didapatkan, An. J.O tinggal serumah dengan ayah
dan kakaknya . Tn. T.B mengatakan dalam keluarga tidak ada yang menderita
penyakit seperti anaknya J.O.

7. RIWAYAT SOSIAL
 Orang yang mengasuh : Tn. T.B

31
 Hubungan dengan anggota keluarga : Ayah Dari Pasien
 Hubungan anak dengan teman sebaya : baik dan mudah bergaul
 Pembawaan secara umum :Ayah pasien mengatakan An. J.O merupakan
anak yang ceria dan aktif
 Lingkungan rumah : baik, tidak bising, tidak padat penduduk, dan
lingkungan rumah bersih

8. KEBUTUHAN DASAR
 Nutrisi : Ayah pasien mengatakan, nafsu makan An J.O. baik dan pola
makan 3 kali sehari. Makanan yang dikonsumsi nasi sayur, ikan, daging,
buah. Alat makan yang digunakan sendok.
 Istirahat dan tidur : Ayah pasien mengatakan pola tidur An.J.O Baik,
yaitu sehari tidur 2 kali siang dan malam.
 Personal hygiene : An. J.O mandi 2 kali sehari (pagi dan sore) pakai
sabun, keramas menggunakan sampo, sikat gigi 2 kali sehari pakai odol
(pagi dan malam hari)
 Aktivitas bermain : An.J.O biasanya sepeda bersama teman-temannya.
 Eliminasi (urin dan bowel) : BAK sebelum sakit 3-4 x sehari, saat sakit 2 x
sehari, BAB sebelum sakit 2x sehari, saat sakit 1 x sehari.

9. KEADAAN KESEHATAN SAAT INI


 Tindakan operasi : An. J.O tidak mendapatkan tindakan operasi
 Status nutrisi : Menghabiskan setengah porsi makanan (bubur, sayur,
daging) diselingi biskuit, dan roti.
 Status cairan : An. J.O rajin mengkonsumsi air putih. Terpasang
IVFD D5-1/2 NS 1000cc/24 jam
 Obat yang didapat : Furosemid 2x 20 mg/IV, Captopril 2x 12,5 g, ISDN
3x1/2 tab
 Aktivitas : An.J.O beraktivitas hanya pada tempat tidur Saja.
Aktivitas dibantu oleh keluarga.
 Pemeriksaan Penunjang, meliputi :
Laboratorium: 20-06-2018 Jam 11.38
Darah rutin Hb 10.1 g/dL nilai normal 11,8-15,0 g/dL

32
Hematokrit 31.8% nilai normal 37,0- 47,0 %
MCV 78.7 L nilai normal 81.0- 96.0 fL
MCH 25.0 pg nilai normal 27.0-36.0 pg
Neutrofil 68.4% nilai normal 25.0-60.0 %

10. PEMERIKSAAN FISIK


1) Keadaan umum : An. J.O tampak pucat dan lemas
2) TB : cm, BB: 35 kg, BB sebelum sakit: 36 kg, status gizi : Normal
3) Kepala: LK : 35cm
4) Kulit kepala bersih, rambut tidak gampang tercabut, ubun-ubun tidak
cekung.
5) Mata : konjungtiva anemis, sklera putih, tidak ada kotoran mata ataupun
peradangan
6) Hidung: tidak ada sekret
7) Telinga: simetris, tidak ada peradangan, tidak ada nyeri tekan
8) Mulut: bibir dan membran mukosa pucat
9) Gigi terdapat karies
10) Dada: simteris, pengembangan dada simetris, bentuk norma, tidak tarikan
dinding dada. Lingkar dada 17,5cmJantung: suara jantung mumur
11) Paru-paru : suara napas vesikuleri pada lobus kanan dan kiri atas
12) Abdomen : lingkar perut 20cm, tekstur lembek, tidak teraba massa,
perkusi: timpani. Bising usus ada 8x/menit, tidak ada mual muntah.
13) Genitalia : preputium bersih, tidak terpasang kateter
14) Anus ada
15) Ekstremitas : pergerakkan sendi terbatas pasien mudah lelah, kekuatan otot
normal, fraktur tidak ada, keterampilan motorik baik, akral hangat,
ekstremitas hangat.
11. INFORMASI LAIN
 Pengetahuan orang tua : Ayah pasien mengatakan sakit yang diderita An.
J.O adalah batuk-batuk, demam, dan nyeri pada daerah dada. Tidak
mengetahui cara penanganan dan cara pencegahannya.
 Persepsi orang tua terhadap penyakit anaknya yaitu cemas dan khawatir
tentang keadaan anaknya karena anaknya masih kecil, ia ingin anaknya
cepat sembuh.
33
3.2 Analisa Data

Hasil pengumpulan data, yang dilakukan, ada pun diagnosa yang dialami pasien
yaitu :
1) Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontraksi otot jantung.
DS : pasien mengatakan dada terasa berdebar-debar,
DO : Pasien tampak lemah, wajah pasien terlihat pucat, auskultasi bunyi jantung
terdengar murmur, Hasil TTV : TD : 100/60 mmHg, N : 140 x/m, RR : 30x/m.

2) Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera bilogis.


DS : Pasien mengatakan nyeri pada daerah dada, nyeri seperti tertikam, nyeri
menjalar dari dada sampai punggung, nyeri dirasakan pada saat melakukan
pergerakan.
DO : Saat dikaji skala nyeri 6 (nyeri sedang), wajah pasien tampak meringis
kesakitan. Hasil TTV : Nadi 140x/menit.

3) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik.


DS : Pasien mengatakan cepat lelah saat beraktivitas,
DO : Pasien tampak lemah, semua aktivitas dibantu keluarga dan tenaga kesehatan.

3.3 Perumusan Diagnosa Keperawatan


Diagnosa keperawatan ditegakkan berdasarkan data-data yang dibagi dengan
menetapkan masalah, penyebab, data-data penunjang. Masalah keperawatan
yang ditemukan pada pasien penyakit jantung demam reumatik yaitu :

1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontraksi otot


jantung yang ditandai dengan pasien mengatakan dada terasa berdebar-
debar, pasien tampak lemah, TD: 100/60 mmHg, nadi cepat 140x/menit, RR
: 30x/menit, auskultasi jantung mur-mur.

2. Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera biologis yang ditandai dengan
pasien mengatakan nyeri pada daerah dada, nyeri seperti tertikam, nyeri
menjalar dari dada sampai punggung, skala 6 (nyeri sedang) nyeri dirasakan
pada saat melakukan pergerakan, wajah pasien tampak meringis kesakitan.
Hasil TTV : Nadi 140x/menit.

3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik yang ditandai


dengan pasien mengatakan cepat lelah apabila melakukan aktivitas yang
berlebihan, semua aktivitas dibantu keluarga dan tenaga kesehatan.

34
3.4 Perencanaan

NO DIAGNOSA TUJUAN (NOC) INTERVENSI (NIC)


KEPERAWATAN

1 Perubahan curah Goal: pasien tidak akan Perawatan jantung


jantung berhubungan mengalami penurunan
1. Lakukan penilaian
dengan perubahan curah jantung selama
komprehensif terhadap
kontraksi otot jantung dalam perawatan.
sirkulasi perifer
Objektif: pasien tidak (misalnya, cek nadi
mengalami perubahan perifer, edema, pengisian
kontraksi otot jantung kapiler, dan suhu
setelah dilakukan ekstrimitas).
tindakan keperawatan
2. Catat adanya disritmia,
selama 3x24 jam dengan
tanda dan gejala
kriteria hasil:
penurunan curah jantung.
1. Tekanan darah dalam
3. Observasi tanda-tanda
rentang normal yaitu
vital.
120/70 mmHg
4. Kalaborasi dalam
2. Toleransi terhadap
pemberian terapi
aktivitas
antiaritmia sesuai
3. Nadi perifer kuat kebutuhan.
4. Tidak ada disritmia 5. 5. Instruksikan klien dan
Tidak ada bunyi jantung keluarga tentang
abnormal yaitu terdengar pembatasan aktivitas.
bunyi mur mur
6. Tidak ada angina
7. Tidak ada kelelahan

2 Nyeri akut b d agens Goal: pasien tidak akan Manajemen nyeri:


cedera biologi mengalami nyeri selama
1. Kaji secara
dalam perawatan.
komperhensif tentang
Objektif: klien akan nyeri, meliputi lokasi,
terbebas dari agens karasteristik dan awitan,
cedera biologis setelah durasi, frekuensi, kualitas,
dilakukan tindakan intensitas/beratnya nyeri,
keperawatan selama 1x dan faktor presipitasi
24 jam dengan kriteria
2. Berikan informasi
hasil:
tentang nyeri, seperti
penyebab, berapa lama

35
1. Mengontrol nyeri: terjadi, dan tindakan
pencegahan
 Mengenal faktor
3. Ajarkan penggunaan
penyebab nyeri teknik non-farmakologi
 Tindakan pencegahan (misalnya, relaksasi,
imajinasi terbimbing,
 Tindakan
terapi musik, distraksi,
pertolongan non imajinasi terbimbing,
analgetik terapi musik, distraksi,
terapi panasdingin,
 Menggunakan
masase)
analgetik dengan
4. Evaluasi keefektifan
tepat
dari tindakan mengontrol
 Mengenal tanda- nyeri
tanda pencetus nyeri 5. Kalaborasi pemberian
untuk mencari analgetik
pertolongan
 Melaporkan gejala
kepada tenaga
kesehatan

2. Menunjukan tingkat
nyeri:

 Melaporkan nyeri
 Frekuensi nyeri
 Lamanya episode
nyeri
 Ekspresi nyeri e.
Posisi melindungi
bagian tubuh yang
nyeri.
 Perubahan nadi,
tekanan darah, dan
frekuensi napas

3 Hipertermia Goal: pasien tidak akan Penanganan demam :

36
berhubungan dengan mengalami hipertermi 1. Observasi suhu
proses penyakit selama dalam perawatan. sesering mungkin dan
kontinu
Objektif: pasien dapat
menunjukkan 2. Observasi tekanan
termoregulasi yang baik darah, nadi, dan frekuensi
setelah dilakukan nafas
tindakan keperawatan
3. Observasi penurunan
selama 1x24 jam dengan
tingkat kesadaran
kriteria hasil:
4. Observasi adanya
1. Suhu tubuh dalam
aritmia
batas normal (36,5ᴼ C–
37,5ᴼ C) 5. Berikan anti piretik 6.
Berikan pengobatan untuk
2. Tidak sakit kepala
mengatasi penyebab dari
3. Nadi dalam batas demam 7. Selimuti klien
normal (80-100 x/mnt)
8. Berikan caiaran
4. Frekuensi nafas dalam intravena
batas normal (12-24
9. Kompres klien pada
x/mnt)
lipat paha dan aksila
5. Tidak ada perubahan
warna kulit

6. Hidrasi cukup

7.Otot tidak nyeri

8. Tidak mengantu

4 Ketidak seimbangan Goal: pasien akan Manajemen nutrisi dan


nutrisi kurang dari meningkatkan asupan observasi nutrisi:
kebutuhan bd nutrisi yang adekuat
1. Identifikasi faktor
anoreksia selama dalam perawatan. penyebab mual dan
muntah
Objektif: kebutuhan
2. Tanyakan pada klien
nutrisi adekuat setelah
tentang alergi makanan 3.

37
dilakukan tindakan Timbang berat badan
keperawatan selama klien pada interval yang
tepat.
4x24 jam dengan kriteria
4. Anjurkan masukan
hasil:
kalori yang tepat yang
1. Adanya peningkatan sesuai dengan gaya hidup.

berat badan sesuai tujuan 5. Anjurkan peningkatan


2. Tidak terjadi pemasukan pritein dan
vitamin B
penurunan berat badan
6. Anjurkan agar banyak
yang berarti
makan buah dan minum.
3. Klien mampu 7. Diskusikan dengan ahli
mengidentifikasi gizi dalam menentukan
kebutuhan nutrisi kebutuhan kalori dan
protein
4. Asupan nutrisi dan 8. Diskusikan dengan
cairan adekuat dokter tentang kebutuhan
stimulasi nafsu makan,
5. Klien melaporkan makan pelengkap,
keadekuatan tingkat pemberi makan melalui
selang atau nutrisi
energi
parenteral total agar
asupan kalori yang
adekuat dapat
dipertahankan
9. Tawarkan makan dalam
porsi besar pada siang
hari ketika makan tingggi.
10. Ciptakan lingkungan
yang menyenangkan
11. Tawarkan hygiene
mulut sebelum makan

5 Intoleransi aktivitas Goal: pasien akan Manajemen energi:


berhubungan dengan meningkatkan toleransi
kelemahan fisik 1. Tentukan keterbatasan
terhadap aktivitas
klien terhadap aktivitas
selama dalam perawatan.
2. Dorong pasien untuk
Objektif: klien dapat
mengungkapkan perasaan

38
menunjukkan toleransi tentang keterbatasannya
terhadap aktivitas
3. Motivasi untuk
setelah dilakukan
melakukan periode
tindakan keperawatan
istirahat dan aktivitas
selama 1x24 jam dengan
kriteria hasil: 4. Rencanakan periode
aktivitas saat klien
1. Klien dapat
memiliki banyak tenaga
menentukan aktivitas
yang sesuai dengan 5. Bantu klien untuk

peningkatan nadi, bangun dari tempat tidur

tekanan darah, dan atau duduk di samping

frekuensi napas; tempat tidur atau berjalan

mempertahankan irama 6. Bantu klien untuk


dalam batas normal (12- mengidentivikasi aktivitas
24 x/mnt) yang lebih disukai

2. Mempertahanakan 7. Evaluasi program


warna dan kehangatan peningkatan tingkat
kulit dengan aktivitas aktivitas.

3. Melaporkan
peningkatan aktivitas
harian

6 Defisit perawatan diri Goal: kebutuhan Bantu aktivitas kebutuhan


berhubungan dengan perawatan diri pasien sehari-hari
gangguan terpenuhi selama dalam
1. Observasi kemampuan
neuromuskuler perawatan.
klien untuk perawatan
Objektif: klien dapat mandiri
menunjukkan perawatan
2. Observasi kebutuhan
diri (aktivitas kehidupan
klien untuk alat bantu
sehari-hari) setelah
kebersihan diri,
dilakukan tindakan
bepakaian, berhias,
keperawatan selama
toileting, dan makan
1x24 jam Dengan

39
kriteria hasil: 3. Sediakan bantuan
sesuai kebutuhan agar
1. Klien mampu
klien dapat secara utuh
melakukan aktivitas
melakukan perawatan diri
sehari-hari Klien
mengungkapkan 4. Dorong pasien untuk
kepuasan setelah melakukan aktivitas
melakukan aktivitas sehari-hari yang normal
sehari-hari sesuai kemampuan yang
dimiliki

3.5 Implementasi Keperawatan


Implementasi dilakukan setelah perencanaan dirancang dengan baik. Tindakan
keperawatan dimulai pada tanggal 25 Juni 2018.

Diagnosa keperawatan pertama penurunan curah jantung, tindakan yang


dilakukan adalah (08:10) melakukan pengukuran tanda-tanda vital (cek TD,
nadi, suhu, RR), (08:20) mengauskultasi bunyi jantung, (08:40), memberikan
obat Dobutamin 5 Mg/Kg diencerkan dengan aquades 45 cc/syring pump,
kecepatan 1,5 ml/jam.

Diagnosa Keperawatan kedua nyeri akut berhubungan dengan factor


biologis penyakit implementasi yang telah dibuat adalah (09:00) mengkaji nyeri
yang telah dirasakan pasien dengan menggunakan PQRST (P : nyeri timbul saat
melakukan pergerakan, Q : nyeri seperti tertusuk-tusuk, R : nyeri dirasakan pada
daerah dada dan menjalar sampai kedaerah punggung, S : skala nyeri 6 yaitu
sedang, T : nyeri muncul tidak menentu), (09:40) memberikan informasi tentang
nyeri seperti penyebab, berapa lama terjadi dan tindakan pencegahan, (10:20)
melatih teknik relaksaksi napas dalam, (10.20), mengevaluasi respon pasien dari
hasil tindakan teknik relaksaksi napas dalam, (11:00) memberikan terapi
analgetik sesuai anjuran yaitu obat Katerolac 1 ampul/IV.

Diagnosa keperawatan ketiga Intoleransi aktivitas dengan tindakan yang


dilakukan (11:10) : menganjurkan kepada keluarga agar aktivitas dibatasi
(misalnya aktivitas seperti duduk) (11:20), menanyakan pada pasien aktivitas

40
apa saja yang membuat ia lelah, (11:30), mengobservasi asupan nutrisi sebagai
asupan yang adekuat (11:40) memotivasi untuk melakukan periode istrahat dan
aktivitas. (12:00) mengatur posisi semifowler.Implementasi hari kedua sampai
hari keempat dilihat pada lampiran

3.6 Evaluasi
Tahap evaluasi merupakan tahap akhir dari proses yang digunakan untuk
menilai keberhasilan asuhan keperawatan atas tindakan yang diberikan.
Mahasiswa melakukan evaluasi pada setiap tindakan berdasarkan setiap
tindakan berdasarkan diagnosa yang ditetapkan menggunakan metode SOAP.

Evaluasi akhir pada diagnosa pertama dimulai pada tanggal 25 Juni 2018
pukul (09:00) yaitu pada diagnosa pertama penurunan curah jantung
berhubungan dengan perubahan kontraksi otot jantung. S : pasien
mengatakan masih merasa lelah, dan dada terasa berdebar-debar. O : keadaan
umum pasien lemah, hasil TTV : TD : 100/60 mmHg, N: 140x/m, RR :
30x/m, S : 36,5ᴼ C. A : masalah belum teratasi. P : intervensi
dilanjutkan.Pada diagnosa kedua yaitu nyeri akut berhubungan dengan agens
cedera biologi. S : pasien mengatakan masih merasakan nyeri pada dada,
nyeri seperti ditusuk, nyeri tersebut menjalar dari dada ke punggung, nyeri
dirasakan saat pasien melakukan pergerakan. O : skala nyeri 6 (nyeri sedang.
A : masalah teratasi sebagian ditandai dengan skala nyeri 6, dan nyeri tidak
terlalu dirasakan pada saat pasien dengan posisi yang nyaman. P : Intervensi
dilanjutkan.

Pada diagnosa ketiga intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan


fisik. S : pasien mengatakan saat melakukan aktivitas berlebihan ia merasa
lelah. O : keadaan umum lemah, ADL dibantu oleh keluarga. Hasil TTV:
TD : 100/60 mmHg, N : 140x/m, RR 30x/m. A : masalah teratasi sebagian. P
: intervensi dilanjutkan. Untuk evaluasi hari selasa sampai hari kamis dapat
dilihat pada lampiran.

41
BAB IV
PEMBAHASAN KASUS

4.1 Pembahasan Pengkajian


Pada pengkajian data fokus di temukan suhu tubuh meningkat kurang lebih
39ᴼC, riwayat infeksi saluran napas, tekanan darah menurun, denyut nadi
meningkat, dada berdebar-debar, nyeri pada abdomen, mual, penurunan
hemoglobin, kelemahan otot dan adanya sesak napas.

Pada kasus nyata anak J.O pada saat melakukan pengkajian ditemukan data
bahwa pasien mengeluh, dada berdebar-debar, kelemahan, nyeri dada dan mual,
tekanan darah menurun, denyut nadi meningkat, dan pucat disebabkan karena
terjadinya gangguan pada mitral dan aorta yang membuatnya menjadi lebih
sempit atau pun kebocoran, dan kerusakan ini bersifat permanen. Katup yang
biasa mengalami kerusakan pada kasus jantung reumatik adalah katup mitral
atau stenosis katup mitral, yaitu kondisi dimana katup mitral mengalami
penyempitan yang menyebabkan tertahannya aliran darah dari atrium kiri ke
ventrikel kanan sehingga pada kasus anak J.O ditemukan tanda dan gejala pasien
mengalami nyeri, denyut meningkat, tekanan darah menurun, kelemahan, pucat
dan penurunan hemoglobin 10.1g/Dl

Pada tanggal 15 Juni sebelum anak J.O dirujuk ke rumah sakit, keluarga
mengatakan kalau anaknya demam tinggi sehingga dibawah ke rumah sakit.
Setelah dirawat dirumah sakit beberapa hari pasien tidak demam lagi karena
anak J.O sudah mendapatkan terapi eritromisin 4x 250 mg/oral. Dimana terapi
obat Eritromisin ini berfungsi sebagai membasmi bakteri penyebab infeksi
sehingga anak J.O tidak mengalami demam lagi.

Dari hasil pengkajian pada anak J.O tidak ditemukan kesenjangan antara teori
dan kasus nyata dilapangan karena berdasarkan teori ada hasil pemeriksaan pada
anak J.O penurunan curah jantung disebabkan karena adanya penyempitan atau
kebocoran pada katub jantung.
4.2 Diagnosa Keperawatan
Menurut (Aspiani Y. Reny, 2010) diagnosa pada kasus anak dengan PJR
adalah sebagai berikut : Penurunan curah jantung berhubungan dengan
perubahan kontraksi otot jantung, nyeri akut berhubungan dengan agens cedera
biologis, hipertermia berhubungan dengan proses penyakit, ketidakseimbangan

42
nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia, intoleransi
aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik dan defisit perawatan diri
berhubungan dengan gangguan neuromuskuler.

Hasil pengumpulan data yang dilakukan oleh peneliti pada anak J.O pada
tanggal 25 Juni 2018 di Ruang Mawar RSUD. Prof. Dr. W.Z Johannes Kupang
ditemukan 3 masalah keperawatan pada anak dengan penyakit jantung reumatik
anak J.O yaitu : penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan
kontraksi otot jantung, nyeri Akut berhubungan dengan agens cedera biologis
dan intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan fisik.

Diagnosa keperawatan hipertemi berhubungan dengan proses penyakit


pada anak J.O tidak diangkat karena pasien sudah dirawat dirumah sakit selama
9 hari perawatan dan telah mendapatkan terapi obat yaitu Eritromisin 4x250
mg/oral, dimana obat berfungsi ini sebagai pembasmi bakteri yang menyebabkan
infeksi pada anak J.O sehingga pada anak J.O tidak ditemukan tanda dan gejala
hipertermi sehingga tidak diangkat diagnosa hipertemi berhubungan dengan
proses penyakit.

Untuk diagnosa ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh


berhubungan dengan anoreksia tidak diangkat disebabkan karena dari hasil
pengkajian data anak J.O tidak ada tanda dan gejala bahwa anak J.O kekurangan
nutrisi dibuktikan dengan BBI anak J.O adalah 18.49 (TB: 143, BB: 35) dan
tidak ada keluhan mual dan muntah dan hasil pengkajian selalu menghabiskan
porsi makan pasien. Berdasarkan data diatas maka ada kesenjangan antara teori
dan kasus nyata pada Anak J.O.

Pada diagnosa deficit perawatan diri tidak diangkat karena saat melakukan
pengkajian tidak data yang menunjang bahwa pasien mengalami deficit
perawatan diri dikarenakan keluarga pasien selalu memperhatikan kebersihan
pasien, pasien selalu dilap setiap pagi, meskipun badan pasien lemas tapi pasien
masih bisa untuk melakukan perawatan diri. Selain itu juga pasien dalam
perawatan dirumah sakit selalu dilakukan pendidikan kesehatan untuk keluarga
supaya selalu melakukan perawatan pada pasien. Oleh karena itu peneliti tidak
mengangkat diagnosa keperawatan deficit perawatan diri.

43
4.3 Perencanaan Keperawatan
Intervensi yang muncul pada pasien dengan penyakit jantung reumatik
berdasarkan pada diagnosa penurunan curah jantung adalah;

1. Lakukan penilaian komprensif terhadap sirkulasi perifer (misalnya, cek nadi


perifer, edema, pengisisan kapiler, dan suhu ekstrimitas rasionalnya: untuk
mendeteksi aritmia secara lebih baik.

2. Catat adanya disritmia rasionalnya untuk mengetahui adanya kelainan


ireguler dari denyut jantung.

3. Observasi tanda-tanda vital rasionalnya untuk mendeteksi tanda awal bahaya.

4. Kaloborasi pemberian terapi anti aritmia sesuai kebutuhan rasional; untuk


mencegah terjadinya aritmia.

5. Instruksikan keluarga tentang pembatasan aktivitas klien. Rasionalnya


aktivitas yang berlebihan akan meningkatkan kebutuhan oksigen miokardial.

Pada diagnosa kedua kasus anak J.O Nyeri akut berhubungan dengan agen
cedera biologi rencana keperawatanya adalah:

1. kaji secara komprensif tentang nyeri, meliputi, karakteristik, durasi dan


frekuensi,kualitas, beratnya nyeri dan faktor prespitasi, rasionalnya :
membantu meyakinkan bahwa penanganan dapat memenuhi kebutuhan
pasien dalam mengurangi nyeri,

2. Berikan informasi tentang nyeri, seperti penyebab, berapa lama terjadi, dan
tindakan pencegahan, rasional : agar pasien tahu penyebab nyeri dan dapat
mengatasinya.

3. Ajarkan teknik penggunaan teknik non-farmakologi (misalnya, relaksasi,


napas dalam) untuk mengurangi nyeri.

4. Evaluasi keefektifan dari tindakan mengontrol nyeri rasional untuk


mengevaluasi hasil tindakan.
Dengan masalah keperawatan yang ketiga adalah intoleransi aktivitas
berhubungan dengan kelamahan fisik adalah sebagai berikut :

44
1. Tentukan keterbatasan klien terhadap aktivitas rasionalnya: Mencegah
terjadinya trauma.
2. Dorong pasien untuk menungkapkan perasaan tentang keterbatsannya,
rasionalnya : partisipasi pasien dalam perencanaan dapat membantu
memperkuat keyakinan pasien.
3. Motivasi untuk melakukan periode istrahat dan aktivitas rasionalnya : untuk
menurunkan kebutuhan oksigen tubuh dan mencegah keletihan.
4. Bantu klien untuk mengidentifikasi aktifitas yang disukai rasionalnya :
untuk meningkatkan motivasinya agar lebih aktif.
5. Evaluasi program peningkatan tingkat aktivitas rasionalnya : partisipasi
dalam perencanaan dapat mendorong kepuasan dan kepatuhan pasien.

4.4 Implementasi
Pada pembahasan bagian implementasi dari tanggal 25- 28 Juni telah
sesuai dengan percanaan. Pada diagnosa pertama yaitu: penurunan curah jantung
berhubungan dengan kontraksi otot jantung semua perencanaan yang telah
dibuat sudah diimplementasikan sehingga tidak ada kesenjangan antara teori dan
praktek. Begitu pun pada diagnosa kedua dan ketiga, semua perencanaan yang
telah dibuat dan dilakukan sehingga tidak ada kesenjangan antara teori dan
praktek.

4.5 Evaluasi
Dari hasil tindakan keperawatan yang dilkakukan selama empat hari.
Evaluasi yang di dapatkan pada tanggal 25 Juni 2018 untuk diagnosa pertama
penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontraksi otot jantung
hasil evaluasi yang didapatkan pada hari pertama pasien mengeluh dada teras
berdebar-debar, pada hari kedua masih sama yaitu dada masih berdebar-debar,
pada hari ketiga pasien tidak mengeluh dada berdebar-debar dan hari keempat
juga sama tidak ada perubahan yaitu pasien tidak mengeluh dada terasa
berdebar-debar. Untuk diagnosa kedua nyeri akut berhubungan dengan agen
cedera biologis evaluasi yang diperoleh pada hari pertama yaitu pasien mengeluh
nyeri pada dada, skala nyeri 6 (nyeri sedang, pada hari kedua pasien masih
mengeluh nyeri dada dengan skala nyeri masih sama yaitu 6 (nyeri sedang), pada
hari ketiga evaluasi yang didapat pasien mengeluh nyeri dada bertambah dengan

45
skala nyeri 7 (nyeri berat), hari keempat nyeri sudah berkurang dengan skala
nyeri 5 (nyeri sedang), sedangkan pada hari keempat untuk diagnosa intoleransi
aktivitas evaluasi yang didapat pada hari pertama yaitu pasien mengeluh cepat
lelah saat melakukan aktivitas, pada evaluasi hari kedua, ketiga dan keempat
evaluasi yang didapatkan masih sama yaitu pasien masih mengeluh cepat lelah
saat melakukan aktivitas. Untuk ketiga diagnosa tersebut belum teratasi karena
pasien masih mengalami keluhan yang sama yaitu dada masih berdebar debar,
nyeri pada dada dan mudah lelah saat melakukan aktitas

46
BAB V

PENUTUP

5.1 KESIMPULAN

Menurut : Pada pengkajian data fokus di temukan suhu tubuh meningkat


kurang lebih 39ᴼ C, riwayat infeksi saluran napas,tekanan darah menurun,
denyut nadi meningkat, dada berdebar-debar, nyeri pada abdomen, mual,
penurunan hemoglobin, kelemahan otot dan adanya sesak napas.

Pada kasus nyata anak J.O pada saat melakukan pengkajian ditemukan data
bahwa pasien mengeluh, dada berdebar-debar, kelemahan, nyeri dada dan mual.
Pada kasus nyata anak J.O ditemukan tekanan darah menurun, denyut nadi
meningkat. Pada kasus anak J.O mengalami jantung berdebar-debar, nyeri dada
dan denyut nadi meningkat dan pucat disebabkan karena terjadinya gangguan
pada mitral dan aorta yang membuatnya menjadi lebih sempit atau pun
kebocoran, dan kerusakan ini bersifat permanen. Katup yang biasa mengalami
kerusakan pada kasus jantung reumatik adalah katup mitral atau stenosis katup
mitral, yaitu kondisi dimana katup mitral mengalami penyempitan yang
menyebabkan tertahannya aliran darah dari atrium kiri ke ventrikel kanan
sehingga pada kasus anak J.O ditemukakan tanda dan gejala pasien mengalami
nyeri, denyut meningkat, tekanan darah menurun, kelemahan, pucat dan
penurunan hemoglobin 10.1g/dL.

Menurut (Aspiani Y. Reny, 2010) diagnosa pada kasus anak dengan PJR
adalah sebagai berikut. 1) Penurunan curah jantung berhubungan dengan
perubahan kontraksi otot jantung. 2) Nyeri akut berhubungan dengan agens
cedera biologis. 3) Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit. 4)
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
anoreksia, 5) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik dan 6)
Defisit perawatan diri berhubungan dengan gangguan neuromuskuler. Hasil
pengumpulan data yang dilakukan oleh peneliti pada anak J.O pada tanggal 25
Juni 2018 di Ruang Mawar RSUD Prof. Dr. W.Z. Johannes Kupang ditemukan 3
masalah keperawatan pada anak dengan penyakit jantung reumatik anak J.O
yaitu 1) Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontraksi otot

47
jantung. 2) Nyeri Akut berhubungan dengan agens cedera biologis dan 3)
intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik.

Intervensi yang muncul pada pasien dengan penyakit jantung reumatik


berdasarkan pada diagnosa penurunan curah jantung adalah; 1. Lakukan
penilaian komprensif terhadap sirkulasi perifer (misalnya, cek nadi perifer,
edema, pengisisan kapiler, dan suhu ekstrimitas rasionalnya: untuk mendeteksi
aritmia secara lebih baik. 2. Catat adanya disritmia rasionalnya untuk : 3.
Observasi tanda-tanda vital rasionalnya untuk mendeteksi tanda awal bahaya. 4.
Kolaborasi pemberian terapi anti aritmia sesuai kebutuhan rasional; untuk
mencegah terjadinya aritmia. Pada pembahasan bagian implementasi dari
tanggal 25-28 Juni telah sesuai dengan percanaan. Pada diagnosa pertama yaitu :
penurunan curah jantung berhubungan dengan kontraksi otot jantung semua
perencanaan yang telah dibuat sudah diimplementasikan sehingga tidak ada
kesenjangan antara teori dan praktek. Begitupun pada diagnosa kedua dan
ketiga, semua perencanaan yang telah dibuat sduah dilakukan sehingga tidak ada
kesenjangan antara teori dan praktek. Dari hasil tindakan keperawatan yang
dilkakukan selama empat hari. Evaluasi yang di dapatkan pada tanggal 28 Juni
2018 untuk diagnosa pertama penurunan curah jantung berhubungan dengan
perubahan kontraksi otot jantung hasil evaluasi yang didapatkan pada hari
pertama pasien mengeluh dada teras berdebar-debar, pada hari kedua, ketiga dan
hari keempat juga sama tidak ada perubahan yaitu pasien masih mengeluh dada
terasa berdebar-debar. Untuk diagnosa kedua nyeri akut berhubungan dengan
agen cedera biologis evaluasi yang diperoleh pada hari pertama yaitu pasien
mengeluh nyeri pada dada, skala nyeri 6 (nyeri sedang), pada hari kedua pasien
masih mengeluh nyeri dada dengan skala nyeri masih sama yaitu 7 (nyeri berat),
pada hari ketiga evaluasi yang didapat pasien mengeluh nyeri dada dengan skala
nyeri 4 (nyeri sedang), sedangkan pada hari keempat untuk diagnosa intoleransi
aktivitas evaluasi yang didapat pada hari pertama yaitu pasien mengeluh cepat
lelah saat melakukan aktivitas, pada evaluasi hari kedua, ketiga dan keempat
evaluasi yang didapatkan masih sama yaitu pasien masih mengeluh cepat lelah
saat melakukan aktivitas. Untuk diagnosa nyeri akut berhubungan dengan agen
cedera biologis masalah dapat teratasi sebagian karena pada diagnosa ini
dilakukan tindakan pemberian obat yaitu melayani Katerolac 1 ampul/IV.

48
DAFTAR PUSTAKA

 Abraham M. Rudolph. 2007. Buku Ajar Pediatri Rudolph. Jakarta.


EGC

 Bulechek, G.2013. Nursing Intervention Classification Ed 6. Missouri:


Elseiver Mosby

 Ceciliy Lynn Betz. 2009. Keperawatan Pediatri. Jakarta. EGC

 Moorhead, S. 2013. Nursing Outcome Classification Ed.5. Missouri:


Elseiver Mosby

 NANDA. 2015. Diagnosa keperawatan definisi dan Klasifikasi 2015-


2017 Edisi 10. Jakarta: EGC

 Ngastiyah. 2005. perawatan Anak Sakit Edisi 2. Jakarta: EGC

 Reni Yuni Aspiani. 2010, Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien


Gangguan

 Kardiovaskular Aplikasi NIC & NOC. Jakarta. EGC

 Samik Wahab. 2003. Penyakit Jantung Anak.Jakarta. EGC

 Wong, D.2003. Pedoman Klinis Keperawatan pediatrik. Jakarta: EGC

49

You might also like