You are on page 1of 20
is atau yang SCUIRSOOTEIE, yy, je : a mg, StI ortige samenloop atau syay, menimbulkan beberapa akibat 2278 7 nso di situ terdapat apa yang disebut s concursus idealis homogenius. cae Contoh suatu gelifksoortige senate? homogenius itu adalah mises ssc ne habkan dua 01 tembakan telah menyel a an Mert sa, Buku kel Kitab Undang-undang Hukun, ndang juga telah mengatur 4Pa Yang diseby, jut, dan telah men, “Teling atau tindakan yang berlat gatur voortgezette handeling hi rumusan suatu ketentuan, it menu i jlaku itu telah meme! kemungkinan suatu perils th meme sama jugt telah memenay pidana yang bersifat umum dan pada s m mem i us. rumusan suatu ketentuan pidana yang bersifat kbust ; doling itu adalah misalnya sescorang yang karena jumlahnya sangat banyak pulang secara berangsur-angsur rau suatl CONCUYSUS ideay, g dengan melepaskan Saty al dunia. Kecuali mengatur apa Yang loop, di dalam Bab ke-VI dati Pidana itu, pembentuk undang-w Contoh suatu voortgezette bani yang telah mencuri setumpuk papan, maka papan-papan tersebut telah ia bawa schingga habis, ' Contoh suatu perilaku yang telah memenuhi Zi : pidana yang bersifat umum dan pada saat yang sama telah memenuhi pula rumusan suatu ketentuan pidana yang bersifat kbusus itu adalah perbuatan mencuri ternak, Seseorang yang mencuri ternak itu di samping telah memenuhi ru- musan kejahatan pencurian di dalam bentuknya yang pokok, yakni seperti yang telah dirumuskan di dalam pasal 362 KUHP, ia juga telah memenuhi rumusan kejahatan pencurian dengan pemberatan ataupun yang juga sering disebut sebagai gequalificeerde diefstal, yakni seperti yang telah dirumuskan di dalam pasal 363 KUHP. rumusan suatu ketentuan 2, Eendaadse samenloop atau concursus idealis Apa yang disebut eendaadse samenloop atau concursus idealis atau samenloop van strafbepalingen di atas, oleh pembentuk undang-undang telah diatur di dalam pasal 63 ayat 1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana yang berbunyi: "Walt cen feit in meer dan cene strafb eene dier bepalingen toegepast, b hoofdstraf is gesteld”. ne epaling, dan wordt slechts ij verschil die daarbij de 2waarste 648 yang artinya: " a suatu prey rma’ ’ Apabila suatu pevilakw it 1 termasu Lat ketentuan pid: pidana k ke dalam lebih daripada + maka han yalah sal pidana tersebut yang dil yalah salah satu dh yang diberlakukan dari ketentuan-k etentuan ang. dibe yang diberlakukan adalah keter A oes poeak ntuan pidana terdapa rdapat perbedaan, maka yang. tmempunyai_ancaman wan ng terberat” am penerjenral : ah Badan P Kehakiman telah | Badan Pembinaan Hukum N 4 menerjemahkan rumusan il dat dengan rumusan yang berbunyi: san pasal 63 ayat 1 KUHP tersebut “YJika suatu ee ye rasta n— masuk dalam lebih dari satu aturan pi- itu; jika berbedacbede, yang a salah satu di antara aturan-aturan pokok yang paling pee ikenakan yang memuat ancaman pidana Rumusan pasal 63 aya / . ee yat 1 KUHP di atas nampaknya sangat sederhana, Oe a top iaran-pembicran berikut ini akan diketahui, bahwa la ketentuan yang telah diatur di d i semudah yang diperkirakan orang. if as Kesulitan mengenai pemberian arti : ri kepada ketentuan yang telah diatur 4i dalam pasal 63 ayat 1 KUHP itu justru terletak pada penafsiran perkataan feit yang terdapat di dalam rumusan pasal 63 ayat 1 KUHP itu sendiri. Selama bertahun-tahun orang mengira, bahwa "suatu feit” itu hany2 dapat dianggap sebagai ada, apabila oleh satu tindakan manusia itu, telah terjadi beberapa tindak pidana. Sebagai contoh misalny, ah menyebabkan matinya dengan melepaskan sebuah tembakan sese beberapa orang, atau dengan mengendarai sebuah mobil seseorang telah melanggar beberapa larangan, seper! tidak menyalakan lampu depan mobil tersebut pada malam hari, dan pada saat yang sama orang itu telah jupa membawa surat izin ‘mengemudiny2. Dahulu orang mengita bahwa tindakan-tindakan sepert! iu merupakan satu feit atau satu tindakan. Perkataan feit di dalam rumusan pasal 63 ayat 1 KUHP i dahulu telah diartikan orang sebagai suatu matericle feit, sebagai suate materiele handeling atau sebagai Sua findakan material acaupun Sebass! suacu tit dakan menurut arti yang sebenarnya. contoh dapat. dilihat penda ra Jain: orang tel pat Profesor simons!®) yang Sebagai mengatakan antal cerbock 1, halaman 464 649 “Bij den samenloop moet worden onderscheiden of de dader sie, cen bandeling — opgevat in haar natuurlijke betekenis en dus 5 rn. tericele verrichting — beeft gepleegd of meerdere handelingen beefy verricht”, yang artinya: "Di dalam suatu samenloop itu orang os membedakan apakah si pelaku hanya melakukan satu tindakan — diarti a menurut an; sebenarnya, jadi sebagai suatu pelaksanaan secara material ~ ataupun j, telah melakukan beberapa tindakan”, ‘Ternyata HOGE RAAD juga mempunyai pendapat yang sama deny, pendapat Profesor SIMONS di atas, yaitu mengenai penafsiran perketean feit di dalam rumusan pasal 63 ayat 1 KUHP. Di dalam dua buah arrest-nya, masing-masing tanggal 15 Oktober 1917, N.J. 1917 halaman 1092, W. 10170 dan tanggal 26 Mci 1930, N.), 1930 halaman 1437, W. 1220011), HOGE RAAD antara lain telah memu- tuskan: "Feit is matericel feit, Het fietsen op cen verboden weg zonder bel is een feit. Eveneens bet fietsen in verboden richting zonder belastingplaatje. Art. 55 lid 1 moet worden toegepast”. yang artinya: "Feit itu berarti suatu tindakan dalam arti material, Perbuat- an bersepeda di sebuah jalan yang terlarang dan tanpa memakai sebuah bel iu merupakan satu tindakan, Demikian halnya perbuatan bersepeda ke arah yang terlarang dan tanpa memakai tanda pembayaran pajak sepeda. Ter- hadap tindakan-tindakan tersebut harus diberikan pasal 63 ayat 1 KUHP”, Putusan HOGE RAAD yang mengatakan bahwa perbuatan.bersepeda di sebuah jalan yang terlarang dan tanpa memakai sebuah bel itu merupakan satu tindakan seperti dimaksud di atas, telah disangkal kebenarannya olch TAVERNE.'?) Kritik yang dikemukakan TAVERNE terhadap arrest HOGE RAAD seperti dimaksud di atas, ternyata telah menjadi awal dari dilancarkannya kritik-kritik yang serupa yang dilakukan secara besar-besaran di Negeti Belanda oleh para ahli hukum. Pada waktu HOGE RAAD di dalam arrest-nya tanggal 26 Mei 1930, N.J. 1930 halaman 1437, W. 12200 tersebut di atas, masih juga memandang Perbuatan bersepeda ke arah yang terlarang dan tanpa memakai tanda pem™- 1) B LAMINTANG-SAMOSIR, Hukum Pidana Indonesia, halaman 47 2) HAZEWINKEL-SURINGA, Inleiding, halaman 461 650 pajak sepeda itu sebagai . payor el reaksi-reaksi deg nn eit atau sebagai . me a ae ae Para penulis, ao o tindakan, maka ti Y i dalam catatannya di bawah wy VOS, yakni se- i437 ad awah N.J. 1930 halaman pada dasarnya orang merasa tidak Puas d enimbulkan sejuml Pelanggaran hukum itu seb: it ker ; ata-mata karena Pelanggaran-pelangg: agai satu tindakan, yaitu ; ar an oleh satu perilakw manusia ‘an hukum tersebut telah ditim- Kritik-kritik tersebut di untuk membuat suary pee noel pidana seperti yang telah dirumuskan di ee : a oe ketentuan Hal tersebut terbukti dari arrest-nya tanggal 15 eb aio : 4932 halaman 289, W. 124911); di dalam arrest tersebut foe aa memandang perilaku seseorang yang dalam keadaan mabok mengemudikan mobilnya tanpa menyalakan dua buah lampu depannya itu buen lagi seb gai suatu cendaadse samenloop seperti yang biasa telah diputuskan sebelum- nya, melainkan sebagai suatu meerdaadse samenloop. Apakah yang menjadi alasan HOGE RAAD, sehingga HOGE RAAD mengubah pandangannya, bahwa di dalam peristiwa seperti dimaksud di atas itu tidak terdapat suatu cendaadse samenloop, melainkan suatu meer- daadse samenloop? Alasan HOGE RAAD itu dapat diketahui dari pertimbangannya yang pada dasarnya mengatakan: pulke “Verdachte reed in een auto terwijl bij dronken was. Tevens was de auto niet voorzien van twee lampen, Het kenmerkende van bet eerste feit is de toestand van verdachte; dat van bet tweede feitis de toestand van de auto. Deze feiten kunnen los van elkaar worden gedacht. Het niin zelfstandige overtredingen van verschillend karakter. De gelijk- tiidigheid is niet iets wezenlijks, Het eene feit gaat niet in bet andere op. Het eene is niet een omstandigheid, waaronder bet andere feit rich voordoet, De feiten badden onafbankelijk van elkaar kunnen zijn geconstateerd. Hier is meerdaadse samenloop”. ‘yang artinya: "'Tertuduh telah mengendarai mobilnya pada waktu ia sedang berada dalam keadaan mabok. Dalam pada itu mobilnya tersebut tidak di- lengkapi dengan dua buah lampu. Yang penting di dalam kenyataan yang 13) TAMINTANG-SAMOSIR, op cit, halaman 48 651 sedang di dalam kenyataan yay, -keenyataan tersebut dapat qt endi daan tertuduhy reetarna itu adalah Keaulaan dee Kea adalah keadaan mobilnya, Keny ae berdidl parang sebagai henyataanrkenyataan YAN HAS dengan sity masing merupakan_ pelanggarty ead 1 itu telah timbul pada take ya a a anny tidak ada kaitannya dengan Kenyatean yang |g, Kenyataan yang situ i era bukan merupakan syarat bagi timbulnya ke. a taan yang, berdici senir-sendiri, Di sind terdapat svaty an ya aed HOGE RAAD itu selanjutnya juga dapat dilihar dari co ean yakni masing-masing arrest tanggal 24 Qj. obet 1932, N.J. 1933 halaman 16, W. 12560 dan arrest tanggal 13 Mare, Tos, NL] 1983 halaman 837, W. 12592"), di dalam arcestarrest mana HOGE RAAD juga telah berpendapat bahwa di dalam suatu Pelangatan yang telah menyebabkan sescorang meninggal dunia dan seseorng lainnya mendapat luka-luka berat itu, terdapat suatu meerdaadse samenloop. Sebagai pertimbangan telah dikemukakan oleh HOGE RAAD, hal-hal sebagai berikut: "Bij een aanrijding doodt een automobilist een wielrijder, en veroor- zaakt cen andere awaar lichamelijk letsel, Het feitelijke gebeurde bestaat niet in aanrijdingen of in cen aanrijding — dit is op zich 2elf irrelevant — maar in bet veroorzaken van twee in de wet omschreven gevolgen, Dit ain twee feiten. De wet relf bezigt deze benaming voor alles wat in een strafbepaling kan vallen. Art. 57 noemt dit twee “op zich zelf staande handelingen”, opleverend verschillende mis- drijven. Niet art, 55, maar Sr. 57 vindt toepassing”. yang artinya: "Di dalam suatu kecelakaan itu seorang pengemudi mobil telah menyebabkan matinya seorang pengendara sepeda dan telah menye- babkan seorang lainnya mendapat luka-luka berat pada tubuhnya, Apa yang Sesungguhnya telah terjadi itu bukanlah pelanggaran-pelanggaran ataupun suatu pelanggaran — oleh Karena hal tersebut dengan sendirinya tidaklah relevan — melainkan perbuatan menimbulkan dua akibat yang terlarang oleh undang-undang. Ini merupakan dua tindakan, Undang-undang sendiri telah menggunakan perkataan tersebut untuk menunjukkan segala sesuatu 14) LAMINTANG-SAMOSIR, Hukum Pidana Indonesia, halaman 48 652 yang dapat termasuk ke dalam cela menyebut tindakan-tindakay we ett Pidana. Pasal 65 KUHP rang berdicl Sendirsendini", yore eceeOMt sebagai "tindakan-tindakan 3 » yang telah ill “_ yang betbeda-beda, Da ane Menghasilkan keja -kej yrcal 63 aYat 1 KUE alam hal ini yang harus diberts ae eee pas HP melainkan pat ses ierakukan itu bukanlah Dati arrest-arrest HOGE RAAD an eit itt, HOGE RAAD belum : jn sbenny Sian en phase Dari arrest-arrest HOGE RAAD ea perkataan feit itu oleh HOGE RAAD yakni sebagai kenyataan dapat termasuk ke dala di atas dapat pula diketahui, bahwa oe Fa ditafsirkan secara berbeda-beda, 5 ‘indakan dan sebagai segala sesuatu m suatu ketentuan pidana, aa ee hoe ecm undang-undang sendiri tidak memberikan penjelasan tentang api ae sebenarnya dimaksud dengan perkataan feit di dalam rumusan pasal 63 ayat 1 KUHP tersebut, sedang HOGE RAAD ataupun MAHKAMAH AGUNG kita belum pernah memberikan rumusannya yang jelas, maka terpaksalah kita melihat ke dalam doktrin, yakni untuk me- ngetahui apa yang dikatakan oleh para ahli hukum mengenai perkataan feit ir. Mengenai perkataan feit menurut paham yang baru dari HOGE RAAD itu berkatalah Profesor SIMONS'*) antara lain: "Vast staat wel, dat in de niewwe leer bet woord feit enger moet opgevat worden dan materieele bandeling, en tevens ruimer dan strafbaar feit”. ‘yang artinya: "Yang sudah jelas adalah, bahwa perkataan feit itu menurut paham yang bara harus diartikan lebih sempit daripada tindakan dalam arti material, dan pada saat yang sama ia juga harus diartikan lebih luas daripada tindak pidana”. Profesor POMPE berpendapat, bahwa perkataan feit di dalam rumusan pasal 63 ayat 1 KUHP itu haruslah diartikan sebagai suatu perilaku yang nyata yang ditujukan kepada suatu tujuan yang tertentu, yang juga merupa- kan obyek dari norma-norma. 15) SIMONS, Leerboek 1, halaman 466 653 POMPE! : ‘Tentang hal tersebut berkatalah Profesor POMPE") antara lain; "Onder feit in art, 55 wordt dus verstaan de ane gearing, be richt op slechts cen als voorwerp van normen aelden Me otl. Dezelfe betekenis hebben de termen feiten en bande ee in ante, 56-58, waarbij "bandelingen” dus omvatten aten a doen”. yang artinya: "Bahwa dengan demikian, maka perkataan feit di dalam r asal 63 ayat 1 KUHP itu haruslah diartikan sebagai suatu per). aaa kepada hanya satu wujuan, yang pee obyek dari norma-norma, Perkataan-perkataan feiten dan bandelingen di dalam rumusan pasal-pasal 64-66 KUHP itu juga diartikan ae os mana perkataan bandelingen atau tindakan-tindakan itu meliputi baik "hal me. lakukan sesuatu” maupun "hal mengalpakan sesuatu””. Perlu dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan perkataan "doe!” atay “tujuan” oleh Profesor POMPE di atas, bukanlah merupakan tujuan yang ingin dicapai oleh seorang pelaku ataupun yang sering juga disebut sebagai finis operantis, melainkan ia merupakan tujuan yang melekat pada perilaku- nya, atau yang juga sering disebut sebagai finis operis.'7) Contohnya misalnya perilaku melepaskan tembakan dengan sepucuk senjata api yang larasnya terarah pada kepala sescorang. Perilaku semacam itu mempunyai suatu kemampuan untuk membunuh orang lain, walaupun mungkin sekali pelakunya itu mempunyai suatu tujuan yang lain lagi, bahkan juga seandainya pelaku tersebut tidak mengetahui bahwa di depan laras senjata apinya itu terdapat orang lain. Untuk adanya satu feit atau satu tindakan seperti yang dimaksud di dalam rumusan pasal 63 ayat 1 KUHP itu, berkatalah Profesor POMPE !*) antara lain: "De cenbeid van feit in de zin van art. 55 ligt m.i, dus in het ene, enkelvoudige, doel (strekking) der concrete gedraging, dit doel voorwerp is van normen, en dus de gedraging verboden is” voorzover — op straffe — yang artinya: “Untuk adanya satu feit sesuai dengan rumusan pasal 63 ayat 1 KUHP itu, menurut pendapat saya hal mana terletak pada satu-satu- nya tujuan (atau maksud) dari suatu perilaku yang nyata, sejauh tujuan 16) POMPE, Handbock, hi 17) POMPE, op cit, h 18) POMPE, op cit, h 654 iw He MEMPAKAN Obye 4 pa K di ku itt Merupakan MH Norma-norm, \ perilaku yan ANY, te Dengan demikian, maka rang dan diancam dengan jukuman”. Dengan menunjuk pad, yp. 1933 halaman 622, w vest 1c 12570, yang nenga 7 * RAAD tangyal 9 Januari 1933 oleh HOGE RAAD di dal : telah menggunakan perkataa bahwa pasal 63 aya CUP ity te elie relma = Jeit untuk menunjukka ee garena “eenheid van doe ragingen”” Veofesor POMPE: meng mich garena “adanya satu ae ae ea) * eee pea Hu juga menunjukkan adanya satu pe hu" ula diartikan sebagai paar Felevante gedragingen’” “esc ia , cbaga afrechtelijk relevante doel” og ju yang mempunyai arti menurut hukum pj ae Dikatakannya lebih lanjut a ambangan bukumnya telah y n b: : iow terdapat "eenheid van het ae apabila di dalam suatu peristiwa Ear ea eg teete sene dame eo rut hukum pidana” dapat "satu tujuan yang mempunyai arti menu- » maka di situ terday 20 fe pat suatu eendaadse samenloop.””) seorang ayah yang t ia dikemukakan oleh Profesor POMPE?!) misalnya y y' €! ‘ eaten si ' h melakukan suatu hubungan kelamin dengan anak g ya, : iS etahui belum mencapai usia lima belas tahun. Perilaku ayah tersebut in abstracto memang telah melanggar norma-norma yang ter kandung di dalam pasal-pasal 294 dan 287 KUHP. Akan tetapi in concreto perilakunya itu telah ia tujukan pada satu tujuan yang juga merupakan ob- yek dari norma-norma, yaitu untuk memperoleh suatu kepuasan seksual dengan cara melakukan hubungen kelamin dengan anak gadisnys yang belum mencapai usia lima belas tahun itu, Apabila kini hubungan kelamin itu bukan hanya telah mendatangkan | bagi ayah tersebut, melainkan juga telah menycbab- kan terganggunya Kesehatan ‘anak gadisnya, maka yang tersebut terakhir ini tidak menjadi masalah, oleh karena hal tersebut tidak mempunyat arti menurut hukum pidana, Dan justry karena adanya "satu tujuan yang mem punyai arti menurut hukum pidana” itulah, orang dapat mengatakan baba di situ terdapat suatu ‘eendaadse samenloop sepertl Yang telah diatur di dalam pasal 63 ayat 1 KUHP. HAZEWINKEL-SURING: guatu kepuasan seksual bahwa cara yang. terbaik A berpendapat, sud dengan perkataan feit benarnya dima untuk mengetahui apa yang S° untuk meng 19) POMPE, Handbock. halaman 283 20) POMPE, op cit 24 285 284 21) POMPE, op cits 655 pasal 63 ayat 1 KUHP itu adalah dengan cara me usan a ayat 1 KUHP tersebut dengan rumusan pasal 63 bungkan rumusan pasal 63 ayat 2 KUHP. Rumusan pasal 63 ayat 2 KUHP itu berbunyi: v'indien voor een feit dat in cene algemene strafbepaling valt, cone bijzondere strafbepaling bestaat, komt deze alleen in aanmerking” apabila untuk suatu tindakan yang termasuk ke dalam bersifat umum itu terdapat suatu ketentuan maka ketentuan pidana yang bersifat khusus yang artinya: Suatu ketentuan pidana yang pidana yang bersifat khusus, inilah yang diberlakukan”. Menurut HAZEWINKEL-SURINGA, ketentuan yang diatur di dalam pasal 63 ayat 2 KUHP itu juga meliputi hal yang sama dengan hal yang diatur di dalam pasal 63 ayat 1 KUHP, dan hanya berbeda mengenai penunjuken undang-undang yang harus diberlakukan. ; Dengan memperhatikan ketentuan seperti yang telah diatur : dalam pasal 63 ayat 2 KUHP itu, berkatalah HAZEWINKEL-SURINGA”?) selan- jutnya: “Uit art, 55 lid 2 mu is op te maken, dat feit een gedraging is, die reeds valt onder een strafbepaling, maar door de bijzondere kenmerken die bet vertoont, nog een andere ook voor toepassing in aanmerking doet komen”. yang artinya: "Bahwa dari ketentuan yang terdapat di dalam pasal 63 ayat 2 KUHP itu kini menjadi jelas, bahwa yang dimaksud dengan feit itu adalah suatu perilaku yang telah termasuk ke dalam satw ketentuan pidana, akan tetapi karena menunjukkan sifat-sifat yang khusus, perilaku tersebut juge masih dapat dimasukkan ke dalam suatu ketentuan pidana yang lain”. Dengan uraiannya di atas, HAZEWINKEL-SURINGA ingin mengatakan bahwa perkataan feit di dalam rumusan pasal 63 ayat 1 KUHP yang meng- atur masalah eendaadse samenloop itu, haruslah diartikan sebagai perilaku yang telah memenuhi semua unsur dari rumusan suatu ketentuan pidana tertentu, akan tetapi karena perilaku tersebut menunjukkan sifat-sifat yang khusus, maka perilaku itu juga dapat dimasukkan ke dalam suatu ketentuan pidana yang lain. —_____. 22) HAZEWINKEL-SURINGA, Inleiding, halaman 462 656 sebagai contoh telah di h_ dikemukakai lake seorang gu [ akan oleh HAZEWINKEL-S! 3 pean ae telah melakukan suatu eet fan ae an 294 KUHP. Akan t ilaku guru tersebut dilarang olch pasal-pasal 287 ase fh hanya ames pasal 63 ayat 1 KUHP mengatakan, bahwa eee ‘an satu kesalaban, Dan demi Kean, € ga hanya satu Kali dapat dijacuhi hulkuman, Se Oleh karena i : sbi ual oe ita AC eee menganggap sudah apa Serie ve H KUHP itu menyebut perilaku semacam itu st sui lis, yakni sebagai lawan dari apa yang disebut_ meer- daadse samenloop atau concursus realis. Mengenai concursus idealis itu sendiri gelah mengatakan antara lain: : tepat, ebagai HAZEWINKEL-SURINGA”’) waarvoor art, 57 geldt, "Hier is geen conglomeraat van reele feiten, chillende mogelijkbeden maar een samenloop van idee, nl. van vers van wetstoepassing”. mpukan perilaku-perilaku erlaku, melainkan suatu ‘yang artinya: "Di sini tidak terdapat suatu penu! an untuk yang nyata, untuk hal mana pasal 58 KUHP itu b samenloop di dalam idee, khususnya mengenai berbagai kemungkin memberlakukan undang-undang”. sal 63 KUHP itu HAZEWINKEL-SURINGA. berpendapat, bahwa pa tidak mengatur masalah penentuan hakuman atau masalah berat-ringannys hukuman yang harus dijatuhkan, ‘nelainkan ia mengatur masalah pember- Jakuan undang-undang. Menurut HAZEWI berbeda dengan sifat pasal NKEL-SURINGA, sifat pasal 63 KUHP itu sangat I-pasal 64 dan 65 KUHP, sehingga pasal 63 KUHP itu seharusny@ tidak dimasukkan ke dalam Bab ke-VI dari Buku ke-I KUHP. Yang terdapat di dalam pasal 63 KUHP itu bukan samenloop van strafbare feiten atau samenloop van crimina, melainkan samenloop van strafbepa lingen atau samenloop van leges. 2") Mengenai apa Yané sebenarnya dimaksud dengan perkataan satu feit dalam rumusan pasal 63 SY9t 1 KUHP itu, HOGE RAAD sendiri belum pernah memberikan rumusannya secara teB8s: URINGA, oP © 23) HAZEWINKELS it, 24) HAZEWINKEL-SURINGA, Inleiding, it, halaman 463 halaman 464 657 115 Pebruari 1932, N.J. 1932 4, alam, ; -nya_tanggal engenai a nay, DL lam, ares ny EE restr mengenai Se0rang Pengemu a Ft yak pok telah mengemudikan mobilnyg tanpg mobil y; a ° ‘1 IGE RAAD han depan itu, HO! D hanya mey, fampa mt apa sebabnya HOGE RAAD dak ut sebagai suatu Cendaadse san." mukakan beberapa alasan, yaitu tentang ® 43) telah mengatakan: “pe rechter is en blijve zelfstandig wetuitlegger. Het gerag der arestey aii opperste gere chtshof is en wetenschappelijk en feitelijk Broo, hindend gezag is bet in Nederland niet (a. 12 Alg, Bep.)”. | akan seorang penafsir undang-undan peng ecege ae demikian. Pengaruh putusan-putusse oie bebes dan Thlan yang tertinggi itu baike menurat ilmu pengetzhuay Suatu badan peradilan yang tertinggi di Neves Belews maupun secara nyata memang besar; akan tetapi di Neg Fa putusan- putusan tersebut tidaklah mempunyai kekuatan yang mengikat (pasal 21 alingen)”. er egnnanalch oo rumusan pasal 63 ayat 1 Wetboek van Straf- recht itu diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia? ; Sangat disayangkan bahwa hingga kini saya belum berhasil menemukan putusan kasasi dari Mahkamah Agung kita yang secara khusus menjelaskan tentang apa yang sebenarnya dimaksud dengan perkataan feit di dalam rumusan pasal 63 ayat 1 KUHP itu, Akan tetapi, dari kepustakaan Belanda mengenai hukum pidana mate- rial terbitan tahun 1971 yang telah berhasil saya peroleh, dapat saya ketahui bahwa sejak tahun 1961 HOGE RAAD telah mengubah kembali pendiriannya mengenai apakah di dalam suatu peristiwa itu terdapat satu feit atau lebib daripada satu feit, yaitu dihubungkan dengan ketentuan pidana seperti yang telah dirumuskan di dalam pasal 76 KUHP.4*) Oleh Karena itu, dengan memperhatikan pendapat-pendapat para Penulis yang telah dibicarakan di atas, khususnya Profesor van HATTUM os Dotese BOCKWINKEL, sebaiknya kita menerima hasil terjemahan eee ee Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen perababon pee at bunyi rumusan pasal 63 ayat 1 KUHP dengan sedikt y yaltu ‘perkataan "perbuatan” sebaiknya diganti dengan per kataan "perilaku”, schingga "hal berbuat sesuatu” (een doen) ataupun ——— 43) van HAMEL, Inleiding, hi a ‘alaman 130 van BEMMELEN, Ons Strafrecht 1, halaman 334 666 pal mengalpakan scsuatu” (cen nal, oh a dapat dimasukkan ke pengertiannya. Dan oleh karena pe : : musan pasal 1 KUHP dan selanjutny: ce strafbepaling di dalam .-mahkan dengan perkataan ketentuan J gerafbepaling” di dalam rumusan pasal Aten) itu jug: ‘a olch team penerjemah telah diter- Pidana, maka sebaiknya perkataan 63 ayat 1 KUHP juga diterjemahkan 7 an jangan dengan perkataan ”'aturan pidan2 - vi Dengan demikian, maka Tumusan pasal 63 ayat 1 Wetboek van Straf- recht itu sebaiknya diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia sebagai ber- jkut: "Apabila suatu perilaku itu termasuk ke dalam lebih daripada satu ketentuan pidana, maka hanya salah satu dari ketentuan- ketentuan pidana tersebut yang diberlakukan, dan apabila terdapat perbedaan, maka yang diberlakukan adalah ketentuan pidana yang mempunyai ancaman bukuman pokok yang terberat”.

You might also like