You are on page 1of 12

Makalah

Struktur Kepemimpinan Masyarakat Adat Karo


Dosen pengampu : Dr. Arif Rahman

Disusun oleh:
Erni Maharanti barus (5212151001)

Jurusan Pendidikan Teknologi Informatika dan


Komputer
Fakultas teknik
Universitas Negeri Medan
2021
Kata Pengantar
Puji Syukur saya panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena berkatrahmat-Nya saya bisa
menyelesaikan makalah yang berjudul Struktur Kepemimpinan Masyarakat Adat Karo. Makalah
ini diajukan guna memenuhi tugas Kepemimpinan.

Sholawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada bagindakita Nabi Muhammad
SAW. Yang membawa ajarannya dari zaman Zahiliyah sampai zaman terang benderang seperti
ini.

Saya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu sehingga
makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya.Makalah ini masih jauh dari sempurna,
karena status saya yang masih dalam tahap belajar, oleh karena itu saya mengharapkan kritik dan
saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini.

Semoga makalah ini memberikan informasi bagi semua mahasiswa


dan bermanfaat untuk pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu penget--ahuan bagi kita
semua.

Medan, 23 September 2021

Penyusun

Erni Maharanti Barus


Daftar Isi

Judul
Kata Pengantar.............................................................................................................................................. 2

Daftar Isi ........................................................................................................................................................ 3

Bab I “Pendahuluan” ..................................................................................................................................... 4

1.1 Latar Belakang..................................................................................................................................... 4

1.2 Tujuan Makalah................................................................................................................................... 4

1.3 Manfaat Makalah ................................................................................................................................ 4

Bab II “Pembahasan” .................................................................................................................................... 5

2.1 Pernikahan Adat Karo ......................................................................................................................... 5

2.2 Tutur Siwaluh ...................................................................................................................................... 7

2.3 Kematian dalam adat Karo .................................................................................................................. 8

Bab III “Penutupan” .................................................................................................................................... 11

3.1 Kesimpulan........................................................................................................................................ 11

Daftar Pustaka............................................................................................................................................. 12
Bab I “Pendahuluan”
1.1 Latar Belakang
Bangsa Indonesia memiliki berbagai macam suku bangsa dan budaya yang berbeda-beda.
Disini akan membahas tentang suku karo. Suku Karo adalah suku yang mendiami dataran tinggi
Sumatera Utara tepatnya berada di Kabupaten Karo. Suku Karo memiliki sapaan khas yaitu
“Mejuah-Juah” yang secara harafiah diartikan sebagai ucapan damai sejahtera, ucapan sehat-
sehat bagi masyarakat Karo yang bertemu. Pada umumnya masyarakat Karo yang berada di
Tanah Karo masih memegang erat adat dan budaya yang mereka yakini memberi kekuatan
didalam melanjutkan kehidupannya.

Adat dan budaya itu kemudian mengintegrasikan masyarakat Karo kepada suatu
hubungan kekeluargaan yang sangat baik. Adat dan budaya Karo kemudian membuat masyarakat
Karo menyadari pentingnya menjaga kerukunan dan keharmonisan antar masyarakat suku Karo.
Adat dan Budaya itu terintegrasikan ke dalam suatu Sistem kekerabatan orang Karo yang sering
dikenal dengan sebutan Rakut Si Telu secara harafiah arti Rakut= ikat Si= yang dan Telu= tiga
artinya ikatan yang tiga. Rakut Si Telu ini meliputi: Kalimbubu, Pihak pemberi dara atau yang
sering disebut sebagai allah yang kelihatan, kalimbubu adalah orang yang sangat dihormati dan
bisa dikatakan sebagai pemberi berkat. Kalimbubu berkewajiban memberikan nasihat ataupun
saran-saran kepada orang Karo atau kerabat terdekatnya. Sebagai orang yang dihormati,
kalimbubu memiliki tugas dan tanggung jawab yang besar di dalam sistem kekerabatan orang
Karo, hal itu terlihat ketika pesta-pesta adat yang sedang berlangsung. Mereka harus dihormati
secara adat maupun secara kehidupan keseharian masyarakat Karo. Kalimbubu biasanya
dipanggil dengan sebutan Mama (Paman).

Suku Karo memiliki sistem kemasyarakatan atau adat yang dikenal dengan nama merga
silima, tutur siwaluh, dan rakut sitelu. Merga disebut untuk laki-laki, sedangkan
untuk perempuan disebut beru. Merga atau beru ini disandang di belakang nama
seseorang. Merga dalam masyarakat Karo terdiri dari lima kelompok utama (marga inti/pokok),
yang disebut dengan merga silima.

1.2 Tujuan Makalah


Tujuan Makalah ini untuk mengetahui dan memahami lebih dalam bagaimana struktur
kepemimpian dalam adat karo seperti ada acara pernikahan ataupun kematian dan serta untuk
memnuhi tugas kepemimpinan.

1.3 Manfaat Makalah


Manfaat makalah ini adalah untuk memudahkan pembaca dan saya sendiri dalam
memahami struktur kepemimpinan dalam adat karo.
Bab II “Pembahasan”
2.1 Pernikahan Adat Karo
Dalam pernikahan adat Karo, ada tiga tahapan yang harus dijalani oleh calon pengantin
dan keluarganya. Adapun tahapan tersebut adalah sebagai berikut.

• Persiapan Kerja Adat

o Sitandan Ras Keluarga Pekepar


Tahapan ini adalah tahapan perkenalan antara keluarga kedua belah pihak yang akan
melangsungkan pernikahan. Tahapan ini juga saat bagi keluarga melakukan tahap mbaba belo
selambar dengan anak beru.

o Mbaba Belo Selambar


Dalam tahapan ini, keluarga dan calon pengantin laki-laki datang melamar calon pengantin
perempuan. Di saat ini pula, keluarga, calon pengantin, dan kalimbubu menentukan
tanggal ngantin manuk.

o Nganting Manuk
Dalam tahapan ini, para pelaksana pernikahan akan membicarakan tentang hutang adat pada
pesta pernikahan dan merencanakan hari yang baik untuk melangsungkan pernikahan. Namun,
hari pernikahan tidak boleh lebih 1 bulan sesudah melaksanakan tahapan ini.

• Hari Pesta Adat

o Kerja Adat
Tahap ini adalah pelaksanaan pernikahan adat kedua mempelai. Pelaksanaan tahap ini biasanya
dilakukan selama seharian penuh di kampung pihak perempuan. Dalam tahap ini, para mempelai
diwajibkan untuk landek (menari).

o Persadan Tendi
Pelaksanaan tahapan ini dilakukan pada saat makan malam sesudah kerja adat bagi para
mempelai. Dalam pelaksaan tahap ini, para anak beru telah menyiapkan makanan bagi kedua
pengantin. Tujuannya adalah memberi semangat baru bagi kedua mempelai.

• Sesudah Pesta Adat

o Ngulihi Tudung
Ngulih tudung dilaksanakan setelah 2-4 hari setelah hari kerja adat berlalu. Orang tua pihak laki-
laki kembali datang ke rumah orang tua pihak perempuan. Orang tua pihak laki-laki datang
membawa lauk-pauk berisi ikan dan ayam.
o Ertaktak
Pelaksanaan tahap ini dilakukan di rumah pihak kalimbubu (pihak perempuan) pada waktu yang
sudah ditentukan. Tahap ini biasanya seminggu setelah kerja adat. Pada tahap ini, dibicarakanlah
uang keluar saat pergelaraan kerja adat dilaksanakan.

Upacara pernikahan Adat Karo adalah upacara adat yang dihadiri oleh kerabat
pihakkedua mempelai pengantin dan kerabat yang mempunyai kedudukan sebagai Anak
Beru,Senina,dan Kalimbubu (Rakut Sitelu). Upacara Adat dalam ngembah belo
selambarbiasanya didahului oleh makan bersama kemudian dilanjutkan dengan acara
Runggu(musyawarah) untuk menentukan berjalannya pesta peradatan pada hari H
pestaperkawinan. Penyampaian kata nasihat yang disampaikan oleh pihak Kalimbubu
(PemberiDara) dengan Senina (Semarga), dan Anak Beru (Penerima Dara) mempunyai
perbedaankedudukan dalam posisi menjalankan adat pada pesta perkawinan. Penelitian ini
bertujuanmendeskripsikan bentuk teks nasihat (Pedah-pedah) dalam acara pesta
pernikahan adatkaro yang disampaikan para tokoh Anak Beru, Senina, dan Kalimbubu
(Rakut Sitelu).Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian
deskriptif kualitatifdengan pendekatan analisi isi, dan akan dibuat deskripsi yang
sistematis dan akuratmengenai data yang dikumpulkan dengan teknik observasi,
wawancara. Data yang terkumpul dianalisis dengan terlebih dahulu semua teks nasihat
perkawinan tersebutditranskripsikan bercetak miring berspasi tunggal dan diterjemahkan ke
dalam bahasaIndonesia dalam tanda kutip tunggal; selanjutnya teks tersebut dideskripsikan dan
dianalisisberdasarkan tafsiran yang sesuai diverifikasi kepada informan berstatus ahli adat
Karo.Hasil penelitian menunjukkan bahwa kesantunan berbahasa pada pernikahan adat
Karoberbeda dengan tindak tutur kesantunan berbahasa yang digunakan masing-
masingparatokoh (Rakut Sitelu): kalimbubu berkesantunan berbahasa: memberkati/
mengesahkan/menyetujui/ menyayangi; (2) senina berkesantunan berbahasa menyetujui/
mengesahkan/menyayangi; (3) anak beru yaitu berkesantunan berbahasa memuji/
memohon/ menyetujui/melaporkan/ menyayangi.
2.2 Tutur Siwaluh
Dalam pelaksanaan upacara adat, Tutur Siwaluh ini masih dapat dibagi lagi dalam kelompok-
kelompok lebih khusus sesuai dengan keperluan dalam pelaksanaan upacara yang dilaksanakan,
yaitu sebagai berikut :

1. Puang Kalimbubu adalah kalimbubu dari kalimbubu seseorang


2. Kalimbubu adalah kelompok pemberi istri kepada keluarga tertentu. Kalimbubu ini dapat
dikelompokkan lagi menjadi :
o Kalimbubu Bena-bena atau Kalimbubu Tua, yaitu kelompok pemberi istri kepada
kelompok tertentu yang dianggap sebagai kelompok pemberi istri adalah dari
keluarga tersebut. Misalnya A bermerga Sembiring bere-bere Tarigan, maka Tarigan
adalah Kalimbubu Si A. Jika A mempunyai anak, maka merga Tarigan adalah
Kalimbubu Bena-bena / Kalimbubu Tua dari anak A. Jadi Kalimbubu Bena-bena
atau Kalimbubu Tua adalah kalimbubu dari ayah kandung.
o Kalimbubu Simada Dareh adalah berasal dari ibu kandung seseorang. Kalimbubu
Simada Dareh adalah saudara laki-laki dari ibu kandung seseorang. Disebut
Kalimbubu Simada Dareh karena mereka yang dianggap mempunyai keturunan
sedarah, karena sedarah maka itu juga yang terdapat dalam diri keponakannya.
o Kalimbubu Iperdemui, yaitu yang berarti kalimbubu yang dijadikan kalimbubu oleh
karena seseorang mengawini putri dari satu keluarga untuk pertama kalinya. Maka
seseorang itu yang menjadi kalimbubu adalah berdasarkan perkawinan.
3. Senina, yaitu mereka yang bersaudara karena mempunyai merga dan submerga yang
sama.
4. Sembuyak, yaitu secara harfiah artinya adalah satu dan Mbuyak yang artinya adalah
kandungan. Maka artinya adalah orang-orang yang lahir dari kandungan atau rahim yang
sama. Namun dalam masyarakat Karo istilah ini digunakan untuk senina yang berlainan
sub-merga juga, dalam bahasa Karo disebut Sindauh Ipedeher (Yang jauh menjadi
dekat).
5. Sipemeren, yaitu orang-orang yang ibu-ibu mereka bersaudara kandung. Bagian ini
didukung lagi oleh pihak Siparibanen, yaitu orang-orang yang mempunyai istri yang
bersaudara.
6. Senina Sepengalon atau Sendalanen, yaitu orang yang bersaudara karena mempunyai
anak-anak yang memperistri dari beru yang sama.
7. Anak beru, yang berarti pihak yang mengambil istri dari suatu keluarga tertentu untuk
diperistri. Anak beru dapat terjadi secara langsung karena mengawini wanita keluarga
tertentu, dan secara tidak langsung melalui perantaraan orang lain, seperti Anak Beru
Menteri dan Anak Beru Singikuri. Anak beru ini terdiri lagi sebagai berikut :
o Anak Beru Tua, adalah anak beru dalam satu keluarga turun temurun. Paling tidak
tiga generasi telah mengambil istri dari keluarga tertentu (Kalimbubu-nya). Anak
Beru Tua adalah anak beru yang utama, karena tanpa kehadirannya dalam suatu
upacara adat yang dibuat oleh pihak kalimbubu-nya, maka upacara tersebut tidak
dapat dimulai. Anak Beru Tua juga berfungsi sebagai Anak Beru Singerana (sebagai
pembicara), karena fungsinya dalam upacara adat sebagai pembicara dan pemimpin
keluarga dalam keluarga kalimbubu dalam konteks upacara adat.
o Anak Beru Cekoh Baka Tutup, yaitu anak beru yang secara langsung dapat
mengetahui segala sesuatu di dalam keluarga kalimbubu-nya. Anak Beru Cekoh
Baka Tutup adalah anak saudara perempuan dari seorang kepala keluarga. Misalnya
Si A seorang laki-laki, mempunyai saudara perempuan Si B, maka anak Si B adalah
Anak Beru Cekoh Baka Tutup dari Si A. Dalam panggilan sehari-hari anak beru
disebut juga Bere-bere Mama.
8. Anak Beru Menteri, yaitu anak berunya si anak beru. Asal kata Menteri adalah dari kata
Minteri yang berarti meluruskan. Jadi anak beru minteri mempunyai pengertian yang
lebih luas sebagai petunjuk, mengawasi serta membantu tugas kalimbubu-nya dalam
suatu kewajiban dalam upacara adat. Ada pula yang disebut Anak Beru Singkuri, yaitu
anak beru-nya si Anak Beru Menteri. Anak beru ini mempersiapkan hidangan dalam
konteks upacara adat.

2.3 Kematian dalam adat Karo


Berbagai macam upacara tradisional yang masih dijalankan sampai saat ini, dan salah
satunya adalah Tradisi Upacara Kematian yang dilaksanakan dalam masyarakat suku Karo. Ada
suatu kepercayaan pada masyarakat Karo bahwa bila seseorang meninggal dunia, sebenarnya
unsur-unsur jasmaniah dan rohaniahnya kembali ke asalnya semula. Demikianlah pentingnya
upacara kematian ini bagi masyarakat, sehingga baik sebelum dan sesudah diadakan penguburan
terdapat beberapa upacara yang biasa dilakukan sesuai dengan jenis kematian yang dialami
masyarakat Karo didaerah Tertentu.

Hal yang pertama yang dilakukan pada saat orang meninggal, di dalam Suku Karo adalah
seseorang yang meninggal atau mati tadi harus dimandikan atau dibersihkan terlebih dahulu,
setelah itu orang yang meninggal tadi dipakaikan baju yang rapi dan baik baginya, di kening dan
kedua pipi orang yang meninggal tadi diberi dua garis yang sejajar, bibirnya diolesi dengan
campuran sirih, kapur dan gambir, yang terakhir pada jempol kaki orang meninggal tersebut
diikat atau disebut juga dengan Kalaki. Tetapi, terkadang di dalam peti seorang yang meninggal
itu diletakan beberapa barang-barang yang sangat berharga dan penting di saat orang itu masih
hidup, contohnya dimasukan kain, obat-obatan, sandal ataupun sebagainya.

Setelah orang yang meninggal tersebut dipakaikan pakaian, dimandikan dan tata cara
pertama tadi diselesaikan. Barulah dipanggil seluruh Sangkep Enggeluh, yang dimana terdiri
atas, isteri/suami, anak, kalimbubu, anak beru, anak beru menteri, sembuyak, senina, sepemberen
dan separibanan. Untuk melakukan suatu rapart, yang dimana rapart ini berfungsi untuk
mendiskusikan kapan orang meninggal ini dipestatakan, dimana dikubur, siapa saja yang
diundang dan apa yang harus diipotong sebagai lauk pada saat acara pestanya nanti, serta apakah
pestanya nanti rose atau tidak rose. Kemudian barulah anak beru dan anak beru menteri
menyiapkan untuk pesta bagi orang yang meninggal ini. Itulah beberapa yang pertama-tama
dilakukan bagi orang yang meninggal di Suku Karo, sebelum pesta adat kematian dijalankan.
Selain itu dalam suatu kematian di Karo, terdapat beberapa sebutan untuk orang yang
meninggal. Secara umum orang Karo membagikan kematian, adalah sebagai berikut:

·Cawer mertua

Adalah suatu sebutan untuk orang yang meninggal, yang dimana dalam hal ini orang yang
meninggal tersebut telah lanjut usia, yang dimana dia telah mempunyai cucu dan juga anak-
anaknya telah berkeluarga, dan satu lagi pihak kalimbubu telah Ngembahken Nakan. Tapi
terkadang sebutan Cawer Mertu ini disebutkan kepada orang-orang yang meninggal dan dia telah
lanjut usia, serta telah bercucu.

·Tabah-Tabah Galoh

Adalah suatu sebutan untuk orang meninggal, yang dimana dalam hal ini orang tersebut telah
berkeluarga, tetapi dia belum lanjut usia.

·Mate Nguda

Adalah suatu sebutan untuk orang yang meninggal, yang dimana dalam hal ini orang yang telah
meninggal itu belum berkeluarga, atau bisa juga orang yang telah berkeluarga tetapi anak-
anaknya masih kecil-kecil semua.

Sebutan untuk orang yang meninggal, berdasarkan penyebab atau keadaan kematiaanya,
adalah sebagai berikut:

·Mati dalam kandungan ( Batara Guru)

Adalah suatu sebutan untuk orang yang meninggal karena disebabkan saat dia meninggal waktu
dia belum lahir, dan roh dari yang meninggal inilah yang disebut dengan Batara Guru.

·Mati belum dikenal jenis kelaminnya

Adalah suatu sebutan untuk orang yang meninggal karena saat seorang lahir belum cukup atau
seorang yang meninggal karena lahir prematur, dan jenis kelaminya belum diketahui.

·Mati sesudah lahir ( Bicara lahir)

Adalah sebutan untuk orang yang meninggal sesaat dia telah lahir, dan roh yang berasal dari
orang yang meninggal ini disebut dengan Bicara Guru.

·Mati belum bergigi ( Lenga Ripen)

Adalah sebutan untuk orang yang meninggal, yang dimana saat seseorang yang meninggal
tersebut belum mempunyai gigi atau dengan kata lain giginya belum tumbuh. Dan pada saat akan
menguburkan, anak yang meninggal dalam keadaan ini harus dikuburkan diam-diam, karena
ditakutkan jasatnya akan diambil orang.
·Mati anak-anak telah bergigi ( Enggo Ripen)

Adalah sebutan untuk orang yang telah meninggal, yang dimana orang telah meninggal itu telah
mempunyai gigi atau giginya telah tumbuh.

·Mati belum menikah ( mati singuda-nguda)

Adalah sebutan untuk orang yang telah meninggal, yang dimana orang meninggal tersebut masih
perjaka atau gadis dan orang tersebut belum menikah. Dalam hal ini, orang yang mengalami mati
singuda-nguda apabila dia laki-laki, maka pada saat pesta anak beru akan memasukan seruas
bambu ke dalam kemaluannya, atau tongkol jagung apabila dia perempuan. Hal ini disebabkan
agar saat seorang perjaka atau gadis itu meninggal dia telah dapat dikatakan telah menikah dan
hutang dan kewajiban anak beru itu telah selesai.

·Sirang Ture

Adalah sebutaan untuk orang yang meninggal, yang dimana orang yang meninggal tersebut
disebabkan karena dia meninggal saat dia akan melahirkan anaknya. Pada zaman dulu,
penguburan orang yang meninggal karena akan melahirkan dilakukan dengan cara dibakar, dan
abunya dihanyutkan melalui sungai.

·Mati Kayat-kayaten

Adalah suatu sebutan untuk orang yang meninggal karena disebabkan dia menderita penyakit.
Dan utang adata apabila orang yang meninggal ini adalah morah-morah kepada Kalimbubu,
Pung Kalimbubu dan juga Anak Beru.

·Mate Sada Wari

Adalah suatu sebutan untuk orang yang meninggal karena disebabkan meninggal pada saat
pertemputan, bencana alam ataupun kecelakaan, seseorang yang meninggal Mate Sada Wari
akan dibuatkan kuburan yang sendiri, dan terpisah dari penguburan umum.
Bab III “Penutupan”
3.1 Kesimpulan
Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai multikultur, tak dapat dipungkiri di
Negara ini banyak sekali suku-sukunya,contohnya saja Suku Jawa, Batak, Toraja dan Karo.
Yang dimana disetiap suku-suku ini mempunyai banyal sekali budaya-budayanya terutama
mengenai upacara adat, baik itu upacara kematian maupun upacara lainnya. Namun didalam
unsur-unsur yang mempengaruhi di dalamsuatu upacara adat itu pun berbeda-beda. Contohnya
saja, dalam Suku Karo, terdapat beberapa unsur dalam suatu upacara adat, misalnya didalam
suatu upacara kematian, orang karo memiliki nama atau sebutan sendiri untuk suatu kematian.
Dan pada acara pernikahan karo memiliki struktur yang berbeda beda menurut adat adat yang di
anut nya ataupun agamanya.
Daftar Pustaka
https://jurnal.unimed.ac.id

https://repository.uksw.edu/bitstream/123456789/15966/1/T2_752016040_BAB%20I.pdf

https://www.neliti.com/id/publications/289290/analisis-kata-nasihat-dalam-acara-pesta-pernikahan-
adat-karo-kedalam-bahasa-indo

You might also like