You are on page 1of 33

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/342330102

Kondisi Ekonomi dan Pasar Properti Indonesia setelah Pandemi COVID-19

Preprint · May 2020


DOI: 10.13140/RG.2.2.34691.53285

CITATION READS

1 7,144

2 authors:

Chandra Rambey Carmelo Ferlito


PT Provalindo Nusa Center for Market Education
2 PUBLICATIONS   1 CITATION    251 PUBLICATIONS   194 CITATIONS   

SEE PROFILE SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Property market in Malaysia and Indonesia View project

The classical roots of the Austrian theory of capital and entrepreneurship View project

All content following this page was uploaded by Carmelo Ferlito on 20 June 2020.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


Kondisi Ekonomi
dan Pasar Properti
Indonesia Setelah
Pandemi COVID-19

MAY 13, 2020

Authored by :
Chandra Rambey & Dr Carmelo Ferlito
Chandra Rambey,
CEO of PT. Provalindo Nusa,
He is also a Deputy Head of Research and Foreign Relations REI DKI Jakarta, Indonesia Email
addreass : chandra.rambey@provalindonusa.com

Dr Carmelo Ferlito
Research Advisor at Provalindo Nusa, Jakarta, Indonesia.
He is also a Senior Fellow at the Institute for Democracy and Economic Affairs (IDEAS) and the
Director of the Center for Market Education (CME) in Kuala Lumpur, Malaysia. E-mail address:
1
carmelo@ideas.org.my. www.provalindonusa.com
OUTLINE
1. Covid 19 dan Kondisi Ekonomi Dunia
1.1 Covid 19 dan Munculnya Krisis Ekonomi Dunia: Sebuah
Pengantar.
1.2. Dampak Kebijakan Lockdown Terhadap Kondisi Ekonomi
Dunia.
1.3. Efek Pandemi Terhadap Sektor Agrikultur Dunia.

2. Kondisi Ekonomi Indonesia dalam Pandemi COVID 19


2.1. Kasus COVID 19 di Indonesia.
2.2. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia di Kala Pandemi Covid-19.
2.3. Dampak Sosial dari Kebijakan Lockdown/PSBB.
2.4. Berbagai Paket Kebijakan Stimulus
2.5. Berapa Lama Pandemi Akan Bertahan?
2.6. An exit strategy.
2.7. Kesimpulan Pemikiran.

3. Efek Covid 19 dan kebijakan Lockdown/PSBB terhadap Pasar


Properti Indonesia.
4. Kesimpulan.

2
www.provalindonusa.com
1 Covid 19 dan Kondisi Ekonomi Dunia

1.1. Covid 19 dan Munculnya Krisis Ekonomi Dunia: Sebuah


Pengantar

Sejak Desember 2019, seluruh dunia menghadapi ancaman pandemic baru


yang dikenal dengan nama Covid-19, atau coronavirus 2019: penyakit
menular yang disebabkan oleh sindrom pernafasan akut akut coronavirus 2
(SARS- CoV-2). Menurut berapa ahli penyakit ini adalah evolusi dari jenis
influenza yang terkenal, yang belum ditemukan vaksinnya. Untuk
memahami proporsi fenomena tersebut, maka penyakit ini dapat
dibandingkan dengan flu “tradisional”

Ada empat jenis influenza musiman (A, B, C dan D); saat ini masing-masing
jenis influenza tersebut telah meiliki vaksinnya. Sebagai referensi, mari kita
perhatikan bahwa untuk flu musiman 2018-2019 hampir 170 juta suntikan
vaksin didistribusikan di AS saja. Meskipun penggunaan massal vaksin,
Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) memperkirakan
bahwa sejak 2010 antara 9 dan 45 juta orang Amerika terinfeksi setiap
tahun, sementara angkat kematian mencapai 61,000 pada 2018.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan bahwa 3 hingga 5 juta


kasus flu normal (yang kita ketahui vaksinnya) setiap tahun dapat dianggap
sebagai kasus parah, sementara 300.000 hingga 650.000 orang meninggal
karenanya. Tanpa suntikan vaksin flu, diperkirakan bahwa kasus bisa hampir
dua kali lipat dari yang sebenarnya (Steele, 2019).

3
www.provalindonusa.com
Sampai hari ini (20 April 2020), Virus COVID19, yang belum ditemukan vaksinnya ini, melalui
testing diketahui telah menginfeksi sebanyak kurang dari 4 juta orang diseluruh dunia dan
telah membunuh sebanyak kurang dari 200,000 orang. Dengan jumlah kasus kematian
sebanyak 78,186, Amerika Serikat menjadi Negara dengan proporsi terbesar degnan
persentase sebesar 24.6%, sementara 60,47% korban tinggal dikawasan Eropa Barat. Seluruh
Asia Tenggara (termasuk Hongkong) hanya menyumbang jumlah korban kematian sebesar
1147 orang (0.69%) sementara Indonesia menyumbang jumlah korban sebear 0.35% dari
total dan Malaysia sebesar 0.05%.

Untuk menjawab masalah yang muncul dari pandemi1 ini, beberapa Negara berekasi dengan
menerapka kebijakan yang membatas pergerakan manusia, dan beberapa menerapakan
kebijakan “lockdown”, yang menyebabkan berhentinya pergerakan ekonomi dunia dalam
skala besar. Perdebatan yang muncul seringkali mengumbar konsep krisis ekonomi yang
diinduksi Covid-19, tetapi perlu untuk mengklarifikasi bagaimana tantangan saat ini
ditimbulkan oleh penguncian yang berbeda daripada oleh virus itu sendiri. Dalam skenario ini,
diskusi tentang sifat dan definisi krisis yang kita alami akan sangat membantu.

Krisis Ekonomi pada dasarnya bisa bersifat Endogen dan Exogen. Dalam kasus pertama,
Endogen berarti krisis ekonomi tersebut berasal dari system ekonomi itu sendiri, contohnya
kasus krisis ekonomi 2007-2008 dimana krisis tersebut mucul akibat dari elemen elemen
ekonomi (dalam kasus ini adalah adanya interaksi antara pasar kredit dan pasar perumahan).
Dalam kasus kedua krisis ekonomi muncul akibat dari fenomena/peristiwa di luar system
ekonomi itu sendiri ; seperti adanya gempa bumi besar yang menghancurkan kapasitas
produksi suatu wilayah; atau adanya perang. Dengan COVID19 kita mengalami tipe baru dari
krisis ekonomi. Mengapa bisa disebut sebagai tipe baru krisis ekonomi? Tentu virus ini sendiri
bisa dibilang sebagai salah satu definisis krisis ekonomi yang eksogen, namun lain halnya
dengan apa yang terjadi ketika ada bencana alam dan perang, COVID19 tidak mempengaruhi
secara langsung terjadinya ketidakstabilan ekonomi, kalau dilihat dari hasil observasi
terdapat beberapa langkah yang menjelaskan mengapa virus ini mempengaruhi ekonomi
secara tidak langsung:

• Berbagai jenis kebijakan lockdown dilakukan sejak bulan februari 2020


• Dampak terhadap system ekonomi tidak muncul dari virus itu sendiri, melainkan
akibat dari kebijakan pemerintah yang muncul untuk melawan virus itu sendiri
(lockdown)
• Oleh karena itu kebijakan lockdown mengakibatkan perlambatan ekonomi di berbagai
wilayah dunia
• Akibat hal tersebut berbagai Negara dunia mengeluarkan kebijakan stimulus untuk
melawan dampak negative lockdown terhadap ekonomi

1
Pandemi muncul dari kosakata Yunann “pan” (Seluruh) dan “demos” (Manusia).

4
www.provalindonusa.com
1.2. Dampak Kebijakan Lockdown Terhadap Kondisi
Ekonomi Dunia

Walaupun banyak pengamat secara keliru mengaitkan krisis ekonomi


diakibatkan oleh krisis kesehatan dan bukan dengan kebijakan lockdown.
IIMF baru-baru ini memperkirakan bahwa ekonomi dunia akan menyusut
3% pada tahun 2020, sementara mengharapkan rebound pada tahun
2021, ketika pertumbuhan 5,8% diharapkan; estimasi tersebut
didasarkan pada asumsi bahwa keadaan darurat Covid-19 akan memudar
pada paruh kedua tahun 2020 (IMF, 2020, hal. VII dan IX). Paling lambat
Januari 2020, IMF yang sama mengharapkan pertumbuhan dunia sebesar
3,3% pada tahun 2020 (IMF, 2020, hal. IX).

Mengenai kondisii Negara-negara Asean-5, ekonomi diperkirakan akan


menyusut 0,6% pada tahun 2020 dan rebound menjadi + 7,8% pada tahun
2021 (IMF, 2020, p. VII). Selain itu, volume perdagangan dunia
diperkirakan akan menurun sebesar 11%.

Figure: Quarterly World GDP.

Source: IMF (2020), p. 9.

5
www.provalindonusa.com
‘’ Menurut Gurría (2020), sekretaris jenderal
OECD, kebijakan lockdown akan menelan
biaya 2% dari PDB untuk ekonomi dunia
per bulan. Menurut OECD (2020, p. 1),
“dampak langsung awal dari shutdowns
OECD (2020, p. 2) menambahkan bahwa
“sektor yang terkena dampak
menyumbang antara 30-40 persen dari
total output di sebagian besar ekonomi.
Mengizinkan hanya shutdown parsial di
bisa berupa penurunan tingkat produksi beberapa sektor, dan dengan asumsi
antara seperlima hingga seperempat di tingkat shutdown yang sama di semua
banyak negara, dengan pengeluaran negara, pukulan awal langsung
konsumen berpotensi turun sekitar satu - keseluruhan ke tingkat PDB biasanya
ketiga. [...] Estimasi luas ini hanya antara 20-25% di banyak negara maju
mencakup dampak langsung awal di utama. Dampaknya terhadap
sektor-sektor yang terlibat dan tidak pertumbuhan PDB tahunan akan
memperhitungkan dampak tidak langsung tergantung pada berapa lama langkah-
tambahan yang mungkin timbul ”. langkah ini tetap ada ”.

Untuk saat ini,lembaga rating kredit Fitch (2020) masih yakin bahwa ekonomi
dunia dapat tumbuh sebesar 1,3% pada akhir tahun 2020, tetapi mereka
tidak mengecualikan resesi global jika langkah-langkah penguncian harus
diperpanjang. Namun, perdagangan dunia dan produksi industri
diperkirakan akan bergerak di wilayah negatif.

Figure: Kondisi Perdagangan dan Industri Dunia

Source: Fitch (2020, p. 6).

McKinsey (2020, hal. 10) mengharapkan PDB dunia menyusut 1,8% pada
akhir tahun, untuk pulih pada kuartal pertama 2021, sementara titik depresi
ekonomi yang lebih berat dapat tersentuh pada akhir kuartal kedua (-5,3%
pada kuartal keempat 2019).

6
www.provalindonusa.com
Tabel: Kondisi Ekonomi Dunia Tahun 2020
Real GDP Drop 2020 GDP Time to Return
2019Q4 – 2020Q2 Growth to Pre-Crisis
% Change % Change Quarter
China -3.5% -0.5% 2020 Q4
Japan -2.1% -2.7% 2021 Q1
India -7.6% -1.2% 2020 Q4
Thailand -4.3% -2.1% 2021 Q1
Indonesia -2.7% 1.4% 2020 Q4
WORLD -5.3% -1.8% 2021 Q1
Source: McKinsey (2020, p. 10).

1.3. Efek Pandemi Terhadap Sektor Agrikultur Dunia

Layak untuk menandai bagaimana resesi seperti itu diperkirakan akan


mempengaruhi pertanian dunia, yang berarti sumber makanan kita.
«Beberapa negara telah melakukan tindakan pembatasan perdagangan,
sementara yang lain telah mengeluarkan kebijakan untuk pembelian lebih
banyak. Konsekuensinya, harga telah mengalami trend kenaikan baik untuk
gandum maupun beras, meskipun pasokan global berada pada tingkat
rekor dan pangsa stok untuk konsumsi secara historis tinggi »(USDA, 2020a,
hlm. 1). Namun, sementara perdagangan gandum diperkirakan akan
mencapai rekor tertinggi pada tahun 2020 (USDA, 2020a, hal. 1), ekspor
beras global diperkirakan akan menurun 2% secara global, khususnya
karena pembatasan yang diberlakukan di banyak negara Asia Tenggara dan
dampak dari kebijakan penguncian (USDA, 2020a, hal. 10).

Perdagangan internasional ayam dan ternak secara umum juga akan


terpengaruh. «Prakiraan ekspor global untuk perdagangan daging sapi dan
ayam telah dipangkas karena ancaman yang muncul dari penyebaran virus
COVID-19. Prakiraan pertumbuhan ekonomi telah dipotong untuk tahun
2020 dan dampaknya pada konsumen akan mengurangi permintaan
protein hewani. Penutupan restoran dan outlet layanan makanan yang
meluas serta pengurangan pariwisata dan perjalanan akan mengubah
permintaan protein di antara kedua jenis daging dan juga potongan. Selain
itu, gangguan pengiriman telah berdampak pada perdagangan global
dengan menyumbat pelabuhan dan mengurangi ketersediaan kontainer,
setidaknya dalam jangka pendek. Dampak penuh kemungkinan masih akan
berkembang, tetapi respons sektor peternakan dan unggas di semua
tingkat rantai pasokan dan distribusi cenderung berdampak pada pasokan
di masa depan »(USDA, 2020b, hlm. 1).

7
www.provalindonusa.com
Figure: Prakiraan ekspor daging sapi, babi, dan ayam pada tahun 2020.

Source: USDA (2020b, p. 1).

Secara khusus, perkiraan produksi daging ayam global direvisi 2 persen lebih rendah menjadi
100,5 juta ton; pertumbuhan produksi di Cina tidak dapat sepenuhnya mengimbangi
perkiraan produksi yang lebih rendah untuk semua produsen utama lainnya. Namun,
ramalan tersebut tetap satu persen lebih tinggi dari 2019, karena permintaan daging ayam
biasanya anti-siklus: pada saat-saat sulit, orang-orang beralih lebih ke ayam, yang
merupakan sumber protein yang berbiaya rendah dan cepat diproduksi (USDA, 2020b, hal.
2

Menurut Rabobank juga, penurunan lebih lanjut dalam produksi daging babi di Asia tahun
ini dapat menyebabkan potensi pertumbuhan produksi unggas lokal dan perdagangan
internasional, jika tantangan rantai pasokan yang meningkat dapat dikelola: permintaan
unggas dapat menguntungkan di antara komoditas , karena kemampuan daya saing
harganya (McDougal, 2020).

8
www.provalindonusa.com
Perdagangan daging ayam global direvisi lebih rendah 4 persen menjadi 11,7 juta ton karena
revisi turun untuk semua eksportir utama kecuali Brasil. Akibatnya, perdagangan daging
ayam dunia akan mengalami kontraksi 1 persen pada tahun 2020 dibandingkan tahun lalu
meskipun ada sedikit keuntungan oleh Brasil dan Amerika Serikat.

Namun, harga komoditas pangan diperkirakan akan relatif stabil jika dibandingkan dengan
komoditas lainnya.

Figure: Perkembangan Harga Komoditas Dunia

Source: IMF (2020), p. 18.

9
www.provalindonusa.com
2 Kondisi Ekonomi Indonesia dalam
Pandemi COVID 19

2.1. Kasus COVID 19 di Indonesia

Kasus Covid 19 terjadi pertama kali di Indonesia pada 2 Maret 2020, sejak
itu tercatat sebanyak 13,112 kasus terjadi di Indonesia dengan angka
kematian sebanyak 943 orang dan kasus yang disembuhkan sebanyak 943
orang.

Meskipun hasil test masih kurang (yang mungkin tidak dapat


menggambarkan angka sebenarnya dari penyebaran COVID19), Indonesia
berhasil menekan angka kematian dimana jumlah kematian hanya sebanyak
3 orang per 1 juta populasi, jauh lebih rendah dari rata-rata dunia

Meskipun dihadapkan dengan beberapa kritik, Presiden Joko Widodo


menolak tekanan dari berbagai pihak untuk menerapkan kebijakan
lockdown yang keras dan lebih memilih menerapkan kebijakan pembatasan
social berskala besar untuk menghindari pemadaman total terhadap
ekonomi nasional.

Memang, tampaknya kebijakan lockdown secara keras tidak signifikan


secara statistik sebagai penyebab dari tinggi atau rendahnya tingkat kasus
dan kematian (walaupun saya selalu lebih suka membahas bahwa kematian
karena jumlah kasus dipengaruhi oleh jumlah tes) .

10
www.provalindonusa.com
Google mengeluarkan data yang memantau keberadaan orang-orang di
ruang-ruang tertentu, seperti restoran, taman, dan tempat kerja; kemudian
mengukur bagaimana keberadaan orang-orang telah berkurang karena
berbagai jenis kebijakan lockdown. Dari data tersebut dapat diisyaratkan
bahwa di mana penurunan keberadaan orang lebih tinggi, maka kebijakan
lockdown yang lebih keras diikuti, sementara dalam kasus lain itu lebih
santai. Tabel di bawah ini merangkum temuan untuk Asia Tenggara.

Figure: Mobility drop* in Southeast Asia and Covid-19 cases and deaths**.
To be updated when we are closer to the date for the final version.

* As per 11 April 2020.


** As per 24 April 2020.
Source: https://www.google.com/covid19/mobility/ and https://www.worldometers.info/coronavirus/.

11
www.provalindonusa.com
Gambar menunjukkan bahwa jumlah kematian per juta orang lebih rendah di negara-negara
yang menerapkan kebijakan lockdown keras, seperti Thailand dan Vietnam, di mana kita
menghadapi tingkat pembatasan yang lebih rendah, jika dibandingkan dengan negara-
negara yang lebih ketat seperti Malaysia dan Filipina, di mana kematian per 1 juta orang
adalah 3 dan 4 masing-masing (versus 0,7 di Thailand dan 0 di Vietnam). Indonesia memiliki
jumlah kematian yang sama per juta orang dengan Malaysia, tetapi pengurangan
mobilitasnya rata-rata 40,4% berbanding 66% Malaysia.

Meskipun kita tidak dapat berdebat, tentu saja, bahwa kebijakan lockdown adalah penyebab
kematian, pada saat yang sama kita tidak dapat menyimpulkan bahwa kebijakan lockdown
yang ketat itu sendiri adalah penjelasan yang signifikan untuk jumlah kematian yang rendah
atau tinggi. Kasus-kasus Thailand, Vietnam dan Hong Kong yang berhasil harus dijelaskan
dengan cara yang berbeda.

2.2 Pertumbuhan Ekonomi Indonesia di Kala Pandemi Covid-19

Dalam skenario ini, Bank Pembangunan Asia memperkirakan bahwa negara berkembang di
Asia akan tumbuh 2,2%, dibandingkan dengan 5,5% yang diprediksi September lalu (ADB,
2020a). Namun, menurut lembaga yang berbasis di Manila ini, ekonomi Asia yang sedang
berkembang bisa pulih dengan cepat dan diperkirakan akan tumbuh sebesar 6,1% pada
tahun 2021.

Figurer: Forecast PDB Negara-Negara Berkembang di Asia

Source: ADB (2020a).

Meskipun Dana Moneter Internasional mengharapkan Indonesia untuk tumbuh hanya


sebesar 0,5% tahun ini, untuk rebound menjadi + 8,2% pada tahun 2021 (IMF, 2020, hal. 21),
Bank Pembangunan Asia memperkirakan jalan yang lebih mulus, dengan pertumbuhan
tahun 2020 sebesar 2,5 % dan rebound 2021 ke + 5% (ADB, 2020b).

12
www.provalindonusa.com
Figure: Prakiraan PDB – Indonesia. Inflasi, yang rata-rata 2,8% pada tahun 2019,
diperkirakan akan meningkat menjadi 3,0%
pada tahun 2020, sebelum turun menjadi
2,8% pada tahun 2021 (ADB, 2020b).

Sementara pada awal tahun Bank Dunia


(2020a, hal. 4) memperkirakan untuk
Indonesia pertumbuhan mencapai 5,1% pada
tahun 2020 dan 5,2% pada tahun 2021, saat
ini lembaga yang sama memperkirakan
Source (ADB, 2020b). skenario terbaik +1,1% dan terburuk skenario
-3,5% (Bank Dunia, 2020b, hal. XVI).

Figure: Prakiran PDB Berbagai Negara ASEAN Menurut Bank Dunia

Source: World Bank (2020b), p. XVI.

Sementara itu lembaga Pemeringat Selain itu McKinsey (2020, hlm. 10)
Keuangan dunia,Fitch (2020, hal. 28) lebih berekspetasi bahwa ekonomi Indonesia
optimis dan masih mengharapkan akan berada di wilayah positif (+ 1,4%)
pertumbuhan 4,7% untuk Indonesia pada pada akhir tahun, dengan ekonomi
akhir tahun, dan + 5,3% pada tahun 2021. nusantara diperkirakan akan pulih pada
Pada saat yang sama, Fitch (2020, hal. 28) tingkat sebelum krisis pada akhir tahun ini.
memperkirakan pengeluaran konsumen Namun, McKinsey (2020, hal. 11) tidak
untuk tetap lebih kuat (4,1% pada tahun mengesampingkan kemungkinan bahwa
2020 dan + 5% pada tahun 2021), diikuti penyebaran virus dapat memperpanjang
oleh investasi tetap (+ 5,8% pada tahun melampaui harapan; dalam skenario ini,
2020 dan + 6,3% pada tahun 2021). ekonomi Indonesia dapat menurun 1,3%
dan pulih pada kuartal kedua 2021.

13
www.provalindonusa.com
Tabel dibawah ini merangkum beberapa proyeksi ekonomi Indonesia kedepan
berdasarkan perhitungan lembaga-lembaga internasional

Figure: Different GDP Projections for Indonesia.

Institution Indonesia’s GDP Forecast - 2020

International Monetary Fund* + 0.5%


Asian Development Bank** + 2.5%
The World Bank*** - 3.5% – + 2.1%
Indonesian Government**** - 0.4% – + 2.3%
Fitch Ratings***** + 4.7%
McKinsey****** - 1.3% – + 1.4%
Source:
* IMF (2020).
** ADB (2020b).
*** The World Bank (2020b).
**** Gorbiano (2020).
***** Fitch (2020, p. 28).
****** McKinsey (2020, pp. 10-11).

2.3. Dampak Sosial dari Kebijakan Lockdown/PSBB

Ada lebih banyak di belakang angka makro. Sebagaimana dikutip dalam Ferlito
dan Perone (2020), ekonomi bukan sekedar angka, atau benda; sebaliknya, ia
dibentuk dari hasil miliaran interaksi interindividu. Penurunan PDB, atau krisis
ekonomi secara luas, lebih dari sekadar informasi statistik; itu menyiratkan
tindakan usaha yang menutup diri dan banyaknya orang kehilangan pekerjaan,
dan karenanya meningkatkan kemiskinan.

Pada awal April, 54% orang Indonesia menyatakan bahwa mereka merasa
bahwa situasi yang dibawa oleh Covid-19 dapat menyebabkan mereka tidak
dapat memenuhi kebutuhan (McKinsey, 2020, hlm. 18).

Per 13 April, sudah 2,8 juta orang Indonesia telah kehilangan pekerjaan,
sementara IMF memperkirakan bahwa tingkat pengangguran dapat meningkat
menjadi 7,5% dari 5,3% pada 2019 (Akhlas, 2020). Menurut perkiraan dari
Kementerian Keuangan Indonesia, 1,1 juta orang miskin baru dan 2,9 juta orang
pengangguran baru akan ditambahkan sebagai konsekuensi dari pandemi dan
kebijakan pembatasan social berskala besar; skenario terburuk
memproyeksikan bahwa 3,78 juta orang akan jatuh ke dalam kemiskinan dan
5,2 juta akan kehilangan pekerjaan mereka (Gorbiano, 2020).

14
www.provalindonusa.com
Hal tersebut mengakibatkan masalah ekonomi berubah menjadi masalah
kemanusiaan. Terdapat tiga katagori masalah ekonomi yang muncul
akibat konsekuensi kebijakan pembatasan tersebut yaitu :

1. Gangguan rantai pasok usaha (jangka pendek).


2. Banyakanya usaha yang gulung tikar dan pengangguran (jangka
menengah).
3. Kericuhan Sosial (jangka menengah dan jangka panjang ).

Salah contoh paling jelas, dimana kebijakan lockdown itu menciptakan


masalah bagi perekonomian adalah gangguan dalam rantai pasokan
(supply chain) (Todd, 2020). Konsekuensi dari tersendatnya rantai
pasokan, yang muncul dari kesulitan untuk secara jelas membedakan
antara layanan esensial dan non-esensial di dunia yang semakin
terintegrasi, lebih luas daripada apa yang dapat dibayangkan pada
pandangan pertama. Bahkan, gangguan seperti itu menyebabkan konflik
antara proses penawaran dan permintaan didalam pasar yang, dengan
menciptakan kekurangan, meningkatkan harga. Singkatnya, gangguan
yang berkepanjangan pada rantai pasokan menyebabkan berkurangnya
ketersediaan produk dan harga yang lebih tinggi.

Semakin lama kebijakan lockdown diperpanjang, sebaliknya, semakin


tinggi risiko untuk melihat semakin banyak bisnis yang bangkrut dan
banyak orang kehilangan pekerjaan. Akhirnya, kenaikan harga dan
pengangguran dapat berubah menjadi bom sosial, dengan risiko serius
keresahan sosial. Kita tahu bahwa di Sisilia, Italia, orang-orang yang baru
menganggur menggerebek supermarket mencari makanan.

15
www.provalindonusa.com
2.4. Berbagai Paket Kebijakan Stimulus

Untuk menghadapi tantangan yang muncul dari kondisi ekonomi yang tak
menentu ini, pemerintah Indonesia merespon dengan membuat beberapa
kebijakan stimulus. Paket stimulus pertama, pembebasan pajak penghasilan
untuk tenaga kerja di sektor manufaktur (untuk pekerja yang berpenghasilan
hingga Rp 200 juta) diperkenalkan, setara dengan total "pengeluaran" sebesar
Rp 8,6 triliun. Di bawah paket yang sama, bea masuk dan pengabaian tarif
impor untuk sektor manufaktur diperkenalkan, sebesar Rp8,15 triliun. Selain
itu, direncanakan restitusi pajak pertambahan nilai (Rp1,97 triliun).

Dengan paket stimulus kedua, pemerintah memutuskan untuk melakukan


intervensi lebih langsung di sektor kesehatan dan meningkatkan pengeluaran
keselamatan sosial; insentif untuk petugas kesehatan dan lebih banyak
pengeluaran untuk sektor kesehatan direncanakan dengan total Rp75 triliun,
sementara investasi sebesar Rp101 triliun untuk jaring pengaman tambahan
direncanakan (Rahman, 2020); namun, elemen-elemen geografis dan
struktural dalam sistem politik dan ekonomi Indonesia memicu keraguan yang
semakin besar tentang efektivitas dan transparansi distribusi bantuan
(Susanty, 2020). Pada saat yang sama, pemerintah memutuskan untuk
mendukung sektor swasta dengan tambahan Rp 70,1 triliun yang berasal dari
pengabaian pajak dan inisiatif kredit mikro. Program pemulihan ekonomi
senilai 150 triliun rupiah juga diumumkan.

Pemerintah juga menerapkan kebijakan non-fiskal, seperti penyederhanaan


peraturan ekspor dan impor dan percepatan prosedur impor / ekspor untuk
mitra dagang utama. Pada saat yang sama, bank sentral menurunkan suku
bunga menjadi 4,75% dan memutuskan untuk meningkatkan intervensi
sebagai pembeli kewajiban. Cadangan minimum persyaratan valuta asing
untuk bank konvensional berkurang dari 8 menjadi 4% dan juga persyaratan
cadangan untuk bank yang beroperasi secara internasional berkurang.

Sehubungan dengan kebijakan fiskal dan moneter, Indonesia bereaksi dengan


cara yang sama bila dibandingkan dengan negara-negara tetangga seperti
Malaysia (Ferlito dan Perone, 2020), tetapi, berlawanan dengan Malaysia,
Indonesia telah menahan godaan untuk memaksakan kontrol harga yang
mungkin lebih berbahaya daripada menguntungkan, memperburuk kesulitan
sisi penawaran terhadap tantangan yang ditimbulkan oleh gangguan rantai
pasokan yang dihasilkan oleh kebijakan lockdown. Banyak trade-off yang
ditimbulkan dari kebijakan lockdown serta hasil analisis menunujukan bahwa
opsi yang dipilih justru malah memperparah keadaan. Hingga minggu terakhir
bulan April, meski persebaran virus mulai melambat namun beberapa Negara
mengalami kemunduran ekonomi akibat kebijakan lockdown (Rodgers, 2020).

16
www.provalindonusa.com
2.5. Berapa Lama Pandemi Akan Bertahan?

Untuk lebih mengenal bagaimana scenario makroekonomi Indonesia setelah


Pandemi, akan sangat berguna bila kita melihat perkiraan berapa lama durasi
penyebaran virus covid19 berlangsung di Indoesia. Menurut hasil estimasi Dr.
Perone, peneliti dari Universitas Bergamo, Italia2, puncak infeksi harian virus
Covid19 diharapkan tercapai diantara akhir April atau pertengahan Mei,
sementara jumlah kasus kematian diperkirakan akan mencapai titik penurunan
diantara tanggal 5 sampai 11 Juni. Hasil ini konsisten dengan hasil analisis lainnya
yang memperkirakan bahwa penyebaran virus covid19 akan berlangsung selama
70 hari secara natural; baik adanya kebijakan intervensi dari pemerintah
ataupun tidak3. Menurut studi yang dilakukan oleh lembaga SUTD di Singapura,
virus akan menurun di sekitar awal Juni

Figure: Kapan Wabah Covid19 akan berakhir?.

Source: https://ddi.sutd.edu.sg/portfolio/items/444037.

Tentu bahwasannya prediksi diatas tidak bisa kita pegang sebagai hasil yang mutlak, namun
prediksi dari kajian diatas dapat kita pakai sebagai indikasi untuk menerapak strategi untuk
menjaga perekonomian.

2
See the appendix to this paper.
3
See, among others, Ben-Israel (2020). Similarly, Mazzei (2020) has demonstrated, through google mobility
analyses, that the spread of the virus in Europe has been very similar in countries with “light” or “strong”
lockdown.

17
www.provalindonusa.com
2.6. An exit strategy

Bedasarka analisis diatas, sudah saatnya


Indonesia segera memikirkan strategi setelah
penerapan PSBB habis diberlakukan sehingga
dapat menghindari efek negatif terhadap kondisi
ekonomi yang lebih besar daripada dampak virus
itu sendiri. Berapa strategi yang kami sarankan
antara lain:

1. Kejelasan tentang bisnis yang diizinkan


beroperasi.

Kepastian apa yang bisa dan apa yang tidak bisa


dilakukan adalah kunci untuk memperlancar
kegiatan dan menghindari kepanikan bisnis.
Untuk menerapkan poin ini, kita dapat
membayangkan pengecualian terhadap kebijakan
psbb yang diberikan atas dasar Deklarasi Mandiri
(dengan surat keterangan dan lain-lain) untuk
bisnis yang memenuhi kriteria tertentu, termasuk
kontribusi pada rantai pasokan barang-barang
penting.

2. Pengangkatan bertahap kebijakan PSBB dengan mengikuti kaidah protocol kesehatan


yang ketat.

Kita membutuhkan strategi yang jelas untuk mengembalikan perekonomian ke keadaan


normal secara bertahap, tetapi dengan kecepatan dan kejelasan yang lebih besar. Daftar ad
hoc dari bisnis yang baru diizinkan tidak akan menghilangkan tabir ketidakpastian yang
mengaburkan kondisi ekonomi secara menyeluruh. Seperti yang baru-baru ini disarankan
oleh IDEAS (2020) untuk kasus Malaysia, pemerintah, atas saran dari otoritas kesehatan
masyarakat, harus membuat sistem zonasi untuk kluster produksi atau wilayah sebagai dasar
untuk secara bertahap memungkinkan karyawan untuk kembali bekerja dan bisnis kembali
beroperasi.

Penargetan berbasis lokasi yang lebih baik juga dapat memungkinkan pemerintah untuk
memperluas daftar sektor-sektor yang dikecualikan untuk memasukkan industri-industri
pendukung yang vital dan rantai pasokan yang mengalami tekanan akibat kondisi ekonomi
yang melambat. Pada saat yang sama, insentif dapat diberikan untuk mendorong kepatuhan
bisnis pada pengujian wajib semua staf dan tindakan pencegahan lainnya seperti karyawan
mengambil suhu sebelum memasuki tempat bisnis atau sanitasi yang luas di tempat kerja.
Selain pengecualian yang diberikan atas dasar industri (disebutkan di atas), pemerintah
dapat mulai mengidentifikasi zona hijau dari tingkat infeksi yang sangat rendah. Karyawan
yang tinggal dan bekerja di zona hijau ini kemudian dapat memenuhi syarat untuk
pengecualian yang Dideklarasikan Sendiri. Bisnis yang dikecualikan harus mematuhi Protokol
Pengujian dan Kontrol yang ketat termasuk pengujian wajib semua staf dan protokol lain

18
www.provalindonusa.com
seperti pengambilan suhu rutin. Biaya pengujian dan peralatan medis yang memenuhi syarat
(mis. Termometer) dapat dikurangkan dari pajak.

3. Insentif Fiskal untuk penerapan automasi


Kondisi ekonomi saat ini menjadi peluang untuk menerapkan kebijakan automasi. Dengan
adanya efek negatif dari penerapan industry dengan jumlah tenaga kerja yang terlalu padat
bagi persebaran virus, maka dibutuhkan isentif untuk memperkenalkan penerapan industry
yang berbasis teknologi tinggi . Insentif ini mesti dibarengi dengan reformasi pendidikan
sehingga pada jangka panjang maka kemampuan industry manufaktur Indonesia bisa
melonjak lebih tinggi(Ferlito, 2020c).

2.7. Kesimpulan Pemikiran

Dari hasil pemikiran diatas dapat disimpulkan bahwa kinerja ekonomi Indonesia kedepannya
sangat bergantung dengan durasi kebijakan lockdown atau PSBB .

Dengan virus Covid 19 diperkirakan mereda pada akhir juni maka aka nada 3 skenario yang
terjadi:

1. Scenario 1: Pemerintah menyadari bahwa efek kebijakan PSBB memiliki tradeoff


yang besar terhadap perekonomia,oleh karena itu mempersiapkan segera exit
strategi
2. Scenario 2: Pemerintah mengalami ketidakpastian sehingga mengadopsi strategi
“campuran” dan baru akan mengeluarkan kebijakan normalisasi di akhir juli
3. Scenario 3: Pemerintah tidak kuat menghadapi tekanan dari berbagai pihak sehingga
memperpanjang kebijakan PSBB sehingga ekonomi semakin mengalami perlambatan

Di scenario 1 Ekonomi diharapkan tumbuh sekitar0.5%-1.5% di 2020, dengan periode


bangkit dan penyetaraan kembali sekitar 4 hingga 8 bulan.

Di scenario 2 Ekonomi diramalkan menyusut sekitar 0.5% to 1.5% di 2020, dengan periode
bangkit dan penyetaraan kembali sekitar 6 hingga 12 bulan.

In scenario 3 Ekonomi diramalkan menyusut sekitar 2% to 4%, dengan periode bangkit dan
penyetaraan kembali sekitar 10 hingga 18 bulan

19
www.provalindonusa.com
Berikut grafik yang menggambarkan berbagai scenario yang terjadi.

Figure: Berbagai Skenario Pertumbuhan Ekonomi Indonesia – 2019-2022.

20
www.provalindonusa.com
3 Efek Covid 19 dan kebijakan Lockdown/PSBB terhadap
Pasar Properti Indonesia

Seperti yang bisa dilihat dari trend dinamis harga, Pasar properti residensial Indonesia
sekarang sudah mencapai tahap maturitas/stabilisasi. Rata-rata kenaikan harga sekarang
telah turun dari 14% di tahun 2013 menjadi 3% di tahun 2017 dan 2018, bahkan di kuartal
kedua tahun 2019 rata-rata kenaikan harga pun lebih rendah yaitu sekitar 2.5% (Sohlberg,
2019). Pertumbuhan pasar perumahan Indonesia telah mengalami perlambatan
pertumbuhan sejak tahun 2014 dan kemungkinan akan menuju masa pemulihan dari tahun
2020 (Sohlberg, 2019).

21
www.provalindonusa.com
Grafik di bawah menunjukan trend harga baik nominal, maupun riil dari pasar
property residensial. Dia akhir 2019, rata-rata pertumbuhan nominal hanya sekitar
1.77%.

Figure: Trend Pertumbuhan Harga Properti Residensial Indonesia


Nominal dan Riil, YoY, 2003-2019.

Source: CEIC Data.

Periode perlambatan yang terjadi sekarang


merupakan konsekuensi alamiah dari adanya
boom property yang terjadi pada tahun 2012
dan 2014, sebuah proses stabilisasi,
membersihkan dari adnya malinvestasi yang
terbentuk ketika adanya gelombang kedua
dari booming property, hal tersebut
merupakan suatu keharusan untuk
membantu sektor property bergerak ulang
dengan fondasi fundamental yang lebih kuat.

Sementara, pasar proper residensial menjadi


contoh sebagai sebuah sektor yang telah
mengalami stabilitas (dengan tumbuh hanya
sebesar 1.77%, pada akhir tahun 2019). harga
properti komersial juga sangat stabil; tahun-
ke-tahun, harga-harga hanya naik 0,324%;
sejak awal 2017, pertumbuhannya hanya 2%.

22
www.provalindonusa.com
Figure: Harga Properti Komersial Indonesia 2017-2019.

Source: Bank Indonesia.

Di saat pasar komersial memasuki skenario


penyesuaian ulang seperti itu, pada tahun 2019
pemerintah Indonesia meluncurkan serangkaian
insentif, termasuk pemotongan pajak, dalam upaya
untuk menghidupkan kembali pasar property
komersial. Stabilitas tahun-tahun terakhir
(Delmendo, 2020) dan insentif baru mendorong
banyak orang untuk berpikir bahwa perputaran
untuk sektor ini masih tersembunyi berada di
belakang sudut; masih pada bulan Maret, Ciputra,
misalnya, mengharapkan pendapatan 2020 untuk
tumbuh 10% (Chang, 2020).

Namun, sementara insentif pada umumnya


membutuhkan waktu untuk mulai terlihat
dampaknya, dan pencapaian target dari insentif itu
umumnya tidak langsung ke pasar, dalam skenario
saat ini kemungkinan besar keinginan investor akan
menjadi lebih konservatif. Grafik di atas
menunjukkan bahwa pasar properti Indonesia
cenderung mengikuti tren ekonomi makro dan oleh
karena itu kita dapat berharap bahwa kinerjanya
akan tergantung pada evolusi skenario Covid-19 /
lockdown.

23
www.provalindonusa.com
Demikian pula, efek menguntungkan dari paket stimulus baru ini akan membutuhkan waktu
untuk muncul dan mereka mungkin terwujud hanya dalam jangka panjang (JLL, 2020a, hlm.
7). Harus ditambahkan bahwa, justru karena adanya jeda waktu seperti itu, kebijakan fiskal
dan moneter sering menjadi efektif ketika efek yang diinginkan tidak lagi diperlukan, dengan
risiko menciptakan distorsi dalam skenario yang baru muncul.

Kebijaka lockdown mengikuti contoh sebagian besar negara di dunia, akan memukul keras
pada sektor komersial. Seperti yang dikemukakan oleh Akbar (2020), ketika gubernur Jakarta
telah menyatakan keadaan darurat di ibukota dan memerintahkan kantor untuk ditutup dan
karyawan untuk bekerja dari rumah, permintaan untuk kantor dan ruang ritel pasti akan
turun juga. Banyak perusahaan bahkan mungkin tidak dapat membayar sewa sebagai akibat
dari jarak fisik dan pembatasan perjalanan, sementara bisnis mengalami penurunan omset
yang tajam. Pemanfaatan kantor juga akan menurun tajam ».

Subsektor Perhotelan dan restoran menjadi bagian sektor properti yang terkena dampak
paling besar dengan tingkat okupansi yang menurun sebesar 20 hingga 40 %. Dan semenjak
sektor wisata dan bisnis pendukungnya seperti bisnis restoran merupakan sektor usaha
dengan serapan tenaga kerja yang tinggi , maka penurunan jumlah penjualan yang drastic
akan mengakibatkan kenaikan jumlah PHK yang lebih tinggi apabila tidak ada bantuan dari
pemerintah (Akbar, 2020). Hal yang sama terjadi di sektor Ritel, dengan adanya kebijakan
physical distancing dan adanya kebijakan penutupan sementara membuat resiko usaha
semakin tinggi sehingga akan banyak yang mengalami penutupan permanen. Walaupun
akan muncul peluang usaha lain melalui adanya usaha pengiriman melalui gojek-grab,
namun turnover dari alternatif usaha tersebut tidak sebanding dengan kerugian akibat
kurangnya jumlah konsumen yang bisa diakses secara tatap muka

Meskipun sektor perkantoran mengalami penurunan dari tahun 2015 hingga tahun 2019,
kondisi sekarang yang menghambat tidak akan menimbulkan penurunan harga yang
signifikan, namun sektor perkantoran diperkirakan akan mengalami periode stagnan hingga
beberapa bulan kedepan (JLL, 2020d, p. 4).

Untuk segmen perumahan, dampaknya akan tergantung pada berapa banyak pekerjaan
akan hilang dan berapa banyak orang akan menemukan diri mereka tidak mampu membayar
sewa rumah atau KPR. Penjualan condo diperkirakan turun 30% pada kuartal pertama,
sementara penjualan properti Landed house turun 2-3% pada akhir Maret. (Arcibal, 2020).

Juga, tidak harus dikecualikan bahwa perubahan tertentu yang dibawa oleh Covid-19 dapat
bertahan lebih lama dari yang diharapkan; sebagai contoh, pekerjaan jarak jauh mungkin
menjadi lebih umum daripada sebelumnya, membentuk berbagai cara baru yang
menggerakan demand untuk perkantor (JLL, 2020a). Di bawah perspektif ini, pengembang
harus berpikir tentang strategi sukses masa depan dengan mengantisipasi perubahan mana
dalam cara kita hidup dan bekerja di sini untuk tinggal dan mana yang akan memudar setelah
kepanikan Covid-19 (JLL, 2020c).

24
www.provalindonusa.com
Menurut lembaga Fitch industry property diramalkan akan mengalami penurunan sebesar
25% pada akhir tahun4. Seperti yang dijelaskan oleh Rambey (2020), Industri property
Indonesia sangat sensitive mengikuit siklus ekonomi makro Indonesia. Adanya penurunan
tajam dari jumlah kontrak, baik penjualan maupun sewa akan diekspetasikan terjadi di akhir
tahun. Selain itu, banyak tenant-tenant (baik individu dan korporat) akan mengalami
tantangan dari hambatan kondisi ekonomi yang mengakibatkan kontrak yang telah berlaku
akan mengalami kesulitan dalam pemenuhannya

Namun, karena dinamika harga yang lambat pada tahun-tahun terakhir, kami tidak berharap
harga akan turun tajam dan situasinya akan sangat bervariasi di berbagai bagian nusantara.
Secara nominal, kami memperkirakan penurunan untuk harga properti residensial
mendekati 5%, sementara indeks properti komersial akan melambat menjadi -2%.

Mengenai waktu pemulihan, sebagai sektor dengan kecenderungan mengikuti siklus, maka
akan ada tiga scenario yang muncul kedepan

Dalam scenario ini, sebagai salah satu langkah untuk membangkitkan kembali ekonomi
secara umum dan sektor property secara khusus, maka kami menyarankan kepada
pemerintah untuk meningkatkan masuknya investasi asing melalui berbagai cara antara
lain:

- Mendorong berbagai perusahaan multinasional untuk masuk ke Indonesia melalui


berbagai mekanisme insentif yang baik seperti penerpan skema principal hub seperti
di Malaysia5, namum diterapkan juga untuk usaha kecil dan menengah

- Mulai meninjau ulang regulasi yang menghambat kepemilikan property oleh WNA,
yang kebanyakan membuat investor asing lebih memilih berinvestasi ke Negara te
tangga seperti Thailand, Malaysia dan Singapore6.

- Memperkenalkan mekanisme visa baru untuk ekspatriat dan keluarganya untuk


menimbulkan lingkungan yang nyaman dalam jangka panjang bagi calon investor

Meskipun berbagai langkah diatas tidak menciptkan hasil yang instan namun hal tersebut
bisa menjadi pendorong kuat untuk ekonomi Indonesia lebih berkembang setelah masa
darurat Covid 19 berakhir .

4
https://www.fitchratings.com/research/corporate-finance/indonesia-homebuilding-sector-outlook-revised-
to-negative-on-coronavirus-stress-01-04-2020.
5
For details on the principal hub scheme see here:
https://www.mida.gov.my/home/administrator/system_files/modules/photo/uploads/20191008161305_GD
%20PH2.0.pdf.
6
In example, Malaysia allows foreigners to gain full ownership on properties but with a minimum purchase
price threshold, which varies from state to state. To support a sluggish market, at the end of 2019 the threshold
for properties located in Kuala Lumpur Federal Territory was lowered from RM 1,000,000 to RM 600,000.

25
www.provalindonusa.com
4 Kesimpulan
Munculnya virus Covid 19 dan implemetasi kebijakan lockdown memberikan
ancaman serius akan kondisi ekonomi dunia secara umum dan Indonesia pada
khususnya. Prospek muram seakan terbayang didepan mata. Melalui tulisan
ini kami melihat adanya peluang recovery dan waktu untuk membangkitkan
kembali ekonomi Indonesia, ketika pemerintah mulai sadar adanya trade off
yang diakibatkan dari kebijakan lockdown dan akhirnya memutuskan mulai
membuka kembali Ekonomi dan Perdagangan Internasional

Dalam scenario ini bisa dipastikan bahwa pasar sektor property Indonesia
akan mengalami tekanan, khususnya untuk sektor komersil. Sementara
jumlah kontrak baru diekspetasikan akan menurun baik dari segi jumlah
maupun nilai, harga property akan turun namun tidak tajam, dikarenakan
pada saat ini pasar property sedang memasuki periode stabilisasi

Sebuah kerangka institusi yang baru akan membantu untuk memaksimalkan


peluang mendatangkan investasi luar negeri untuk Indonesia. Hal yang bisa
dilakukan antara lain membuat lingkungan yang lebih ramah untuk bisnis
(seperti memangkas birokrasi dan perizina), serta membuat kondisi yang
ramah bagi pekerja ekspatriat untuk tinggal di Indonesia

Melalui scenario ini, kami mengusulkan pemerintah untuk mengembangkan


kawasan perekonomian yang kompetitif sebagai logistic hub dan pembuatan
distirk industry yang berteknologi tinggi. Akhirnya apa yang kami rencanakan
akan berhasil apabila pemerintah mampu meniptakan kerangka regulasi yang
baik sehingga dapat mendorong proses pasar berjalan lebih lancar.

26
www.provalindonusa.com
References

ADB (2020a), Developing Asia Growth to Fall in 2020 on COVID-19 Impact, 3 April, Manila,
Asian Development Bank, https://www.adb.org/news/developing-asia-growth-fall-2020-
covid-19-impact.

ADB (2020b), Indonesia’s Economic Growth to Slow in 2020 on COVID-19 Impact, but Gradual
Recovery Expected in 2021, 3 April, Manila, Asian Development Bank,
https://www.adb.org/news/indonesia-s-economic-growth-slow-2020-covid-19-impact-
gradual-recovery-expected-2021.

H. Akbar (2020), COVID-19: Early warning for property markets, “The Jakarta Post”, 26
March, https://www.thejakartapost.com/academia/2020/03/26/covid-19-early-warning-
for-property-markets.html.

A.W. Akhlas (2020), Millions to lose jobs, fall into poverty as Indonesia braces for recession,
“The Jakarta Post”, 15 April, https://www.thejakartapost.com/news/2020/04/14/millions-
to-lose-jobs-fall-into-poverty-as-indonesia-braces-for-recession.html.

C. Arcibal (2020), Coronavirus threatens to derail Indonesia’s housing market recovery, with
sales of flats down almost a third, “South China Morning Post”, 14 April,
https://www.scmp.com/business/article/3079611/coronavirus-threatens-derail-
indonesias-housing-market-recovery-sales.

I. Ben-Israel (2020), The end of exponential growth: The decline in the spread of coronavirus,
“The Times of Israel”, 19 April, https://www.timesofisrael.com/the-end-of-exponential-
growth-the-decline-in-the-spread-of-coronavirus/.

E.J. Chan (2020), Ciputra Group expects property upturn in Indonesia this year, “The Edge
Markets, 19 March, https://www.theedgemarkets.com/article/ciputra-group-expects-
property-upturn-indonesia-year.

L.C. Delmendo (2020), Indonesia’s housing market is a picture of stability,


“GlobalPropertyGuide”, 29 March,
https://www.globalpropertyguide.com/Asia/Indonesia/Price-History.

A.D. Dickey and W.A. Fuller (1981), Likelihood ratio statistics for autoregressive time series
with a unit root, “Econometrica”, 49, 4, pp. 1057-1072.

J.A. Doornik and H. Hansen (1994), An Omnibus Test for Univariate and Multivariate
Normality, Working Paper, Nuffield College, Oxford University.

G. Elliott, T. Rothenberg and J. Stock J. (1996), Efficient Tests for and Autoregressive Unit
root, “Econometrica”, 64, 4, pp. 813-836.

R.F. Engle (1982), Autoregressive conditional heteroscedasticity with estimates of the


variance of United Kingdom inflation, “Econometrica”, 50, 4, pp. 987-1007.

27
www.provalindonusa.com
C. Ferlito (2018), Affordable housing and cyclical fluctuations: the Malaysian property
market, Kuala Lumpur, Institute for Democracy and Economic Affairs (IDEAS).

C. Ferlito (2020a), Kawalan harga tidak akan membantu, “Free Malaysia Today”, 20 April
2020, https://www.freemalaysiatoday.com/category/bahasa/2020/04/20/kawalan-harga-
tidak-akan-membantu/.

C. Ferlito (2020b), Price controls won’t help, “The Edge Malaysia”, 20 April 2020, p. 32.

C. Ferlito (2020c), Challenges and opportunities: awakening domestic creative


entrepreneurship, 20 March, http://www.ideas.org.my/challenges-and-opportunities-
awakening-domestic-creative-entrepreneurship/.

C. Ferlito and G. Perone (2020), Covid-19 and the MCO: An Exit Strategy for Malaysia, “Brief
IDEAS”, 20, Kuala Lumpur, Institute for Democracy and Economic Affairs (IDEAS).

Fitch (2020), Global Economic Outlook – March 2020, New York, Fitch Ratings.

M.I. Gorbiano (2020), Up to 9 million people to fall into poverty, unemployment as COVID-19
hits: Sri Mulyani, “The Jakarta Post”, 14 April,
https://www.thejakartapost.com/news/2020/04/14/up-to-9-million-people-to-fall-into-
poverty-unemployment-as-covid-19-hits-sri-mulyani.html.

J.D. Guénette (2020), Price Controls. Good Intentions, Bad Outcomes, Policy Research
Working Paper 9212, Washington, DC, The World Bank.

A. Gurría (2020), Secretary General Angel Gurría’s Statement for the G20 Videoconference
Summit on COVID-19, Paris, Organisation for Economic Co-operation and Development.

R.J. Hyndman and G. Athanasopoulos G. (2018), Forecasting: principles and practice,


Melbourne, OTexts.

A. Huppert and G. Katriel (2013), Mathematical modelling and prediction in infectious


disease epidemiology, “Clinical microbiology and infection”, 19, 11, pp. 999-1005.

IDEAS (2020), IDEAS welcomes stimulus package but calls for an exit strategy, Kuala Lumpur
(MY), Institute for Democracy and Economic Affairs, http://www.ideas.org.my/ideas-
welcomes-stimulus-package-but-calls-for-an-exit-strategy/.

IMF (2019), Regional Economic Outlook Asia and Pacific. Caught in Prolonged Uncertainty:
Challenges and Opportunities for Asia, Washington, DC, International Monetary Fund.

IMF (2020), World Economic Outlook. Chapter 1: The Great Lockdown, Washington, DC,
International Monetary Fund.

JLL (2020a), Covid-19. Global Real Estate Implications, Singapore, Jones Lang LaSalle.

28
www.provalindonusa.com
JLL (2020b), Coronavirus and the impact on the Asian real estate market: update on policy
measures, Singapore, Jones Lang Lasalle.

JLL (2020c), Covid-19. Global Real Estate Implications – Paper II, Singapore, Jones Lang
LaSalle.

JLL (2020d), The impact of COVID-19 on the Indonesia Property Market, Singapore, Jones
Lang LaSalle.

LPEM (2019), Indonesia Economic Outlook 2020, Jakarta, Universitas Indonesia.

G.M. Ljung and G.E. Box (1978), On a measure of lack of fit in time series models,
“Biometrika”, 65, 2, pp. 297-303.

L. Mazzei (2020), E se il lockdown fosse inutile?, “Sollevazione”, 15 April,


https://www.sollevazione.it/2020/04/e-se-il-lockdown-fosse-inutile-di-leonardo-
mazzei.html.

T. McDougal (2020), Rabobank: Covid-19 and ASF to shake-up world poultry markets,
“Poultry World”, 24 March,
https://www.poultryworld.net/Meat/Articles/2020/3/Rabobank-Covid-19-and-ASF-to-
shake-up-world-poultry-markets-559791E/.

McKinsey (2020), Perspectives on Covid-19 and implications for consumer and retail
companies by McKinsey & Company in association with MMA, Jakarta, McKinsey &
Company.

OECD (2020), Evaluating the initial impact of COVID-19 containment measures on economic
activity, Paris, Organisation for Economic Co-operation and Development.

D.F. Rahman (2020), Govt introduces new social benefits as 2.8 million lose jobs, “The Jakarta
Post, 13 April, https://www.thejakartapost.com/news/2020/04/13/govt-introduces-new-
social-benefits-as-2-8-million-lose-jobs.html.

C. Rambey (2020), Skenario Industri Properti Hadapi Covid-19, “Indonesia Housing”, 20 April,
http://indonesiahousing.co/7256-2/.

T.J. Rodgers (2020), Do Lockdowns Save Many Lives? In Most Places, the Data Say No, “Wall
Street Journal”, 26 April, https://www.wsj.com/articles/do-lockdowns-save-many-lives-is-
most-places-the-data-say-no-11587930911.

M. Sohlberg (2019), Indonesia Property Market Outlook 2020: A Complete Overview,


https://www.asiapropertyhq.com/indonesia-property-market/.

29
www.provalindonusa.com
L. Steele (2019), By the numbers: Everything you need to know about the flu shot, flu virus,
and staying healthy during flu season, “SingleCare”, 17 September,
https://www.singlecare.com/blog/flu-statistics-infographic/.

F. Susanty (2020), What about the others? ‘Ojol’ relief sparks concerns over aid inequality,
“The Jakarta Post”, 17 April, https://www.thejakartapost.com/news/2020/04/16/what-
about-the-others-ojol-relief-sparks-concerns-over-aid-inequality.html.

L. Todd (2020), Covid-19 and supply chains, 25 March, http://www.ideas.org.my/covid-19-


and-supply-chains/.

USDA (2020a), Grain: World Markets and Trade, Washington, DC, United States Department
of Agriculture.

USDA (2020b), Livestock and Poultry: World Markets and Trade, Washington, DC, United
States Department of Agriculture.

Y.W. Wang, Z.Z. Shen, Y. Jiang (2018), Comparison of ARIMA and GM (1, 1) models for
prediction of hepatitis B in China, “PloS One”, 13, 9, e0201987.

World Bank (2020a), Global Economic Prospects. Slow Growth, Policy Challenges,
Washington, DC, The World Bank.

World Bank (2020b), East Asia and Pacific in the Time of Covid-19, Washington, DC, The
World Bank.

30
www.provalindonusa.com
31
www.provalindonusa.com

View publication stats

You might also like