You are on page 1of 21

LAPORAN PENDAHULUAN ACUTE DECOMPENSATED HEART FAILURE (ADHF)

DI RUANG ICU RUMAH SAKIT ISLAM MUHAMMADIYAH TEGAL

Dosen pembimbing: Agus Budianto, M.Kep

Disusun Oleh:
Bernika Sastya F
C1018008
4A S1 Ilmu Keperawatan

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN DAN NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS BHAMADA SLAWI
2021
BAB I
PENDAHULUAN

A. DEFINISI
Acute Decompensated Heart Failure (ADHF) merupakan gagal jantung akut yang
didefinisikan sebagai serangan yang cepat (rapid onset) dari gejala – gejala atau tanda –
tanda akibat fungsi jantung yang abnormal. Disfungsi ini dapat berupa disfungsi sistolik
maupun diastolik, abnormalitas irama jantung, atau ketidakseimbangan preload dan
afterload. ADHF dapat merupakan serangan baru tanpa kelainan jantung sebelumnya, atau
dapat merupakan dekompensasi dari gagal jantung kronik (chronic heart failure) yang telah
dialami sebelumnya. ADHF muncul bila cardiac output tidak dapat memenuhi kebutuhan
metabolisme tubuh. (Hanafiah, 2006).
Gagal jantung merupakan gejala – gejala dimana pasien memenuhi ciri berikut:
gejala – gejala gagal jantung, nafas pendek yang khas selama istirahat atau saat melakukan
aktifitas, dan atau kelelahan; tanda – tanda retensi cairan seperti kongestif pulmonal atau
pembengkakan tungkai (Crouch MA, DiDomenico RJ, Rodgers Jo E, 2006)
B. ETILOGI
Ada beberapa keadaan yang mempengaruhi fungsi jantung. Penyebab yang paling
umum adalah kerusakan fungsional jantung dimana terjadi kerusakan atau hilangnya otot
jantung, iskemik akut dan kronik, peningkatan tahanan vaskuler dengan hipertensi, atau
berkembangnya takiaritmia seperti atrial fibrilasi (AF). Penyakit jantung koroner yang
merupakan penyebab penyakit miokard, menjadi penyebab gagal jantung pada 70% dari
pasien gagal jantung. Penyakit katup sekitar 10% dan kardiomiopati sebanyak 10%
(Dickstein K, Cohen SA, Filippatos G, McMurray JJV, Ponikowski P, Atar D et al, 2011).
Kardiomiopati merupakan gangguan pada miokard dimana otot jantung secara
struktur dan fungsionalnya menjadi abnormal  dengan ketiadaan penyakit jantung koroner,
hipertensi, penyakit katup, atau penyakit jantung kongenital lainnya] yang berperan
terjadinya abormalitas miokard (Dickstein K, Cohen SA, Filippatos G, McMurray JJV,
Ponikowski P, Atar D et al, 2008).
Tabel 1 Penyebab Umum Gagal Jantung Oleh Karena Penyakit Otot Jantung
Penyakit Jantung Koroner Banyak Manifestasi
Hipertensi Sering dikaitkan dengan hipertrofi ventrikel kanan
dan fraks injeksi
Kardiomiopati Faktor genetic dan non – genetic (termasuk yang
didapat seperti myocarditis)
Hypertrophic (HCM), dilated (DCM), restrictive
(RCM), arrhythmogenic right ventricular
(ARVC), yang tidak terklasifikasikan

Obat – obatan β - Blocker, calcium antagonists, antiarrhythmics,


cytotoxic agent

Toksin Alkohol, cocaine, trace elements (mercury, cobalt,


arsenik)
Endokrin Diabetes mellitus,  hypo/hyperthyroidism,
Cushing syndrome, adrenal insufficiency,
excessive growth hormone, phaeochromocytoma
Nutrisional Defisiensi thiamine, selenium, carnitine. Obesitas,
kaheksia
Infiltrative Sarcoidosis, amyloidosis, haemochromatosis,
penyakit jaringan ikat
Lainnya Penyakit Chagas, infeksi HIV, peripartum
cardiomyopathy, gagal ginjal tahap akhir

Sumber : Dickstein K, Cohen SA, Filippatos G, McMurray JJV, Ponikowski P, Atar D et al.


ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of acute and chronic heart failure 2008.
European Journal of Heart Failure.

Gagal jantung diklasifikasikan menurut American College of Cardiology (ACC) dan


American Heart Association (AHA) 2008 :
1. Stage A : Risiko tinggi gagal jantung, tetapi tanpa penyakit jantung struktural atau tanda
dan gejala gagal jantung. Pasien dalam stadium ini termasuk mereka yang mengidap
hipertensi, DM, sindroma metabolik, penyakit aterosklerosis atau obesitas.
2. Stage B : penyakit jantung struktural dengan disfungsi ventrikel kiri yang asimptomatis.
Pasien dalam stadium ini dapat mengalami LV remodeling, fraksi ejeksi LV rendah,
riwayat IMA sebelumnya, atau penyakit katup jantung asimptomatik.
3. Stage C : Gagal jantung simptomatis dengan tanda dan gejala gagal jantung saat ini atau
sebelumnya. Ditandai dengan penyakit jantung struktural, dyspnea, fatigue, dan
penurunan toleransi aktivitas.
4. Stage D : Gagal jantung simptomatis berat atau refrakter. Gejala dapat muncul saat
istirahat meski dengan terapi maksimal dan pasien memerlukan rawat inap.  
Sedangkan menurut New York Heart Association (NYHA) dibagi menjadi 4 kelas
berdasarkan tanda dan gejala pasien, respon terapi dan status fungsional yaitu :
1. Functional Class I ( FC I ) : asimptomatik tanpa hambatan aktivitas fisik.
2. Functional Class II ( FC II ) : hambatan aktivitas fisik ringan, pasien merasa nyaman
saat istirahat tetapi mengalami gejala dyspnea, fatigue, palpitasi atau angina dengan
aktivitas biasa.
3. Functional Class III ( FC III ) : hambatan aktivitas fisik nyata, pasien merasa nyaman
saat istirahat tetapi mengalami gejala dyspnea, fatigue, palpitasi atau angina dengan
aktivitas biasa ringan.
4. Functional Class IV ( FC IV ) : ketidaknnyamanan saat melakukan aktivitas fisik
apapun, dan timbul gejala sesak pada aktivitas saat istirahat.
C. MANIFESTASI KLINIS
Gejala utama ADHF antara lain sesak napas, konngesti, dan kelelahan yang sering
tidak spesifik untuk gagal jantung dan sirkulasi. Gejala – gejala ini juga dapat disebabkan
pleh kondisi lain yang mirip dengan gejala gagal jantung, komplikasi yang diidentifikasikan
pada pasien dengan gejala ini. variasi bentuk penyakit pulmonal termasuk pneumonia,
penyakit paru reaktif dan emboli pulmonal, mungkin sangat sulit untuk dibedakan secara
klinis dengan gagal jantung (Lindenfeld J, 2010)
Gambaran Klinis Gejala Tanda
yang Dominan
Edema perifer/ kongesti Sesak napas, kelelahan, Edema Perifer,
Anoreksia peningkatan vena
jugularis, edema
pulmonal,
hepatomegaly, asites,
overload cairan
(kongesti), kaheksia
Edema pulmonal Sesak napas yang berat Crackles atau rales
saat istirahat pada paru-paru bagian
atas, efusi, Takikardia,
takipnea
Syok kardiogenik (low Konfusi, kelemahan, Perfusi perifer yang
output syndrome) dingin pada perifer buruk, Systolic Blood
Pressure (SBP) <
90mmHg, anuria atau
oliguria
Tekanan darah tinggi Sesak napas Biasanya terjadi
(gagal jantung peningkatan tekanan
hipertensif) darah, hipertrofi
ventrikel kiri
Gagal jantung kanan Sesak napas, kelelahan Bukti disfungsi
ventrikel kanan,
peningkatan JVP,
edema perifer,
hepatomegaly, kongesti
usus.
Sumber : Dickstein K, Cohen SA, Filippatos G, McMurray JJV, Ponikowski P, Atar D et al.
ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of acute and chronic heart failure 2008.
European Journal of Heart Failure.
Menurut The Consensus Guideline in The Management of Acute Decompensated Heart
Failure tahun 2006, manifestasi klinis acute decompensated heart failure antara lain tertera
dalam tabel berikut.

Volume Overload
a. Dspneu saat melakukan kegiatan
b. Orthopnea
c. Paroxysmal nocturnal dyspnea (PND)
d. Ronchi
e. Cepat kenyang
f. Mual dan muntah
g. Hepatosplenomegali, hepatomegali, atau splenomegaly
h. Distensi vena jugular
i. Reflex hepatojugular
j. Asites
k. Edema perifer
Hipoperfusi
a. Kelelahan
b. Perubahan status mental
c. Penyempitan tekanan nadi
d. Hipotensi
e. Ekstremitas dingin
f. Perburukan fungsi ginjal
D. PATOFISIOLOGI
ADHF dapat muncul pada orang yang sebelumnya menderita gagal jantung
kronik asimptomatik yang mengalami dekompensasi akut atau dapat juga terjadi pada
mereka yang tidak pernah mengalami gagal jantung sebelumnya. Etiologi ADHF dapat
bersumber dari kardiovaskuler maupun non kardiovaskuler. Etiologi ini beserta dengan
faktor presipitasi lainnya akan menimbulkan kelainan atau kerusakan pada jantung yang
diakibatkan oleh proses iskemia miokard atau hipertropi remodeling otot jantung atau
kerusakan katup jantung yang dapat menyebabkan disfungsi ventrikel sehingga terjadi
gangguan preload maupun afterload sehingga menurunkan curah jantung (Price, 2005).
Bila curah jantung menurun, maka tubuh akan mengeluarkan mekanisme
neurohormonal untuk mengkompensasi penurunan curah jantung. Mekanisme ini melibatkan
sistem adrenergik, renin angiotensin dan aldosteron sehingga terjadi peningkatan tekanan
darah akibat vasokonstriksi arteriol dan retensi natrium dan air. Pada individu dengan
remodeling pada jantungnya, mekanisme kompensasi akan menempatkannya pada keadaan
gagal jantung asimptomatik dimana jantungnya telah mengalami disfungsi terutama
ventrikel tetapi masih bisa dikompensasi agar tetap dapat mempertahankan metabolisme
dalam tubuh. Tetapi bila telah mencapai ambang batas kompensasi, maka mekanisme ini
akan terdekompensasi sehingga muncul gejala klinis tergantung dari ventrikel yang terkena
sehingga muncul ADHF (Price, 2005).
Proses remodeling maupun iskemia miokard akan menyebabkan kontraksi
miokard menurun dan tidak efektif untuk memompa darah. Hal ini akan menimbulkan
penurunan stroke volume dan akhirnya terjadi penurunan curah jantung. Penurunan
kontraktilitas miokard pada ventrikel kiri (apabila terjadi infark di daerah ventrikel kiri) akan
menyebabkan peningkatan beban ventrikel kiri. Hal ini disebabkan karena penurnan
kontraktilitas miokard disertai dengan peningkatan venous return (aliran balik vena). Hal ini
tentunya akan meningkatkan bendungan darah di paru – paru. B endungan ini akan
menimbulkan transudasi cairan ke jaringan dan alveolus paru sehingga terjadilah oedema
paru. Oedema ini tentunya akan menimbulkan gangguan pertukaran gas di paru – paru
(Price, 2005).
Sedangkan apabila curah jantung menurun, maka secara fisiologis tubuh akan
melakukan kompensasi melalui perangsangan sistem adrenergik dan RAA untuk
mempertahankan curah jantung ke arah normal. Sedangkan apabila tubuh tidak mampu lagi
melakukan kompensasi, maka penurunan curah jantung akan memicu penurunan aliran
darah ke jaringan berlanjut. Apabila terjadi penurunan aliran darah ke ginjal, akan memicu
retensi garam dan air oleh sistem renin angiotensin aldosteron. Retensi ini akan menjadi
lebih progresif karena tidak diimbangi dengan peningkatan tekanan atrium kanan akibat
proses dekompensasi, sehingga terjadi kelebihan volume cairan yang berujung pada oedema
perifer (Price, 2005).
Sedangkan menurut Mc.Bride BF, White M, dalam Acute Decompensated Heart
Failure: Pathophysiology tahun 2010 patofisiologi ADHF yakni Ketidakmampuan dan
kegagalan jantung memompa darah secara langsung menciptakan suatu keadaan
hipovolemik relatif yang lebih dikenal dengan arterial underfilling. Selain itu respon
terhadap faktor – faktor neurohormonal (seperti sistem saraf  simpatis, renin – angiotensin –
aldosterone system, arginine vasopressin dan endotelin – 1) menjadi teraktivasi untuk
mempertahankan euvolemia yang menyebabkan retensi cairan, vasokonstriksi, atau
keduanya. Pada pasien tanpa gagal jantung, respon ini untuk mengakhiri volume cairan yang
telah dipertahakan (Mc.Bride BF, White M, 2010)
Aktivasi neurohormonal juga menstimulasi aktivasi sitokin proinflamasi dan
mediator – mediator apoptosis miosit. Elevasi neurohormonal dan imunomodulator yang
diamati pada pasien dengan ADHF yang dikaitkan dengan perburukan gejala gagal jantung
dan perburukan prognosis pasien . Pada pasien dengan gagal jantung, aktivasi sistem saraf
simpatik mencegah terjadinya arterial underfilling yang meningkatkan cardiac output
sampai toleransi berkembang dengan dua mekanisme. Pertama, myocardial  1 – receptor
terpisah dari second messenger protein, yang mengurangi jumlah cyclic adenosine 5¸-
monophosphate (cAMP) yang dibentuk untuk sejumlah interaksi reseptor ligan tertentu.
Kedua, mekanisme dephosphorylation menginternalisasi 1-reseptor dalam vesikula
sitoplasma di miosit tersebut.
Bahkan dengan latar belakang tingkat toleransi., peningkatan marker akut pada
katekolamin diamati di antara pasien dengan ADHF masih mengangkat cAMP miokard,
meningkatkan konsentrasi kalsium intraseluler dan tingkat metabolisme anaerobik. Hal ini
dapat meningkatkan risiko tachyarrhythmias ventrikel dan kematian sel terprogram. Selain
itu, overdrive simbol-menyedihkan menyebabkan ditingkatkan 1-reseptor rangsangan tidak
mengakibatkan toleransi dan meningkatkan derajat vasokonstriksi sistemik, meningkatkan
stres dinding miokard. Selanjutnya, peningkatan vasokonstriksi sistemik mengurangi tingkat
filtrasi glomerulus, sehingga memberikan kontribusi bagi aktivasi sistem renin angiotensin
aldosterone (Mc.Bride BF, White M, 2010).

E. PATHWAYS
Gangguan aliran
venous return

Gangguan
Tekanan diastole
kontraksi vertikel

Output vertikel Bendungan atrium


kanan

Gagal jantung kiri CO Bendungan vena


sistematik
penimbunan as.laktat
Atrim gagal memompa
ke ventrikel PENURUNAN
CURAH JANTUNG lien hepar

Tekanan atrium kiri


splenomegali epatomegali

Hambatan aliran masuk


dari vena pulmonal
Mendesak
diafragma
Bendungan paru

Edema paru Sesak napas

Suplai O2
POLA NAFAS
TIDAK EFEKTIF
O2 dalam sirkulasi
berkurang

metabolisme
anaerob

penumpukan
asam laktat NYERI AKUT
F. PENATALAKSANAAN MEDIS
Terapi untuk pasien acute decompensated heart failure tidak berubah secara
signifikan selama 30  tahun. Algoritma terhadap acute decompensated heart failure yang
digunakan untuk mengevaluasi  diagnostik dan prognostik pasien dengan ADHF antara lain
yaitu:
Penatalaksanan untuk kasus ADHF menurut Hanafiah (2006):
1. Tujuan dasar penatalaksanaan pasien dengan gagal jantung adalah :
a. Mendukung istirahat untuk mengurangi beban kerja jantung.
b. Meningkatkan kekuatan dan efisiensi kontraksi jantung dengan bahan- bahan
farmakologis
c. Menghilangkan penimbunan cairan tubuh berlebihan dengan terapi diuretik , diet
dan istirahat.
d. Menghilangkan faktor pencetus ( anemia, aritmia, atau masalah medis lainnya )
e. Menghilangkan penyakit yang mendasarinya baik secara medis maupun bedah.
2. Penatalaksanaan sesuai klasifikasi gagal jantung adalah sebagai berikut :
a. FC I              : Non farmakologi
b. FC II & III  : Diuretik, digitalis, ACE inhibitor, vasodilator, kombinasi diuretik,
digitalis.
c. FC IV           : Kombinasi diuretik, digitalis, ACE inhibitor seumur hidup.
3. Terapi non farmakologis meliputi :
1) Diet rendah garam ( pembatasan natrium )
2) Pembatasan cairan
3) Mengurangi berat badan
4) Menghindari alkohol
5) Manajemen stress
6) Pengaturan aktivitas fisik
4. Terapi farmakologis meliputi :
a. Digitalis, untuk meningkatkan kekuatan kontraksi jantung dan memperlambat
frekuensi jantung. Misal : digoxin.
b. Diuretik, untuk memacu ekskresi natrium dan air melalui ginjal serta mengurangi
edema paru. Misal : furosemide ( lasix ).
c. Vasodilator, untuk mengurangi impedansi ( tekanan ) terhadap penyemburan darah
oleh ventrikel. Misal : natrium nitropusida, nitrogliserin.
d. Angiotensin Converting Enzyme inhibitor ( ACE inhibitor ) adalah agen yang
menghambat pembentukan angiotensin II sehingga menurunkan tekanan darah.
Obat ini juga menurunkan beban awal ( preload ) dan beban akhir ( afterload ).
Misal : captopril, quinapril, ramipril, enalapril, fosinopril,dll.
e. Inotropik ( Dopamin dan Dobutamin )
1) Dopamin digunakan untuk meningkatkan tekanan darah , curah jantung dan
produksi urine pada syok kardiogenik.
2) Dobutamin menstimulasi  adrenoreseptor di jantung sehingga meningkatkan
kontraktilitas dan juga menyebabkan vasodilatasi sehingga mengakibatkan
penurunan tekanan darah. Dopamin dan dobutamin sering digunakan
bersamaan.
G. KOMPLIKASI
Komplikasi dapat terjadi pada peritonitis bakterial akut sekunder, dimana komplikasi
tersebut dapat dibagi menjadi komplikasi dini dan lanjut, yaitu: 
1. Komplikasi dini :
1) Septikemia dan syok septic.
2) Syok hipovolemik.
3) Sepsis intra abdomen rekuren yang tidak dapat dikontrol dengan kegagalan
multisystem.
4) Abses residual intraperitoneal.
5) Portal Pyemia (misal abses hepar).
2. Komplikasi lanjut :
1) Adhesi.
2) Obstruksi intestinal rekuren.

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang untuk kasus ADHF menurut Hanafiah (2006):
1. Laboratorium : (1) Hematologi : Hb, Ht, Leukosit. (2) Elektrolit : K, Na, Cl, Mg. (3)
Enzim Jantung (CK-MB , Troponin, LDH). (3) Gangguan fungsi ginjal dan hati : B UN,
Creatinin, Urine Lengkap, SGOT, SGPT. (4) Gula darah. (5) Kolesterol, trigliserida. (6)
Analisa Gas Darah

2. Elektrokardiografi, untuk melihat adanya : (1) Penyakit jantung koroner : iskemik,


infark. (2) Pembesaran jantung (LVH : Left Ventricular Hypertrophy). (3) Aritmia. (4)
Perikarditis.

3. Foto Rontgen Thoraks, untuk melihat adanya : (1) Edema alveolar. (2) Edema
interstitials. (3) Efusi pleura. (4) Pelebaran vena pulmonalis. (5) Pembesaran jantung. (6)
Echocardiogram menggambarkan ruang –ruang dan katup jantung. (7) Radionuklir.
(8)Mengevaluasi fungsi ventrikel kiri. (9) Mengidentifikasi kelainan fungsi miokard

4. Pemantauan Hemodinamika (Kateterisasi Arteri Pulmonal Multilumen) bertujuan


untuk : (1) Mengetahui tekanan dalam sirkulasi jantung dan paru. (2) Mengetahui saturasi
O2 di ruang-ruang jantung. (3) Biopsi endomiokarditis pada kelainan otot jantung. (4)
Meneliti elektrofisiologis pada aritmia ventrikel berat recurrent. (5) Mengetahui beratnya
lesi katup jantung. (6) Mengidentifikasi penyempitan arteri koroner. (7) Angiografi
ventrikel kiri (identifikasi hipokinetik, aneurisma ventrikel, fungsi ventrikel kiri).(8)
Arteriografi koroner (identifikasi lokasi stenosis arteri koroner

5. Echocardiogram - Menggambarkan ruang –ruang dan katup jantung


BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
Pengkajian secara umum:
a. Identitas pasien, meliputi: Nama, jenis kelamin, umur, agama, status perkawinan,
pendidikan, alamat, pekerjaan, orang terdekat dengan pasien.
b. Primary survey, meliputi:
 Airway (look, listen, and fell)
Sumbatan jalan nafas, benda asing, bunyi stridor, hembusan udara dari jalan nafas.
 Breathing (look, listen, and fell)
Gerakan dada, retraksi interkosta, otot bantu nafas, RR, kedalaman.
 Circulation
Nadi (jumlah, denyutan dan irama), TD, CRT, sianosis, suhu, SPo2, Hb.
 Disability
Glascow coma scale (GCS), AVPU (Allert, Paint, Unrespon).
 Exposure
Fraktur terbuka/tertutup, pendarahan, oedem, turgor kulit.
c. Secondary survey, meliputi:
1) Keluhan utama
Keluhan utama adalah keluhan yang dirasakan pasien yang membawa pasien
pergi ke dokter atau mencari pertolongan. Dalam menuliskan keluhan utama harus
disertai dengan indikator waktu, berapa lama pasien mengalami hal tersebut.
2) Riwayat kesehatan
 Riwayat kesehatan sekarang
Riwayat kesehatan sekarang merupakan rincian dari keluhan utama yang
berisi tentang riwayat perjalanan pasien selama mengalami keluhan secara
lengkap. Pada kasus ini, riwayat penyakit sekarang pasien adalah: pasien mulai
terasa nyeri setelah banyak mengangkat barang-barang. Tapi selama sebulan
pasien menganggap itu hanya nyeri biasa, karena sudah tidak nyaman akhirnya
pasien pergi ke dokter.
 Riwayat kesehatan masa lalu
Riwayat atau pengalaman masa lalu tentang kesehatan atau penyakit yang
pernah dialami. Bertujuan untuk mengetahui kemungkinan-kemungkinan
adanya hubungan antara penyakit yang pernah diderita dengan
penyakitnya sekarang. Di bagian ini ditanyakan pula apakah pasien
pernah menderita penyakit yang berat dan menjalani operasi
tertentu, riwayat alergi obat dan makanan, lama perawatan, apakah sembuh
sempurna atau tidak. Obat-obat yang pernah diminum oleh pasien juga harus
ditanyakan.
 Riwayat kesehatan keluarga
Sejarah keluarga memegang peranan penting dalam kondisi kesehatan
seseorang. Penyakit yang muncul pada lebih dari satu orang keluarga terdekat
dapat meningkatkan resiko untuk menderita penyakit tersebut. Dan pada kasus
ini tidak ada keluarga yang menderita penyakit seperti yang diderita pasien.
3) Pemeriksaan fisik
a) Berat badan
b) Tinggi badan
c) Kepala dan leher
 Kepala
Dapat dinilai bentuk dan ukuran kepala, ubun-ubun ( fontanel),
wajahnya asimetris atau ada/tidanya pembengkakan, mata dilihat dari
visus, palbebra, alis bulu mata, konjungtiva, sclera, kornea, pupil, lensa,
pada bagian telinga dapat dinilai pad daun telinga, liang telinga,
membrane timpani, mastoid, ketajaman pendengaran, hidung dan mulut
ada tidanya trismus ( kesukaran membuka mulut),bibir, gusi, ada idaknya
radang, lidah, salvias, taring dan laring ( kesemuanya dapat lebih jelas dari
keperawatan medical bedah dan bagian pemeriksaan fisik).
 Leher
Kaku kuduk, ada tidaknya masa pada leher, dengan ditentukan
ukuran, bentuk, posisi, konsistensi dan ada/tidaknya nyeri telan.
d) Thoraks
Yang diperiksa pada pemriksaan dada adalah organ paru dan jantung.
Secara umum ditanyakan bentuk dadanya, keadaan paru yang meliputi simetris
apakah tidak, pergerakan nafas, ada tidaknya fremutus suara, krepitasi serta
dapat dilihat batas pada saat perkusi didapatkan bunyi perkusinya bagaimana
( hipersonor atau tympani apabila udara diparu atau pleura bertambah, redup
atau pekak apabila terjadi konsulidasi jaringan paru dan lain-lain serta pada
saat auskultasi paru dapat ditentukan suara normal atau tambahan seperti
ronchi basah, kering, krepitasi bunyi gesekan dan lain-lain pada daerah lobus
kanan atas, lobus kiri bawah, lobus kanan bawah. Lobus kiri bawah, kemudian
pada pemeriksaan jantung dapat diperiksa tentang denyut apeks atau dikenal
dengan iktus kordis atau aktivitas ventrikel, getaran bising (thrill), bunyi
jantung atau bising jantung dan lain-lain.
e) Abdomen
Data yang dikumpulkan adalah data pemeriksan tentang ukuran atau
bentuk perut, dinding perut, bising usus, adanya ketegangan dinding perut atau
adanya nyeri tekan serta dilakukan palpasi pada organ hati, limpa, ginjal,
kandung kencing yang ditentukan adanya nyeri dan pembesaran pada organ
tersebut.
f) Genetalia
Kebersihan pada genetalia.
g) Ekstremitas
Diperiksa adanya rentang gerak, keseimbangan dan gaya berjalan,
gangguan tangan, otot kaki dan lain-lain.
d. Tersiery survey
1) Pemeriksaan penunjang
 Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan Laboratorium merupakan penelitian perubahan yang
timbul pada penyakit, perubahan ini bisa berupa penyebab. Yang menggunakan
alat bantu untuk pelaksanaannya yaitu USG, MRI, CT Scan, dll. Dengan
menggunakan specimen yang diambil dari pasien, hasil pemeriksaan digunakan
untuk melengkapi pemeriksaan vital karena jika hanya menggandalkan
pemeriksaan vital maka hasilnya sangat tidak akurat.
 Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik adalah penilaian klinis tentang respon
individu, keluarga dan komunikan terhadap suatu masalah kesehatan dan
proses kehidupan aktual maupun potensial hasil suatu pemeriksaan
laboratorium sangat penting dalam membantu diagnose, memantau perjalanan
penyakit serta menentukan diagnose karena itu perlu diketahui mengenai faktor
yang mempengaruhi hasil pemeriksaan laboratorium.
2) Pola kebiasaan sehari-hari
a) Pola nutrisi
Pada pola nutrisi dan metabolisme yang ditanyakan adalah diet
khusus/suplemen yang dikonsumsi dan instruksi diet sebelumnya, nafsu makan
atau minum serta cairan yang masuk, adanya tidaknya mual-mual, muntah,
stomatitis, fluktuasi BB 6 bulan terakhir naik/turun, danya kesukaran menelan,
pengunaan gigi palsu atau tidk, riwayat masalah/penyembuhan kulit, ada
tidaknya ruam, kekeringan, kebutuhan jumlah zat gizinya dan lain-lain.
b) Pola Eliminasi
Pada pola ini yang perlu ditanyakan adalah jumlah kebiasaan defekasi
perhari, ada/tidaknya Disuria, Nocturia, Urgensi, Hematuri, retensi,
inkontinensia, apakah kateter indwelling atau kateter eksternal, inkontinensia
singkat dan lain-lain.
c) Pola Istirahat dan Tidur
Pengkajian pola tidur istirahat ini ditanyakan adalah jumlah jam tidur pada
malam hari, pagi, siang, merasa tenang setelah tidur, masalah selama tidur,
adanya terbangun dini, insomnia atau mimpi buruk.
d) Pola aktivitas dan latihan
Pada pengumpulan data ini yang perlu ditanyakan adalah kemampuan
dalam menata diri apabila tingkat kemampuannya
0= berarti mandiri,
1= menggunakan alat Bantu,
2 = dibantu orang lain,
3= dibantu orang dan peralatan,
4 = ketergantungan/tidak mampu,
yang dimaksud aktivitas sehari-hari antara lain seperti makan, mandi
berpakaian, toileting, tingkat mobilitas ditempat tidur, berpindah, berjalan,
kemampuan ROM ( range of motion) dn lain-lain.
e) Personal hygiene
Pada pengumpulan data ini yang perlu ditanyakan adalah mandi, gosok gigi,
keramas (berapa kali sehari).
f) Kebutuhan psikologis
 Pola kognitif Persepsi
Pada pola ini ditanyakan adalah keadaan mental, sukar bercinta,
berorientasi, kacau mental, menyerang, tidk ada respons, cara bicara
normal atau tidak, bicara berputar-putar atau juga afasia, kemampuan
komunikasi, kemampuan mengerti, gangguan pendengaran, penglihatan,
adanya persepsi sensorik (nyeri), penciuman dan lain-lain.
 Persepsi diri/konsep diri
Pada persepsi ini yang ditanyakan adalah persepsi tentang dirinya
dari masalah-masalah yang ada seperti perasaan kecemasan, ketakutan atau
penilaian terhadap diri mulai dari peran.
1) Ideal diri
2) konsep diri
3) gambaran diri
4) identitas tentang dirinya.
g) Kebutuhan spiritual
 Pelaksanaan beribadah
Yang perlu ditanyakan adalah pantangan dalam agama selama
sakit serta kebutuhan adanya rohaniawan dan lain-lain.
h) Kebutuhan seksualitas
Pada pengumpulan data tetang pola seksual dan reprodukdi ini dapat
ditanyakan periode mentruasi terakhir (PMT), masalah menstruasi, masalah pap
smear, pemeriksaan payudara/testis sendiri tiap bulan dan masalah seksual yang
berhubungan dengan penyakit.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Penurunan curah jantung b/d penurunan kontraktilitas vertikel
2. Ketidakefektifan pola nafas b\d penurunan volume paru
3. Nyeri akut b/d iskemia jaringan
3. INTERVENSI
1. Penurunan curah jantung b/d perubahan kontraktilitas miokardial
Perawatan jantung
a. Evaluasi adanya nyeri dada (intensitas, lokasi, durasi)
b. Catat adanya disritmia jantung
c. Catat adanya tanda dan gejala penurunan cardia output
d. Monitor status cardiovaskuler
e. Monitor status pernafasan
2. Ketidakefektifan pola nafas b/d penurunan volume paru
Manajemen pernapasan
a. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
b. Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan
c. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan
d. Monitor respirasi dan O2
Monitor pernafasan
a. Monitor suara nafas tambahan
b. Monitor sekresi pernafasan pasien
c. Berikan bantuan terapi nafas jika diperlukan
3. Nyeri akut b/d iskemia jaringan
Manajemen nyeri
a. Lakukan pengkajian nyeri termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
kualitas, intensitas nyeri
b. lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
c. Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
d. Kolaboras pemberian analgesik
DAFTAR PUSTAKA

Crouch MA, DiDomenico RJ, Rodgers Jo E. Applying Consensus Guidelines in the Management
of acute decompensated heart failure. California : 41st ASHP Midyear Clinical Meeting;
2006 [diakses:2015 Mei 30].
Available.fromwww.ashpadvantage.com/website_images/pdf/adhf_scios_06.pdf.
Lindenfeld J. Evaluation and Management of Patients with Acute Decompensated Heart Failure.
Journal of Cardiac Failure [serial on the internet]. 2010 Jun [diakses 2015 Mei 31]; 16
(6): [about 23 p]. Available
from http://www.heartfailureguideline.org/assets/document/2010_heart_failure_guidelin
e_sec_12.pdf.
 Dickstein K, Cohen SA, Filippatos G, McMurray JJV, Ponikowski P, Atar D et al. ESC
Guidelines for the diagnosis and treatment of acute and chronic heart failure 2008.
European Journal of Heart Failure [serial on the internet]. 2008 Aug [diakses 2015 Mei
30]. Available fromhttp://eurjhf.oxfordjournals.org/content/10/10/933.full.pdf #page=
1&view=FitH.
Mc.Bride BF, White M. Acute Decompensated Heart Failure: Pathophysiology. 5Journal of
Medicine [serial on the internet].  2010 [diakes 2015 Mei 300].  Available
fromhttp://www.medscape.com/viewarticle/459179_3
Hanafiah, A. 2006. Buku Ajar Kardiologi. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Hollander JE. Current Diagnosis of Patients With Acute Decompensated Heart Failure.
[monograph on the internet]. Philadelphia : Departement of Emergency Medicine
University of Pennsylvania; 2001 [diakes 2015 Mei 30]. Available
from www.emcreg.org.
Tallaj JA, Bourge RC. The Management of Acute Decompensated Heart Failure. [monograph on
the internet]. Birmingham : University of Alabama; 2003 [diakes 2015 Mei 30].
Available fromhttp://www.fac.org.ar/tcvc/llave/c038/bourge.PDF
Kirk JD. Acute Decompensated Hheart Failure: Nnovel Approaches To Cclassification Aand
Treatment. [monograph on the internet]. Philadelphia : Departement of Emergency
Medicine University of Pennsylvania; 2004 [diakses 2015 Mei 30]. Available
from www.emcreg.org.
Price A.S Wilson L.M. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit-edisi 6. 2005. EGC.
Jakarta.

You might also like