You are on page 1of 7

JURNAL ISSN Cetak: 1693-7287 | ISSN Daring: ........

KEWARGENEGARAAN Volume ......., Nomor ..... , Bulan Tahun


TANGGUNG JAWAB NEGARA TERHADAP PEMENUHAN HAK ANAK
PENYANDANG DISABILITAS : DILIHAT DALAM PERSPEKTIF PENDIDIKAN

Paiman Eliaezer Nadeak 1; Ray Dinho Simatupang 2


1
Universitas Negeri Medan, Jl. William Iskandar Ps. V, Kenangan Baru, Kec. Percut Sei
Tuan, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara 20221
2
Universitas Negeri Medan, Jl. William Iskandar Ps. V, Kenangan Baru, Kec. Percut Sei
Tuan, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara 20221

Email : paimannadeak539@gmail.com
raysimatupang661@gmail.com

Abstract
This paper aims to examine the state's responsibility for the fulfillment of the rights
of children with disabilities is seen from the perspective of education. The 1945
Constitution Article 31 Paragraph (1) states that every citizen has the right to
education. Where this article mandates that all citizens, including children who are
in disadvantaged conditions, have the right to get education, especially elementary
school education. However, what we see is that people with disabilities do not have
a place in society or even in the state.. Their limitations make them considered a
weak group, useless and only need to get the sympathy of others. Their rights as
human beings are often ignored. Starting from the right to life, the right to obtain
health services, the right to easy access to public facilities, to the right to obtain
educational services. In this case, the state is the most responsible party in terms of
protecting, fulfilling and respecting the rights of persons with disabilities who seem
to often ignore this minority group. The protection, fulfillment, promotion, and
respect for the rights of persons with disabilities will only truly be realized if the
state have an understanding regarding persons with disabilities. This research was
conducted using a qualitative research approach with library research methods..
Keywords: State Responsibility; Children's Rights, Persons with Disabilities,
Education
Abstrak
Tulisan ini bertujuan untuk mengkaji tanggung jawab negara terhadap pemenuhan
hak anak penyandang disabilitas dilihat dalam perspektif pendidikan. UUD 1945
Pasal 31 Ayat (1) menyebutkan setiap warga negara berhak mendapatkan
pendidikan. Yang dimana pasal ini mengamanatkan bahwa semua warga negara,
termasuk anak-anak yang berada dalam kondisi kurang beruntung, berhak
mendapatkan pendidikan, terutama pendidikan sekolah dasar. Namun yang kita
lihat, para penyandang disabilitas belum mendapat tempat di masyarakat bahkan di
negara. Keterbatasan yang dimiliki membuat mereka dianggap sebagai kelompok
yang lemah, tidak berguna dan hanya perlu mendapatkan simpatik orang lain. Hak
mereka sebagai manusia seringkali diabaikan, mulai dari hak untuk hidup, hak
memperoleh pelayanan kesehatan, hak kemudahan mengakses fasilitas umum,
hingga hak untuk memperoleh pelayanan pendidikan. Hal ini, negara merupakan
pihak yang paling bertanggungjawab didalam hal perlindungan, pemenuhan dan
penghormatan hak penyandang disabilitas yang terkesan sering mengabaikan
kelompok minoritas ini. Perlindungan, pemenuhan, pemajuan, dan penghormatan
hak penyandang disabilitas baru akan benar-benar terwujud apabila para negara
memiliki pemahaman terkait penyandang disabilitas. Penelitian ini dilakukan
menggunakan pendekatan penelitian kualitatif dengan metode studi kepustakaan
(library research).
Kata kunci: Tanggungjawab Negara; Hak Anak, Penyandang Disabilitas,
Pendidikan
Sejarah Artikel: Diterima 27 Oktober 2015 | Direvisi 2 Januri 2016 | Dipublikasikan 8 Maret 2019
Copyright © 2019, Penulis Pertama, Penulis Kedua, dst. 1
DOI: 10.2991/acec-18.2018.79 (Contoh)
Penulis Pertama, Penulis Kedua, dst.
Volume ......., Nomor ..... , Bulan Tahun
PENDAHULUAN
Anak merupakan anugerah dari Tuhan yang harus di jaga dan didik sebagai
tanggung jawab orang tua dalam hidup baik di dunia maupun sesudahnya. Anak merupakan
sebuah aset generasi bangsa di masa mendatang yang sangat berharga. Yang dimana dapat
dikatakan bahwa baik buruknya hari depan yang akan dialami oleh bangsa ini akan
ditentukan oleh tangan-tangan generasi bangsa ini. Dalam UUD NRI 1945 hak-hak yang
secara tegas disebut sebagai hak asasi manusia yaitu sebagaimana termuat dalam Bab XA
UUD NRI 1945.Hak asasi manusia merupakan hak yang melekat pada harkat dan martabat
manusia sejak lahir, seperti hak untuk hidup, hak untuk diperlakukan sama dan hak untuk
mendapat kepastian hukum dan keadilan, hak untuk mendapatkan pelayanan pendidikan
serta sejumlah hak-hak asasi lainnya. Hak asasi tersebut pada hakikatnya dikatakan tidak
tergantung pada negara,dan telah ada sebelum negara lahir. Para difabel digolongkan
sebagai salah satu kelompok rentan. Kelompok rentan adalah kelompok yang paling sering
menerima perlakuan diskriminasi dan hak-haknya seringkali tidak terpenuhi. Hal ini bukan
tanpa alasan, karena penyandang kaum difabel sering kali dianggap sebagai orang yang
memiliki kekurangan fisik yang paling banyak mendapatkan perlakuan diskriminasi serta
masih banyak hak-hak yang belum terpenuhi bagi kaum disabilitas. terdapat pelanggaran-
pelanggaran hak asasi manusia yang yang dialami oleh penyandang disabilitas memiliki
faktor-faktor penyebab. Hal yang umum terjadi adalah diskriminasi terhadap penyandang
disabilitas dikarenakan para pemangku kekuasaan kurang berperspektif disabilitas. Para
pemegang kewenangan dalam pembuatan kebijakan tidak banyak memiliki pengetahuan
terkait penyandang disabilitas. Selain itu sistem yang belaku dalam masyarakat juga turut
berperan besar terhadap diskriminasi yang dterjadi terhadap penyandang disabilitas.
Masyarakat Indonesia yang masih berpikir dengan paradigma tradisional, maka akan
berpikiran bahwa penyandang disabilitas merupakan keompok yang pautu untuk dikasihani
karena tidak dapat berbuat apa-apa. Ketidak sempurnaan pada fisik dianggap sebagai
penghalang bagi kelompok ini untuk berpartisipasi dalam kehidupan bermasyarakat dan
bernegara. Hal ini menyebabkan para pengambil kebijakan cenderung membuat suatu
kebijakan bagi para penyandang disabilitas dengan asas belas kasih. Pemberian santunan,
dan menjadikan penyandang disabilitas menjadi objek merupakan hal yang biasa
diperdengarkan. Penegasan mengenai lingkup itu sangat penting, karena HAM bagi
penyandang disabilitas masih kerap diabaikan, bahkan dilanggar. Pelanggaran tersebut
terjadi karena penyandang disabilitas tidak dianggap sebagai bagian dari warganegara,
bahkan juga tidak dianggap manusia oleh sekelompok masyarakat. Kondisi tersebut
mengakibatkan para penyandang disabilitas tidak mendapatkan perlindungan yang layak.
Sehingga penyandang disabilitas rentan untuk dijadikan alat produksi yang murah, misalnya
menjadi pekerja anak dan buruh. Hal ini tidak lain dikarenakan masih banyak para
penyandang disabilitas yang tidak mendapatkan haknya dalam pemenuhan pendidikan.
Oleh karena itu, dalam kondisi ini, penyandang disabilitas rentan terkena tindakan
diskriminatif ganda, yaitu ketika seorang penyandang disabilitas ingin melanjutkan
pendidika, namun pihak sekolah melakukan tindak diskriminasi. Mengacu pada banyaknya
jumlah penyandang disabilitas, semestinya memang tidak terjadi pembedaan perlakuan
pemenuhan hak anak antara anak yang memiliki kondisi fisik yang normal dengan
penyandang disabilitas. Meskipun demikian tidak dapat dipungkiri bahwa secara praktis
banyak karya mengagumkan yang dihasilkan para penyandang disabilitas

METODE PENELITIAN
Adapun metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah menggunakan
studi kepustakaan atau library search, dimana studi yang objek penelitiannya berupa
JURNAL KEWARGANEGARAAN
10 Tersedia dalam https://jurnal.unimed.ac.id/2012/index.php/jk
ISSN Cetak: 1693-7287 | ISSN Daring: ........
JURNAL ISSN Cetak: 1693-7287 | ISSN Daring: ........
KEWARGENEGARAAN Volume ......., Nomor ..... , Bulan Tahun
karya-karya kepustakaan, baik itu berupa buku, artikel dalam media massa, jurnal
ilmiah, maupun data-data yang bersifat statistika. Artinya data yang dikumpulkan bukan
berupa angka-angka, melainkan data tersebut berasal dari kajian kepustakaan atau telaah
terhadap sumber-sumber yang bersifat kepustakaan tanpa adanya observasi di lapangan.
Metode penelitian kualitatif menurut Muhajir (2000:6) merupakan ilmu yang mempelajari
tentang cara penelitian ilmu tentang alat-alat dalam suatu penelitian. Penelitian kepustakaan
(Library Research) yaitu sumber data yang berupa buku-buku atau literatur yang berkaitan
dengan pembahasan pendekatan kualitatif.Dengan menggunakan data-data dari berbagai
referensi baik primer maupun sekunder, data-data dikumpulkan dengan teknik dokumentasi,
yaitu dengan jalan membaca teks (text reading), mengkaji, mempelajari, dan mencatat
literatur yang ada kaitannya dengan masalah yang dibahas dalam tulisan ini.
Sedangkan dalam hal teknik pengumpulan data, penulis melakukan identifikasi
wacana dari buku-buku, makalah atau artikel, jurnal, web (internet), ataupun informasi
lainnya yang berhubungan dengan judul penulisan untk mencari hal-hal atau variabel
yang berupa catatan, buku, surat kabar, dan sebagainya yang berkaitan dengan kajian
tentang tanggungjawab negara terhadap penyandang disabilitas. Maka dilakukan dengan
beberapa langkah, yaitu yang pertama adalah mengumpulkan data-data yang ada, baik itu
melalui buku-buku, dokumen, internet (web), surat kabar, dan lain sebagainya. Dan
langkah yang kedua adalah dengan menganalisis data-data tersebut sehingga peneliti bisa
menyimpulkan tentang masalah yang dikaji..
HASIL DAN PEMBAHASAN
Produk Hukum Pemenuhan Hak Anak Penyandang Disabilitas
Pengaturan hukum yang mengatur mengenai hak-hak penyandang disabilitas
sesungguhnya tergolong cukup baik. Indonesia telah meratifikasi United Nations
Convention on the Rights for Person with Disabilities, yaitu konfensi Perserikatan Bangsa-
Bangsa tentang hak-hak penyandang disabilitas. Konfensi tersebut telah diratifikasi
kedalam Undang-Undang No. 19 tahun 2011 mengenai Ratifikasi United Nations
Convention on the Rights for Person with Disabilities. Setelah diratifikasinya konfensi ini
tentu di perlukan sebuah Undang-Undang sebagai peraturan operasional di Indonesia.
Selain kedua produk hukum internasional ini, hak pendidikan juga diatur dalam beberapa
konvensi khusus seperti Convention on the Rights of Child (1989) dan Convention on the
Elimination of All Forms of Discrimination Againts Women (1979). Sesuai dengan article
28 yang menentukan bahwa “States Parties recognize the right of the child to education”.
Dalam rangka pemenuhan hak pendidikan terhadap anak, maka peserta konvensi harus (1)
mejadikan pendidikan dasar wajib dan gratis kepada semua orang, (2) mengembangkan
berbagai jenis pendidikan tingkat kedua termasuk yang terakses oleh setiap anak dan
mengambil langkah yang sesuai, misalnya pendidikan gratis dan menyediakan bantuan
keuangan dalam kasus-kasus yang membutuhkan, (3) Mewujudkan pendidikan tinggi yang
dapat diakses oleh semua orang dengan dasar kemampuan melalui strategi yang tepat dan
sesuait, (4) menyediakan informasi dan petunjuk pendidikan yang dapat diakses oleh
semua orang, (5) melakukan tindakan-tindakan untuk meningkatkan partisipasi aktif di
sekolah dan mengurangi angka drop out. Dari konvensi-konvensi di tersebut, maka secara
internasional telah diakui bahwa pendidikan merupakan hak asasi setiap manusia. Bahkan
pendidikan dapat dikatakan sebagai basic right disamping hak hidup dan hak kebebasan
untuk mencapai pemenuhan hak asasi manusia lainnya. Pendidikan adalah instrumen untuk
mencerdaskan dan memanusiakan manusia itu sendiri. Untuk itu, dalam kedua konvensi
tersebut dijelaskan bahwa tujuan pendidikan tidak hanya diarahkan untuk meningkatkan
kemampuan personalitas manusia (intelektual dan keterampilan), namun lebih dari itu
pendidikan bertujuan sebagai cara untuk menyadarkan setiap orang akan makna eksistensi
Sejarah Artikel: Diterima 27 Oktober 2015 | Direvisi 2 Januri 2016 | Dipublikasikan 8 Maret 2019
Copyright © 2019, Penulis Pertama, Penulis Kedua, dst. 1
DOI: 10.2991/acec-18.2018.79 (Contoh)
Penulis Pertama, Penulis Kedua, dst.
Volume ......., Nomor ..... , Bulan Tahun
kemanusiaannya seperti penghormatan atas hak asasi manusia orang lain, saling mengerti
antar sesama manusia, dan non diskriminasi berdasarkan ras, agama dan lain sebagainya
Ada dua regulasi paling utama terkait disabilitas, yaitu Undang-undang No. 19 tahun
2011 tentang ratifikasi konvensi hak-hak disabilitas dan UU No. 8 tahun 2016 tentang
penyandang disabilitas. Kedua peraturan ini isinya tak jauh berbeda, karena UU
Penyandang Disabilitas adalah bentuk kewajiban oleh negara yang telah meratifikasi
konvensi tersebut. Selain itu, sebagai turunan UU Penyandang Disabilitas, pemerintah
telah mengesahkan beberapa Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden dan peraturan
Menteri serta kebijakan-kebijakan yang berada diderah. Salah satu PP yang terkait erat
dengan instrumen pemenuhan Hak-Hak Disabilitas ini adalah Peraturan Pemerintah
Nomor 70 tahun 2019 tentang Perencanaan, Penyelenggaraan, dan Evaluasi Terhadap
Penghormatan, Pelindungan, dan Pemenuhan Hak-Hak Disabilitas. Dalam PP perencanaan
disabilitas ini, terdapat lampiran tentang Rencana Induk Penyandang Disabilitas (RIPD),
di mana didalam lampiran ini terdapat 7 sasaran strategis yang menjadi fokus perhatian
pemerintah untuk mengupayakan pemenuhan hak-hak Disabilitas. Salah satu hak yang
dimiliki disabilitas termuat di dalam Pasal 5 ayat (1) UU No. 8 Tahun 2016 adalah “hak
pendidikan” (Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas)
Dengan demikian, pemerintah dan pemerintah daerah berkewajiban untuk memenuhi hak
penyandang disabilitas atas pendidikan. Hal ini sesuai dengan Pasal 40 ayat (1) UU No. 8
Tahun 2016 yang menyatakan bahwa “Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib
menyelenggarakan dan/atau memfasilitasi pendidikan untukpara difabel di setiap jalur,
jenis, dan jenjang pendidikan sesuai dengan kewenangannya”.
Meski telah memiliki payung hukum, diskriminasi masih terjadi bagi penyadang
disabilitas. Salah satu sektor yang sering terjadi diskriminasi itu adalah pendidikan.
Sekedar contoh pada mekanisme Seleksi Nasional Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN)
tahun 2014 lalu misalnya masih mencantumkan calon mahasiswa disyaratkan tidak tuna
netra, tuna runggu, tuna wicara, dan buta warna. sebagai akibatnya, penyandang disabilitas
banyak yang tidak dapat melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi. Data di Badan
Pusat Statistik (BPS) tahun 2015, menyebutkan penyandang disabilitas usia 5-29 tahun
hanya 36,49 persen yang sekolah, sebanyak 41,89 persen tidak bersekolah/putus sekolah
dan sebanyak 21,61 persen tidak pernah sekolah. Padahal dalam Pasal 10 UU No.18
tahun 2016, disebutkan bahwa penyandang disabilitas berhak untuk mendapatkan layanan
pendidikan. Hak tersebut meliputi hak untuk mempunyai kesamaan kesempatan untuk
mendapatkan layanan pendidikan yang bermutu di semua jenis, jalur dan jenjang
pendidikan.
Upaya Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas Melalui Sistem Pendidikan
Cacat bukanlah halangan untuk menghambat seseorang untuk memiliki pendidikan,
demikian juga yang sering kita dengarkan dari pada penyandang disabilitas. Dimana banyak
penyandang disabilitas yang memiliki kemampuan dan mobilitas kerja yang tinggi, dengan
semangat itulah mendorong para penyandang disabilitas untuk tetap disetarakan tanpa
adanya diskriminasi, yaitu dengan memberikan perhatian yang besar terhadap upaya
peningkatan kesejahteraan sosial bagi penyandang disabilitas yaitu salah satunya dengan
memberikan pendidikan. Dalam hal ini, Departemen Sosial Direktorat Jenderal Pelayanan
dan Rehabilitasi Sosial terus berupaya untuk mensosialisasikan para penyandang disabilitas
agar dapat diterima baik diinstansi pemerintah maupun swasta yang lebih mengedepankan
kredibilitas dan kemampuan dalam menjalankan pekerjaan tanpa memandang faktor fisik.
Dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 2016, aturan-aturan yang ada dalam sistem
hukum indonesia sesungguhnya telah sangat menjamin hak-hak penyandang disabilitas
JURNAL KEWARGANEGARAAN
10 Tersedia dalam https://jurnal.unimed.ac.id/2012/index.php/jk
ISSN Cetak: 1693-7287 | ISSN Daring: ........
JURNAL ISSN Cetak: 1693-7287 | ISSN Daring: ........
KEWARGENEGARAAN Volume ......., Nomor ..... , Bulan Tahun
sebagai warga negara. Dimana pada undang-undang tersebut telah menjamin, pemenuhan,
perlindungan dan penghormatan bagi para penyandang disabilitas. Tetapi saat ini, yang
menjadi masalahnya adalah minimnya implementasi dari berbagai peraturan perundang-
undangan tersebut. Kita tentu tahu, bahwa negara merupakan sebagai pihak yang paling
bertanggungjawab didalam hal perlindungan, pemenuhan dan penghormatan hak
penyandang disabilitas yang terkesan sering mengabaikan kelompok minoritas ini.
Pelanggaran hak dan dan dikriminasi terhadap penyandang disabilitas masih kerap kita
temui di dalam negara maupun lingkungan kita sendiri. Dari contoh tersebut, kita tentu
sudah dapat menyimpulkannya bahwa penyandang disabilitas masih kerap diabaikan oleh
pemerintah.
Dengan begitu banyaknya kaum disabilitas di Indonesia maka perlu adanya
dukungan program dan kegiatan yang mengacu pada asas kesetaraan hak bagi penyandang
disabilitas tersebut yang dilaksanakan secara kompherensif dan berkelanjutan yang
didukung dengan sarana dan prasarana khusus bagi kaum penyandang disabilitas yang
memiliki hak yang sama dengan masyarakat pada umumnya. Pengaturan mengenai Hak
Asasi Manusia telah ada sejak disahkannya pancasila sebagai dasar dan pedoman negara
Indonesia.
Dalam hal ini, peraturan pelaksanaan terhadap Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 2 Tahun 1989 Tentang Sistem Pendidikan Nasional terdapat dalam Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 1991 Pasal 1 ayat (1) menjelaskan
bahwasanya:“pendidikan luar biasa adalah pendidikan yang khusus diselenggarakan bagi
peserta didik yang menyandang kelainan fisik dan/atau mental”. Sedangkan ayat 2
menjelaskan tentang satuan pendidikan luar biasa yaitu sekolah yang menyelenggarakan
pendidikan luar biasa, sedangkan ayat 5 berisi: “bahwasanya siswa ialah peserta didik pada
sekolah dasar luar biasa, sekolah lanjutan tingkat pertama luar biasa dan sekolah menegah
luar biasa”. Perjalanan terhadap pengaturan pendidikan bagi penyandang disabilitas terus
berlanjut, sebelum reformasi 1998 terdapat 2 pengaturan bagi pendidikan penyandang
disabilitas, yaitu Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan
Nasional dan juga Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat.
Undang-Undang Penyandang Cacat Nomor 4 Tahun 1997 Pasal 6 angka 1 menjelaskan
“pendidikan penyandang cacat merupakan satuan jalur, jenis dan jenjang pendidikan”. Hak
asasi manusia dan pemenuhan hak terhadap pengembangan diri dalam hal pendidikan bagi
penyandang disabilitas terdapat di dalam Undang-Undang nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional Jo Undang-Undang nomor 2 Tahun 1989 yang menjelaskan
dari Pasal 1 angka 1 yang berisi: “pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang
diperlukan dirinya masyarakat, bangsa dan negara”. Pasal 32 ayat (1) Undang-Undang No.
20 Tahun 2003 mengenai pendidikan khusus, yang berisi: “Pendidikan khusus adalah
pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses
pembelajaran karena kelainan fisik emosional, mental, sosialdan/atu memiliki potensi
kecerdasan dan bakat istimewa”. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional tersebut
telah memiliki kemajuan mengenai pengaturan pendidikan bagi penyandang disabilitas.
Tetapi pengaturan terhadap penjabaran amanat UUD NRI 1945 mengenai pendidikan bagi
penyandang disabilitas ini berlanjut dengan banyaknya peraturan maupun kebijakan yang
mengatur pendidikan bagi penyadang disabilitas.
Khusus mengenai kewajiban negara/pemerintah dalam pemenuhan hak
pendidikan penyandang disabilitas telah ditentukan dalam Pasal 40 UU No. 8 Tahun
2016. Kewajiban negara/pemerintah antara lain :
Sejarah Artikel: Diterima 27 Oktober 2015 | Direvisi 2 Januri 2016 | Dipublikasikan 8 Maret 2019
Copyright © 2019, Penulis Pertama, Penulis Kedua, dst. 1
DOI: 10.2991/acec-18.2018.79 (Contoh)
Penulis Pertama, Penulis Kedua, dst.
Volume ......., Nomor ..... , Bulan Tahun
 menyelenggarakan dan/atau memfasilitasi pendidikan untuk Penyandang
Disabilitas di setiap jalur, jenis, dan jenjang pendidikan yang dilaksanakan
dalam sistem pendidikan nasional melalui pendidikan inklusif dan pendidikan
khusus
 mengikutsertakan anak penyandang disabilitas dalam program wajib belajar 12
(dua belas) tahun
 mengutamakan anak penyandang disabilitas bersekolah di lokasi yang dekat
tempat tinggalnya
 memfasilitasi Penyandang Disabilitas yang tidak berpendidikan formal untuk
mendapatkan ijazah pendidikan dasar dan menengah melalui program
kesetaraan
 menyediakan beasiswa untuk peserta didik Penyandang Disabilitas berprestasi
yang orang tuanya tidak mampu membiayai pendidikannya
 menyediakan biaya pendidikan untuk anak dari Penyandang Disabilitas yang
tidak mampu membiayai pendidikannya
 memfasilitasi Penyandang Disabilitas untuk mempelajari keterampilan dasar
yang dibutuhkan untuk kemandirian dan partisipasi penuh dalam menempuh
pendidikan dan pengembangan sosial
 wajib memfasilitasi pembentukan Unit Layanan Disabilitas untuk mendukung
penyelenggaraan pendidikan inklusif tingkat dasar dan menengah
 memfasilitasi pembentukan Unit Layanan Disabilitas di pendidikan tinggi
 memfasilitasi lembaga penyelenggara pendidikan dalam menyediakan
Akomodasi yang Layak

Oleh karena itu, Setiap orang dilahirkan bebas dengan harkat dan martabat manusia
yang sama dan sederajat dengan dikaruniai akal dan hati nurani agar dapat hidup
bermasyarakat. Selanjutnya setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan
perlakuan hukum yang adil dan mendapat kepastian hukum dan perlakuan yang sama di
depan hukum serta berhak atas perlindungan hak asasi manusia dan kebebasan dasar
manusia, tanpa diskriminasi. Konsep hak asasi manusia tersebut, juga dimiliki oleh
penyandang disabilitas
SIMPULAN
Kita tentu tahu, bahwa negara merupakan sebagai pihak yang paling
bertanggungjawab didalam hal perlindungan, pemenuhan dan penghormatan hak
penyandang disabilitas yang terkesan sering mengabaikan kelompok minoritas ini.
Pelanggaran hak dan dan dikriminasi terhadap penyandang disabilitas masih kerap kita
temui di dalam negara maupun lingkungan kita sendiri. Dari contoh tersebut, kita tentu
sudah dapat menyimpulkannya bahwa penyandang disabilitas masih kerap diabaikan oleh
pemerintah. Negara harus dapat membangun paradigma berfikir yang perspektif bagi para
pengambil kebijakan, dimana hal ini dikarenakan telah menjadi tanggungjawab oleh negara.
Perlindungan, pemenuhan, pemajuan, dan penghormatan hak penyandang disabilitas baru
akan benar-benar terwujud apabila para pemimpin negara republik indonesia ini memiliki
pemahaman terkait penyandang disabilitas. Salah satu bentuk diskriminasi yang dialami
oleh penyandang disabilitas adalah terbatasnya akses pendidikan tinggi bagi penyandang
disabilitas, padahal hak pendidikan non-diskriminatif bagi penyandang disabilitas
dilindungi oleh Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28C, pasal 28E (ayat 1), pasal 28 H (ayat
2), dan pasal 28I (ayat 2). Selanjutnya hak pendidikan non-diskriminatif bagi penyandang
disabilitas dilindungi oleh Undang-Undang dan Konvensi Internasional, yaitu :
UndangUndang Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat; Undang-Undang Nomor
JURNAL KEWARGANEGARAAN
10 Tersedia dalam https://jurnal.unimed.ac.id/2012/index.php/jk
ISSN Cetak: 1693-7287 | ISSN Daring: ........
JURNAL ISSN Cetak: 1693-7287 | ISSN Daring: ........
KEWARGENEGARAAN Volume ......., Nomor ..... , Bulan Tahun
39 Tahun 1999 tentang HAM; 3) UndangUndang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional; Konvensi Internasional Hak-hak Penyandang Disabilitas atau
Convention on The Rights for Persons with Disabilities (CRPD) Tahun 2006;
UndangUndang Nomor 19 Tahun 2011 tentang Pengesahan CRPD.
Upaya untuk memenuhi hak pendidikan bagi anak disabilitas adalah melalui
pendidikan khusus, Pendidikan Nasional dan juga Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997
tentang Penyandang Cacat. Undang-Undang Penyandang Cacat Nomor 4 Tahun 1997 Pasal
6 angka 1 menjelaskan “pendidikan penyandang cacat merupakan satuan jalur, jenis dan
jenjang pendidikan”..
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terimakasih kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang mana
dengan karunia-Nya Penulis dapat menyelesaikan laporan penelitian ini dan Penulis juga
mengucapkan terimakasih kepada kedua orangtua yang selalu mendukung baik secara
materiil dan non materiil dan tak lupa juga penulis berterimakasih kepada dosen
pembimbing yaitu Ibu Reh Bungana Br PA, S,H., M.Hum yang senantiasa membimbing
dan memberikan masukan kepada penulis sehingga laporan penelitian ini dapat
terselesaikan.
DAFTAR PUSTAKA

Afifah, Wiwik, and Syofyan Hadi. “Pengaturan Hak Pendidikan Disabilitas.” Prosiding
Sematekos 3 3 (2014): 272.
Hamidi, Jazim. “Perlindungan Hukum Terhadap Disabilitas Dalam Memenuhi Hak
Mendapatkan Pendidikan Dan Pekerjaan.” Jurnal Hukum IUS QUIA
IUSTUM 23, no. 4 (2016): 652–671.
Ndaumanu, Frichy. “Hak Penyandang Disabilitas: Antara Tanggung Jawab Dan
Pelaksanaan Oleh Pemerintah Daerah.” Jurnal HAM 11, no. 1 (2020): 131.
Nursyamsi, Fajri, Estu Dyah Arifianti, Muhammad Faiz Aziz, Putri Bilqish, and Abi
Marutama. Kerangka Hukum Disabilitas Di Indonesia : MENUJU INDONESIA
RAMAH DISABILITAS, 2015. https://www.pshk.or.id/wp-
content/uploads/2016/01/Kerangka-Hukum-Disabilitas-di-Indonesia.pdf.
Pratiwi, Indah Gusti. 2016. Peran Pemerintah Dalam Perlindungan Sosial Penyandang
Disabilitas Di Pekanbaru. Pekanbaru. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politi.
Widjaja, Alia Harumdani, Winda Wijayanti, and Rizkisyabana Yulistyaputri.
“Perlindungan Hak Penyandang Disabilitas Dalam Memperoleh Pekerjaan Dan
Penghidupan Yang Layak Bagi Kemanusiaan.” Jurnal Konstitusi 17, no. 1 (2020):
197.
UU 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas

Sejarah Artikel: Diterima 27 Oktober 2015 | Direvisi 2 Januri 2016 | Dipublikasikan 8 Maret 2019
Copyright © 2019, Penulis Pertama, Penulis Kedua, dst. 1
DOI: 10.2991/acec-18.2018.79 (Contoh)

You might also like