You are on page 1of 9

THE SPIRIT OF PLACE

KOTA GEDE
PASCA GEMPA
KAWASAN MAGERSARI-MAKAM-MASJID

Aristia Kusuma
Program Studi Teknik Arsitektur, FTSP, Institut Teknologi Budi Utomo Jakarta,
aristiakusuma11@gmail.com

Abstract
"The Aspects of the existing natural and environmental condition of an area, a cultural
expression with historical background, the experience and interaction between the existing nature
and culture of the local community, produce an unique concept in describing a specific character of
a place". [1] This unique concept is known as the Spirit of Place.
When the earthquake hit several areas in Yogyakarta (2006), including Kota Gede, there was a
condition where the community was threatened of losing everything, such as their old houses
(Joglo houses), the urban spaces and the community activities. Even the condition of the
community from losing job aftermath the earthquake led to the buying and selling cases of the
Joglo ruins, to the demolition and removal of the joglo out of Kota Gede. This threat expanded not
only from lossing physic material but also could changed the character of Kota Gede as a heritage
site. Post earthquake is an opportunity to realignment of urban spatial in maintaining the Spirit of
Place of Kota Gede, an area which was a capital of the Mataram Kingdom in its era, before moving
and devided into two kingdoms, the Kasultanan of Yogyakarta and the Kasunanan of Surakarta.
By did exploration of Kota Gede character using the Pattern Language theory from Christopher
Alexander, through tracing the history of this area, patterns of events, patterns of spaces, which
then formed Kota Gede’s pattern language. This pattern language was the characteristic and the
identity of this area, and used as a basis of preparing the Urban Design Guideline of Kota Gede
Heritage Site Post Earthquake.

Keywords: Spirit of Place, Pattern Language

Abstrak
”Aspek dari kondisi eksisting alam dan lingkungan suatu kawasan, suatu ekspresi budaya yang
kental terrmasuk sarat perjalanan sejarah didalamnya, serta pengalaman dan interaksi antara
eksisting alam dan budaya masyarakat setempat membentuk suatu konsep keunikan dalam
pembentukan gambaran dan karakter spesifik dari suatu tempat atau kawasan”. [1] Konsep keunikan
ini dikenal sebagai Spirit of Place.
Ketika gempa melanda sebagian daerah di Yogyakarta (2006), termasuk Kota Gede, terjadi
kondisi dimana masyarakat terancam kehilangan segalanya, mulai dari rumah-rumah joglonya,
ruang kotanya hingga aktivitas masyarakatnya. Bahkan kondisi kehilangan pekerjaan masyarakat
pasca gempa ini telah sampai pada kasus jual beli reruntuhan sisa joglo, hingga pembongkaran
serta pengangkatan joglo keluar Kota Gede. Ancaman ini dapat meluas tidak hanya kehilangan
secara fisik namun juga dapat terjadi perubahan karakter Kota Gede sebagai sebuah kawasan
pusaka. Pasca gempa merupakan suatu peluang yang tepat untuk kembali menata ruang kota dalam
mempertahankan sebuah gambaran keunikan Kota Gede, tentang Spirit of Place kawasan yang
pernah menjadi Ibukota Kerajaan Mataram sebelum pindah dan pecah menjadi Kasultanan
Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta. Diawali dengan eksplorasi karakter kawasan Kota Gede
menggunakan teori Pattern Language (Christopher Alexander) melalui penelusuran sejarah
kawasan, pola kegiatan masyarakat, pola ruang berkegiatan, yang kemudian membentuk suatu
bahasa pola. Bahasa pola ini kemudian menjadi karakteristik dan identitas kawasan, serta
digunakan sebagai dasar dalam penyusunan Urban Design Guideline Kawasan Pusaka Kota Gede
Pasca Gempa.

Kata kunci: Kekuatan sebuah Tempat, Bahasa Pola

1
Kusuma, Aristia, “The Spirit of Place” Kota Gede Pasca Gempa
_______________________________________________________________________

PENDAHULUAN Gede sampai sekarang. Bahkan karakter


tradisi masa lalu, yang mengenal adanya
Kota Gede merupakan sebuah 5 hari pasar (Kalender jawa) dan adanya
kawasan bersejarah yang memiliki hari baik pasar (Legi), masih diterapkan.
karakter spesifik. Karakter spesifik ini Kegiatan masyarakat yang sebagian
terbentuk oleh unsur fisik dan non fisik adalah pengrajin perak, juga masih eksis.
dengan berbagai elemen pembentuknya. Kegiatan ekonomi lokal yang
Unsur fisik ini dapat berupa karakter menyesuaikan dengan kebutuhan baru
alam, infrastruktur, bangunan, yang juga mulai bermunculan.
membentuk tatanan ruang kota. Bencana alam gempa pada tahun
Sedangkan unsur non fisik meliputi 2006 yang melanda kota Yogyakarta
berbagai aktifitas dengan seluruh tata terutama bagian selatan, telah
nilai yang terakumulasi dalam menghancurkan banyak bangunan dan
masyarakat pengguna tata ruang korban manusia, termasuk kawasan
tersebut. Studi ini akan meliputi dua pusaka Kota Gede.
dimensi, yaitu dimensi fisik spasial (tata Bukan hanya kerusakan dan
ruang kota) dengan berbagai elemen kehilangan rumah, kehilangan segala
pembentuknya dan dimensi sosial – harta benda termasuk pekerjaan dan
budaya masyarakatnya. terhentinya kegiatan ekonomi
Sebagai kota yang pernah menjadi masyarakat setempat, tingginya biaya
ibukota kerajaan Mataram, tentu banyak perbaikan rumah, mendesak masyarakat
peninggalan sejarah yang ditinggalkan. melakukan tindakan dengan jalan pintas.
Elemen pembentuk ruang kota secara Seperti timbulnya kasus jual beli puing
fisik, dapat terlihat langsung dari rumah- rumah joglo yang telah berumur ratusan
rumah masyarakat yang sebagian besar tahun, dimana kegiatan jual-beli ini
beratap joglo, selain itu komunitas bahkan hingga melakukan
Kalang yang dikenal sebagai “kalangan pembongkaran dan pengangkatan
atas” dan pakar bangunan-bangunan reruntuhan joglo tersebut keluar dari
kayu, juga meninggalkan karya Kota Gede. Hal ini tentu dapat
arsitektur berupa rumah-rumah besar dan mengancam perubahan karakter
indah bergaya persilangan. Dan kawasan bersejarah Kota Gede.
bangunan yang tak kalah pentingnya Secara non-fisik, terlihat kondisi
adalah bangunan mesjid, termasuk dimana penghuni bangunan yang hancur
makam pendiri Mataram yang terkenal meninggalkan bangunannya begitu saja.
sebagai pusat ziarah, serta Magersari Ada sedikit traumatik untuk kembali
sebagai tempat tinggal para abdi dalem. tinggal di rumah mereka. Begitupula
Kesemuanya berada dalam satu dengan rasa ketidakpercayaan mereka
kompleks dengan dinding tinggi sebagai terhadap kota sebagai tempat tinggalnya
pembatasnya. yang aman dan nyaman.
Berakhirnya status Kota Gede Keterancaman akan hilangnya
sebagai ibukota Mataram (16M), identitas kawasan ini tentu menjadi
aktifitas kota lebih didominasi oleh tantangan dalam mengembalikan dan
kegiatan ekonomi. Perdagangan dan mempertahankan karakter kawasan
kerajinan batik, perak, emas dan bersejarah ini. Apalagi saat pasca gempa
tembaga mencuatkan nama Kota Gede tersebut belum ada pengaturan dalam
sebagai sentra kerajinan rakyat. Di masa bentuk kebijakan berupa urban design
kolonial Belanda, Kota Gede sempat guideline yang disesuaikan dengan pola
tersohor sebagai pusat perdagangan intan dan karakter sebuah kawasan pusaka.
terbesar di Asia karena beberapa Studi ini hanya melingkupi pada
pedagang mendapatkan konsesi upaya penelusuran pola-pola kawasan
penjualan intan dari pemerintah. menggunakan teori Pattern Language –
Eksisnya kegiatan ekonomi masa Christopher Alexander, baik fisik
lalu juga dibuktikan oleh adanya Pasar maupun non-fisik, untuk mendapatkan

2
rumusan signifikansi kawasan sebagai Penelusuran pola karakter (fisik dan non-
nilai yang nantinya dipakai sebagai dasar fisik) ini dilakukan dengan menguraikan
dalam penyusunan Urban Design unsur-unsurnya, mencari hubungan antar
Guideline. unsur dan merumuskannya menjadi
Batasan studi yang diambil sebuah bahasa pola sebagai signifikansi
adalah Kawasan Magersari-Makam- kawasan.
Mesjid di kalurahan Jagalan, Kota Gede.
Kawasan ini merupakan kawasan inti, EKSPLORASI POLA KAWASAN
sebagai titik mula jejak sejarah yang KOTA GEDE DENGAN TEORI
masih memiliki nadi kehidupan dan PATTERN LANGUAGE
ruang kota yang memiliki karakter kuat.
“The people can shape buildings for
METODE PENELITIAN themselves, and have done it for
centuries, by using languages which I
Dalam melakukan studi ini, call pattern languages. A pattern
peneliti melakukan emic approach atau language gives each person who uses it,
pendekatan emic, terutama pada saat the power to create an infinite variety of
melakukan penelusuran langsung ke new and unique buildings, just as his
lapangan; yaitu penilaian terhadap obyek ordinary language gives him the power
dengan melihat dan mengikuti pola yang to create an infinite variety of
berlaku di site dan mencoba seperti sentences.” [2]
orang setempat dalam memandang Bahasa Pola (Pattern Language)
kebutuhan, dengan bermodalkan adalah suatu penelusuran pola dari skala
ketidaktahuan peneliti terhadap site. makro sampai mikro, dari kota sampai
Penggunaan emic approach untuk kasus bangunan, dengan menguraikan unsur-
Kota Gede ini dirasa lebih sesuai, karena unsur yang membentuknya, mulai dari
Kota Gede merupakan kota yang hidup pola berkegiatan sampai pola ruang yang
dengan pola ruang kota dan aktifitas mewadahi kegiatan tersebut;
masyarakat dengan karakter yang kuat. menghubungkan antar unsur, dan
Metode yang digunakan adalah merumuskannya menjadi sebuah bahasa
metode fenomenologi yang mengacu pola.
kepada observasi intelektual dari obyek Dari penelusuran ini, kita akan
observasi berbasis ”intuisi”. Intuisi menemukan suatu kualitas ruang yang
merujuk pada apa yang ada (given) merupakan karakter dari sebuah jiwa dan
sebagai aturan utama, kembali ke sesuatu kehidupan dari sebuah kawasan/kota
itu sendiri. Sesuatu itu adalah ”apa yang atau bangunan. Nilainya sangat obyektif
ada”. Pada kasus Kota Gede, sesuatu itu dan tepat, tetapi tidak dapat kita beri
adalah apa yang ada pada kawasan Kota nama. Christopher Alexander
Gede, kehidupan sehari-hari yang menyebutnya sebagai ”the quality
terlihat di depan mata, yang membawa without a name”.
kita menemukan karakter Kota Gede Beberapa tahapan análisis yang
yang sebenarnya. dilakukan adalah:
Pada tahapan analisis, peneliti 1. Melakukan penelusuran pola-
menggunakan teori pattern language pola berkegiatan atau dikenal dengan
atau bahasa pola, untuk melakukan Pattern of Events.
penelusuran pola karakter lokal. ”A 2. Menggali pola-pola ruang yang
pattern language gives each person who mewadahi kegiatan tersebut atau dikenal
uses it, the power to create an infinitife dengan Pattern of Space.
variety of new and unique buildings, just 3. Kemudian keduanya bersama-
as his ordinary language gives him the sama kita superimpose, interaksi yang
power to create an infinite variety of terpadu mengekspresikan apa yang
sentences.” [2] dinamakan Spirit of Place Kota Gede.

3
Kusuma, Aristia, “The Spirit of Place” Kota Gede Pasca Gempa
_______________________________________________________________________

Hasil temuan pola berkegiatan sesuatu yang bersifat lebih sacred


(Pattern of Events) masyarakat Kota (pribadi).
Gede adalah sebagai berikut: 2. Unsur pembatas biasanya terdiri
1. Pola berkegiatan secara garis besar dari bagian luar dan bagian dalam, bisa
terdiri dari kegiatan ekonomi lokal, berupa pembatas dinding atau bangunan.
kegiatan keagamaan, kegiatan sosialisasi 3. Unsur gerbang (gate) yang selalu
dan kegiatan yang berhubungan dengan menjadi pengarah menuju setiap ruang
tirakat. yang berbeda. Dan penamaan (signade)
pada setiap gerbang memberikan
karakter yang beragam dan menunjukkan
jati diri.
4. Unsur jalan yang bersifat
rukunan (menciptakan interaksi sosial
yang tinggi), tidak hanya karena
Gambar 1. jaraknya yang memberikan kesan
Beberapa Kegiatan Sehari-hari Masyarakat lingkungan yang intim, tetapi fungsinya
yang tidak hanya untuk pribadi tetapi
2. Kegiatan-kegiatan tersebut masing- juga untuk aktivitas publik.
masing memiliki pusat yang merupakan 5. Skala kota, kita dapat melihat
kelompok besar, dan titik-titik kegiatan unsur-unsur ini membentuk suatu sumbu
lainnya yang merupakan kelompok kecil utara-selatan, dan posisi antara dalem
dan terletak menyebar di dalam dan pendopo yang membentuk sumbu
lingkungan. barat-timur, serta keraton sebagai titik
3. Kegiatan-kegiatan tersebut pusat kekuasaan.
membentuk ragam karakter sosial Hasil rumusan pola ruang ini
masyarakat; seperti : kelompok dapat tergambar dari beberapa contoh
masyarakat pedagang, pengrajin, buruh studi penelusuran pola pada beberapa
dan petani serta kelompok masyarakat obyek.
Muhammadiyah, Abdi Dalem, Kalang
(sebagian kecil).

PUSAT
KEGIATAN
EKONOMI
LOKAL

PUSAT
KEGIATAN
TIRAKAT PUSAT
KEGIATAN
KEAGAMAAN
PUSAT
KEGIATAN
SOSIALISASI

KEGIATAN
TIRAKAT

Gambar 3.
Penelusuran Pola Ruang Pasar Gede sebagai
Gambar 2. Pusat Kegiatan Ekonomi Masyarakat
Pola Berkegiatan (Pattern of Events)
Pasar Gede adalah sebuah saksi
Sementara hasil temuan pola jarah terbentuknya Kota Gede, karena
ruang (Pattern of Space) Kota Gede tempat ini su dah ada sejak abad ke
adalah sebagai berikut : 16M (periode Ki Ageng Pemanahan).
1. Pola ruang biasanya terdiri dari Terletak di persimpangan 4 jalan,
area pengarah (bisa jalan, vegetasi, atau sebagai pusat kawasan Kota Gede secara
gerbang), penerima (biasanya berupa keseluruhan. Si si luar dari lahan ini
ruang utama yang akan kita tuju sebagai berdiri bangunan tua memanjang,

4
berlantai satu, beratap limasan, dengan perubahan dari jaman kerajaan Mataram
dinding yang memiliki pintu kios-kios hingga saat ini. Hanya setelah gempa,
lebar. Bangunan ini terbagi menjadi ada beberapa dinding pembatas yang
kios-kios makanan matang, kue, beras, hancur.
buah-buahan, kebutuhan sehari-hari, dan Dalam hasil penelusuran pola,
lain-lain. kompleks ini terbagi menjadi 6 area
Ketika hari menjelang sore dengan penamaan dan aktivitas berbeda.
(sehabis ashar), pada bagian terluar dari Disinilah pusat kegiatan keagamaan,
lahan (menggunakan lahan jalan) tirakat, sehari-hari abdi dalem dan sosial
berderet penjual non-permanen yang masyarakat menyatu menjadi satu
menjual makanan matang, gorengan, kelompok besar, yaitu kelompok
minuman, dan lain-lain. Sehingga masyarakat Kota Gede dengan spirit
suasana di sore hari terasa lebih ramai. rukunan yang sangat kental terasa. Area
Dan ketika tiba ”hari baik“ menurut pertama yang dikelilingi oleh dinding
perhitungan, atau “hari pasar”, maka pembatas dan terdapat gate sebagai pintu
suasana yang terjadi lebih ramai lagi. masuk, terdapat 2 pohon beringin tua
Bagian terluar setelah lapisan penjual dan besar serta 2 pendopo pada sisi yang
makanan dan minuman non-permanen berlawanan, terdapat deretan rumah abdi
ini, digunakan oleh penjual dadakan, dalem pada kedua sisi; area pertama ini
yang menjual barang-barang khusus, mewadahi potret kehidupan sehari-hari
seperti : burung dengan warna warni abdi dalem. Masuk area kedua dapat
bulunya, tanaman hias, dan lain-lain. ditelusuri pola aktivitas masyarakat
Keberadaan mereka 2-3 deret muslim karena ada kehadiran Masjid
menggunakan lahan jalan, dari sisi Agung Mataram dengan karakter
terluar lahan; sehingga praktis tidak akan bangunan beratap joglo. Memiliki 2
ada satu kendaraan pun yang bisa lewat. gate, yang berasal dari deretan rumah
abdi dalem dan yang berasal dari luar
dinding yaitu Jalan Masjid Mataram,
terdapat pohon sawo kecik dan beberapa
bangunan joglo lain yang fungsinya
sekarang menjadi pusat cindera mata.
Area berikutnya yang menarik
adalah area dengan bangunan-bangunan
joglo dan kegiatan bekerja para abdi
dalem yang saat ini tugasnya beralih
menerima para tamu yang berkunjung,
untuk sekedar bertanya tentang sejarah
Mataram, silsilah kerajaan, hingga yang
akan berkunjung ke makam atau situs
Gambar 4.
Penelusuran Pola Ruang lainnya di kompleks ini. Area
Magersari-Makam-Masjid (Sacred Sites) berikutnya adalah area dengan dinding
lebih tertutup, terbagi dua untuk laki-laki
Kegiatan orang beribadah, dan perempuan, merupakan kolam air
majelis ta’lim, pengajian anak-anak, suci yang dulu berfungsi sebagai tempat
mandi air suci, memohon tirakat dan mandi para raja dan putri. Saat ini
kegiatan sehari-hari para abdi dalem, kolam masih digunakan masyarakat
terwadahi dalam ruang, kompleks, yang untuk mandi dan air nya masih dianggap
dikelilingi oleh pembatas pagar berlapis, suci. Area terakhir adalah area dengan
dinding luar dan dinding dalam yang gate berkunci, yaitu area makam para
mengelilinginya. Kompleks yang raja dan keluarganya. Area ini lah
dinamakan Kompleks Magersari- merupakan tempat pusat aktifitas tirakat
Makam-Masjid ini tidak banyak bagi masyarakat sekitar dan pengunjung

5
Kusuma, Aristia, “The Spirit of Place” Kota Gede Pasca Gempa
_______________________________________________________________________

dari luar. Area ini sangat kental dengan Ketiganya ini dilengkapi dengan
kegiatan budaya dan spiritualnya. area pembatas yaitu dinding, yang
membatasi cluster hunian tersebut.
PENELUSURAN POLA PERMUKIMAN

GERBANG (GATE)
GATE PENGARAH
1 2 3 JALAN RUKUNAN POLA HUNIAN TRADITIONAL JAWA
4 5 6
7 8
9
PINTU PINTU
UTARA PLATARAN
SAMPING SAMPING
“BETWEEN TWO GATES”
(NINE-HOUSE COMPOUND)
AKTIVITAS PENDOPO
3 PUBLIK PENERIMA

Dalem
UTAMA
LONGKANGAN

PENERIMA Pendopo PRINGGITAN

AKTIVITAS GANDOK DALEM, GANDOK


4 SOKO GURU UTAMA
PRIBADI KIWO TENGEN
DINDING
Halaman PEMBATAS
PENGARAH
SENTONG SENTONG SENTONG
KIWO TENGAH TENGEN

GARIS BESAR POLA HUNIAN TRADITIONAL JAWA


LONGKANGAN
AKTIVITAS
SERVIS

Gambar 5. SUMBER :LABORATORIUM SEJARAH DAN PERKEMBANGAN


PAWON SUMUR

Penelusuran Pola Ruang Permukiman ARSITEKTUR FT UGM

Gambar 6.
Salah satu yang unik dari Kota Penelusuran Pola Ruang Hunian
Gede adalah pola permukiman yang
membentuk cluster-cluster. Apabila kita Menelusuri pola hunian
memasuki cluster tersebut, maka kita tradisional Jawa, maka dapat dilihat
akan memasuki gerbang dengan bahwa unsur-unsurnya terbagi kedalam
penanda, berupa nama dan tahun area pengarah (gate, pintu samping,
pembuatan, yang terukir pada gerbang plataran), penerima (pendopo) yang
bagian atas. Setelah itu kita akan dapat digunakan sebagai aktivitas publik.
menemukan suatu jalan lingkungan yang Kemudian masuk ke area utama, maka
lurus membelah antara deretan dalem area ini terbagi-bagi lagi kedalam unsur-
dan pendopo. Kemudian diakhiri oleh unsur sampai unsur yang paling sacred
gerbang lagi. Kesemua rumah yang yaitu sentong tengah.
terdiri dari dalem, pendopo dan sebagian Hampir semua dari 9 hunian
halaman ini dikelilingi oleh dinding yang ada dalam ”Between Two Gates”
pembatas. Pola-pola cluster ini memiliki pola tersebut diatas. Dan
permukiman ini dinamakan ”Between posisi dalem dan pendopo adalah
Two Gates”, yaitu cluster yang terdiri mengikuti arah utara-selatan. Karena
dari 9 rumah dalam satu lingkungan. pola pendopo selalu berada di depan
Apabila kita menelusuri lebih dalem, maka arah hunian menghadap
dalam lagi masing-masing pola hunian selatan. Menurut tradisi, arah selatan
yang ada pada cluster tersebut, maka adalah arah hadap yang baik untuk
akan ditemukan pola hunian tradisional sebuah hunian, berkaitan dengan unsur
Jawa, yang secara garis besar kekuatan alam pantai selatan.
dikelompokan menjadi 3 area yaitu : Setelah melakukan penelusuran
1. Area Pengarah: berupa pola-pola berkegiatan (pattern of events)
gerbang, pintu, halaman depan/plataran. dan pola-pola ruang (pattern of space)
2. Area Penerima: Pendopo; lainnya, kemudian dilakukan
dengan 4 soko guru, tanpa dinding, penggambaran dan penggabungan maka
terbuka, balok atas tumpang sari, atap terdapat banyak irisan/saling
joglo. beriknteraksi, menghasilkan sebuah nilai
3. Area Utama: Dalem; ruang (signifikansi), membentuk karakter
utama berdinding, tempat pemilik kawasan dan ekspresi, yang disebut
hunian berkegiatan. sebagai Spirit of Place Kota Gede, pada
kondisi sebelum dan pasca gempa.
”Of Course, the pattern of space,
does not “cause” the pattern of events.

6
Neither does the pattern of events dimiliki kota tersebut dan tidak dimiliki
“cause” the pattern in the space. The oleh tempat lain. Ruang kota dapat
total pattern, space and events together, dilihat secara geografis luasan kota atau
is an element of people’s culture, suatu kawasan dengan skala lebih besar,
transmitted by culture, and merely namun belum tentu dibatasi oleh wujud
anchored in space”. [2] fisik saja, bisa secara etnis atau pembatas
lain. Karakter suatu tempat seringkali
dikaitkan dengan lingkungan alam atau
KONSEP SPIRIT OF PLACE KOTA lingkungan asal mula dari sebuah
GEDE PASCA GEMPA perjalanan sejarah. Dan analisis dari
struktur ruang serta karakter telah
“The idea of spirit of place has mencakup dasar manifestasi dari sebuah
echoed through the ages. It derives from genius loci yang sangat kuat.
an ancient and widespread belief that Dalam buku Maintaining The
particular bits of the world are occupied Spirit of Place, Harry Launce Garnham
by gods, or spirits who have to be menyimpulkan tentang Spirit of Place,
propitiated. This was a key element of yaitu aspek dari kondisi eksisting alam
Roman religion. While spirit of place dan lingkungan suatu kawasan, suatu
was originally, and to some people still ekspresi budaya yang kental termasuk
is, closely associated with beliefs about sarat perjalanan sejarah didalamnya,
the sacred character of places, it has been serta pengalaman dan interaksi antara
increasingly secularized. This is apparent eksisting alam dan budaya masyarakat
in the wikipedia definition of spirit (or setempat, inilah kemudian yang
soul) of place as “the unique, distinctive membentuk suatu konsep keunikan
and cherished aspects of place.” The dalam pembentukan image dan karakter
term “sense of place” is often, and used spesifik dari suatu tempat atau kawasan
to mean much the same.” [3] [1].
Sesuatu yang sakral, unik, Dalam buku ini juga dijelaskan
khusus, berharga. Biasanya dihubungkan tentang komponen penting dalam
dengan nilai-nilai spiritual. Namun bisa pembentukan sebuah identitas, yaitu :
juga menggambarkan suatu kekuatan 1. Phsycial Features and
karakter budaya setempat, yan g tersirat Appearance
dari aspek fisik dan interpersonal. Merupakan struktur fisik dari sebuah
Christian Norberg-Schulz memaparkan tempat dengan unsure-unsur pembentuk
suatu konsep Genius Loci yang seperti bangunannya, lingkungan alam
merupakan spirit of place, dalam dan vegetasinya, iklimnya serta kualitas
bukunya “Genius Loci Towards a estetikanya.
Phenomenology of Architecture”, 2. Observable Activities and
digambarkan sebagai: Every Functions
“independent” being has its genius, its Bagaimana sebuah tempat dan manusia
guardian spirit. This spirit gives life to sebagai pengguna saling berinteraksi.
people and places, accompanies them Bagaimana sebuah budaya turut
from birth to death, and determines their mempengaruhi karakter yang terbentuk.
character or essence. The genius thus Dan bagaimana bangunan-bangunan dan
denotes what a thing is, or what it alam yang membentuk dapat berfungsi
“wants to be”. [4] sebagaimana mestinya.
Dengan melihat contoh kasus di 3. Meanings or Symbols
Kota Roma, maka menurut Schultz Sebuah aspek yang lebih kompleks,
untuk mempertahankan makna tempat utamanya hasil daripada intensitas dan
perlu identifikasi tentang: citra, ruang, pengalaman manusia sebagai pengguna
karakter dan genius loci. Citra sebuah kota. Banyak dari tempat-tempat yang
kota adalah gambaran pertama yang memiliki karakter dihubungkan dengan
sangat kuat tentang rasa tempat yang

7
Kusuma, Aristia, “The Spirit of Place” Kota Gede Pasca Gempa
_______________________________________________________________________

rekasi manusia sebagai pengguna berkegiatan dan pola ruang serta


terhadap aspek fisikal dan fungsional. interaksi keduanya, yang membentuk
Setelah melakukan penggalian karakter Kota Gede menjadi sebuah nilai
karakter Kota Gede dengan (signifikansi), konsep keunikan, yang
menggunakan bahasa pola, maka peneliti kemudian dapat digunakan dalam
menyimpulkannya menjadi sebuah pola penyusunan Urban Design Guideline
dan karakter kota yang mengandung Kota Gede pasca gempa, atau kebijakan
Spirit of Place. dan program lainnya, pada tahap
Komponen “Spirit of Place” lanjutan.
tersebut terdiri dari : Hasil ini diharapkan dapat
1. Pola Berkegiatan sebagai memperkuat tujuan dan manfaat yang
karakter non-fisik. ingin dicapai dalam tata ruang Kota
2. Pola Ruang sebagai karakter Gede yaitu:
fisik. 1. Membentuk ruang kota yang
3. Dan interaksi keduanya. Bukan aktif dan membentuk citra kawasan,
merupakan hubungan sebab akibat. sesuai dengan karakter lokal yang ada.
Tetapi keduanya sarat sejarah dan 2. Membangkitkan kembali
mengekspresikan budaya lokal. kepercayaan masyarakat terhadap
Keduanya secara bersama membentuk potensi kawasan yang dimiliki, bahkan
karakter kota secara keseluruhan dan dapat mendorong kepedulian banyak
melahirkan suatu konsep keunikan. pihak dalam upaya pelestarian pusaka
Pasca gempa, merupakan kawasan.
peluang yang tepat untuk Kota Gede 3. Menjadikan kawasan Kota Ged
melakukan penataan dan pembangunan sebagai Primadona Kota Yogyakarta
kembali, mencatat dan merekam setiap yang memotori seluruh upaya
proses, melakukan penelusuran pola, pergerakan pelestarian kawasan pusaka
menemukan nilai kawasan sebagai dasar secara mandiri.
dalam penyusunan Urban Design
Guideline, panduan yang dapat UCAPAN TERIMA KASIH
digunakan oleh masyarakat Kota Gede.
Spirit of Place adalah konsep Ucapan terimakasih pada masyarakat
yang akan mengantar Kota Gede Kota Gede secara umum, dan khusus
kembali menemukan dan menguatkan yang terhimpun dalam:
citra yang sudah ada. Sehingga Spirit of - Yayasan Khantil Kota Gede.
Place yang dirasakan oleh Kota Gede - Center for Heritage
dan masyarakatnya pasca gempa ini, Conservation Universitas Gajah
mengandung sebuah kesadaran penuh Mada.
untuk bersama-sama menjaga Kawasan Dan semua pihak yang tidak dapat
Pusaka Kota Gede. disebutkan satu persatu.

KESIMPULAN DAFTAR PUSTAKA

Kota Gede sudah memiliki pola [1] Garnham, Harry Launce,


dan karakter lokal yang menciptakan (1985). Maintaining the Spirit of Place:
suatu Spirit of Place dari sebuah A Process for the Preservation of Town
kawasan sarat sejarah. Penelusuran pola Character, Arizona, PDA Publishers Co.
berkegiatan (pattern of events) dan pola [2] Alexander, Christopher, (1979).
ruang (pattern of space) dari gambaran The Timeless Way of Building, New
secara umum kawasan dan khusus pada York, Oxford University Press.
simpul-simpul kegiatan dan ruang-ruang [3] Relph, Edward (Ted), (2015).
spesifik, telah menghasilkan komponen Spirit of Place/Genius Loci (Placeness,
Spirit of Place Kota Gede pasca gempa. Place, Placelessness), Diakses 22 Maret
Komponen ini terdiri dari pola

8
(https://www.placeness.com/spirit-of-
placegenius-loci/).
[4] Norberg-Schulz, Christian,
(1980). Genius Loci: Towards a
Phenomenology of Architecture,
London, Academy Edition London.

You might also like