Professional Documents
Culture Documents
2 Tahun 2022
journal homepage: https://jmb.lipi.go.id/jmb
ABSTRACT
The degradation of the character of students is one issue that attracts attention. Various efforts have been
made to solve these problems, one of which is through the use of local wisdom to build the positive character of
students. This study aims to determine the internalization of Bugis local wisdom malebbi warekkadana makkiade
ampena and the various characters formed. This study uses a qualitative approach. Data were collected through
in-depth interviews using interview guidelines. Subjects were selected by purposive sampling comprising students
from the Faculty of Sharia and Islamic Law, Faculty of Islamic Economics and Business, Faculty of Ushuludin,
Adab, and Da’wah, Faculty of Tarbiyah, and the Postgraduate Program of the State Islamic Institute (IAIN)
Parepare. Data analysis is done by preparing the data, organizing it, and reducing it into several themes to be
presented. The results show that internalizing the local wisdom of malebbi warekkadana makkiade ampena goes
through 3 stages, namely: introduction, habituation, and value actualization. The characters formed are polite,
polite, tolerant, disciplined, socially caring, and religious. It can be concluded that it is necessary to revitalize
local wisdom as capital in building positive character through campus cultural engineering.
Keywords: Bugis Culture, Internalization, Character, Bugis Local Wisdom, Malebbi Warekkadanna Makkiade
Ampena
ABSTRAK
Degradasi karakter peserta didik menjadi salah satu isu yang menarik perhatian. Berbagai upaya dilakukan
untuk menyelesaikan masalah tersebut, salah satunya melalui pemanfaatan kearifan lokal untuk membangun
karakter positif peserta didik. Studi ini bertujuan untuk mengetahui internalisasi kearifan lokal Bugis malebbi
warekkadana makkiade ampena dan berbagai karakter yang terbentuk. Studi ini menggunakan pendekatan kualitatif.
Data dikumpulkan melalui wawancara mendalam dengan menggunakan pedoman wawancara. Pemilihan subjek
dengan purposive sampling yang terdiri dari mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum Islam, Fakultas Ekonomi
dan Bisnis Islam, Fakultas Ushuludin, Adab, dan Dakwah, Fakultas Tarbiyah, dan Program Pascasarjana Institut
Agama Islam Negeri (IAIN) Parepare. Analisis data dilakukan dengan mempersiapkan data, mengorganisasinya dan
mereduksinya ke dalam beberapa tema untuk disajikan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa proses internalisasi
kearifan lokal malebbi warekkadana makkiade ampena melalui 3 tahapan yaitu: pengenalan, pembiasaan, dan
aktualisasi nilai. Karakter yang terbentuk adalah sopan, santun, toleransi, disiplin, peduli sosial, dan religius.
Dapat disimpulkan bahwa diperlukan revitalisasi kearifan lokal sebagai modal dalam membangun karakter positif
melalui rekayasa budaya kampus.
Kata kunci: Budaya Bugis, Internalisasi, Karakter, Kearifan Lokal Bugis, Malebbi Warekkadanna Makkiade Ampena
PENDAHULUAN
Pendidikan saat ini tidak hanya berorientasi pada ilmu pengetahuan dan teknologi yang tidak
aspek kognitif semata, tetapi psikomotorik dan dibarengi dengan perkembangan karakter anak
afektif juga menjadi tujuan dari pelaksanaan bangsa. Saat ini, degradasi karakter menjadi
pendidikan. Hal ini dilatar belakangi oleh salah satu isu di dunia pendidikan yang menarik
perubahan zaman yang terjadi dengan kemajuan perhatian para akademisi maupun praktisi.
Urgensi pendidikan karakter menjadi hal yang hal tersebut. Dengan visi Akulturasi Budaya
diserukan untuk membentuk karakter positif pada dan Islam dan tagline malebbi warekkadanna
kalangan peserta didik (Singh, 2019; Feszterova makkiade ampena, IAIN Parepare berupaya
& Jomova, 2015; Kuning, 2018; Sari, 2013; membangun budaya kampus yang positif dengan
Sukendar, Usman, & Jabar, 2019; Diana, Chirzin, memanfaatkan kearifan lokal.
Bashori, Suud, & Khairunnisa, 2021; Muhtar & Berbagai penelitian telah menunjukkan
Dallyono, 2020). bahwa kearifan lokal suatu masyarakat dapat
Lembaga pendidikan sebagai sistem yang dimanfaatkan dalam upaya membangun
tersusun dan memiliki orientasi berperan dalam karakter positif peserta didik. Namun sejauh
membentuk karakter peserta didik (Fahmy, ini belum ada penelitian yang secara spesifik
Bachtiar, Rahim, & Malik, 2015; Birhan, mengkaji proses internalisasi kearifan lokal
Shiferaw, Amsalu, Tamiru, & Tiruye, 2021; Bugis malebbi warekkadanna makkiade ampena
Silanoi, 2012; Rokhman, Syaifudin, & Yuliati, dalam membangun karakter mahasiswa. Oleh
2014). Dalam hal pembangunan karakter peserta karena itu, penelitian ini bermaksud untuk
didik, kearifan lokal menjadi salah satu sorotan. mengkaji internalisasi kearifan lokal Bugis
Hal ini dikarenakan beberapa penelitian telah malebbi warekkadanna makkiade ampena dalam
menemukan bahwa kearifan lokal dapat menjadi membangun karakter mahasiswa. Secara spesifik
modal bagi institusi pendidikan untuk membangun penelitian ini bertujuan untuk memperoleh
karakter positif peserta didik (Rasyid, 2017; deskripsi proses internalisasi kearifan lokal Bugis
Fajarini, 2014; Wigunadika, 2018; Daniah, 2016). malebbi warekkadanna makkiade ampena pada
Selain itu, Indonesia sebagai negara yang mahasiswa IAIN Parepare dan memperoleh
memiliki beragam budaya dan tradisi dapat informasi terkait karakter-karakter yang terbentuk
menjadikan hal tersebut sebagai modal dalam melalui internalisasi kearifan lokal Bugis malebbi
memfilter pengaruh negatif budaya asing yang warekkadanna makkiade ampena pada mahasiswa
masuk di Indonesia (Sugiyo & Purwastuti, 2017). IAIN Parepare.
Pada masyarakat Bugis juga terdapat berbagai Selanjutnya, temuan penelitian ini dapat
nilai yang memuat pesan-pesan moral dan bermanfaat secara teoretis dan praktis. Manfaaat
menjadi pedoman bagi masyarakat (Satrianegara teoretis, yaitu: temuan dari penelitian ini
et al., 2021; Ismail, 2012). Darmapoetra (2017) dapat memperkaya ilmu pengetahuan tentang
menyatakan bahwa masyarakat Bugis memiliki pemanfaatan nilai-nilai lokal (falsafah hidup
falsafah hidup yang menjadi gambaran atas masyarakat setempat) dalam upaya membangun
pola kehidupannya. Berbagai pesan-pesan para karakter, menyumbangkan teori baru tentang
leluhur masih dipegang erat. Salah satunya local wisdom dan pembangunan karakter,
tentang malebbi warekkadanna makkiade ampena dan dapat dijadikan rujukan untuk penelitian
yang memiliki memiliki makna sopan dalam selanjutnya. Sedangkan manfaat praktis, yaitu:
berperilaku dan santun dalam bertutur. temuan dari penelitian ini secara khusus dapat
Kearifan lokal dapat dimanfaatkan dijadikan masukan dalam upaya membangun
dalam upaya membangun karakter (Thresia, karakter positif mahasiswa dengan memanfaatkan
2015; Kesuma, 2016; Fusnika & Tyas, 2019; budaya kampus yang berbasis kearifan lokal
Sudarmiani, 2013). Selanjutnya, pendidikan dan memperoleh solusi yang berhubungan
karakter erat kaitannya dengan pengetahuan dengan proses internalisasi kearifan lokal Bugis
moral-tradisi, penalaran moral, kasih sayang dan malebbi warekkadanna makkiade ampena dalam
altruisme, serta kecenderungan moral (Sugiyo membangun karakter mahasiswa.
& Purwastuti, 2017). Atas dasar hal tersebut,
kearifan lokal dapat dipertimbangkan dalam METODE
upaya membangun karakter peserta didik.
Artikel ini bertujuan untuk mengetahui
Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Parepare internalisasi kearifan lokal Bugis malebbi
merupakan salah satu kampus yang peka terhadap warekkadanna makkiade ampena dalam
158 Jurnal Masyarakat dan Budaya, Volume 24 No. 2 Tahun 2022, hlm. 157–169
INTERNALISASI KEARIFAN LOKAL BUGIS: MALEBBI WAREKKADANNA MAKKIADE AMPENA DALAM MEMBANGUN
KARAKTER MAHASISWA
membangun karakter mahasiswa IAIN Parepare data untuk dianalisis; selanjutnya mereduksi data
dan karakter-karakter yang terbangun melalui menjadi tema; dan yang terakhir menyajikan data
internalisasi kearifan lokal tersebut. Oleh karena (Creswell, 2013).
itu, untuk memperoleh tujuan tersebut maka
digunakan pendekatan kualitatif yang berupaya HASIL DAN PEMBAHASAN
memahami makna dari suatu fenomena dengan
menafsirkan fenomena sosial di IAIN Parepare Internalisasi Kearifan Lokal Bugis
yang meliputi lingkungan fisik kampus, hubungan Malebbi Warekkadanna Makkiade
antar warga kampus, proses pembelajaran, aturan, Ampena
maupun kurikulum. Selanjutnya, penelitian ini Internalisasi merupakan sebuah proses
berlokasi di IAIN Parepare yang dilaksanakan penanaman nilai pada diri seseorang, sehingga
pada bulan April-Oktober 2021. Adapun nilai tersebut menyatu dan terpatri dalam cara
subjek pada penelitian ini adalah mahasiswa berpikir, bertutur, dan berperilaku. Seseorang
IAIN Parepare minimal semester II. Hal ini dalam suatu masyarakat tidak terlepas dari
berdasarkan pertimbangan bahwa mahasiswa kerangka proses yang dialektis berkelanjutan,
semester I belum lama menjadi warga IAIN seperti eksternalisasi, objektivasi, dan
Parepare. Pemilihan subjek penelitian dengan internalisasi. Hal yang sama berlaku bagi individu
purposive sampling yang terdiri dari mahasiswa anggota masyarakat yang secara bersamaan
Fakultas Syariah dan Hukum Islam, Fakultas mengeksternalkan keberadaannya sendiri ke
Ekonomi dan Bisnis Islam, Fakultas Ushuludin, dalam dunia sosial dan menginternalisasikannya
Adab, dan Dakwah, Fakultas Tarbiyah, dan sebagai realitas objektif. Dengan kata lain,
Program Pascasarjana. Berdasarkan hal tersebut, berada dalam masyarakat berarti berpartisipasi
terdapat 30 mahasiswa yang menjadi subjek pada dalam dialektikanya (Berger & Luckmann,
penelitian ini. Teknik pengumpulan data pada 1991). Berkaitan dengan hal tersebut, studi ini
penelitian ini melalui wawancara mendalam menemukan bahwa kearifan lokal Bugis malebbi
(dept interview) dengan menggunakan instrumen warekkadanna makkiade ampena terinternalisasi
pedoman pertanyaan. Teknik analisis data pada melalui beberapa tahapan, yaitu pengenalan,
penelitian ini melalui tiga alur kegiatan, yaitu: pembiasaan, dan aktualisasi nilai. Tahapan
pertama-tama menyiapkan dan mengorganisasi tersebut dapat dilihat pada Gambar 1.
Jurnal Masyarakat dan Budaya, Volume 24 No. 2 Tahun 2022, hlm. 157–169 159
Fawziah Zahrawati, Andi Aras, Claver Nzobonimpa
Tahap pertama dalam proses internalisasi Instagram, Facebook, Website, dan lain
adalah pengenalan. Berdasarkan temuan di sebagainya.
lapangan diketahui bahwa mahasiswa mengenal Berbeda dengan komunikasi satu arah,
istilah malebbi warekkadanna makkiade komunikasi dua arah telah memberikan ruang bagi
ampena sejak mencari informasi terkait IAIN komunikan untuk merespons pesan-pesan yang
Parepare melalui brosur ketika masa penerimaan diberikan komunikator (Mukarom, 2020). Seperti
mahasiswa baru dan bergabung menjadi warga dalam kegiatan Pengenalan Budaya Akademik
IAIN Parepare melalui kegiatan Pengenalan dan Kemahasiswaan yang diselenggarakan
Budaya Akademik dan Kemahasiswaan (PBAK). untuk menyambut para mahasiswa baru di IAIN
Informan IH menyatakan bahwa “Saya Parepare. Dalam kegiatan tersebut memberikan
mengetahui tentang istilah malebbi warekkadana ruang bagi para mahasiswa baru untuk
makkiade ampena ketika pembagian brosur mempelajari, menganalisis, dan memberikan
(masa penerimaan mahasiswa baru) yang datang tanggapan mengenai budaya yang ada di IAIN
ke sekolah mensosialisasikan kampus IAIN Parepare.
Parepare.” Sedangkan informan WB menyatakan Sebagaimana Habermas menyatakan bahwa
bahwa ia mengetahui istilah tersebut “Sejak saya agar manusia dapat terhindar dari dominasi di
masuk di kampus IAIN Parepare awal mulanya masyarakat, ia harus melakukan komunikasi secara
saat mengikuti kegiatan Pengenalan Budaya komunikatif agar dapat memperoleh konsensus
Akademik dan Kemahasiswaan (PBAK) yang yang menjadikan ia terhindar dari paksanaan.
dimana di kegiatan tersebut diperkenalkan tagline Lebih lanjut Habermas menyatakan bahwa dalam
malebbi warekkadanna makkiade ampena.” merealisasikan hal tersebut, diperlukan ruang
Namun, di sisi lain ada juga informan yang publik (Upe, 2010). Hal ini sejalan dengan tahap
menyatakan bahwa telah mengenal istilah tersebut pengenalan dengan komunikasi dua arah melalui
sejak kecil. Sebagaimana EMJ menyatakan kegiatan PBAK yang memberikan ruang bagi
bahwa “Saya mengetahui istilah tersebut sejak kalangan mahasiswa untuk bekomunikasi secara
kecil, tetapi saya baru bisa memahami maksud komunikatif agar mereka dapat memperoleh
dan pemaknaannya setelah berkuliah di IAIN konsensus tanpa adanya dominasi.
Parepare.” Tahap kedua adalah pembiasaan. Pada tahap
Tahap pengenalan dalam proses internalisasi pembiasaan dilakukan dengan pengulangan dan
menggunakan dua jenis komunikasi, yaitu satu pembudayaan. Kegiatan yang dilakukan secara
arah dan dua arah. Komunikasi satu arah dalam berulang dan konsisten akan menjadi suatu
proses internalisasi melalui media sosial dan kebiasaan (Hagger, 2019). Pembiasaan dilakukan
media cetak. Sedangkan komunikasi dua arah dengan memanfaatkan budaya kampus karena
melalui kegiatan yang dilaksanakan oleh pihak budaya kampus meliputi berbagai aspek yang
kampus yang meliputi: sosialisasi ke Sekolah dapat mempengaruhi perilaku setiap warganya.
Menengah Atas (SMA) untuk memperkenalkan Temuan yang diperoleh bahwa beberapa hal yang
IAIN Parepare dan kegiatan PBAK bagi dimanfaatkan dalam melakukan pembiasaan
mahasiswa baru. kearifan lokal Bugis malebbi warekkadanna
Komunikasi satu arah merupakan jenis makkiade ampena, yaitumelalui visi-misi (baik
komunikasi yang terjadi tanpa adanya umpan kampus, fakultas, maupun program studi), tata
balik yang diberikan oleh komunikan (Mukarom, tertib, proses pembelajaran, hubungan antar
2020). Dalam hal ini, mahasiswa yang berperan warga, dan adanya role model.
sebagai komunikan memperoleh informasi Visi-misi sebuah organisasi merupakan
mengenai malebbi warekkadanna makkiade gambaran tujuan organisasi yang ingin
ampena masih bersifat pasif. Ia hanya sekedar direalisasikan. Visi-misi memegang peran penting
menerima infromasi yang diberikan komunikator dalam sebuah organisasi karena merupakan dasar
melalui brosur ataupun media sosial seperti dalam membuat program kerja. IAIN Parepare
sebagai organisasi dengan budaya unik memiliki
160 Jurnal Masyarakat dan Budaya, Volume 24 No. 2 Tahun 2022, hlm. 157–169
INTERNALISASI KEARIFAN LOKAL BUGIS: MALEBBI WAREKKADANNA MAKKIADE AMPENA DALAM MEMBANGUN
KARAKTER MAHASISWA
visi yaitu Akulturasi Budaya dan Islam. Visi Proses pembelajaran menjadi salah satu
tersebut menjadi karakteristik yang memuat nilai, jalan untuk membiasakan malebbi warekkadanna
keyakinan, maupun norma. Visi-misi institusi makkiade ampena. Pembelajaran dilaksanakan
ini menjadi pedoman bagi fakultas dan program oleh dosen dengan menyelipkan nilai-nilai positif
studi dalam menentukan orientasinya. Visi-misi yang merepresentasikan santun dalam bertutur
ini mempengaruhi mahasiswa dalam bertutur dan sopan dalam berperilaku. Pelaksanaan
dan bertindak. Setidaknya harus mencerminkan pembelajaran menggunakan pendekatan
malebbi warekkadanna makkiade ampena. kontekstual yang menjadikan mahasiswa lebih
Selanjutnya adalah tata tertib. Tata tertib dekat dengan sebuah realitas sosial. Sebagaimana
berperan dalam proses internalisasi karena yang tertuang dalam Kode Etik Mahasiswa
untuk memastikan bahwa nilai dan norma yang bahwa dalam proses pembelajaran, mahasiswa
disepakati dapat berjalan dengan baik diperlukan seyogianya: a) hadir tepat waktu atau sesuai
adanya aturan jelas dan tegas yang dapat menjadi kesepakatan pada kontrak perkuliahan; b)
pedoman bagi para warga sebuah organisasi dalam berpakaian rapi, bersih, sopan, dan menggunakan
berperilaku (Frese, 2015). Pembiasaan malebbi sepatu; c) menghormati mahasiswa lain
warekkadanna makkiade ampena tidak lepas dari dengan tidak melakukan perbuatan yang dapat
peran tata tertib. Dalam konteks IAIN Parepare mengganggu perkuliahan; d) santun dalam
dikenal dengan istilah Kode Etik Mahasiswa mengeluarkan pendapat; e) jujur; dan f) menjaga
yang secara khusus memberi pedoman/penjelasan kebersihan (Tim Penyusun Kode Etik, 2018).
terkait ketentuan umum, tujuan dan fungsi, hak Hal lain dari budaya organisasi yang
dan kewajiban, etika, pelanggaran, sanksi-sanksi, dimanfaatkan pada tahap pembiasaan adalah
pembelaan dan rehabilitasi, serta aturan tambahan. hubungan antar warga kampus. Hubungan antar
Terkait dengan etika, di dalam Kode Etik warga dalam budaya organisasi tidak lepas dari
Mahasiswa dijelaskan berbagai ketentuan etika nilai dan norma yang telah disepakati. Melalui
mahasiswa terhadap institusi, etika mahasiswa Kode Etik, para warga telah memiliki pedoman
terhadap dosen, etika mahasiswa terhadap dalam berpakaian maupun berperilaku baik
sesama mahasiswa, etika mahasiswa terhadap sesama mahasiswa, maupun kepada dosen atau
tenaga kependidikan, etika mahasiswa dalam staf. Cara-cara berhubungan dengan warga
proses pembelajaran, etika mahasiswa terhadap kampus menjadi ajang untuk membiasakan
masyarakat, etika mahasiswa dalam berpakaian, malebbi warekkadanna makkiade ampena.
etika mahasiswa dalam menyampaikan pendapat Sebagaimana yang diketahui bahwa dalam tahap
di luar proses pembelajaran, dan etika mahasiswa pembiasaan harus disertai dengan pengulangan
bersosial media (Tim Penyusun Kode Etik, 2018). dan pembudayaan. Misalnya dalam hubungan
Dengan adanya kode etik ini, mahasiswa antara dosen dan mahasiswa, ketika bertemu
akan lebih tahu seperti apa ia akan bertutur dan antara keduanya saling bertukar salam. Hal
bertindak. Selain itu, kode etik yang merupakan ini merupakan bentuk kesopanan (makkiade
aturan yang disepakati bersama merupakan ampena).
manifestasi norma di tengah masyarakat yang Kebiasaan lainnya adalah mahasiswa
akan membantu menjaga kestabilan kondisi menyalami (mencium tangan) dosen ketika
masyarakat. Tanpa adanya norma, masyarakat perkuliahan telah usai sebagai bentuk penghargaan
akan berada dalam keadaan anomi karena tidak dan berterima kasih kepada dosen yang telah
adanya pegangan/pedoman dalam masyarakat memfasilitasi mahasiswa dalam belajar. Hal ini
(Durkheim, 1893). Begitupun dalam skala juga oleh beberapa orang dimaksudkan untuk
institusi/organisasi. Kode etik berperan dalam memperoleh berkah. Selain itu, mematuhi kontrak
menjaga kestabilan hubungan antar warga perkuliahan yang telah disepakati bersama pada
kampus dan menjadi piranti dalam mewujudkan awal semester juga merupakan upaya mahasiswa
visi-misi organisasi. dalam mendukung terlaksananya proses belajar
yang kondusif.
Jurnal Masyarakat dan Budaya, Volume 24 No. 2 Tahun 2022, hlm. 157–169 161
Fawziah Zahrawati, Andi Aras, Claver Nzobonimpa
Bagian terakhir adalah role model. Role maka diperlukan role model atau teladan yang
model merupakan salah satu komponen dalam menjadi contoh seperti apa realitas dari malebbi
tahap pembiasaan. Role model dapat juga diartikan warekkadanna makkiade ampena (Karnanta,
sebagai teladan (Sanderse, 2013). Banyak sosok 2013). Habitus merupakan hasil internalisasi
dalam suatu organisasi dapat menjadi role model struktur sosial yang berlangsung lama dan
bagi mahasiswa, baik itu pemimpin, dosen, menjadi sebuah kebiasaan yang melekat pada
maupun tenaga kependidikan. Keberadaan role kehidupan masyarakat (Mangihut, 2016).
model sangat penting dalam tahap pembiasaan Berkaitan dengan hal tersebut, role model
karena role model ini menjadi contoh yang real ini dapat mengambil peran dalam proses
terkait malebbi warekkadana makkiade ampena. pembelajaran . Terakhir, sebagai kontrol sosial
Mahasiswa sebagai peserta didik akan lebih untuk memastikan semua berjalan sesuai dengan
mudah memahami gambaran mengenai seperti nilai dan norma yang disepakati, maka peran tata
apa malebbi dan makkiade tersebut ketika melihat tertib (kode etik) sangat dibutuhkan. Dalam proses
realita dalam suatu figur dibandingkan melalui pembiasaan ini, tentu tidak hanya berujung pada
penggambaran lisan. putusan menerima nilai, tetapi juga akan berujung
Tahap pembiasaan dalam internalisasi pada putusan menolak nilai. Hal ini dikarenakan
erat kaitannya dengan teori social fact yang individu bukanlah sosok yang pasif menerima
dikemukakan oleh Durkheim (1982). Ia semua nilai dan norma yang ada, tetapi ia juga
mengemukakan bahwa fakta sosial merupakan memiliki kebebasan (bebas yang bertanggung
keseluruhan cara bertindak yang berlaku pada diri jawab) dalam memilah suatu nilai dan norma.
seseorang yang bersifat eksternal, memaksa, dan Dalam kaitannya dengan IAIN Parepare,
berlaku umum. Jadi fakta sosial memiliki tiga seseorang yang menolak nilai dan norma yang
karakteristik, yaitu: bersifat eksternal, bersifat telah disepakati akan memperoleh pembinaan
memaksa, dan bersifat umum. Fakta sosial bersifat oleh Penegak Kode Etik. Hal ini dilakukan
eksternal, artinya adalah fakta tersebut berada di dengan tujuan untuk memastikan bahwa proses
luar diri individu bahwa pikiran, perasaan, dan sosial yang terjadi dalam organisasi berjalan
tindakan yang diambil oleh seseorang merupakan secara teratur sebagai upaya untuk merealisasikan
sifat patut dilihat sebagai sesuatu yang berada Visi-Misi yang ditetapkan. Keputusan
di luar kesadaran individu. Selanjutnya, fakta menerima atau menolak nilai diawali dengan
sosial bersifat memaksa. Seseorang akan dipaksa, mempertimbangkan kebaikan, keburukan, dan
dibimbing, diyakinkan, didorong dengan cara manfaat nilai tersebut bagi seseorang. Seseorang
tertentu dipengaruhi oleh berbagai tipe fakta sosial akan menyeleksi nilai-nilai yang sesuai. Adapun
dalam lingkungan sosialnya. Namun, apabila putusan menerima atau menolak nilai berkaitan
seseorang tidak mengikuti fakta sosial tersebut, dengan pemahaman individu. Mahasiswa yang
maka ia akan mendapat sanksi berupa ejekan, menerima nilai menganggap bahwa nilai tersebut
pengusiran, penahanan, atau lain sebagainya. sejalan dengan pemikirannya dan telah menjadi
Dan terakhir adalah fakta sosial bersifat umum, sebuah keyakinan. Sedangkan mahasiswa yang
maksudnya fakta sosial berlaku umum bagi warga menolak nilai memiliki pemahaman yang tidak
dalam organisasi/masyarakat tersebut. sejalan dengan nilai tersebut.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Dalam pandangan teori pilihan rasional
dalam proses pembiasaan, visi-misi organisasi oleh Coleman, manusia sebagai aktor memiliki
menjadi orientasi para warga organisasi dalam orientasi yang setiap tindakannya akan diarahkan
bertindak dan berperilaku. Selanjutnya adanya pada pencapaian orientasi tersebut. Dalam
tata tertib berupa Kode Etik Mahasiswa, Dosen, artian, ketika seorang aktor dihadapkan pada
dan Staf menjadi pedoman mereka dalam sebuah pilihan, ia akan memilih pilihan yang
berinteraksi sesama warga kampus. Untuk sesuai dengan kepentingannya. Teori ini dalam
menjadikan hal tersebut sebagai sebuah habitus, pandangan Coleman sebagai paradigma tindakan
162 Jurnal Masyarakat dan Budaya, Volume 24 No. 2 Tahun 2022, hlm. 157–169
INTERNALISASI KEARIFAN LOKAL BUGIS: MALEBBI WAREKKADANNA MAKKIADE AMPENA DALAM MEMBANGUN
KARAKTER MAHASISWA
rasional yang merupakan integrasi berbagai Hal ini berkaitan dengan teori fungsional
paradigma sosiologi. Teori pilihan rasional struktural Parsons yang menyatakan bahwa
memusatkan perhatian pada aktor, di mana aktor sistem memiliki properti keteraturan dan bagian-
dipandang sebagai manusia yang mempunyai bagian yang saling tergantung, sistem cenderung
tujuan atau mempunyai maksud. Artinya, aktor bergerak ke arah mempertahankan keteraturan diri
yang mempunyai tujuan, tindakannya tertuju atau keseimbangan, sistem mungkin statis atau
pada upaya untuk mencapai tujuan tersebut. bergerak dalam proses perubahan yang teratur,
Aktor pun dipandang mempunyai pilihan atau sifat dasar bagian suatu sistem berpengaruh
nilai serta keperluan. Teori pilihan rasional tindak terhadap bentuk bagian-bagian lain, sistem
menghiraukan apa yang menjadi pilihan atau apa memelihara batas-batas dengan lingkungan,
yang menjadi sumber pilihan aktor, yang penting alokasi dan integrasi merupakan dua proses
adalah kenyataan bahwa tindakan dilakukan fundamental yang diperlukan untuk memelihara
untuk mencapai tujuan yang sesuai dengan keseimbangan system, dan sistem cenderung
tingkatan pilihan aktor (Upe, 2010). menuju ke arah pemeliharaan keseimbangan diri
Lebih lanjut, menurutnya ada dua unsur (Upe, 2010).
utama dalam teori pilihan rasional yakni aktor Tahap terakhir adalah aktualisasi nilai.
dan sumber daya. Sumber daya adalah sesuatu Aktualisasi nilai merupakan titik akhir dari
yang menarik perhatian dan yang dapat dikontrol internalisasi. Nilai yang telah terinternalisasi akan
oleh aktor. Coleman menjelaskan interaksi antara teraktualisasi dalam perilaku dan perkataannya.
aktor dan sumber daya secara rinci menuju ke Sebagaimana Widyaningsih, Zamroni, &
tingkat sistem sosial, di mana basis minimal untuk Zuchdi (2014) menyatakan bahwa konsep
sistem sosial tindakan adalah dua orang aktor, aktualisasi nilai memiliki tiga indikator, yaitu:
masing-masing mengendalikan sumber daya yang 1) aktualisasi adalah kelajutan dari internalisasi;
menarik perhatian pihak yang lain. Perhatian satu 2) implementasi nilai-nilai karakter; dan 3)
orang terhadap sumber daya yang dikendalikan tidak terlepas dari kepribadian seseorang yang
orang lain itulah yang menyebabkan keduanya mengaktualisasikannya.
terlibat dalam tindakan saling membutuhkan Tahap aktualisasi kearifan lokal Bugis
(Upe, 2010). malebbi warekkadanna makkiade ampena dapat
Terkait dengan perilaku kolektif merupakan dilihat ketika seseorang sudah berperilaku sopan
upaya beberapa aktor untuk memaksimalkan dan bertutur santun kepada orang lain. Rustan
kepentingan mereka. Masing-masing individual (2018) menyatakan bahwa karakter santun pada
dalam memaksimalkan upaya tersebut, masyarakat Bugis merupakan representasi dari
menyebabkan terjadinya keseimbangan kontrol upaya untuk saling menghargai. Sedangkan
di antara beberapa aktor sehingga menyebabkan karakter sopan merupakan representasi nilai-nilai
pula keseimbangan dalam masyarakat. Dalam ade’ yang diturunkan oleh para leluhur.
artian bahwa baik aktor kolektif maupun aktor Dalam konteks komunikasi lisan, penerapan
individual mempunyai tujuan. Demikian pula malebbi warekkadanna dapat dilihat dari
halnya dengan norma. Menurutnya, norma penggunaan kata sapaan terhadap orang lain.
diprakarsai dan dipertahankan oleh beberapa Misalnya kata sapaan “Puang”, “Andi”, atau
orang yang melihat keuntungan yang dihasilkan “Daeng”. Sapaan tersebut diberikan untuk
dan kerugian yang berasal dari pelanggaran norma seseorang sebagai tanda kehormatan (Rustan,
tertentu. Di sini norma merupakan fenomena 2018). Sedangkan penerapan makkiade ampena
tingkat makro yang lahir berdasarkan tindakan dapat dilihat dari perilaku seseorang dalam
bertujuan di tingkat mikro (Upe, 2010). memuliakan orang lain. Misalnya ketika hendak
melewati atau berjalan di hadapan orang lain,
hendaknya attabe’ (permisi) (Jamaluddin, 2016).
Jurnal Masyarakat dan Budaya, Volume 24 No. 2 Tahun 2022, hlm. 157–169 163
Fawziah Zahrawati, Andi Aras, Claver Nzobonimpa
164 Jurnal Masyarakat dan Budaya, Volume 24 No. 2 Tahun 2022, hlm. 157–169
INTERNALISASI KEARIFAN LOKAL BUGIS: MALEBBI WAREKKADANNA MAKKIADE AMPENA DALAM MEMBANGUN
KARAKTER MAHASISWA
Jurnal Masyarakat dan Budaya, Volume 24 No. 2 Tahun 2022, hlm. 157–169 165
Fawziah Zahrawati, Andi Aras, Claver Nzobonimpa
166 Jurnal Masyarakat dan Budaya, Volume 24 No. 2 Tahun 2022, hlm. 157–169
INTERNALISASI KEARIFAN LOKAL BUGIS: MALEBBI WAREKKADANNA MAKKIADE AMPENA DALAM MEMBANGUN
KARAKTER MAHASISWA
Jurnal Masyarakat dan Budaya, Volume 24 No. 2 Tahun 2022, hlm. 157–169 167
Fawziah Zahrawati, Andi Aras, Claver Nzobonimpa
Fajarini, U. (2014). Peranan kearifan lokal dalam pen- Muhtar, T., & Dallyono, R. (2020). Character edu-
didikan karakter. SOSIO DIDAKTIKA: Social cation from the perspectives of elementary
Science Education Journal, 1(2). https://doi. school physical education teachers. Cakrawala
org/10.15408/sd.v1i2.1225 Pendidikan, 39(2), 395–408. https://doi.
Feszterova, M., & Jomova, K. (2015). Character of org/10.21831/cp.v39i2.30647
innovations in environmental education. Proce- Mukarom, Z. (2020). Teori-teori komunikasi. Jurusan
dia - Social and Behavioral Sciences, 197(Feb- Manajemen Dakwah Fakultas Dakwah dan
ruary), 1697–1702. https://doi.org/10.1016/j. Komunikasi UIN Sunan Gunung Djati.
sbspro.2015.07.222 Rasyid, R. E. (2017). Pendidikan karakter melalui
Frese, M. (2015). Cultural practices, norms, and kearifan lokal. Seminar Nasional Kedua Pen-
values. Journal of Cross-Cultural Psy- didikan Berkemajuan Dan Menggembirakan,
chology, 46(10), 1327–1330. https://doi. 279–286.
org/10.1177/0022022115600267 Rokhman, F., Syaifudin, A., & Yuliati. (2014). Char-
Fusnika, & Tyas, D. K. (2019). Nilai budaya lokal acter education for golden generation 2045:
Kee’rja Banyau sebagai pembentukan karakter National character building for Indonesian
kebangsaan. Jurnal Civics: Media Kajian golden years. Procedia - Social and Behav-
Kewarganegaraan, 16(1), 51–58. ioral Sciences, 141, 1161–1165. https://doi.
Hagger, M. S. (2019). Habit and physical activity: org/10.1016/j.sbspro.2014.05.197
Theoretical advances, practical implications, Rustan, A. S. (2018). Pola komunikasi orang Bugis:
and agenda for future research. Psychology of Kompromi antara Islam dan budaya. Pustaka
Sport and Exercise, 42, 118–129. https://doi. Pelajar.
org/10.1016/j.psychsport.2018.12.007 Salim, A., Salik, Y., & Wekke, I. S. (2018). Pendidikan
Hurlock, E. B. (1993). Perkembangan anak. Erlangga. karakter dalam masyarakat Bugis. Ijtimaiyya:
Ismail, W. H. W. (2012). Cultural determinants in Jurnal Pengembangan Masyarakat Islam,
the design of Bugis houses. Procedia - Social 11(1), 41–62. https://doi.org/10.24042/ijpmi.
and Behavioral Sciences, 50(July), 771–780. v11i1.3415
https://doi.org/10.1016/j.sbspro.2012.08.079 Sanderse, W. (2013). The meaning of role modelling.
Jamaluddin, M. A. (2016). Tradisi Mappatabe’ dalam Journal of Moral Education, 42(1), 28–42.
masyarakat Bugis di Kecamatan Pulau Sembi- Sari, N. (2013). The importance of teaching moral
lan Kabupaten Sinjai. UIN Alauddin Makassar. values to the students. Journal of English and
Karnanta, K. Y. (2013). Paradigma teori arena produksi Education, 1(1), 154–162. http://citeseerx.ist.
kultural sastra: kajian terhadap pemikiran psu.edu/viewdoc/download?doi=10.1.1.1020.
Pierre Bourdieu. Jurnal Poetika, 1(1), 3–15. 9006&rep=rep1&type=pdf
Kesuma, G. C. (2016). Pendidikan karakter berbasis Satrianegara, M. F., Juhannis, H., Lagu, A. M. H.
kearifan lokal adat Sunda ngalaksa tarawangsa R., Habibi, Sukfitrianty, & Alam, S. (2021).
di Rancakalong Jawa Barat. Al-Tadzkiyyah: Cultural traditional and special rituals related
Jurnal Pendidikan Islam, 7(Mei), 35–44. to the health in Bugis Ethnics Indonesia.
Gaceta Sanitaria, 35, S56–S58. https://doi.
Kuning, D. S. (2018). Character education for Indone-
org/10.1016/j.gaceta.2020.12.016
sia in globalization era. Edukasi Lingua Sastra,
16(1), 118–126. https://doi.org/10.47637/elsa. Schaefer, C. (1980). Cara efektif mendidik dan mendi-
v16i1.83 siplin anak. Mitra Utama.
Mangihut, S. (2016). Teori gado-gado Pierre-Felix Silanoi, L. (2012). The development of teaching
Bourdieu. Jurnal Studi Kultural, I(2), pattern for promoting the building up of char-
79–82. https://media.neliti.com/media/ acter education based on sufficiency economy
publications/223848-teori-gado-gado-pierre- philosophy in Thailand. Procedia - Social and
felix-bourdieu.pdf Behavioral Sciences, 69(Iceepsy), 1812–1816.
https://doi.org/10.1016/j.sbspro.2012.12.131
Mas’ud, M., Fikri, F., Neti S, N. S., Jamilah, S.,
& Muzakkir, M. (2020). The integration of Singh, B. (2019). Character education in the 21st
Bugis cultural wisdom: malebbi warekadanna century. Journal of Social Studies (JSS), 15(1),
makkiade ampena in constructing a religious 1–12. https://doi.org/10.21831/jss.v15i1.25226
spirit of students at IAIN Parepare. Al-Ulum, Sudarmiani, S. (2013). Membangun karakter anak
20(2), 350–368. https://doi.org/10.30603/ dengan budaya kearifan lokal dalam proses
au.v20i2.1777 pembelajaran di sekolah. EQUILIBRIUM :
Jurnal Ilmiah Ekonomi Dan Pembelajaran-
nya, 1(1), 54–72. https://doi.org/10.25273/
equilibrium.v1i1.556
168 Jurnal Masyarakat dan Budaya, Volume 24 No. 2 Tahun 2022, hlm. 157–169
INTERNALISASI KEARIFAN LOKAL BUGIS: MALEBBI WAREKKADANNA MAKKIADE AMPENA DALAM MEMBANGUN
KARAKTER MAHASISWA
Sugiyo, R., & Purwastuti, L. A. (2017). Local wisdom- Tim Penyusun Kode Etik. (2018). Kode etik maha-
based character education nodel in Elementary siswa IAIN Parepare. IAIN Parepare.
School in Bantul Yogyakarta Indonesia. Sino- Upe, A. (2010). Tradisi aliran dalam sosiologi dari
US English Teaching, 14(5), 299–308. https:// filosofi positivistik ke post positivistik. PT.
doi.org/10.17265/1539-8072/2017.05.003 RajaGrafindo Persada.
Sukendar, A., Usman, H., & Jabar, C. S. A. (2019). Widyaningsih, T. S., Zamroni, Z., & Zuchdi, D.
Teaching-loving-caring (asah-asih-asuh) and (2014). Internalisasi dan aktualisasi nilai-nilai
semi-military education on character educa- karakter pada siswa SMP dalam perspektif
tion management. Cakrawala Pendidikan, fenomenologis. Jurnal Pembangunan Pendi-
38(2), 292–304. https://doi.org/10.21831/ dikan: Fondasi Dan Aplikasi, 2(2), 181–195.
cp.v38i2.24452 https://doi.org/10.21831/jppfa.v2i2.2658
Thresia, F. (2015). Integrating local culture to promote Wigunadika, I. W. S. (2018). Pendidikan karakter
character education in teaching writing. Prem- berbasis kearifan lokal masyarakat Bali. Jurnal
ise Journal, 4(1). Society, 2(Purwadita), 10.
Jurnal Masyarakat dan Budaya, Volume 24 No. 2 Tahun 2022, hlm. 157–169 169