You are on page 1of 12

JSW: Jurnal Sosiologi Walisongo – Vol 2, No 1 (2018), 71-82

ISSN 2503-3166 (print); ISSN 2503-3182 (online)


DOI: 10.21580/jsw.2018.2.1.3121

Kemiskinan dalam Perspektif Sosiologi

Sulistya Wardaya,1 Anni Suprapti2


1Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Bengkulu

2Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Bengkulu

(e-mail: 1wardoyo@yahoo.com; 2annisuprapti@yahoo.com)

Abstract

This paper describes the social and cultural situation of Pematang Gubernur Village, Muara Bangka
Hulu Sub-district, Bengkulu City. Formerly, this area belongs to Suku Lembak who lived in Tanjung
Agung and Tanjung Jaya village. The population of Pematang Gubernur has increased along with the
establishment of Bengkulu University housing and the relocation of government office of Bengkulu
City to Muara Bangka Hulu Sub-district. Based on the sociological analysis, Suku Lembak becomes a
minority group in their own territory and as a minority, they are no longer able to carry out their
customs and traditions, in contrast, the migrants that have become majority group, in fact, can apply
their traditions and rituals from their origin. This research found that the social structure of
Pematang Gubernur Village is seeking its ideal format. The community of the village is diverse and live
in different groups based on housing complex and kampong. This makes the community divided and
trapped in the situation in which the interaction between groups is limited. This also makes the
community of Padang Gubernur has a narrow perspective in understanding poverty by seeing it as
merely a problem of success and failure in pursuing the career and business of their neighbors. They
also have narrow self-orientation and non-competitive capacities.

Artikel ini secara sosiologis mendeskripsikan kondisi sosial budaya Kelurahan Pematang
Gubernur, Kecamatan Muara Bangka Hulu, Kota Bengkulu. Karakter daerah ini menarik diteliti
karena dulunya merupakan kebun milik Suku Lembak yang tinggal di desa Tanjung Agung dan
Tanjung Jaya, Kota Bengkulu. Jumlah warganya kian meningkat seiring berdirinya perumahan
Universitas Bengkulu, dan perpindahan pusat perkantoran Kota Bengkulu ke kecamatan Muara
Bangka Hulu. Berdasarkan analisis sosiologis, masyarakat Suku Lembak menjadi minoritas di
wilayahnya sendiri, hukum adat tidak berlaku. Warga pendatang menjalankan ritual adat daerah
asalnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa struktur sosial masyarakat Kelurahan Pematang
Gubernur masih mencari bentuk yang ideal, Masyarakatnya sangat heterogen dan menetap secara
berkelompok dalam bentuk perumahan dan perkampungan. Masyarakat menjadi terbelah,
terkotak-kotak, dan terperangkap dalam wilayah interaksi yang terbatas. Situasi ini membuat
mereka berpikir sempit dalam memaknai arti kemiskinan. Mereka mengukur kemiskinan
berdasarkan keberhasilan dan kegagalan dalam karir dan usaha tetangganya. Mereka memiliki
orientasi diri sempit, sehingga kurang kompetitif dari kemampuan yang dimilikinya.

Keywords: Kelurahan Pematang Gubernur; ukuran kemiskinan

Copyright © 2018 JSW: Jurnal Sosiologi Walisongo │ 71


Sulistya Wardaya, Anni Suprapti

Pendahuluan Badan Pusat Statistik (BPS) memberikan


Kajian sosiologis terhadap kemiskinan ukuran kemiskinan berdasarkan pengeluaran
berhubungan dengan tingginya tingkat per- kebutuhan minimum dan makanan yang
tumbuhan penduduk dan rendahnya ke- disetarakan dengan 2100 kilo kalori perkapita
tersediaan lapangan pekerjaan. Masyarakat perhari. Takaran ini bisa bisa disetarakan juga
desa yang berada dalam usia produktif, lebih dengan paket komoditi kebutuhan dasar dari
memilih mengadu nasib dengan pergi ke kota- 52 jenis komoditi (padi-padian, umbi-umbian,
kota untuk mendapatkan pekerjaan daripada ikan, daging, telur dan susu, sayuran, kacang-
menjalani rutinitas monoton di kampung kacangan, buah-buahan, minyak dan lemak,
halamannya. Para pendatang ini tentu bukan dan lain-lain). Maka dari itu, jika penduduk
dengan begitu saja terbebas dari masalah. yang memiliki rata-rata pengeluaran perkapita
Mereka menghadapi masalah baru di tempat perbulan di bawah garis kemiskinan, di-
tujuan yakni persoalan pemukiman, pe- kategorikan sebagai penduduk miskin (Cahyat
rumahan, kediaman yang layak dan pantas. 2004).
Pada titik ini tanah dan perumahan di Berdasarkan data BPS, dinas instansi pe-
lingkungan yang baru memiliki arti penting
merintah melaksanakan berbagai program,
bagi para pendatang. Urbanisasi sebagai salah
antara lain Inpres Kesehatan, Inpres Per-
satu akibat dari ledakan penduduk, akhirnya
hubungan, Inpres Pasar, Bangdes, Inpres Desa
berdampak terhadap mobilisasi masyarakat
Tertinggal. Program-program pemberdayaan
dari desa ke kota. Persaingan dalam men-
lainnya dapat dilihat dalam bentuk Pro-
dapatkan pekerjaan juga kian meningkat dan
gram Pembinaan dan Peningkatan Pendapatan
menimbulkan gesekan-gesekan baru antar
Petani dan Nelayan Kecil (P4K), Program
sesama warga pendatang dan pendududuk
Tabungan dan Kredit Usaha Kesejahteraan
asli (Adams 1993).
Rakyat (Takesra-Kukesra), Program Pengem-
Pemerintah Indonesia melalui amanat
bangan Kecamatan (PPK), Program Pe-
Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia
nanggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP),
tahun 1945 memiliki komitmen mensejahtera-
Program Pembangunan Prasarana Pendukung
kan rakyatnya. Seluruh rakyat Indonesia, tanpa
Desa Tertinggal (P3DT), dan lain sebagainya.
terkecuali, berhak untuk mendapatkan
Akan tetapi sebagian besar hasilnya belum bisa
kehidupan yang layak. Pasal 34 ayat (1)
memuaskan. Berdasarkan data Badan Pusat
Undang-Undang Dasar 1945 menyebutkan
Statistik (BPS) tanggal 18 Juli 2016 jumlah
bahwa “Fakir miskin dan anak-anak terlantar
penduduk miskin dengan pengeluaran per
dipelihara oleh negara”. Maka pemerintah
selaku pengemban mandat negara berupaya kapita perbulan di bawah garis kemiskinan
untuk merealisasikan kebijakan pengentasan mencapai 28,01 juta jiwa atau sebesar 10,86
kemiskinan yang dilaksanakan secara persen dari total jumlah penduduk Indonesia.
serentak. Ternyata di kalangan para ilmuwan ukuran

72 │ JSW: Jurnal Sosiologi Walisongo – Volume 2, Nomor 1, 2018


Kemiskinan dalam Perspektif Sosiologi

kemiskinan masih diragukan kebenarannya, pemahaman tentang permasalahan yang


mengingat keragaman kultur bangsa Indonesia dikaji, berikut disampaikan konseptualisasi
memiliki ragam nilai yang berbeda-beda dan operasional penelitian pada Tabel 1.
(Kleden dan Humaedi 2010). Beberapa tulisan hasil penelitian lain telah
Tulisan ini menggunakan pendekatan des- menjadikan kemiskinan sebagai tema besar
kriptif dengan tujuan untuk mengungkap yang menjadi fokusnya. Seperti sebuah buku
gejala sosial yang lebih rinci, terstruktur, lawas kumpulan tulisan dengan judul,
sistematis dan terkontrol. Pada pelaksana- Perangkap Kemiskinan, (Suyanto, ed. 1995).
annya penulis dapat mengungkap secara Kemudian kumpulan tulisan dengan judul,
ilmiah kondisi obyek yang ditulis, sedangkan Kemiskian di Perkotaan,(Suparlan, ed. 1993).
posisi peneliti sebagai instrumen kunci. Teknik Selain itu artikel dari sejumlah jurnal juga telah
pengumpulan data dilakukan secara triangu- menampilkan tema kemiskinan seperti tulisan
lasi (gabungan), dan analisa data bersifat Rusli Cahyadi (2011), tentang “Kaum Miskin
induktif/kualitatif (Bungin 2007). Hasil pe- Kota, Sampah, dan Rumah: Studi tentang Akses
nelitian lebih menekankan makna dari pada Migran Miskin terhadap Sumber Daya
generalisasi, dan diharapkan dapat meng- Lingkungan dan Perumahan di Tangerang”,
ungkapkan fenomena sosial yang belum yang dipublikasikan dalam jurnal Masyarakat.
diketahui atau tidak bisa dibaca dan dikenali Kemudian Mochamad Syawie (2011) menulis
melalui sederet angka atau statistik (Moleong tentang “Kemiskinan dan Kesenjangan Sosial”,
2002). Maka untuk lebih menyempurnakan dalam Jurnal Informasi.

Tabel 1.
Konseptualisasi dan Operasional Penelitian

Aspek
Subyek yang diteliti Konseptualisasi Operasional
Penelitian
Ukuran - Penduduk asli Suku Lembak - Struktur sosial - Penguasaan lahan
Kemiskinan - Pendatang lokal dari berbagai - Sistem sosial - Pemilikan rumah
kabupaten yanga ada di - Nilai sosial - Penguasaan barang industri
Bengkulu - Pekerjaan/pendapatan
- Pendatang dari luar Propinsi - Pangkat jabatan
Bengkulu - Prestise/kebanggaan
Perspektif - Cara pandang berdasarkan - Pola interaksi - Ruang bergaul/ bersosialisai
sosiologi keilmuan sosiologi - Mobilitas sosial - Intensitas perjalanan di luar
- Orientasi sosial kota
- Makna sosial - Pembanding keberhasilan
hidup
- Ukuran keberhasilan bagi
masyarakat

JSW: Jurnal Sosiologi Walisongo – Volume 2, Nomor 1, 2018 │ 73


Sulistya Wardaya, Anni Suprapti

Sosiologi sebagai ilmu yang berdiri sendiri ini dipakai untuk menemukan makna ke-
menawarkan suatu cara pandang dalam me- miskiann dalam perspektif sosiologis menurut
lihat realita sosial. Cara kerja sosiologi sebagai warga masyarakat Pematang Gubernur.
ilmu murni selalu berdasarkan pengamatan di
lapangan (empiris), dan secara teoritis selalu Dinamika Sosial
berusaha menyusun abstraksi dari hasil Terbukanya wilayah baru ternyata me-
observasi, teori-teori yang ada dikembangkan miliki cerita tersendiri dimana kehadiran para
(kumulatif). Sosiologi tidak mempersoalkan pendatang selalu mengajak saudara atau
baik dan buruk, tetapi menjelaskan fakta kawan, dan hasil survey menunjukkan bahwa
secara analistis sebagai bentuk pengembangan banyak responden yang menyatakan awal
ilmu murni (non etnis). Sesuai dengan kehadirannya karena diajak membeli kebun,
pendapat Robert Friedrikchs (dalam Ritzer tanah kaplingan dan perumahan. Secara
2009) bahwa pokok persoalan setiap disiplin sosiologis kelompok yang ada sekarang se-
ilmu memiliki ketetapan yang dapat dijamin sungguhnya adalah komunitas yang sudah
kebenarannya sehingga hasilnya dapat mapan karena terbukti sudah mampu
diterima secara umum. Selain itu, Durkheim membeli tanah atau rumah.
(dalam Ritzer 2009) secara tegas mem-
Masyarakat Pematang Gubernur secara
bedakan objek kajian sosiologi dengan objek
umum sangat dinamis, selalu ada perubahan
kajiana disilin ilmu lainnya. Ia mengatakan
bahwa fakta sosial sebagai pokok persoalan dan pertumbuhan, para pendatang rata rata
yang harus dipelajari oleh disiplin sosiologi. adalah keluarga muda yang mulai berkarir dan
berusaha untuk menyongsong masa depan.
Tetapi sejumlah tulisan di awal tidak men-
Kalau dirunut dari awal sampai sekarang
jadikan warga masyarakat Pematang
tentunya bisa ditemukan orang orang yang
Gubernur sebagai subjek penelitian. Maka dari
bisa dinyatakan berhasil dalam karir dan
ini tulisan ini tentunya menjadi berbeda
dengan tulisan sebelumnya yang mengulas ekonomi.
tema kemiskinan. Tulisan ini menjadikan Jika menggunakan teori dinamika sosial,
warga masyarakat Pematang Gubernur Kota untuk mengkaji masyarakat menjadi sangat
Bengkulu yang heterogen dan dinamis sebagai luas karena menyangkut perubahan sosial
lokusnya. Sehingga tulisan ini tentu menjadi yang terjadi. Seperti yang dijelaskan Selo
berbeda dengan tulisan terdahulu. Tulisan ini Soemardjan dalam (Soekanto 2013) bahwa
lebih fokus pada bagaimana memahami perubahan yang terjadipada masyarakat dapat
ukuran kemiskinan pada warga masyarakat berupa perubahan-perubahan nilai-nilai sosial,
pematang gubernur dari perspektif sosiologis. norma-norma yang berlaku di masyarakat,
Sejumlah konsep kunci dalam studi sosiologi pola-pola perilaku individu dan organisasi,
menjadi kerangka dalam menjelaskannya susunan lembaga kemasyarakatan, lapisan-
seperti struktur sosial, nilai sosial, interaksi lapisan maupun kelas-kelas dalam masyara-
kat, kekuasaan, dan wewenang.
dan mobilitas sosial. Konsep-konsep sosiologis

74 │ JSW: Jurnal Sosiologi Walisongo – Volume 2, Nomor 1, 2018


Kemiskinan dalam Perspektif Sosiologi

Fakta lapangan menunjukkan kondisi biasa. Sekarang banyak warga Pematang


masyarakat masih dalam proses adaptasi dari Gubernur yang bergelar profesor, doktor,
perbedaan suku budaya dan agama sehingga master dan sarjana, sehingga data tahun 2017
bentuk pelapisan sosial masih sangat dinamis. Kelurahan Pematang Gubernur dapat dinyata-
Masyarakat masih tumbuh kembang belum kan memiliki tingkat pendidikan yang paling
mapan, pangkat dan jabatan selalu silih tinggi dibandingkan dengan Kelurahan lain di
berganti, kekayaan selalu bergerak seiring Kota Bengkulu.
dengan perkembangan industri. Banyaknya anggota masyarakat yang me-
miliki latar belakang pendidikan tinggi
Struktur Sosial
memberi implikasi positif bagi warga secara
Struktur sosial merupakan suatu gagasan keseluruhan. Pada pertemua-pertemuan rutin
tentang kesatuan kehidupan bersama dalam warga, aspirasi warga dapat tersampaikan
suatu masyarakat. Gagasan ini adalah abstraksi secara terbuka dan egaliter. Tradisi ini tentu
dari praktik-praktik sosial yang berlangsung sangat baik untuk kemajuan bersama dan
antar individu dan kelompok dalam sebagai bentuk proses penanaman nilai-nilai
masyarakat. Struktur sosial pada satu sisi demokratis kepada warga. Banyaknya anggota
memengaruhi praktik bertindak individu, dan masyarakat yang berpendidikan tinggi akhir-
di sisi lain ia adalah sekaligus media yang nya membuka ruang bagi sistem demokrasi
dihasilkan dari praktik tindakan itu sendiri. bisa berjalan dengan baik, terutama memberi
Pada titik ini struktur sosial menjadi dasar dari hak bicara dalam menentukan keputusan
pola-pola kehidupan sosial dalam masyarakat, bersama. Para tokoh adat dan unsur pe-
tetapi ia juga terus mengalami perubahan, merintahan sering mendapat masukan-
berdinamika menyesuaikan dengan praktik- masukan positif dalam memimipin pertemu-
praktik sosial oleh individu (Abercrombie, Hill, an, karena banyak warga yang memahami
dan Turner 2010: 525). persoalan-peersoalan hukum dan peraturan
Kehadiran para pendatang di Kelurahan pemerintah.
Pematang Gubernur dapat terdeteksi mulai Secara historis masyarakat Pematang
tahun 1993 dimana rata-rata mereka adalah Gubernur masih relatif baru terbentuk dan
pasangan muda yang mulai meniti karir dalam dapat dinyatakan belum melampaui generasi
kerja dan usaha. Dalam rentang waktu yang pertama, tetapi baru meginjak kegenerasi yang
panjang sampai pada tahun 2017 secara nyata kedua, maka belum tampak jelas produk
terjadi peningkatan status sosial dan ekonomi budaya baru dari hasil asimilasi atau akul-
yang dapat dilihat langsung terutama ber- turasi, tetapi yang tampak masih budaya
ubahnya bentuk rumah dan kepemilikan bawaan daerah asal. Sedangkan untuk struk-
kendaraan yang digunakan. Demikian juga di tur ekonomi bisa terlihat dengan jelas, sesuai
sektor pendidikan terjadi loncatan yang luar dengan perjalanan masa kerja karir dan usaha

JSW: Jurnal Sosiologi Walisongo – Volume 2, Nomor 1, 2018 │ 75


Sulistya Wardaya, Anni Suprapti

yang dicapai setiap keluarga, hasilnya ada Seluruh masyarakat kelurahan Pematang
perubahan bangunan rumah, memiliki ken- Gubernur secara administrasi terikat penuh
daraan pribadi dan menguasai produk industri sebagai warga negara yang patuh terhadap
yang bisa dijadikan simbol status dalam pemerintah daerah yang ditata secara lang-
lingkungnnya. sung oleh Lurah, RW dan RT. Akan tetapi
dalam kesehariannya warga kelurahan
Lembaga Sosial Pematang Gubernur dikendalikan oleh tata
Istilah lembaga (institution) banyak diguna- aturan berdasarkan kebiasaan dan kesepakat
kan untuk menggambarkan praktik-praktik yang dikemas dalam hukum adat dan agama.
sosial yang berulang secara teratur dan terus- Bukti lapangan menunjukkan bahwa interaksi
menerus, didukung dan dipelihara oleh yang berlangsung antar warga dapat
norma-norma sosial, dan memiliki signifikansi dikatakan sangat individual sesuai dengan
yang besar dalam struktur sosial (Aber- bidangnya, tetapi untuk kebersamaan sangat
crombie et al. 2010: 280). Sejalan dengan diwarnai dengan toleransi dan tenggang rasa
berkumpulnya individu dalam kelompok yang yang sangat kuat.
membentuk masyarakat tentunya meng- Hasil penelitian menunjukkan bahwa lem-
inginkan kenyamanan, keamanan, dan keber- baga sosial yang ada dalam masyarakat
samaan yang diikat dalam bentuk kesepakat Pematang Gubernur masih dalam proses
bersama dalam wadah lembaga sosial. Itu penyesuaian untuk mencari bentuk. Fakta
semua untuk mengatur tata cara dalam lapangan membuktikan bahwa setiap ada
melakukan hubungan antar manusia guna masalah antar warga selalu diselesaikan
mencapai tujuan bersama yang teratur dan dengan cara kesepakatan bersama.
seimbang.
Lembaga adat secara resmi sudah dibentuk
Para sosiolog telah mengidentifikasikan berdasarkan peraturan pemerintah, tetapi
setidaknya ada lima kompleks lembaga, yang dalam masyarakat belum memiliki ketetapan
meliputi (Abercrombie et al. 2010: 280): 1) mengikat karena setiap warga masih menge-
Lembaga ekonomi berfungsi untuk mem- depankan budaya asal, sedangkan yang
produksi dan mendistribusikan barang dan berkait dengan masalah lembaga agama bisa
jasa. 2) Lembaga politik mengatur penggunaan dinyatakan sudah mapan dan berjalan dengan
dan akses terhadap kekuasaan. 3) Lembaga baik, karena segala macam aturan sudah ada
stratifikasi menentukan distribusi posisi dan dan baku, sehingga bagi yang beda agama
sumber daya. 4) Lembaga kekerabatan ber- cukup menyesuaikan diri.
urusan dengan pernikahan, keluarga, dan
sosialisasi kaum muda. 5) Lembaga kebudaya- Perspektif Sosial
an menaruh perhatian pada aktifitas keagama- Memahami masalah perspektif sosial tentu-
an, keilmuan, dan kesenian. nya menjadi sangat mudah kalau pem-

76 │ JSW: Jurnal Sosiologi Walisongo – Volume 2, Nomor 1, 2018


Kemiskinan dalam Perspektif Sosiologi

bangunan fasilitas sosial dan fasilitas umum geliat perekonomian di Pematang Gubernur.
berkembang dengan cepat sehingga menjadi Salah satunya adalah harga kampling tanah
daya tarik tersendiri. Semua persyaratan yang melambung tinggi.
ditetapkan untuk menjadi daerah maju sudah
tercukupi di Kelurahan Pematang Gubernur.
Norma dan Nilai

Kondisi yang nyata ada, segala kebutuhan Norma (norm) adalah harapan bersama
rumah tangga bisa dapat terpenuhi tanpa tentang perilaku yang pantas yang berfungsi
harus keluar dari wilayah kelurahan, demikian sebagai pedoman umum tiap-tiap individu
juga untuk pendidikan anak dari PAUD, SD berinteraksi sosial dalam masyarakat (Aber-
SMP, SMA dan Perguruan Tinggi semua bisa crombie et al. 2010: 384). Kepatuhan terhadap
dijangkau dengan mudah dan cepat. norma-norma bersama, akan menampilkan
perilaku manusia (individu) yang teratur.
Posisi Kelurahan Pematang Gubernur
Sedangkan nilai (value) adalah nilai umum
sangat menguntungkan kalau dilihat dari jalur
yang bersifat stabil yang dianggap sah dan
transportasi, menuju ke pusat kota yang
mengikat kehidupan bersama dan dijadikan
berjarak hanya 9 km, dan ke pusat Ibu kota
standar bertindak (Abercrombie et al. 2010:
Propinsi 12 km. Sedangkan untuk menuju ke
260). Norma dan nilai sedikit banyak memiliki
seluruh kabupaten yang ada di Propinsi
Bengkulu relatif lancar tidak ada hambatan. pengertian yang mirip dalam pemahaman
Situasi yang lebih menguntungkan lagi adalah sosiologis. Norma-norma sosial mengandung
wilayah kelurahan dilewati jalur penghubung nilai-nilai ideal yang dimiliki masyarakat
lintas barat Pulau Sumatera, dari Aceh sampai dalam kehidupan bersama. Nila-nilai ideal
Lampung. yang telah disepakati bersama ini, kemudian
bersifat mengikat tiap-tiap individu dalam ber-
Kondisi geografisnya sangat tepat untuk
tidak, sehingga menjadi norma umum dalam
dijadikan sebaga lokasi pusat hunian, meng-
kehidupan bersama.
ingat kontur tanah berbukit-bukit, otomatis
seluruh limbah bisa langsung turun mengalir Kaidah norma yang ada di masyarakat
dengan cepat menuju ke laut, maka dapat merupakan perwujudan nilai-nilai yang dianut
dijamin tidak akan ada banjir. Dengan kondisi oleh masyarakat, dijadikan patokan dalam
wilayah yang relatif bagus untuk pusat bentuk tata cara, kebiasaan dan prilaku dalam
pengembangan, maka sejak tahun 2015 berinteraksi sosial, keberadaannya bersifat
seluruh layanan perkantoran Kota Bengkulu mengikat bagi induvidu dan kelompok untuk
berangsur-angsur dipindahkan ke desa dilaksanakan. Menurut Robert M.Z. Lawang
Bentiring yang berlokasi bersebelahan dengan Lawang (1985), nilai adalah gambaran me-
wilayah kelurahan Pematang Gubernur. ngenai apa yang diinginkan, sehingga pantas,
Perpindahan komplek perkantoran Kota dihargai dan dapat mepengaruhi perilaku
Bengkulu berdampak terhadap meningkatnya sosial orang lain. Norma dan nilai dalam

JSW: Jurnal Sosiologi Walisongo – Volume 2, Nomor 1, 2018 │ 77


Sulistya Wardaya, Anni Suprapti

masyarakat dibentuk mulai keluarga, lingkung- Pemahaman tentang Kemiskinan


an budaya agama dan pendidikan. Masyarakat Para sosiolog membedakan kemiskinan
Pematang Gubernur memiliki keragaman suku, (poverty) menjadi dua: 1) Kemiskianan absolut
agama, budaya, pendidikan, dan tingkat kelas adalah kemiskinan yang terjadi ketika orang
ekonomi, sehingga satu satunya ikatan sosial tidak bisa mendapatkan kebutuhan untuk
yang dipakai adalah norma yang dibentuk mendukung tingkat kesehatan fisik dan
berdasarkan kesepakatan bersama. efisiensi minimum, yang sering diekspresikan
Pembentukan norma dan nilai dilakukan dalam istilah tingkat ketercukupan kalori atau
melalui proses interaksi antar warga seperti nutrisi. 2) Kemiskinan relatif adalah kemiskin-
interaksi antara anak-anak muda yang lebih an yang ditentukan oleh standar hidup umum
intensif dalam bergaul. Situasi ini menjadikan dalam berbagai masyarakat dan apa yang
norma dan nilai yang diidealkan masyarakat secara kultural didefinisikan sebagai miskin
tanpa disadari terinternalisasikan masuk daripada tingkat kemiskinan yang absolut.
dalam diri individu dan akhirnya masuk ke Ketika kemiskinan didefinisikan secara relatif,
dalam keluarga. Kebiasaan sehari-hari warga menurut standar kehidupan yang dinikmati
dijadikan patokan, perilaku yang baik bisa
sebagian besar populasi, tingkat kemiskinan
dijadikan contoh, budaya dijadikan panutan,
akan berbeda di antara berbagai masyarakat
dan ketentuan agama dijadikan pedoman
dan di dalam masyarakat dari waktu ke waktu
sehingga tingkat gesekan yang berbau konflik
(Abercrombie et al. 2010: 433).
dalam masyarakat sedikti demi sedikit me-
nurun. Semuanya bisa terjadi karena masyara- Keberadaan masyarakat Pematang Guber-
kat selalu ikut menjaga, memelihara dan nur secara umumnya adalah para pendatang
mempertahan keberadaan nilai dan norma yang membeli rumah atau tanah, maka secara
yang telah disepakati. psikologis mereka sudah satu langkah ke
depan dalam meniti kehidupannya, tinggal
Pada kenyataannya, jika muncul persoalan
atau masalah di tengah masyarakat, maka berjuang atau usaha untuk mendapatkan
masyarakat cenderung menginginkan rezeki yang lebih banyak dibanding yang
personalan diselesaikan secara kekeluargaan lainnya.
di tingkat desa. Masyarakat tidak ingin Hasilnya secara fisik dapat dilihat dari
melaporkan ke aparat keamanan (kepolisian) perkembangan bentuk rumah yang mengikuti
karena ada anggapan di masyarakat bahwa perubahan jaman, serta dengan memiliki
persoalan tidak akan selesai dengan baik jika produk-produk industri dapat menjadi simbul
melibatkan kepolisian, tetapi malah justru status. Lain halnya dengan yang gagal dalam
yang terjadi akan muncul perasaan dendam perjuangannya bisa dinyatakan tidak ada
antar yang berkonflik karena salah satu pihak perubahan ke arah yang lebih baik.
harus membayar denda atau hukuman
kurungan.

78 │ JSW: Jurnal Sosiologi Walisongo – Volume 2, Nomor 1, 2018


Kemiskinan dalam Perspektif Sosiologi

Secara sosiologis kegagalan dan keber- Bagi yang berhasil dianggap kaya dan yang
hasilan yang dialami oleh setiap anggota gagal dianggap miskin, dan ukuran demikian
masyarakat fungsional adanya, karena ke- sejalan dengan teori konflik Ralp Dahrendorf
hidupan masyarakat sesungguhnya saling dalam George Ritzer (2009) bahwa masya-
tergantung satu sama lain dan menyatu dalam rakat senantiasa berada dalam proses
keseimbangan, sehingga setiap peran yang ada perubahan yang ditandai oleh pertentangan
fungsional bagi masyarakat. Pada kenyata- yang terus menerus diantara unsur-unsurnya.
annya secara individu menjadi berbeda, Pemahaman demikian menjadi berbeda kalau
terutama bagi keluarga miskin, bahwa dihubungkan dengan konsep hidup bersama
persoalan yang dihadapi bukan hanya sebatas dalam bermasyarakat sebagaimana dikatakan
memenuhi kebutuhan sehari-hari, tetapi masa Mack Ever dalam George Ritzer (2009) bahwa
depan anak jauh menjadi lebih penting, jika masyarakat sebagai suatu sistem dari cara
gagal dalam mengupayakan masa depan anak kerja dan prosedur, otoritas dan saling bantu
sama halnya mewariskan kemiskinan. membantu.
Ketidakmampuan seseorang dalam me- Maka teori yang paling tepat untuk mem-
rubah nasib selalu diwarnai dengan bedah realita sosial masyarakat Pematang
berubahnya sikap dan prilaku hidup sehari-
Gubernur adalah teori struktur fungsional
hari yang mengarah pada budaya miskin,
Robert K. Merton. Merton dalam George Ritzer
sehingga masyarakat umum beranggapan
(2009) menyebutkan bahwa masyarakat me-
bahwa masyarakat miskin adalah kelompok
rupakan suatu sistem sosial yang terdiri atas
manusia malas yang tidak mau kerja keras.
bagian-bagian atau elemen yang saling berkait
Ukuran Kemiskinan dan menyatu dalam keseimbangan. Sejalan
dengan kondisi terbentuknya kelurahan yang
Sejalan dengan sifat kelompok sosial selalu
diawali dari hadirnya para pendatang yang
mempunyai cara pandang yang sama dalam
memiliki kesamaan ikatan suku dan agama
memahami pokok persoalan. Menurut George
menempati wilayah teritorial yang sama maka
Caspar Homans dalam Herman Arisandi
dapat dipamahi mereka merasa senasib
(2015), kelompok sosial merupakan sejumlah
sepenanggungan diperantauan.
individu yang berkomunikasi satu dengan
yang lain secara langsung dan jumlahnya tidak Fase berikutnya adalah terbentunya ikatan
terlalu banyak, sedangkan komunitas adalah budaya yang mengarah pada kesamaan
relasi pribadi yang erat dalam interest atau pandang tentang nilai dan norma yang dijadi-
values.Masyarakat Pematang Gubernur me- kan ukuran dalam hidupnya. Hasil wawancara
miliki sejarah yang hampir sama, sebagai secara umum dapat disimpulkan sebaga
keluarga baru yang datang dan bersama sama berIkut: 1) Kelompok masyarakat Suku jawa
untuk meniti karir dan usaha, namun pada yang menghuni Dusun Sidho Dadhi meng-
akhirnya memiliki nasib yang berbeda. utamakan kualitas bangunan tempat tinggal

JSW: Jurnal Sosiologi Walisongo – Volume 2, Nomor 1, 2018 │ 79


Sulistya Wardaya, Anni Suprapti

dan berapa banyak bisa pulang ke daerah asal. demikian juga dalam membentukukuran
2) Kelompok masyarakat Suku Batak yang orang kaya dan orang miskin lebih ditetapkan
menghuni wilayah dusun Medan Baru lebih berdasarkan tetangga, karena dalam pandang-
mengutamakan berapa penghasilan yang bisa an sosiologis manusia memiliki ruang batas
dikumpulkan. 3) Kelompok masyarakat Suku interaksi yang membelenggu cara berfikir
Serawai dusun Pematang gubernur ukurannya dalam hidupnya.
adalah luas kebon sawit yang dimiliki dan hasil
yang diperoleh. 4) Kelompok masyarakat Suku Kajian Sosiologis
Minang keberadaannya tersebar diseluruh Berdirinya Kecamatan Muara Bangkahulu
dusun yang ada, ukurannya adalah per- dan Universitas Bengkulu tahun 1982 menjadi
kembangan usaha yang dicapai dan berapa kutub pertumbuhan (growth pole) penduduk
harta yang bisa dikumpulkan. 5) Warga pe- dan pembangunan fisik yang relatif lebih cepat
rumahan UNIB ukurannya adalah tingkat dibanding daerah lain yang sama-sama berdiri.
pendidikan dan karir yang pernah dicapai. 6) Kehadiran para pendatang secara fisik bisa
Kelompok masyarakat Suku Lembak ukuran- dalam bentuk individu atau kelompok, namun
nya berapa luas tahan yang pernah dikuasai pada dasarnya memiliki harapan yang hampir
dan berapa uang yang pernah dimiliki saat sama yaitu ingin ada perubahan yang lebih
menjual tanah. 7) Warga perumahan umum baik dibanding di daerah asal, dan hasil survey
yang berdiri di wilayah kelurahan Pematang mendapat data tentang latar belakang pen-
Gubernur) masih belum nampak ukurnya datang sebagai berikut: 1) Program Pe-
karena rata-rata keluarga muda. 8) Satu lagi merintah. 2) Mendekati tempat kerja. 3) Mem-
beli tanah kaplingan. 4) Membeli perumahan.
kelompok mapan yang datang membeli tanah
5) Mengembangkan usaha, dan lain-lain.
dan rumah sekedar untuk investasi.
Di tingkat kelurahan para pendatang yang
Sesuai dengan teori kelompok yang di-
menempati wilayah baru dihadapkan dengan
kemukakan Ferdinand Tonnis dalam Kamanto
masalah penyesuaian diri dengan sesama pen-
Sunarto (2004) bahwa setiap induvidu yang
datang, antara lain karena latar belakang suku,
tegabung dalam kelompok secara sosiologis
budaya, agama dan perilaku yang berbeda,
dapat diketahui kesamaan sikap dan prilaku-
namun secara sosiologis menguntungkan.
nya terutama dalam mejaga memelihara dan
Adapun hasilnya sebagai berikut: 1) Menge-
memepertahan norma nilai yang disepakakti.
tahui cara berinteraksi dengan induvidu atau
Maka dengan mudah dapat dipetakan kelompok. 2) Bisa hidup dalam kelompok dan
orientasi kelompok dalam memahami makna tradisi yang berbeda. 3) Ikut membentuk
hidup dan kehidupannya. norma dan nilai. 4) Ikut serta dalam memecah-
Sejalan dengan ciri pembentukan sikap kan permasalahan sosial. 5) Mendapat ke-
dalam kelompok,dapat rumuskan bahwa sadaran hidup saling membutuhkan. 6) Bisa
setiap induvidu akan hanyut dalam kelompok, mensyukuri hasil yang sekarang bisa dinikmati.

80 │ JSW: Jurnal Sosiologi Walisongo – Volume 2, Nomor 1, 2018


Kemiskinan dalam Perspektif Sosiologi

Maka secara sosiologis peran yang harus Kesimpulan


dimainkan oleh setiap anggota masyarakat Penelitian tentang kemiskinan dalam
adalah taat pada aturan pemerintah, tunduk perspektif sosiologi di Kelurahan Pematang
pada tata yang ada dan menjaga kesimbangan Gubernur mendapat gambaran unik tentang
antar warga. pengembangan wilayah. Pada awalnya dimulai
Kasus unik yang terjadi dalam wilayah dengan hadirnya masyarakat Suku Jawa di
penelitian adalah penduduk asli menjadi dusun Sidho Dadhi melalui program
minoritas dan seluruh jabatan pemerintahan transmigrasi lokal. Kemudian diikuti masya-
desa baik melalui pemilihan atau hasil rakat Suku Serawai yang datang untuk
penunjukan pemerintah semua dikuasai para berkebun, lalu Suku Batak membeli kaplingan
pendatang. Demikian juga dengan praktik tata tanah di dusun Baru dan akhirnya menjadi
cara adat Suku Lembak tidak diberlakukan lagi daerah hunian baru. Kemudian pada akhirnya
karena di seluruh wilayah dusun Pematang di antara warga berusaha beradaptasi dengan
Gubernur didominasi oleh pendatang. Bukti lingkungan. Kesamaan sikap di antara warga
yang diperoleh di lapangan adalah bahwa melahirkan pandangan baru tentang ukuran
kemiskinan yang ditetapkan berdasarkan
setiap warga mendapat kebebasan menentu-
keberhasilan dan kegagalan tetangga dalam
kan cara ritual dan daur hidup sesuai dengan
meniti karir dan ekonomi.
yang diinginkan atau berdasarkan latar
belakang budaya, suku, dan agama yang Secara sosiologis keberadaan mereka ter-
dianut. ikat dalam bentuk kelompok kecil yang diatur
oleh otoritas nilai-nilai kesukuan dan agama
Hasil penelitian menunjukkan bahwa per-
yang dianut. Akan tetapi dalam lingkup
bedaan yang terjadi dalam masyarakat
kelompok besar, mereka mendapati situasi
Pematang Gubernur tidak menimbulkan
yang sama yakini merasa senasib dan sepe-
konflik, justru membentuk budaya baru yang
nanggungan sebagai sama-sama warga pen-
bernuansa kebhinnekaan. Maka secara sosio- datang. Struktur sosial dan lembaga sosial
logis masyarakat Pematang Gubernur dapat masyarakat Kelurahan Pematang Gubernur
dinyatakan secara fisik masuk wilayah masih mencari bentuk ideal, karena kondisi
administrasi Kota Bengkulu, tetapi secara masyarakat sangat heterogen dan tempat
kultural masih pedesaan. Ini dapat diamati dari tinggalnya yang berkelompok dalam bentuk
beberapa kasus yang terjadi misalnya begitu perumahan dan perkampungan. Dengan kon-
ada warga yang kena musibah atau me- disi ini, masyarakat tergoda untuk berpikiran
laksanakan hajatan, maka seluruh warga bisa sempit dalam memaknai arti kemiskinan.
hadir dan tidak ada kantor pemerintahan atau Masyarakat mengukur kemiskinan berdasar-
swasta yang melarang karyawannya ijin pada kan keberhasilan dan kegagalan dalam karir
jam kerja. dan dalam usaha yang dicapai oleh tetangga.

JSW: Jurnal Sosiologi Walisongo – Volume 2, Nomor 1, 2018 │ 81


Sulistya Wardaya, Anni Suprapti

Saran Cahyadi, Rusli. 2011. “Kaum Miskin Kota,


Sampah, dan Rumah: Studi tentang
Berdasakan hasil penelitian menunjukkan Akses Migran Miskin terhadap Sumber
bahwa ukuran kemiskinan masyarakat Daya Lingkungan dan Perumahan di
ditetapkan berdasarkan luas wilayah orientasi Tangerang.” Masyarakat: Jurnal Sosiologi
setiap anggota masyarakat. Salah satu bukti- 16(1):77–91. Retrieved (http://journal.
ui.ac.id/index.php/mjs/article/viewArti
nya adalah masyarakat selalu membanding-
cle/4875).
kan keberhasilan atau kegagalan dirinya
dengan tetangga, tidak pernah membanding- Cahyat, Ade. 2004. Bagaimana Kemiskinan
Diukur. Bogor: Governance Brief.
kan dengan orang lain yang secara
administrasi berjauhan wilayah. Berdasarkan Kleden, Ninuk dan Alie Humaedi. 2010.
Kemiskinan dari Perspektif Kebudayaan.
hasil penelitian dapat kami sarankan sebagai
Jakarta: LIPI.
berikut:Pertama, sebelum melakukan kebijak-
an dalam mengukur kemiskinan sebaiknya Lawang, Robert M. Z. 1985. Materi Pokok Sis-
tem Sosial. Jakarta: Kurnika UT.
lakukan suvey kondisi sosial budaya masya-
rakat. Kedua, jangan sama ratakan ukuran Moleong, J. Lexy. 2002. Metode Penelitian
Kualitatif. Bandung: Remaja Rosda-
kemiskinan setiap masyarakat. Ketiga, jangan
karya.
sama ratakan cara membantu warga yang
Ritzer, George. 2009. Sosiologi Ilmu Penge-
miskin.[]
tahuan Berparadigma Ganda. Jakarta:
Rajawali Pers.
Daftar Pustaka
Soekanto, Soerjono. 2013. Sosiologi Suatu
Abercrombie, Nicholas, Stephen Hill, dan Pengantar. Jakarta: Rajawali Pers.
Bryan S. Turner. 2010. Kamus Sosiologi. Sunarto, Kamanto. 2004. Pengantar Sosiologi.
terj. Desi Noviyani. Yogyakarta: Pustaka Jakarta: Universitas Indonesia Press.
Pelajar.
Suparlan, Parsudi, ed. 1993. Kemiskinan di
Adams, Charles. 1993. “Pertambahan Pen- Perkotaan. Jakarta: Yayasan Pustaka
duduk dan Penyerbuan Daerah Kota.” Obor Indonesia.
dalam Kemiskinan di Perkotaan, terj. P.
Suyanto, Bagong. 1995. Perangkap Kemiskin-
Suparlan. Jakarta: Yayasan Obor
an: Problem & Strategi Pengentasannya.
Indonesia.
terj. B. Suyanto. Surabaya: Universitas
Arisandi, Herman. 2015. Pemikiran Tokoh- Airlangga Press.
tokoh Sosiologi, dari Klasik sampai Mo-
Syawie, Mochamad. 2011. “Kemiskinan dan
dern. Yogyakarta: IRCiSoD.
Kesenjangan Sosial.” Media Informasi
Bungin, Burhan. 2007. Metode Penelitian Penelitian Kesejahteraan Sosial 16(3).
Kualitatif. Jakarta: Grafindo Persada.

82 │ JSW: Jurnal Sosiologi Walisongo – Volume 2, Nomor 1, 2018

You might also like