You are on page 1of 27

JOURNAL READING

PENURUNAN TINGKAT NYERI BAYI SAAT IMUNISASI


PENTAVALEN DENGAN PEMBERIAN ASI SECARA MENYUSUI

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Praktik Asuhan Holistik Pada Neonatus, Bayi,
Balita, Dan Anak Pra Sekolah (BD7006)

Oleh:
ANJALI SHAKILA
NIM: P07124522010

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI BIDAN


JURUSAN KEBIDANAN POLTEKKES KEMENKES YOGYAKARTA
2022

i
ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
rahmat dan hidayah-Nya saya dapat menyelesaikan laporan journal reading pada
Remaja dan Pranikah . Laporan journal reading ini tentunya tidak lepas dari
dukungan berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih
kepada:
1. Dr. Yuni Kusmiyati, SST., MPH, selaku ketua jurusan kebidanan yang telah
memberikan kesempatan atas terlaksananya praktik asuhan kebidanan
fisiologis holistik pada Remaja dan Pranikah
2. Nanik Setiyawati,SST,Bdn,M.Kes, selaku ketua prodi pendidikan profesi
bidan yang telah memberikan kesempatan atas terlaksananya praktik asuhan
kebidanan fisiologis holistik pada Remaja dan Pranikah.
3. Chatrine Aprilia H, S.Tr.Keb, Bdn selaku pembimbing akademik
4. Yulia Sriati Rismintari.,S.ST., Bdn., S. PD., M. Sc, selaku pembimbing klinik

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak kekurangan dalam


penulisan laporan journal reading. Oleh sebab itu, menerima segala kritik dan
saran yang membangun dari pembaca. Demikian yang bisa penulis sampaikan,
semoga laporan journal reading ini dapat memberikan manfaat nyata untuk
masyarakat luas.

Yogyakarta, Oktober 2022

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL....................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN........................................................................ ii
KATA PENGANTAR.................................................................................... iii
DAFTAR ISI................................................................................................... iv

BAB I ISI JURNAL


A. Judul Jurnal........................................................................................... 1
B. Abstrak.................................................................................................. 1
C. Pendahuluan.......................................................................................... 2
D. Metode.................................................................................................. 3
E. Hasil...................................................................................................... 7
F. Pembahasan.......................................................................................... 8
G. Kesimpulan........................................................................................... 12

BAB II TELAAH JURNAL


A. Telaah jurnal dengan metode elwood
1. Deskripsi Bukti..................................................................................... 13
2. Validitas internal................................................................................... 14
3. Validitas eksternal................................................................................ 16

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan........................................................................................... 17

LAMPIRAN

iv
BAB I
ISI JURNAL

A. Judul Jurnal
Penurunan Tingkat Nyeri Bayi Saat Imunisasi Pentavalen Dengan Pemberian
ASI Secara Menyusui
Penulis: Indah Permatasari, Ritanti

B. Abstrak
Rasa nyeri saat imunisasi adalah stimulus yang menyebabkan trauma dan
perubahan respon afektif pada bayi. Pemberian ASI dengan cara menyusui
adalah salah satu usaha untuk meminimalkan nyeri akibat tindakan invasif.
Penelitian ini untuk mengetahui pengaruh pemberian ASI dengan cara
menyusui terhadap tingkat nyeri bayi saat dilakukan imunisasi pentavalen.
Penelitian ini dilakukan pada awal bulan juli sampai akhir bulan agustus,
diwilayah kerja salah satu puskesmas kabupaten Sleman Yogyakarta, dengan
menggunakan alat ukur skala nyeri FLACC (Face, Legs, Activity, Cry and
Consolability). Desain penelitian ini menggunakan rancangan Randomized
Controlled Trial unblind, post-test design, dengan total sampel 70 bayi sehat
yang terbagi menjadi 34 responden kelompok intervensi dan 36 responden
kelompok kontrol, pemilihan sampel dilakukan dengan tehnik block random.
intervesi menyusui diberikan mulai dua menit sebelum sampai 2 menit setelah
tindakan imunisasi. Hasil penelitian menunjukkan tingkat nyeri kelompok
intervensi lebih rendah dibandingkan dengan tingkat nyeri kelompok kontrol
(p= 0,000; α= 0,05), Bayi yang diberi ASI dengan cara menyusui saat
diimunisasi dapat menurunkan resiko terjadinya nyeri berat (skala 7-10)
sebesar 80%. Penelitian lanjutan tentang pengaruh pemberian ASI dengan
cara menyusui terhadap respon nyeri bayi prematur pada tindakan invasive.
Kata Kunci: ASI; Imunisasi pentavalen; Menyusui; Nyeri

1
C. Pendahuluan
Imunisasi pentavalen merupakan tindakan medis yang rutin dilakukan
pada bayi dan menimbulkan nyeri ringan (skala 1-3), nyeri sedang (4-6), dan
nyeri berat (skala 7-10) tergantung dari respon nyeri setiap individu, karena
prosedur pemberiannya dilakukan secara injeksi intramuscular (Pope N., et al,
2018). Tindakan ini selain menyebabkan trauma dan rasa sakit pada bayi juga
memberikan efek toxic stress yang positif dan negatif terhadap perkembangan
anak selanjutnya (Sridharan K, Sivaramakrishnan G, 2018). Menurut Bard, et
al (2010) nyeri merupakan suatu stimulus yang dapat menyebabkan kerusakan
perkembangan otak jika tidak ditangani dengan tepat. Dampak jangka panjang
nyeri berupa gangguan konsentrasi belajar dan gangguan perilaku pada anak.
Sehingga, dibutuhkan metode keperawatan yang dapat meminimalkan tingkat
nyeri saat pemberian tindakan invasif seperti imunisasi (Badr, L.K,. et al,
2010).
Tingkat stres yang dialami saat tindakan invasif dapat memperburuk
pengalaman nyeri bayi, hal ini dibuktikan dalam penelitian Bard, et al (2010)
pada 96 bayi baru lahir yang mendapat tindakan heel lance, menunjukkan
hasil adanya peningkatan persentase bayi menangis, peningkatan denyut
jantung, tekanan darah dan saturasi oksigen pada saat dan setelah tindakan
dilakukan.4 Alternatif tindakan keperawatan yang dapat dilakukan untuk
mengurangi repon nyeri bayi saat tindakan invasif yaitu dengan pemberian
ASI dengan cara menyusui.
Hasil penelitian M.Kasab et al., (2020) menjelaskan pemberian ASI
dengan cara menyusui efektif mengurangi nyeri selama tindakan invasif pada
bayi baru lahir. Metode pemberian ASI dengan cara menyusui bisa menjadi
salah satu pilihan karena penggunaannya sederhana, aman, memiliki efek
yang cepat, sehingga ideal untuk tindakan medis yang rutin dilakukan seperti
imunisasi.5 Penelitian ini dilakukan untuk mendukung penelitian
sebelumnya untuk membuktikan ASI dapat menurunkan nyeri bayi saat
tindakan imunisasi.

2
D. Metode
Metode pada penelitian ini adalah RCT unblind, post-test design yang
membandingkan hasil perlakuan antara kelompok intervensi dengan
kelompok kontrol yang keduanya mendapatkan perlakuan yang berbeda.
Pada kelompok intervensi bayi disusui selama 2 menit sebelum imunisasi
dimulai, kemudian setelah 2 menit menyusu baru dilakukan imunisasi pada
daerah vastus lateralis, dan selama prosedur ibu tetap menyusui bayinya,
sedangkan pada kelompok kontrol bayi diletakkan ditempat tidur sambil
ditunggui oleh orang tua/wali bayi, kemudian dilakukan imunisasi pada
daerah vastus lateralis. Populasi penelitian adalah semua bayi usia 2-6 bulan
yang mendapat imunisasi Pentavalen di salah satu wilayah kerja Puskesmas
di Kabupaten Sleman Yogyakarta.
Adapun kriteria inklusi sampel antara lain: bayi yang akan diimunisasi
Pentavalen, berusia 2-6 bulan, menyusu ASI eksklusif atau parsial, BBL >
2.500 gram, tidak demam (suhu tubuh normal 36.5 – 37,2 oC untuk
pengukuran suhu lewat ketiak), dan orang tua menyetujui informed consent.
Kriteria eklusi sampel antara lain: bayi yang pernah dirawat inap dirumah
sakit lebih dari 48 jam, bayi lahir prematur (usia kehamilan <37 minggu),
bayi memiliki riwayat pembedahan/ operasi sebelumnya, dan bayi yang tetap
menangis walaupun sudah ditenangkan menjelang di imunisasi.
Total sampel dalam penelitian ini 70 bayi (34 kelompok perlakuan, dan 36
kelompok kontrol) pemilihan sampel dengan tehnik block random. Waktu
penelitian mulai Juli-Agustus 2015 setelah mendapat izin Komite Etik
Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada dengan nomor surat Ref:
KE/FK/889/EC/2015. Instrumen Penelitian menggunakan FLACC untuk
mendapat data tingkat nyeri bayi, lembar skrining untuk menilai kriteria
inklusi dan eklusi sampel serta data karakteristik responden, dan lembar
observasi perlekatan posisi menyusui.
Penilaian skala nyeri FLACC dilakukan mulai dari “in” jarum disuntikkan
ke bayi sampai kurang dari 1 menit pertama setelah “out” jarum dicabut
dari paha bayi. Penentuan nilai nyeri berdasarkan skala FLACC dilakukan

3
oleh 2 orang ners yang berpengalaman dalam menilai tingkat nyeri anak di
salah satu bangsal anak rumah sakit pemerintah di Semarang. Penilaian
dilakukan dengan melihat hasil rekaman video secara berulang–ulang,
cermat dan teliti, tanpa mengetahui hipotesis dan tujuan dari dilakukannya
penilaian tersebut. Data dianalisis menggunakan analisis univariat dan
bivariat , yang sebelumnya telah dilakukan uji normalitas (uji Kolmogorov-
Smirnov) dan uji homogenitas (dengan melihat nilai levene statistic). Untuk
analisis data bivariat digunakan analisis uji statistik Chi-square.

E. Hasil dan Pembahasan


Rata-rata responden memiliki umur dan pengalaman imunisasi
sebelumnya ≥ 3 pada kelompok intervensi (2,7647, SD=0,81868) dan
kelompok kontrol (2,9722, SD=0,81015). Sedangkan untuk jenis kelamin
pada kelompok intervensi didominasi oleh perempuan (67,6%), sedangkan
pada kelompok kontrol didominasi oleh laki-laki (69,4%). Untuk tingkat
nyeri pada kelompok intervensi sebagian besar responden berada pada nyeri
ringan- nyeri sedang sebanyak 79,4% (5,0882, SD=1,63980), sedangkan
tingkat nyeri responden pada kelompok kontrol 100% berada pada nyeri
berat (5,0882, SD=1,63980). Hasil uji homogenitas menunjukkan bahwa
varians data karakteristik responden pada kedua kelompok adalah setara (p >
0,05) Hasil penelitian menunjukkan bahwa umur tidak memberikan pengaruh
yang bermakna terhadap tingkat nyeri bayi saat dilakukan imunisasi dengan p
= 0,270 (p>0,05). Dalam penelitian ini umur responden berada pada rentang
yang sama yaitu 2-4 bulan pada seluruh kelompok. Umur 2-4 bulan termasuk
dalam kategori bayi muda, dan memiliki reaksi yang sama terhadap respon
nyeri. Bayi muda belum dapat mengucapkan secara verbal rasa nyeri yang
dialami, beranjak dari hal ini diperlukan pendekatan lain untuk mengkaji
tingkat nyeri yang dirasakan anak (termasuk mengobservasi perubahan
perilaku dan ekspresi anak) (Carbajal R., et al, 2003).
Hasil analisis variabel jenis kelamin dalam penelitian menggambarkan
tidak adanya hubungan jenis kelamin dengan respon nyeri saat diimunisasi

4
p= 0,056 (p> 0,05). Hal ini berbeda dengan pendapat McGrath & Hillier
(2003) dalam Oakes (2011) yang menjelaskan pengaruh jenis kelamin
terhadap respon nyeri masih belum jelas. Pendapat serupa dikemukakan oleh
Potter dan Perry (2009) dalam Schechter (2007) bahwa jenis kelamin dapat
mempengaruhi nyeri, pada laki-laki ambang batas respon nyeri lebih tinggi
dibandingkan dengan pada perempuan. Namun kedua pendapat tersebut
bertolak belakang dari hasil penelitian ini, dimana tidak ditemukan perbedaan
respon nyeri yang ditunjukkan selama observasi penelitian antara responden
laki-laki dan perempuan (Sanz-rojo S, Garicano-vilar E, 2016).
Pengalaman imunisasi sebelumnya pada responden dihitung berdasarkan
berapa kali responden pernah menjalani injeksi imunisasi sebelum pemberian
injeksi imunisasi saat kunjungan penelitian. Hasil penelitian menyebutkan
tidak ada hubungan bermakna antara pengalaman imunisasi sebelumnya
terhadap tingkat nyeri bayi saat diimunisasi, dan jumlah pengalaman
imunisasi minimal sebanyak 2 kali, dan pengalaman imunisasi maksimal
sebanyak 4 kali. Memori nyeri yang pernah didapat tidak selamany
membantu dalam menghadapi nyeri-nyeri selanjutnya. Apabila
individu sering mengalami memori buruk terhadap nyeri dan menimbulkan
kecemasan serta rasa takut berlebih makan hal ini akan memperburuk
kondisi nyarinya. Berbanding terbalik dengan individu yang mempu
melewati respon nyeri dengan baik atau dapat diatasi, maka akan lebih baik
bagi individu tersebut dalam mempersepsikan nyeri
Tabel 3 menunjukkan adanya perbedaan antara tingkat nyeri bayi saat
dilakukan tindakan invasif antara kelompok kontrol dan kelompok intervensi
(p=0,000). Perbedaan tersebut menunjukkan adanya pengaruh pemberian ASI
dengan cara menyusui dalam mengurangi tingkat nyeri bayi saat imunisasi
pentavalen. Hasil lainnya menunjukkan bahwa kelompok yang diberi ASI
dengan cara menyusui saat diimunisasi memiliki kemungkinan 0,206 kali
lebih rendah untuk mengalami nyeri berat bila dibandingkan dengan bayi
pada kelompok kontrol, atau dengan kata lain bayi yang diberi ASI dengan

5
cara menyusui saat diimunisasi dapat menurunkan resiko terjadinya nyeri
berat sebesar 80% dibandingkan dengan kelompok kontrol.
Tingkat nyeri bayi saat penyuntikan imunisasi pada penelitian ini diukur
menggunakan alat ukur nyeri FLACC (Face, Legs, Activity, Cry,
Consolability). Penilaian nyeri dilakukan mulai dari “in” jarum disuntikkan
ke bayi sampai kurang dari 1 menit pertama setelah “out” jarum dicabut
dari paha bayi. Penelitian ini membuktikan bahwa perlindungan alami dan
aman dapat diperoleh dengan cara pemberian ASI melalui menyusui selama
tindakan invasif. Penelitian Modarres et al., (2013) yang menyebutkan bahwa
pemberian ASI dengan cara menyusui sangat efektif sebagai analgesic dalam
menurunkan nyeri bayi saat mendapat imunisasi Hepatitis B (p<0,001). Gray
et al., (2002) menyebutkan lama tangisan dan ekspresi wajah kesakitan
menurun secara signifikan sebesar 91% dan 84%, dan denyut jantung bayi
cenderung turun secara stabil pada kelompok yang mendapatkan ASI saat
tindakan pengambilan darah tumit.11 Hal tersebut karena adanya rasa manis
yang terkandung pada ASI dapat menstimulasi taktil indera perasa dimulut
dan menyebabkan mekanisme pelepasan opioid endogen, yang diketahui
berperan sebagai salah satu zat yang menghambat dan menutup gerbang
nyeri sehingga mempengaruhi penurunan sensasi nyeri (Gray L, et al, 2002).
Penelitian Okan et al., (2010) menunjukkan bahwa bayi yang mendapat
ASI dengan skin-to-skin contact dari ibu saat menyusui mampu menurunkan
respon nyeri secara fisiologi dan secara perilaku dibandingkan dengan skin-
to-skin contact dilengan ibu tanpa diberi ASI (Okan F, et al, 2010). Penelitian
Gray et al (2002) melaporkan bahwa pemberian ASI sebelum, selama, dan
setelah tindakan hell prick mampu menurunkan tangisan dan ekspresi
meringis, serta mencegah peningkatan denyut jantung pada bayi cukup bulan,
dibandingkan dengan bayi yang hanya dibedong (Gray L, et al, 2002).
Intervensi pemberian ASI dengan cara menyususi telah terbukti dapat
menurunkan resiko terjadinya nyeri berat sebesar 80% dibandingkan dengan
kelompok kontrol. Kenyamanan yang dirasa bayi ditunjukkan dengan adanya
perubahan tingkah laku dan penurunan skor tingkat nyeri bayi. Sebagian kecil

6
bayi menunjukkan skor tingkat nyeri ringan (1-3) pada saat diimunisasi.
Persentase nyeri ringan hanya terdapat pada responden kelompok intervensi
yang mendapat ASI dengan cara disusui, sedangkan pada kelompok kontrol
semua responden berada pada skor tingkat nyeri berat (7-10).

F. Kesimpulan
Implementasi pemberian ASI secara menyusui terbuktif efektif dalam
menurunkan respon nyeri bayi selama tindakan invasif. Variabel lain dalam
penelitian ini secara keseluruhan tidak bermakna terhadap respon nyeri bayi
diantaranya; umur, jenis kelamin, dan pengalaman nyeri sebelumnya baik
pada kelompok intervesi maupun kelompok kontrol.
Penelitian ini dapat diterapkan dilapangan seperti Puskesmas, dan
posyandu untuk memberikan pelayanan prima pada tingkat pelayanan
masyarakat. Penelitian selanjutnya mengembangkan pada alternatif metode
dan alat ukur terhadap respon nyeri bayi prematur pada tindakan invasif di
rumahsakit.

7
BAB II
TELAAH JURNAL
A. Deskripsi Bukti
1. Apakah paparan dari penelitian ini?
mengetahui pengaruh pemberian ASI dengan cara menyusui terhadap
tingkat nyeri bayi saat dilakukan imunisasi pentavalen
2. Apakah outcome dari penelitian ini?
menunjukkan adanya perbedaan antara tingkat nyeri bayi saat dilakukan
tindakan invasif antara kelompok kontrol dan kelompok intervensi
(p=0,000). Perbedaan tersebut menunjukkan adanya pengaruh pemberian
ASI dengan cara menyusui dalam mengurangi tingkat nyeri bayi saat
imunisasi pentavalen. Hasil lainnya menunjukkan bahwa kelompok yang
diberi ASI dengan cara menyusui saat diimunisasi memiliki
kemungkinan 0,206 kali lebih rendah untuk mengalami nyeri berat bila
dibandingkan dengan bayi pada kelompok kontrol, atau dengan kata lain
bayi yang diberi ASI dengan cara menyusui saat diimunisasi dapat
menurunkan resiko terjadinya nyeri berat sebesar 80% dibandingkan
dengan kelompok kontrol.
3. Apakah desain penelitian yang digunakan?
. Penelitian ini dirancang sebagai Metode pada penelitian ini adalah
RCT unblind, post-test design yang membandingkan hasil perlakuan
antara kelompok intervensi dengan kelompok kontrol yang keduanya
mendapatkan perlakuan yang berbeda
4. Apakah populasi studi pada penelitian ini?
Populasi penelitian adalah semua bayi usia 2-6 bulan yang mendapat
imunisasi Pentavalen di salah satu wilayah kerja Puskesmas di Kabupaten
Sleman Yogyakarta.
5. Apakah temuan utama dari penelitian ini?
Temuan utama dalam penelitian ini adalah pemberian ASI dengan
cara menyususi telah terbukti dapat menurunkan resiko terjadinya nyeri
berat sebesar 80%

8
Pada penelitian ini dari hasil paparan, outcome, desain penelitian, dan
temuan sudah didefinisikan dengan lengkap dalam jurnal ini. Sehingga jurnal
ini adalah jurnal yang lengkap secara deskripsi bukti

B. Validitas Internal
Validitas internal pertimbangan mengenai penjelasan non kausal.
1. Apakah hasil dipengaruhi oleh bias observasi?
Hasil tidak dipengaruhi bias observasi dikarenakan pada penelitian ini
data-data yang disertakan merupakan data valid dengan standar kriteria
sampel yang terpenuhi
2. Apakah dipengaruhi oleh confounding?
Tidak ada confounding
3. Apakah hasil dipengaruhi variasi chance?
Tidak ada variasi chance
Kesimpulan pertimbangan mengenai penjelasan non kausal Hasil
penelitian tidak di pengaruhi bias observasi, dan tidak ada counfonding
maupun variasi chance.
Validitas Internal pertimbangan gambaran hubungan kausal.
1. Apakah terdapat hubungan waktu yang tepat?
Dalam penelitian ini terdapat hubungan dengan waktu yang tepat,
karena penyebab ada sebelum timbulnya akibat.
2. Apakah hubungan yang terjadi kuat?
Dalam penelitian ini terjadi hubungan yang kuat, karena dalam
penelitian ini menunjukkan hasil bahwa Tingkat kepatuhan terhadap
protokol penelitian sangat tinggi.
3. Apakah ada hubungan dosis respon?
Pada penelitian ini tidak ada dosis respon dikarenakan dalam hasil
penelitian tidak dijelaskan mengenai adanya tingkatan-tingkatan.
4. Apakah hasil akhir penelitian konsisten didalam studi?
Hasil akhir menunjukkan hasil konsisten, bisa terlihat dalam
pembahasan penelitian

9
5. Apakah ada spesifisitas dalam penelitian ini?
Pada penelitian ini ada spesifitas dikarenakan terdapat hasil yang
signifikan. . Kenyamanan yang dirasa bayi ditunjukkan dengan adanya
perubahan tingkah laku dan penurunan skor tingkat nyeri bayi
Hubungan waktu dalam studi ini dapat dijelaskan karena studi yang
disertakan dinilai dari hasil penelitian dari studi tersebut yang kemudian
dibandingkan dengan studi yang lain. Dalam studi ini terlihat kekuatan
hubungan kausal. Ada konsistensi dalam studi dan ada spesifitas studi.

C. Validiatas Eksterna
1. Dapatkah hasil penelitian diaplikasikan ke populasi eligible?
Pada penelitian ini tidak dicantumkan mengenai populasi yang eligible
2. Dapatkah hasil penelitian diaplikasikan kepopulasi sumber?
Hasil penelitian ini dapat diaplikasikan ke populasi sumber karena
ekperimen penelitian dilakukan pada sampel di suatu populasi.
3. Dapatkah hasil penelitian diaplikasikan ke populasi relevan lainnya?
Dalam penelitian ini bisa diaplikasikan ke populasi lain dengan
karakteristik yang sama dengan studi ini.
4. Apakah hasil konsistensi dengan bukti dari penelitian lain?
Penelitian ini menunjukkan adanya konsistensi hasil dengan bukti
penelitian lain.
5. Apakah bukti penelitian menunjukkan spesitifitas?
Pada penelitian ini tidak menunjukkan bukti adanya spesifitas, karena
ada lebih dari satu faktor penyebab.
6. Jika efek utama ditunjukkan apakah hal itu koheren dengan distribusi
eksposur dan outcome?
Hasil penelitian menunjukkan koheren dengan distribusi eksposur dan
outcome.
Hasil penelitian ini relevan, penelitian ini bisa diaplikasikan ke populasi
sunber dan populasi lain dengan karakteristik yang sama dengan studi ini.

10
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kesimpulannya, data menunjukkan Implementasi pemberian ASI secara
menyusui terbuktif efektif dalam menurunkan respon nyeri bayi selama
tindakan invasif

11
DAFTAR PUSTAKA

Indah Permatasar. Dkk (2020) Penurunan Tingkat Nyeri Bayi Saat Imunisasi
Pentavalen Dengan Pemberian ASI Secara Menyusui Vol 5 No 1 . Mei 2020:
Departemen Keperawatan Anak, UPN Veteran Jakarta

12
JKEP
Vol 5, No 1, Mei 2020
ISSN: 2354-6042
(Print) ISSN : 2354-
6050 (Online)

Penurunan Tingkat Nyeri Bayi Saat Imunisasi


Pentavalen Dengan Pemberian ASI Secara
Menyusui

Indah Permatasari1, Ritanti2

Departemen Keperawatan Anak, UPN Veteran


1

Jakarta 2Departemen Keperawatan Komunitas,


UPN Veteran Jakarta E-mail:
indahpermatasari@upnvj.ac.id

Artikel history Dikirim, May 8th,


2020 Ditinjau, May 9th, 2020
Diterima, May 12th, 2020

ABSTRACT
Immunization pain is a stimulus that can cause trauma and changes affective
response in the baby. Breastfeeding is the alternative strategies to reduce pain
response due in invasive procedures. The aims of this study is to determine the
effect of breastfeeding on infant pain levels when getting pentavalent
immunization. This research using Randomized Controlled Trial design
unblind, post-test design, with a sample of 70 healthy infants consisted of 34
respondents intervention group and 36 respondents of the control group were
selected by random block technique. Breastfeeding intervention is given from
two minutes before to 2 minutes after the immunization. In this study showed
the pain level of intervention group is lower than the level of pain group (p =
0.000; α = 0.05). breast-fed infants when immunized can reduce the risk of
severe pain by 80%, which compared to not breastfed infants. Further
research on the effect of breast feeding for preterm infants pain response in
invasive procedure.
Keywords: ASI; Pentavalent immunization; Breastfeeding, pain

ABSTRAK
Rasa nyeri saat imunisasi adalah stimulus yang menyebabkan trauma dan perubahan respon
afektif pada bayi. Pemberian ASI dengan cara menyusui adalah salah satu usaha untuk
meminimalkan nyeri akibat tindakan invasif. Penelitian ini untuk mengetahui pengaruh

13
pemberian ASI dengan cara menyusui terhadap tingkat nyeri bayi saat dilakukan imunisasi
pentavalen. Penelitian ini dilakukan pada awal bulan juli sampai akhir bulan agustus,
diwilayah kerja salah satu puskesmas kabupaten Sleman Yogyakarta, dengan menggunakan
alat ukur skala nyeri FLACC (Face, Legs, Activity, Cry and Consolability). Desain penelitian ini
menggunakan rancangan Randomized Controlled Trial unblind, post-test design, dengan total
sampel 70 bayi sehat yang terbagi menjadi 34 responden kelompok intervensi dan 36
responden kelompok kontrol, pemilihan sampel dilakukan dengan tehnik block random.
intervesi menyusui diberikan

74

14
JKEP. Vol.5 No. 1 Mei hlm 74-83 75

mulai dua menit sebelum sampai 2 menit setelah tindakan imunisasi. Hasil penelitian menunjukkan
tingkat nyeri kelompok intervensi lebih rendah dibandingkan dengan tingkat nyeri kelompok kontrol (p=
0,000; α= 0,05), Bayi yang diberi ASI dengan cara menyusui saat diimunisasi dapat menurunkan resiko
terjadinya nyeri berat (skala 7-10) sebesar 80%. Penelitian lanjutan tentang pengaruh pemberian ASI
dengan cara menyusui terhadap respon nyeri bayi prematur pada tindakan invasive.
Kata Kunci: ASI; Imunisasi pentavalen; Menyusui; Nyeri

PENDAHULUAN pemberian tindakan invasif seperti imunisasi


Imunisasi pentavalen merupakan tindakan (Badr, L.K,. et al, 2010).
medis yang rutin dilakukan pada bayi dan
menimbulkan nyeri ringan (skala 1-3), nyeri Tingkat stres yang dialami saat tindakan invasif
sedang (4-6), dan nyeri berat (skala 7-10) dapat memperburuk pengalaman nyeri bayi,
tergantung dari respon nyeri setiap individu, hal ini dibuktikan dalam penelitian Bard, et al
karena prosedur pemberiannya dilakukan (2010) pada 96 bayi baru lahir yang mendapat
secara injeksi intramuscular (Pope N., et al, tindakan heel lance, menunjukkan hasil adanya
2018). Tindakan ini selain menyebabkan peningkatan persentase bayi menangis,
trauma dan rasa sakit pada bayi juga peningkatan denyut jantung, tekanan darah
memberikan efek toxic stress yang positif dan dan saturasi oksigen pada saat dan setelah
negatif terhadap perkembangan anak tindakan dilakukan.4 Alternatif tindakan
selanjutnya (Sridharan K, Sivaramakrishnan G, keperawatan yang dapat dilakukan untuk
2018). mengurangi repon nyeri bayi saat tindakan
invasif yaitu dengan pemberian ASI dengan cara
Menurut Bard, et al (2010) nyeri merupakan menyusui.
suatu stimulus yang dapat menyebabkan
kerusakan perkembangan otak jika tidak Hasil penelitian M.Kasab et al., (2020)
ditangani dengan tepat. Dampak jangka menjelaskan pemberian ASI dengan cara
panjang nyeri berupa gangguan konsentrasi menyusui efektif mengurangi nyeri selama
belajar dan gangguan perilaku pada anak. tindakan invasif pada bayi baru lahir. Metode
Sehingga, dibutuhkan metode keperawatan pemberian ASI dengan cara menyusui bisa
yang dapat meminimalkan tingkat nyeri saat menjadi salah satu pilihan karena
penggunaannya

75
JKEP. Vol.5 No. 1 Mei hlm 74-83 76

sederhana, aman, memiliki efek yang cepat,


Adapun kriteria inklusi sampel antara lain: bayi
sehingga ideal untuk tindakan medis yang rutin
yang akan diimunisasi Pentavalen, berusia 2-6
dilakukan seperti imunisasi.5 Penelitian ini
bulan, menyusu ASI eksklusif atau parsial, BBL >
dilakukan untuk mendukung penelitian
2.500 gram, tidak demam (suhu tubuh normal
sebelumnya untuk membuktikan ASI dapat
36.5 – 37,2 oC untuk pengukuran suhu lewat
menurunkan nyeri bayi saat tindakan imunisasi.
ketiak), dan orangtua menyetujui informed
consent. Kriteria eklusi sampel antara lain:
bayi yang pernah dirawat inap dirumah sakit
lebih dari 48 jam, bayi lahir prematur (usia
METODE
kehamilan <37 minggu), bayi memiliki riwayat
Metode pada penelitian ini adalah RCT unblind,
pembedahan/ operasi sebelumnya, dan bayi
post-test design yang membandingkan hasil
yang tetap menangis walaupun sudah
perlakuan antara kelompok intervensi dengan
ditenangkan menjelang di imunisasi.
kelompok kontrol yang keduanya mendapatkan
perlakuan yang berbeda. Pada kelompok
intervensi bayi disusui selama 2 menit sebelum Total sampel dalam penelitian ini 70 bayi (34

imunisasi dimulai, kemudian setelah 2 menit kelompok perlakuan, dan 36 kelompok kontrol)

menyusu baru dilakukan imunisasi pada daerah pemilihan sampel dengan tehnik block random.

vastus lateralis, dan selama prosedur ibu tetap Waktu penelitian mulai Juli-Agustus 2015

menyusui bayinya, sedangkan pada kelompok setelah mendapat izin Komite Etik Fakultas

kontrol bayi diletakkan ditempat tidur sambil Kedokteran Universitas Gadjah Mada dengan

ditunggui oleh orang tua/wali bayi, kemudian nomor surat Ref: KE/FK/889/EC/2015.

dilakukan imunisasi pada daerah vastus Instrumen

lateralis. Populasi penelitian adalah semua bayi Penelitian menggunakan FLACC untuk

usia 2-6 bulan yang mendapat imunisasi mendapat data tingkat nyeri bayi, lembar

Pentavalen di salah satu wilayah kerja skrining untuk menilai kriteria inklusi dan eklusi

Puskesmas di Kabupaten Sleman Yogyakarta. sampel serta data karakteristik responden, dan
lembar observasi perlekatan posisi menyusui.

76
JKEP. Vol.5 No. 1 Mei hlm 74-83 77

Penilaian skala nyeri FLACC dilakukan mulai dari


HASIL DAN PEMBAHASAN
“in” jarum disuntikkan ke bayi sampai kurang
Rata-rata responden memiliki umur dan
dari 1 menit pertama setelah “out” jarum
pengalaman imunisasi sebelumnya ≥ 3 pada
dicabut dari paha bayi. Penentuan nilai nyeri
kelompok intervensi (2,7647, SD=0,81868) dan
berdasarkan skala FLACC dilakukan oleh 2
kelompok kontrol (2,9722, SD=0,81015).
orang ners yang berpengalaman dalam menilai
Sedangkan
tingkat nyeri anak di salah satu bangsal anak
untuk jenis kelamin pada kelompok intervensi
rumah sakit pemerintah di Semarang. Penilaian
didominasi oleh perempuan (67,6%),
dilakukan dengan melihat hasil rekaman video
sedangkan pada kelompok kontrol didominasi
secara berulang–ulang, cermat dan teliti,
oleh laki-laki (69,4%). Untuk tingkat nyeri pada
tanpa mengetahui hipotesis dan tujuan dari
kelompok intervensi sebagian besar responden
dilakukannya penilaian tersebut. Data dianalisis
berada pada nyeri ringan- nyeri sedang
menggunakan analisis univariat dan bivariat ,
sebanyak 79,4% (5,0882, SD=1,63980),
yang sebelumnya telah dilakukan uji normalitas
sedangkan tingkat nyeri responden pada
(uji Kolmogorov-Smirnov) dan uji homogenitas
kelompok kontrol 100% berada pada nyeri
(dengan melihat nilai levene statistic). Untuk
berat (5,0882, SD=1,63980). Hasil uji
analisis data bivariat digunakan analisis uji
homogenitas menunjukkan bahwa varians data
statistik Chi-square.
karakteristik responden pada kedua kelompok
adalah setara (p > 0,05)

Tabel 1. Karakteristik responden Berdasarkan Kelompok Kontrol dan Kelompok Intervensi

Variabel Kelompok Kontrol Kelompok Intervensi p


(n=36) (n=34) value
Mean(SD) Mean(SD)
Umur (bulan) 2,9722 (0,81015) 2,7647 (0,81868) 0,485
Pengalaman 2,9722 (0,81015) 2,7647 (0,81868) 0,485
imunisasi
sebelumnya (kali)
Jenis kelamin 25/11 11/23 0,751
(laki-
laki/perempuan)

77
JKEP. Vol.5 No. 1 Mei hlm 74-83 78

Hasil penelitian menunjukkan bahwa umur


ambang batas respon nyeri lebih tinggi
tidak memberikan pengaruh yang bermakna
dibandingkan dengan pada perempuan. Namun
terhadap tingkat nyeri bayi saat dilakukan
kedua pendapat tersebut bertolak belakang
imunisasi dengan p = 0,270 (p>0,05). Dalam
dari hasil penelitian ini, dimana tidak
penelitian ini umur responden berada pada
ditemukan perbedaan respon nyeri yang
rentang yang sama yaitu 2-4 bulan pada
ditunjukkan selama observasi penelitian antara
seluruh kelompok. Umur 2-4 bulan termasuk
responden laki-laki dan perempuan (Sanz-rojo
dalam kategori bayi muda, dan memiliki
S, Garicano-vilar E, 2016).
reaksi yang sama terhadap respon nyeri. Bayi
Pengalaman imunisasi sebelumnya pada
muda belum dapat mengucapkan secara verbal
responden dihitung berdasarkan berapa kali
rasa nyeri yang dialami, beranjak dari hal ini
responden pernah menjalani injeksi imunisasi
diperlukan pendekatan lain untuk mengkaji
sebelum pemberian injeksi imunisasi saat
tingkat nyeri yang dirasakan anak (termasuk
kunjungan penelitian. Hasil penelitian
mengobservasi perubahan perilaku dan
menyebutkan tidak ada hubungan bermakna
ekspresi anak) (Carbajal R., et al, 2003).
antara pengalaman imunisasi sebelumnya
terhadap tingkat nyeri bayi saat diimunisasi,
Hasil analisis variabel jenis kelamin dalam dan jumlah pengalaman imunisasi minimal
penelitian menggambarkan tidak adanya sebanyak 2 kali, dan pengalaman imunisasi
hubungan jenis kelamin dengan respon nyeri maksimal sebanyak 4 kali.
saat diimunisasi p= 0,056 (p> 0,05). Hal ini
berbeda dengan pendapat McGrath & Hillier
Memori nyeri yang pernah didapat tidak
(2003) dalam Oakes (2011) yang menjelaskan
selamanya membantu dalam
pengaruh jenis kelamin terhadap respon nyeri
menghadapi nyeri-nyeri selanjutnya. Apabila
masih belum jelas. Pendapat serupa
individu sering mengalami memori buruk
dikemukakan oleh Potter dan Perry (2009)
terhadap nyeri dan menimbulkan kecemasan
dalam Schechter (2007) bahwa jenis kelamin
serta rasa takut berlebih makan hal ini akan
dapat mempengaruhi nyeri, pada laki-laki
memperburuk kondisi nyarinya. Berbanding
terbalik dengan individu yang mempu
melewati respon nyeri

78
JKEP. Vol.5 No. 1 Mei hlm 74-83 79

dengan baik atau dapat diatasi, maka akan


(Schechter NL, et al 2007 & Potter PA, Perry
lebih baik bagi individu tersebut dalam
AG, 2005).
mempersepsikan nyeri

Tabel 2. Pengaruh Karakteristik Responden Terhadap Tingkat


Nyeri Saat Imunisasi

Karakteristik Tingkat Nyeri


Nyeri ringan- Nyeri berat P value
nyeri sedang
Umur ≥ 3 bulan 14 (33,3%) 28 (66,7%) 0,270
< 3 bulan 13 (46,4%) 15 (53,6%)
Pengalaman ≥ 3 kali 14 (33,3%) 28 (66,7%) 0,270
imunisasi < 3 kali 13 (46,4%) 15 (53,6%)
Jenis kelamin Laki-laki 10 (27,8%) 26 (72,7%) 0,056
Perempuan 17 (50,0%) 17 (50,0%)

Tabel 3 menunjukkan adanya perbedaan antara diimunisasi memiliki kemungkinan 0,206 kali
tingkat nyeri bayi saat dilakukan tindakan lebih rendah untuk mengalami nyeri berat bila
invasif antara kelompok kontrol dan kelompok dibandingkan dengan bayi pada kelompok
intervensi (p=0,000). Perbedaan tersebut kontrol, atau dengan kata lain bayi yang diberi
menunjukkan adanya pengaruh pemberian ASI ASI dengan cara menyusui saat diimunisasi
dengan cara menyusui dalam mengurangi dapat menurunkan resiko terjadinya nyeri
tingkat nyeri bayi saat imunisasi pentavalen. berat sebesar 80% dibandingkan dengan
Hasil lainnya menunjukkan bahwa kelompok kelompok kontrol.
yang diberi ASI dengan cara menyusui saat

Tabel 3. Perbedaan Tingkat Nyeri Responden Kelompok Intervensi dan Kelompok Kontrol

Variabel Kelompok Mean (SD) 95%CI(lower-uper) p-value RR


Tingkt Nyeri Kontrol 8,8611(1,01848) 8,5165-9,2057 0,000 0,206
Intervensi 5,0882(1,63980) 4,5161-5,6604

Tingkat nyeri bayi saat penyuntikan imunisasi


(Face, Legs, Activity, Cry,
pada penelitian ini diukur menggunakan alat
Consolability). Penilaian nyeri
ukur nyeri FLACC
dilakukan mulai dari “in” jarum

79
JKEP. Vol.5 No. 1 Mei hlm 74-83 81

disuntikkan ke bayi sampai kurang dari


mendapat ASI dengan skin-to-skin contact dari
1 menit pertama setelah “out” jarum dicabut
ibu saat menyusui mampu menurunkan respon
dari paha bayi.
nyeri secara fisiologi dan secara perilaku
dibandingkan dengan skin-to-skin contact
Penelitian ini membuktikan bahwa dilengan ibu tanpa diberi ASI (Okan F, et al,
perlindungan alami dan aman dapat diperoleh 2010). Penelitian Gray et al (2002) melaporkan
dengan cara pemberian ASI melalui menyusui bahwa pemberian ASI sebelum, selama, dan
selama tindakan invasif. Penelitian Modarres et setelah tindakan hell prick mampu menurunkan
al., (2013) yang menyebutkan bahwa tangisan dan ekspresi meringis, serta mencegah
pemberian ASI dengan cara menyusui sangat peningkatan denyut jantung pada bayi cukup
efektif sebagai analgesic dalam menurunkan bulan, dibandingkan dengan bayi yang hanya
nyeri bayi saat mendapat imunisasi Hepatitis B dibedong (Gray L, et al, 2002).
(p<0,001). Gray et al., (2002) menyebutkan
lama tangisan dan ekspresi wajah kesakitan
Intervensi pemberian ASI dengan cara
menurun secara signifikan sebesar 91% dan
menyususi telah terbukti dapat menurunkan
84%, dan denyut jantung bayi cenderung turun
resiko terjadinya nyeri berat sebesar 80%
secara stabil pada kelompok yang
dibandingkan dengan kelompok kontrol.
mendapatkan ASI saat tindakan pengambilan
Kenyamanan yang dirasa bayi ditunjukkan
darah tumit.11 Hal tersebut karena adanya rasa
dengan adanya perubahan tingkah laku dan
manis yang terkandung pada ASI dapat
penurunan skor tingkat nyeri bayi. Sebagian
menstimulasi taktil indera perasa dimulut dan
kecil bayi menunjukkan skor tingkat nyeri
menyebabkan mekanisme pelepasan opioid
ringan (1-3) pada saat diimunisasi. Persentase
endogen, yang diketahui berperan sebagai
nyeri ringan hanya terdapat pada responden
salah satu zat yang menghambat dan menutup
kelompok intervensi yang mendapat ASI
gerbang nyeri sehingga mempengaruhi
dengan cara disusui, sedangkan pada
penurunan sensasi nyeri (Gray L, et al, 2002).
kelompok kontrol semua responden berada
Penelitian Okan et al., (2010) menunjukkan
pada skor tingkat nyeri berat (7-10).
bahwa bayi yang

81
JKEP. Vol.5 No. 1 Mei hlm 74-83 82

SIMPULAN Gradin M, Finnström O, Schollin J. Feeding and


Implementasi pemberian ASI secara menyusui oral glucose-- additive effects on pain
reduction in newborns. Early Hum Dev.
terbuktif efektif dalam menurunkan respon 2004 Apr;77(1–2):57–65.
nyeri bayi selama tindakan invasif. Variabel lain
dalam penelitian ini secara keseluruhan tidak
Gray L, Miller LW, Philipp BL, Blass EM, Hospital
bermakna terhadap respon nyeri bayi B. Breastfeeding Is Analgesic in Healthy
Newborns. 2002;109(4).
diantaranya; umur, jenis kelamin, dan
pengalaman nyeri sebelumnya baik pada Kassab M, Almomani B, Nuseir K, Alhouary A a.
Efficacy of Sucrose in Reducing Pain
kelompok intervesi maupun kelompok kontrol.
during Immunization among 10- to 18-
Month-Old Infants and Young Children:
A Randomized Controlled Trial. J
Penelitian ini dapat diterapkan dilapangan Pediatr Nurs [Internet]. 2020;50:e55–
seperti Puskesmas, dan posyandu untuk 61.
Available from:
memberikan pelayanan prima pada tingkat https://doi.org/10.1016/j.pedn.20
pelayanan masyarakat. Penelitian selanjutnya 19.11.010

mengembangkan pada alternatif metode dan Modarres M, Jazayeri A, Rahnama P, Montazeri


alat ukur terhadap respon nyeri bayi prematur A. Breastfeeding and pain relief in full-
term neonates during immunization
pada tindakan invasif di rumahsakit. injections : a clinical randomized trial.
2013;

Okan F, Ozdil a, Bulbul a, Yapici Z, Nuhoglu a.


Analgesic effects of skin-to-skin contact
DAFTAR PUSTAKA and breastfeeding in procedural pain in
healthy term neonates. Ann Trop
Badr, L.K., Abdallah, B., Hawari, M., Sidani, S., Paediatr. 2010
Kassar, M., Nakad P. Determinans of Jan;30(2):119–28.
Premature Infant pain Responsses to
Heelsticks. Pediatr Nurs. 2010;36 Pope N, Tallon M, Leslie G, Wilson S. Ask me:
(3):129– Children’s experiences of pain explored
36. using the draw, write, and tell
method. J Spec Pediatr Nurs
Carbajal R, Veerapen S, Couderc S, Jugie M, [Internet]. 2018
Ville Y. Analgesic Effect of Breast Jul;23(3):e12218. Available from:
Feeding in Term Neonates : http://doi.wiley.com/10.1111/jsp
Randomised n.12218
Controlled Trial. BMJ.
2003;326(January).

82
Potter PA, Perry AG. Fundamentals of Nursing: Concepts, Process, and Practise. 4 Vol.2.
Komalasari, R., Evriyani, D., Noviestari, E., Hany, A., Kurnianingsih, S. Edt. Ester, M.
Yulianti. D., Parulian I, editor. Jakarta: EGC; 2005.

Ps S, Ll A, Vs S. Breastfeeding or Breast Milk for Procedural Pain in Neonates ( Review ).


Cochrane Collab. 2009;(1).

Sanz-rojo S, Garicano-vilar E. Nutrición Hospitalaria. Nutr Hosp. 2016;33(1):148–55.

1
Schechter NL, Zempsky WT, Cohen LL, McGrath PJ, McMurtry CM, Bright NS. Pain
Reduction During Pediatric Immunizations: Evidence-Based Review and
Recommendations. Pediatrics. 2007 May;119(5):e1184-98.

Sridharan K, Sivaramakrishnan G. Pharmacological interventions for reducing pain related to


immunization or intramuscular injection in children: A mixed treatment comparison
network meta-analysis of randomized controlled clinical trials. J Child Heal Care.
2018;22(3):393–405.

You might also like