Professional Documents
Culture Documents
KALIGRAFI ARAB
Penelitian di Lembaga Kaligrafi Al-Qur’an (LEMKA)
Ciputat
SKRIPSI
Disusun oleh :
SKRIPSI
Oleh:
Menyetujui,
Dosen Pembin-rbing Skripsi,
Yar"rg mengesahkan,
Pernbimbing
Pembimbing
N am a :AnandaRakhmatulUmmah
TempatiTgi.Lahir : Jakafia, 18 September 1996
NIM : 11150110000039
Jurusan ,' Prcicli : Pendidikan Agarna Islan-r
dengan it-u nrenyatakan bahwa skripsi yang sa,va buat benar-benar hasil karya sendiri
dan sa,vzr bertanggung jarvab secara akademis atas apa vang saya tulis.
Pernyataan ini dibuat sebagai salah satu syarat r-r-lcr-rcr-r-rpuh Ujian Munaqasah.
i
4. Drs. Rusdi Jamil, M.Ag., sebagai Sekretaris Prodi PAI, UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, dan Hj. Marhamah Saleh, Lc., M.A., sebagai
Sekretaris Prodi PAI selama saya kuliah tujuh semester;
5. Yudhi Munadi, M.Ag., sebagai Dosen Pembimbing skripsi yang telah
bersedia meluangkan banyak waktunya untuk membimbing, memberikan
ilmu, serta member nasihat dan arahan;
6. Seluruh Dosen Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta khususnya Jurusan Pendidikan Agama Islam, yang
telah memberikan banyak ilmu dan berbagi pengalamannya kepada
penyusun;
7. Ust. Dr. KH Didin Sirojuddin AR, M.Ag sebagai pendiri LEMKA yang
sejak awal penelitian sangat bersedia membantu serta memberi banyak
ilmu pengetuan baru terhadap saya, serta keluarga besar LEMKA Ciputat
yang telah membantu dalam penelitian dan penyelesaian skripsi ini;
8. Kepada para sahabat seperjurusan PAI penulis, Iik Hikmatul Hidayat,
Wahyu Adiningsih, Zara Fauziah, yang selalu menjadi support system dan
sumber kebahagiaan penulis selama empat tahun berkuliah, serta Nadya
Safira dan Wardina, sebagai pemberi saran dan masukkan tersabar kepada
penulis yang masih banyak membutuhkan arahan dalam berkuliah maupun
mengerjakan skripsi, begitu pula kepada seluruh teman-teman PAI kelas B
2015 yang sedikit banyak menghibur penulis selama berkuliah;
9. Kepada sahabat KKN 35 2018, Randy Mawlan Putra, Azhary Ramadhan,
dan Laily Hizbiyah, terima kasih banyak telah hadir selama setahun
terakhir dan memberikan warna baru dalam hidup penulis, selalu
membantu ketika mengalami kesulitan, selalu membahagiakan sekaligus
mengesalkan, serta selalu menguatkan di saat penulis mulai merasa goyah;
10. Kepada sahabat bidadari surga kosan Pondok Fitri, yang sering membantu
dan memberi saran dan semangat serta kebahagiaan yang penuh canda
tawa, yaitu Ma’rifah Istiqomah, Rosty Kaafiitriana, Rohmah Adhawati,
Effa Safirah. Serta ucapan spesial penulis untuk Nur Solekhatun Maryam
ii
yang hingga saat ini masih bertahan di kosan, dan menemani setiap
langkah penulis dalam penelitian skripsi ini;
11. Kepada pihak-pihak lain yang tidak dapat penyusun sebutkan satu persatu
yang turut membantu dalam penelitian dan penyusunan skripsi ini;
12. Terakhir, ucapan terima kasih paling mendalam penulis sampaikan kepada
diri sendiri, Ananda Rakhmatul Ummah. Terima kasih sudah mau
berjuang dengan keras hingga saat ini. Terima kasih telah menjadi kuat,
terima kasih tidak pernah menyerah di tengah ujian dan cobaan yang
berdatangan dari segala arah. You did it. Setelah ini, mari kita berjuang
lebih keras lagi.
Penulis menyadari sebagai manusia yang tidak luput dari kesalahan, masih
banyak sekali kekurangan maupun kesalahan dalam kegiatan penelitian maupun
penyusunan skripsi ini, saya mohon maaf yang sebesar-besarnya. Penulis berharap
agar skripsi ini menjadi kebutuhan serta menambah pustaka dan referensi bagi
semua pihak yang membutuhkan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para
pembaca.
iii
DAFTAR ISI
1. KATA PENGANTAR .................................................................................. i
2. DAFTAR ISI................................................................................................. iv
3. DAFTAR GAMBAR .................................................................................... vi
4. BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah ....................................................................... 1
B. Identifikasi Masalah .............................................................................. 7
C. Batasan Masalah .................................................................................... 8
D. Rumusan Masalah ................................................................................. 8
E. Tujuan Penelitian ................................................................................... 9
F. Manfaat Penelitian ................................................................................ 9
5. BAB II KAJIAN TEORETIS ..................................................................... 11
A. Pendidikan Nilai ..................................................................................... 11
B. Kaligrafi .................................................................................................. 18
C. Hard Skill dan Soft Skill ......................................................................... 31
D. Pendidikan Islami .................................................................................. 33
E. Hasil Penelitian Relevan ........................................................................ 35
6. BAB III METODOLOGI PENELITIAN .................................................. 37
A. Tempat dan Waktu Penelitian .............................................................. 37
B. Latar Penelitian ...................................................................................... 37
C. Metode Penelitian................................................................................... 38
D. Teknik Pengumpulan Data ................................................................... 38
E. Pemeriksaan atau Pengecekan Keabsahan Data ................................ 41
F. Teknik Analisis Data.............................................................................. 42
7. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ........................... 44
A. Profil Lembaga Kaligrafi Al-Qur’an (LEMKA) Ciputat ................... 44
B. Proses Pembelajaran Menulis Kaligrafi Arab di LEMKA Ciputat ... 49
C. Nilai-nilai Edukasi yang Tumbuh dalam Proses Pembelajaran
Menulis Kaligrafi Arab .......................................................................... 54
8. BAB V PENUTUP........................................................................................ 62
A. Simpulan .................................................................................................. 62
iv
B. Saran ........................................................................................................ 64
9. DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 65
10. LAMPIRAN .................................................................................................. 68
v
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Khat Kufi ........................................................................................ 23
Gambar 2.2 Khat Naskhi.................................................................................... 24
Gambar 2.3 Khat Tsuluts ................................................................................... 25
Gambar 2.4 Khat Farisi...................................................................................... 26
Gambar 2.5 Khat Riq’ah .................................................................................... 27
Gambar 2.6 Khat Diwani ................................................................................... 27
vi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia di dunia ini.
Pendidikan bukan hanya tentang hubungan mengajar dan diajarkan, guru dengan
murid, atau hal-hal yang berkaitan dengan sekolah saja, tetapi pemahaman akan
konsep pendidikan sangatlah luas. Berdasarkan Undang-undang Republik
Indonesia tentang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 20031, pendidikan
adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa, dan negara. Selain itu, dijelaskan pula bahwa Pendidikan
nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab.
Dalam dunia pendidikan, penanaman nilai pun tak boleh luput dari
pelaksanaannya. Dalam kehidupan sehari-hari, nilai merupakan sesuatu yang
berharga, bermutu, menunjukkan kualitas, dan berguna bagi manusia.2 Penekanan
terhadap pendidikan nilai merupakan bagian penting yang sering terlupakan
dalam proses pendidikan selama ini. Dengan pendidikan yang sangat menekankan
pada aspek nilai, diharapkan akan lahir manusia yang memiliki sensitivitas tinggi
terhadap penegakan nilai-nilai kebenaran, keadilan, kemanusiaan, dan kemajuan
yang merupakan nafas (ruh) dalam kehidupan manusia di bumi ini.3
1
Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional
2
Qiqi Yuliati Zakiyah & A. Rusdiana, Pendidikan Nilai: Kajian Teori dan Praktik di
Sekolah, (Bandung: CV PUSTAKA SETIA, 2014), hlm. 14
3
Subur, Pendidikan Nilai: Telaah tentang Model Pembelajaran, INSANIA: Jurnal Pemikiran
Alternatif Pendidikan, Vol. 12, No. 1, Januari-April 2007, hlm. 1
1
Fungsi dari pendidikan nilai adalah membantu peserta didik memahami,
mengapresiasikan, membuat keputusan yang tepat dalam berbagai masalah
pribadi, keluarga, masyarakat dan negara yang diharapkan dapat menghilangkan
sikap arogan yang kerap kali terjadi. Dengan kata lain pendidikan nilai itu adalah
memanusiakan manusia. Manusia hanya menjadi manusia bila ia berbudi luhur,
berkehendak baik, serta mampu mengaktualisasikan diri dan mengembangkan
budi dan kehendaknya secara jujur, baik di keluarga, masyarakat, negara dan
lingkungan di mana ia berada.4
Bangsa Indonesia adalah bangsa yang majemuk, terlihat dari keberagaman
suku, agama, adat istiadat dan ras. Hal ini telah menjadi paham yang terbentuk
sejak masih duduk di bangku sekolah dasar, yang dikenal dengan konsep
Bhinneka Tunggal Ika. Keberagaman tersebut memiliki nilai tersendiri bagi
bangsa Indonesia untuk lebih memahami berbagai keanekaragaman budaya yang
ada. Keberagaman bangsa ini juga disebutkan dalam firman Allah surah Al-
Hujurat ayat 13:
ارفُ َٰٓو ْۚا ِإ َّن أ َ ۡك َر َم ُك ۡم ُ َٰ ََٰٓيأ َ ُّي َها ٱل َّن
ُ اس ِإ َّنا َخلَ ۡق َٰ َن ُكم ِمن ذَ َك ٖر َوأُنثَ َٰى َو َج َع ۡل َٰ َن ُك ۡم
َ شعُوبٗ ا َوقَ َبا َٰٓ ِئ َل ِلتَ َع
١٣ يرٞ ع ِلي ٌم َخ ِب
َ َٱَّلل َّ ٱَّلل أ َ ۡتقَ َٰى ُك ْۡۚم ِإ َّن
ِ َّ َِعند
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki
dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-
suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling
mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu.
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS. Al-Hujurat:
13)5
Ekspresi dari keanekaragaman budaya yang ada akan menciptakan sebuah
seni budaya. Seni budaya adalah fitrah; kemampuan berseni dan berbudaya
merupakan salah satu perbedaan manusia dengan makhluk lain. Jika demikian,
Islam sebagai agama fitrah akan mendukung seni budaya selama penampilannya
4
Dyah Kusuma Windrati, Pendidikan Nilai sebagai Suatu Strategi dalam Pembentukan
Kepribadian Siswa, Jurnal Formatif 1(1): 40-47, hlm. 41
5
Al-Quran dan terjemahannya, Jakarta: Departemen Agama Republik Indonesia, QS. Al-
Hujurat: 13
2
lahir dan mendukung fitrah manusia yang suci itu, dan karena itu pula Islam
bertemu dengan seni budaya dalam jiwa manusia, sebagaimana seni budaya
ditemukan oleh jiwa manusia di dalam Islam.6
Sebagian besar manusia menganggap dan sependapat kalau seni adalah indah
atau mengandung nilai estetik. Keindahan identik dengan kebenaran. Keduanya
mempunyai nilai sama yaitu; abadi dan mempunyai daya tarik yang selalu
bertambah. Yang tidak mengandung kebenaran berarti tidak indah. Keindahan
bersifat universal.7
Seni merupakan unsur yang mengajarkan nilai-nilai estetis dan senantiasa
membawa pesan kasih sayang, persaudaraan, dan kebenaran. Pesan tersebut sesuai
dengan ajaran Islam dalam QS. Al Hujurat ayat 13 di atas, yang menganjurkan
manusia untuk saling mengenal dan memahami satu sama lain. Relevansi di
antara keduanya bukan merupakan suatu kebetulan, melainkan memberikan
kepada kita sebuah pemahaman yang sangat bermanfaat bagi terciptanya suatu
integritas bangsa. Di dalam seni, kebenaran dan keadilan senantiasa tampil
mengalahkan ketidakbenaran dan ketidakadilan. Di antara manfaat seni, menurut
S. Suharianto adalah: mampu membuat manusia lebih bijaksana, lebih mencintai
hidup, serta lebih mendekatkan manusia bukan saja kepada sesama makhluk
hidup, melainkan juga kepada Sang Pencipta kehidupan itu.8
Dalam perkembangan sejarah kesenian dari zaman dahulu sampai sekarang,
‘kepercayaan’ atau ‘agama’ adalah merupakan sumber inspirasi yang amat besar
dan pembangkit daya cipta yang luar biasa untuk mewujudkan sesuatu yang
berbentuk kesenian. Dalam agama terpendam sumber inspirasi yang tidak akan
kering-keringnya. Agama merupakan motor atau tenaga penggerak yang besar
yang dapat menggerakkan tenaga pemeluknya untuk menciptakan suatu
peradaban, kebudayaan, khususnya kesenian. Demikian pula agama Islam.9
6
Oliver Leaman, Estetika Islam: Menafsirkan Seni dan Keindahan, terj. Irfan Abubakar,
Islamic Aesthetics, (Bandung: Mizan, 2005), hlm. 11-12
7
Ahmad Mustofa, Ilmu Budaya Dasar, (Bandung; CV Pustaka Setia, 1999), hlm. 68
8
Adirozal, Pendidikan Apresiasi Seni, (Surakarta: Pusat Studi Budaya dan Perubahan Sosial
UMS, 2004), hlm. 51
9
C. Israr, Sejarah Kesenian Islam, jilid 1, (Jakarta: Bulan Bintang, 1978), hlm. 21
3
Islam sendiri di samping mengandung ajaran utama sebagai syari’ah, juga
memotivasi umat Islam untuk mengembangkan seni budaya Islam, yaitu seni
budaya yang mencerminkan nilai-nilai Islam. Seni budaya memperoleh perhatian
yang serius dalam Islam karena mempunyai peran yang sangat penting untuk
membumikan ajaran utama sesuai dengan kondisi dan kebutuhan hidup umat
manusia. Al-Qur`an memandang seni budaya sebagai suatu proses, dan
meletakkan seni budaya sebagai eksistensi hidup manusia. Seni budaya
merupakan suatu totalitas kegiatan manusia yang meliputi kegiatan akal, hati dan
tubuh yang menyatu dalam suatu perbuatan. Seni budaya Islam adalah hasil olah
akal, budi, cipta rasa, karsa, dan karya manusia yang berlandaskan pada nilai-nilai
tauhid. Hasil olah akal, budi, rasa, dan karsa yang telah terseleksi oleh nilai-nilai
kemanusiaan yang bersifat universal berkembang menjadi sebuah peradaban.10
Jika menilik sejarah, pada kerajaan Islam, kesenian dengan segala macam
ragamnya dapat berkembang dengan seluas-luasnya, bahkan Khalifah atau raja-
raja Islam itulah pendorong utama dalam mendirikan masjid, bangunan-bangunan
dan hasil-hasil kesenian lainnya yang bernafaskan rasa keagamaan dan
ketuhanan.11 Di seluruh dunia Islam terdapat hasil-hasil dari kesenian Islam
tersebut, di antaranya berupa seni bangunan, seni ukir, seni tulis, atau kesenian-
kesenian lainnya. Masing-masing memiliki wujud sendiri yang berbeda corak
ragam keindahannya.12
Semua seni yang sejalan dengan ajaran Islam disebut dengan seni islami.13
Selain ditentukan oleh ajaran Al-Quran, seni islami juga bersifat ‘Qurani’, dalam
arti bahwa kitab suci orang Muslim ini menjadi model utama dan tertinggi bagi
kreativitas.14 Seni islami tak akan terlepas dari seni Kaligrafi yang mana sangat
erat kaitannya dengan seni yang paling bernuansa Islam bagi sebagian orang.
Padahal seni islami sangat luas, tidak hanya terbatas pada Kaligrafi saja, bahkan
10
Asbullah Muslim, Urgensi Estetika dan Budaya Islam dalam Pendidikan Agama Islam,
Palapa: Jurnal Studi Keislaman dan Ilmu Pendidikan Vol. 7 No. 1, Mei 2013
11
C. Israr, Sejarah Kesenian Islam, jilid 1, (Jakarta: Bulan Bintang, 1978), hlm. 47
12
C. Israr, Sejarah Kesenian Islam, jilid 1, (Jakarta: Bulan Bintang, 1978), hlm. 48
13
Siti Mariah Ulfah, Metode Pengajaran Seni Kaligrafi (Seni Kaligrafi salah satu Media
Permbelajaran Agama Islam), Jurnal AT-TA’LIM; Vol. 4, Tahun 2013, hlm. 64
14
Ismail Raji Al-Faruqi, Seni Tauhid: Esensi Ekspresi Estetika Islam, (Yogyakarta: Yayasan
Bentang Budaya, 1999), hlm. 13
4
sebenarnya seni Kaligrafi itu sendiri pada awalnya bukanlah benar-benar kesenian
murni yang berasal dari Islam. Namun seiring berjalannya waktu, seni Kaligrafi
terus berkembang dalam budaya Islam hingga seolah sangat melekat dengan
nuansa keislaman yaitu mengenai tulisan-tulisan ayat suci Al-Quran dan hadits
Nabi SAW.
Sebelum memasuki bidang khusus berupa seni kaligrafi, pada awalnya seni
tersebut bermula dari seni ukir yang bersatu dengan seni tulis, yang mana akan
menghasilkan kesenian yang sering menghiasi bangunan-bangunan Islam. Oleh
sebab itu, ukiran ini bukan semata-mata hanya sebagai perwujudan kesenian saja,
atau sebagai pencurahan keindahan saja, tetapi ia memberikan kesan lain yang
lebih mendalam, yaitu kesan keindahan yang mendekatkan kepada
perikemanusiaan dan rasa ketuhanan, karena ukiran-ukiran dari berbagai motif
tersebut berjalin indah dengan ayat-ayat Al-Quran, hadits Nabi atau kata-kata
hikmat/mutiara.15 Inilah yang kita kenal sekarang dengan nama kaligrafi.
Pengaruh Al-Quran telah menjadikan kaligrafi sebuah bentuk seni budaya
Islam. Hal ini berkaitan dengan peristiwa pada saat Islam datang, di mana wahyu
pertama yang turun ialah tentang perintah “membaca dan menulis”, yakni dalam
surah Al-‘Alaq ayat 1-5 yang berbunyi:
15
C. Israr, Sejarah Kesenian Islam, jilid 1, (Jakarta: Bulan Bintang, 1978), hlm. 52
Al-Quran, QS. Al-‘Alaq: 1-5
16
17
Abdul Karim Husain, Seni Kaligrafi Khat Naskhi, (Jakarta: CV Pedoman Ilmu Jaya, 1985),
hlm. 2
5
yang erat dengan seni Kaligrafi. Jika kalam disebut sebagai alat penunjang
pengetahuan seperti lafal ayat di atas, maka itu adalah sarana yang Allah berikan
dalam rangka memberikan petunjuk kepada umat manusia. Dengan mengetahui
masa-masa kedatangan ayat-ayat pena (QS. Al-‘Alaq : 1-5) di awal kenabian
Rasulullah saw, maka jika ditinjau dari segi yuridis pun kewajiban mempelajari
ilmu baca dan tulis telah mendapat penekanan lebih.18
Dari semua kategori seni islami, kaligrafi paling luas tersebar, paling penting,
paling banyak dinikmati, dan paling dihargai oleh kaum Muslimin.19 Seni
kaligrafi sebagai salah satu bentuk karya seni yang dilandasi oleh pertimbangan-
pertimbangan estetis dan keagamaan, mempunyai fungsi penting, yaitu secara
fisik, ia dapat difungsikan untuk dekorasi, dan secara ideal ia dapat dipakai
sebagai media komunikasi untuk menyampaikan “misi dakwah” kepada penikmat
agar mendapat sentuhan nilai/rasa keagamaan.20 Karya seni kaligrafi sarat dengan
nilai estetis religius sesuai dengan sifat Allah yang Maha Indah, innnallaha
jamiilun yuhibbul jamal (sesungguhnya Allah Maha Indah; Dia suka kepada
keindahan).21
Dalam kehidupan sehari-hari, manusia pada umumnya melihat hasil karya
seni kaligrafi hanya dari sisi keindahannya saja. Bagaimana kaligrafi yang
ditampilkan, dipajang dan dipamerkan menyejukkan pandangan mata yang
berpapasan dengannya. Bagaimana perpaduan harmonisasi warna beradu dengan
indah hingga membuat setiap mata terkagum-kagum melihatnya. Bagaimana
proporsi khat yang diukirkan di atas background lukisan terasa pas dan tepat
sesuai porsinya dalam satu kesatuan bingkai. Bagaimana kalimat-kalimat khat
yang diukirkan dengan indahnya menyatu dengan konsep background yang
ditampilkan oleh sang pelukisnya. Dan keindahan dari sisi lainnya yang menjadi
highlight utama dari hasil karya seni kaligrafi yang ditampilkan.
18
Siti Mariah Ulfah, Metode Pengajaran Seni Kaligrafi (Seni Kaligrafi salah satu Media
Permbelajaran Agama Islam), Jurnal AT-TA’LIM; Vol. 4, Tahun 2013, hlm. 65
19
Ismail Raji Al-Faruqi, Seni Tauhid: Esensi Ekspresi Estetika Islam, (Yogyakarta: Yayasan
Bentang Budaya, 1999), hlm. 93-94
20
Kamsidjo BU, Terbentuknya Seni Lukis Kaligrafi Islam di Indonesia, Jurnal Imajinasi Vol
2, No 1, 2006
21
Kamsidjo BU, Terbentuknya Seni Lukis Kaligrafi Islam di Indonesia, Jurnal Imajinasi Vol
2, No 1, 2006
6
Namun, berdasarkan hasil penelitian sementara yang dilakukan penulis
melalui beberapa sumber, terdapat nilai-nilai edukasi yang tertanam dalam
kegiatan membuat karya kaligrafi. Kaligrafi dinilai tidak hanya mengasah hard
skill saja. Kaligrafi juga bisa meningkatkan soft skill peserta didik dalam
menulisnya, bagaimana kegiatan menulis tersebut dapat menghasilkan suatu
bentuk goresan huruf Arab dengan indah, merupakan hasil dari berpikir kognitif
dari otak, hingga akhirnya bentuk huruf dapat tergambarkan sesuai dengan arahan
otak pada tangan kaligrafer. Kemudian dilanjutkan menghiasnya hingga akhirnya
menghasilkan suatu karya dengan harmonisasi yang terpadu antara khat dengan
background-nya. Terdapat beberapa peran soft skill dalam kegiatan berkaligrafi
ini, di antaranya ialah kelembutan, kesabaran, kreativitas hingga kedisiplinan
hingga akhirnya bisa menghasilkan karya kaligrafi yang indah dipandang mata.
Soft skill inilah yang perlu dilatih hingga nantinya akan sangat berpengaruh dalam
kehidupan peserta didik baik dalam dunia pendidikannya, maupun dalam
kehidupan sehari-harinya.
Menyadari tentang pentingnya nilai edukasi dalam melatih soft skill dengan
hard skill dalam membuat kaligrafi islami, maka peneliti terdorong melakukan
penelitian yang berjudul, “Nilai-nilai Edukasi dalam Menulis Kaligrafi Arab”.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis mengidentifikasi beberapa
masalah yang muncul, yakni permasalahan yang berkaitan dengan bagaimana
integrasi antara Islam dan seni, dan bagaimana nilai-nilai edukasi dapat tumbuh
dalam menulis kaligrafi serta hubungannya dengan soft skill dan hard skill, yang
akan penulis uraikan adalah:
1. Islam dan kesenian seringkali masih dianggap tidak dapat berintegrasi
2. Pendidikan Islami masih sangat jarang sekali memadukan kesenian dalam
pelaksanaannya
3. Kaligrafi hanya dipandang sebagai hiasan yang indah saja tanpa dipahami
makna yang terkandung di dalamnya
7
4. Dalam kaligrafi, hard skill atau bakat seni seseorang akan selalu menjadi
fokus utama, sedangkan soft skill yang mengimbanginya seringkali
terabaikan
C. Pembatasan Masalah
Untuk memperjelas dan memberi arah yang tepat serta menghindari
meluasnya pembahasan dalam penelitian ini, dan dengan adanya identifikasi di
atas, penulis membatasi masalah yaitu hanya pada nilai-nilai edukasi dalam
menulis kaligrafi Arab.
D. Perumusan Masalah
Semua seni yang sejalan dengan ajaran Islam disebut dengan seni islami.22
Selain ditentukan oleh ajaran Al-Quran, seni islami juga bersifat ‘Qurani’, dalam
arti bahwa kitab suci orang Muslim ini menjadi model utama dan tertinggi bagi
kreativitas23 yang mana sangat dibutuhkan dalam kemajuan pendidikan Islam.
Seni islami tak akan terlepas dari seni Kaligrafi. Dalam kehidupan sehari-hari,
manusia pada umumnya melihat hasil karya seni kaligrafi hanya dari sisi
keindahannya saja. Bagaimana kaligrafi yang ditampilkan, dipajang dan
dipamerkan menyejukkan pandangan mata yang berpapasan dengannya. Namun,
berdasarkan hasil penelitian sementara yang dilakukan penulis melalui beberapa
sumber, terdapat nilai-nilai edukasi yang tertanam dalam kegiatan membuat karya
kaligrafi. Kaligrafi dinilai tidak hanya mengasah hard skill saja, tetapi juga bisa
meningkatkan soft skill peserta didik dalam menulisnya. Bagaimana kegiatan
menulis tersebut dapat menghasilkan suatu bentuk goresan huruf Arab dengan
indah, merupakan hasil dari berpikir kognitif dari otak, hingga akhirnya bentuk
huruf dapat tergambarkan sesuai dengan arahan otak pada tangan kaligrafer.
Kemudian dilanjutkan menghiasnya hingga akhirnya menghasilkan suatu karya
dengan harmonisasi yang terpadu antara khat dengan background-nya. Terdapat
22
Siti Mariah Ulfah, Metode Pengajaran Seni Kaligrafi (Seni Kaligrafi salah satu Media
Permbelajaran Agama Islam), Jurnal AT-TA’LIM; Vol. 4, Tahun 2013, hlm. 64
23
Ismail Raji Al-Faruqi, Seni Tauhid: Esensi Ekspresi Estetika Islam, (Yogyakarta: Yayasan
Bentang Budaya, 1999), hlm. 13
8
beberapa peran soft skill dalam kegiatan berkaligrafi ini, hingga akhirnya bisa
menghasilkan karya kaligrafi yang indah dipandang mata. Soft skill inilah yang
perlu dilatih hingga nantinya akan sangat berpengaruh dalam kehidupan peserta
didik baik dalam dunia pendidikannya, maupun dalam kehidupan sehari-harinya.
Berdasarkan problem statement ini, penulis tertarik untuk memperdalam dan
menganalisa bagaimana kaligrafi memiliki nilai-nilai edukasi dalam proses
pembuatannya, tidak hanya dalam menikmati hasilnya saja. Berdasarkan masalah
tersebut, maka rumusan major research question yang diajukan penulis adalah:
“Bagaimana nilai-nilai edukasi dalam menulis kaligrafi Arab tumbuh?”
Untuk memudahkan dalam menjawab rumusan major research question tersebut,
maka penulis juga membuat minor research question, yaitu:
1. Bagaimana anggota LEMKA menjalani proses pembelajaran sehingga
menjadi terampil dalam menulis kaligrafi Arab?
2. Apa saja nilai-nilai edukasi yang tumbuh dalam proses pembelajaran
menulis kaligrafi Arab?
E. Tujuan Penelitian
Tujuan Penelitian dalam pembahasan ini sesuai dengan rumusan masalah
yang penulis buat, ialah untuk mengetahui bagaimana nilai-nilai edukasi dalam
menulis kaligrafi Arab tumbuh.
Guna memudahkan penulis dalam mencapai tujuan penelitian tersebut,
penulis terlebih dahulu harus mengetahui bagaimana anggota LEMKA menjalani
proses pembelajaran sehingga menjadi terampil dalam menulis kaligrafi Arab,
serta mengetahui nilai-nilai edukasi apa saja yang tumbuh dalam proses
pembelajaran menulis kaligrafi Arab.
F. Manfaat Penelitian
Manfaat Penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagi Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Jakarta
a. Menambah karya baru mahasiswa FITK UIN Jakarta,
9
b. Menambah referensi baru bagi civitas akademika FITK UIN Jakarta
untuk mempermudah penelitian-penelitian berikutnya yang sejenis.
2. Bagi guru Pendidikan Agama Islam
a. Bertambahnya pengetahuan baru tentang pentingnya mengetahui nilai-
nilai edukasi yang terdapat dalam proses membuat kaligrafi Arab
b. Berkembangnya kemampuan diri secara kreatif dan fungsional.
3. Bagi pembaca
a. Menambah khazanah ilmu pengetahuan
b. Memicu semangat para peneliti lain untuk melakukan penelitian yang
lebih dalam dengan tema yang sama.
10
BAB II
KAJIAN TEORETIS
A. Pendidikan Nilai
1. Pengertian Nilai
Nilai merupakan sesuatu yang melekat pada diri manusia yang patut
untuk dijalankan dan dipertahankan sebagai makhluk cipataan Tuhan yang
mempunyai karakter khas dari pada makhluk yang lain. Manusia mempunyai
akal, perasaan, hati nurani, kasih sayang, moral, budi pekerti, dan etika adalah
merupakan karakter khas manusia dibandingkan dengan makhluk yang
lainnya, dan karakter inilah yang melekat pada diri manusia sebagai bentuk
dari nilai itu sendiri.24 Dalam kehidupan sehari-hari, nilai merupakan sesuatu
yang berharga, bermutu, menunjukkan kualitas, dan berguna bagi manusia.25
Nilai adalah segala hal yang berhubungan dengan tingkah laku manusia
mengenai baik atau buruk yang diukur oleh agama, tradisi, etika, moral, dan
kebudayaan yang berlaku dalam masyarakat.26 Nilai terkait dengan keyakinan
atau kepercayaan seseorang yang dijadikan sebagai acuan atau pedoman
bagaimana seharusnya seseorang bertingkah laku atau bersikap sesuai dengan
moralitas di masyarakat sehingga diperlukannya penanaman nilai sejak dini
kepada masyarakat untuk mengetahui tujuan atau arah kemana kehidupan
harus menuju, harus dikembangkan, atau harus diarahkan.27 Nilai bersifat
abstrak, berada di balik fakta, memunculkan tindakan, melekat dalam pribadi
seseorang, muncul sebagai ujung proses psikologis, dan berkembang ke arah
yang lebih kompleks.28
24
Tri Sukitman, Internalisasi Pendidikan Nilai Dalam Pembelajaran (Upaya Menciptakan
Sumber Daya Manusia Yang Berkarakter), JPSD: Jurnal Pendidikan Sekolah Dasar, Vol. 2, No. 2
Agustus 2016, hlm. 87
25
Qiqi Yuliati Zakiyah & A. Rusdiana, Pendidikan Nilai: Kajian Teori dan Praktik di
Sekolah, (Bandung: CV PUSTAKA SETIA, 2014), hlm. 14
26
Qiqi Yuliati Zakiyah & A. Rusdiana, Pendidikan Nilai: Kajian Teori dan Praktik di
Sekolah, (Bandung: CV PUSTAKA SETIA, 2014), hlm. 14-15
27
Ratnawati Sukardi, Pendidikan Nilai; Mengatasi Degradasi Moral Keluarga, Prosiding
Seminar Nasional Pendidikan FKIP UNTIRTA 2017, hlm. 307
28
Sofyan Sauri & Herlan Firmansyah, Meretas Pendidikan Nilai, (Bandung: CV Armico,
2010), hlm. 6
11
Dalam pembagiannya, nilai dan penilaian memiliki dua bidang yang
bersangkutan dengan tingkah laku dan keadaan atau tampilan fisik. Menurut
Langeveld (Wiramihardja, 1978), dua bidang ini masuk pada tiga hal utama
pada sistematika filsafat. Dua bidang paling populer yang dimaksud adalah
sebagai berikut:
a. Etika
Etika sebagai ilmu pengetahuan yang menetapkan ukuran-ukuran atau
kaidah-kaidah yang mendasari pemberian tanggapan atau penilaian
terhadap perbuatan. Ilmu pengetahuan ini membahas hal-hal yang
seharusnya dikerjakan, yang seharusnya terjadi, dan yang
memungkinkan orang untuk menetapkan hal yang bertentangan
dengan yang seharusnya terjadi.
b. Estetika
Estetika mempersoalkan penilaian atas sesuatu dari sudut indah dan
jelek. Secara umum, estetika disebut sebagai kajian filsafati tentang
hal apa yang membuat rasa senang. Tokoh yang paling terkenal dalam
bidang ini adalah Alexander Baumgarten (1714-1762).
Nilai baik sebanding dengan nilai indah, tetapi kata “indah” lebih sering
digunakan pada seni, sedangkan kata “baik” lebih sering digunakan pada
perbuatan. Dalam kehidupan sehari-hari, “indah” lebih berpengaruh daripada
“baik”. Orang lebih tertarik pada rupa daripada tingkah laku. Orang yang
bertingkah laku baik (etika), tetapi kurang indah (estetika) akan dipilih
belakangan; yang dipilih lebih dahulu adalah orang yang indah sekalipun
kurang baik.29
29
Qiqi Yuliati Zakiyah & A. Rusdiana, Pendidikan Nilai: Kajian Teori dan Praktik di
Sekolah, (Bandung: CV PUSTAKA SETIA, 2014), hlm. 18-19
12
dalam dunia masyarakat, bangsa dan negara.30 Pendidikan nilai tidak serta merta
terjadi dalam diri seseorang, tetapi bersifat prosesual, artinya tujuan pendidikan nilai
hanya dapat terlihat jika setiap tahapan pendidikan nilai dapat tercapai.31
Penekanan terhadap pendidikan nilai merupakan bagian penting yang
sering terlupakan dalam proses pendidikan selama ini. Padahal substansi dari
pendidikan itu sendiri adalah proses untuk mengembangkan watak optimisme
dalam diri manusia, memberikan kesadaran kritis agar manusia mampu
mengembangkan penalaran, memanggil kepada manusia akan kebenaran
hakiki, dan memberikan pencerahan iman serta akal budi manusia. Dengan
pendidikan yang sangat menekankan pada aspek nilai diharapkan akan lahir
manusia yang memiliki sensitivitas tinggi terhadap penegakan nilai-nilai
kebenaran, keadilan, kemanusiaan, dan kemajuan yang merupakan nafas (ruh)
dalam kehidupan manusia di bumi ini.32
30
Tri Sukitman, Internalisasi Pendidikan Nilai Dalam Pembelajaran (Upaya Menciptakan
Sumber Daya Manusia Yang Berkarakter), JPSD: Jurnal Pendidikan Sekolah Dasar, Vol. 2, No. 2
Agustus 2016, hlm. 88
31
Ratnawati Sukardi, Pendidikan Nilai; Mengatasi Degradasi Moral Keluarga, Prosiding
Seminar Nasional Pendidikan FKIP UNTIRTA 2017, hlm. 307
32
Subur, Pendidikan Nilai: Telaah tentang Model Pembelajaran, INSANIA: Jurnal
Pemikiran Alternatif Pendidikan, Vol. 12, No. 1, Januari-April 2007, hlm. 1
13
jujur, baik di keluarga, masyarakat, negara dan lingkungan di mana ia
berada.33
Pembelajaran nilai dapat meliputi langkah orientasi, informasi,
pemberian contoh, latihan, pembiasaan, umpan balik, dan tindak lanjut.
Langkah-langkah tersebut tidah harus selalu berurutan, melainkan berubah-
ubah sesuai dengan kebutuhan. Dengan proses seperti itu, diharapkan apa
yang pada awalnya sebagai pengetahuan, kini menjadi sikap, dan kemudian
berubah wujud menjadi perilaku yang dilaksanakan sehari-hari.34
33
Dyah Kusuma Windrati, Pendidikan Nilai sebagai Suatu Strategi dalam Pembentukan
Kepribadian Siswa, Jurnal Formatif 1(1): 40-47, hlm. 41
34
Sofyan Sauri & Herlan Firmansyah, Meretas Pendidikan Nilai, (Bandung: CV Armico,
2010), hlm. 18
35
Sofyan Sauri & Herlan Firmansyah, Meretas Pendidikan Nilai, (Bandung: CV Armico,
2010), hlm. 19
14
selain sebagai esensi hakikat manusia, nilai juga menyangkut substansi
kebenarannya yang dapat berlaku konstekstual dan situasional. 36
b. Landasan Psikologis
Dalam telaah psikologi, manusia terletak pada pandangan bahwa
manusia sebagai individu selalu tampil unik. Keunikan manusia dilihat
dari sisi mental dan tingkah lakunya berimplikasi pada asumsi psikologis
berikutnya bahwa pada hakikatnya tidak ada seorang pun manusia yang
sama persis dengan manusia lainnya.37
Meskipun demikian, aspek psikologi mencoba untuk menarik batas-
batas kemiripan melalui kaidah-kaidah perkembangan mental manusia
beserta ciri-ciri perilakunya. Keutuhan manusia sebagai organisasi
dijelaskan melalui aspek-aspek psikis yang berkembang secara dinamis.
Demikian pula, perbedaan individu ditarik pada prinsip-prinsip dasar
perkembangan yang mewakili setiap fase pertumbuhan dan
perkembangan manusia.38
Dengan berdasarkan pada kaidah-kaidah umum psikologi seperti itu,
landasan psikologis pendidikan nilai dapat dijelaskan sebagai berikut.
1) Motivasi
Setiap orang memiliki motivasi untuk bertindak sesuai
dengankeinginan, minat, dan kebutuhannya.39 Motivasi merupakan
penyebab yang diduga telah mendorong seseorang ke arah perilaku
atau tindakan tertentu. Jika dikaitkan dengan pendidikan nilai sebagai
upaya penyadaran nilai pada peserta didik, motivasi menjadi aspek
penting yang perlu dikembangkan.
Sejumlah kajian tentang motivasi menunjukkan bahwa dorongan
psikologis manusia bergerak secara dinamis dalam suatu kontinum
36
Qiqi Yuliati Zakiyah & A. Rusdiana, Pendidikan Nilai: Kajian Teori dan Praktik di
Sekolah, (Bandung: CV PUSTAKA SETIA, 2014), hlm. 68
37
Qiqi Yuliati Zakiyah & A. Rusdiana, Pendidikan Nilai: Kajian Teori dan Praktik di
Sekolah, (Bandung: CV PUSTAKA SETIA, 2014), hlm. 69
38
Qiqi Yuliati Zakiyah & A. Rusdiana, Pendidikan Nilai: Kajian Teori dan Praktik di
Sekolah, (Bandung: CV PUSTAKA SETIA, 2014), hlm. 69
39
Sofyan Sauri & Herlan Firmansyah, Meretas Pendidikan Nilai, (Bandung: CV Armico,
2010), hlm. 19
15
yang menempatkan nilai pada ujung pertimbangan psikologis. Hal
tersebut berimplikasi bahwa pendidikan nilai harus mampu
membangkitkan motivasi peserta didik ke arah tindakan yang
didasarkan pada pilihan kebenaran, kebaikan, dan keindahan.
Tindakan yang positif itu harus senantiasa dijaga agar berlangsung
lama dan terinternalisasi pada diri peserta didik.
2) Perbedaan Individu
Perbedaan individu merupakan cermin adanya keunikan pada
setiap peserta didik.40 Perbedaan individu berimplikasi pada
kurikulum pendidikan nilai dalam mengajarkan dan membimbing
peserta didik ke arah pilihan nilai kehidupan yang tepat, fungsional,
kontekstual, dan sesuai dengan kebutuhan hidup mereka. Seperti yang
dihadapkan pada pendidikan umumnya, masalah krusial pendidikan
nilai terletak pada bagaimana pembelajaran nilai dapat dilakukan
secara adil. Adil dalam arti nilai diajarkan dengan baik yang tidak
mengabaikan perkembangan nilai subjektif yang lahir secara
perseorangan dan tidak melupakan nilai objektif yang berasal dari
kelompok. Dengan kata lain, nilai objektif dan nilai subjektif harus
dikembangkan secara seimbang.41
3) Tahapan Belajar Nilai
Dalam memahami nilai anak tumbuh dan berkembang sesuai
dengan pengalamannya. Hal ini tidak berarti semua pengalaman anak
berlangsung dalam suatu kejadian dan kesatuan yang utuh. Oleh
karena itu, diperlukan strategi dasar yang harus dikembangkan oleh
guru, yaitu meliputi:
a) mengidentifikasi nilai dan tujuan yang hendak dicapai oleh
anak;
40
Sofyan Sauri & Herlan Firmansyah, Meretas Pendidikan Nilai, (Bandung: CV Armico,
2010), hlm. 20
41
Qiqi Yuliati Zakiyah & A. Rusdiana, Pendidikan Nilai: Kajian Teori dan Praktik di
Sekolah, (Bandung: CV PUSTAKA SETIA, 2014), hlm. 69
16
b) menyusun pengalaman kehidupan yang menantang terhadap
pertimbangan nilai;
c) menyediakan sejumlah pengalaman yang memperluas
kemampuan anak dalam membangun nilai secara mandiri.42
c. Landasan Sosial
Manusia adalah makhluk sosial. Manusia tidak dapat hidup sendiri
tanpa adanya keterlibatan orang lain atau tanpa melibatkan diri dengan
orang lain. Hubungan saling membutuhkan antarindividu menandakan
bahwa manusia tidak dapat hidup terisolasi dari dunia sekitar. Oleh sebab
itu, manusia dalam sejarah pemikiran Eropa Barat disebut homo concors,
yaitu makhluk yang dituntut untuk hidup secara harmonis dalam
lingkungan masyarakatnya.43
Teori psikologi sosial menjelaskan bahwa ikatan sosial diwujudkan
dalam konteks hubungan interpersonal yang melibatkan stimulus,
respons, dan tafsiran antarpribadi dalam interaksi sosial. Hubungan
menjadi bermakna karena di dalamnya melibatkan sikap, keyakinan dan
tindakan. Tindakan sosial individu dalam masyarakat merefleksikan
sikap dan keyakinan seseorang terhadap objek sosial.44
Target utama pendidikan nilai secara sosial adalah membangun
kesadaran-kesadaran interpersonal yang mendalam. Peserta didik
dibimbing untuk mampu menjalin hubungan sosial secara harmonis
dengan orang lain melalui sikap dan perilaku yang baik. Ia dilatih untuk
berprasangka baik kepada orang lain, berempati, suka menolong, jujur,
bertanggung jawab, dan menghargai perbedaan pendapat. Semua sikap
42
Qiqi Yuliati Zakiyah & A. Rusdiana, Pendidikan Nilai: Kajian Teori dan Praktik di
Sekolah, (Bandung: CV PUSTAKA SETIA, 2014), hlm. 70
43
Qiqi Yuliati Zakiyah & A. Rusdiana, Pendidikan Nilai: Kajian Teori dan Praktik di
Sekolah, (Bandung: CV PUSTAKA SETIA, 2014), hlm. 70
44
Sofyan Sauri & Herlan Firmansyah, Meretas Pendidikan Nilai, (Bandung: CV Armico,
2010), hlm. 20
17
dan perilaku itu dapat membantu peserta didik untuk hidup secara sehat
dan harmonis dalam lingkungan sosial yang dihuninya.45
d. Landasan Estetik46
Manusia adalah makhluk yang memiliki cita rasa keindahan (estetik).
Cita rasa tersebut berkembang sesuai dengan potensi setiap individu
dalam menilai objek-objek yang bernilai seni atau menuangkan karya
seni. Pada tingkatan tertentu cita rasa keindahan berkembang secara
subjektif. Artinya, setiap orang dapat mengekspresikan kualitas dan
intensitas keindahan yang berbeda. Akan tetapi, pada tingkatan yang
lebih tinggi, cita rasa keindahan dapat sampai pada penemuan makna
keindahan yang hakiki sehingga berada di wilayah yang objektif, yaitu
kebenaran dan kebaikan estetik yang bernilai universal.
Dalam perkembanganya, cita rasa keindahan melibatkan semua
domain yang ada pada diri seseorang meskipun yang paling dominan
adalah aspek perasaan. Proses ini berbeda dari verifikasi empirik dalam
menguji kebenaran ilmu pengetahuan.
Nilai-nilai estetik berkembang dan dibangun berdasarkan kriteria
tertentu yang berstandar pada keindahan yang terdapat dalam objek seni.
Oleh karena itu, seseorang yang hendak mengembangkan intuisi
estetiknya harus mampu mengelompokkan, menimbang, dan menilai
fakta keindahan atau menciptakan bentuk karya seni.
B. Kaligrafi
1. Pengertian Kaligrafi
Kaligrafi secara etimologis berasal dari bahasa Inggris, calligraphy, yang
berasal dari dua suku kata bahasa Yunani yaitu kallos: beauty (indah) dan
graphein: to write (menulis) yang berarti tulisan indah atau seni tulisan indah.
Dalam bahasa Arab biasa disebut khat yang berarti garis atau coretan pena
45
Qiqi Yuliati Zakiyah & A. Rusdiana, Pendidikan Nilai: Kajian Teori dan Praktik di
Sekolah, (Bandung: CV PUSTAKA SETIA, 2014), hlm. 70
46
Qiqi Yuliati Zakiyah & A. Rusdiana, Pendidikan Nilai: Kajian Teori dan Praktik di
Sekolah, (Bandung: CV PUSTAKA SETIA, 2014), hlm. 71
18
yang membentuk tulisan tangan. Dan disebut fann al-khath dalam arti seni
memperhalus tulisan atau memperbaiki coretan.47
Definisi secara terminologi, lebih lengkapnya dipaparkan oleh Syekh
Syamsuddin al-Afkani di dalam kitabnya, ‘Irsyad Al-Qasid’, yang artinya
kaligrafi adalah suatu ilmu yang memperkenalkan bentuk-bentuk huruf
tunggal, letak-letaknya dan tata cara merangkainya menjadi sebuah tulisan
yang tersusun. Atau apa-apa yang ditulis di atas garis-garis, bagaimana cara
menulisnya dan menentukan mana yang tidak perlu ditulis, menggubah ejaan
yang perlu digubah dan menentukan cara bagaimana untuk mengubahnya.48
Ada pula yang mengatakan bahwa kaligrafi merupakan apa-apa yang
ditulis para ahli dengan sentuhan kesenian. Kaligrafi melahirkan suatu ilmu
sendiri tentang tata cara menulis, yang meneliti tentang tanda-tanda bahasa
yang bisa dikomunikasikan, yang ditorehkan secara proporsional dan
harmonis, yang dapat dilihat secara kasat mata dan diakui sebagai susunan
yang dihasilkan lewat kerja kesenian.49
2. Kaligrafi Arab
Bangsa Arab, jika dibandingkan dengan bangsa-bangsa lain, seperti
Mesir, Babilonia atau Cina yang telah sukses mengembangkan sistem tulis
dan memiliki bentuk kaligrafi yang sangat kompleks, boleh dikatakan sebagai
pendatang yang agak terlambat. Padahal, tulisan mereka menempati tempat
kedua sesudah aksara Romawi, yang banyak dipakai dalam pelbagai
penulisan, sampai sekarang.50
Kaligrafi Arab adalah tulisan indah yang berasal dan berkembang di
wilayah Arab. Dalam bahasa Inggris disebut dengan Arabic calligraphy dan
dalam bahasa Arab dinamakan al-khat al-Arabi. Terdapat pula sejumlah
47
Ilham Khoiri R., Al-Quran dan Kaligrafi Arab, (Ciputat: PT Logos Wacana Ilmu, 1999),
hlm. 50
48
Didin Sirojuddin AR, Seni Kaligrafi Islam, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2000),
hlm. 3
49
Ilham Khoiri R., Al-Quran dan Kaligrafi Arab, (Ciputat: PT Logos Wacana Ilmu, 1999),
hlm. 50
50
Didin Sirojuddin AR, Seni Kaligrafi Islam, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2000),
hlm. 21
19
istilah lain seperti Islamic calligraphy, fann al-khath al-arabi, atau Quranic
calligraphy yang merujuk kepada hal yang sama, kaligrafi Arab.51
Bahasa Arab memiliki faktor utama dalam menyatukan orang-orang yang
berbeda dalam bidang bahasa, budaya, dan etnis. Di masa awal Islam, bahasa
Arab tidak hanya sebagai bahasa resmi administrasi, tetapi juga menjadi
bahasa agama (Islam) dan sarana pembelajaran, dan ini berlaku hingga
sekarang.52
Kaligrafi Arab dapat dikatakan sebagai satu-satunya kontribusi Arab
pada seni Islam, yang merupakan tanda universal yang berpengaruh bagi
umat muslim di mana pun mereka berada. Naskah kaligrafi yang menuliskan
ayat-ayat Al-Quran itu dianggap suci menurut Islam, yang juru tulisnya
bersaing satu sama lain dalam menyempurnakan karakternya.53 Pengaruh Al-
Quran telah menjadikan kaligrafi menjadi sebuah bentuk seni budaya Islam.
Seni kaligrafi Arab, sebagai salah satu bentuk karya seni yang dilandasi
oleh pertimbangan-pertimbangan estetis dan keagamaan, mempunyai fungsi
penting, yaitu secara fisik, ia dapat difungsikan untuk dekorasi, dan secara
ideal ia dapat dipakai sebagai media komunikasi untuk menyampaikan “misi
dakwah” kepada penikmat agar mendapat sentuhan nilai/rasa keagamaan.54
Penggunaan kaligrafi Arab pada lukisan yang memiliki nilai-nilai
keislaman dalam paradigma keislaman, dengan adanya tanda-tanda
penggunaan ayat-ayat suci Al-Qur’an dan Hadits yang diinterpretasikan atau
ditafsirkan ke dalam karya lukis bernafaskan Islam. Atau sebagai tanda
bahwa kaligrafi Islami tidak dapat dipisahkan dengan keyakinan agama islam,
dengan tujuan satu menuju keilahian55.
51
Ilham Khoiri R., Al-Quran dan Kaligrafi Arab, (Ciputat: PT Logos Wacana Ilmu, 1999),
hlm. 51-52
52
Kathleen Kuiper, Islamic Art, Literature, and Culture, (New York: Britannica Educational
Publishing, 2010), hlm. 37
53
Sir Thomas Arnold, The Islamic Art nd Architecture, (New Delhi: Gooword Books, 2001),
hlm. 113
54
Kamsidjo BU, Terbentuknya Seni Lukis Kaligrafi Islam di Indonesia, Jurnal Imajinasi Vol
2, No 1, 2006
55
Eddy Fauzy Effendy, Seni Lukis Kaligrafi Islami, (Yogyakarta: Media Kreativa Sejahtera,
2019), hlm. 13
20
3. Perkembangan Kaligrafi Arab
Pada awalnya kaligrafi bermula dari seni ukir yang bersatu dengan seni
tulis, yang mana akan menghasilkan kesenian yang sering menghiasi
bangunan-bangunan Islam. Oleh sebab itu, ukiran ini bukan semata-mata
hanya sebagai perwujudan kesenian saja, atau sebagai pencurahan keindahan
saja, tetapi ia memberikan kesan lain yang lebih mendalam, yaitu kesan
keindahan yang mendekatkan kepada perikemanusiaan dan rasa ketuhanan,
karena ukiran-ukiran dari berbagai motif tersebut berjalin indah dengan ayat-
ayat Al-Quran, hadits Nabi atau kata-kata hikmat/mutiara.56
Sejak Al-Quran turun, kaligrafi terus mengalami kemajuan. Kemajuan
tersebut bisa ditajamkan pada beberapa segi, yaitu: 1) Kaligrafi Arab
berkembang ke dalam berbagai gaya yang sangat banyak, variatif, dan
masing-masing memiliki karakter serta keunggulan tersendiri, 2) Kaligrafi
Arab mendapatkan penyempurnaan-penyempurnaan, baik itu pada i’jam
maupun syakal atau hal-hal yang bersangkutan dengan kelengkapan huruf dan
kemudahan bacaan, 3) Kaligrafi Arab menyebar pemakaian dan
penemuannya ke seluruh Jazirah Arabia, atau bahkan melewatinya
melingkupi seluruh negeri negeri yang berpenduduk muslim. Masyarakat
muslim mencintainya, para penguasa perlindungan melindunginya, 4)
Kaligrafi Arab memperlihatkan perwujudan artistik dan estetik yang sangat
signfikan, yang melebihi perwujudan tulisan manapun di dunia ini, 5)
Terumuskan teori-teori dan buku buku panduan yang sistematis tentang
kaligrafi Arab, 6) Kaligrafi Arab mengandung makna makna filosofis,
religius, dan misteri-misteri tersendiri yang mendalam.57
Kaligrafi-kaligrafi Arab pada realitasnya tak bisa dipisahkan dari Al-
Quran. Sayyed Hossein Nasr mengatakan bahwa kaligrafi Arab merupakan
visualisasi and Wahyu yang merupakan penjelmaan teks Al-Quran. Dengan
56
C. Israr, Sejarah Kesenian Islam, jilid 1, (Jakarta: Bulan Bintang, 1978), hlm. 52
57
Ilham Khoiri R., Al-Quran dan Kaligrafi Arab, (Ciputat: PT Logos Wacana Ilmu, 1999),
hlm. 84
21
sendirinya kaligrafi menduduki posisi yang sangat istimewa dalam peradaban
Islam.
Para kaligrafer muslim ternyata tidak sekedar memahami penulisan Al-
Quran itu sebatas pengabdian saja, tetapi lebih dari itu juga dianggap sebagai
lahan eksplorasi artistik mereka. Di situ mereka bebas melakukan penggalian
sedalam-dalamnya. Hasilnya adalah beratus-ratus salinan Al-Quran dalam
produksi yang sangat bagus, yang diberi imbuhan ilustrasi dengan aneka
corak sehingga penulisan mushaf menjadi fenomena kesenian tersendiri.
Keistimewaan itu dilatari oleh semangat dan praktik penulisan Al-Quran
sepanjang sejarah yang sangat memompa kalbu para kaligrafer untuk semakin
menggali estetika kaligrafi Arab dalam wujud gaya-gaya yang begitu variatif
dan mempesona.58
58
Ilham Khoiri R., Al-Quran dan Kaligrafi Arab, (Ciputat: PT Logos Wacana Ilmu, 1999),
hlm. 117-118
59
Fauzi Salim Afifi, Cara Mengajar Kaligrafi: Pedoman Guru, (Jakarta: Daarul Ulum Press,
2009), hlm. 3
22
tau’iyah (plastis) dan karakter Farisi adalah rusyaqah (cantik semampai) dan
taraqus (semampai atau gemulai).60
Bentuk-bentuk huruf yang ada mengadopsi bagian-bagian yang dimiliki
saudaranya: dalam Riq’ah ada kepala ha yang menyerupai ba’ terbalik. Di
dalam Naskhi, kepala kaf su’bandiyah menyerupai kepala wawu namun
terbalik. Demikian sehingga seluruh huruf secara umum memiliki karakter
masing-masing.61
a. Kufi
Khat Kufi adalah khat tertua di antara khat Arab lainnya.62 Sampai
pada abad ke 7 Masehi, jenis tulisan yang diukirkan hanyalah tulisan Kufi
(berasal dari kota Kuffah). Tetapi kemudian telah meluas dengan
mempergunakan jenis yang lain seperti tulisan Farisy (berasal dari Persi) dan
lain-lain.63
Khat Kufi dibedakan oleh kekakuan dan ketegasannya serta kelurusan
sempurna dari goresan vertikal dan horizontal huruf-hurufnya terbentuk.
Khat ini ditulis secara geometris menggunakan serangkaian bentuk
kotak.64
Gambar 2.1 Khat Kufi
60
Fauzi Salim Afifi, Cara Mengajar Kaligrafi: Pedoman Guru, (Jakarta: Daarul Ulum Press,
2009), hlm. 5
61
Fauzi Salim Afifi, Cara Mengajar Kaligrafi: Pedoman Guru, (Jakarta: Daarul Ulum Press,
2009), hlm. 5
62
King Faisal Center for Research and Islamic Studies, Arabic Calligraphy Manuscripts,
(Riyadh, Saudi Arabia: Saudi Arabian Printing Company, 1987), hlm. 50
63
C. Israr, Sejarah Kesenian Islam, jilid 1, (Jakarta: Bulan Bintang, 1978), hlm. 52
64
King Faisal Center for Research and Islamic Studies, Arabic Calligraphy Manuscripts,
(Riyadh, Saudi Arabia: Saudi Arabian Printing Company, 1987), hlm. 57
23
b. Naskhi
Usia Khat ini mencapa 13 abad. Puncak kesempurnaan bentuknya
adalah pada abad ke-14 Masehi. Kebanyakan teks pada Al-Quran
menggunakan khat ini.65 Karakternya nampak secara jelas pada
lengkungan-lengkungan yang mirip busur atau berbentuk setengah
lingkaran. Sebagian huruf-hurufnya diterapkan di atas garis, sebagian
yang lainnya menukik menabrak batas-batas garis. Beberapa huruf
Naskhi tegak lurus dan sisanya melengkung.66
Digunakan untuk menyalin mushaf Al-Quran, buku pelajaran dan
kebudayaan, surat kabar, majalah, dan iklan karena keindahan dan
kejelasannya terutama karena harakat yang sering menyertainya.
Kaidahnya lebih sulit daripada kaidah Riq’ah. Naskhilah yang pertama
kali harus diajarkan di Madrasah. Khat Naskhi dan Riq’ah diajarkan di
tingkat permulaan.67
Gambar 2.2 Khat Naskhi
c. Tsuluts
Khat ini adalah yang terlihat paling menarik dan yang paling sulit
untuk ditulis dan dikuasai.68 Khat Tsuluts membutuhkan lebih banyak
pengamatan, uji coba, dan latihan tangan. Dalam latihan Tsulus, gerakan-
65
King Faisal Center for Research and Islamic Studies, Arabic Calligraphy Manuscripts,
(Riyadh, Saudi Arabia: Saudi Arabian Printing Company, 1987), hlm. 58
66
Fauzi Salim Afifi, Cara Mengajar Kaligrafi: Pedoman Guru, (Jakarta: Daarul Ulum Press,
2009), hlm. 13
67
Fauzi Salim Afifi, Cara Mengajar Kaligrafi: Pedoman Guru, (Jakarta: Daarul Ulum Press,
2009), hlm. 15
68
King Faisal Center for Research and Islamic Studies, Arabic Calligraphy Manuscripts,
(Riyadh, Saudi Arabia: Saudi Arabian Printing Company, 1987), hlm. 54
24
gerakan tangan diperlancar adakalanya dengan cara mengolah ujung
pena, adakalanya dengan menggoreskan tepinya, dan dengan adakalanya
cara meliukkan tipis tebalnya.69
Digunakan dalam rupa-rupa medium kaligrafi dan sampul buku dan
termasuk khat yang paling sulit dipelajari. Banyak pula digunakan untuk
mendekorasi interior masjid. Gaya Sulus paling sedikit pemakaian dan
penyebarannya karena penulisannya cukup sulit akibat ukuran-ukuran
hurufnya harus selalu terkontrol keseimbangannya. Khat Sulus diajarkan
di tingkat guru atau pengajar.70
Gambar 2.3 Khat Tsuluts
d. Farisi
Gaya khat ini disebut juga khat mutaroqis (menari-nari) karena
membutuhkan tarian tangan dalam pengolahan huruf hurufnya. Farisi
belum dapat diajarkan di Madrasah tingkat permulaan. Bisa digoreskan
secara cepat untuk anatomi hurufnya yang sangat tipis atau tebal sekali
secara berdampingan. Di antara unsur-unsur keelokannya adalah
perpindahan goresan dari tipis ke tebal dengan cara yang menyenangkan
69
Fauzi Salim Afifi, Cara Mengajar Kaligrafi: Pedoman Guru, (Jakarta: Daarul Ulum Press,
2009), hlm. 13
70
Fauzi Salim Afifi, Cara Mengajar Kaligrafi: Pedoman Guru, (Jakarta: Daarul Ulum Press,
2009), hlm. 16
25
tangan saat menggoresnya dan menyenangkan mata saat
menyaksikannya. Gaya Farisi selamanya condong ke kanan.71
Dalam penggunaan dan penyebarannya sama dengan Sulus namun
sedikit lebih mudah dari gaya ini. Tidak diajarkan kecuali di sekolah
kaligrafi. Jenis tulisan ini paling banyak digunakan di Iran, Afghanistan,
Pakistan, dan India. Banyak jenisnya seperti Syikasteh, Ta’liq, dan lain-
lain.72
Gambar 2.4 Khat Farisi
e. Riq’ah
Khat ini merupakan khat dengan penulisan yang cepat, dan paling
sering digunakan dalam tipe penulisan di banyak negara Arab. 73 Huruf-
hurufnya kaku, tegak lurus, menukik, vertikal, miring, dan beberapa
bagiannya cekung. Huruf-huruf ini mengambil lokasi selalu di atas garis,
maka bagian-bagian huruf ini saling bermiripan. Dengan karakter-
karakter ini, pemilihan unsur-unsur yang berdekatan untuk menerangkan
perbedaan-perbedaannya menjadi mudah dan sempurna.74
Khat ini digunakan sebagai tulisan harian di sekolah, kantor untuk
berbagai kebutuhan, urusan bisnis, dan rumah tangga. Riq’ah
dimanfaatkan untuk surat-menyurat antar sesama karena kecepatan
71
Fauzi Salim Afifi, Cara Mengajar Kaligrafi: Pedoman Guru, (Jakarta: Daarul Ulum Press,
2009), hlm. 13-14
72
Fauzi Salim Afifi, Cara Mengajar Kaligrafi: Pedoman Guru, (Jakarta: Daarul Ulum Press,
2009), hlm. 16
73
King Faisal Center for Research and Islamic Studies, Arabic Calligraphy Manuscripts,
(Riyadh, Saudi Arabia: Saudi Arabian Printing Company, 1987), hlm. 56
74
Fauzi Salim Afifi, Cara Mengajar Kaligrafi: Pedoman Guru, (Jakarta: Daarul Ulum Press,
2009), hlm. 12
26
goresan dan kaidah-kaidahnya yang simpel. Riq’ah merupakan gaya
kaligrafi tersohor yang paling banyak digunakan di dunia Islam.75
Gambar 2.5 Khat Riq’ah
f. Diwani
Khat ini adalah jenis yang paling fleksibel di antara khat yang lain.76
Khat Diwani selalu ditulis di atas garis. Gaya Ini membutuhkan latihan-latihan
untuk menguasai huruf-huruf tunggal dan cara-cara menggoreskannya secara
telaten karena adanya kemiripan lengkungan-lengkungan yang menabrak batas
garis dengan lengkungan lengkungan yang berada di atasnya.77
Digunakan untuk urusan-urusan iklan, spanduk dan brosur dagang, tema
pameran dan label dagang atau pesan-pesan mainan dan teater. Termasuk jenis
khat mutaraqis, harus ditempuh dengan latihan-latihan serius dan tidak
diajarkan kecuali di sekolah kaligrafi.78
Gambar 2.6 Khat Diwani
75
Fauzi Salim Afifi, Cara Mengajar Kaligrafi: Pedoman Guru, (Jakarta: Daarul Ulum Press,
2009), hlm. 15
76
King Faisal Center for Research and Islamic Studies, Arabic Calligraphy Manuscripts,
(Riyadh, Saudi Arabia: Saudi Arabian Printing Company, 1987), hlm. 59
77
Fauzi Salim Afifi, Cara Mengajar Kaligrafi: Pedoman Guru, (Jakarta: Daarul Ulum Press,
2009), hlm. 13
78
Fauzi Salim Afifi, Cara Mengajar Kaligrafi: Pedoman Guru, (Jakarta: Daarul Ulum Press,
2009), hlm. 16
27
5. Peranan dan Fungsi Kaligrafi
a. Peranan kaligrafi79
1) Kaligrafi merupakan salah satu sarana komunikasi antar manusia.
Kaligrafi telah berhasil membawa warisan budaya berabad-abad
dari kakek nenek kepada cucu.
2) Kaligrafi adalah salah satu medium kebudayaan yang lahir dari
agama, sosial, ekonomi, dan lain-lain, dan merupakan medium ilmu
dan penelitian ilmiah.
3) Kaligrafi merupakan kepanjangan dari pikiran manusia, dan pena
termasuk salah satu sarananya. Dengan demikian, pena adalah
penyambung pemahaman.
4) Kaligrafi adalah salah satu sarana penyampaian sejarah sepanjang
zaman, catatan peristiwa dan sejarah bangsa-bangsa.
5) Kaligrafi adalah salah satu sarana informasi dan cabang estetika
yang bernilai budaya.
28
4) Sebagian apresiator merasakan kenikmatan memandang dan
menelaahnya karena ada unsur-unsur estetis pada huruf-huruf dan
harakatnya. Kaligrafi menarik ekspresi, dicintai kalangan-kalangan
tertentu dan umum.
81
Fauzi Salim Afifi, Cara Mengajar Kaligrafi: Pedoman Guru, (Jakarta: Daarul Ulum Press,
2009), hlm. 18
82
Fauzi Salim Afifi, Cara Mengajar Kaligrafi: Pedoman Guru, (Jakarta: Daarul Ulum Press,
2009), hlm. 20
29
d. Menumbuhkan kemmapuan mengkritik dan menyelami rasa seni
setelah mengetahui unsur-unsur keindahan dalam kaligrafi yang
bagus.
e. Memperoleh rasa senang melaksanakan tugas secara baik dan
meperdalam rasa tenteram dalam jiwa bila mencapai beberapa
kemajuan dalam latihan.
f. Meningkatkan minat dalam jiwa murid untuk menambah kecintaan,
perhatian, pemeliharaan dan karir dalam seni kaligrafi.
83
Fauzi Salim Afifi, Cara Mengajar Kaligrafi: Pedoman Guru, (Jakarta: Daarul Ulum Press,
2009), hlm. 21
30
Karena setiap gaya tulisan memiliki karakter unit bentuk yang saling
berkait dan mengandung kelebihan-kelebihan khusus yang membuat
tulisan menjadi indah bersusun, dan mempunyai bentuk yang
mempesona. Sesuai dengan kaidah pengolahan hasil latihan, setiap
pelatih akan dapat menerapkan teori-teori penggunaan unit bentuk
sebagai bagian dari disiplin sosial dalam hidupnya.
84
Peggy Klaus, The Hard Truth about Soft Skills, (New York: Harper Collins Publisher,
2007), hlm. 2
85
Peggy Klaus, The Hard Truth about Soft Skills, (New York: Harper Collins Publisher,
2007), hlm. 10
31
Sedangkan menurut Putra dan Pratiwi, soft skill adalah kemampuan-
kemampuan tak terlihat yang diperlukan untuk sukses, misalnya kemampuan
berkomunikasi, kejujuran/integritas dan lain-lain.86 Soft skill tidak meliputi
keterampilan teknikal seperti keterampilan perhitungan finansial. Secara umum
soft skill diartikan sebagai kemampuan di luar kemampuan teknis dan akademis,
yang lebih mengutamakan kemampuan intrapersonal dan interpersonal.87
Intrapersonal skill adalah keterampilan di mana seseorang mengatur diri
sendiri. Ini adalah hal yang paling utama sebelum seseorang akan menjalin
hubungan dengan orang lain. Beberapa contoh intrapersonal skill antara lain:
transformasi karakter, manajemen waktu, percaya diri, dan proaktif. Sedangkan
interpersonal skill adalah keterampilan berhubungan atau berinteraksi dengan
lingkungan kelompok masyarakat dan lingkungan kerja serta interaksi antar
individu. Beberapa contoh interpersonal skill antara lain; kemampuan
berkomunikasi, keterampilan kepemimpinan, keterampilan negosiasi,
keterampilan berbicara di depan umum, dan kerjasama tim.88
Dengan demikian, kemampuan yang dapat kita lihat yang mempunyai
indikator menghitung, menganalisa, mendisain, wawasan dan pengetahuan yang
luas, membuat model, dan kritis, dinamakan hard skill. Sedangkan soft skill
merujuk kepada indikator seperti kreativitas, sensitifitas, dan intuisi yang lebih
mengarah pada kualitas personal yang berada di balik prilaku seseorang.
Dalam dunia pendidikan, hard skill dan soft skill masuk ke dalam kompetensi
pada ranah keterampilan yang mengandung keterampilan abstrak dan
keterampilan kongkret. Soft skill dapat diisebut juga sebagai keterampilan abstrak,
yang cenderung merujuk pada keterampilan menyaji, mengolah, menalar, dan
mencipta dengan dominan pada kemampuan mental keterampilan berpikir.
Sedangkan hard skill dapat dikatakan sebagai keterampilan kongkret, yang mana
lebih bersifat fisik motorik yang cenderung merujuk pada kemampuan
86
Ikhsan S. Putra & Aryanti Pratiwi, Sukses dengan Soft Skills, (Bandung: Direktorat
Pendidikan ITB, 2005), hlm. 5
87
Ikhsan S. Putra & Aryanti Pratiwi, Sukses dengan Soft Skills, (Bandung: Direktorat
Pendidikan ITB, 2005), hlm. 11
88
Firdaus, Urgensi Soft Skills dan Character Building bagi Mahasiswa, Jurnal TAPIs, Vol.
14 No.01 Januari-Juni 2017, hlm. 62
32
menggunakan alat, dimulai dari persepsi, kesiapan, meniru, membiasakan gerakan
mahir, menjadi gerakan alami, menjadi tindakan orisinal.89
Pembentukan keterampilan kongkret menggunakan gradasi olahan Simpson
dengan tingkatan: persepsi, kesiapan, meniru, membiasakan gerakan, mahir,
menjadi gerakan alami, dan menjadi gerakan orisinal.90
Tabel 2.1 Perkembangan Keterampilan Menurut Simpson
D. Pendidikan Islami
Ilmu berisi teori. Ilmu pendidikan berisi teori-teori tentang pendidikan. Ilmu
pendidikan Islami berisi teori-teori tentang pendidikan yang berdasarkan Islam,
89
Yudhi Munadi, Perangkat Pembelajaran, Modul UIN Jakarta: 2019 (tidak diterbitkan),
hlm. 10
90
Yudhi Munadi, Perangkat Pembelajaran, Modul UIN Jakarta: 2019 (tidak diterbitkan),
hlm. 5-6
33
karena Islam adalah keyakinan.91 Aturan Islam dibuat berdasarkan gagasan utama
yaitu Al-Quran, Hadis dan akal. Karena pendidikan menduduki posisi penting
dalam kehidupan manusia, maka wajarlah muslim mengatakan Al-Quran, hadits
dan akal sebagai dasar bagi teori-teori pendidikannya. Itulah sebabnya Ilmu
Pendidikan Islami memilih Al-Quran dan hadis sebagai dasarnya.92
Pendidikan islami adalah bimbingan yang diberikan kepada seseorang agar ia
berkembang secara maksimal yang positif sesuai dengan ajaran Islam. 93 Maka,
pendidikan islami bertujuan untuk membuat manusia berkembang dengan
sempurna, dan menurut Ahmad Tafsir dalam bukunya Ilmu Pendidikan Islami,
manusia sempurna menurut Islam haruslah94:
1. Jasmaninya sehat dan kuat, serta berketerampilan
2. Akalnya cerdas dan pandai, hingga mampu menyelesaikan masalah secara
cepat dan tepat
3. Hatinya penuh iman dan takwa kepada Allah
Pendidikan Islami mencakup pengajaran umum dan pengajaran agama.
Metode pengajaran untuk pengajaran umum tidak terlalu rumit, karena teori-
teorinya bisa diambil dari teori pengajaran Barat. Dan untuk mengajarkan agama,
bagian yang mengangkat pembinaan psikomotor dan kognitif juga tidak terlalu
rumit segi pengajarnya. Namun, bagian yang rumit adalah pembinaan afektif
karena menyangkut pembinaan rasa iman dan rasa beragama. Rasa iman dan rasa
beragama seseorang tidak dapat dinilai oleh manusia lainnya, karena itu semua
adalah hubungan keimanan antara manusia dengan tuhannya. Namun pembinaan
dan pembiasaan beragamanya dapat dihidupkan di sekolah. Meskipun demikian,
pembinaan afektif beragama peserta didik tidak akan berhasil jika hanya
mengandalkan pendidikan agama di sekolah saja, tetapi peran pendidikan
keagamaan yang dibentuk dari pendidikan rumah tangga peserta didiklah yang
91
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Islami, Cet ke-4,(Bandung: PT Remaja Rosdakaya, 2016),
hlm. 29
92
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Islami, Cet ke-4,(Bandung: PT Remaja Rosdakaya, 2016),
hlm. 31
93
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Islami, Cet ke-4,(Bandung: PT Remaja Rosdakaya, 2016),
hlm. 43
94
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Islami, Cet ke-4,(Bandung: PT Remaja Rosdakaya, 2016),
hlm. 70
34
menjadi pemicu utama apakah ia akan berhasil mencapai kompetensi afektif pada
bidang pendidikan agama. Jadi, menurut Ahmad Tafsir, proses pendidikan islami
peserta didik dimulai dari pendidikan islami di rumah tangga berasama orang tua
dan keluarganya, baru kemudian dilanjutkan pembinaannya di sekolah oleh
gurunya. Maka proses pendidikan islami dimulai sejak bayi tersebut dilahirkan,
hingga ia tumbuh dan berkembang menjadi manusia dewasa.
95
Ayi Sisma Roisudin, Menumbuhkan Nilai-Nilai Karakter melalui Pendidikan Khat Al-
‘Arabiy: Studi Kasus di Sekolah Kaligrafi Al-Quran (SAKAL) Pondok Pesantren Mamba’ul
Ma’arif Denanyar Jombang, Didaktika Religia: Journal Of Islamic Education, Vol. 3, No. 1, 2015
96
Syamsul Cahyo Arifin, “Nilai-Nilai Pendidikan Islam dalam Seni Kaligrafi di Madrasah
Mu’allimin Muhammadiyah Yogyakarta”, Skripsi pada Sekolah Tinggi Agama Islam Al Husaian
Magelang, Magelang, 2017, tidak dipublikasikan
35
mendalami penelitian dengan arah yang lebih spesifik lagi, yaitu meneliti
nilai edukasi yang terdapat dalam kegiatan proses menulis kaligrafi Arab.
3. Penelitian dengan judul “Nilai–Nilai Pendidikan dalam Seni Kaligrafi
Karya Syaiful Adnan”, yang diteliti oleh Maryono, mahasiswa Sekolah
Tinggi Agama Islam Al-Husaian Magelang.97
Penelitian ini mengupas tentang nilai-nilai pendidikan dalam seni
kaligrafi khusus mahakarya kaligrafer Syaiful Adnan, yang mana dapat
menjadi penguat dalam penelitian yang penulis lakukan.
97
Maryono, Nilai–Nilai Pendidikan dalam Seni Kaligrafi Karya Syaiful Adnan, Wahana
Islamika: Jurnal Studi Keislaman, Vol. 4 No. 1 April 2018
36
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Lembaga Kaligrafi Al-Quran (LEMKA) yang
berlokasi di Jl. Semanggi II 03/03 No. 20 A, Cempaka Putih Ciputat, Tangerang
Selatan, Banten. Sedangkan waktu penelitian yang dilakukan adalah pada bulan
November hingga Desember 2019.
B. Latar Penelitian
Lembaga Kaligrafi Al-Quran (LEMKA) merupakan lembaga kaligrafi
terbesar di ASEAN. Sejak berdiri tahun 1983, LEMKA telah melahirkan lebih
dari 6000 orang kader, guru, penulis,dan tenaga profesional dibidang kaligrafi.
LEMKA Ciputat melalui program kursus kaligrafinya kini telah
menyelenggarakan sebanyak 67 gelombang kursus dengan peserta didik lebih dari
4500 orang. LEMKA juga memiliki pesantren kaligrafi yang terletak di
Sukabumi. Sebagai pencetus pesanten kaligrafi Al-Quran pertama di Indonesia,
LEMKA telah menjaring lebih dari 1300 orang alumni pesantren sejak tahun
1998. Beberapa pengajar LEMKA dan alumni aktif melakukan pembinaan dan
pengkaderan kaligrafer melalui lembaga atau sanggar, serta pesantren yang ada di
seluruh Indonesia. Tenaga pengajar LEMKA terdiri dari para khattat berprestasi,
pelukis, desainer, dan praktisi profesional di bidang seni kaligrafi Islam. LEMKA
telah banyak menumbuhkan pelaku industri kreatif dibidang seni kaligrafi Al-
Quran, seperti Noqtah Art, Assiry, Saktah, dll.
LEMKA mengajarkan berbagai gaya khat secara detail dari huruf-huruf
tunggal, tata letak, komposisi, harmoni, proporsi, cara menggores, dan teknik
gubahan. Metode yang dilajarkan di LEMKA ialah belajar bernuansa rekreatif,
yakni melukis dan diskusi kaligrafi di alam terbuka, bukit, tepi pantai, dan tempat-
tempat rekreasi yang indah dan mengasyikkan. Peserta didik yang belajar di
LEMKA dapat menambah wawasan dengan pengajian seni, mubahasah tafsir Al-
Quran, teknik mengajar khat, dan organisasi kesanggaran, hingga nantinya akan
37
meningkatkan kreativitas peserta didik melalui lomba-lomba kaligrafi dan
pameran seni di tanah air dan mancanegara.98
C. Metode Penelitian
Pada penelitian kali ini penulis menggunakan metode deskriptif kualitatif.
Penelitian deskriptif dirancang untuk memperoleh informasi tentang status gejala
pada saat penelitian dilakukan. Penelitian ini diarahkan untuk menetapkan sifat
suatu situasi pada waktu penelitian itu dilakukan. Dalam penelitian deskriptif,
tidak ada perlakuan yang diberikan atau dikendalikan seperti yang dapat ditemui
dalam penelitian eksperimen. Tujuan penelitian ini ialah untuk melukiskan
variabel atau kondisi “apa yang ada” dalam suatu situasi.99
98
Lembaga Kaligrafi Al-Quran (LEMKA), www.lemka.net, (diakses pada 22 Agustus 2019
pukul 22.30)
99
Arief Furchan, Pengantar Penelitian dalam Pendidikan, (Surabaya: Usaha Nasional,
2008), hlm. 415
100
A. Muri Yusuf, Metode Penelitian: Kuantitatif, Kualitatif, dan Penelitian Gabungan,
(Jakarta: Pranadamedia Group, 2014), hlm. 384
38
berperan aktif dalam setiap kegiatan sebagai anggota dalam lembaga.
Selain itu, peneliti akan mengamati keadaan lingkungan sekitar lokasi
penelitian, akan tetapi fokus kepada proses pembelajaran menulis kaligrafi
Arab. Peneliti melakukan observasi partisipan kurang lebih selama sebulan
lamanya di LEMKA Ciputat, terhitung sejak tanggal 9 November 2019 s/d
7 Desember 2019. Dan demi memperkaya data temuan, peneliti
melakukan observasi juga ke Pesantren LEMKA Sukabumi selama 3 hari,
sejak tanggal 25 November 2019 s/d 27 November 2019.
2. Wawancara
Wawancara merupakan suatu proses interaksi antara pewawancara dan
sumber informasi atau orang yang diwawancarai melalui komunikasi
langsung.101
Dalam penelitian ini, akan digunakan metode wawancara terstruktur,
wawancara tidak terstruktur, dan wawancara bebas sekaligus. Peneliti
secara terstruktur akan mewawancarai ketua umum lembaga, serta guru
atau anggota yang memiliki pengalaman lebih banyak dan lebih matang
dan terampil. Kemudian wawancara tidak terstruktur dan wawancara bebas
akan peneliti lakukan seiring berjalannya proses observasi partisipan yang
peneliti lakukan.
Tabel 3.1: Kisi-Kisi Wawancara
101
A. Muri Yusuf, Metode Penelitian: Kuantitatif, Kualitatif, dan Penelitian Gabungan,
(Jakarta: Pranadamedia Group, 2014), hlm. 372
39
Melakukan gerakan
kompleks dan
termodifikasi,
memerlukan
kecermatan, proporsi
dan kepastian yang
Mahir lebih tinggi dalam Pengajar
penampilan. Respon-
respon lebih terkoreksi
dan kesalahan-
kesalahan dibatasi
sampai pada tingkat
minimum
Menjadi gerakan alami
yang diciptakan sendiri
Alami atas dasar gerakan yang Pengajar
sudah dikuasai
sebelumnya
3. Dokumentasi
Dokumen merupakan catatan atau karya seseorang tentang sesuatu yang
sudah berlalu. Dokumen tentang orang atau sekelompok orang, peristiwa,
atau kejadian dalam situasi sosial yang sesuai dan terkait dengan fokus
40
penelitian adalah sumber informasi yang sangat berguna dalam penelitian
kualitatif.102
Berkaitan dengan proses pembelajaran di LEMKA, maka dokumen yang
diperlukan oleh peneliti antara lain foto atau video kegiatan pembelajaran
dan aktivitas peserta didik, dokumen hasil-hasil karya kaligrafi peserta
didik, dokumen pembelajaran, serta dokumen yang lainnya yang dapat
mendukung dalam proses pengumpulan data.
102
A. Muri Yusuf, Metode Penelitian: Kuantitatif, Kualitatif, dan Penelitian Gabungan,
(Jakarta: Pranadamedia Group, 2014), hlm. 391
103
A. Muri Yusuf, Metode Penelitian: Kuantitatif, Kualitatif, dan Penelitian Gabungan,
(Jakarta: Pranadamedia Group, 2014), hlm. 394
104
A. Muri Yusuf, Metode Penelitian: Kuantitatif, Kualitatif, dan Penelitian Gabungan,
(Jakarta: Pranadamedia Group, 2014), hlm. 394
41
diperoleh. Dari proses perpanjangan pengamatan ini diharapkan peneliti
dapat membuat perincian pengamatannya.105
2. Meningkatkan ketekunan penelitian
Ketekunan peneliti dalam proses penelitian akan sangat menentukan hasil
data yang akurat dan relevan. Situasi sosial di lapangan terkadang
berubah-ubah, peneliti tidak boleh terpaku pada situasi tersebut, tetapi
harus melanjutkan penelitian dengan menyesuaikan situasi tersebut. Selain
itu, peneliti juga harus senantiasa menjaga subjektivitasnya agar
menghasilkan penelitian yang objektif.106
3. Melakukan triangulasi data sesuai aturan
Triangulasi merupakan salah satu teknik dalam pengumpulan data untuk
mendapatkan temuan dan interpretasi data yang lebih akurat dan
kredibel.107 Triangulasi data digunakan peneliti untuk mengecek data yang
bersumber dari ketua umum lembaga, guru-guru, serta anggota atau
peserta didik. Lalu, peneliti juga menggunakan triangulasi teknik untuk
menguji kredibilitas data yang dilakukan dengan cara mengecek data
kepada sumber yang sama dengan teknik yang berbeda.
105
Nusa Putra dan Santi Lisnawati, Penelitian Kualitatif Pendidikan Agama Islam,
(Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013), hlm. 33
106
A. Muri Yusuf, Metode Penelitian: Kuantitatif, Kualitatif, dan Penelitian Gabungan,
(Jakarta: Pranadamedia Group, 2014), hlm. 395
107
A. Muri Yusuf, Metode Penelitian: Kuantitatif, Kualitatif, dan Penelitian Gabungan,
(Jakarta: Pranadamedia Group, 2014), hlm. 395
108
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2010), hlm. 248
42
saat wawancara, peneliti sudah melakukan analisis terhadap jawaban yang
diwawancarai. Jika ternyata hasil wawancara belum dirasa memuaskan, maka
peneliti akan melakukan tahap selanjutnya sampai data yang diperoleh dianggap
terpercaya.
43
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Profil Lembaga Kaligrafi Al-Qur’an (LEMKA) Ciputat
1. Profil LEMKA109
Nama : Lembaga Kaligrafi Al-Qur’an
Pendiri : Ust. Dr. KH Didin Sirojuddin, M.Ag
Alamat : Jl. Semanggi II 03/03 No. 20 A, Cempaka Putih Ciputat,
Tangerang Selatan, Banten, Indonesia
Telp/Fax : +6221 74996 279
Website : www.lemka.net
Email : lemkanet@yahoo.com
2. Sejarah Singkat
LEMKA dikukuhkan pada tanggal 20 April 1985, di Ciputat. Diawali
dari keinginan Didin Sirojuddin untuk mendirikan semacam organisasi atau
lembaga untuk mengembangkan seni kaligrafi atau khat yang menjadi
hobinya hingga kaligrafi berkembang di Indonesia110
Nama LEMKA mula-mula ialah Poros Kaligrafi Ciputat, namun banyak
ketidaksetujuan terhadap nama tersebut. Lalu lahirlah nama Lembaga
Kaligrafi Islam. Tetapi, nama itu akan memberikan beban terlalu berat,
mengingat nama Islam terlalu agung dan bisa meluas. Setelah diajukan satu
nama lagi, Lembaga kaligrafi Al-Qur'an, Diuraikan oleh Sirojuddin tentang
alasan mengambil kata "Al-Qur'an" tersebut, yaitu: "Al-Qur'an sebagai
sumber etika, ketika seorang khattat menggoreskan kaligrafi Arab." Jadi,
olahannya adalah kaligrafi Arab, etika pengolahannya bersumber kepada
akhlak Al-Qur'an. Dengan demikian, seorang khattat atau kaligrafer akan
selalu dikontrol dan di bawah perlindungan gagasan, ilham penciptaan,
109
Lembaga Kaligrafi Al-Quran (LEMKA), www.lemka.net, (diakses pada 22 Agustus 2019
pukul 22.30)
110
Hasil wawancara dengan Dr. KH Didin Sirojuddin AR, M.Ag, dilaksanakan pada tanggal
4 Desember 2019, pukul 09.15 WIB, di Ruang Dosen Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
44
estetika dan ajaran-ajaran yang terpantul dari bias keinginan Al Qur'an.
Dalam ungkapan yang lebih sederhana lagi: ‘Seorang khattat atau kaligrafer
haruslah berakhlak baik, berbudi pekerti luhur, saleh dan berkarya untuk
keagungan agama sesuai ajaran-ajaran yang tertuang dalam Kitab Suci Al-
Qur’an’.111
111
Lembaga Kaligrafi Al-Quran (LEMKA), www.lemka.net, (diakses pada 22 Agustus 2019
pukul 22.30)
112
LEMKA, Draf AD/ART LEMKA (Pada Musyawarah Tahunan LEMKA, 2013)
45
8. Usaha-usaha lain yang sesuai dengan identitas dan asas organisasi
serta berguna untuk mencapai tujuan organisasi.
113
LEMKA, Draf AD/ART LEMKA (Pada Musyawarah Tahunan LEMKA, 2013)
114
Hasil observasi, dilaksanakan pada tanggal 9 November s/d 7 Desember 2019, di LEMKA
Ciputat.
46
4. Guru yang agung: memberikan motivasi
Dalam proses pengajarannya, LEMKA mencakup semua guru tersebut di
atas, namun yang paling ditekankan ialah mendemonstrasikan dan
memberikan motivasi. Ketika mengajar tidak hanya semata-mata mengajar,
namun juga menerangkan falsafah huruf yang diajarkan sehingga murid yang
diajarkan mengerti dan lebih semangat untuk terus berprogres untuk menata
diri melebihi apa yang diperlukan gurunya.115
Untuk menjadi seorang guru di LEMKA, harus memenuhi kompetensi
pada kemampuan mengajar dan memiliki pengetahuan yang standar untuk
diberikan. Umumnya yang aktif berkontribusi di berbagai lomba, karena
karya lomba ialah karya puncak dari pembelajaran kaligrafi, maka guru harus
memiliki perjalanan panjang dalam puncak karya, di antaranya dalam tangga
lomba, tangga pameran, kemudian tangga banyak menyampaikan wawasan
kekaligrafian.116 Namun, di LEMKA juga terdapat mentor atau pendamping
pengajar yang telah dipercaya untuk membantu proses pengkoreksian peserta
kursus, yakni diambil dari alumni LEMKA sendiri yang memiliki potensi
lebih hingga sudah diberikan kepercayaan penuh dalam membenarkan
penulisan kaligrafi karya peserta kursus.
a. Guru Pengajar117
1) Dr. KH. Didin Sirojuddin AR, M.Ag
2) H. M. Abdurrahman S
3) Ahmad Munir
4) H. Nurkholis
5) Apipuddin S, M.Ag
6) H. M. Zhohiruddin, S.S
7) H. Isep Misbah, S.Ag
115
Hasil wawancara dengan Dr. KH Didin Sirojuddin AR, M.Ag, dilaksanakan pada tanggal
4 Desember 2019, pukul 09.15 WIB, di Ruang Dosen Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
116
Hasil wawancara dengan Dr. KH Didin Sirojuddin AR, M.Ag, dilaksanakan pada tanggal
4 Desember 2019, pukul 09.15 WIB, di Ruang Dosen Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
117
Dokumentasi pribadi LEMKA, tidak dipublikasikan
47
8) H. Nurkholis
9) Nasruddin
10) Edi Amin
11) Ni’am Maskuri
12) Saiful Huda
13) Heri Sumarna
14) Kurnia Agung R, S.EI
15) Effendi Le’ong
b. Pendamping Pengajar/Mentor118
1) Sholeha
2) Khusairi
3) Halomoan Harahap
4) Herman Sawiran
5) Zainal
6) Dea
7) Ummi Khairiyah
8) Rohman
9) Ni’am Maskuri
10) Irsyad
11) Kholil Abdul Jalil
12) Zulhaizam
13) Raudhotul Maghfiroh
14) Mawardi Pohan
15) Mahmud
16) Rizaldi
118
Dokumentasi pribadi LEMKA, tidak dipublikasikan
119
Dokumentasi pribadi LEMKA, tidak dipublikasikan
48
Jumlah
Kelas Total
L P
Naskhi (Sabtu) 11 4 15
Naskhi (Ahad) 24 9 33
Tsulus 10 6 16
Farisi 3 1 4
Diwani 5 1 6
Lukis
8 3 11
(kontemporer)
Jumlah 85
120
Hasil wawancara dengan Dr. KH Didin Sirojuddin AR, M.Ag, dilaksanakan pada tanggal
4 Desember 2019, pukul 09.15 WIB, di Ruang Dosen Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
121
Hasil observasi, dilaksanakan pada tanggal 9 November s/d 7 Desember 2019, di LEMKA
Ciputat.
49
menjadi mahir.122 Maka, ketika belajar di kelas LEMKA, tiap orang tanpa
mengenal perbedaan usia semuanya menyatu, saling belajar dengan satu sama lain
hingga akhirnya masing-masing murid bisa saling memotivasi satu sama lain.
Bahkan, terdapat beberapa pria dengan usia yang terlihat sama seperti guru yang
mengajar juga turut ikut mengisi kelas di LEMKA, bergabung dengan murid yang
masih remaja tanpa adanya rasa malu untuk ikut belajar kaligrafi. Selain itu,
suasana kelas yang begitu tenang menambah kenyamanan dalam belajar kaligrafi
di LEMKA, sehingga secara fisik, mental dan kognitif mereka siap untuk
belajar.123
Penulis meklasifikasikan proses pembelajaran menulis kaligrafi di LEMKA
menjadi 3 tahapan, yaitu imitating, creating, dan characterizing.
1. Imitating
Dalam dunia kaligrafi ada yang dinamakan ‘taqlidul khat’, yang artinya
meniru kaligrafi. Dalam pembelajaran kaligrafi, meniru adalah tahap yang
paling ditekankan sejak awal mula pembelajaran. Meniru adalah meneladani,
jadi dengan meniru karya-karya yang bagus dari tokoh kaligrafi, akan
membangkitkan semangat belajar dan akan meningkatkan kualitas estetis
karya.124 Maka yang sangat ditekankan pada LEMKA ialah meniru dan
mengikuti yang diajarkan guru. Prinsip belajar berguru merupakan falsafah
cara meningkatkan kualitas estetis sebuah karya kaligrafi. Di LEMKA
terdapat lembaga tauladan, yakni murid harus terus selalu mau belajar meniru
kepada karya-karya yang lebih baik darinya. Kemudian nantinya karya murid
tersebut akan dikoreksi dengan berdasar pada karya yang benar agar hasil dari
murid tersebut tidak memiliki kesalahan fatal.125 Dalam berkaligrafi, jika
seseorang belajar sendiri tanpa guru, mungkin saja memang tulisan yang
122
Hasil wawancara dengan Dr. KH Didin Sirojuddin AR, M.Ag, dilaksanakan pada tanggal
4 Desember 2019, pukul 09.15 WIB, di Ruang Dosen Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
123
Hasil Observasi, dilaksanakan pada tanggal 9 November s/d 7 Desember 2019, di
LEMKA Ciputat.
124
Hasil wawancara dengan Dr. KH Didin Sirojuddin AR, M.Ag, dilaksanakan pada tanggal
4 Desember 2019, pukul 09.15 WIB, di Ruang Dosen Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
125
Hasil Observasi, dilaksanakan pada tanggal 9 November s/d 7 Desember 2019, di
LEMKA Ciputat.
50
dihasilkannya akan tetap akan bagus, namun tidak menutup kemungkinan
bahwa apa yang dibuatnya keluar dari kaidah yang benar. Maka meniru apa
yang diajarkan guru ialah penting.
Ada 4 tipe guru yang menjadi dasar dalam pengajaran LEMKA:
1. Guru biasa: berbicara
2. Guru yang baik: menerangkan
3. Guru yang hebat: mendemonstrasikan
4. Guru yang agung: memberikan motivasi
Dalam proses pengajarannya, LEMKA mencakup semua guru tersebut di
atas, namun yang paling ditekankan ialah mendemonstrasikan dan
memberikan motivasi. Ketika mengajar tidak hanya semata-mata mengajar,
namun juga menerangkan falsafah huruf yang diajarkan sehingga murid yang
diajarkan mengerti dan lebih semangat untuk terus berprogres untuk menata
diri melebihi apa yang diperlukan gurunya.126
Untuk menjadi seorang guru di LEMKA, harus memenuhi kompetensi
pada kemampuan mengajar dan memiliki pengetahuan yang standar untuk
diberikan. Umumnya yang aktif berkontribusi di berbagai lomba, karena
karya lomba ialah karya puncak dari pembelajaran kaligrafi, maka guru harus
memiliki perjalanan panjang dalam puncak karya, di antaranya dalam tangga
lomba, tangga pameran, kemudian tangga banyak menyampaikan wawasan
kekaligrafian.127
Pembelajaran yang dilakukan oleh murid sejak pertama kali datang ke
LEMKA ialah dengan berlatih membuat huruf alif yang sesuai dengan
kaidahnya, yaitu terbentuk dari 5 titik. Kemudian guru mengajarkan teknik
memegang alat tulisnya, kemiringan goresan dan tebal tipis tiap huruf sesuai
dengan kaidahnya. Begitu pula dengan huruf-huruf setelahnya hingga huruf
terakhir. Tak lupa, guru juga mengajarkan bagaimana cara menyambung
126
Hasil wawancara dengan Dr. KH Didin Sirojuddin AR, M.Ag, dilaksanakan pada tanggal
4 Desember 2019, pukul 09.15 WIB, di Ruang Dosen Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
127
Hasil wawancara dengan Dr. KH Didin Sirojuddin AR, M.Ag, dilaksanakan pada tanggal
4 Desember 2019, pukul 09.15 WIB, di Ruang Dosen Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
51
huruf, dengan posisi huruf di awal, di tengah, maupun di akhir. Pembelajaran
basic atau yang paling dasar, dimulai dengan khat Naskhi. Selain diajarkan
guru secara langsung di dalam kelas, tiap murid juga memiliki modul atau
buku kaligrafi masing-masing untuk melihat dan berlatih lebih giat di
rumahnya selepas mereka pulang dari kelas kursus kaligrafi di LEMKA. Para
murid di LEMKA selalu bersedia menerima dan merespon positif setiap
proses yang diarahkan oleh guru kepada mereka selama proses
pembelajarannya. Mereka selalu bersikap sabar dan tenang dalam tiap proses
meniru khat-khat yang didemonstrasikan oleh guru di papan tulis, menerima
apa yang dikoreksi/dibenarkan oleh para mentor dan guru dalam proses
koreksian hingga mau terus berlatih menjadi lebih baik lagi dalam berprogres
menulis kaligrafi.128
Selama proses meniru, seorang kaligrafer harus terus menerus berlatih
dan membiasakan diri menggores huruf-huruf kaligrafi dengan berpedoman
pada karya yang benar dan bagus. Karena menulis kaligrafi bagaikan
menghafal Al-Qur’an129, semakin sering mengulang tulisan maka akan
semakin lancar menggoreskan huruf demi huruf dengan indah. Jika terlalu
lama tidak berlatih, maka jejak keahlian berkaligrafi di tangan pun rasanya
sudah mulai hilang perlahan130. Proses pembiasaan berlatih ini pun juga
ditekankan di LEMKA, yakni dengan diberikannya tugas selepas
pembelajaran untuk dikerjakan di rumah masing-masing peserta kursus.
Dengan tugas yang diberikan, maka tentu saja akan mengharuskan peserta
kursus untuk berlatih sendiri di rumah dengan berdasarkan modul yang telah
diberikan.
LEMKA memiliki prinsip ‘murid tidak boleh bosan, guru tidak boleh
lelah’. Maksudnya ialah murid tidak boleh bosan untuk terus belajar,
128
Hasil Observasi, dilaksanakan pada tanggal 9 November s/d 7 Desember 2019, di
LEMKA Ciputat.
129
Hasil wawancara dengan Fiya, dilaksanakan pada tanggal 16 November 2019, pukul 17.30
WIB, di Studio LEMKA
130
Hasil wawancara dengan Faiz, dilaksanakan pada tanggal 17 November 2019, pukul 11.30
WIB, di Studio LEMKA
52
sementara guru juga tidak boleh lelah untuk mengajar.131 Dan diperlukan
ketekunan untuk membiasakan belajar kaligrafi terus menerus agar murid
benar-benar menjadi terampil berkaligrafi.
2. Creating
Setelah meniru banyak kaligrafi yang baik dan bagus, serta membiasakan
terus menerus menggores huruf demi huruf kaligrafi dengan istiqomah, maka
seorang kaligrafer akan sampai pada tahap mahir, hal ini berkaitan dengan
segi teknik dalam hard skill. Mahir maksudnya sudah menguasai teknik-
teknik berkaligrafi dengan tingkatan yang lebih tinggi, yakni menguasai
semua jenis khat, memberi warna kaligrafi dengan bagus, dan juga menguasai
teknik kaligrafi lukis (kontemporer).
Ketika seseorang sudah mahir berkaligrafi, maka secara alami ia pun
sudah bisa menghasilkan karyanya sendiri tanpa lagi meniru karya orang lain.
Dalam tahap ini, seorang kaligrafer sudah mulai mengekspresikan dirinya dan
karyanya dengan mengikuti lomba-lomba dan sayembara. Karena dengan
mengikuti kegiatan lomba kaligrafer akan menemukan wawasan yang lebih
luas tentang kaligrafi untuk dipelajari lebih banyak lagi dari yang selama ia
dapatkan. Berkarya kaligrafi juga merupakan salah satu jalan dakwah dalam
menjaga Al-Qur’an, dari sinilah terdapat banyak pahala yang akan
didapatkan.132
Meskipun seorang kaligrafer sudah dapat dikatakan mahir, tidak menutup
kemungkinan ia masih memiliki kesalahan ketika berkarya. Terkadang ada
faktor emosional yang kurang terkontrol ketika sedang membuat karya, atau
sedang ada beban pikiran yang mengganggu ketika sedang mengikuti lomba,
atau bisa juga dengan faktor ibadah yang kurang maksimal, dan
sebagainya.133 Namun karena tingkat kemampuannya yang sudah bisa
131
Hasil wawancara dengan Dr. KH Didin Sirojuddin AR, M.Ag, dilaksanakan pada tanggal
4 Desember 2019, pukul 09.15 WIB, di Ruang Dosen Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
132
Hasil wawancara dengann Herman Sawiran, dilaksanakan pada tanggal 24 November
2019, pukul 11.40 WIB, di Studio LEMKA
133
Hasil wawancara dengann Herman Sawiran, dilaksanakan pada tanggal 24 November
2019, pukul 11.40 WIB, di Studio LEMKA
53
dikatakan semakin ahli, hal seperti ini malah akan menjadi pelajaran beharga
yang dapat membuat dirinya semakin mahir dari yang sebelumnya.
3. Characterizing
Ketika seseorang sudah mahir dalam berkaligrafi hingga sering sekali
membuat karya dan mengikuti banyak lomba, maka tiap tiap karya yang ia
buat lambat laun akan mencerminkan ciri khas yang terdapat dalam dirinya
yang tertuang dalam karya-karyanya. Karya-karya yang dimiliki seorang
kaligrafer dalam tahap ini sudah akan dianggap berciri khas sesuai karakter
dari yang membuatnya, baik dari segi susunan proporsi huruf demi huruf,
penggunaan warna, penggunaan jenis khat, dan lain sebagainya134. Inilah
puncak tertinggi dari kaligrafer yang terampil, yakni karya yang dibuatnya
akan mudah dikenali dengan orang lain karena sudah mencirikan sang
pembuatnya.
Hingga saat ini, LEMKA sudah berhasil mencapai tujuan dan visi yang
diharapkan, hal ini terbukti dengan prestasi-prestasi yang dicapai oleh para
anggota maupun alumni LEMKA, dari mulai tingkat nasional hingga
internasional. Apa yang dulu dibayangkan ketika LEMKA baru mulai terbentuk,
saat ini semuanya telah mewujud dengan baik dan pesat.135
134
Hasil wawancara dengann Herman Sawiran, dilaksanakan pada tanggal 24 November
2019, pukul 11.40 WIB, di Studio LEMKA
135
Hasil wawancara dengan Dr. KH Didin Sirojuddin AR, M.Ag, dilaksanakan pada tanggal
4 Desember 2019, pukul 09.15 WIB, di Ruang Dosen Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
54
edukasi yang terbentuk dalam kegiatan membuat karya seni kaligrafi tersebut.
Kaligrafi dinilai tidak hanya mengasah hard skill dalam berseni saja, tetapi juga
akan meningkatkan soft skill sang kaligrafer yang menuliskannya.
Adapun dalam penelitian ini, berdasarkan pada hasil temuan yang didapat,
peneliti mengklasifikasikan nilai-nilai tersebut ke dalam beberapa kelompok:
1. Nilai Spiritual
Nilai spritual menyangkut hubungan keimanan dan ketaqwaan kepada
Tuhan Yang Maha Esa, yang merupakan hubungan paling mendasar dalam
hidup manusia. Kaligrafi ialah seni yang berunsurkan Islam, menjadi satu
ekspresi ruh dan budaya yang dapat memberikan ketenangan dalam jiwa
manusia sebagai makhluk ciptaan Allah SWT.136 Kaligrafi sebagai bagian
dari kebudayaan dan seni Islam berawal dari adanya keperluan untuk menulis
ayat-ayat Al-Qur’an pada masa Umayyah sekitar tahun 688-692 M.137
Islam adalah agama fitrah, agama yang sesuai dengan fitrah manusia.
Kesenian bagi manusia adalah termasuk fitrah-Nya. Kesanggupan berseni
pulalah yang membedakan manusia dari makhluk Tuhan lainnya. Dengan
menyadari kemampuannya dalam membuat karya seni, seseorang nantinya
akan lebih mudah merasakan rasa syukur kepada Allah SWT yang telah
memberikannya potensi dan kemampuan diri yang dapat dia maksimalkan
dalam hidupnya hingga menjadi manfaat baginya.
Berkarya kaligrafi merupakan salah satu jalan dakwah dalam menjaga
Al-Qur’an, karena pada umumnya yang dituliskan dalam karya kaligrafi Arab
ialah ayat-ayat suci Al-Qur’an, yang mana bila disamakan seperti
membacanya, menuliskannya 1 huruf saja sudah memiliki nilai ibadah. Maka
dalam menjaga kesucian ayat-ayat Allah yang akan dituliskan, seorang
kaligrafer sangat diutamakan membiasakan diri telebih dahulu untuk
berwudhu. Hal ini memiliki nilai pentingnya menjaga wudhu, sebagai wujud
136
Makmur Haji Harun, Eksistensi Seni Kaligrafi Islam Dalam Dakwah: Tantangan, Peluang
dan Harapan, Jurnal Research Gate, Oktober 2015
137
Eddy Fauzy Effendy, Seni Lukis Kaligrafi Islami, (Yogyakarta: Media Kreativa
Sejahtera), 2019, hlm. 43
55
beradab terhadap firman Allah SWT yang nantinya akan dituliskan.138 Dan
karena yang dituliskan ialah ayat-ayat Al-Qur’an, maka akhlak para kaligrafer
harus mencerminkan pula akhlak Al-Qur’an.
Menulis kaligrafi juga mendekatkan pengetahuan terhadap ayat-ayat
Allah yang mungkin sebelumnya masih terasa awam bagi sebagian orang
yang belum terbiasa. Secara tidak langsung, menulis kaligrafi dapat menjadi
sarana menjaga dzikir hati, lisan, pikiran dan perbuatan seseorang. Karena
dengan menuliskannya, maka otomatis ia juga akan membacanya. Hal ini
dapat menjadi sarana penguat iman dan ketakwaan seseorang kepada Allah
SWT.
Menulis kaligrafi membutuhkan tingkat kesabaran yang tinggi, karena
tidak mungkin sebuah huruf akan terbentuk dengan sempurna jika tidak
diiringi rasa sabar dalam menggoreskannya. Maka sabar dalam hal ini ialah
nilai pokok yang harus dimiliki setiap kaligrafer. Allah SWT berfirman:
56
duniawi semata, baik untuk ketenaran, meraup materi, maupun alasan
lainnya. Karena hal ini penting untuk memperoleh keridhoan Allah SWT,
yang mana menjadi tujuan utama kehidupan umat manusia.
2. Nilai Personal
Nilai personal ialah nilai yang berkaitan dengan pribadi manusia itu
sendiri. Nilai personal merupakan refleksi dari kebutuhan, keinginan, dan apa
yang seseorang sangat pedulikan dalam hidup ini. Nilai personal timbul dari
pengalaman pribadi seseorang yang membentuk dasar perilaku yang
konsisten. Dalam mempelajari kaligrafi, nilai-nilai personal pada sang
kaligrafer akan muncul seiring ia berproses mempelajari kaligrafi. Nilai yang
dapat dibentuk di antaranya ialah:
1. Tekun dan Disiplin
Semakin seseorang tekun dalam menuliskan kaligrafi, maka akan
semakin terbiasa hingga menjadikan dirinya mahir. Hal ini akan
membentuk diri yang tekun dan disiplin dalam melakukan sesuatu yang
menjadi tanggungjawabnya.
2. Teliti dan Cermat
Menuliskan kaligrafi memerlukan ketelitian dan kecermatan tinggi,
karena tiap huruf memiliki ukuran yang harus presisi sesuai kaidahnya.
Maka jika kaligrafer tidak cermat dalam menggoreskan huruf-hurufnya,
akan menimbulkan kesalahan dalam mengikuti kaidah-kaidah yang tepat.
3. Kebersihan
Kaligrafi juga menumbuhkan nilai kebersihan dalam menuliskannya.
Huruf yang dituliskan seorang kaligrafer harus bersih tanpa ada coretan
dan kotoran yang mengganggu di sekitarnya. Seseorang yang sedang
melukis karya kaligrafi juga sangat penting untuk memerhatikan
kebersihan lingkungan tempat ia berkarya, karena yang dituliskan ialah
ayat-ayat Al-Qur’an, maka tentu saja harus memiliki adab yang baik
dengan tidak menuliskannya di tempat yang kotor apalagi bernajis.
Begitu pula dengan kebersihan pakaiannya, pakaian yang terlanjur kotor
57
akan membuat ia tidak berhati-hati terhadap tumpahan cat berikutnya,
tetapi dengan memakai pakaian yang bersih maka akan membentuk
kepekaannya dengan kebersihan pakaiannya agar tidak terkotori coretan
cat tinta atau lain sebagainya.
4. Kesehatan
Kesehatan pun juga berintegrasi dalam kegiatan berkaligrafi.
Kaligrafi mendidik seseorang untuk selalu sehat, karena dalam proses
menggores huruf demi huruf tersebut, ada kendali penyesuaian tekanan
tangan dari lima jari, ada kegiatan latihan menahan napas, dan lain
sebagainya, yang mana semua itu sangat bermanfaat bagi kesehatan.
5. Menjaga emosi
Menyambung dengan kesabaran dalam nilai spiritual di sub bab
sebelumnya, emosi yang lumrah dimiliki manusia akan mudah
dikendalikan dengan baik jika seseorang tersebut sudah terbiasa sabar
ketika menggoreskan huruf demi huruf dalam berkaligrafi. Emosi yang
nantinya akan mengarahkan pada hal-hal negatif dalam diri seseorang
dapat disalurkan dengan hal yang positif karena jiwa yang sabar sudah
terbentuk dalam dirinya.
6. Kreatif
Sudah barang tentu kerativitas sangat diasah dalam membuat karya
kaligrafi. Kreatif juga akan mengantarkan seseorang untuk mampu terus
berpikir logis, kritis, dan inovatif dalam menyelesaikan permasalahan-
permasalahan hidup yang akan dihadapinya.
7. Kerja keras
Untuk mencapai suatu hasil karya kaligrafi yang maksimal harus ada
usaha keras yang dilakukan agar menghasilkan karya yang indah hingga
berhasil mencetak prestasi yang diinginkan. Tidak mungkin seseorang
yang sudah sering menjuarai lomba-lomba kaligrafi memiliki usaha yang
sama dengan seseorang yang baru saja memulai belajar kaligrafi.
8. Percaya diri
58
Rasa percaya diri seorang kaligrafer yang telah berhasil
menghasilkan karya dengan kemampuannya sendiri, akan membentuk
suatu nilai yang akan sangat bermanfaat untuk menjalani kehidupannya
sehari-hari. Berani tampil karena percaya akan kemampuannya, berani
berkompetisi karena percaya kalau dirinya mampu, berani membuat
keutusan karena percaya bahwa ia mampu bertanggung jawab atas apa
yang dipilihnya, dan lain sebagainya.
9. Berkarakter
Seperti yang dibahas dalam sub bab proses pembelajaran kaligrafi,
yang mana tahap tetinggi ialah memiliki ciri khas atau karakter yang
sudah secara alami diakui bahwa ia pemilik karakter tersebut. Maka
mempelajari kaligrafi akan membentuk manusia menjadi berkarakter
yang tentunya berkarakter baik.
3. Nilai Sosial
Nilai sosial menyangkut hubungan antara manusia dengan manusia
lainnya (hablum minannas). Ada banyak sekali nilai sosial yang tumbuh
dalam diri seseorang dalam proses pembelajaran menulis kaligrafi yang
dilakukannya, di antaranya ialah:
1. Meneladani
Proses awal mempelajari kaligrafi ialah harus selalu meniru apa yang
didemonstrasikan oleh guru di kelas. Dalam proses meniru ada nilai
keteladanan yang dapat diambil. Bagaimana kita sebagai manusia harus
bisa meneladani sikap-sikap yang baik dari dalam diri orang lain,
maupun menjadi teladan bagi orang lain di sekitar.
2. Profesional
Seseorang yang telah mahir membuat karya kaligrafi, maka ia dapat
dikatakan sebagai seorang yang profesional. Ia sudah bisa menguasai
semua jenis khat dalam kaligrafi sesuai dengan kaidah yang
diberlakukan, ia juga sudah menguasai bagaimana perpaduan warna yang
cocok untuk disajikan dalam karyanya. Dalam hal ini, nilai profesional
59
juga dapat tumbuh dalam dirinya untuk diterapkan dalam kehidupannya.
Misalnya, ia akan melakukan sesuatu bukan tanpa dasar. Ia berbicara
tidak asal, tetapi ada hal-hal yang mendasari perkataannya, ada ilmu-ilmu
yang sudah ia kuasai sebelum bertindak, dan lain sebagainya.
3. Patuh dan taat pada aturan
Dalam menuliskan kaligrafi, seseorang harus mengikuti aturan kaidah
yang sudah menjadi aturan pada huruf demi hurufnya. Satu huruf terukur
dari kemiringan tertentu dengan ukuran titik tertentu, yang jika
digabungkan dengan huruf lain akan membentuk kaidah bentuk tertentu
pula. Hal ini harus benar-benar diikuti, agar tidak timbul kesalahan baik
yang sederhana maupun yang fatal. Mengikuti kaidah ini akan
menumbuhkan nilai patuh dan taat pada aturan yang berlaku dalam
kehidupan manusia.
4. Santun
Mempelajari kaligrafi tidak hanya belajar tentang huruf-huruf yang
indah dipandang saja, akan tetapi juga akan mempelajari apa isi yang
terkandung dalam potongan ayat atau hadits tersebut. Ayat atau hadits
yang dituliskan tentunya berisi kebaikan-kebaikan yang harus dilakukan.
Bersikap santun pada sesama ialah salah satu nilai yang akan terbentuk
dalam diri seorang kaligrafi ketika ia memaknai hikmah dari ayat-ayat
yang dituliskan tersebut.
5. Membawa manfaat
Membuat suatu karya kaligrafi adalah salah satu jalan dalam
berdakwah. Karena yang dibuat ialah ayat-ayat Allah yang memiliki
makna mendalam untuk kehidupan umat beragama. Maka menghasilkan
suatu karya sama halnya dengan membuat suatu manfaat untuk
disebarkan ke orang lain selain untuk dirinya sendiri.
6. Menghargai prestasi dan karya orang lain
Dalam mengerjakan suatu karya kaligrafi, seseorang akan merasakan
bahwa ada usaha yang tidak cukup mudah dalam pengerjaannya. Karena
sudah merasakan bagaimana prosesnya, maka ia akan paham apa yang
60
juga dialami orang lain yang juga berkarya. Dengan itulah ia akan lebih
bisa menghargai prestasi dan karya orang lain yang sudah dibuat. Tidak
merasa angkuh karena mungkin karyanya lebih bagus dari orang lain, dan
tidak merasa rendah diri karena karyanya jauh di bawah hasil karya orang
lain. Karena semua yang menghasilkan karya terbaiknya pastilah
membutuhkan proses yang tidak mudah.
61
BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
Keindahan hasil karya seni kaligrafi menjadi fokus utama bagi setiap mata
yang memandangnya. Keindahan tersebutlah yang paling mendapatkan perhatian
khusus dari karya kaligrafi yang ditampilkan dan dipamerkan. Namun, di samping
indahnya karya tersebut, ternyata terdapat nilai-nilai edukasi yang tumbuh dalam
proses menuliskannya. Nilai-nilai tersebut akan tumbuh seiring dengan
berprosesnya seorang kaligrafer menjalani pembelajaran kaligrafi dengan baik dan
benar hingga menjadi terampil, seperti yang peneliti dapatkan dari hasil penelitian
yang dilaksanakan di LEMKA Ciputat dan kunjungan singkat ke Pesantren
LEMKA Sukabumi.
Proses pembelajaran menulis kaligrafi yang dilakukan di LEMKA Ciputat
hingga menjadi terampil, dilakukan melalui tahapan-tahapan yang penulis dapat
simpulkan sebagai berikut:
1. Imitating
Dalam tahap ini anggota LEMKA melakukan kegiatan meniru apa yang
didemonstrasikan oleh guru, serta membiasakan berlatih terus menerus
meskipun di luar jam kursus dengan diberikan tanggung jawab berupa
tugas. Pada tahap ini peserta didik secara konsisten dituntut untuk terus
mengikuti apa yang diajarkan oleh guru mengenai kaidah penulisan huruf
demi huruf dalam masing-masing khat. Selain itu diajarkan pula teknik
melukis untuk menciptakan background yang indah dan pemilihan warna
yang tepat untuk disajikan.
2. Creating
Setelah dianggap mahir dan menguasai kaidah-kaidah yang sudah
diajarkan, menguasai semua jenis khat, dan menguasai teknik melukis dan
pewarnaan, maka anggota LEMKA harus berlatih membuat suatu
karyanya sendiri yang tidak lagi meniru konsep karya orang lain. Tahapan
62
inipun juga tetap harus dilakukan terus menerus agar peserta didik
terbiasa berkarya.
3. Characterizing
Setelah terbiasa membuat banyak karya, mengikuti lomba dan sayembara,
maka, secara alami lambat laun ia akan memiliki ciri khasnya sendiri
yang tertuang dalam karya yang ia buat, baik itu dari jenis karya, jenis
khat, pemilihan warna, maupun nuansa lukisannya.
Seiring dengan dilakukannya proses tersebut, maka akan tumbuhlah nilai-
nilai edukasi dalam diri masing-masing individu yang nantinya akan bermanfaat
untuk diterapkan dalam kehidupannya. Penulis membagi nilai-nilai tersebut ke
dalam beberapa bagian, di antaranya adalah nilai spiritual yakni berkaitan dengan
hubungan seseorang kepada Tuhannya, nilai personal, yakni berkaitan dengan diri
individu itu sendiri, serta nilai sosial, yang berkaitan dengan hubungan dengan
manusia lainnya.
1. Nilai Spiritual
a. Kesenian adalah termasuk fitrah-Nya
b. Berkarya kaligrafi merupakan salah satu jalan dakwah dalam menjaga
Al-Qur’an
c. Pada umumnya yang dituliskan dalam karya kaligrafi Arab ialah ayat-
ayat suci Al-Qur’an, maka sangat diutamakan membiasakan berwudhu
terlebih dahulu
d. Mendekatkan pengetahuan terhadap ayat-ayat Allah yang sebelumnya
masih terasa awam bagi sebagian orang yang belum terbiasa
e. Sabar dan ikhlas
2. Nilai Personal
a. Tekun dan Disiplin
b. Teliti dan Cermat
c. Kebersihan
d. Kesehatan
e. Menjaga emosi
f. Kreatif
63
g. Kerja keras
h. Percaya diri
i. Berkarakter
3. Nilai Sosial
a. Teladan dan meneladani
b. Profesional
c. Patuh dan taat pada aturan
d. Santun
e. Membawa manfaat
f. Menghargai prestasi dan karya orang lain
B. Saran
a. Sebagai penulis harus selalu bersyukur dan senantiasa berusaha untuk
meningkatkan kemampuan diri, serta menjadi manusia yang lebih
bermanfaat untuk sesama. Penulis sadar betul bahwa memang
pembahasan dalam skripsi ini dirasakan masih jauh dari kata
sempurna. Diharapkan juga adanya penelitian lebih lanjut, lebih mendalam
dan lebih mempertajam analisisnya dengan harapan dapat menambah
wacana pemikiran yang lebih beragam.
b. Diharapkan bagi lembaga kaligrafi untuk selalu meningkatkan kualitas
pembelajaran hingga menjadi lebih baik dan lebih baik lagi untuk ke
depannya. Karena lembaga kaligrafi secara tidak langsung sangat
dibutuhkan di setiap lingkungan agar semangat berdakwah melalui seni
kaligrafi dapat tersebar secara menyeluruh di Indonesia.
c. Sebagai mahasiswa dan siswa, harus terus meningkatkan kualitas diri dari
setiap aspek yang dibutuhkan. Dan salah satunya ialah aspek berseni.
Karena seni dan pendidikan bukanlah suatu yang kontradiktif, tetapi bisa
menjadi sesuatu yang berintegrasi.
64
DAFTAR PUSTAKA
Adirozal, Pendidikan Apresiasi Seni, (Surakarta: Pusat Studi Budaya dan
Perubahan Sosial UMS, 2004)
Al-Quran dan Terjemahannya, Jakarta: Departemen Agama Republik Indonesia.
Afifi, Fauzi Salim, Cara Mengajar Kaligrafi: Pedoman Guru, (Jakarta: Daarul
Ulum Press, 2009)
Arifin, Syamsul Cahyo, “Nilai-Nilai Pendidikan Islam dalam Seni Kaligrafi di
Madrasah Mu’allimin Muhammadiyah Yogyakarta”, Skripsi pada Sekolah
Tinggi Agama Islam Al Husaian Magelang, Magelang, 2017, tidak
dipublikasikan
Arnold, Sir Thomas, The Islamic Art nd Architecture, (New Delhi: Gooword
Books, 2001)
C. Israr, Sejarah Kesenian Islam, jilid 1, (Jakarta: Bulan Bintang, 1978)
Effendy, Eddy Fauzy, Seni Lukis Kaligrafi Islami, (Yogyakarta: Media Kreativa
Sejahtera, 2019)
Al-Faruqi, Ismail Raji, Seni Tauhid: Esensi Ekspresi Estetika Islam, (Yogyakarta:
Yayasan Bentang Budaya, 1999)
Firdaus, Urgensi Soft Skills dan Character Building bagi Mahasiswa, Jurnal
TAPIs, Vol. 14 No.01 Januari-Juni 2017
Furchan, Arief, Pengantar Penelitian dalam Pendidikan, (Surabaya: Usaha
Nasional, 2008)
Harun, Makmur Haji, Eksistensi Seni Kaligrafi Islam Dalam Dakwah: Tantangan,
Peluang dan Harapan, Jurnal Research Gate, Oktober 2015
Husain, Abdul Karim, Seni Kaligrafi Khat Naskhi, (Jakarta: CV Pedoman Ilmu
Jaya, 1985)
Kamsidjo BU, Terbentuknya Seni Lukis Kaligrafi Islam di Indonesia, Jurnal
Imajinasi Vol 2, No 1, 2006
Khoiri R., Ilham, Al-Quran dan Kaligrafi Arab, (Ciputat: PT Logos Wacana Ilmu,
1999)
65
King Faisal Center for Research and Islamic Studies, Arabic Calligraphy
Manuscripts, (Riyadh, Saudi Arabia: Saudi Arabian Printing Company,
1987)
Klaus, Peggy, The Hard Truth about Soft Skills, (New York: Harper Collins
Publisher, 2007)
Kuiper, Kathleen, Islamic Art, Literature, and Culture, (New York: Britannica
Educational Publishing, 2010)
Leaman, Oliver, Estetika Islam: Menafsirkan Seni dan Keindahan, terj. Irfan
Abubakar, Islamic Aesthetics, (Bandung: Mizan, 2004)
Lembaga Kaligrafi Al-Quran (LEMKA), www.lemka.net, (diakses pada 22
Agustus 2019 pukul 22.30)
Maryono, Nilai–Nilai Pendidikan dalam Seni Kaligrafi Karya Syaiful Adnan,
Wahana Islamika: Jurnal Studi Keislaman, Vol. 4 No. 1 April 2018
Moleong, Lexy J., Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi, (Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, 2010)
Munadi, Yudhi, Perangkat Pembelajaran, Modul UIN Jakarta: 2019 (tidak
diterbitkan)
Muslim, Asbullah, Urgensi Estetika dan Budaya Islam dalam Pendidikan Agama
Islam, Palapa: Jurnal Studi Keislaman dan Ilmu Pendidikan Vol. 7 No. 1,
Mei 2013
Mustofa, Ahmad, Ilmu Budaya Dasar, (Bandung; CV Pustaka Setia, 1999)
Putra, Ikhsan S. & Aryanti Pratiwi, Sukses dengan Soft Skills, (Bandung:
Direktorat Pendidikan ITB, 2005)
Putra, Nusa dan Santi Lisnawati, Penelitian Kualitatif Pendidikan Agama Islam,
(Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013)
Roisudin, Ayi Sisma, Menumbuhkan Nilai-Nilai Karakter melalui Pendidikan
Khat Al-‘Arabiy: Studi Kasus di Sekolah Kaligrafi Al-Quran (SAKAL)
Pondok Pesantren Mamba’ul Ma’arif Denanyar Jombang, Didaktika
Religia: Journal Of Islamic Education, Vol. 3, No. 1, 2015
Sauri, Sofyan & Herlan Firmansyah, Meretas Pendidikan Nilai, (Bandung: CV
Armico, 2010)
66
Sirojuddin, Didin, Seni Kaligrafi Islam, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
2000)
Subur, Pendidikan Nilai: Telaah tentang Model Pembelajaran, INSANIA: Jurnal
Pemikiran Alternatif Pendidikan, Vol. 12, No. 1, Januari-April 2007.
Sukardi, Ratnawati, Pendidikan Nilai; Mengatasi Degradasi Moral Keluarga,
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan FKIP UNTIRTA 2017
Sukitman, Tri, Internalisasi Pendidikan Nilai Dalam Pembelajaran (Upaya
Menciptakan Sumber Daya Manusia Yang Berkarakter), JPSD: Jurnal
Pendidikan Sekolah Dasar, Vol. 2, No. 2 Agustus 2016
Tafsir, Ahmad, Ilmu Pendidikan Islami, Cet ke-4,(Bandung: PT Remaja
Rosdakaya, 2016)
Ulfah, Siti Mariah, Metode Pengajaran Seni Kaligrafi (Seni Kaligrafi salah satu
Media Permbelajaran Agama Islam), Jurnal AT-TA’LIM; Vol. 4, Tahun
2013
Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional
Windrati, Dyah Kusuma, Pendidikan Nilai sebagai Suatu Strategi dalam
Pembentukan Kepribadian Siswa, Jurnal Formatif 1(1): 40-47
Yusuf, A. Muri, Metode Penelitian: Kuantitatif, Kualitatif, dan Penelitian
Gabungan, (Jakarta: Pranadamedia Group, 2014)
Zakiyah, Qiqi Yuliati & A. Rusdiana, Pendidikan Nilai: Kajian Teori dan Praktik
di Sekolah, (Bandung: CV PUSTAKA SETIA, 2014).
67
LAMPIRAN
68
Pembelajaran di LEMKA Ciputat
69
70
Wawancara dengan Pendiri LEMKA dan Pengajar LEMKA
71
Wawancara dengan Peserta Kursus
72
Kunjungan ke Pesantren Kaligrafi Al-Qur’an LEMKA Sukabumi
73
74
75
KEMENTERT AN AGAMA
ffii
t{r!l
llir-l
UIN JAKARTA
FITK
Jl. lr. H. Juanda No 95 Ciputat 15412 lndonesia
FORM (FR)
No. Dokumen
Tgl. Terbit
No. Revisi
FITK-FR-AKD-081
1 Maret 2010
01
Hal 1t1
SURAT BIMBINGAN SKRIPSI
Nomor : B- 0847 /F1/KM.0l.3Nl20t9 Jakarta,23 Mei2019
Lamp. :-
Hal : Bimbingan Skripsi
Kepada Yth.
NIM : 11150110000039
Jurusan : pendidikan Agama Islam
Semester : VIII ( Delapan )
.Iudul Skripsi : Kajiarr Filosofis idedia Penrbeiajaran cialam Konteks penciidikan
Agama Islam
Judul terse oleh Jurusan yang bersangkutan pada tanggal23 Mei 2019,
terlamp ir. Saudara dapat melakukan perubahan redaksional pada judul
terse Apabila peru bahan substansial dianggap perlu, mohon pembimbing
Jurusan terlebih dahulu.
Atas perhatian dan kerja sama saudara, kami ucapkan terima kasih.
Was s alamu' al aikum wr.w b.
Jurusan PAI
*
MA
03 13 12010
Tembusan:
i. Dekan FITK AY
2. Mahasiswa ybs.
KEM ENTERIAN AGAMA No. Dokumen F K-FTt-AKD.OB2
UIN JAKARTA Tgl. Terbit 1 lVaret 2010
FITK FORM (FR)
No. IRevlsi c1
Jl. lr ll. Juanda Na 95 Cipuiat 15412 tndancsia
Hal 1t1
S U RA T P E Rr,,q o H CI N A N ZI N P E N E LITI A N
Kepada Yth.,
Atas perhatian dan kerja sama saudara, kami ucapkan terima kasih.
a lslanr
IV Ag
1 199503 1 001
Tembusan:
1. Dekan FITK
2. Wakil Dekan Bi<iang Akademik
3. [Vlahasiswa yang bersangkutan
UJI REFERENSI
NIM :11150110000039
'Fak
/ Jurusan: Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan / Pendidikan Agama Islarl
Judul : Nilai-nilai Edukasi dalam Menulis Kaligrafi Arab
a
sebagai Suatu Strategi clolorn
J 4t
Pembentukan Kepribctclian Sistyct, Jumal
l(l): 40-17
Formatif
Oliver Leaman, Estetika Islam;
Menafsirkan Seni dcLn KeinclcLhcLn. terj.
4 1l-t2
Irf-arr Abubakar'" Islamic Aesthetics.
(Bandung: Mizan, 2004)
Educatior-ral Publishing, 20 I 0)
Sejahtera, 2019)
diterbitkan.l