You are on page 1of 9

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/271718929

FORMULASI MIKROENKAPSULASI PROTEIN DALAM POLI(D,L-LAKTIDA)


DENGAN TEKNIK PENGUAPAN PELARUT

Article · January 2010

CITATIONS READS

0 2,237

3 authors:

Lili Fitriani Heni Rachmawati


Universitas Andalas Bandung Institute of Technology
30 PUBLICATIONS   162 CITATIONS    96 PUBLICATIONS   1,621 CITATIONS   

SEE PROFILE SEE PROFILE

Tri Suciati
Bandung Institute of Technology
39 PUBLICATIONS   280 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Nanomedicine View project

Blended Learning for Sterile Dosage Form Course View project

All content following this page was uploaded by Lili Fitriani on 03 February 2015.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


Jurnal Sains dan Teknologi Farmasi, Vol. 15, No.1, 2010, halaman 34-41 ISSN : 1410-0177

FORMULASI MIKROENKAPSULASI PROTEIN DALAM POLI(D,L-LAKTIDA)


DENGAN TEKNIK PENGUAPAN PELARUT

Lili Fitriani1, Heni Rachmawati2, Tri Suciati2


1
Fakultas Farmasi Universitas Andalas, 2Sekolah Farmasi, ITB

ABSTRACT

Poly (D,L-lactide acid) has been used as scaffold and controlled release device for protein
such as growth factor in tissue engineering. In this study, PDLLA microparticles were made
and papain was used as model protein. Protein was encapsulated in microparticles using
water-oil-water (W1/O/W2) and solid-oil-water (S/O/W) emulsification-solvent evaporation.
Types of encapsulation methods and ratios of papain-PEG 20000 were observed in this study
to provide the highest encapsulation efficiency. The entrapment efficiency made by W 1/O/W2
method was 6,38%0,025, whilst S/O/W using ratios of papain-PEG 20000 1:1 ; 1:4 ; and
1:5 were 6,24%0,91 ; 30,15%1,66 and 60,67%4,93, respectively. To conclude, S/O/W is
the best method to encapsulate protein with highest entrapment efficiency.

Keywords: microencapsulation, protein, PDLLA, solvent evaporation

PENDAHULUAN
terjadi pelepasan yang tidak diinginkan
Perkembangan bioteknologi saat ini telah ketika protein dimasukkan dengan cara ini.
menghasilkan banyak protein, namun sifat (2) mikropartikel dibuat menggunakan
protein yang mudah terdegradasi baik teknik enkapsulasi dan bertujuan untuk
secara kimia maupun fisika menjadi penghantaran pelepasan protein yang
kendala dalam penghantaran protein. Oleh terkendali.
karena itu diperlukan sistem penghantaran
yang tepat untuk mendapatkan efek yang Enkapsulasi protein dapat dilakukan
diharapkan. Salah satu aplikasi dari menggunakan polimer alam ataupun
penggunaan protein yaitu untuk teknik polimer sintetik. Pemilihan polimer
rekayasa jaringan yang merupakan konsep didasarkan pada tujuan enkapsulasi dan
baru dalam pengobatan untuk metode yang akan digunakan. Persyaratan
mempercepat regenerasi jaringan melalui umum untuk bahan yang digunakan dalam
penggunaan sel, polimer sintetis dan mikroenkapsulasi, yaitu tidak toksik,
protein seperti faktor pertumbuhan biodegradabel, tidak iritan, tidak
(Vacanti dan Langer, 2003). membentuk kompleks dengan protein yang
digunakan. Secara umum enkapsulasi
Metode peghantaran protein dapat dapat diakukan dengan menggunakan
dilakukan dengan berbagai cara metode fisika, kimia dan fisikokimia.
diantaranya: (1) protein dapat ditambahkan Metode kimia meliputi polimerisasi antar
secara langsung pada polimer sebelum muka, polimerisasi in situ dan teknik
pembuatan scaffold atau adsorbsi setelah pengerasan dalam cairan. Metode fisika
pembentukan scaffold. Metode ini meliputi semprot kering dan semprot beku,
merupakan metode paling sederhana, suspensi udara dan penyalutan dengan
namun kemungkinan protein terdegradasi panci penyalut. Metode fisikokimia dapat
selama proses pembentukan scaffold atau

34
Jurnal Sains dan Teknologi Farmasi, Vol. 15, No.1, 2010, halaman 34-41 ISSN : 1410-0177

dilakukan dengan koaservasi pemisahan pemplastis. Sebaliknya PDLLA merupakan


fasa, dispersi secara peleburan dan polimer amorf dengan suhu transisi gelas
emulsifikasi penguapan pelarut (Wise, rendah yaitu 55-60 °C yang disebabkan
2000). karena ketidakteraturan bentuk rantai
polimer. Oleh karena itu PDLLA dapat
Poli laktida merupakan polimer sintetis diproses lebih mudah dengan permanasan,
yang bersifat biodegradabel dan pelarut organik atau proses superkritik
biokompatibel yang mengalami degradasi sehingga menghasilkan dispersi obat (zat
melalui pemotongan rantai ester menjadi aktif) yang lebih homogen dari dalam
asam hidrokarboksilat yang bersifat tidak matrik polimer. Polimer ini telah
toksik. Penggunaan poli laktida digunakan untuk mengenkapsulasi protein
diantaranya yaitu pembuatan mikrosfer, menjadi mikropartikel menggunakan
mikrokapsul, dan nanopartikel untuk teknik penguapan pelarut (Castellanos, I.
sistem penghantaran terkontrol. Kecepatan J., dkk., 2002).
degradasi polimer ini dipengaruhi
kristalinitas, hidrofobisitas, rasio co- Emulsifikasi yang disertai dengan
polimer dan bobot molekul (Rowe, 2003). penguapan pelarut merupakan prosedur
umum enkapsulasi protein. Emulsifikasi
air/minyak/air atau A1/M/A2 merupakan
metode yang paling umum digunakan.
Namun metode tersebut mempunyai
beberapa kelemahan seperti aktivitas
protein dapat hilang selama proses yang
disebabkan karena adsorpsi protein pada
interfasa air dan pelarut organik emulsi
Gambar 1.1 Stuktur kimia Poli Laktida primer (A1/M) sehingga mengakibatkan
unfolding irreversible dan agregasi
Poli laktida dibentuk melalui polimerisasi molekul protein. Untuk mengatasi masalah
pembukaan cincin (ring-opening tersebut dapat dilakukan beberapa strategi
polymerization) dari dimer asam laktat antara lain memaksimalkan konsentrasi
menggunakan katalis dan panas. Asam protein pada fasa internal (A1) untuk
laktat merupakan molekul kiral yang memberikan perlindungan terhadap
mempunyai stereoisomer dan protein, meminimalisasi fraksi protein pada
menghasilkan dua isomer yaitu poli-L- lapisan permukaan terdenaturasi dengan
laktida (PLLA), poli-D-laktida (PDLA) dan menggunakan surfaktan atau protein
rasematnya poli-DL-laktida (PDLLA). carrier seperti bovine serum albumin
PLLA mempunyai bentuk kaku, bersifat (BSA) pada emulsi primer, menambahkan
hidrofobik dan mempunyai kecepatan gula seperti manitol dan trehalose yang
degradasi yang lambat sehingga aplikasi dapat melindungi protein dari pengaruh
polimer ini untuk rekayasa jaringan pelarut organik melalui proses dehidrasi
terbatas. Suhu titik lebur PLLA yaitu 173- dan menambahkan pelarut semipolar seperi
178 °C dengan suhu transisi gelas 60-65 aseton dalam fasa air yang kemungkinan
°C. PLLA larut dalam kloroform dan dapat mengurangi tegangan permukaan
metilen klorida. Fleksibilitas PLLA dapat antara fasa organik dan fasa air.
ditingkatkan dengan penggunaan bahan
Adanya kekuatan mekanik yang berasal larutan protein untuk emulsifikasi terutama
dari proses agitasi yang intensif dari pada emulsi primer dapat menyebabkan

35
Jurnal Sains dan Teknologi Farmasi, Vol. 15, No.1, 2010, halaman 34-41 ISSN : 1410-0177

ketidakstabilan protein (Suciati, T., dkk., tabung mikrosentrifuga (Eppendorf),


2004). Sedangkan emulsifikasi mikropipet (Bio Rad), scanning electron
padat/minyak/air (P/M/A) lebih baik microscope (SEM) (Jeol JSM 6360 LA),
dibandingkan dengan teknik A1/M/A2 Hitachi TM 1000, freeze dryer, sentrifuga
(Morita, T., dkk., 2000). (Hettich EBA 8S), ayakan, serta alat-alat
gelas yang umum digunakan di
Pada metode ini, partikel protein laboratorium.
disuspensikan dalam larutan polimer dalam
pelarut organik anhidrat. Dengan tidak Persiapan
adanya air, maka proses unfolding
irrevesible dapat dicegah. Struktur asli Enkapsulasi papain menggunakan dua
protein dapat dipertahankan dalam metode emulsifikasi penguapan pelarut
suspensi ini. Masalah utama dari teknik ini yaitu A1/M/A2 dan P/M/A. Proses
yaitu efisiensi enkapsulasi protein yang mikroenkapsulasi papain dengan metode
rendah akibat disolusi protein pada fasa air. A1/M/A2 yaitu larutan papain merupakan
Hal ini dapat dicegah dengan cara fasa A1, PDLLA dalam metilen klorida
liofilisasi protein menggunakan ampifilik bertindak sebagai fasa M, dan larutan PVA
polimer seperti PEG, PVP dan pluronic sebagai fasa A2, sedangkan metode P/M/A
F68 yang akan larut dalam pelarut organik. dilakukan melalui dua tahap yaitu
liofilisasi protein dan enkapsulasi protein
Metode dan Bahan liofilisat dalam PDLLA. Liofilisasi protein
menggunakan PEG dengan berbagai
Bahan-bahan dan alat konsentrasi untuk mendapatkan protein
dengan ukuran yang kecil dan selanjutnya
Papain (Merck FI 286744-425), PDLLA diakukan tahap yang sama dengan metode
(Purac, PDL 05), PEG 20000 (Fluka), PVA A1/M/A2. Evaluasi yang dilakukan yaitu
88% hydrolized (Sigma Aldrich), tablet efisiensi enkapsulasi dengan menghitung
PBS phosphate (buffer saline) pH 7,4 jumlah protein yang terdapat dalam
(Biobasic), air suling, pereaksi Bradford mikropartikel dan dibandingkan dengan
(Sigma Aldrich), metilen klorida (Merck). protein awal pada saat liofilisasi. Bagan
Vorteks (IKA), spektrofotometer ultra pembuatan mikropartikel dengan
violet – sinar tampak (Beckman DU emulsifikasi penguapan pelarut A1/M/A2
7500i), pH meter (Beckman ФTM 50), dan P/M/A dapat dilihat pada Gambar 2.1
pengaduk magnet, tabung sentrifuga, dan 2.2.

36
Jurnal Sains dan Teknologi Farmasi, Vol. 15, No.1, 2010, halaman 34-41 ISSN : 1410-0177

PDLLA dalam metilen Larutan protein dalam H2O (A1)


klorida (M)
Vorteks
Larutan PVA (A2) Emulsi A1/M

Vorteks
Emulsi A/M/A
Penguapan pelarut, pengerasan mikropartikel
mikropartikel
Penyaringan, pengeringan
Evaluasii
Gambar 2.1 Skema metode emulsifikasi penguapan pelarut A1/M/A2

Larutan protein dalam H2O Larutan PEG 20000 dalam H2O

Vorteks, bekukan
PDLLA dalam metilen klorida (M) Dispersi padat protein

Larutan PVA (A2) Suspensi p/m

vorteks
Emulsi P/M/A
Penguapan pelarut, pengerasan mikropartikel
Mikropartikel
Penyaringan, pengeringan

Evaluasi
Gambar 2.2 Skema metode emulsifikasi penguapan pelarut P/M/A

Formula mikroenkapsulasi papain dalam mikropartikel dan morfologi


mikropartikel menggunakan SEM.
Faktor yang diteliti yaitu teknik pembuatan Penentuan efisiensi enkapsulasi dilakukan
mikropartikel dan rasio jumlah papain dengan menimbang sejumlah tertentu
dengan PEG 20000 yang bertujuan untuk mikrokapsul berukuran 100-280 µm
mengecilkan ukuran protein dan mencegah dilarutkan dalam 1 mL metilen klorida.
agregasi pada proses emulsifikasi. Selanjutnya dicampur dengan 2 mL larutan
Formulasi mikroenkapsulasi papain dapat PBS, divorteks selama 1 menit dan
dilihat pada Tabel 3.3. disentrifuga dengan kecepatan 3500 rotasi
per menit. Fasa air diambil dan proses
Evaluasi protein enkapsulasi yaitu ekstraksi dilakukan berulang menggunakan
penentuan efisiensi enkapsulasi papain larutan PBS sebanyak 2 mL dan 1 mL.
37
Jurnal Sains dan Teknologi Farmasi, Vol. 15, No.1, 2010, halaman 34-41 ISSN : 1410-0177

Supernatan yang diperoleh selanjutnya dengan pereaksi yang sama. Perhitungan


direaksikan dengan pereaksi Bradford dan efisiensi enkapsulasi yaitu dengan
diukur serapan pada panjang gelombang membandingkan jumlah papain yang
sinar tampak 593 nm. Kandungan protein terenkapsulasi dengan jumlah papain yang
yang terdapat pada mikropartikel dihitung ditambahkan pada proses enkapsulasi.
menggunakan kurva kalibrasi papain

Tabel 3.3 Formula mikroenkapsulasi papain


Bahan FI F II F III F IV
Jenis emulsifikasi A1/M/A2 P/M/A P/M/A P/M/A
Papain (mg) 250 10 10 10
PEG 20000 (mg) 50 10 40 50
PLA (g) 1 1 1 1
PVA 0,3% (ml) 97 97 97 97
bahan pembantu seperti PEG yang
merupakan polimer ampifilik.
HASIL DAN PEMBAHASAN Proses penurunan ukuran protein dilakukan
dengan melarutkan protein dalam larutan
Metode pembuatan mikropartikel polimer ampifilik yaitu polimer yang dapat
mengandung papain dilakukan dengan larut dalam air dan pelarut organik. Proses
emulsifikasi penguapan pelarut A1/M/A2 pengecilan ukuran dapat terjadi melalui
dan P/M/A. Emulsifikasi A1/M/A2 pemisahan fasa selama proses pengeringan
memberikan hasil efisiensi enkapsulasi beku. Pada proses pembekuan larutan
yang rendah dan juga menyebabkan protein-polimer yang mengalami
denaturasi protein. Sebaliknya teknik kondensasi dan selanjutnya akan
P/M/A dapat melindungi protein dari mengalami pemisahan fasa. Perbandingan
proses denaturasi, ini disebabkan karena jumlah protein dan polimer sangat
protein diliofilisasi terlebih dahulu berpengaruh pada proses ini (Morita, T.,
menggunakan lioprotektan seperti PEG dkk, 2000).
20000. Dari formulasi F I diperoleh hasil
efisiensi enkapsulasi mikropartikel sebesar Proses mikronisasi protein dilakukan
6,38%0,025. Rendahnya efisiensi dengan mencampurkan 10 mg papain
enkapsulasi yang diperoleh dengan metode dalam 0,5 ml (1%) dan PEG 20000 ;
ini disebabkan karena protein berada dalam dengan perbandingan 1:1, 1:2, 1:3 dan 1:4,
bentuk larutan dimana volum larutan selanjutnya diliofilisasi selama 8 jam.
protein yang cukup besar menyebabkan Karakterisasi yang dilakukan yaitu dengan
protein akan berdifusi menuju fasa luar melarutkan protein liofilisat ke dalam
yaitu larutan PVA. Hal ini akan metilen klorida dimana papain akan
menyebabkan jumlah protein yang terdispersi dalam pelarut organik dan
terenkapsulasi dalam polimer menurun. membentuk suspensi. Pengamatan
Oleh karena itu dilakukan pembuatan dilakukan secara berkala selama 30 menit
mikroenkapsul menggunakan metode untuk melihat kestabilan suspensi.
P/M/A. Untuk memperoleh efisiensi
enkapsulasi yang tinggi dilakukan Penentuan kestabilan suspensi dilakukan
pengecilan ukuran protein (mikronisasi) dengan perhitungan perbandingan tinggi
yang akan dienkapsulasi. Mikronisasi endapan dengan tinggi total suspensi
protein dapat dilakukan menggunakan (Hv/Ho). Nilai perbandingan dapat dilihat
38
Jurnal Sains dan Teknologi Farmasi, Vol. 15, No.1, 2010, halaman 34-41 ISSN : 1410-0177

dari Tabel 4.1. Semakin tinggi nilai Hv/Ho turut sebesar 6,24%0,91 dan
maka endapan yang dihasilkan semakin 30,15%1,66.
tinggi yang menyatakan endapan yang
terbentuk masih bisa disuspensikan Rendahnya efisiensi enkapsulasi pada
kembali. Pengaruh pengendapan pada kedua formula ini kemungkinan
suspensi protein-PEG 20000 dalam pelarut disebabkan karena protein liofilisat belum
organik yaitu semakin cepat protein mengalami pengecilan ukuran. Protein
mengalami pengendapan maka ukuran akan mengalami penurunan ukuran jika
protein tersebut semakin besar. Pada telah melewati blending point yaitu titik
penelitian ini perbandingan papain-PEG yang menyatakan perbandingan yang
1:1 dan 1:4 dipilih untuk proses pembuatan optimum antara protein dan polimer untuk
mikrokapsul protein. Mikropartikel yang menghasilkan ukuran protein sub-mikron.
mengandung papain selanjutnya dihitung Protein dalam ukuran sub-mikron akan
efisiensi enkapsulasi dimana efisiensi cenderung terdispersi dalam pelarut
enkapsulsi pada F II dan F III berturut- organik sehingga ketika dilakukan
penambahan fasa luar yang merupakan

Tabel 4.1 Stabilitas Dispersi Papain 2% dengan PEG 20000 pada Berbagai
Perbandingan dalam Metilen Klorida
Rasio papain 2%-PEG 20000 berbagai konsentrasi
1:1 1:2 1:3 1:4
Hv/Ho 0,318 0,32 0,32 0,36
Warna supernatan Jernih Keruh Keruh Keruh

fasa air, protein akan tetap berada pada Rasio yang optimum dalam mikronisasi
fasa minyak dan tidak keluar menuju fasa protein selanjutnya digunakan untuk
air. Oleh karena formula di atas belum membuat mikrpartikel. Mikropartikel yang
menghasilkan efisiensi yang optimum, dengan protein liofilisat ini menghasilkan
maka perlu dilakukan optimasi rasio efisiensi yang lebih baik dibandingkan
papain dan PEG. Konsentrasi papain yang formula F I, F II dan F III. Nilai efisiensi
digunakan yaitu 10 mg dalam 1 ml (1%) enkapsulasi untuk masing-masing formula
dan konsentrasi PEG dibuat bervariasi dapat dilihat dalam Tabel 4.3. Hal ini
yaitu dengan perbandingan 1:1, 1:2, 1:3, membuktikan bahwa faktor yang paling
1:4, dan 1:5 selanjutnya diliofilisasi selama berperan dalam meningkatkan efisiensi
8 jam. Penentuan kestabilan suspensi mikroenkapsul yaitu pengecilan ukuran
dilakukan dengan cara yang sama dengan protein.
sebelumnya. Protein liofilisat yang
menghasilkan suspensi stabil yaitu Morfologi enkapsulasi papain dalam
campuran larutan protein- PEG dengan mikropartikel untuk F IV dapat diamati
perandingan 1:5. Pada perbandingan pada gambar 4.6. Dari hasil foto SEM
tersebut endapan papain dengan PEG dapat diamati mikroenkapsul papain yang
20000 tidak teramati, dimana suspensi diperoleh mempunyai morfologi yang
tetap keruh selama 30 menit. Hasil sferis.
pengamatan kestabilan suspensi dapat
dilihat dalam Tabel 4.2.

39
Jurnal Sains dan Teknologi Farmasi, Vol. 15, No.1, 2010, halaman 34-41 ISSN : 1410-0177

Tabel 4.2 Stabilitas Dispersi Papain 1% dengan PEG 20000 pada Berbagai
Perbandingan dalam Metilen Klorida
Rasio papain 1%-PEG 20000 berbagai konsentrasi
1:1 1:2 1:3 1:4 1:5
Hv/Ho 0,36 0,38 0,39 0,4 1
Warna supernatan Jernih Jernih Keruh Keruh Keruh

Tabel 4.3 Hasil Efisiensi Enkapsulasi Papain dalam Mikropartikel Tidak Berpori
Formula % Efisiensi enkapsulasi Sd (n=3)
FI 6.38 0.025
F II 6.24 0.91
F III 30.15 1.66
F IV 60.67 4.93

(A) (B)
Gambar 4.6. Hasil SEM morfologi mikropartikel tidak berpori mengandung papain
perbesaran 30x (A) dan 250x (B).

KESIMPULAN Journal of Controlled Release, 81, 307-


319.
Enkapsulasi protein dapat dilakukan
dengan menggunakan emulsifikasi Morita, T., Y. Horikiri, H. Yamahara, T.
penguapan pelarut a/m/a dan p/m/a dan Suzuki, H. Yoshino, 2000, Formation and
efisiensi enkapasulasi terbesar diperoleh isolation of spherical fine protein particles
dengan emulsifikasi penguapan pelarut through lyophilization of protein-
p/m/a. poly(ethylene glycol) aqueous mixture,
Pharmaceutical Research, 17(11), 1367-
DAFTAR PUSTAKA 1373.

Castellanous, I. J., G. Cruz, R. Crespo, K. Morita, T., Y. Sakamura, Y. Horikiri, T.


Griebenow, 2002, Encapsulation-induced Suzuki, H. Yoshino, 2000, Protein
Aggregation and Loss in Activity of γ- Encapsulation into Biodegradable
chymotrypsin and their Prevention, Microspheres by a Novel S/O/W emulsion
40
Jurnal Sains dan Teknologi Farmasi, Vol. 15, No.1, 2010, halaman 34-41 ISSN : 1410-0177

method using Poly(ethylene glycol) as a Biology and UK Tissue and Cell


Protein Micronization Adjuvant, Journal Engineering Society.
of Controlled Release, 69, 435-444.
Vacanti, A. and C. P. Vacanti, 2000, The
Morita, T., Y. Horikiri, T. Suzuki, H. Yoshino, History and Scope of Tissue
Applicability of Various Amphiphilic Engineering in Principles of Tissue
Polymers to the Modification of Protein engineering (eds Lanza RP, Langer R,
Release Kinetics From Biodegradable Vacanti J) 2ed., 3-7.
Revervoir-Type Microspheres, 2000,
Journals of Pharmaceutics and Wise, Donald L, 2000, Handbook of
Bioparmaceutics, 51, 45-53. Pharmaceutical Controlled Release
Technology, Marcel Dekker Inc, New
Rowe, R. C, 2003, Handbook of York, 271-309, 413-417.
Pharmaceutical Excipients, 4th ed.,
Pharmaceutical Press and American
Pharmacists Association, London, 19-24.

Suciati, T., F. R. A. J. Rose, K. M.


Shakesheff,. 2004, Development of a
microparticle-based scaffold for tissue
engineering, British Society for Matrix

41

View publication stats

You might also like