Professional Documents
Culture Documents
ABSTRACT
On 2 October 2014, the Aceh`s governor has ratified the Aceh Law (Qanun Aceh) Number
6/2014 concerning Jinayat Law and Aceh Qanun on the principles of Islamic Shari`a. Its
implementation has led pro-cons, that is refusal and resistance especially non-government
organizations both local and international Then, the questions come up to how the
implementation of regulated provisions in Qanun Jinayat. This purpose of this research is to
find out the description of the implementation and the Qanun Jinayat law enforcement. It is
an empirical law with the qualitative approach. The results of this research stress on no
resistances of Qanun Jinayat`s implementation in Aceh. It applies only to the Muslim
community in Aceh, while non muslims will carry out if they subject themselves against
Qanun Jinayat. The conclusion of this research is that Jinayat Law implemented in order to
maintain the honour, dignity and to protect the people of Aceh so that they do not conduct
immoral behaviour to Allah. Qanun Jinayat implementation proves that degree of violation of
the Shari'a turns down amongst the Aceh people.
Keywords : Qanun, Law, Jinayat
ABSTRAK
Pada tanggal 2 Oktober 2014 Gubernur Aceh telah mengesahkan Qanun Aceh Nomor 6
Tahun 2014 tentang Hukum Jinayat dan Qanun Aceh Nomor 8 Tahun 2014 tentang Pokok-
pokok Syariat Islam. Pemberlakuan Qanun Aceh ini menimbulkan pro kontra terutama dari
kalangan lembaga swadaya masyarakat baik lokal maupun internasional. Pro dan kontra
tersebut mengarah pada penolakan dan penentangan terhadap pemberlakuan Qanun
Jinayat.Adanya pro dan kotra terhadap penolakan pemberlakuan qanun jinayat sehingga
menimbulkan pertanyaan bagaimana pelaksanaan ketentuan-ketentuan yang diatur dalam
qanun jinayat. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran tentang pelaksanaan dan
penegakan hukum qanun jinayat. Penelitian ini merupakan penelitian hukum empirik dengan
pendekatan kualitatif. Dengan jenis dan pendekatan penelitian tersebut, peneliti akan
mengumpulkan data yang dapat menjawab pertanyaan penelitian. Hasil penelitian ini
menekan bahwa tidak ada pertentangan pemberlakuan qanun jinayat di Aceh. Qanun jinayat
berlaku bagi kalangan masyarakat Aceh yang beragama Muslim, sdangkan bagi non muslim
berlaku apabila mereka menundukan diri terhadap qanun jinyat. Adapun kesimpulan
penelitian ini adalah hukum jinayat dilaksanakan dalam rangka menjaga harkat, martabat dan
memproteksi dan melindungi masyarakat Aceh agar tidak lagi berbuat maksiat kepada Allah.
Melalui pelaksanaan qanun jinayat berdampak berkurangnya tingkat pelanggaran syariat di
tengah-tengah masyarakat Aceh.
Kata kunci: Hukum, Qanun, Jinayat
Jurnal Penelitian Hukum DE JURE, Volume 17, Nomor 2, Juni 2017 : 131 - 154 131
p-ISSN 1410-5632
Jurnal Penelitian Hukum e-ISSN 2579-8561
PENDAHULUAN
Sebagai suatu Negara Kesatuan, keputusan tentunya harus dapat mengatasi
Indonesia dihuni berbagai kemajemukan berbagai kemajemukan yang ada.Tentu
budaya, suku, ras dan agama, dengan saja tidak semua produk hukum dapat
sendirinya keberadaan suku bangsa yang memenuhi atau memuaskan semua
majemuk juga melahirkan berbagai keinginan masyarakat, terutama pada
kemajemukan pedoman perilaku maupun masyarakat majemuk.Namun demikian,
pola pikir. Hal demikian itu merupakan apabila sebagian besar saja sendi-sendi
suatu tantangan bagi perkembangan kehidupan pada masyarakat sudah
hukum Formal (Nasional).. terlindungi serta diakui oleh warga
Berkenaan dengan kemajemukan masyarakat sebagai batasan tingkah laku
sosial, budaya dan ekonomi yang ada pada dalam masyarakat maka dapat dikatakan
saat ini, terdapat sejumlah masalah produk hukum yang bersangkutan telah
nasional yang antara lain mencakup: memenuhi rasa keadilan dan kepastian
Pertama, Integrasi Nasional yang hukum masyarakatnya.
mencakup; hubungan antar suku bangsa, Dalam kemajemukan sosial budaya
hubungan antar ras, hubungan antara pusat Indonesia, fungsi hukum dapat dikatakan
dengan daerah, hubungan antar berbagai sangat berpengaruh untuk mengatur
pelaku pembangunan, kepedulian sosial tatanan masyarakat.Sebab, pada dasarnya
antar warga masyarakat dan sebagainya. hukum tidak memandang perbedaan suku
Kedua, Perubahan Sosial Budaya yang bangsa, golongan, kedudukan, pendidikan
mencakup; perubahan dasar orientasi nilai dan sebagainya.Selain itu, Hukum
budaya, perubahan dalam sistem sosial Nasional Indonesia bersumber pula dari
tradisional, perubahan dalam pelaksanaan hukum-hukum adat yang berlaku di suatu
sistem hukum, stratifikasi sosial, pola daerah.Misalnya, Hukum Agraria
kepemimpinan, kemajuan teknologi bersumber dari hukum tanah adat yang
komunikasi, dampak pariwisata dan tidak tertulis. Demikian pula yang
sebagainya.Ketiga, Pendidikan yang berkaitan dengan warisan dan perkawinan
mencakup; kesenjangan antara pendidikan selain dari hukum adat juga dari hukum
yang ideal dengan kenyataan pada syariah Islam sebagaimana saat ini
berbagai situasi lokal dan budaya, persepsi diberlakukan qanun di daerah Aceh yang
pendidikan bagi berbagai kebudayaan bersumberkan pada syariat Islam.Syariat
yang berbeda, fungsi sosial politis sekolah Islam merupakan serangkaian norma
sebagai institusi non tradisional, agama yang bersifat imperatif bagi
kesenjangan kemajuan pendidikan antar pemeluknya, yang mewajibkan umatnya
daerah dan sebagainya.Keempat, untuk melaksanakan seluruh ajaran
Pembangunan Masyarakat yang agamanya secara menyeluruh, integral dan
mencakup; perubahan pada penghasilan komprehensip, dalam segala aspek
dan pengeluaran keluarga, hambatan kehidupan tidak terkecuali masyarakat
pembangunan pada daerah tertentu, Aceh.
derasnya arus globalisasi, dampak Masyarakat Aceh yang dikenal juga
kemajuan teknologi, kesenjangan dengan sebutan “Serambi Makkah”
kesempatan berusaha, kesenjangan akses mayoriras penduduknya Muslim.
terhadap hukum, dan sebagainya(Gayo, Berdasarkan data tahun 2010 yang
2007: 2)Masalah-masalah tersebut diatas, dikeluarkan Badan Pusat Statistik (BPS)
tentunya membutuhkan penangan yang bahwa Provinsi Nangroe Aceh
integratif dengan instrumen-instrumen DarussalamJumlah Penduduk
yang tepat sasaran. Berbagai produk Muslim:4.413.244 jiwa,
hukum yang berupa peraturan serta Persentase:98,19%.((http://www.dokume
132 Aspek Hukum Pelaksanaan Qanun Jinayat Di Provinsi Aceh (Ahyar Ari Gayo)
p-ISSN 1410-5632
Jurnal Penelitian Hukum e-ISSN 2579-8561
Jurnal Penelitian Hukum DE JURE, Volume 17 Nomor 2, Juni 2017 : 131 - 154 133
p-ISSN 1410-5632
Jurnal Penelitian Hukum e-ISSN 2579-8561
134 Aspek Hukum Pelaksanaan Qanun Jinayat Di Provinsi Aceh (Ahyar Ari Gayo)
p-ISSN 1410-5632
Jurnal Penelitian Hukum e-ISSN 2579-8561
Jurnal Penelitian Hukum DE JURE, Volume 17 Nomor 2, Juni 2017 : 131 - 154 135
p-ISSN 1410-5632
Jurnal Penelitian Hukum e-ISSN 2579-8561
136 Aspek Hukum Pelaksanaan Qanun Jinayat Di Provinsi Aceh (Ahyar Ari Gayo)
p-ISSN 1410-5632
Jurnal Penelitian Hukum e-ISSN 2579-8561
hasil penelitian, jurnal, majalah ilmiah, Dalam bahasa Aceh istilah ini relatif
serta surat kabar. sangat populer dan tetap digunakan di
tengah masyarakat, karena salah satu
HASIL PENELITIAN pepatah adat yang menjelaskan hubungan
A. Pengertian adat dan syari’at yang tetap hidup dan
1. Pengertian Qanun bahkan sangat sering dikutip
Di masyarakat Aceh, penyebutan qanun menggunakan istilah ini. Dalam literatur
terhadap suatu aturan hukum atau untuk melayu Aceh pun qanun sudah digunakan
penamaan suatu adat telah lama dipakai sejak lama, dan diartikan sebagai aturan
dan telah menjadi bagian kultur adat dan yang berasal dari hukum Islam yang telah
budaya Aceh. Aturan-aturan hukum dan menjadi adat. Salah satu naskah tersebut
juga yang dikeluarkan oleh Kerajaan Aceh berjudul Qanun Syara’ kerajaan Aceh
banyak yang dinamakan dengan qanun. yang ditulis oleh Tengku di Mulek pada
Qanun biasanya berisi aturan-aturan tahun 1257 Hak Milik atas perintah Sultan
syariat Islam yang telah beradaptasi Alauddin Mansur Syah yang wafat pada
menjadi adat istiadat Aceh. tahun 1870 M. Naskah pendek (hanya
Pengertaian qanun sendiri dalam beberapa halaman) ini berbicara beberapa
Kamus Besar Bahasa Indonesia dikenal asfek di bidang hukum tata negara,
dengan nama: Kanun, yang artinya adalah pembagian kekuasaan badan peradilan dan
: undang-undang, peraturan, kitab undang- kewenangan mengadili, fungsi kepolisian
undang, hukum dan kaidah (kamus Besar dan kejaksaan, serta aturan protokoler
Bahasa Indonesia, tt:42). Adapun dalam berbagai upacara kenegaraan.
pengertian Qanun menurut kamus Bahasa Dapat disimpulkan bahwa dalam arti
Arab adalah undang-undang, kebiasaaan sempit, qanun merupakan suatu aturan
atau adat (Yunus, 1989:357). Jadi dapat yang dipertahankan dan diberlakukan oleh
disimpulkan bahwa pengertian dari Qanun seorang Sultan dalam wilayah
adalah suatu peraturan perundang- kekuasaannya yang bersumber pada
undangan atau aturan hukum yang berlaku hukum Islam. Sedangkan dalam arti luas,
di suatu daerah (dalam hal ini di Aceh). qanun sama dengan istilah hukum atau
Istilah qanun telah digunakan sejak adat. Di dalam perkembangannya boleh
lama sekali dalam bahasa atau budaya juga disebutkan bahwa qanun merupakan
melayu. Kitab “Undang-undang Malaka” suatu istilah untuk menjelaskan aturan
yang disusun pada abad ke lima belas atau yang berlaku di tengah masyarakat yang
enam belas masehi telah menggunakan merupakan penyesuaian dengan kondisi
istilah ini. Menurut Liaw Yock Fang setempat atau penjelasan lebih lanjut atas
sebagiamana dikutip Al Yasa Abubakar, ketentuan didalam fiqih yang ditetapkan
istilah ini dalam budaya Melayu oleh Sultan.
digunakan semakna dengan adat dan Sekarang ini qanun digunakan sebagai
biasanya dipakai ketika ingin membedakan istilah untuk “peraturan Daerah” atau lebih
antara hukum yang tertera dalam adat tepatnya Peraturan Daerah yang menjadi
dengan hukum yang tertera dalam kitab peraturan pelaksanaan langsung untuk
fiqih.(Abubakar, 2006: 6) undang-undang. Hal ini ditegaskan dalam
Kuat dugaan istilah qanun masuk pasal 1 angka 21 “Ketentuan Umum”
kedalam budaya Melayu dan bahasa Arab dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun
karena mulai digunakan bersamaan dengan 2006 tentang Pemerintahan Aceh yang
kehadiran agama Islam dan penggunaan berbunyi “Qanun Aceh adalah peraturan
bahasa Arab Melayu di Nusantara. perundang-undangan sejenis peraturan
Bermanfaat disebutkan, dalam literatur daerah provinsi yang mengatur
Barat pun istilah ini sudah digunakan sejak penyelenggaraan pemerintahan dan
lama, diantaranya merujuk kepada hukum kehidupan masyarakat Aceh”
Kristen (canon Law) yang sudah ada sejak Sejak dimulainya penyelenggaraan
sebelum zaman Islam. otonomi khusus berdasarkan UU No.18
Tahun 2001, sudah banyak qanun yang
Jurnal Penelitian Hukum DE JURE, Volume 17 Nomor 2, Juni 2017 : 131 - 154 137
p-ISSN 1410-5632
Jurnal Penelitian Hukum e-ISSN 2579-8561
disahkan. Yang terakhir adalah Qanun dikatakan dengan hukuman yaitu sanksi
Hukum Jinayat dan Qanun Aceh tentang yang diberikan kepada seseorang yang
Pelaksanaan Syariat Islam. telah melaksanakan pelanggaran hukum
baik pidana dan perdata.
2. Qanun Jinayat Diungkapkan responden (Kasi
Para fuqaha sering kali menggnakan Peraturan Perundang-undangan dan
kata jinayah dengan maksud jarimah. Kata Syariat Islam, Satpol PP & Wilayatul
jinayah merupakan bentuk verbal noun Hisbah Banda Aceh), pada praktiknya,
(masdar) dari kata jana. Secara etimologi, hukuman cambuk ini dilakukan di depan
kata jana berbuat dosa atau salah, khalayak ramai yang bertujuan untuk
sedangkan jinayah diartikan perbuatan mempermalukan pelaku jarimah di depan
dosa atau perbuatan salah. Kata jana juga masyarakat. Dalam Qanun Jinayat,
berarti memetik buah dari pohonya. Orang hukuman cambuk dikenakan mulai dari 10
yang berbuat jahat disebut jani dan orang kali sampai 200 kali tergantung dengan
yang dikenai perbuatan disebut mujna tindak pidana yang dilakukan. Selain itu,
‘alaih. Kata jinayah dalam istilah hukum terdapat juga beberapa ketentuan yang
sering disebut dengan delik atau tindak menduplikasi ketentuan-ketentuan yang
pidana. sudah diatur pada Kitab Undang-Undang
Secara terminologi, kata jinayah Hukum Pidana namun dengan sanksi
mempunyai pengertian, seperti yang pidana yang lebih eksesif
diungkapkan Imam Al-Mawardi yakni: Berdasarkan informasi yang
“Jarimah adalah perbuatan-perbuatan yang diperoleh dari Mahkamah Syariah Aceh
dilarang olah Syara’ yang diancam oleh dari tahun 2005 sampai dengan Juli Tahun
Allah dengan hukuman hadd atau ta’zir. 2016 sudah 1.000-an (seribuan) warga
(Lubis dan Bakti Ritonga, 2016: 2.) masyarakat Aceh yang dijatuhi
Berdasarkan pengertian di atas, hukuman/uqubat berdasarkan hukum
maka secara prinsip pengertian “jinayah” qanun jinayat (Panitra Mahakamah
atau Jarimah” tidak berbeda dengan Syariah Provinsi Aceh).
pengertian tindak pidana (peristiwa
pidana), delik dalam hukum positif B. Lembaga Pelaksana Syariat Islam
(pidana). Pelaksanaan Syariat Islam di Aceh
Berlakunya Qanun Jinayat sangat ditentukan oleh instansi mapun
merupakan kesatuan hukum pidana yang lembaga-lembaga yang terkait dengan
berlaku bagi masyarakat Aceh yang penegakan hukum qanun. Pelaksanaan
dibentuk berdasarkan nilai-nilai syari’at penegakan syari’at Islam khususnya
Islam. Qanun Jinayat mengatur tentang penerapan hukum jinayat di Aceh
Jarimah (perbuatan yang dilarang oleh merupakan fenomena yang sangat penting
syariat Islam), pelaku jarimah, dan uqubat untuk dicermati, sebab dari sisi penegakan
(hukuman yang dapat dijatuhkan oleh hukum, hal ini merupakan suatu usaha
hakim terhadap pelaku jarimah).Salah satu awal yang baru dalam sebuah penegakan
bentuk hukuman yang dapat dijatuhkan hukum Islam di Indonesia yang selama ini
kepada pelaku jarimah berdasarkan Qanun merupakan sebuah negara yang identik
Jinayat adalah hukuman cambuk. dengan hukum Positif.
Hukuman cambuk berasal dari dua Oleh sebab itu, dalam implementasinya
kata yaitu hukuman dan cambuk. Yang qanun jinayat dan pokok-pokok syariat
dimaksud dengan hukuman di dalam Islam, aspek peran dan tanggungjawab
kamus besar bahasa Indonesia adalah siksa pihak atau lembaga yang mengawasi
dan sebagainya yang dikenakan kepada pelaksanaan qanun tersebut sangat penting
orang yang melanggar undang-undang dan demi tercapainya tujuan terciptanya
sebagainya, keputusan yang dijatuhkan kepastian hukum dan adanya keadilan,
oleh hakim (Departemen Pendidikan keamanan ditengah-tengah masyarakat.
dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Lembaga-lembaga yang berkopenten dan
Indonesia, :315.) Atau dapat juga bertanggung jawab dalam pelaksanaan
138 Aspek Hukum Pelaksanaan Qanun Jinayat Di Provinsi Aceh (Ahyar Ari Gayo)
p-ISSN 1410-5632
Jurnal Penelitian Hukum e-ISSN 2579-8561
syariat Islam di Aceh adalah sebagai mana hukum Jinayah (hukum pidana)
di uraikan dibawah ini merupakan bahagian dari syartiat Islam
Berdasarkan informasi Panitra Kantor yang dilaksanakan di Aceh
Mahkamah Syariyah Provinsi Aceh., 6. Pasal 126 ayat (1) Undang-undang
bahwa latar belakang (landasan historis, Pemerintahan Aceh, mengatur bahwa
filosofis dan uyridis) dibentuknya setiap pemeluk agama Islam di Aceh
Lembaga-lembaga terkait dengan wajib mentaati dan megamalkan syariat
penerapan hukum syariat Islam di Aceh: Islam;
1. Pasal 29 ayat (2) Undang-undang Dasar 7. Pasal 126 ayat (2) Undang-undang
1945, negara menjamin kemerdekaan Nomor 11 Tahun 2006 tentang
tiap-tiap penduduk untuk memeluk Pemerintahan Aceh, mengatur bahwa
agamanya masing-masing dan setiap orang yang bertempat tinggal
beribadat meurut agama dan atau berada di Aceh wajib
kepercatyaannya itu; menghormati pelaksanaan syariat
2. Undang-undang Nomor 44 Tahun 1999 Islam;
tentang penyelenggaraan keistimewaan 8. Pasal 128 ayat (1) Undang-undang
Provinsi Daerah Istimewa Aceh dan Nomor 11 Tahun 2006 tentang
Undang-undang Nomor 18 Tahun 2001 Pemerintahan Aceh, mengatur bahwa
tentang Otonomi Khusus Bagi Darah peradilan syariat Islam di Aceh adalah
Istimewa Aceh sebagai Provinsi bagian dari sistem peradilan nasional
Nanggroe Aceh Darussalam yang telah dalam lingkungan peradilan agama
dicabut dengan Undang-undang Nomor yang dilakukan oleh Mahkamah
11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Syariah yang bebas dari pengaruh
Aceh, memberikan otonomi yang luas manapun;
kepada Aceh dalam tata kelola 9. Pasal 128 ayat (2) Undang-undang
pemerintahan, ekonomi, politik, Nomor 11 Tahun 2006 tentang
pendidikan, adat budaya dan syariat Pemerintahan Aceh mengatur bahwa
Islam Mahkamah Syariah merupakan
3. Alinea terakhir Penjelasan umum pengadilan bagi setiap orang yang
Undang-Undang Nomor 44 Tahun beragama Islam dan berada di Aceh;
1999, menjelaskan bahwa Undang- 10. Pasal 128 ayat (3) Undang-undang
undang ini mengatur hal-hal pokok Nomor 11 Tahun 2006 tentang
untuk selanjutnya memberi Pemerintahan Aceh mengatur bahwa
kebebabasan kepada daerah dalam Mahkamah Syariah berwenang
mengatur pelaksanaannya sehingga memeriksa, mengadili, memutus, dan
kebijakan daerah lebih akomodatif menyelesaikan perkara meliputi
terhadap aspiransi masyarakat Aceh; bidang ahwal al-ssyakhiyah (hukum
4. Pasal 39 Undang-undang Nomor 16 keluarga), muamalah (hukum perdata)
Tahun 2004 tentang Kejaksaaan RI, dan jinayah (hukum pidana) yang
mengatur bahwa Kejaksanaan didasarkan atas syariat Islam;
berwenang menangani perkara pidana 11. Pasal 128 ayat (4) Undang-undang
yang diatur dalam qanun sebagaimana Nomnor 11 Tahun 2006 tentang
dimaksud dalam Undang-undang Pemerintahan Aceh bahwa Ketentuan
Nomor 18 Tahun 2001 tentang lebih lanjut mengenai bidang ahwal al-
Otonomi Khusus bagi Provinsi Daerah syakhsiyah (hukum keluarga),
Istimewa Aceh sebagai Provinsi muamalah (hukum perdata) dan jinayah
Nanggroe Aceh Darusasalam, sesuai (hukum pidana) sebagaimana dimaksud
dengan undang-undang Nomor 8 ayat (3) diatur dengan Qanun Aceh
Tahun 1981 tentang Hukum Acara (sekarang sudah ada Qanun Aceh Nomr
Pidana 6 Tahun 2014 tentang Hukum
5. Pasal 125 Undang-undang Nomor 11 Jninayah);
Tahun 2006 tentang 12. Pasal 129 ayat (1) Undang-undang
PemerintahanAceh, mengatur bahwa Nomor 11 Tahun 2006 tentang
Jurnal Penelitian Hukum DE JURE, Volume 17 Nomor 2, Juni 2017 : 131 - 154 139
p-ISSN 1410-5632
Jurnal Penelitian Hukum e-ISSN 2579-8561
140 Aspek Hukum Pelaksanaan Qanun Jinayat Di Provinsi Aceh (Ahyar Ari Gayo)
p-ISSN 1410-5632
Jurnal Penelitian Hukum e-ISSN 2579-8561
dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Qanun yang sebagian besar berada dalam
Aceh. Meskipun pelaksanaan jinayat di kategori miskin.
Aceh masih menimbulkan masalah dan Ketiga, berpotensi melanggar fair trial
kontra karena ada yang menilai akan bagi tersangka dan terdakwa karena dalam
terjadi dualisme hukum di Indonesia. prakteknya implementasi qanun bersifat
Institute for Criminal Justice Reform selektif, diskriminasi, dan tidak diatur
(ICJR) tidak menolak produk Qanun dengan hukum acara yang benar. Sesuai
sebagai regulasi khusus di wilayah Aceh, degan standar hukum acara pidana.
namun khusus terhadap Qanun Jinayat (http://icjr.or.id/organisasi-masyarakat-
(pidana) ICJR memandang bahwa sipil-siapkan-upaya-hukum-judicial-
beberapa ketentuan yang ada dalam Qanun review-terhadap-qanun-aceh-no-6-
tersebut justru bertentangan dalam sistem tahun-2014-tentang-hukum-jinayat,
hukum Indonesia, dan bertentangan diakses 26 September 2016.)
dengan produk regulasi diatasnya. menurut Atas dasar tersebut, ICJR menilai
ICJR, beberapa hal menjadi pertentangan bahwa Qanun Jinayat akan berpotensi
antara Qanun Jinayat dan kerangka hukum menjadi masalah dalam sistem hukum di
nasional Indonesia, termasuk Konstitusi Indonesia, khususnya dalam isu pidana
dan beberapa Ketentuan Internasional dan HAM. Beberapa ketentuan dalam
yang sudah positif berlaku di Indonesia, Qanun Jinayat pada prinsipnya akan
yakni: merusak kesatuan hukum di Indonesia,
Pertama, mengenai perumusan norma lebih jauh menghancurkan rencana besar
pidananya (multitafsir, diskriminatif, over Pemerintah untuk melakukan unifikasi
criminalisasi, duplikasi dengan kebijakan hukum pidana lewat Rancangan KUHP.
hukum pidana nasional), yang berpotensi Masih terdapatnya sebagian masyarakat
menyasar kelompok rentan yakni: berpendapat bahwa Qanun Jinayat
perempuan, anak dan LGBT. Seharusnya melanggar HAM dan masih tumpang
kehadiran Qanun Aceh 6/2014 adalah tindih dengan peraturan perundang-
untuk upaya mengisi kekosongan undangan nasional. Namun pendapat ini
ketentuan pada KUHP namun dengan dibantah oleh responden (Kepala Bagian
tidak bertentangan dengan ketentuan di Hukum Dinas Syariat Islam Kabupaten
atasnya, akan tetapi Qanun telah Aceh Tengah) bahwa Qanun ini tidaklah
menghadirkan aturan baru yang melanggar HAM karena dasar penerapan
berbenturan dengan KUHP. Ada beberapa hukum jinayat adalah keadilan,
tindak pidana dalam KUHP yang diatur kemaslahatan, kepastian hukum dan
ulang dalam Qanun. Situasi seperti ini penerapan aturannya sudah sesuai menurut
telah menimbulkan ketidakjelasan hukum, derivasi hukum nasional yaitu sesuai
ketidakpastian hukum di Indonesia. dengan UUD 1945 Pasal 18 dimana Aceh
Kedua, mengenai pemidanaannya yang memiliki kekhasan daerah dan Undang-
bersifat merendahkan martabat manusia Undang Nomor 44 Tahun 1999 yang
termasuk penggunaan corporal diberikan kewenangan untuk mengatur
punishment (pidana cambuk), dalam hal tentang pendidikan, adat, agama dan peran
ini hukuman cambuk di depan umum. ulama ditambah dengan asas hukum Lex
Selain itu, jenis pidana cambuk Specialis Derograt Legi Generalis (hukum
berbenturan dengan pengaturan dalam yang bersifat khusus mengesampingkan
KUHP karena hukuman cambuk bukanlah hukum yang umum).
suatu sanksi pidana yang dikenal di Menurut responden (Dosen Hukum
Indonesia, KUHP telah mengatur secara pada Fakultas Hukum Universitas
limitatif jenis sanksi pidana apa saja yang Syiah Kuala Banda Aceh), bahwa
dapat dikenakan terhadap tindak pidana. pelaksanaan pidana cambuk di Aceh tidak
Pidana denda yang masuk dalam Uqubat bertentangan dengan HAM sepanjang
Ta zir, juga terlalu besar (dihitung dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
berdasarkan gram emas) sehingga menjadi yang berlaku. Pidana cambuk sudah
beban ekonomi para pelaku pelanggar memiliki dasar hukum dan sudah menjadi
Jurnal Penelitian Hukum DE JURE, Volume 17 Nomor 2, Juni 2017 : 131 - 154 141
p-ISSN 1410-5632
Jurnal Penelitian Hukum e-ISSN 2579-8561
142 Aspek Hukum Pelaksanaan Qanun Jinayat Di Provinsi Aceh (Ahyar Ari Gayo)
p-ISSN 1410-5632
Jurnal Penelitian Hukum e-ISSN 2579-8561
Jurnal Penelitian Hukum DE JURE, Volume 17 Nomor 2, Juni 2017 : 131 - 154 143
p-ISSN 1410-5632
Jurnal Penelitian Hukum e-ISSN 2579-8561
144 Aspek Hukum Pelaksanaan Qanun Jinayat Di Provinsi Aceh (Ahyar Ari Gayo)
p-ISSN 1410-5632
Jurnal Penelitian Hukum e-ISSN 2579-8561
Jurnal Penelitian Hukum DE JURE, Volume 17 Nomor 2, Juni 2017 : 131 - 154 145
p-ISSN 1410-5632
Jurnal Penelitian Hukum e-ISSN 2579-8561
146 Aspek Hukum Pelaksanaan Qanun Jinayat Di Provinsi Aceh (Ahyar Ari Gayo)
p-ISSN 1410-5632
Jurnal Penelitian Hukum e-ISSN 2579-8561
Jurnal Penelitian Hukum DE JURE, Volume 17 Nomor 2, Juni 2017 : 131 - 154 147
p-ISSN 1410-5632
Jurnal Penelitian Hukum e-ISSN 2579-8561
148 Aspek Hukum Pelaksanaan Qanun Jinayat Di Provinsi Aceh (Ahyar Ari Gayo)
p-ISSN 1410-5632
Jurnal Penelitian Hukum e-ISSN 2579-8561
Jurnal Penelitian Hukum DE JURE, Volume 17 Nomor 2, Juni 2017 : 131 - 154 149
p-ISSN 1410-5632
Jurnal Penelitian Hukum e-ISSN 2579-8561
masyarakat yang terikat pada aturan tradi- kemungkinan hanya diketahui oleh
sional, hukum formal seringkali dipandang lingkungan institusi sektoral
secara naif atau, bisa jadi dengan persepsi pemrakarsanya, apalagi jika tingkatan
yang kurang tepat. peraturan itu lebih rendah dari undang-
Permasalahan yang kerap dihadapi undang atau peraturan pemerintah,
pada saat pelaksanaan Qanun Jinayat dan misalnya peraturan atau keputusan-
syariat Syari’at Islam selama ini yaitu; keputusan Menteri dan sebagainya.
Adanya sikap dualisme peradilan terhadap Institusi-institusi penegak hukum,
pelimpahan wewenang adat dan syari’at khususnya aparat kepolisian, kejaksaan
menimbulkan sengketa dan ketidak puasan dan pengadilan, harus menjadi prioritas
di masyarakat. Pun juga terbatasnya sasaran sosialisasi peraturan atau bidang
sumber daya manusia, masih terbatasnya hukum baru. Bukan saja dalam lingkup
anggaran dan masih lemahnya koordinasi pendidikan bagi calon-calon aparat
dalam penegakan hukum jinayat penegak hukum, akan tetapi juga dalam
Oleh karenanya itu sangat diperlukan rangka pendidikan hukum lanjutan
sosialisasi atau penerangan hukum atau (continuing legal education) bagi mereka
penyuluhan materi peraturan perundang- yang sudah menduduki jabatan sebagai
undangan terhadap sesama jajaran aparat penegak hukum. Tujuannya agar
birokrasi, tidak saja akan sekedar mereka tidak tertinggal oleh
memberikan pengetahuan atau perkembangan bidang-bidang hukum baru
pemahaman terhadap suatu peraturan yang nantinya akan bersinggungan dengan
dalam rangka kinerja birokrasi, akan tetapi tugas dan fungsi mereka.
juga akan banyak membantu untuk Menurut responden, bahwa membagun
mensosialisasikan peraturan terkait kepada kesadaran hukum masyarakat perlu waktu
masyarakat umum. Penyuluhan atau panjang. Dengan pemberlakuakn syariat
penerangan hukum yang dilakukan Islam di Aceh, sedikit banyak sudah
terhadap masyarakat mungkin kurang memberi kesadaran hukum bagi
begitu efektif hasilnya jika hanya masyarakat terhadap pelanggaran-
melibatkan satu instansi atau satu unit pelanggaran syariat yang diatur dalam
sektoral saja. Berbeda halnya jika kegiatan qanun syariat, sehingga dalam waktu
itu dilakukan secara lintas sektoral, yaitu penilaian menunjukkan ada pengurangan
dengan koordinasi yang melibatkan semua kejatan. Hal ini dapat terlihat bahwa sudah
pemangku kepentingan (stakeholders) atau berkurangnya remaja d imalam hari
unit-unit teknis terkait, termasuk juga dari melakukan mabuk-mabukan
unsur-unsur pemerintah daerah terkait Berdasarkan informasi dari Responden
pelaksanaan hkum syariat Islam di Aceh (Dosen Fakultas Hukum Universitas
khususnya hukum qanun jinayat. Syiah Kuala, Banda Aceh),bahwa
perlunya upaya secara terus menerus
E. Upaya-upaya memberikan pemahaman kepada
Sosialisasi peraturan perundang- masyarakat dengan menunjukkan
undangan kepada masyarakat, baik itu politicalwill dari pemangku kepentingan,
warga masyarakat biasa maupun aparatur sehingga masyarakat dapat melihat wujud
pemerintah sangat penting. Tujuannya nyata dari pemberlakuan Qanun itu,
adalah agar peraturan yang telah artinya penegakannya harus secara
ditetapkan diketahui, difahami dan profesional. Aparat penegak hukum harus
dilaksanakan. Fiksi hukum bahwa “setiap memahami secara benar Qanun tersebut,
orang dianggap mengetahui hukum” yang dimaksud dengan aparat penegak
sudah tidak realistik terutama dan hukum di sini adalah pada semua
khususnya dalam masyarakat yang bersifat tingkatan. Selain itu pemerintah juga
multietnik dan agama serta masih jauh dari harus menyiapkan sarana dan prasarana
jangkauan informasi, termasuk informasi dalam penegakan qanun tersebut.
hukum. Tanpa adanya sosialisasi, suatu Disamping itu juga untuk kelancaran
peraturan perundang-undangan pelaksanaan qanun jinayah perlunya
150 Aspek Hukum Pelaksanaan Qanun Jinayat Di Provinsi Aceh (Ahyar Ari Gayo)
p-ISSN 1410-5632
Jurnal Penelitian Hukum e-ISSN 2579-8561
KESIMPULAN
Pelaksanaan hukum jinayat yang diatur
dengan Qanun 14 Tahun 2014 tentang
Qanun Jinayat dilaksanakan dalam rangka
menjaga harkat dan martabat manusia dan
untuk memproteksi dan melindungi
masyarakat Aceh agar tidak lagi berbuat
maksiat kepada Allah. Melalui
pelaksanaan qanun jinayat berdampak
berkurangnya tingkat pelanggaran syariat
di tengah-tengah masyarakat Aceh.
Penegakan qanun jinayat di Aceh
dilaksanakan oleh Mahkamah Syariah,
Jurnal Penelitian Hukum DE JURE, Volume 17 Nomor 2, Juni 2017 : 131 - 154 151
p-ISSN 1410-5632
Jurnal Penelitian Hukum e-ISSN 2579-8561
152 Aspek Hukum Pelaksanaan Qanun Jinayat Di Provinsi Aceh (Ahyar Ari Gayo)
p-ISSN 1410-5632
Jurnal Penelitian Hukum e-ISSN 2579-8561
review-terhadap-qanun-aceh-no-6-
tahun-2014-tentang-hukum-jinayat,
diakses 26 September 2016.
(http://www.dokumenpemudatqn.com/201
3/07/persentase-jumlah-umat-islam-
berbagai.html#ixzz4D2C3I4RJ, diakses
30 Juni 2016.
http://aceh.tribunnews.com/2016/04/15/ca
mbuk-sesuai-qanun-jinaya, diakses 30-
6-2016
http://faisal-
arani.blogspot.co.id/2011/09/keduduka
n-qanun-dalam-sistem-perundang.html,
diakses 17 Oktober 2016.
Jurnal Penelitian Hukum DE JURE, Volume 17 Nomor 2, Juni 2017 : 131 - 154 153
Jurnal Penelitian Hukum DE JURE, Volume 17 Nomor 2, Juni 2017 : 131 - 154 154