You are on page 1of 10

JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN

470
Volume 6, Nomor 2, Halaman 470-479 ISSN: 2528-0767
http://journal2.um.ac.id/index.php/jppk e-ISSN: 2527-8495

TINJAUAN YURIDIS PEMBUATAN AKTA PERALIHAN HAK ATAS TANAH


YANG TIDAK SESUAI DENGAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
JURIDICAL OVERVIEW OVER ESTABLISHMENT OF TRANSFER OF LAND
RIGHTS DEED THAT NOT IN ACCORDANCE WITH LEGISLATION
Rizky Dewanata*
Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Brawijaya
Jalan M. T. Haryono Nomor 169 Malang 65145, Indonesia

INFO ARTIKEL Abstract: this study aimed to analyze the responsibilities


of the Land Deed Making Officer in making the deed of
Riwayat Artikel: transfer of land rights that were not in accordance with the
Diterima : 22 Februari 2021 laws and regulations and to analyze the legal consequences
Disetujui : 09 November 2021 of making the deed of transfer of land rights that were not in
accordance with the laws and regulations. This study used
Keywords: normative juridical with a statutory approach and a conceptual
responsibility, Land Deed Making approach. The responsibility of the Land Deed Making Officer
Officer, legal consequences, deed in making the deed of transfer of land rights that were not in
of transfer of land rights accordance with the laws and regulations was imposed in
Kata Kunci: the form of administrative sanctions in the form of a written
tanggung jawab, Pejabat Pembuat warning, dishonorable discharge, honorable discharge, or
Akta Tanah, akibat hukum, akta temporary dismissal. The legal consequences of making a
peralihan hak atas tanah deed of transfer of land rights that were not in accordance
with statutory regulations are categorized into two, namely
*) Korespondensi: civil and administrative legal consequences. The civil legal
E-mail: dewanatarizky8@ consequences were related to the validity of the deed of transfer
gmail.com of land rights which is cancelled or can be cancelled by law,
while administratively the deed of transfer of land rights that
was made contains legal defects.
Abstrak: kajian ini bertujuan menganalisis tanggung jawab
Pejabat Pembuat Akta Tanah dalam pembuatan akta peralihan
hak atas tanah yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-
undangan, serta menganalisis akibat hukum pembuatan akta
peralihan hak atas tanah yang tidak sesuai dengan peraturan
perundang-undangan. Metode yang digunakan dalam kajian ini
yaitu yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan
dan pendekatan konseptual. Tanggung jawab Pejabat Pembuat
Akta Tanah dalam pembuatan akta peralihan hak atas tanah
yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan
dibebankan dalam bentuk sanksi administrasi berupa teguran
tertulis, pemberhentian dengan tidak hormat, pemberhentian
dengan hormat, atau pemberhentian sementara. Akibat hukum
pembuatan akta peralihan hak atas tanah yang tidak sesuai
dengan peraturan perundang-undangan dikategorikan menjadi
dua, yaitu akibat hukum keperdataan dan administratif. Akibat
hukum secara keperdataan berkaitan dengan keabsahan akta
peralihan hak atas tanah yang batal atau dapat dibatalkan demi
hukum, sedangkan secara administratif akta peralihan hak atas
tanah yang dibuat mengandung cacat hukum.

470

Copyright © 2021 Jurnal Ilmiah Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan


Jurnal Ilmiah Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Vol. 6, Nomor 2, Desember 2021 471

PENDAHULUAN Hak-hak atas tanah sebelum berlakunya


Hukum agraria adalah keseluruhan UUPA, baik yang diatur dengan hukum adat
ketentuan-ketentuan hukum yang meliputi hukum maupun hukum barat, dikonversi menjadi suatu
perdata, hukum tata negara, atau hukum tata hak baru yang didasarkan pada UUPA. Ketentuan
usaha negara. Hukum agraria digunakan untuk tersebut menimbulkan suatu unifikasi unifikasi
mengatur hubungan-hubungan antara orang (kesatuan) hak-hak atas tanah. Unifikasi di
termasuk badan hukum dengan bumi, air, dan bidang pertanahan telah memberikan suasana
ruang angkasa di seluruh wilayah negara. Hukum baru bagi hukum agraria, karena didasarkan
agraria juga mengatur wewenang-wewenang lain pada satu sistem hukum nasional yaitu UUPA.
yang bersumber pada suatu hubungan-hubungan Jenis-jenis hak atas tanah yang dijelaskan dalam
tertentu (Harsono, 2005). Kepulauan Indonesia ketentuan Pasal 16 ayat (1) UUPA terdiri atas
telah dihuni oleh masyarakat-masyarakat hukum hak milik, Hak Guna Usaha (HGU), Hak Guna
adat yangtunduk pada hukum adat di daerahnya Bangunan (HGB), Hak Pakai (HP), hak sewa,
masing-masing. Orang Eropa menganggap bahwa hak membuka tanah, hak memungut hasil hutan,
kedudukan hukum barat lebih tinggi daripada serta hak-hak lain diluar hak-hak tersebut. Jual
hukum adat (Bakri, 2011). Bangsa Eropa yang beli tanah setelah berlakunya UUPA tidak lagi
masuk sebagai penjajah ke Indonesia, khususnya dibuat di hadapan Kepala Adat atau Kepala Desa
bangsa Belanda, tidak bersedia untuk tunduk secara bawah tangan, tetapi dibuat di hadapan
dan menerapkan hukum adat setempat tetapi seorang Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)
lebih memilih untuk menerapkan hukum yang atau Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara
berlaku di Eropa. Hal ini dinilai bertentangan (PPAT Sementara). Akta dapat dibuat oleh
dengan asas hukum yang menyatakan bahwa PPAT Sementara apabila di kecamatan belum
semua stelsel hukum termasuk hukum barat ada seorang PPAT yang diangkat oleh Kepala
maupun hukum adat memiliki kedudukan yang Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia
sama, artinya tidak ada hukum yang lebih tinggi berdasarkan syarat-syarat tertentu sesuai dengan
atau lebih rendah. ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dualisme hukum perdata terjadi pada zaman PPAT merupakan pejabat umum yang
pemerintah Hindia Belanda, yaitu berlakunya berwenang membuat akta tentang pertanahan
hukum perdata barat dan hukum perdata adat. karena memiliki kemampuan dan kecakapan
Hukum perdata barat diatur dalam Burgerlijk khusus di bidang pertanahan tentang Peraturan
Wetboek (BW) yang diterjemahkan sebagai Dasar Pokok-Pokok Agraria. PPAT adalah
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH organ negara yang mandiri dan berwenang
Perdata). Hukum perdata barat berlaku bagi untuk membuat akta autentik mengenai
golongan Eropa, sedangkan hukum perdata adat semua perbuatan, perjanjian, dan penetapan
berlaku bagi golongan bumi putera dan timur di bidang keperdataan yang diharuskan oleh
asing. Pemerintah Indonesia pasca kemerdekaan peraturan umum atau oleh yang berkepentingan
mengeluarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun dikehendaki untuk dinyatakan dalam suatu akta
1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok autentik. PPAT berkewajiban untuk menjamin
Agraria (UUPA) sebagai unifikasi hukum kepastian tanggal akta, memberikan grosse,
agraria di Indonesia. Ketentuan yang terdapat serta menyimpan salinan akta dan kutipannya,
dalam UUPA merujuk pada berbagai peraturan sepanjang pembuatan akta tersebut diatur dalam
perundang-undangan lainnya, salah satunya suatu peraturan umum. PPAT adalah pejabat
terlihat pada konsideran UUPA yang mencabut umum yang diberi wewenang untuk membuat
berlakunya Buku II KUH Perdata. Ketentuan akta pemindahan hak atas tanah, akta pembebanan
yang dicabut mengatur tentang bumi, air, serta hak tanggungan, dan akta pemberian kuasa
kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, membebankan hak tanggungan berdasarkan
kecuali ketentuan-ketentuan mengenai hipotik peraturan perundang-undangan yang berlaku.
yang masih berlaku sejak berlakunya UUPA PPAT diangkat oleh pemerintah, dalam hal
(Christin, 2017). UUPA yang belaku sejak ini Badan Pertanahan Nasional dengan tugas
tanggal 24 September 1960 telah mengakhiri dan kewenangan tertentu dalam rangka melayani
masa dualisme hukum tanah yang berlaku di kebutuhan masyarakat terkait pembuatan akta
Indonesia. suatu perbuatan hukum tertentu. Karakteristik

Copyright © 2021 Jurnal Ilmiah Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan


Tinjauan yuridis pembuatan akta ... 472

dan tugas dari PPAT dapat digolongkan dan kantor-kantor lain sesuai dengan ketentuan
menjadi beberapa istilah, yaitu meaning, peraturan perundang-undangan yang berlaku
positioning, functioning, authoriting, tasking, selambat- lambatnya tanggal 10 bulan berikutnya.
activiting, dan controlling. Meaning berarti Controlling berarti bahwa Menteri ATR/BPN
bahwa PPAT merupakan pejabat umum yang berdasarkan ketentuan Pasal 33 ayat (1) Peraturan
diberi kewenangan untuk membuat akta-akta Pemerintah Nomor 24 Tahun 2016 berwenang
otentik mengenai perbuatan hukum tertentu. untuk melaksanakan pembinaan dan pengawasan
Akta tersebut berkaitan dengan hak atas tanah atau kepada PPAT dalam melaksanakan tugasnya
hak milik atas satuan rumah susun yang diatur sebagai pejabat umum.
dalam Pasal 1 angka 1 Peraturan Pemerintah Pemerintah telah melakukan berbagai upaya
Nomor 24 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas untuk menertibkan segala administrasi yang
Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 berkaitan dengan pendaftaran tanah, baik melalui
tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta peraturan perundang-undangan maupun peraturan
Tanah. Positioning berarti bahwa PPAT diawasi pemerintah sebagai pelaksanaannya. Pendaftaran
langsung oleh Kementerian ATR/BPN, serta tanah telah diatur dalam ketentuan Pasal 11 Peraturan
bertanggung jawab untuk membuat peralihan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 yang terdiri
hak atas tanah dalam bentuk akta otentik. atas dua kegiatan, yaitu kegiatan pendaftaran
Functioning berarti bahwa PPAT memiliki tanah untuk pertama kali dan pemeliharaan data
tugas pokok yang telah diatur dalam ketentuan pendaftaran tanah. Kegiatan pendaftaran tanah
Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun untuk pertama kali meliputi beberapa tahapan,
1998 yaitu melaksanakan sebagian kegiatan yaitu: (1) pengumpulan dan pengelolaan data
pendaftaran tanah dengan membuat akta sebagai fisik, (2) pembuktian hak dan pembukuannya,
bukti telah dilakukannya suatu perbuatan hukum (3) penerbitan sertifikat, (4) penyajian data
tertentu. Perbuatan hukum yang dimaksud meliputi fisik dan data yuridis, (5) penyimpanan daftar
beberapa aktivitas, diantaranya yaitu jual beli, umum dan dokumen. Kegiatan pemeliharaan
tukar menukar, hibah, pemasukan ke dalam data pendaftaran tanah meliputi pendaftaran
perusahaan (inbreng), pembagian hak bersama, peralihan dan pembebanan hak serta pendaftaran
pemberian hak guna bangunan/hak pakai atas perubahan data pendaftaran tanah lainnya.
tanah, hak milik, pemberian hak tanggungan, serta PPAT merupakan salah satu pejabat umum
pemberian kuasa membebankan hak tanggungan. yang bertugas untuk membantu pemerintah
Authoriting berarti bahwa kewenangan PPAT dalam menertibkan syarat administrasi terkait
yang termuat dalam ketentuan Pasal 4 ayat (1) pertanahan, yang dituangkan dalam bentuk akta.
Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 PPAT harus memiliki kemampuan dan
yaitu membuat akta mengenai hak atas tanah kecakapan khusus di bidang pertanahan agar
atau hak milik atas satuan rumah susun yang akta-akta yang dibuat tidak menimbulkan
terletak di wilayah kerjanya. permasalahan di kemudian hari mengingat
Tasking berarti bahwa akta PPAT berdasarkan akta tersebut merupakan akta autentik yang
ketentuan Pasal 22 Peraturan Pemerintah Nomor dapat digunakan sebagai alat bukti. Akta PPAT
37 Tahun 1998 harus dibacakan/dijelaskan merupakan akta autentik yang mempunyai
isinya kepada para pihak dengan dihadiri oleh kekuatan mutlak berkaitan dengan hal-hal atau
sekurang-kurangnya dua orang saksi, sebelum peristiwa yang disebutkan dalam akta (Sutedi,
ditandatangani seketika itu juga oleh para pihak, 2012). Pembuatan akta autentik harus memenuhi
saksi-saksi, dan PPAT. Activiting berkaitan unsur-unsur yang telah diatur dalam Pasal 1866
dengan kewajiban PPAT yang dijelaskan dalam KUH Perdata, yaitu dibuat di hadapan pejabat
ketentuan Pasal 26 Peraturan Pemerintah Nomor umum yang berwenang untuk itu di tempat akta
37 Tahun 1998 yaitu membuat satu buku yang itu dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh
berisi daftar akta yang telah dibuat. Buku daftar undang-undang. Tanggung jawab PPAT dalam
akta PPAT diisi setiap hari kerja dan ditutup pembuatan akta peralihan hak atas tanah menjadi
setiap akhir kerja dengan garis tinta yang penting untuk dilakukan kajian yang mendalam
diparaf oleh PPAT yang bersangkutan. PPAT berdasarkan perspektif hukum administrasi
wajib mengirim laporan bulanan mengenai akta negara. Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun
yang dibuat kepada Kepala Kantor Pertanahan 1998 merupakan peraturan pelaksana dalam hal

Copyright © 2021 Jurnal Ilmiah Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan


Jurnal Ilmiah Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Vol. 6, Nomor 2, Desember 2021 473

pendaftaran tanah serta mengatur mengenai tanggung jawab PPAT dalam pembuatan akta
tugas pokok dan kewenangan, pengangkatan peralihan hak atas tanah. Pendekatan konseptual
dan pemberhentian, daerah kerja, sumpah dilakukan pada pandangan-pandangan dan
jabatan, pelaksanaan jabatan, hingga pembinaan doktrin-doktrin yang berkembang dalam
dan pengawasan PPAT. Peraturan Pemerintah ilmu hukum. Teknik analisis yang digunakan
Nomor 37 Tahun 1998 dan Peraturan Pemerintah yaitu analisis preskriptif, dengan memberikan
Nomor 24 Tahun 1997 tidak mengatur secara gambaran permasalahan dan solusi terkait
tegas mengenai batasan dan ukuran tanggung tanggung jawab PPAT dalam pembuatan akta
jawab PPAT jika terdapat kesalahan dalam peralihan hak atas tanah.
proses pembuatan akta peralihan hak atas tanah.
Perkembangan kebutuhan masyarakat HASIL DAN PEMBAHASAN
menjadi dasar untuk meningkatkan peran PPAT
Tanggung Jawab PPAT dalam Pembuatan
dalam memberikan kepada masyarakat terkait Akta Peralihan Hak Atas Tanah yang Tidak
pendaftaran tanah. Pemerintah telah melakukan Sesuai dengan Peraturan Perundang-Undangan
perubahan terhadap beberapa ketentuan dalam PPAT sebagaimana diatur dalam ketentuan
Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998. Pasal 6 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 24
Perubahan tersebut dilakukan dengan membuat Tahun 1997 bertugas untuk membantu Kepala
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2016 Kantor Pertanahan dalam proses pendaftaran
tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah tanah. PPAT dan pejabat lain yang ditugaskan
Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan untuk membantu Kepala Kantor Pertanahan
Pejabat Pembuat Akta Tanah, namun tetap berwenang untuk melaksanakan kegiatan-
tidak mengatur tanggung jawab PPAT dalam kegiatan tertentu yang telah diatur dalam
pembuatan akta peralihan hak atas tanah. Hal peraturan perundang-undangan. Pengaturan
ini telah menunjukkan bahwa terdapat suatu mengenai PPAT secara implisit diatur sebagai
ketidaklengkapan hukum terkait tanggung konsekuensi adanya ketentuan Pasal 19 ayat
jawab PPAT dalam pembuatan akta peralihan (1) UUPA yang menyatakan bahwa pendaftaran
hak atas tanah. Berdasarkan uraian di atas, tanah diadakan oleh pemerintah untuk menjamin
kajian ini bertujuan untuk membahas beberapa kepastian hukum pemilik tanah. Pemerintah
permasalahan yaitu: (1) tanggung jawab PPAT mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor
dalam pembuatan akta peralihan hak atas tanah 10 Tahun 1961 merupakan aturan pelaksana
yang tidak sesuai dengan peraturan perundang- sebagai cikal bakal lahirnya PPAT yang bertugas
undangan, dan (2) akibat hukum pembuatan membantu pemerintah dalam pendaftaran tanah.
akta peralihan hak atas tanah yang tidak sesuai PPAT dan akta yang dibuat merupakan
dengan peraturan perundang-undangan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan
pendaftaran tanah. PPAT secara historis dikenal
METODE sejak tahun 1961 melalui Peraturan Pemerintah
Kajian ini menggunakan metode yuridis Nomor 10 Tahun 1961 (Febriantina, 2010).
normatif sebagai suatu proses menemukan PPAT awalnya dikenal dengan istilah “pejabat”
aturan, prinsip-prinsip, atau doktrin-doktrin atau ”penjabat” yang berwenang membuat
hukum untuk menjawab isu hukum yang dihadapi. akta mengenai perbuatan-perbuatan hukum
Kajian normatif tidak perlu dimulai dengan dengan objek hak atas tanah dan hak jaminan
adanya suatu hipotesis tetapi langsung pada atas tanah. Peraturan Pemerintah Nomor 10
proses analisis permasalahan yaitu mengenai Tahun 1961 merupakan aturan pelaksana terkait
tanggung jawab PPAT dalam pembuatan akta pendaftaran tanah dalam rangka rechtscadaster
peralihan hak atas tanah berdasarkan perspektif yang bertujuan memberikan jaminan kepastian
hukum administrasi negara. Pendekatan yang hukum dan perlindungan hukum kepada
digunakan dalam kajian ini yaitu pendekatan pemegang hak atas tanah. Alat bukti yang
perundang-undangan (statue approach) dan dihasilkan pada akhir proses pendaftaran tanah
pendekatan konseptual (conceptual approach). berupa buku dan sertifikat tanah yang terdiri
Pendekatan perundang-undangan dilakukan pada atas salinan buku dan surat ukur (Hutagalung,
ketentuan-ketentuan yang mengatur tentang 2005). Penyelenggaraan pendaftaran tanah harus

Copyright © 2021 Jurnal Ilmiah Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan


Jurnal Ilmiah Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Vol. 6, Nomor 2, Desember 2021 474

memperhatikan dasar permulaan (opzet) dan wewenang untuk menjalankan fungsinya dalam
pemeliharaannya (bijhouden). pembuatan akta dan pendaftaran tanah.
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun Pemerintah secara umum menjalankan tiga
1997 mempunyai kedudukan yang strategis, fungsi utama yang didasarkan pada wewenang
tidak hanya sebagai peraturan pelaksana UUPA publik (bestuursbevoegdheid), yaitu menjalankan
tetapi juga berkedudukan sebagai salah satu fungsi normatif atau legitimasi (normative-
program Catur Tertib Pertanahan dan Hukum legitimeren functie), fungsi instrumental
Tanah Nasional. Catur Tertib Pertanahan yang (instrumentele functie), dan fungsi jaminan atau
dimaksud terdiri atas tertib hukum pertanahan, perlindungan (waarborg functie). Wewenang
tertib administrasi pertanahan, tertib penggunaan publik (bestuursbevoegdheid) dilaksanakan
tanah, serta tertib pemeliharaan dan kelestarian dengan berlandaskan asas negara hukum
lingkungan hidup (Santoso, 2010). Peralihan (rechtsstaat atau rule of law), yaitu adanya asas
hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah legalitas (wetmatigheid van bestuur) dalam
susun melalui jual beli, tukar menukar, hibah, penyelenggaraan pemerintahan (Wibawa, 2019).
pemasukan dalam perusahaan dan perbuatan Kewenangan yang dimiliki oleh badanatau pejabat
hukum pemindahan hak lainnya hanya dapat tata usaha negara hanya diperoleh berdasarkan
didaftarkan dengan adanya bukti berupa akta ketentuan peraturan perundang-undangan
yang dibuat oleh PPAT (Darusman, 2016). PPAT yang berlaku. Kewenangan yang dimiliki oleh
memiliki tugas pokok untuk melaksanakan seorang pejabat tentu berkaitan dengan asas
sebagian kegiatan pendaftaran tanah dengan demokrasi. Penyelenggaraan pemerintahan
membuat akta sebagai bukti telah dilakukannya harus berpedoman pada prinsip dari, oleh, dan
perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas untuk rakyat sehingga dalam pelaksanaannya
tanah atau hak milik atas satuan rumah susun. perlu mempertimbangkan aspek keterwakilan
Akta tersebut akan dijadikan dasar dalam rakyat melalui badan perwakilan yang telah
pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah dipilih oleh rakyat. Asas demokrasi menuntut
yang diakibatkan oleh suatu perbuatan hukum. keterbukaan pemerintah dan peningkatan peran
Tanggung jawab PPAT dalam pembuatan serta masyarakat (inspraak) dalam pengambilan
akta peralihan hak atas tanah dapat dilihat keputusan. Asas instrumental menekankan bahwa
berdasarkan perspektif hukum administrasi penyelenggaraan pemerintahan didasarkan
negara. Pertanggungjawaban menurut Kraneburg pada wewenang publik dengan memperhatikan
dan Vegtig dibagi dalam dua teori, yaitu fautes asas efisiensi (doelmatigheid) dan efektivitas
personalles dan fautes de services (Prawira, 2016). (doeltreffendheid).
Teori fautes personalles menyatakan bahwa Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan PPAT
kerugian terhadap pihak ketiga dibebankan pada dasarnya tidak akan memiliki wewenang
kepada pejabat yang atas tindakan yang telah yang dapat mempengaruhi keadaan atau
dilakukan, dalam hal ini beban tanggung jawab kondisi hukum masyarakat tanpa mendasarkan
ditujukan pada manusia secara individu. Teori pada asas legalitas dalam penyelenggaraan
fautes de services menyatakan bahwa kerugian pemerintahan. Pemerintah diberi kewenangan
terhadap pihak ketiga dibebankan kepada untuk menyelenggarakan pendaftaran tanah
instansi dari pejabat yang bersangkutan, dengan sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 19
kata lain tanggung jawab dibebankan kepada ayat (1) UUPA. Pendaftaran tanah bertujuan
jabatan (Yulianti & Anshari, 2021). Kesalahan menjamin kepastian hukum dalam bidang
yang dilakukan oleh seseorang berimplikasi pada pertanahan, karena merupakan satu-satunya
tanggung jawab yang dibebankan kepada pihak pembuktian dan syarat sahnya suatu peralihan
yang bersangkutan. Pasal 1 angka 4 Undang- hak atas tanah (Harsono, 2003). Sifat dari tata
Undang Nomor 4 Tahun 1996 menjelaskan usaha PPAT adalah tertutup untuk umum, maka
bahwa PPAT adalah pejabat umum yang diberi pembuktian mengenai berpindahnya hak atas
wewenang untuk membuat akta pemindahan tanah hanya berlaku secara terbatas pada para
hak atas tanah, akta pembebanan hak atas tanah, pihak yang melakukan perbuatan hukum yang
dan akta pemberian kuasa membebankan hak bersangkutan. Tanah yang telah didaftarkan
tanggungan berdasarkan peraturan yang berlaku akan memperoleh alat bukti dengan kekuatan
(Ravianto & Purnawan, 2017). PPAT mempunyai hukum yang berlaku bagi pihak ketiga, karena

Copyright © 2021 Jurnal Ilmiah Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan


Jurnal Ilmiah Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Vol. 6, Nomor 2, Desember 2021 475

tata usaha pendaftaran tanah Kantor Pertanahan dari penegakan hukum administrasi negara
adalah terbuka untuk umum. (Raharja, 2014). Sanksi administrasi adalah
PPAT diangkat oleh BPN dengan tugas dan salah satu jenis sanksi hukum, yang ditetapkan
kewenangan tertentu dalam rangka melayani untuk memastikan penghormatan terhadap
kebutuhan masyarakat. Tugas dan kewenangan suatu ketentuan hukum (Susanto, 2019). Sanksi
PPAT berkaitan dengan akta pemindahan hak administrasi berdasarkan sasarannya dikategorikan
atas tanah, akta pembebanan hak atas tanah, menjadi tiga, yaitu sanksi reparatoir, punitive,
dan akta pemberian kuasa pembebanan hak dan regresif. Sanksi reparatoir adalah sanksi
tanggungan sebagaimana diatur dalam peraturan yang diterapkan sebagai reaksi atas pelanggaran
perundang-undangan yang berlaku (Asshiddiqie, norma untuk mengembalikan suasana seperti pada
2003). Peralihan hak atas tanah terjadi apabila kondisi semula sebelum terjadinya pelanggaran,
akta PPAT telah ditandatangani oleh pihak yang misalnya bestuursdwang dan dwangsom. Sanksi
bersangkutan. Proses peralihan hak atas tanah punitive adalah sanksi yang ditujukan untuk
terjadi setelah dilakukan penyerahan secara memberikan hukuman pada seseorang, misalnya
nyata (feitelijke levering) dan penyerahan secara berupa denda administratif. Sanksi regresif
yuridis (juridische levering) sehingga mampu adalah sanksi yang diterapkan sebagai reaksi
mengikat pihak ketiga. Badan Pertanahan atas ketidakpatuhan terhadap ketentuan yang
Nasional memiliki wewenang atributif yang terdapat dalam ketetapan yang telah diterbitkan.
didelegasikan kepada PPAT (Hadjon, 2015). Tujuan penerapan sanksi administrasi
Pengalihan wewenang tersebut mengakibatkan terhadap suatu pelanggaran merupakan upaya
adanya suatu tanggung jawab dan tanggung yang dilakukan oleh badan administrasi
gugat yang dibebankan kepada PPAT sebagai untuk mempertahankan norma-norma hukum
delegatoris. administrasi yang telah ditetapkan dalam wujud
Ratio legis tidak lengkapnya pengaturan peraturan perundang-undangan. Sanksi hukum
mengenai tanggung jawab PPAT dalam administrasi apabila dilihat berdasarkan karakter
pembuatan akta peralihan hak atas tanah normanya bukan merupakan suatu kewajiban
bertujuan untuk memberikan kepastian hukum (plicht), tetapi merupakan kewenangan bebas
di bidang pertanahan. Tanggung jawab PPAT (vrije bevoegdheid) yang mandiri atau tidak
dalam pembuatan akta peralihan hak atas tanah tergantung pada organ lainnya. Tanggung
berkaitan dengan kepatuhan terhadap peraturan jawab PPAT dalam pembuatan akta peralihan
perundang-undangan. Peraturan yang dimaksud, hak atas tanah yang mengabaikan ketentuan
diantaranya yaitu: (a) Pasal 38, Pasal 39, dan peraturan perundang-undangan seharusnya
Pasal 40 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun dapat dikenakan sanksi denda administratif
1997, (b) Pasal 10 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) sebagai upaya ganti rugi kepada pihak yang
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2016, bersangkutan. Peraturan Menteri Agraria dan
(c) Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/ Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional
Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 2 Nomor 2 Tahun 2018 telah mengatur mengenai
Tahun 2018. Peraturan tersebut harus dipatuhi sanksi bagi PPAT yang melakukan kelalaian
oleh PPAT agar dalam proses pembuatan akta dalam pembuatan suatu akta yaitu berupa
peralihan hak atas tanah tidak menimbulkan teguran tertulis, pemberhentian dengan tidak
suatu perbuatan melawan hukum (Koeswahyono, hormat, pemberhentian dengan hormat, dan
2019). Esensi adanya peraturan-peraturan pemberhentian sementara.
tersebut yaitu untuk memberikan kepastian
Akibat Hukum Pembuatan Akta Peralihan
hukum bagi masyarakat khususnya pada bidang Hak Atas Tanah yang Tidak Sesuai dengan
pertanahan, sehingga penerapan profesi PPAT Peraturan Perundang-Undangan
tidak bertentangan dengan the principle of good Pembuatan akta peralihan hak atas tanah
governance dan equity. yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-
Sanksi administrasi merupakan salah satu undangan menimbulkan suatu akibat hukum secara
kewenangan pemerintah yang berasal dari keperdataan. Akibat hukum tersebut berkaitan
aturan hukum administrasi tertulis dan tidak dengan tanggung jawab PPAT dalam pembuatan
tertulis. Sanksi administrasi merupakan inti akta peralihan hak atas tanah yang melalaikan

Copyright © 2021 Jurnal Ilmiah Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan


Jurnal Ilmiah Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Vol. 6, Nomor 2, Desember 2021 476

ketentuan peraturan perundang-undangan. kekuatan hukum sebagai akta dibawah tangan


Pertanggungjawaban secara keperdataan timbul apabila putusan pengadilan menyatakan adanya
karena kelalaian, kealpaan dan/atau kesengajaan suatu pelanggaran yang dilakukan oleh PPAT.
PPAT dalam membuat akta jual beli yang tidak Syarat materiil dalam pembuatan akta
sesuai dengan syarat formil dan materiil. Pihak otentik diatur dalam ketentuan Pasal 1320 KUH
yang merasa dirugikan dapat menuntut ganti Perdata yang menyatakan bahwa syarat sah suatu
kerugian kepada PPAT yang telah melakukan perjanjian dikategorikan menjadi dua, yaitu
kelalaian, kealpaan dan/atau kesengajaan dalam syarat subjektif dan objektif. Syarat subjektif
pembuatan suatu akta. Wanprestasi terjadi karena suatu perjanjian yaitu adanya kesepakatan dan
adanya suatu perbuatan yang tidak berkaitan kecakapan pihak yang terlibat untuk membuat
dengan perjanjian antara pihak-pihak yang perikatan. Syarat objektif suatu perjanjian yaitu
bersangkutan, hal ini disebut sebagai perbuatan adanya pokok persoalan tertentu karena suatu
melanggar hukum atau onrechtmatige daad sebab yang tidak terlarang. Syarat-syarat tersebut
(Febrina & Sulaiman, 2019). Kesalahan bersifat kumulatif, artinya setiap perjanjian yang
(beroepsfout) yang telah dilakukan oleh PPAT dibuat harus memenuhi keempat persyaratan
dalam pembuatan akta dapat dikategorikan tersebut secara keseluruhan. Perjanjian yang
sebagai suatu wanprestasi atau perbuatan tidak memenuhi syarat-syarat tersebut dapat
melanggar hukum (onrechtmatige daad). batal demi hukum dan/atau dapat dibatalkan
Pelaksanaan tugas dan jabatan PPAT oleh pihak ketiga yang berkepentingan (Subekti,
berkaitan dengan kewajiban untuk mewujudkan 2001). Perjanjian yang tidak memenuhi syarat
akta otentik yang memiliki kekuatan pembuktian subjektifdapat dibatalkan demi hukum, sepanjang
sempurna. Akta otentik yang mengandung cacat perjanjian tersebut belum atau tidak dibatalkan oleh
hukum karena dibuat dengan prosedur yang tidak pengadilan maka perjanjian yang bersangkutan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- terus berlaku (Gumanti, 2012). Perjanjian yang
undangan, dapat dinyatakan tidak otentik oleh tidak memenuhi syarat objektif dinyatakan batal
putusan pengadilan. Akta PPAT dapat menjadi demi hukum atau dianggap tidak pernah ada.
akta dibawah tangan atau bahkan dinyatakan Pembuatan akta peralihan hak atas
batal demi hukum karena syarat formil dan tanah yang tidak sesuai dengan peraturan
materiil dari prosedur pembuatan akta PPAT tidak perundang-undangan menimbulkan akibat
dipenuhi. PPAT harus bertanggung jawab atas hukum secara administratif terkait sanksi bagi
kerugian akibat perbuatan yang telah dilakukan PPAT. Sanksi yang diberikan kepada PPAT
karena bertentangan dengan kewajiban hukum berupa teguran tertulis, pemberhentian dengan
seorang PPAT tidak hormat, pemberhentian dengan hormat,
Akta peralihan hak atas tanah yang dibuat atau pemberhentian sementara. Ketidaktepatan
melalui prosedur yang tidak sesuai dengan dalam bidang administrasi atau biasa disebut
peraturan perundang-undangan, mengakibatkan dengan maladministrasi yang dilakukan oleh
suatu cacat hukum karena adanya penyimpangan PPAT dalam melakukan sebagian kegiatan
terhadap syarat formil yang harus dipenuhi pendaftaran tanah akan menimbulkan suatu
dalam pembuatan akta otentik. Pasal 1868 konsekuensi hukum (Novalianasari, Madjid, &
KUH Perdata menjelaskan bahwa pembuatan Soekesi, 2020). Kewajiban dan larangan bagi
akta otentik harus memenuhi unsur-unsur akta PPAT dalam melaksanakan tugasnya diatur
yaitu dibuat dalam bentuk yang ditentukan dalam Keputusan Menteri Agraria dan Tata
oleh undang-undang dan dibuat dihadapan Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional
ten overstay seorang pejabat umum. Peraturan Nomor 112/KEP-4.1/IV/2017 yang diterbitkan
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan pada 27 April 2017. Peraturan tersebut biasa
Pertanahan Nasional Nomor 2 Tahun 2018 dikenal dengan sebutan kode etik Ikatan Pejabat
menjelaskan apabila ketentuan atau syarat Pembuat Akta Tanah (IPPAT), kemudian diubah
formil akta otentik dilanggar oleh PPAT, maka menjadi Peraturan Menteri Agraria dan Tata
dapat mengakibatkan berkurangnya kekuatan Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional
hukum dari akta tersebut sebagai salah satu alat Nomor 2 Tahun 2018 tentang Pembinaan dan
bukti yang sempurna. Akta otentik memiliki Pengawasan Pejabat Pembuat Akta Tanah.

Copyright © 2021 Jurnal Ilmiah Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan


Jurnal Ilmiah Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Vol. 6, Nomor 2, Desember 2021 477

Pasal 6 ayat (1) Keputusan Menteri Agraria pelanggaran diterapkan sesuai dengan kebijakan
dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional pemerintah yang secara umum bertujuan
Nomor 112/KEP-4.1/IV/2017 menyatakan bahwa mewujudkan ketertiban, memberikan kepastian
sanksi yang dikenakan terhadap anggota IPPAT hukum, serta jaminan perlindungan terhadap
yang melakukan pelanggaran kode etik, yaitu hak setiap orang.
berupa: (a) teguran, (b) peringatan, (c) schorsing
(pemecatan sementara) dari keanggotaan IPPAT, SIMPULAN
(d) onzetting (pemecatan) dari keanggotaan Tanggung jawab Pejabat Pembuat Akta
IPPAT, (e) pemberhentian dengan tidak hormat Tanah dalam pembuatan akta peralihan hak
dari keanggotaan IPPAT. Jenis dan sanksi atas atas tanah yang tidak sesuai dengan peraturan
pelanggaran yang dilakukan oleh PPAT tercantum perundang-undangan diberikan dalam bentuk
dalam Lampiran II Peraturan Menteri Agraria sanksi administrasi berupa teguran tertulis,
dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan pemberhentian dengan tidak hormat, pemberhentian
Nasional Nomor 2 Tahun 2018, yang berupa dengan hormat, atau pemberhentian sementara.
teguran tertulis, pemberhentian dengan tidak Pembuatan akta peralihan hak atas tanah yang tidak
hormat, pemberhentian dengan hormat, atau sesuai dengan peraturan perundang-undangan,
pemberhentian sementara. Pasal 93 Undang- baik karena Pejabat Pembuat Akta Tanah
Undang Nomor 28 Tahun 2009 menegaskan mengabaikan atau tidak memenuhi kewajiban
bahwa PPAT/Notaris dan Kepala Kantor yang dan kewenangannya dapat menimbulkan akibat
membidangi pelayanan negara dapat dikenakan hukum secara keperdataan dan administratif.
sanksi administratif apabila melanggar ketentuan Akibat hukum secara keperdataan berkaitan
sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 91 ayat (1) dengan keabsahan akta peralihan hak atas tanah
dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 28 Tahun yang batal demi hukum karena syarat objektif
2009. Sanksi administratif yang dimaksud yaitu pembuatan akta tidak terpenuhi, atau dapat
berupa denda sebesar Rp. 7.500.000,00 untuk dibatalkan karena syarat subjektif pembuatan
setiap pelanggaran. akta yang tidak terpenuhi. Akibat hukum secara
Ketidaklengkapan norma hukum yang administratif menjadikan akta peralihan hak atas
mengatur mengenai tanggung jawab PPAT tanah yang dibuat mengandung cacat hukum
berdasarkan perspektif hukum administrasi (legal defect). Para pihak yang dirugikan dapat
negara menimbulkan suatu akibat hukum menuntut ganti rugi kepada Pejabat Pembuat
karena PPAT dapat mengabaikan ketentuan Akta Tanah melalui mekanisme keperdataan,
peraturan perundang-undangan, khususnya yaitu dengan memberikan gugatan perbuatan
dalam pembuatan akta peralihan hak atas tanah. melawan hukum di pengadilan negeri atau
Pasal 1365 KUH Perdata menegaskan bahwa badan peradilan umum.
pihak yang dirugikan dapat mengajukan gugatan
ke pengadilan negeri atas perbuatan perbuatan DAFTAR RUJUKAN
melawan hukum yang dilakukan oleh PPAT. Asshiddiqie, J. (2003). Independensi dan
Pertanggungjawaban PPAT dalam pembuatan Akuntabilitas Pejabat Pembuat Akta Tanah.
akta peralihan hak atas tanah yang tidak Jurnal Renvoi, 31-40.
sesuai dengan peraturan perundang-undangan Bakri, M. (2011). Pengantar Hukum Indonesia:
seharusnya dapat dikenakan sanksi berupa Sistem Hukum Indonesia pada Era Reformasi.
denda. Hal ini berkaitan dengan kewenangan Malang: Universitas Brawijaya Press.
perpajakan sebagai kewenangan tambahan yang Christin, D. (2017). Analisis atas Diketahuinya
diberikan kepada PPAT. Kewenangan tersebut Cacat Yuridis pada Akta Jual Beli Tanah dan
telah diatur dalam ketentuan Pasal 91 ayat (1) Rumah yang Dibuat oleh PPAT (Putusan
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung No. 2333/K/Pdt/2015).
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, yang secara Premise Law Journal, 14(3), 12-21.
tegas menyatakan bahwa PPAT/Notaris hanya Darusman, Y. M. (2016). Kedudukan Notaris
dapat menandatangani akta pemindahan hak atas sebagai Pejabat Pembuat Akta Otentik
tanah dan/atau bangunan setelah wajib pajak dan sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah.
menyerahkan bukti pembayaran pajak. Sanksi Jurnal Hukum, 7(1), 78-86.
administrasi terhadap PPAT yang melakukan Febriantina, R. (2010). Kewenangan Pejabat

Copyright © 2021 Jurnal Ilmiah Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan


Jurnal Ilmiah Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Vol. 6, Nomor 2, Desember 2021 478

Pembuat Akta Tanah (PPAT) dalam Republik Indonesia. (1996). Undang-Undang


Pembuatan Akta Otentik. Semarang: Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak
Universitas Diponegoro. Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-
Febrina, D. T., & Sulaiman, A. (2019). Tanggung Benda yang Berkaitan dengan Tanah.
Jawab Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) Republik Indonesia. (2009). Undang-Undang
dalam Pembuatan Akta Jual Beli Tanah Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak
Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI Daerah dan Retribusi Daerah. Lembaran
Nomor 24 Tahun 2016 tentang PPAT Negara Republik Indonesia Tahun 2009
(Studi Kantor Notaris dan PPAT Anita Nomor 130. Tambahan Lembaran Negara
Mahdalena, S.H.). Petita, 1(1), 134-147. Republik Indonesia Nomor 5049.
Gumanti, R. (2012). Syarat Sahnya Perjanjian Republik Indonesia. (1961). Peraturan Pemerintah
(Ditinjau dari KUH Perdata). Jurnal Nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran
Pelangi Ilmu, 5(1), 4-13. Tanah.
Hadjon, P. M. (2015). Pengantar Hukum Republik Indonesia. (1997). Peraturan Pemerintah
Administrasi Indonesia. Yogyakarta: Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran
Gadjah Mada University Press. Tanah. Lembaran Negara Republik Indonesia
Harsono, B. (2003). Hukum Agraria Indonesia: Tahun 1997 Nomor 59.
Sejarah Pembentukan Undang-Undang Republik Indonesia. (1998). Peraturan Pemerintah
Pokok Agraria, Isi, dan Pelaksanaannya. Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan
Jakarta: Djambatan. Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah.
Hutagalung, A. S. (2005). Tebaran Pemikiran Lembaran Negara Republik Indonesia
Seputar Masalah Hukum Tanah. Jakarta: Tahun 1998 Nomor 52. Tambahan Lembaran
Lembaga Pemberdayaan Hukum Indonesia. Negara Republik Indonesia Nomor 3746.
Koeswahyono, I. (2019). Tanah untuk Keadilan Republik Indonesia. (2016). Peraturan Pemerintah
Sosial: Perbandingan Penataan dan Nomor 24 Tahun 2016 tentang Perubahan
Pengaturan Pertanahan di Beberapa Atas Peraturan Pemerintah Nomor 37
Negara. Arena Hukum, 12(1), 87-95. Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan
Novalianasari, H., Madjid, A., & Soekesi, T. S. Pejabat Pembuat Akta Tanah. Lembaran
(2020). Makna Frasa “Pelanggaran Berat” Negara Republik Indonesia Tahun 2016
pada Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Nomor 120. Tambahan Lembaran Negara
Akta Tanah dalam Perspektif Hukum Pidana. Republik Indonesia Nomor 5893.
Jurnal Ilmiah Pendidikan Pancasila dan Republik Indonesia. (2018). Peraturan Menteri
Kewarganegaraan, 5(2), 271-279. Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan
Prawira, I. G. B. Y. (2016). Tanggung Jawab Pertanahan Nasional Nomor 2 Tahun
PPAT terhadap Akta Jual Beli Tanah. Jurnal 2018. Berita Negara Republik Indonesia
IUS, 4(1), 69-79. Tahun 2018 Nomor 395.
Raharja, I. F. (2014). Penegakan Hukum Sanksi Santoso, U. (2010). Pendaftaran dan Peralihan
Administrasi terhadap Pelanggaran Perizinan. Hak Atas Tanah. Jakarta: Prenada Media
Inovatif, 7(2), 125-136. Group.
Ravianto, R., & Purnawan, A. (2017). Peran Subekti. (2001). Hukum Perjanjian. Jakarta:
Pejabat Pembuat Akta (PPAT) dalam Intermasa.
Pemungutan Bea Perolehan Hak Atas Susanto, S. N. H. (2019). Karakter Yuridis
Tanah dan Bangunan (BPHTB) dengan Sanksi Hukum Administrasi: Suatu
Pendekatan Self Assessment System. Pendekatan Komparasi. Administrative
Jurnal Akta, 4(4), 5-13. Law & Governance Journal, 2(1), 131-146.
Sutedi, A. (2012). Sertifikat Hak Atas Tanah.
Republik Indonesia. (1960). Undang-Undang Jakarta: Sinar Grafika.
Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Wibawa, K. C. S. (2019). Menakar Kewenangan
Dasar Pokok-Pokok Agraria. Lembaran dan Tanggung Jawab Pejabat Pembuat
Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Akta Tanah (PPAT) dalam Perspektif
Nomor 104. Tambahan Lembaran Negara BestuursBevoegdheid. Jurnal Crepido,
Republik Indonesia Nomor 2043. 1(1), 44-58.

Copyright © 2021 Jurnal Ilmiah Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan


Jurnal Ilmiah Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Vol. 6, Nomor 2, Desember 2021 479

Yulianti, E. D., & Anshari, T. (2021). Pertanggungjawaban Perubahan Undang-Undang Jabatan Notaris.
Hukum bagi Notaris dalam Membuat Akta Jurnal Ilmiah Pendidikan Pancasila dan
Otentik Berdasarkan Perspektif Pasal 65 Kewarganegaraan, 6(1), 45-54.
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang

Copyright © 2021 Jurnal Ilmiah Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

You might also like