You are on page 1of 9

Mid- Term SEMANTICS

AULIA AZHAR
20217470137

SEKUEN CERPEN

(Text asli)
A Reward For Taro

A Young woodcutter named Taro lived with his mother and father on a lonely hillside. All
day long he chopped wood in the forest. Though he worked very hard, he earned very little
money. This made him sad, for he was a thoughtful son and wanted to give his old parents
everything they needed.

One evening, when Taro and his parents were sitting in a corner of their hut, a strong wind
began to blow. It whistled through the cracks of the hut and everyone felt very cold. Suddenly
Taro’s father said, “I wish I had a cup of sake. It would warm me and do my old heart good.”

This made Taro sadder than ever, for the heart-warming drink called saké was very
expensive. ‘How do I earn more money?’ he asked himself. ‘How do I get a little saké for my
poor old father?’ He decided to work harder than before.

Next morning, Taro jumped out of bed earlier than usual and made his way to the forest. He
chopped and cut, chopped and cut as the sun climbed and soon he was so warm that he had to
take off his jacket. His mouth was dry and his face was wet with sweat. ‘My poor old father!’
he thought. ‘If only he was as warm as I!’

And with that he began to chop even faster, thinking of the extra money he must earn to buy
the saké to warm the old man’s bones.

Then suddenly Taro stopped chopping. What was that sound he heard? Could it be…. could it
possibly be rushing water?
Taro could not remember ever seeing or hearing a rushing stream in that part of the forest. He
was thirsty. The axe dropped out of his hands and he ran in the direction of the sound.
Taro saw a beautiful little waterfall hidden behind a rock. Kneeling at a place where the water
flowed quietly, he cupped a little in his hands and put it to his lips. Was it water? Or was it
saké? He tasted it again and again and always it was the delicious saké instead of cold water.

Taro quickly filled the pitcher he had with him and hurried home. The old man was delighted
with the saké. After only one swallow of the liquid he stopped shivering and did a little dance
in the middle of the floor.

That afternoon a neighbour stopped by for a visit. Taro’s father politely offered her a cup of
the saké. The lady drank it greedily and thanked the old man. Then Taro told her the story of
the magic waterfall. Thanking them for the delicious drink, she left in a hurry. By nightfall
she had spread the story throughout the whole village.

That evening there was a long procession of visitors to the woodcutter’s house. Each man
heard the story of the waterfall and took a sip of the saké. In less than an hour the pitcher was
empty.

Next morning, Taro started for work even earlier than the morning before. He carried with
him the largest pitcher he owned, for he intended first of all to go to the waterfall. When he
reached it, he found to his great surprise all his neighbours there. They were carrying
pitchers, jars, buckets — anything they could find to hold the magic saké. Then one villager
knelt and held his mouth under the waterfall to drink. He drank again and again and then
shouted angrily, “Water! Nothing but water!” Others also tried. But there was no saké, only
cold water.

“We have been tricked!” shouted the villagers. “Where is Taro? Let us drown him in this
waterfall.” But Taro had been wise enough to slip behind a rock when he saw how things
were going. He was nowhere to be found.

Muttering their anger and disappointment, the villagers left the place one by one. Taro came
out from his hiding place. Was it true, he wondered? Was the saké a dream? Once more he
caught a little liquid in his hand and put it to his lips. It was the same fine saké. To the
thoughtful son, the magic waterfall gave the delicious saké. To everyone else, it gave only
cold water.

The story of Taro and his magic waterfall reached the Emperor of Japan. He sent for the
young woodcutter and rewarded him with twenty pieces of gold for having been so good and
kind. Then he named the most beautiful fountain in the city after Taro. This, said the
Emperor, was to encourage all children to honor and obey their parents.

(text terjemahan)

Hadiah Untuk Taro

Seorang penebang kayu muda bernama Taro tinggal bersama ibu dan ayahnya di lereng bukit
yang sepi. Sepanjang hari dia memotong kayu di hutan. Meskipun dia bekerja sangat keras,
dia menghasilkan sedikit uang. Ini membuatnya sedih, karena ia adalah anak yang bijaksana
dan ingin memberikan semua yang dibutuhkan orang tuanya.

Suatu malam, ketika Taro dan orang tuanya duduk di sudut gubuk mereka, angin kencang
mulai berhembus. Angin bersiul melalui celah-celah pondok dan semua orang merasa
kedinginan. Tiba-tiba ayah Taro berkata, “Seandainya aku punya secangkir sake, itu akan
menghangatkan saya dan membuat hati saya menjadi lebih tenang. “

Hal ini membuat Taro lebih sedih dari sebelumnya, karena minuman yang menghangatkan
hati yang disebut saké harganya sangatlah mahal. “Bagaimana cara saya mendapatkan lebih
banyak uang?” Dia bertanya pada dirinya sendiri. ‘Bagaimana saya bisa mendapatkan saké
kecil untuk ayah tua saya yang malang? ‘Dia memutuskan untuk bekerja lebih keras dari
sebelumnya.

Pagi berikutnya, Taro bangun lebih awal dari biasanya dan berjalan ke hutan. Dia memotong
dan terus memotong kayu ketika matahari naik dan segera dia begitu merasa hangat sehingga
dia harus melepas jaketnya. Mulutnya kering dan wajahnya basah oleh keringat. “Ayahku
yang malang!” Pikirnya. “Kalau saja dia sehangat aku!”
Dan dengan itu dia mulai memotong lebih cepat, memikirkan uang tambahan yang harus dia
hasilkan untuk membeli saké demi menghangatkan tulang lelaki tua itu. Lalu tiba-tiba Taro
berhenti memotong. Suara apa yang dia dengar? Mungkinkah…. mungkinkah air yang
mengalir deras?

Taro tidak ingat pernah melihat atau mendengar aliran deras di bagian hutan itu. Karena dia
haus, ia menjatuhkan kapak dari tangannya dan segera berlari ke arah suara aliran air.

Taro melihat air terjun kecil yang indah tersembunyi di balik batu. Berlutut di tempat air
yangmengalir dengan tenang, dia menangkupkan sedikit di tangannya dan meletakkannya di
bibirnya. Apakah itu air? Atau apakah itu saké? Dia mencicipinya lagi dan lagi dan ternyata
itu adalah saké yang lezat alih-alih air dingin.

Taro dengan cepat mengisi kendi yang dia bawa dan bergegas pulang. Pria tua itu senang
dengan saké. Setelah satu tegukan cairan, dia berhenti menggigil dan menari-nari kecil di atas
lantai.

Sore itu seorang tetangga mampir untuk berkunjung. Ayah Taro dengan sopan menawarinya
secangkir saké. Wanita itu meminumnya dengan rakus dan berterima kasih kepada lelaki tua
itu. Kemudian Taro menceritakan kisah tentang air terjun ajaib. Setelah wanita itu berterima
kasih kepada mereka untuk minuman yang lezat, dia pergi dengan tergesa-gesa. Menjelang
malam dia menyebarkan cerita ke seluruh warga desa.

Malam itu banyak yang berkunjung ke rumah penebang kayu muda itu. Setiap orang
mendengar kisah air terjun dan meneguk saké. Dalam waktu kurang dari satu jam, kendi
sudah kosong.

Pagi berikutnya, Taro mulai bekerja bahkan lebih awal dari pagi sebelumnya. Dia membawa
kendi terbesar yang dia miliki, karena dia ingin ke air terjun dulu. Ketika dia sampai di sana,
dia sangat terkejut saat melihat semua tetangganya di sana. Mereka membawa kendi, toples,
ember – apa saja yang bisa mereka temukan untuk mengambil saké ajaib. Kemudian seorang
penduduk desa berlutut dan memegangi mulutnya di bawah air terjun untuk minum. Dia
minum lagi dan lagi dan kemudian berteriak dengan marah, “Air! Tidak ada apa-apa selain
air! “Yang lain juga mencoba. Tetapi tidak ada saké, hanya air dingin.
“Kita telah ditipu!” Teriak penduduk desa. “Di mana Taro? Mari kita menenggelamkannya di
air terjun ini.” Tapi Taro cukup cerdik untuk menyelinap di balik batu ketika dia melihat
bagaimana keadaan yang sedang terjadi sehingga dia tidak ditemukan.

Menggumamkan kemarahan dan kekecewaan mereka, para penduduk desa meninggalkan


tempat itu satu per satu. Taro keluar dari tempat persembunyiannya. Benarkah yang
dikatakan mereka, dia bertanya-tanya, Apakah saké itu mimpi? Sekali lagi dia menangkap air
di tangannya dan menaruhnya di bibir. Itu saké baik yang sama. Menurutnya, air terjun ajaib
memberi saké yang lezat. Bagi orang lain, itu hanya memberi air dingin.

Kisah Taro dan air terjun ajaibnya terdengar hingga ke Kaisar Jepang. Dia memanggil
penebang kayu muda itu dan menghadiahinya dua puluh keping emas karena begitu baik.
Lalu ia menamai air mancur yang paling indah di kota itu Taro. Kata kaisar ini adalah untuk
mendorong semua anak agar menghormati dan menaati orang tua mereka.

ANALISIS SEKUEN CERITA PENDEK “HADIAH UNTUK TARO”


Analisis Tekstual
1. Taro, seorang penebang kayu muda tinggal bersama ibu dan ayahnya di lereng bukit
yang sepi.
1.1 Setiap hari, Taro menebang kayu di hutan.
1.2 Taro hanya memperoleh sedikit uang meskipun telah bekerja keras.
1.3 Taro bersedih karena ingin memenuhi kebutuhan orangtuanya.
2. Taro dan kedua orangtuanya duduk di sudut gubuk.
2.1 Angin kencang mulai berembus hingga membuat kedinginan.
2.2 Ayah Taro berandai-andai memiliki secangkir sake agar dapat menghangatkan
badan dan menenangkan hatinya.
3. Taro semakin bersedih karena harga sake sangat mahal.
3.1 Taro memikirkan cara mendapatkan uang yang lebih banyak untuk membeli sake.
3.2 Taro memutuskan untuk bekerja lebih keras lagi.
4. Esok harinya, Taro bangun lebih awal dan pergi ke hutan lebih pagi dari biasanya.
4.1 Taro terus memotong kayu hingga siang hari dan sekujur tubuhnya dipenuhi
keringat.
4.2 Taro semakin mempercepat pekerjaannya karena memikirkan uang tambahan
yang harus diperoleh untuk membeli sake.
4.3 Taro berhenti memotong kayu karena mendengar suara seperti air yang mengalir
deras.
5. Taro baru pertama kali melihat dan mendengar aliran deras di hutan tersebut.
5.1 Taro menjatuhkan kapak dari tangannya dan berlari kea rah suara aliran air.
5.2 Taro melihat air terjun kecil yang indah di balik batu.
5.3 Dengan berlutut, Taro menangkupkan sedikit air di tangannya dan meletakkannya
di bibirnya.
5.4 Setelah dicicipi berulang kali, Taro baru mengetahui bahwa air tersebut
merupakan sake.
6. Taro mengisi kendi dengan sake dan segera pulang ke rumah.
6.1 Ayah Taro sangat senang karena mendapatkan sake.
6.2 Setelah meminum sake, ayah Taro tidak menggigil lagi dan menari-nari kecil di
atas lantai.
7. Seorang tetangga berkunjung ke rumah Taro pada sore hari.
7.1 Ayah Taro menawarkan secangkir sake kepada tetangganya.
7.2 Sang tetangga meminum sake sebanyak-banyaknya dan berterima kasih kepada
ayah Taro.
7.3 Taro menceritakan tetangganya tentang air terjun Ajaib.
7.4 Sang tetangga pergi dari rumah Taro dengan tergesa-gesa.
7.5 Sang tetangga menyebarkan cerita ke seluruh warga desa.
7.6 Banyak orang yang berkunjung ke rumah penebang kayu muda itu pada malam
hari.
7.7 Semua orang mendengar kisah air terjun ajaib dan meminum sake
7.8 Tidak sampai satu jam, kendi yang berisi sake sudah kosong.
8. Keesokan harinya, Taro bekerja lebih awal dari pagi sebelumnya.
8.1 Taro membawa kendi yang paling besar untuk pergi ke air terjun.
8.2 Taro sangat terkejut ketika melihat semua tetangganya berada di air terjun.
8.3 Para tetangga Taro membawa segala macam wadah untuk mengambil sake.
8.4 Seorang penduduk desa berlutut dan memegangi mulutnya di bawah air terjun.
8.5 Penduduk tersebut meminum air dan marah karena tidak mendapatkan sake.
Penduduk lain juga mengalami hal yang sama.
8.6 Para penduduk desa marah karena merasa ditipu.
8.7 Para penduduk desa mencari Taro untuk menenggelamkannya di air terjun.
8.8 Taro mampu bersembunyi di balik batu hingga tidak dapat ditemukan oleh para
penduduk desa.
9. Para penduduk desa meninggalkan hutan karena tidak menemukan Taro.
9.1 Taro keluar dari tempat persembunyiannya.
9.2 Merasa bahwa kejadian kemarin hanyalah mimpi, Taro kembali menangkup air di
tangannya dan meletakkannya di bibir.
9.3 Air terjun tersebut ternyata masih berubah menjadi sake.
9.4 Orang lain hanya dapat memperoleh air dingin.
10. Kaisar Jepang mendengar kisah Taro dan air terjun ajaibnya.
10.1 Kaisar Jepang memberi hadiah 20 keping emas karena kebaikan Taro.
10.2 Air terjun yang paling indah tersebut diberi nama Taro.
10.3 Sang Kaisar memberi nama air terjun tersebut dengan nama Taro agar seluruh
anak di Jepang dapat menghormati dan mematuhi orangtua mereka.
Urutan Kronologis
Berdasarkan urutan peristiwa secara kronologis, dapat diketahui bahwa urutan
peristiwa dalam cerita pendek “Hadiah untuk Taro” bergerak lurus, tidak ada flashback, dan
tidak ada repetisi. Setiap peristiwa dalam cerita pendek ini diurutkan berdasarkan sekuen,
dimulai dari peristiwa pertama (sekuen 1: 1.1 sampai 1.3), peristiwa kedua (sekuen 2: 2.1
sampai 2.2), peristiwa ketiga (sekuen 3: 3.1 sampai 3.2), peristiwa keempat (sekuen 4: 4.1
sampai 4.3)¸ peristiwa kelima (sekuen 5: 5.1 sampai 5.4), peristiwa keenam (sekuen 6: 6.1
sampai 6.2), peristiwa ketujuh (sekuen 7: 7.1 sampai 7.8), peristiwa kedelapan (sekuen 8: 8.1
sampai 8.8)¸ peristiwa kesembilan (sekuen 9: 9.1 sampai 9.4)¸ dan peristiwa kesepuluh
(sekuen 10: 10.1 sampai 10.3)
Urutan Logis
Urutan alur cerita pendek “Hadiah untuk Taro” memiliki hubungan kausalitas dengan
rincian sebagai berikut.
Sekuen 1 : Taro, seorang penebang kayu muda tinggal bersama ibu dan ayahnya di
lereng bukit yang sepi. Setiap hari, Taro menebang kayu di hutan. Taro hanya
memperoleh sedikit uang meskipun telah bekerja keras. Taro bersedih karena
ingin memenuhi kebutuhan orangtuanya. Sekuen ini memiliki hubungan
kausalitas dengan sekuen 2.
Sekuen 2 : Taro dan kedua orangtuanya duduk di sudut gubuk. Angin kencang mulai
berembus hingga membuat kedinginan. Ayah Taro berandai-andai memiliki
secangkir sake agar dapat menghangatkan badan dan menenangkan hatinya.
Sekuen ini memiliki hubungan kausalitas dengan sekuen 3.
Sekuen 3 : Taro semakin bersedih karena harga sake sangat mahal. Taro memikirkan
cara mendapatkan uang yang lebih banyak untuk membeli sake. Taro
memutuskan untuk bekerja lebih keras lagi. Sekuen ini memiliki hubungan
kausalitas dengan sekuen 4.
Sekuen 4 : Esok harinya, Taro bangun lebih awal dan pergi ke hutan lebih pagi dari
biasanya. Taro terus memotong kayu hingga siang hari dan sekujur tubuhnya
dipenuhi keringat. Taro semakin mempercepat pekerjaannya karena
memikirkan uang tambahan yang harus diperoleh untuk membeli sake. Taro
berhenti memotong kayu karena mendengar suara seperti air yang mengalir
deras. Sekuen ini memiliki hubungan kausalitas dengan sekuen 5.
Sekuen 5 : Taro baru pertama kali melihat dan mendengar aliran deras di hutan tersebut.
Taro menjatuhkan kapak dari tangannya dan berlari ke arah suara aliran air.
Taro melihat air terjun kecil yang indah di balik batu. Dengan berlutut, Taro
menangkupkan sedikit air di tangannya dan meletakkannya di bibirnya.
Setelah dicicipi berulang kali, Taro baru mengetahui bahwa air tersebut
merupakan sake. Sekuen ini memiliki hubungan kausalitas dengan sekuen 6.
Sekuen 6 : Taro mengisi kendi dengan sake dan segera pulang ke rumah. Ayah Taro
sangat senang karena mendapatkan sake. Setelah meminum sake, ayah Taro
tidak menggigil lagi dan menari-nari kecil di atas lantai. Sekuen ini memiliki
hubungan kausalitas dengan sekuen 7.
Sekuen 7 : Seorang tetangga berkunjung ke rumah Taro pada sore hari. Ayah Taro
menawarkan secangkir sake kepada tetangganya. Sang tetangga meminum
sake sebanyak-banyaknya dan berterima kasih kepada ayah Taro. Taro
menceritakan tetangganya tentang air terjun Ajaib. Sang tetangga pergi dari
rumah Taro dengan tergesa-gesa. Sang tetangga menyebarkan cerita ke
seluruh warga desa. Banyak orang yang berkunjung ke rumah penebang kayu
muda itu pada malam hari. Semua orang mendengar kisah air terjun ajaib dan
meminum sake. Tidak sampai satu jam, kendi yang berisi sake sudah kosong.
Sekuen ini memiliki hubungan kausalitas dengan sekuen 8.
Sekuen 8 : Keesokan harinya, Taro bekerja lebih awal dari pagi sebelumnya. Taro
membawa kendi yang paling besar untuk pergi ke air terjun. Taro sangat
terkejut ketika melihat semua tetangganya berada di air terjun. Para tetangga
Taro membawa segala macam wadah untuk mengambil sake. Seorang
penduduk desa berlutut dan memegangi mulutnya di bawah air terjun.
Penduduk tersebut meminum air dan marah karena tidak mendapatkan sake.
Penduduk lain juga mengalami hal yang sama. Para penduduk desa marah
karena merasa ditipu. Para penduduk desa mencari Taro untuk
menenggelamkannya di air terjun. Taro mampu bersembunyi di balik batu
hingga tidak dapat ditemukan oleh para penduduk desa. Sekuen ini memiliki
hubungan kausalitas dengan sekuen 9.
Sekuen 9 : Para penduduk desa meninggalkan hutan karena tidak menemukan Taro.
Taro keluar dari tempat persembunyiannya. Merasa bahwa kejadian kemarin
hanyalah mimpi, Taro kembali menangkup air di tangannya dan
meletakkannya di bibir. Air terjun tersebut ternyata masih berubah menjadi
sake. Orang lain hanya dapat memperoleh air dingin. Sekuen ini memiliki
hubungan kausalitas dengan sekuen 10.
Sekuen 10 : Kaisar Jepang mendengar kisah Taro dan air terjun ajaibnya. Kaisar Jepang
memberi hadiah 20 keping emas karena kebaikan Taro. Air terjun yang paling
indah tersebut diberi nama Taro. Sang Kaisar memberi nama air terjun
tersebut dengan nama Taro agar seluruh anak di Jepang dapat menghormati
dan mematuhi orangtua mereka. Sekuen ini memiliki hubungan kausalitas
dengan sekuen-sekuen awal dari cerita pendek ini.

You might also like