You are on page 1of 4

Patofisiologi

Patofisiologi pasti dari blefaritis hingga saat ini masih belum diketahui, diduga
terdapat multifaktor yang menjadi penyebab dan mempengaruhi kejadian
blefaritis (Tonk et al., 2022). Faktor penyebab yang saat ini diketahui meliputi
kombinasi infeksi bakteri, kondisi inflamasi seperti atopi/alergi dan seborrhea,
dan infestasi tungau parasit (Eberhardt and Rammohan, 2022). Blefaritis yang
infeksius sering kali dikaitkan dengan infeksi Staphylococcus aureus, atau S.
Epidermidis, serta Propionibacterium acnes, dan Corynebacterium sp pada
frekuensi yang lebih jarang (Hakim and Farooq, 2021). Patofisiologi yang
mendasarinya meliputi kolonisasi bakteri, kerusakan yang mungkin diakibatkan
toksin/respon imun, dan respon imun itu sendiri.

Gambar x.x. Proses Patofisiologi dari Infeksi Bakteri


Sumber: (Rynerson and Perry, 2016)

Blefaritis yang bersifat atopik/alergi, umumnya akibat perluasan atau perulangan


dari dermatitis atopik dimana merupakan kondisi kronis namun memiliki
frekuensi eksaserbasi yang sering. Pada blefaritis seboroik, inflamasi yang terjadi
sering kali didasari oleh dermatitis seboroik dan mungkin juga penyakit kelenjar
meibom. Infestasi parasit Dermodex pada akar dan folikel bulu mata juga
merupakan agen penyebab dari blefaritis. Organisme seperti D. Folliculorum dan
D. Brevis dapat memblokade folikel secara fisik sehingga memicu
hiperkeratinisasi dan hiperplasia epitel, selain itu zat kitin parasit dan limbah
biologisnya dapat memicu reaksi imun, keberadaan parasit juga bisa memicu
koinfeksi dengan bakteri. Kondisi kronis dari blefaritis apapun jenis etiologinya
dapat berkembang konjungtivitis atau bahkan keratinopati (Hakim and Farooq,
2021).

Kriteria Diagnosis
Anamnesis
Pasien dengan blefaritis sering kali mengeluhkan gatal, terbakar, dan krusta pada
kelopak mata. Mungkin pasien juga mengalami keluarnya air mata, penglihatan
kabur dan sensasi benda asing. Gejala cenderung mempengaruhi kedua mata dan
bisa hilang timbul (Eberhardt and Rammohan, 2022). Sensasi mata terbakar lebih
dominan dirasakan pada pasien dengan blefaritis bakterial, dimana gejala
cenderung lebih memburuk di pagi hari dengan krusta pada bulu mata yang lebih
prominen saat bangun tidur. Pasien umumnya mengeluhkan gatal yang intens
hingga menyebabkan menggaruk-garuk dan mengucek mata pada blefaritis
atopik/alergi, selain itu perlu digali juga mengenai faktor-faktor yang mungkin
dapat berperan sebagai pemicu. Pada blefaritis Dermodex, pasien juga bisa jadi
mengeluhkan didapatkannya partikel seperti ketombe dan tidak membaik ketika
diberi tata laksana blefaritis.
Gambar x.x. Zat-zat yang Dicurigai sebagai Pemicu Blefaritis Atopi/Alergi

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik paling baik dilakukan dengan menggunakan slit lamp. Pada
blefaritis anterior, pemeriksaan slit lamp menunjukkan eritema dan edema pada
tepi kelopak mata. Telangiectasia mungkin ditemui di bagian luar kelopak mata..
Juga, kehilangan bulu mata (madarosis), depigmentasi bulu mata (poliosis), dan
salah arah bulu mata (trichiasis) dapat terlihat. Pada blefaritis posterior, kelenjar
meibom melebar, tersumbat, dan mungkin tertutup oleh minyak. Sekresi dari
kelenjar ini mungkin tampak kental, dan jaringan parut pada kelopak mata
mungkin ada di daerah sekitar kelenjar.

Pada blefaritis bakterial akibat streptokokus, dapat ditemukan krusta keras pada
tepi kelopak mata yang disebut sebagai "collarettes", yang apabila terangkat dapat
menimbulkan ulkus. Selain itu dapat muncul reaksi papiler pada konjungtiva
palpebra bersamaan dengan munculnya gejala blefaritis. Pada blefaritis
atopik/alergi terkadang pemeriksaan fisik menunjukkan gambaran sisik seperti
eksim, bagian konjungtiva juga dapat mengalami injeksi bergantung pada sejauh
mana pasien mengucek mata (Hakim and Farooq, 2021).

Pada semua jenis blepharitis, lapisan air mata dapat menunjukkan tanda-tanda
penguapan yang cepat. Pemeriksaan untuk hal ini menggunakan slit lamp, dan
dilakukan dengan pemberian pewarna fluorescein pada mata. Pasien diminta
untuk berkedip penuh kemudian mempertahankan mata terbuka selama 10 detik.
Lapisan air mata diperiksa untuk melihat apakah ada retakan atau bintik-bintik
kering di bawah sinar biru kobalt. Ada kesepakatan umum bahwa waktu pecahnya
lapisan air mata kurang dari 10 detik dianggap tidak normal (Eberhardt and
Rammohan, 2022).

Pemeriksaan Penunjang
Tidak terdapat pemeriksaan penunjang yang rutin dilakukan pada individu dengan
blefaritis. Pada kasus yang dicurgai blefaritis akibat demodex, dapat
dipertimbangkan pemeriksaan mikroskopis guna diagnosis pasti, dan pemeriksaan
IVCM (in vivo cofocal microscopy) merupakan pilihan yang lebih baik daripada
mikroskop cahaya. Individu yang gagal pengobatan untuk blefaritis kronis harus
menjalani biopsi kelopak mata untuk menyingkirkan karsinoma terutama dalam
kasus kehilangan bulu mata (Eberhardt and Rammohan, 2022)
Gambar x.x. Dermodex Foliculorum

Sumber:
Eberhardt, M., Rammohan, G., 2022. Blepharitis, in: StatPearls. StatPearls
Publishing, Treasure Island (FL).
Hakim, F.E., Farooq, A.V., 2021. Medical Management of Blepharitis, in: Farooq,
A.V., Reidy, J.J. (Eds.), Blepharitis: A Comprehensive Clinical Guide,
Essentials in Ophthalmology. Springer International Publishing, Cham, pp.
83–89. https://doi.org/10.1007/978-3-030-65040-7_6
Rynerson, J.M., Perry, H.D., 2016. DEBS: a unification theory for dry eye and
blepharitis. Clin. Ophthalmol. 10, 2455–2467.
https://doi.org/10.2147/OPTH.S114674
Tonk, R.S., Fowler, B.T., Johnson, J., Chang, V., Bunya, V.Y., Hossain, K.,
Dryden, S.C., Yen, M.T., 2022. Blepharitis [WWW Document]. Am.
Acad. Ophtalmol. URL https://eyewiki.aao.org/Blepharitis (accessed
12.5.22).
.

You might also like