You are on page 1of 19

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KELOMPOK RENTAN: NARAPIDANA

MATA KULIAH KEPERAWATAN JIWA

Disusun oleh kelompok 3:

Afifah Delfia Putri P17120120005

Ayu Azahra Citra D.P P17120120010

Azhar Ramadhan P17120120011

Karina P17120120020

Kasana Setiya Puji P17120120021

Khansa Qonitah P17120120022

Nada Sya’bany Al-Humairo P17120120026

Najmi Afifah P17120120028

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN JAKARTA I

JURUSAN KEPERAWATAN

PRODI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN DAN PROFESI NERS

2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya
sehingga kami dapat menyusun dan menyelesaikan Makalah berjudul Asuhan Keperawatan Pada
Kelompok Rentan: Narapidana. Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah
Keperawatan Jiwa.

Dalam penyelesaian Makalah ini, kami banyak menerima bantuan dari berbagai pihak.
Untuk itu kami ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Kepada Ibu Mumpuni S.Kp, M.Biomed selaku Ketua Jurusan Keperawatan Politeknik
Kesehatan Kementerian Kesehatan Jakarta 1.

2. Kepada Ibu Mega Lestari Khoirunnisa, S.Kep., Ns., M.Kep., Sp. Kep. Jiwa selaku Dosen
Penanggungjawab Mata Ajar Keperawatan Jiwa

3. Kepada Ibu Heni Nurhaeni, SKp., MAP selaku Dosen Pengampu Mata Ajar Keperawatan
Jiwa

4. Kepada kedua orang tua, adik, kakak, keluarga, teman, dan sahabat yang telah memberi
dukungan moril dan materil sehingga kami dapat menyelesaikan makalah.

Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, kami mengharapkan masukan berupa kritik dan saran yang bersifat membangun demi
perbaikan dan penyempurnaan makalah ini. Dengan adanya makalah ini diharapkan dapat
membantu dalam proses pembelajaran dan dapat menambah pengetahuan para pembaca. Semoga
makalah ini dapat berguna bagi kita semua.

Jakarta, 14 Agustus 2022

Kelompok 3
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................................................................2
DAFTAR ISI.........................................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................................................4
A. Latar Belakang.................................................................................................................................4
B. Tujuan Penulisan.............................................................................................................................5
BAB II TINJAUAN TEORI.................................................................................................................6
A. Definisi............................................................................................................................................6
B. Etiologi............................................................................................................................................6
C. Masalah Kesehatan Narapidana.......................................................................................................9
D. Klasifikasi......................................................................................................................................10
E. Penatalaksanaan.............................................................................................................................11
BAB III KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA KELOMPOK RENTAN:
NARAPIDANA...................................................................................................................................14
A. Pengkajian Keperawatan................................................................................................................14
B. Diagnosis Keperawatan.................................................................................................................14
C. Perencanaan Keperawatan.............................................................................................................15
D. Implementasi Keperawatan............................................................................................................17
E. Evaluasi Keperawatan...................................................................................................................17
BAB IV PENUTUP.............................................................................................................................18
A. Kesimpulan....................................................................................................................................18
B. Saran..............................................................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................................19
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kelompok rentan merupakan suatu kelompok masyarakat yang memiliki resiko
tinggi mengingat bahwa ia terdapat dalam sebuah situasi serta.kondisi yang kurang
mempunyai kemampuan dalam mempersiapkan ancaman dari resiko yang tinggi tersebut
sehingga membutuhkan perhatian khusus (Keadilan & Iii, 2021). Narapidana dan tahanan
di dalam lapas/rutan terdapat kelompok rentan (Wanita, anak dan lansia) dan kelompok
risiko tinggi (penderita penyakit sirosis hepatis, gangguan jiwa berat, kanker, jantung,
hipertensi, stroke, diabetes melitus, gagal ginjal, dan cacat tubuh) (Elpinar et al., 2019).
Kehidupan narapidana penuh dengan tekanan psikologis, terutama pada narapidana
perempuan (Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, 2015).
Kehidupan narapidana penuh dengan tekanan psikologis, lamanya masa tahanan
semakin menambah stresor terutama pada narapidana perempuan. Salah satu faktor
eksternal yang dapat meminimalisir stres narapidana adalah dengan menerima dukungan
sosial dari lingkungan sekitarnya karena dukungan sosial menunjukkan hubungan
interpersonal yang melindungi seseorang maupun kelompok dari perilaku negatif,
menimbulkan ketenangan batin dan perasaan senang dalam diri individu. Secara global,
narapidana wanita mempunyai porsi 5% dan proporsi ini cenderung mengalami
peningkatan dengan pesat dan jauh lebih besar dari laki-laki, dan pada bulan oktober
2015 terdapat 10,35 juta orang yang mendekam di balik jeruji serta Indonesia menduduki
peringkat ke 9 sebagai Negara dengan jumlah tahanan terbanyak di dunia (Elpinar et al.,
2019).
Stres dan harga diri rendah sangat berhubungan dan harus segera ditangani.
Apabila stres dan harga diri rendah sudah terjadi pada seorang individu, ini akan
mempengaruhi seseorang dalam berpikir dan akan mempengaruhi terhadap koping
individu tersebut sehingga menjadi tidak efektif. Bila kondisi seorang individu dengan
stres dan harga diri tidak ditangani lebih lanjut, akan menyebabkan individu tersebut
tidak mau bergaul dengan orang lain, yang menyebabkan mereka asik dengan dunia dan
pikirannya sendiri sehingga dapat muncul risiko perilaku kekerasan. Selain dapat
membahayakan diri sendiri, lingkungan, maupun orang lain juga dapat terjadi percobaan
bunuh diri pada individu yang mengalami stres dan harga diri rendah (Keadilan & Iii,
2021).
Pelayanan kesehatan untuk Narapidana, Anak Didik Pemasyarakatan, Lansia dan
tahanan yang dikategorikan sebagai kelompok rentan maupun kelompok risti, belum ada
standar sebagai pedoman pelayanan dan perawatan secara khusus. Pelayanan kesehatan
terhadap kelompok tersebut selama ini masih mengacu pada standar pelayanan terhadap
Narapidana, Tahanan, dan Anak Didik Pemasyarakatan secara umum (Direktorat
Jenderal Pemasyarakatan, 2015).
Maka dari itu kelompok tertarik untuk membahas lebih lanjut mengenai Asuhan
Keperawatan Pada Kelompok Rentan: Narapidana.

B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui bagaimana menerapkan asuhan keperawatan pada
kelompok rentan: narapidana.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui pengertian pada narapidana
b. Untuk mengetahui faktor penyebab pada narapidana
c. Untuk mengetahui masalah kesehatan pada narapidana
d. Untuk mengetahui klasifikasi pada narapidana
e. Untuk mengetahui penatalaksanaan gangguan jiwa pada narapidana
f. Untuk mengetahui bagaimana menerapkan asuhan keperawatan pada
narapidana
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Definisi
Pengertian narapidana menrut kamus bahasa Indonesia adalah orang hukuman
(orang yang sedang menjalani hukuman karena tindak pidana) atau terhukum. Menurut
Undang-Undang No. 12 Tahun 1995 tentang pemasyarakatan, narapidana adalah
terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan di Lembaga Pemasyarakatan.
Selanjutnya Harsono mengatakan narapidana adalah seseorang yang telah dijatuhkan
vonis bersalah oleh hukum dan harus menjalani hukuman dan Wilson mengatakan
narapidana adalah manusia bermasalah yang dipisahkan dari masyarakat untuk belajar
bermasyarakat dengan baik.Sedangkan menurut Dirjosworo narapidana adalah manusia
biasa seperti manusia lainnya hanya karena melanggar norma hukum yang ada, maka
dipisahkan oleh hakim untuk menjalani hukuman. Dengan demikian, pengertian
narapidana adalah seseorang yang melakukan tindak kejahatan dan telah menjalani
persidangan, telah divonis hukuman pidana serta ditempatkan dalam suatu bangunan
yang disebut penjara (Pinasthika, 2013).
Narapidana adalah setiap individu yang telah melakukan pelanggaran hukum
yang berlaku dan kemudian diputus oleh hakim yang putusan nya berupa vonis pidana
penjara atau pidana kurungan, yang selanjutnya ditempatkan di lembaga pemasyarakatan
untuk menjalani masa pidananya dan berhak mendapatkan pembinaaan (Panggabean,
2019).

B. Etiologi
Faktor-faktor penyebab kejahatan sehingga sesorang menjadi narapidana adalah:
1. Faktor ekonomi
a. Sistem Ekonomi
Sistem ekonomi baru dengan produksi besar-besaran, persaingan
bebas, menghidupkan konsumsi dengan jalan periklanan, cara penjualan
modern dan lain-lain, yaitu menimbulkan keinginan untuk memiliki
barang dan sekaligus mempersiapkan suatu dasar untuk kesempatan
melakukan penipuan-penipuan.
b. Pendapatan
Dalam keadaan krisis dengan banyak pengangguran dan gangguan
ekonomi nasional, upah para pekerja bukan lagi merupakan indeks
keadaan ekonomi pada umumnya. Maka dari itu perubahan-perubahan
harga pasar (market fluctuations) harus diperhatikan.
c. Pengangguran
Di antara faktor-faktor baik secara langsung atau tidak,
mempengaruhi terjadinya kriminalitas, terutama dalam waktu- waktu
krisis, pengangguran dianggap paling penting. Bekerja terlalu muda, tak
ada pengharapan maju, pengangguran berkala yang tetap, pengangguran
biasa, berpindahnya pekerjaan dari satu tempat ke tempat yang lain,
perubahan gaji sehingga tidak mungkin membuat anggaran belanja,
kurangnya libur, sehingga dapat disimpulkan bahwa pengangguran adalah
faktor yang paling penting (Ah. Yusuf, Rizky Fitryasari PK, 2020).

2. Faktor mental
a. Agama
Kepercayaan hanya dapat berlaku sebagai suatu anti krimogemis
bila dihubungkan dengan pengertian dan perasaan moral yang telah
meresap secara menyeluruh. Meskipun adanya faktor-faktor negatif,
memang merupakan fakta bahwa norma- norma etis yang secara teratur
diajarkan oleh bimbingan agama dan khususnya bersambung pada
keyakinan keagamaan yang sungguh, membangunkan secara khusus
dorongan - dorongan yang kuat untuk melawan kecenderungan -
kecenderungan kriminal.
b. Bacaan dan film
Sering orang beranggapan bahwa bacaan jelek merupakan faktor
krimogenik yang kuat, mulai dengan roman-roman dari abad ke-18, lalu
dengan cerita-cerita dan gambar-gambar erotis dan pornografi, buku-buku
picisan lain dan akhirnya cerita- cerita detektif dengan penjahat sebagai
pahlawannya, penuh dengan kejadian berdarah. Pengaruh crimogenis yang
lebih langsung dari bacaan demikian ialah gambaran suatu kejahatan
tertentu dapat berpengaruh langsung dan suatu cara teknis tertentu
kemudian dapat dipraktekkan oleh si pembaca. Harian- harian yang
mengenai bacaan dan kejahatan pada umumnya juga dapat berasal dari
koran-koran. Di samping bacaanbacaan tersebut di atas, film (termasuk
TV) dianggap menyebabkan pertumbuhan kriminalitas tertutama
kenakalan remaja akhir- akhir ini (Karwuyan, 2019).

3. Faktor pribadi
a. Umur
Meskipun umur penting sebagai faktor penyebab kejahatan, baik
secara yuridis maupun kriminal dan sampai suatu batas tertentu
berhubungan dengan faktor-faktor seks/kelamin dan bangsa, tapi faktor-
faktor tersebut pada akhirnya merupakan pengertian- pengertian netral
bagi kriminologi. Artinya hanya dalam kerjasamanya dengan faktor-faktor
lingkungan mereka baru memperoleh arti bagi kriminologi.
Kecenderungan untuk berbuat antisocial bertambah selama masih sekolah
dan memuncak antara umur 20 dan 25, menurun perlahanlahan sampai
umur 40, lalu meluncur dengan cepat untuk berhenti sama sekali pada hari
tua. Kurve/garisnya tidak berbeda pada garis aktivitas lain yang tergantung
dari irama kehidupan manusia.
b. Alkohol
Dianggap faktor penting dalam mengakibatkan kriminalitas,
seperti pelanggaran lalu lintas, kejahatan dilakukan dengan kekerasan,
pengemisan, kejahatan seks, dan penimbulan pembakaran, walaupun
alcohol merupakan faktor yang kuat, masih juga merupakan tanda tanya,
sampai berapa jauh pengaruhnya.
c. Perang
Memang sebagai akibat perang dan karena keadaan lingkungan,
seringkali terjadi bahwa orang yang tadinya patuh terhadap hukum,
melakukan kriminalitas. Kesimpulannya yaitu sesudah perang, ada krisis-
krisis, perpindahan rakyat ke lain lingkungan, terjadi inflasi dan revolusi
ekonomi. Di samping kemungkinan orang jadi kasar karena perang,
kepemilikan senjata api menambah bahaya akan terjadinya perbuatan-
perbuatan criminal (Karwuyan, 2019).

C. Masalah Kesehatan Narapidana


1. Kesehatan Mental
Menurut data dari Bureau of justice, 1999 kira-kira 285.000 tahanan
dilembaga pemasyarakatan mengalami gangguan jiwa. Penyakit jiwa yang sering
dijumpai adalah skozofrenia, bipolar affective disorder dan personality disorder.
Karena banyak yang mengalami ganguan kesehatan jiwa maka pemerintah harus
menyediakan pelayanan kesehatan mental.
2. Kesehatan fisik
Perawatan kesehatan yang paling penting adalah penyakit kronis dan
penyakit menular seperti HIV, Hepatitis dan Tuberculosis.
a. HIV
Angka kejadian HIV diantara para narapidana diperkiraan 6 kali
lebih tinggi daripada populasi umum. Tingginya angka infeksi HIV ini
berkaian dengan perilaku yang beresiko tinggi seperti penggunaan obat-
obaan, sexual intercourse yang tidak aman dan pemakaian tato.
Pendekatan yang dilakukan utnuk menekan angka kejadian yaitu dengan
dilakukannya penegaan dan program pendidikan kesehatan mengenai HIV
dan AIDS.
b. Hepatitis
Hepatitis B dan C meningkat lebih tinggi dariopada populasi
umum walaupun data yang ada belum lengkap. Hal ini berkaitan dengan
penggunaan obat-obat lewat suntikan, tato, imigran dari daerah dengan
insiden hepatitis B dan C tinggi. National Commision on Correctional
Healt Care (NCCHC) menyarankan agar dilakukan skrining pada semua
tahanan dan jika diindikasikan maka harus segera diberikan pengobatan.
NCCHC juga merekomendasikan pendidikan bagi semua staf dan tahanan
mengenai cara penyebaran, pencegahan, pengobatan dan kemajuan
penyakit.
c. Tuberculosis
Angka TB tiga kali lebih besar di LP dibanding populasi umum.
Hal ini terkait dengan kepadatan penjara dan ventilasi yang buruk, yang
mempengaruhi penyebaran penyakit. Pada tahun 196, lembaga yang
menangani tuberculosis yaitu CC merekomendasikan pencegahan dan
pengontrolan TB di lembaga pemasyarakatan yaitu:
1) Diadakannya skrining TB bagi semua staf dan tahanan
2) Diadakan penegahan transmisi penyakit dan diberikan
pengobatan yang sesuai
3) Monitoring dan evaluasi skrining. (Pinasthika, 2013)

D. Klasifikasi
Berdasarkan populasi narapidana yang mempunyai masalah kesehatan pada
lembaga pemasyarakatan, yaitu:
1. Wanita
Masalah kesehatan yang ada mungkin lebih komplek misalnya tahanan
wanita yang dalam keadaan hamil, meninggalkan anak dalam pengasuhan orang
lain (terpisah dari anak), korban penganiayaan dan kekerasan social,
penyalahgunaan obat terlarang. Tetapi pelayanan kesehatan yang selama ini
diberikan belum cukup maksimal untuk memenuhi kebutuhan mereka seperti
pemeriksaan ginekologi untuk wanita hamil dan korban kekerasan seksual.

2. Remaja
Meningkatnya jumlah remaja yang terlibat tindak kriminal membuat
mereka harus ikut dihukum dan ditahan seperti orang dewasa. Hal ini akan
menghalagi pemenuhan kebutuan untuk berkembang seperti perkembangan fisik,
emosi dan nutrisi yang dibutuhkan. Para remaja ini akan mempunyai masalah-
masalah kesehatan seperti kekerasan seksual, penyerangan oleh tahanan lain atau
tindakan bunuh diri. Disini perawat harus memantau tingkat perkembangan dan
pengalaman mereka dan perlu waspada bahwa pada usia ini paling rentan terkena
masalah kesehatan. (Panggabean, 2019)

E. Penatalaksanaan
Menurut (Elpinar et al., 2019) penatalaksanaan narapidana antara lain yaitu:
1. Psikoterapi
Terapi kerja baik sekali untuk mendorong penderita bergaul lagi dengan
orang lain, penderita lain, perawat dan dokter. Maksudnya supaya ia tidak
mengasingkan diri lagi karena bila ia menarik diri ia dapat membentuk kebiasaan
yang kurang baik. Dianjurkan untuk mengadakan permainan atau latihan bersama.
2. Keperawatan
Terapi aktivitas kelompok dibagi empat, yaitu terapi aktivitas kelompok
stimulasi kognitif/persepsi, terapi aktivitas kelompok stimulasi sensori, terapi
aktivitas kelompok stimulasi realita dan terapi aktivitas kelompok sosialisasi. Dari
empat jenis terapi aktivitas kelompok diatas yang paling relevan dilakukan pada
individu dengan gangguan konsep diri harga diri rendah adalah terapi aktivitas
kelompok stimulasi persepsi. Terapi aktivitas kelompok (TAK) stimulasi persepsi
adalah terapi yang mengunakan aktivitas sebagai stimulasi dan terkait dengan
pengalaman atau kehidupan untuk didiskusikan dalam kelompok, hasil diskusi
kelompok dapat berupa kesepakatan persepsi atau alternatif penyelesaian
masalah.
3. Terapi kerja
Terapi kerja atau terapi okupasi adalah suatu ilmu dan seni pengarahan
partisipasi seseorang untuk melaksanakan tugas tertentu yang telah ditetapkan.
Terapi ini berfokus pada pengenalan kemampuan yang masih ada pada seseorang,
pemeliharaan dan peningkatan bertujuan untuk membentuk seseorang agar
mandiri, tidak tergantung pada pertolongan orang lain.
a. Terapi kerja pada narapidana laki laki
1) Pelatih binatang
Bekerja sebagai pelatih sekaligus merawat binatang-
binatang dianggap dapat membantu narapidana untuk mendapatkan
terapi secara psikologis dan menjadi lebih terlatih secara
emosional. Binatang yang dilatih tidak hanya binatang peliharaan,
namun juga binatang yang ditinggalkan atau dibuang oleh
pemiliknya. Diharapkan nantinya binatang-binatang ini juga dapat
berguna di masyarakat, sama seperti narapidana yang mendapatkan
pelatihan untuk dapat diterima dan bekerja dengan masyarakat
lainnya.
2) Bidang kuliner
Dapur yang ada di penjara juga dapat dimanfaatkan sebagai
pelatihan memasak bagi para narapidana. Meskipun ada yang
mendapatkan pekerjaan sederhana seperti membuka kaleng,
banyak pula yang mendapatkan pelatihan memasak secara khusus,
mulai dari membuat menu hingga menyusun anggaran. Beberapa
penjara juga bekerja sama dengan restoran lokal untuk memberi
pelatihan ini. Selain itu, dengan pekerja di dapur, mereka tidak
perlu banyak berinteraksi dengan masyarakat yang mungkin
memandang negatif.
3) Konseling
Di penjara, narapidana diberikan pengetahuan mengenai
rehabilitasi dan terapi konseling. Hal ini dikarenakan narapidana
memiliki pengalaman yang membuat mereka lebih mengerti
mengenai tindak kejahatan.
Dengan pelatihan ini, mereka diharapkan untuk dapat
memberikan konseling dengan lebih baik kepada orang-orang yang
bermasalah berdasarkan pengalaman pribadi mereka serta
pelatihan yang mereka terima.
b. Terapi kerja pada anak
1) Keterampilan
Agar narapidana anak menjadi terampil dan juga sebagai
bekal baginya setelah kembali kemasyarakat nantinya, kepada
mereka di berikan latihan kerja. Pemberian latihan kerja ini dapat
dilakukan oleh lembaga pemasyarakatan sedangkan tempat
penentuan kerja dan jenis pekerjaan yang akan diberikan kepada
narapidana ditetapkan oleh Tim Pengamat Pemasyarakatan.
Latihan kerja ini berupa latihan kerja di bidang pertanian,
Perkebunan, Pengelasan, Penjahitan dan lain sebagainya.
c. Terapi kerja pada narapidana perempuan
Program pembentukan perilaku wirausaha narapidana di Lapas IIB
Sleman dilaksanakan melalui pembinaan soft kill dan hard skill dengan
pendekatan perilaku wirusaha. Pembinaan soft skill yang dilaksanakan
yaitu pembinaan intelektual, pembinaan kerohanian dan pembinaan
rekreatif. Pembinaan hard skill yang dilaksanakan yaitu pembinaan
keterampilan dan kemandirian melalui bimbingan kerja.Ketrampilan
khusus yang di latihkan pada naraidana perempuan berupa ketrampilan
hidup seperti pertukangan kayu, kerajinan sapu, las listrik, batik tulis,
kerajinan sangkar burung,perkebunan, dan pembuatan souvenir.
BAB III

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA KELOMPOK RENTAN:


NARAPIDANA

A. Pengkajian Keperawatan
1. Identitas klien meliputi Nama, umur, jenis kelamin, tanggal dirawat, tanggal
pengkajian, nomor rekam medis,
2. Faktor predisposisi merupakan faktor pendukung yang meliputi factor biologis,
faktor psikologis, sosial budaya, dan faktor genetic.
3. Faktor presipitasi merupakan faktor pencetus yang meliputi sikap persepsi merasa
tidak mampu, putus asa, tidak percaya diri, merasa gagal, merasa malang,
kehilangan, rendah diri, perilaku agresif, kekerasan, ketidak adekuatan pengobatan
dan penanganan gejala stress pencetus pada umunya mencakup kejadian kehidupan
yang penuh dengan stress seperti kehilangan yang mempengaruhi kemampuan
individu untuk berhubungan dengan orang lain dan menyebabkan ansietas.
4. Psikososial yang terdiri dari genogram, konsep diri, hubungan social dan spiritual.
5. Status mental yang terdiri dari penampilan, pembicaraan, aktifitas motorik. alam
perasaan, afek pasien, interaksi selama wawancara, persepsi, proses pikir. isi pikir,
tingkat kesadaran, memori, tingkat kosentrasi dan berhitung. kemampuan penilaian,
dan daya tilik diri.
6. Mekanisme koping: koping yang dimiliki klien baik adaptif maupun maladaptive.
7. Aspek medik yang terdiri dari diagnosa medis dan terapi medis.

B. Diagnosis Keperawatan
1. Harga diri rendah kronik b.d koping individu tidak efektif
2. Isolasi sosial b.d ketidaksesuaian perilaku social dengan norma
3. Defisit perawatan diri b.d gangguan psikologis atau psikosis
C. Perencanaan Keperawatan

No TUJUAN DAN KRITERIA HASIL INTERVENSI KEPERAWATAN


DX
1. Setelah dilakukan intervensi Manajemen Perilaku
keperawatan selama 3x24 jam Observasi
diharapkan harga diri meningkat - Identifikasi harapan untuk
dengan kriteria hasil mengendalikan perilaku terapeutik
- Peran penilain diri positif Terapeutik
meningkat - Diskusikan tanggung jawab terhadap
- Perasaan malu menurun perilaku
- Perasaan bersalah menurun - Bicara dengan nada rendah dan
- Perasaan tidak mampu tenang
melakukan apapun menurun - Cegah perilaku pasif dan agresif
- Hindari bersikap menyudutkan dan
menghentikan pembicaraan
- Hindari sikap mengancam dan
berdebat
Edukasi
- Informasikan keluarga bahwa
keluarga sebagai dasar pembentukkan
kognitif
2. Setelah dilakukan intervensi Terapi Aktivitas
keperawatan selama 3x24 jam Observasi
diharapkan keterlibatan sosial - Identifikasi strategi meningkatkan
meningkat dengan kriteria hasil partisipasi dalam aktivitas
- Minat interaksi meningkat - Monitor respon emosional, fisik,
- Perilaku menarik diri menurun social dan spiritual dalam aktivitas
- Perilaku sesuai harapan orang Terapeutik
lain membaik - Fasilitasi focus pada kemampuan
- Perilaku bertujuan membaik bukan deficit yang dialami
- Fasilitasi memilih aktivitas dan
tetapkan tujuan aktivitas yang
konsisten sesuai kemampuan fifik,
psikologis dan sosial
- Fasilitasi mengembangkan motivasi
dan penguatan diri
- Berikan penguatan positif atas
partisipasi dalam aktivitas
Edukasi
- Anjurkan melakukan aktivitas fisik,
social, spiritual dan kognitif dlam
menjaga fungsi dan kesehatan
Kolaborasi
- Kolaborasi dengan terapis okupasi
dalam merencanakan dam memonitor
program aktivitas
3. Setelah dilakukan intervensi Dukungan Tanggung Jawab pada Diri
keperawatan selama 3x24 jam Sendiri
diharapkan motivasi meningkat Observasi
dengan kriteria hasil : - Identifikasi persepsi tentang masalah
- Pikiran berfokus masa depan kesehatan
meningkat - Monitor pelaksanaan tanggung jawab
- Upaya mencari dukungan sesuai Terapeutik
kebutuhan meningkat - Berikan kesempatan memiliki
- Inisiatif meningkat tanggung jawab
- Harga diri positif meningkat - Tingkatkan rasa tanggung jawab atas
- Keyakinan positif meningkat perilaku sendiri
- Pengambilan kesempatan - Hindari berdebat atau tawar menawar
meningkat tentang perannya diruang perawatan
- Bertanggung jawab meningkat Edukasi
- Diskusikan tanggung jawab terhadap
profesi pemberi asuhan
- Diskusikan konsekuensi tidak
melaksanakan teanggung jawab

D. Implementasi Keperawatan
Implementasi Keperawatan adalah pelaksanaan rencana keperawatan oleh
perawat dan pasien. Perawat bertanggung jawab terhadap asuhan keperawatan yang
berfokus pada pasien dan berorientasi pada tujuan dan hasil yang diperkirakan dari
asuhan keperawatan dimana tindakan dilakukan dan diselesaikan, sebagaimana di
gambarkan dalam rencana yang sudah dibuat di atas (Dinarti & Mulyanti, 2017).

E. Evaluasi Keperawatan
Dokumentasi pada tahap evaluasi adalah membandingkan secara sistematik dan
terencana tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan dengan kenyataan
yang ada pada klien, dilakukan dengan cara bersinambungan dengan melibatkan klien
dan tenaga kesehatan lainnya. Evaluasi keperawatan merupakan tahap akhir dari
rangkaian proses keperawatan yang berguna apakah tujuan dari tindakan keperawatan
yang telah dilakukan tercapai atau perlu pendekatan lain (Dinarti & Mulyanti, 2017).
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Narapidana adalah setiap individu yang telah melakukan pelanggaran hukum
yang berlaku dan kemudian diputus oleh hakim yang putusan nya berupa vonis pidana
penjara atau pidana kurungan, yang selanjutnya ditempatkan di lembaga pemasyarakatan
untuk menjalani masa pidananya dan berhak mendapatkan pembinaaan. Faktor-faktor
penyebab kejahatan sehingga sesorang menjadi narapidana antara lain faktor ekonomi
faktor mental faktor pribadi penatalaksaan pada klien narapidana pada umumnya
difasilitasi dengan psikoterapi, keperawatan dan juga terapi kerja.

B. Saran
Sebagai tenaga kesehatan khususnya perawat kita perlu memahami setiap kondisi
klien dengan masalah maupun gangguan kejiwaan apapun. Dengan begitu kita dapat
memberikan asuhan keperawatan yang sesuai dan tepat untuk kondisi klien.
DAFTAR PUSTAKA

Ah. Yusuf, Rizky Fitryasari PK, H. E. N. (2020). asuhan keperawatan sehat jiwa pada kelompok
usia Remaja).

Dinarti, & Mulyanti, Y. (2017). Dokumentasi Keperawatan. Kementerian Kesehatan Republik


Indonesia, 172. http://bppsdmk.kemkes.go.id/pusdiksdmk/wp-content/uploads/2017/11/
PRAKTIKA-DOKUMEN-KEPERAWATAN-DAFIS.pdf

Direktorat Jenderal Pemasyarakatan. (2015). Bagi Kelompok Rentan Dan Risiko Tinggi ( Selain
Tb & Hiv ) Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum Dan Ham Ri.
Direktorak Jendral Pemasyarakatan.

Elpinar, Indriastuti, D., & Susanti, R. W. (2019). Hubungan Dukungan Emosional Keluarga dan
Kebutuhan Spiritual dengan Tingkat Stres Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan
Perempuan Kelas III Kendiri. Jurnal Keperawatan, 3(2), 1–9.

Karwuyan, U. (2019). Asuhan Keperawatan pada Narapidana. 1–9. https://doi.org/.1037//0033-


2909.I26.1.78

Keadilan, J. G., & Iii, E. (2021). Jurnal Gema Keadilan (ISSN: 0852-0011) Vol. 8 Edisi III,
Oktober-Desember 2021. 8(September), 1–15.

Panggabean, N. S. (2019). Proses keperawatan dan asuhan keperawatan untuk pasien jiwa. INA-
Rxiv Papers, 1–5.

Pinasthika, D. (2013). Pemenuhan Hak-hak Narapidana Selama Menjalani Masa Pidana di


Lembaga Pemasyarakatan Kleas IIA Yogyakarta. Occupational Medicine, 53(4), 130.

You might also like