Professional Documents
Culture Documents
P-ISSN (1907-7483)
E-ISSN (2528-3227
Abstract
Ideally, adolescents have socially responsible behavior in society, achieve emotional
independence, and have a more mature relationship pattern. However, the reality is that the ease
of internet access contained in smartphones makes teenagers focus more on using smartphones to
overcome their anxiety about their curiosity of their friends’ activities who ultimately ignore the
other person. The purpose of this study was to determine the effect of fear of missing out on
phubbing behavior in adolescents. The design of this research is a comparative causal quantitative
study. The sampling technique used was purposive sampling technique with a sample of 100
respondents. The Measuring instrument used is the FoMO scale which has 14 valid items with (α)
= 0.848 and the phubbing scales has 20 valid tems with (α) = 0.887. The results showed the
regression equation Y= 35.017 + 0.247 X and sig p 0.018 (<0.05) meaning that the hypothesis is
accepted that there is a significant positive effect of fear of missing out on phubbing.. FoMO has
an effect of 5.6% on phubbing. More adolescents FoMO has a high (56%) and do phubbing
(51%). The results of the crosstab showed that male adolescents were more involved in phubbing.
In addition, the higher the duration of smartphone use, the more teenagers phubbing, and the
more teens who use social media 3 and >5 do not phubbing.
Abstrak
Idealnya remaja memiliki perilaku sosial yang bertanggung jawab di dalam masyarakat, mencapai
kemandirian emosional, serta memiliki pola hubungan yang lebih matang. Namun, realitanya
dengan kemudahan akses internet yang terdapat dalam smartphone membuat remaja lebih
berfokus menggunakan smartphone untuk mengatasi kecemasan akan keingintahuannya seputar
kegiatan yang dilakukan oleh teman-temannya di luar sana yang pada akhirnya mengabaikan
lawan bicara. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh antara fear of missing out
terhadap perilaku phubbing pada remaja. Rancangan penelitian ini adalah kuantitatif berjenis
kausal komparatif. Teknik pengambilan sampel menggunakan purposive sampling dengan jumlah
sampel penelitian sebanyak 100 responden. Skala FoMO memiliki 14 aitem valid dengan nilai (α)
= 0,848. Skala phubbing memiliki 20 aitem valid dengan nilai (α) = 0,887. Hasil penelitian
menunjukkan persamaan regresi Y= 35,017 + 0,247 X dan sig p 0,018 (<0,05) artinya hipotesis
diterima yakni terdapat pengaruh positif signifikan fear of missing out terhadap perilaku phubbing
pada remaja. Fear of missing out memiliki pengaruh sebesar 5,6% terhadap phubbing. Remaja
lebih banyak memiliki Fear of missing out tinggi (56%) dan melakukan phubbing (51%). Hasil
crosstab menunjukkan remaja jenis kelamin laki-laki lebih banyak melakukan phubbing. Selain
itu, semakin tinggi durasi pemakaian smartphone maka remaja semakin melakukan phubbing, dan
remaja yang menggunakan media sosial 3 dan >5 lebih banyak tidak melakukan phubbing.
2019). Salah satu fitur yang paling diminati dari tempat-tempat umum (mall, taman, halte, dan
smartphone ialah media sosial yang dapat diakses restaurant atau café). Acapkali mereka
dengan menggunakan internet. Hal ini dibuktikan memperlihatkan suatu momen memotret makanan,
dengan hasil survey yang dilakukan oleh Asosiasi selfie, mengabadikan momen dan sebagainya yang
Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII, 2017) kemudian meng-upload pada jejaring media sosial
melaporkan sekitar 87,13% pengguna internet telah (Instagram, twitter, facebook). Respon yang
mengakses media sosial. Keberadaan fitur ini, diperoleh dari teman dunia maya, seperti like dan
tentunya digunakan oleh berbagai kalangan usia, komentar tampaknya lebih menyenangkan dari pada
baik dari anak-anak hingga orang yang lanjut usia. melakukan interaksi dengan teman–teman yang
Diketahui dari survey yang dilakukan oleh Badan duduk bersama. Perilaku menggunakan smartphone
Pusat Statistik (2018) mengemukakan bahwa salah tersebut membuat teman–teman yang berada di
satu golongan usia yang paling banyak sekitarnya terabaikan, sehingga yang diabaikan pun
menggunakan internet dan akses media sosial ialah menjadi turut menggunakan smartphone.
remaja. Hal ini juga diperkuat dengan hasil survey Berkaitan dengan hal tersebut, peneliti
yang dilakukan oleh Asosiasi Penyelenggara Jasa melakukan observasi pada bulan Desember 2020 di
Internet Indonesia (APJII) yang dikutip dari artikel sebuah coffee shop yang berada di Kemayoran,
Untari (2019) dilansir dari laman Jakarta Pusat tepat pada saat lunch time. Peneliti
Techo.okezone.com, diketahui bahwa usia 15-19 mengamati sekumpulan remaja yang walaupun
tahun adalah pengguna internet terbanyak di memiliki smartphone, mereka masih bisa bercanda
Indonesia (91%) dan disusul oleh usia 20-24 tahun tawa antara satu dengan yang lain, saling berdiskusi
(88,5%). Dari data tersebut dapat diketahui bahwa dan membicarakan berbagai hal tanpa terdistraksi
salah satu kalangan terbesar dalam mengakses oleh adanya smartphone diantara mereka. Selain itu,
internet di Indonesia ialah remaja. peneliti juga menemukan tiga orang remaja yang
Remaja pada dasarnya merupakan masa sedang duduk bersama dan menggunakan
transisi yang meninggalkan usia kanak–kanak yang smartphone masing–masing. Satu orang diantaranya
penuh ketergantungan tetapi belum mampu ke usia menggunakan smartphone kemudian
yang lebih kuat dan penuh tanggung jawab yakni meletakkannya, dan beberapa saat kemudian
usia dewasa (Hurlock, 2004). Idealnya, menurut kembali menggunakannya. Komunikasi face to face
Hurlock (2004) tugas perkembangan remaja ialah pun jarang terjadi, ketiga–tiganya fokus pada
terpusat pada upaya mencapai hubungan baru yang smartphone dan mengabaikan orang disekitarnya.
lebih matang dengan teman sebaya yang berbeda Pada dasarnya dampak dari menggunakan
jenis kelamin, mencapai peran sosial, menerima smartphone tersebut dapat memicu hal lain. Studi
keadaan fisiknya, memiliki perilaku sosial yang yang dilakukan oleh James Robert dan Meredith
bertanggung jawab, mencapai kemandirian David yang dikutip dari artikel Thaeras (2017)yang
emosional, serta memperoleh perangkat nilai dan dilansir dari laman CNNIndonesia.com mengenai
sistem etis sebagai pegangan untuk berperilaku di phubbing fenomena sosial yang merusak hubungan
dalam masyarakat. Namun, realitanya hal ini menjelaskan bahwa terdapat 143 responden yang
berbeda dengan remaja saat ini dimana dengan diujicobakan, dan hasilnya 70% dari responden tidak
kemudahan akses internet yang terdapat dalam bisa lepas dari smartphone dan melakukan yang
smartphone membuat remaja merasa bahwa terdapat namanya phubbing di saat sedang terlibat
dunia di dalam genggamannya yang dapat diakses komunikasi dengan orang lain. Pada akhirnya,
hanya melalui satu benda kecil tersebut yang interaksi yang terjadi menjadi kurang bermakna dan
membuat dirinya lebih fokus pada penggunaan membuat orang merasa kurang puas dan kurang
smartphone dan bersikap acuh tidak acuh pada peduli satu sama lain.
lingkungan sekitar. Phubbing merupakan singkatan dari phone
Keterikatan pada penggunaan smartphone snubbing. Lebih lanjut, menurut Karadaǧ et al.
ini dapat terlihat pada saat sekelompok remaja (2015) phubbing adalah perilaku dari seseorang
sedang berkumpul bersama dalam satu tempat, individu yang memperhatikan smartphone saat
dimana frekuensi mereka berbicara lebih rendah berbicara dengan orang lain, berurusan dengan
karena menggunakan smartphone-nya masing– smartphone dan menjauhkan diri dari komunikasi
masing (Prayudi, 2014) atau dapat juga terlihat pada interpersonal. Dengan kata lain phubbing merupakan
bentuk perilaku pengabaian pada lingkungan sekitar yang lain, remaja cenderung mengecek smartphone
dengan memusatkan perhatian pada penggunaan yang dimiliki setiap saat. Namun pada kenyataannya
smartphone. hal ini, mengakibatkan efek seperti kelelahan secara
Salah satu indikasi seseorang berperilaku mental dan frustasi (Wiesner, 2017), stres
phubbing yakni dengan berpura-pura memberikan (Przybylski et al., 2013), perasaan terkucilkan dan
perhatian pada lawan bicara, namun pandangannya kesepian (Vaidya et al., 2016), hingga melakukan
tertuju pada smartphone (Youarti & Hidayah, 2018). phubbing (Al-Saggaf & O’Donnell, 2019).
Indikasi inipun berdampak pada kurangnya perasaan Pada dasarnya ketika remaja berkumpul
memiliki sehingga dapat mempengaruhi persepsi dengan teman-temannya dan ia memiliki FoMO
kualitas komunikasi dan kepuasan dalam bersosial yang tinggi maka ia akan merasa cemas dan takut
(Chotpitayasunondh & Douglas, 2018). diabaikan ketika ia tidak tahu apa yang telah
Diduga remaja yang melakukan phubbing dilakukan oleh teman–temannya di luar sana
akan terus mengecek smartphone-nya walau sedang sehingga ia memiliki keinginan yang kuat untuk
terlibat komunikasi dengan orang lain, sulit lepas terus terus menerus mengecek media sosial dan
dari penggunaan smartphone, tidak peduli dengan melakukan scrolling timeline dengan menggunakan
pembicaraan yang sedang berlangsung, berpura-pura smartphone supaya tidak ketinggalan informasi
mendengarkan tetapi matanya tertuju pada mengenai aktivitas yang teman-temannya lakukan
smartphone, terus menerus menggunakan diluar sana. Keadaan remaja yang terfokus mencari
smartphone disaat sedang berkomunikasi, tahu tentang segala sesuatunya melalui smartphone-
mengabaikan lawan bicara, dan memberikan respon nya tersebut membuat remaja melakukan phubbing
yang hanya sekedar basa-basi. Sedangkan remaja dimana ia akan terus menerus mengecek
yang tidak melakukan phubbing cenderung akan smartphone-nya saat sedang berkomunikasi, tidak
lebih dapat mendengarkan dan memberikan peduli pada lingkungan sekitar, mengabaikan lawan
perhatian pada lawan bicara, dapat memberikan bicara, merasa sangat sulit untuk bisa lepas dari
respon secara timbal balik ketika lawan bicara smartphone dan tidak memberikan respon dengan
membutuhkan saran dan ketika sedang baik dalam pembicaraan.
berkomunikasi individu tersebut akan memilih untuk Sebaliknya ketika remaja memiliki FoMO
meletakkan smartphone-nya dan melakukan kontak yang rendah ia tidak gelisah dan tidak cemas bila
mata dengan lawan bicara. Artinya, remaja yang mengetahui bahwa teman-temannya sedang
yang tidak melakukan phubbing cenderung mampu bersenang-senang tanpa dirinya, tidak merasa risau
mengendalikan penggunaan smartphone dan tetap ketika orang lain memiliki pengalaman yang lebih
memfokuskan perhatian dikala sedang berinteraksi berharga dari dirinya,dan dapat mengendalikan
dengan orang lain. keingintahuannya mengenai aktivitas teman-
Salah satu predictor utama dari perilaku temannya sehingga ia akan mampu mengendalikan
phubbing ialah Fear of Missing Out atau yang penggunaan smartphone-nya dan ketika
disingkat dengan istilah FoMO (Chotpitayasunondh berkomunikasi dengan orang disekitarnya ia akan
& Douglas, 2016). Menurut Przybylski et al. (2013) dapat berfokus pada interaksi yang sedang
FoMO adalah suatu keadaan dimana seseorang berlangsung dengan lawan bicara. Tidak
mengalami kegelisahan setelah melihat ataupun mengabaikan lawan bicara dan dapat merespon
mengecek sosial media yang dimiliki dan melihat lawan bicara dengan lebih leluasa.
keseruan-keseruan yang sedang dilakukan oleh Dugaan bahwa FoMO memiliki pengaruh
rekan–rekannya di luar sana dan adanya keinginan terhadap perilaku phubbing remaja sejalan dengan
yang besar untuk tetap terus terhubung dengan apa beberapa penelitian sebelumnya yang diketahui
yang sedang dilakukan oleh orang lain di dunia bahwa FoMO dapat mempengaruhi beberapa aspek
maya. Hal ini ini pun dicirikan dengan adanya dalam kehidupan. Dari hasil penelitian Saputri
keinginan untuk tetap terus terhubung dengan apa (2019) mengenai Peran fear of missing out (FoMO)
yang dilakukan orang lain (Przybylski et al., 2013), terhadap Kecanduan Media Sosial Instagram pada
dan munculnya perasaan tidak nyaman berupa Remaja diketahui bahwa FoMO memiliki pengaruh
adanya keyakinan bahwa orang lain mengalami yang signifikan terhadap kecanduan media sosial
sesuatu yang tidak dialaminya (Abel et al., 2016). instagram pada remaja. Hal tersebut diduga sejalan
Sehingga agar dapat tetap terus terhubung dengan dengan penelitian ini bahwa FoMO yang ada pada
remaja memiliki kontribusi terhadap perilaku Alat ukur phubbing mengacu pada teori
phubbing hal ini dapat diamati dari perilaku yang Karadag et al. (2015) dengan aspek communication
dimunculkan oleh remaja tersebut. Penelitian lain disturbance dan phone obessession. Alat ukur
yang dilakukan oleh Al-Saggaf dan O’Donnell diadaptasi dari penelitian Fauzan (2018) terdiri dari
(2019) di Australia mengenai The Role Of State 25 aitem yang kemudian dimodifikasi oleh peneliti
Boredom, State Of Fear Of Missing Out And State dan menambahkan 2 aitem dengan menyesuaikan
Loneliness In State Phubbingyang melibatkan 325 dengan masalah penelitian dan karakteristik subjek
responden membuktikan dan menunjukkan bahwa penelitian. Alat ukur FoMO mengacu pada teori
apabila FoMO tinggi maka Phubbing pun tinggi. Przybylskiet al. (2013) yang terdiri dari aspek tidak
Dengan kata lain, individu yang memiliki perasaan terpenuhinya kebutuhan psikologis akan relatedness
takut, khawatir, cemas dan gelisah akan kehilangan dan tidak terpenuhinya kebutuhan psikologis akan
kesempatan untuk mengetahui informasi tentang self. Alat ukur diadaptasi dari penelitian Azmi
orang lain atau teman sebayanya, maka cenderung (2019)terdiri dari 8 aitem yang kemudian peneliti
melakukan phubbing. melakukan modifikasi dan menambah 10 aitem.
Berdasarkan penjelasan tersebut, perlu
dilakukan penelitian lebih lanjut tentang fenomena Validitas dan Reliabilitas
FoMO dan phubbing pada remaja. Akan tetapi Uji validitas alat ukur yang akan digunakan
belum ada penelitian sebelumnya yang melihat dalam penelitian ini, menggunakan rumus
tentang bagaimana peranan FoMO terhadap perhitungan pearson product moment. Dalam
Phubbing dan beberapa penelitian sebelumya juga penelitian ini aitem dikatakan valid jika r ≥ 0,3 dan
menyarankan untuk dilakukan penelitian lebih lanjut aitem dikatakan tidak valid jika r < 0,3.
tentang pengaruh FoMO terhadap phubbing. Oleh Berdasarkan uji validitas data pada skala
sebab itu, peneliti bermaksud untuk melakukan Phubbing terdapat 20 aitem valid dan pada skala
penelitian dengan tujuan mengetahui pengaruh fear FoMO terdapat 14 aitem valid. Uji reliabilitas
of missing terhadap perilaku phubbing pada remaja. menggunakan rumus Cronbach alpha (α), dimana
Adapun hipotesis dalam penelitian ini ialah terdapat suatu konstruk/variabel dikatakan reliabel jika
pengaruh positif fear of missing out terhadap memberikan nilai alpha (α) > 0,70 (Sugiyono,
perilaku phubbing pada remaja. 2015). Adapun reliabilitas alat ukur phubbing
sebesar (α) = 0,887 dan FoMO sebesar (α) = 0,848.
Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif Teknik Analisis Data
non eksperimental dengan jenis penelitian kausal Teknik analisis data yang digunakan adalah
komparatif. Populasi dalam penelitian ini adalah frekuensi, uji normalitas, uji regresi linear
remaja berusia 10-24 tahun berjumlah 67.190.900 sederhana, kategorisasi dan crosstab. Untuk
remaja (Badan Pusat Statistik, 2020). Peneliti mendapatkan gambaran secara detail mengenai
menggunakan rumus Slovin dalam menentukan subjek penelitian, peneliti membuat frekuensi dalam
jumlah sampel dengan taraf kesalahan 10% yang bentuk jenis kelamin, usia, asal daerah, durasi
hasilnya menunjukkan jumlah sampel adalah 100 pemakaian smartphone dan jumlah media sosial
remaja. yang digunakan.
Teknik sampling yang digunakan adalah Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui
teknik non probability samplingdengan ukuran normalitas distribusi hasil sebaran data
metodepurposivesampling, yaitu pengambilan sampel (Winarsunu, 2015). Selain itu uji normalitas
sampel dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono, juga dilakukan sebagai salah satu syarat untuk
2015). Adapun pertimbangan tersebut, responden melakukan uji regresi. Adapun teknik uji normalitas
harus memenuhi karakteristik sampel yakni remaja yang digunakan ialah Kolmogorov-Smirnov. Data
berusia 15 hingga 19 tahun, memiliki media sosial, dikatakan berdistribusi normal jika jika sig p > 0,05.
aktif menggunakan media sosial. Untuk melihat pengaruh antara fear of missing
Untuk pengambilan data, penelitian ini out terhadap perilaku phubbing maka akan
menggunakan kuesioner dengan instrument dilakukan uji regresi linear sederhana. Jika nilai sig
penelitian skala Likert. p < 0,05 maka dapat dikatakan ada pengaruh FoMO
terhadap perilaku phubbing.
Kategorisasi
Untuk melakukan kategorisasi, peneliti
mengacu pada hasil deskriptif skor fear of missing
out dan phubbing yang hasilnya dapat dilihat pada
tabel berikut:
remaja yang menggunakan 3 media sosial dan >5 aktivitas yang teman-temannya sedang lakukan
media sosial adalah yang paling banyak tidak sehingga pada akhirnya ia tidak melakukan
melakukan phubbing. phubbing. Dalam hal ini, ketika berkomunikasi
dengan orang disekitarnya ia akan dapat berfokus
Pembahasan pada interaksi yang sedang berlangsung, mampu
Berdasarkan hasil analisis uji data statistik mengendalikan penggunaan smartphone-nya, dan
menggunakan regresi linear sederhana yang telah tidak mengabaikan lawan bicara.
dilakukan dalam penelitian ini menunjukkan Sejalan dengan hal tersebut dapat diketahui
persamaan regresi linear Y= 35,017 + 0,247 X bahwa dalam penelitian ini terdapat sebanyak 56
dengan nilai sig p sebesar 0,018 (< 0,05) artinya (56%) dari 100 responden memiliki fear of missing
hipotesis diterima yakni terdapat pengaruh positif out yang tinggi dan terdapat sebanyak 51 (51%) dari
fear of missing out terhadap perilaku phubbing pada 100 responden yang melakukan phubbing. Lebih
remaja. Dengan demikian, semakin tinggi fear of lanjut pada diperoleh hasil bahwa responden yang
missing out maka remaja tersebut melakukan memiliki fear of missing out tinggi dan melakukan
phubbing. Sebaliknya semakin rendah fear of phubbing terdapat sebanyak 34 orang (60,7%).
missing out maka remaja tersebut tidak melakukan Sebaliknya responden yang memiliki fear of missing
phubbing. out rendah dan tidak melakukan phubbing adalah
Nilai koefisien pada persamaan regresi sebanyak 27 orang (61,4%).
linear sebesar 0,247 menunjukkan bahwa ketika Y Dari hasil yang diperoleh pada penelitian ini
atau fear of missing out naik satu satuan, maka membuktikan bahwa fear of missing out
phubbing akan naik sebesar 0,247 satuan. Lebih berpengaruh dalam membuat seseorang melakukan
lanjut, nilai 35,017 pada pesamaan regresi linear phubbing. Dimana oleh karena rasa cemas akan
merupakan hasil konstanta (a) yang menunjukkan ketertinggalan informasi dan keingintahuan untuk
bahwa jika fear of missing out bernilai 0 maka nilai tetap mengetahui kegiatan orang lain membuat
phubbing sebesar 35,017. remaja terus menggunakan smartphone-nya bahkan
Dalam kesehariannya, remaja dengan fear of ketika sedang berkomunikasi dengan lawan bicara
missing out yang tinggi, ia memiliki perasaan cemas, (Przybylski et al., 2013).
gelisah dan takut diabaikan ketika ia tidak tahu apa Berkaitan dengan nilai dari determinasi atau
yang dilakukan oleh teman–temannya di luar sana, R square dalam penelitian ini yang memiliki nilai
ia akan merasa risau ketika mengetahui teman- sebesar 0,056 (5,6%). Dapat diketahui bahwa fear of
temannya bersenang-senang tanpa dirinya. Hal ini missing out memiliki pengaruh sebesar 5,6%
membuat remaja memiliki keinginan yang kuat terhadap phubbing pada remaja, dan sisanya sebesar
untuk terus terus menerus mengecek media sosial 94,4% dipengaruhi oleh faktor-faktor lain seperti
dan melakukan scrolling timeline dengan internet addiction, kontrol diri, jenis kelamin, social
menggunakan smartphone supaya tidak ketinggalan media addiction, game addiction dan lain-lain. Hal
informasi mengenai segala aktivitas yang teman- ini menunjukkan bahwa fear of missing out memiliki
temannya lakukan sehingga hal inilah yang pada pengaruh yang rendah terhadap perilaku phubbing
akhirnya membuat remaja tersebut melakukan pada remaja.
phubbing dimana ia akan terus menerus mengecek Ditinjau dari hasil crosstab antara jenis
smartphone-nya saat sedang berkomunikasi, tidak kelamin dengan phubbing (Tabel 9) menunjukkan
peduli pada lingkungan sekitar, berpura-pura bahwa responden dengan jenis kelamin laki-laki
mendengarkan tetapi perhatiannya tertuju pada lebih lebih banyak melakukan phubbing yakni 15
smartphone dan mengabaikan lawan bicara. (75%) dari 20 orang. Pada dasarnya remaja laki-laki
Sebaliknya remaja dengan fear of missing lebih banyak menggunakan smartphone untuk
out yang rendah diduga ia tidak merasa gelisah dan kebutuhan instrumental (Chotpitayasunondh &
tidak cemas bila mengetahui bahwa teman-temannya Douglas, 2016) seperti untuk bermain game, nonton
sedang bersenang-senang tanpa dirinya, tidak live streaming, jbjb mutual dengan teman-temannya
merasa risau ketika orang lain memiliki pengalaman dan sebagainya. Kegiatan yang seperti demikian
yang lebih berharga dari dirinya, tidak akan menimbulkan rasa menyenangkan sehingga ketika
memikirkan apa yang dilakukan orang lain, dan sudah terlalu merasakan keseruan, remaja laki-laki
dapat mengendalikan keingintahuannya mengenai menjadi lebih tidak dapat mengendalikan dirinya
dan tidak merasa bersalah ketika mengacuhkan oleh tiap individu. Juga hal ini didukung oleh studi
lawan bicaranya karena terlalu fokus pada yang dilakukan oleh Syifa (2020) yang mengatakan
smartphone. Hal ini sejalan dengan penelitian yang semakin tinggi intensitas penggunaan smartphone
dilakukan oleh Kurnia, Sitasari, dan Safitri (2020) maka individu semakin melakukan phubbing secara
yang mengemukakan bahwa dibandingkan dengan simultan. Dengan kata lain semakin banyak waktu
remaja perempuan, remaja laki-laki memiliki kontrol yang dihabiskan dengan menggunakan smartphone
diri yang rendah. Rendahnya kontrol diri ini pada maka akan membuat aktivitas yang lebih penting
akhirnya membuat remaja laki-laki melakukan menjadi menjadi terganggu, lingkungan sosial
phubbing yakni menggunakan smartphone ketika terabaikan hingga munculnya perilaku phubbing
sedang berkomunikasi dan mengabaikan lawan yakni mengabaikan lawan bicara dengan
bicara. Sedangkan remaja perempuan pada dasarnya menggunakan smartphone.
memiliki kontrol diri yang tinggi hal ini dapat Hasil crosstab antara jumlah media sosial
disebabkan karena perempuan secara kognitif, yang aktif digunakan dengan phubbing (Tabel 11)
sosioemosional, dan orientasi pubertas perempuan menunjukkan bahwa remaja yang menggunakan >5
lebih matang dari laki-laki (Hurlock, 2004). media sosial dan 3 media sosial diketahui lebih
Sehingga dalam berperilaku dan berelasi dengan banyak tidak melakukan phubbing. Lebih lanjut
orang lain, remaja perempuan dapat lebih mampu remaja yang menggunakan >5 media sosial yang
dalam melakukan pengaturan emosi dan tidak melakukan phubbing terdapat sebanyak 9
mengendalikan dirinya termasuk dalam hal orang (60%) dari 15 orang. Pada dasarnya dengan
penggunaan smartphone. banyaknya aplikasi media sosial yang dimiliki oleh
Berdasarkan hasil crosstab antara durasi remaja yang menggunakan >5 media sosial
penggunaan smartphone dengan phubbing (Tabel cenderung membuat tingkat ketergantungan untuk
10) dapat diketahui bahwa semakin tinggi tingkat menggunakan smartphone menjadi rendah. Hal ini
intensitas durasi remaja dalam menggunakan disebabkan karena dengan memiliki banyak media
smartphone maka ia semakin melakukan phubbing. sosial, remaja menjadi kebingungan dan tidak fokus
Ketika seorang remaja menggunakan smartphone untuk menentukan harus menggunakan media sosial
dengan durasi yang lebih sedikit seperti 2-3 jam/hari yang mana. Hal ini sejalan dengan penelitian yang
pada dasarnya akan lebih cenderung memanfaatkan dilakukan oleh As-Sahih (2014) yang
waktunya untuk melakukan kontak sosial, interaksi mengemukakan bahwa remaja dengan >5 media
sosial dengan lingkungan sekitar dan memanfaatkan sosial memiliki kecanduan smartphone yang rendah.
penggunaan smartphone untuk hal-hal yang penting. Dengan demikian pada akhirnya remaja cenderung
Dengan kata lain ia memiliki kesadaran diri untuk hanya sekedar mendownload media sosial tersebut
dapat mengendalikan penggunaan smartphone-nya namun tidak benar-benar menggunakannya secara
sehingga ia akan lebih memperhatikan ketika kompulsif, dan tidak melakukan phubbing.
seseorang berkomunikasi dengan dirinya. Berbeda Selanjutnya, remaja yang menggunakan 3 media
halnya dengan remaja yang lebih banyak sosial juga diketahui tidak melakukan phubbing
menghabiskan waktunya dengan smartphone yakni sebanyak 15 orang (60%) dari 25 orang.
misalnya 6-8 jam/hari atau > 8jam/hari cenderung Peneliti menduga hal ini disebabkan karena remaja
lebih merasakan keseruan dan perasaan menggunakan media sosial tersebut dengan motif
menyenangkan dari beragam fitur yang ada pada yang jelas. Misalnya untuk memperoleh informasi,
smartphone dibanding berinteraksi dengan sebagai sarana komunikasi dan sebagai wadah untuk
lingkungan sosial. Perasaan menyenangkan dan dapat mengembangkan potensi diri. Hal ini sejalan
keseruan tersebut membuat remaja perlahan-lahan dengan Jannah (2020) yang menyebutkan bahwa
menjadi kurang dapat mengontrol penggunaan media sosial telah menjadi ruang dimana setiap
smartphone-nya pada akhirnya individu tersebut individu membentuk dan membangun hubungan,
menjadi lebih menarik diri dari lingkungan sosial, membentuk identitas diri, mengekspresikan diri, dan
cenderung individual, dan melakukan phubbing. Hal belajar tentang dunia di sekitar kita. Kemudian
ini sejalan dengan Chotpitayasunondh dan Douglas menurut Karadaǧet et al. (2015) media sosial tidak
(2016) mengatakan bahwa intensitas penggunaan hanya berkaitan dengan komunikasi namun media
smartphone tersebut pada dasarnya berkaitan erat sosial pun mencakup hal menarik lainnya seperti
dengan kemampuan pengendalian diri yang dimiliki pertukaran informasi, sharing multimedia dan
Przybylski, A. K., Murayama, K., Dehaan, C. R., & Wiesner, L. (2017). A study on implications for
Gladwell, V. (2013). Motivational, emotional, solving the phenomenon of the Fear of Missing
and behavioral correlates of fear of missing out. Out. Fighting FOMO, 1–58.
Computers in Human Behavior, 29(4), 1841–
1848. doi: 10.1016/j.chb.2013.02.014 Wilmer, H. H., Sherman, L. E., & Chein, J. M.
(2017). Smartphones and cognition: A review
Pusparisa, Y. (2020, 20 Januari). Berapa jumlah of research exploring the links between mobile
pengguna smatphone technology habits and cognitive functioning.
dunia.Databoks.katadata.co.id. Retrieved from Frontiers in Psychology, 8, 1–16. doi:
website: 10.3389/fpsyg.2017.00605
https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2020
Winarsunu, T. (2015). Statistik dalam penelitian
psikologi dan pendidikan. Malang: UMM Press Phubbing Sebagai Karakter Remaja Generasi Z.
Jurnal Fokus Konseling, 4(1), 143-152. doi:
Youarti, I. E., & Hidayah, N. (2018). Perilaku 10.26638/jfk.553.2099