You are on page 1of 25

Rifki Yuditya Saputra & Sugandi Ishak

PENERAPAN PASAL 281 KUHP TENTANG


TINDAK PIDANA ASUSILA YANG DILAKUKAN
OLEH MILITER (STUDI KASUS PUTUSAN PENGADILAN
MILITER NOMOR 127-K/PM.II-09/AD/VIII/2017)

PENERAPAN PASAL 281 KUHP TENTANG TINDAK PIDANA ASUSILA


YANG DILAKUKAN OLEH MILITER. (STUDI KASUS PUTUSAN
PENGADILAN MILITER NOMOR 127-K/PM.II-09/AD/VIII/2017)

Rifki Yuditya Saputra

(Mahasiswa Program S1 Fakultas Hukum Universitas Tarumanagara)

(Email: rifki.yuditya@yahoo.com)

Sugandi Ishak, S.H, M.H.

(Dosen Fakultas Hukum Universitas Tarumanagara, Meraih Sarjana Hukum


Universitas Tarumangara (1983), Magister Hukum dari Fakultas Hukum Universitas
Indonesia (1995)

(Correspending Author)

Abstract
Decency crimes are interpreted as an act that violates courtesy, politeness, order, customs which can
result in the creator being convicted. A Military who commits a crime other than being enforced by the
Criminal Procedure Code also applies the KUHP because the KUHPM is a specialist lex from the
KUHP. The moin prblem in this research is How is the application of Article 281 of the KUHP with
the principle of Lex Specialis Generali Deregate about decency crimes committed by the Military ?,
Can criminal penalties be applied to members of the military who commit decency crimes ?. Type of
normative juridical law research. Basically the Criminal Procedure Code is a legal provision that
regulates a military about which actions constitute a violation or crime or is a prohibition or necessity
and is given a threat in the form of criminal sanctions against violators. The imposition of punishment
for the military that commits a crime is the existence of an additional criminal which is military in
nature. And in that case whether criminal offenses can be applied to members of the military who
commit decency acts. The reasons for the existence of the KUHPM are lex specialis of the KUHP even
though in the KUHP as stipulated in Article 52 concerning the weighting of criminal threats, the
criminal threat stipulated in the KUHP is still felt to not fulfill a sense of justice for TNI members.
Therefore, it needs to be regulated in the KUHPM specifically to regulate specific matters.

Keywords: decency, lex specialis, military

I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Negara Indonesia merupakan Negara hukum, kalimat tersebut tertuang
didalam bunyi Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Rupeblik Indonesia
Rifki Yuditya Saputra & Sugandi Ishak
PENERAPAN PASAL 281 KUHP TENTANG
TINDAK PIDANA ASUSILA YANG DILAKUKAN
OLEH MILITER (STUDI KASUS PUTUSAN PENGADILAN
MILITER NOMOR 127-K/PM.II-09/AD/VIII/2017)

Tahun 1945. Oleh sebab itu menjadi masyarakat Indonesia yang taat dan baik oleh
peraturan yang telah dibuat oleh pemerintah, wajib tunduk terhadap Undang-
undang atau peraturann yang berlaku di Negara Republik Indonesia. 1) Pada Negara
hukum, kedaulatan hukum harus ditegakkan dan dijalankan dengan benar dan
baik. Hukum adalah suatu bagian yang sangat penting didalam
mengimplementasikan suatu rangkean kekausaan kelembaggaan, Hukuum juga
harus memiliki tugass unttuk menjamiin adaanya kepastiian huukum didalam
masyarakaat. 0leh krena ituu stiap msyarat mempunyai hak utuk mendapatkan
pembellaan didepann huukum seehingga dpat diartiikan bhwa huukum adaalah
praturan aatau ktentuan-ktentuan tidak trtulis mauupun trtulis yg
dapat mengklasifikasikan atau mngatur khidupan msyarakat daan mnyediakan
sanksi bgi pelaanggarnye. Karena huukum dapat melahirkan suate geejala
unversal, dlam artii bhwa huukum ituu diseluruh bngsa dan Negaraa akaan slalu
aada daan dperlukan. 2 ) Tidak terkecuali Negara Indonesia. Hal ini berarti baik
anggota masyarakat maupuun apaarat plaksana pemerintahan, hrus tunnduk dan
tdak boyeh mnyimpang daari huukum yg brlaku dii Negara Indonesiaa. Hal
tersebut bertujuan untuk mendapatkan ketertiban, keamanan, dan kesejahteraan
didalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara yang baik.
Setiaap wrga Negaraa mmpunyai derajat yg sama di mata hukuum seperti
yg dirumuskan didalam Pasal 27 Ayat (I) Undang-Undang Dasar Negara Repoblik
Indonesia tahun 1945 yaitu “segala warga Negara Indonesia bersaamaan
kedudukannya atau derajatnya didalam hukum dan pemerintahan itu dengan tidak

1)
Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2003 Tentang
Mahkamah Konstitiusi, (Jakarta: Sekretariiat Jendral Dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI,
2010), hal. 5.
2)
Romli Atmasasmiita, Azas-azas Prbandingan Hukumm Pdana, (Jakarta: Yayasan
Lmbaga Bantuan Hukum Indonesia, 1989), haI 39.
Rifki Yuditya Saputra & Sugandi Ishak
PENERAPAN PASAL 281 KUHP TENTANG
TINDAK PIDANA ASUSILA YANG DILAKUKAN
OLEH MILITER (STUDI KASUS PUTUSAN PENGADILAN
MILITER NOMOR 127-K/PM.II-09/AD/VIII/2017)

ada kecualinya”. 3) Sebagai Negaraa hukum yg kdaulatannya berade di taangan


rkyat Indonesia harus menjunjung tinggi nilai-nlai hukum, dengan tidak
melakukan upaya pembedaan penerapan hukum terhadap seluruh rakyat Indonesia
apakah itu pengusaha, penguasa, pejabat maupun rakyat dan juga semua
kedaulatann dan tindakaan aalat kelengkapan Negara ataau pemerintah harus
semate-maata brdasarkan huukum. 4)
Upaya untuk menegakkan hukum dilakukan melalui peradilan yang
penyelenggaraan peradilannya telah diatur didalam PasaI 24 Ayat (I) Undang-
Udang Daser Negaara Repoblik Indonesiia tahuun 1945 yg mnyebutkan bahwa
supremasi kehakiiman adalah supremasi yg bebas merdeeka utuk
mnyelenggarakan pradilan guna meneguhkan hukum dan keaadilan. Selanjutnya
dalam Ayat (2) disebutkan bahwa kekuaasaan atau supremasi khakiman
diilakukan oleeh sbuah Mahkamaah Aguung dan badan pradilan yg brada di
baawahnya didalam lingkuungan Pradilan Umun, liingkungan Pradilan Agaama,
lingkungaan Pradilan Tata Usaha Negara, lingkunngan Peradilan Militer, dan
didalam Makamah Konstiitusi. 5)
Peradilan pidana di Indonesia menganut system atau peraturan peradilan
pidana atau (Criminal justice system) yang berarti alat control social dimana
seluruh unsur yg trlibat di dalem proces pradilan pidaana brfungsi utuk mengatur
brbagai macem kjahatan mlalui pradilan pidaana sbagai suaatu institusii sosiiial
yg scara forrmal drancang utuk meresspon akaan kbutuhan trsebut.
Pada perkara pidanoao yang dilakukan oleh seorang prajurit Militer wajib
diselesaikan di lingkungan Peradilan Miiliter. Termasuk apabiila seorang oknum
prajurit Militer yang melakukan tindak pidana seperti tindakan asusila yang dapat

3)
Indonesia, Undang-Udang Dasar Negara Rpublik Indonesia Tahun 1945 pasal 27 ayat (I).
4)
Moch Kusnardii dan Biintan R Saragiih, Ilmu Negara (Jakarta: Gaya Media Pratama,1993)
hal 91.
5)
Op.cit., pasal 24 ayat (1) dan (2).
Rifki Yuditya Saputra & Sugandi Ishak
PENERAPAN PASAL 281 KUHP TENTANG
TINDAK PIDANA ASUSILA YANG DILAKUKAN
OLEH MILITER (STUDI KASUS PUTUSAN PENGADILAN
MILITER NOMOR 127-K/PM.II-09/AD/VIII/2017)

mengganggu kehidupan Military. Karena itu diperlukan adanya penegakkan


hukum yang adil-seadilnya, dan tegas, dan juga terlepas dari pengaruh manapun.
Seorang MiIiter yang melakukan tindiak pidana asusila seIain diancam
melanggar hukum pidana juga sekaligus melanggar hukum disiplin hal ini berarti
selain diancam dengan pidana juga dikenakan Hukum Disiplin Militer tergantung
eskalasi tindak pidana yang dilakukan oleh Militer tersebut. Dampak lain dari
kasus tendak piidana tersebut adalah dapat menimbulkan pengaruh negatif
terhadap mental dan moral, lingkungan keluarga, lingkungan kerja dan juga
lingkungan masyarakat, khususnya masyarakat Militer.
Menurut Pasal 7 ayat (I) Undang-udang Nomorr 25 Thn 2014 tntang Hukum
Disiplin Militer “Semua prajurit Miliiter dalam mnunaikan tugas dan
kewajiibannya haus bersiikap dan berperiilaku disipliin dngan mmatuhi Hukum
Dsiplin Miiliter”. Sesuai dengan isi undang-undang di atas menjelaskan bahwa
para anggota TNI wajib memiliki kepatuhan dan taat kepada atasannya, selain itu
pula anggota TNI harus mnegakkan khormatan dan slalu menghinderi prbuatan yg
dapet mencemarkan dan merusak nama baik ktentaraan dan ksatuannya, meskipun
prajurit TNI melakukan tindak pidana tetap harus dihukum tanpa adanya
keistimewaan apapun, dimana proses pemeriksaan perkara di persidangan
dilakukan menurut acera pradilan militer yang diiatur dalam Undang-udang
Nomor 31 Tahun 1997 tentang Pradilan Militer. Apabila kejahatan yang
dilakukan oleh anggota TNI maka aparat penegak hukum yang berhak memeriksa
dan mengadili perkara yaitu Hakim Militer, sedangkan yang berhak menuntut
adalah Oditur Militer.6)
Pada PasaI 6 KUHPM dijelaskan bahwa hukuman pidana yang ditentukan
dalam KUHPM mencakup antara lain:
1. Pidana utama yaitu berupa piidane mati, pidana penjarra, pidana karungan,
dan pdana tutupan.

6)
Moch. Faiisal Sallam, Peradilan Militer Di Indonesia, (Bandung, Mandar Maju, 2004)
hal. 79-80.
Rifki Yuditya Saputra & Sugandi Ishak
PENERAPAN PASAL 281 KUHP TENTANG
TINDAK PIDANA ASUSILA YANG DILAKUKAN
OLEH MILITER (STUDI KASUS PUTUSAN PENGADILAN
MILITER NOMOR 127-K/PM.II-09/AD/VIII/2017)

2. Piidana tmbahan yaitu berupa pamecatan atau pemberhentian dri diinas


Militer dngan atau tanpaa pncabutan haknya utuk memasukii ngkatan
berrsenjata, pnurunan pangkaat, dan pncabutan hak-hak yang disbutkan
dalam Pasal 35 Ayat (I) KUHP.
Militer menganut 2 (dua) Kitab Undang-dang Hukuum Piidana yaitu Kiitab
Undang-udang Hukum Pidana Militer (KUHPM) dan Kiitab Udang-udang
Hukum Pidana (KU,HP). Pada dasarnya KUHPM sebagai lex specialis derogat
legi generali dari KUHP, tapi berlaku juga khusus untuk Militer dan orang-orang
lainnya yang tunduk kepada ruang lingkup Peradilan Militerr. Seseorang anggota
TNI merupakan justisiabel Peradilan Militer, tetapi tidak selalu menjadi subjek
dari suatu tendak pidana Militerr. 7 ) Seorang Militer yang memperbuat tindak
pidana selain diberlakukan KUHPM juga diberlakukan KUHP karena KUHPM
merupakan lex spesialis dari KUHP, demikian juga hukum acaranya. Leex
Speciiales Derogaat Legi Generoli mempunyai arti yaitu ialah suatu hukum yang
bersiffat khusus harus mengesampiingkan hukum yang bersifaat umum.
Digunakannya hukum pidana umum bagii masyarakat miiliter yg didasari oleh
bunyi PasaI 103 KUHP dan Pasal I dan Pasal 2 KUHPM yang mnyatakan dengan
tegas adanya keterkaitan antara KUHPM serta KUHP.8)
Azas leex spacielis doregat legi genareli (hukum yang khusus
menyampingkan hukum yang umum) merupakan suatuu azas prefferensi yang
dkenal dalem illmu hukum. 9 ) Azas prefferensi ialah azas hukum yg mnunjuk
hukuum manaa yg lebiih diidahulukan (utuk dberlakukan), bila didalam suattu
kejadian (hukum) terkait atau terlanggar beberapa peraturan. Ketentuuan PasaI 63
ayet (2) dan PasaI 103 KUHP trkandung azass lexx spacialis derogatt legii
genarali seecara trsirat yg mngandung maknaa bahwaa suatu praturan yg brsifat

7)
S.R. Siianturi, Hukum Piidana Miiliter Di Indonesia, (Jakarta: Alumnii AHEM-
PETEHAEM, 1985), hal. 21-28.
8)
Tri Andriisman, Azas-Azas dan Aturan Umum Hukum Pidana Indonesia. (Laampung:
Universiitas Lampuung, 2009), hal. 17.
9)
Bagiir Manaan, Hukum Positiff Indonesia. (Yogyakartan: UII PRESS 2004) hal. 56.
Rifki Yuditya Saputra & Sugandi Ishak
PENERAPAN PASAL 281 KUHP TENTANG
TINDAK PIDANA ASUSILA YANG DILAKUKAN
OLEH MILITER (STUDI KASUS PUTUSAN PENGADILAN
MILITER NOMOR 127-K/PM.II-09/AD/VIII/2017)

khususs (specialiis) mangesampingkan praturan yg brsifat umuum (generall).


Dngan kata laiin, praturan yg khususs iitulah sbagai hukuum yg sangat valiid, dan
mampunyai kakuatan yang mengiikat utuk dterapkan trhadap kejadian-kejadian
yang konkriit.10)
Seharusnya ketentuan yang ada pada KUHPM dapat diterapkan karena
KUHPM merupakan lex specialis dari KUHP. Adanya penyimpangan ini jelaslah
bahwa ketentuan KUHPM tidak diberlakukan sesuai dengan motto: “Lex specialis
deregat leex generaliis (ketentuuann yang khusus mengesampingkan ketentuan
yang bersifat umum)”.11)
Pada dasarnya KUHPM adalah ketetapan hukum yg mangatur saorang
anggota atau prajurit miliiter tntang perbuatan-perbuatan mna yg mrupakan
kejahatan aatau pelanggaraan atauu mrupakan larrangan atau kaharusan daan
dberikan hukuman brupa sanksii pidaana trhadap pelaku atau pwlanggarnya.
KUHPM bukanlaah suaatu aturan hukkum yg mngatur norrma, malainkan hanye
sekadar mangatur tntang kejahatan aatau pelanggarann yg delakukan olehh
anggota atau prajuriit TNI atau yg manurut ktentuan Undang-Udang
dipersamaakan dngan prajuriit TNI.
Tugaas wewenang TNI ialaah manegakkan dan mengamankan kedaaulatan
Negaraa, mampertahankan keutuhaan wiilayah Negaraa Ksatuan Repoblik
Indonesiaa yg brdasarkan pada Pancasiila dan Undag-Udang Dasaar Negaara
Repoeblik Indonesiia Thn 1945, seerta menjaga sagenap bangsaa daan suluruh
tumpaah darrah Indonesiia dri anceman daan gangguann trhadap keuttuhan
bangsaa dan Negarra, tetapi dalam kasus ini oknum TNI tersebut telah melanggar
Saptaa Marga, Sumpah atau janji Prajurit dan Dellapan Wajib TNI, karena telah
melakukan perbuatann tidak terpuji yaitu perbuatan asusila dan apakah akibat
perbuatannya tersebut TNI yang melakukan tindak pidana asusila bisa diperberat

10)
Sudiikno Mertokusuumo, Mwngenal Hukum: Suuatu Pengantarr, (Yogyakartans:
Liiberty,1999) hal. 144.
11)
Moch Faisal Sallam, Op.Cit., hal. 59.
Rifki Yuditya Saputra & Sugandi Ishak
PENERAPAN PASAL 281 KUHP TENTANG
TINDAK PIDANA ASUSILA YANG DILAKUKAN
OLEH MILITER (STUDI KASUS PUTUSAN PENGADILAN
MILITER NOMOR 127-K/PM.II-09/AD/VIII/2017)

hukumannya, karena oknum tersebut telah merusak nama baik atau cirtaa TNI di
mata masyarakat.
Seperti yang diketahui pada sidang yang digelar di PENGADIILAN
MILITER II -09 BANDUNGG Nomor : 127-K/PM.II-09/AD/VIII/ 2017
menyatakaan tuntutan Oditur militer yaitu menjerat Terdakwa telah terrbukti
sacara saah dan mayakinkan brsalah memperbuat tiindak pidanaa : “Baraang
siapaa dngan sangaja daan trbuka malanggar ksusilaan” sbagaimana diiatur dann
deancam dngan piidana menurutt PasaI 281 ke-I KUHP. 0leh karenenya Odiitur
Militeer mohonn ager Trdakwa dejatuhi piidana panjara selame 7 (tujuh) bulaan.
Dikurangkan slama brada dalem tahanan smentara. Menimbang tuntutan oditur
militer serta bukti-bukti yang diajukan oditur militer maka majelis hakim
Memiidana Trdakwa oleeh sebab ituu dngan piidana pnjara selame 4 (empatt)
bulaan daan 20 (dua puyuh) harii manetapkan salama Trdakwa barada dalem
penahanan smentara perlu dikurangkann sluruhnya darii pedana yg dijatuhkaan.
Pemberatan pemidanaan untuk seorang anggota atau prajuriit militeer yg
malakukan tiindak pidanaa adalah adanya pidanaa tambahan yg bersifat
kemiliteran. Dan dalamm kasus tersebut apakah pemberatan pidana dapat
diterapkan kepada anggota militer yang melakukan tindak pidana asusila. Alasan-
alasan mengenai adanya KUHPM merupakan lex specialis dari KUHP wallaupun
diidalam KUHP sbagaimana sudah diaturr diidalem PasaI 52 mengenai
pmberatan ancamen piidana, ancamen pidanaa yg diaturr didalem KUHP trsebut
masiih derasakan belom mamenuhi rase keadiilan bagi anggota TNI. Oleeh
sebaab ituu perluu diaturr diidalem KUHPM sacara khussus untuk mngatur hal-
hel yg bersiffat khussus. Pengertian khusus maksudnya ialah hanya berlaku untuk
Anggota atau Prajurit Militer saja dan didalam keadaan tertentu pula.
B. Perumusan Masalah
1. Bagaimana penerapan Pasal 281 KUHP dengan adanya asas Lex Specialis
Derogat Legi Generali tentang tindak pidana asusila yang dilakukan oleh
Militer?
Rifki Yuditya Saputra & Sugandi Ishak
PENERAPAN PASAL 281 KUHP TENTANG
TINDAK PIDANA ASUSILA YANG DILAKUKAN
OLEH MILITER (STUDI KASUS PUTUSAN PENGADILAN
MILITER NOMOR 127-K/PM.II-09/AD/VIII/2017)

2. Apakah pemberatan pidana dapat diterapkan kepada anggota militer yang


melakukan tindak pidana asusila?
C. Metode Penelitian
1. Jeniis Peneaitian
Metode penelitiian yanng degunakan dalaam penuliisan jurnal inii ialaeh
panelitian hukumm normatiff. Penelitiian hukum normatiff yaiitu sauatu
prosess utuk mendapatkan atau mnemukan suatu aturaan hukkum, prinsipp-
prinsiip hukuum maopun doktriin-doktriin hukum untuk menjaawab
permasalahan hukum yg dihadapi. 12) Metode penelitian ini sering dikenal juga
sebagai penelitian kepustakaan dan pnelitian hukum doktriinaal. Padaa
pnelitian iini seering kali dikaitkan dengan aapa yg trtulis di dalem praturan
perudang-undagan (Law In Book).
2. Jenis dan Sumber Data Penelitian
Sumber data penelitian yang Penulis peroleh yaitu berasal dari studi
kepustakaan dengan mengkaji bahan hukum. Bahan hukum yang diperoleh
Penulis sebagai bahan untuk melakukan penelitian diambil dari data
kpustakaan, yg terdirii darii bahaan haukum primerr, abahan hukuum skunder
daan bahaan hukaum tersiier, adaapun bahannya sebagaii beriikut:
Bahann huukum primerr yaiitu baahan hukum mengikat, dalam hal ini
adalah praturan prundang-undagan dann ketentuan praturan yg brkaitan dngan
pnulisan penelitian iini, yaitu:
a. Undng-undang Repoblik Indonesiaa Nomor 1 Thn 1946 tentang
Kitabb Undang-Udang Hukumm Piidana (KUHP).
b. Undang Undang Republik Indonesi Nomo 39 thun 1947 tntang Kitab
Undang-Udang Hukum Piidana Militerr (KUHPM)
Bahaan hukuum skunder ialaah bahen-bahaen yg mmberikan pnjelasan
bahaen hukumm priimer, dalem hall inni adalaah bukau-bukuu hukum,

12)
Muktii Fajarr dan Yuliantoo Achmad, Dualiisme Peneliitian Hukum Normatiff dan
Empiriss, Cetakan ke-1, (Yogyakarte: Pustaka Pelajarr, 2010), hal. 34.
Rifki Yuditya Saputra & Sugandi Ishak
PENERAPAN PASAL 281 KUHP TENTANG
TINDAK PIDANA ASUSILA YANG DILAKUKAN
OLEH MILITER (STUDI KASUS PUTUSAN PENGADILAN
MILITER NOMOR 127-K/PM.II-09/AD/VIII/2017)

makelah-makaelah hukum, dan tulisan-tulisan hukum yang berkaitan dengan


penerapan pertanggungjawaban piidana pada tendak pidana asusiila yg diiatur
dalam PasaI 281 KUHP.
Bahann hukumm tersiier merupakan bahaen hukumm pustaka yg
mendukungg bahaan priimer daan bahaen skunder dngan mmberikan
pamahaman daan pngertian atass bahaan hokum yang lailinnya. Bahen
hukumm tersier yg pnulis gunakan berupa kamuss dan ensiiklopedia.
3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulaan datae dalem pnelitian inii mnggunakan studii
dokumen/bahan pustaaka (study literature/library research) yang dilakukan
dengan mempelajari perundang-perundangan yang berlaku, buku-buku dan
majalah-majalah, artikel-artikel, maupun berbagai hasil penelitian yang
sedang penulis lakukan.
4. Tekhnik Pengolahen Data
Sesudah dikumpulkaln datta dan bahaan hukuum, lalu dilakuknan
pongolahan dataa, yaiitu mengoloh daata sedemikiian rupe sehinga daata
tersusunn secare runtutt dan sistematiis ke dalamm kales-kelass darii gajala-
gejale yag saama ataau yag diangap sama, sehiingga memudakhan peneleti
dalem melakukann analizis. Pangolahan dann baahan hukum berrwujud
kagiatan guna mengadakan sistematiisasi terhaddap dataa maupun bahen
hukkum tertuliis dgn cera melakukaan pemilihan daata sequnder dilanjetkan
denggan kualiffikasi dan menyuisun daata hasiI peneletian tarsebut sacara
sistematiis dann legis.
5. Tekniik Analisiis Data
Tekhnik analizis daata yg dgunakan ialah mettode analizis deskriftif. 13)
Analizis yang bersifa deskriftif inii, peniliti mmberikan gambarran attau

13)
Soerjoono Soekantoo, Pengantarr Peneliitian Hukum, Cetakan ke-3 (Jakartans:
Uniiversitas Indonesiia, 2010), hal. 143.
Rifki Yuditya Saputra & Sugandi Ishak
PENERAPAN PASAL 281 KUHP TENTANG
TINDAK PIDANA ASUSILA YANG DILAKUKAN
OLEH MILITER (STUDI KASUS PUTUSAN PENGADILAN
MILITER NOMOR 127-K/PM.II-09/AD/VIII/2017)

papaaran atass subjek maupun objek penalitian sebagaimna hasiil penalitian


yg didapat.
II. PEMBAHASAN
A. Kasus Posisi
Anggota militer atau terdakwa yang bernama Choirul Fatikin dengan
pangkat Prada dari kesatuan Yonarmed 5/105 Tarik kodam III/SLW telah
melakukan tindak pidana pelanggaran kesusilaan. Perbuatan asusila tersebut ia
lakukan bersama kekasihnya yang bernama Vinna Agustin di sebuah hotel di
jalan Ir. H. Juanda Kp. Panembong, Cianjur. Pada awalnya terdakwa
menjanjikan akan menikahkan korban. Hal itulah yang membuat korban mau
untuk melakukan perbuatan asusila tersebut dengan terdakwa. Namun setelah
kejadian itu ternyata terdakwa mengingkari janjinya dengan berbagai alasan.
Terdakwa seakan enggan untuk bertanggung jawab atas perbuatan yang
dilakukannya tersebut. Hal itu pun kemudian diketahui oleh orang tua dari
korban yang langsung pergi ke Subdenpom III/1-1 Cianjur untuk melaporkan
kejadian itu pada hari kamis tanggal 2 maret 2017, supaya perbuatan asusila
yang dilakukan oleh terdakwa dapat diproses atau dihukum sesuai dengan
ketentuan hukum yang berlaku.
Seperti yang diketahui pada sidang yang digelar di PENGADIILAN
MILITER II-09 BANDUNGG Nomo : 127-K/PM.II-09/AD/VIII/ 2017
menyatakaan tuntutan Oditur militer yaitu menjerat Terdakwa talah kerbukti
scara saah daan myakinkan brsalah mlakukan tndak pidanaa : “Baraang siiapa
dngan sngaja daan trbuka mlanggar ksusilaan” sbagaimana diaturr dann
diancem dngan piidana mnurut PasaI 281 ke-I KUHP. 0leh krenanya Odiitur
Miliiter mohonn ager Trdakwa diijatuhi piidana pnjara selame 7 (tujuh) bulann.
Dikurangkan selame berada dalem tahaenan semenntara. Menimbang tuntutan
oditur militer serta bukti-bukti yang diajukan oditur militer maka majelis hakim
Mamidana Trdakwa oleeh sebabb ittu dngan piidana pnjara selame 4 (eompat)
Rifki Yuditya Saputra & Sugandi Ishak
PENERAPAN PASAL 281 KUHP TENTANG
TINDAK PIDANA ASUSILA YANG DILAKUKAN
OLEH MILITER (STUDI KASUS PUTUSAN PENGADILAN
MILITER NOMOR 127-K/PM.II-09/AD/VIII/2017)

bulaan dann 20 (doa puluh) harii mnetapkan salama Trdakwa brada dalem
penahanan smentara perlu diikurangkan sluruhnya darii pidanna yg dijatuhken.
B. Dakwaan
Bahwa tindakk pidana asusila yg diidakwakan oleeh Odiitur Miliiter
disusun dalem bentuk dakwaann tuunggal mngandung unsure-unssur sbagai
beriikut : Unsurr kesautu : “Barangg siiapa”
Yeng dmaksud dngan baraang siiapa mnurut UU ialah stiap oraang yg
tundukk paada prundang-udangan RI (dalem hall inii PasaI 2,5,7 daan 8 KUHP)
trmasuk juuga dirii sii Pelakuu/Trdakwa sebagai anggota TNI.
Unsurr kadua: “Dngan sngaja daan terbuka melanggar kesusilaan”
Yang dmaksud kata-kata dngan sangaja adalah mrupakan salah satu bntuk
kesalahan darii si Pelaku. Oditur Militer brpendapat, bahwaa prbuatan Trdakwa
Prada Choirul Fatikin trsebut telaah cuukup mamenuhi unsure-unsur tiindak
piidana yg trcantum dalem: PasaI 281 ke -1 KUHP.
C. Tuntutan
Tuntutann piidana (Requisitor) Odituer Miliiter yg diajuken kpada
Majeliis Haakim yg padaa pokokknya Odiitur Miliiter mnyatakan bahhwa:
a. Trdakwa telah terbuktii sacara saah dan myakinkan brsalah malakukan
tindaak pidaana: “Dngan sngaja daan trbuka malanggar ksusilaan”,
sebagaemana diaturr daan diancem dngan piidana mnurut PasaI 281
ka-I KUHP.
b. Oleeh karenannya Odiitur Militeer mohonn ager trdakwa dijatuhii
pidanaa pnjara slama 7 (tujuh) bulann. Dikurangkan slama brada
dalem tahanan sementarra.
c. Menetapkan agar barang buktii yg diajuukan oleeh Odiitur Militter
dalem prsidangan iini brupa suraet-suurat :
1) 1 (satuu) leembar foto HP Oppo.
2) 1 (satu) lembar foto kamarNo.C6 Hotel Pusaka Mulya.
Barang : 1 (satu) buah HP merk Oppo.
Rifki Yuditya Saputra & Sugandi Ishak
PENERAPAN PASAL 281 KUHP TENTANG
TINDAK PIDANA ASUSILA YANG DILAKUKAN
OLEH MILITER (STUDI KASUS PUTUSAN PENGADILAN
MILITER NOMOR 127-K/PM.II-09/AD/VIII/2017)

d. Membebankan biaye perkarra kpada Trdakwa sebessar Rp. 10 .000,-


(spuluh riibu rupiahh).
D. Pertimbangan Hakim
Baahwa padaa prinsiipnya Majeliis Hakiim spendapat dngan Oditurr
Miliiter tntang trbuktinya unsure-unsure tiindak pidanaa sebagaiimana telah
diuraikan Odiitur dalem tuntuutannya, namunn demikiian Majeliis Hakim aken
membuktikannya sndiri sbagaimana akan diiuraikan lebiih laenjut dalam
putussan iini, dan unsur-unsurnya sebagai berikut: Unsur kesatu: Barangsiapa.
Bahwaa mangenai ddakwaan trsebut Majeliis Hakiim mangemukakan
pndapatnya sbagai beriikut : Unsure ka satu : “Baarang siiapa“
Bahwa yg dmaksud dngan baarang siiapa mnurut UU ialah stiap oraang
yg tundukk padda prundang-undagan RI (dalem haal inii PasaI 2,5,7 dann 8
KUHP) trmasuk jugaa diiri ssi Peelaku/Trdakwa sebagai anggota TNI.
Bahwa barangsiapa didalam unsur ini adalah sebagai subyek hukum atau
pelaku yang telah malakukan tindakan yang bertentanngan dengen hukum dan
diancam dengan pidana, dimana petindaknya teelah dianggep mampuu
brtanggung jaawab atass sgala tendakan yg telah dilakukannya termasuk disini
adalah diri Terdakwa yang disamping sebagai warga negara RI, juga anggota
TNI dimana dengan statusnya tersebut, dianggep sbagai oraang yg maampu
brtanggung jawaab dihadapan hukumm.
Dengan demekian Majeliis Hakiim brpendapat baahwa unsure ke satu
“Barangsiapa” telaah trpenuhi.
Unsure keduaa “ Dngan sangaja daan trbuka meelanggar kesusiilaan”
Baahwa yg dmaksud kata-kata dngan sangaja ialah merupakann salah
satu bentuk kesalahan dari sii Pelakku. Bahwa yg dmaksud “dngan sngaja aatau
ksengajaan“ menurutt Memorie Vann Toeliicting ialahh mnghendaki daan
menginsaffi trjadinya suaatu tndakan baserta akiibatnya. Bahwa yg dimaksud
dngan melangger kesusiilaan ialahh prbuatan yg mlanggar prasaan maalu yg
Rifki Yuditya Saputra & Sugandi Ishak
PENERAPAN PASAL 281 KUHP TENTANG
TINDAK PIDANA ASUSILA YANG DILAKUKAN
OLEH MILITER (STUDI KASUS PUTUSAN PENGADILAN
MILITER NOMOR 127-K/PM.II-09/AD/VIII/2017)

brhubungan dngan naffsu biirahi oraang laiin. Dengan demikian unsur ka duua
“Dngan sngaja daan trbuka Melangger kessusiilaan“ telaah terpenuhii.
Baahwa oleeh kareena smua unsure-unsure daakwaan Oditur Militer
teelah trpenuhi, Majeliis Hakiim brpendapat daakwaan Odiitur Miiliter teelah
trbukti scara sah daan mayakinkan.
Sbelum Majeliis Hakiim mnjatuhkan pidaana ataas diiri Trdakwa dalem
prkara iini perrlu trlebih dahuulu mamperhatikan haal-haal yg maringankan
dann mamberatkan piidananya yaiitu :
Hall-hall yg meriingankan :
a. Trdakwa barterus teerang mangakui ksalahannya sahingga
mamperlancar jaalannya prsidangan.
b. Trdakwa belom prnah diihukum; dan
c. Trdakwa merasa mnyesal daan brjanji tiidak akann meengulangi lagii
atas perbuaatannye.
Hall-haal yg mamberatkan :
a. Prbuatan Trdakwa telah marusak citraa TNI di mata masyaraakat.
b. Prbuatan Trdakwa brtentangan dngan Saptaa Maarga dan Sumpahh
Prajuriit serta 8 wajiib TNI pada butir 3.
c. Terdakwa tidak mau menikahi Saksi-1.
E. Putusan Hakim
Dengan berbagai pertimbangan seperti tersebut di atas, maka Majeliis Hakiim
Pngadilan Miliiter II-09 Bandung mnjatuhkan piidana, sebagaii berikut:
1. Manyatakan Trdakwa trsebut dii atas yaituu : Choirul Fatikin, Prada NRP
3114061860994 trbukti sacara saah dann myakinkan brsalah mlakukan
tindaak piidana : “ Dngan sengaaja daan trbuka mlanggar kesusiilaan“.
2. Memiidana trdakwa oleeh krena iutu dngan piidana pnjara salama 4 (empat)
bulann dan 20 (doa puluuh) harii mnetapkan salama Trdakwa barada dalem
penahanan sementara harus dikuraangkan sluruhnya darii pidanaa yg
dijatuhken.
Rifki Yuditya Saputra & Sugandi Ishak
PENERAPAN PASAL 281 KUHP TENTANG
TINDAK PIDANA ASUSILA YANG DILAKUKAN
OLEH MILITER (STUDI KASUS PUTUSAN PENGADILAN
MILITER NOMOR 127-K/PM.II-09/AD/VIII/2017)

3. Mnetapkan baarang buktii brupa :


Surat-surat:
a. 1 (sato) lembarr foto HP Oppo.
b. 1 (satu) lembar foto kamar No.C6 Hotel Pusaka Mulya. tetap
diletakkan dalam berkas perkara.
Barang:
a. 1 (satuu) buah HP meerk Oppo. dkembalikan kpada yang berhak.
4. Mambebankan biiaya perkare kpada Trdakwa sabesar Rp10.000,- (spuluh
riibu rupiaah).
F. Hasil Wawancara
1. Budi Prasetyo S.H.,M.H selaku Dosen Universitas Tarumanagara 14)
KUHPM memang merupakan Lex Specialis Derogat Legi Generali dari
KUHP, tapi dalam kasus asusila tidak berlaku asas tersebut karena didalam
Undang-undang atau KUHPM belum mengatur secara khusus tentang
perbuatan asusila yang dilakukan oleh militer itu sendiri, berarti yang
digunakan atau berlaku dalam kasus asusila ialah KUHP Pasal 103, karena jika
tidak diatur dalam Undang-undang KUHP bersifat umum.
PasaI 103 KUHP : “Ktentuan-ktentuan dalem Bab 1 sampaii Baab VIII
bukuu inii jugaa brlaku bagii prbuatan-prbuatan yg oleeh ktentuan prundang-
udangan laiinnya diancamm dngan pidanaa, kecuaali jiika oleeh Undng-udang
dtentukan laiin”.
PasaI 103 KUHP seriing dsebut aatau dii istilahkaan sbagai PasaI
jembaatan bagii praturan aatau undag-udang yang mngatur Hukumm pidaana
diluarr KUHP. PasaI 1O3 KUHP brada pade buuku 1 Aturann Umumm KUHP,
yg mamuat istiilah-istilaah yg sring dgunakan dalem hukumm pidanaa. PasaI
inni mnjembatani baahwa sgala suatu iiistilah atau pngertian yg brada dalem
babb I-VIII bukuu saatu KUHP dpt dgunakan apebila belum diaturr laiin dalem

14)
Peneliti, wawancara dengan Budi Prasetyo, selaku Dosen Universitas Tarumanagara,
(Jakarta, 18 Oktober 2018).
Rifki Yuditya Saputra & Sugandi Ishak
PENERAPAN PASAL 281 KUHP TENTANG
TINDAK PIDANA ASUSILA YANG DILAKUKAN
OLEH MILITER (STUDI KASUS PUTUSAN PENGADILAN
MILITER NOMOR 127-K/PM.II-09/AD/VIII/2017)

udang-undag aatau aaturan-aturran yg mngatur tntang hukumm piidana diluuar


KUHP.
Dalamm hal ini sebenarnya hanya ancaman hukumannya saja yang diatur
secara Lex Specialis, karena pelaku merupakan seorang anggota militer, dan
didalam KUHP dan KUHPM ancaman hukumannya sangat berbeda.
Pmberatan pemiidanaan bagii Prajurit miiliter yg mlakukan tindaak
piidana adalah adanya piidana tambahan yg bersifat kemiliteran. Dan dalam
kasus tersebut pemberatan pidana dapat diterapkan kepada anggota militer yang
melakukan tindak pidana asusila jika sesuai dengan Unndang-udang yang
mangatur tntang tigaa daasar yg mnyebabkan dprberatnya piidana.
Undang-udang yg mngatur tentang 3 (tigaa) daasar yg mnyebabkan
diperberatnya piidana umumm, ialaah:
a. Daasar pemberatan Krena jabatan;
b. Dasaar pemberatan krena menggunakan bendera kebangsaan;
c. Dasarr pemberatan krena pengulangan
2. Mayor Chk Salmon Balubun, S.H.,M.H. selaku Oditur Militer 15)
Azas Lexx Specialiis Derogaat Legii Generalii tdak dgunakan krena
dalam KUHPM tidak mengatur secara khusus tentang tindakan asusila, tetapi
Undang-udang 31 Tahun 1997 Tentang Peradilan Militer sebagai pengganti
KUHAP karena dilingkungan Peradilan Militer maka tetap digunakan karena
pelaku adalah anggota TNI.
Didalam ketentuan Pasal 281 maupun Pasal 284 KUHP secara universal
baik diperadilan umum maupun peradilan militer, walaupun militer merupakan
Lex Specialis atau kekhususan tetapi tetap mengacu pada induk yaitu KUHP.
Kecuali pada tindak pidana khusus yang diatur secara tersendiri pada KUHPM.
Dalam pemberatan pidana dapat dilakukan kepada prajurit TNI jika
prajurit TNI atau pelaku melakukan tindakan asusila yang melibatkan keluarga

15)
Peneliti, wawancara dengan Salmon Balubun, selaku Oditur Militer, (Jakarta, 2
November 2018).
Rifki Yuditya Saputra & Sugandi Ishak
PENERAPAN PASAL 281 KUHP TENTANG
TINDAK PIDANA ASUSILA YANG DILAKUKAN
OLEH MILITER (STUDI KASUS PUTUSAN PENGADILAN
MILITER NOMOR 127-K/PM.II-09/AD/VIII/2017)

besar TNI, dan dapat diberi sanksi tegas atau pidana tambahan yaitu
pemberhentian atau dipecat dari Dinas Militer.
3. Lettu Satiman S.H., M.H. selaku Panitera Pengadilan Militer II-0816)
Berdasarkan wawancara penulis dengan Satiman S.H., M.H. selaku
Panitera Pengadilan Militer II-08 yang mewakili Hakim Pengadilan Militer
Jakarta II-08 berpendapat bahwa Azas Lexx Specialiis Derogatt Legii Generalii
sebenarnya dpat tetap dgunakan tetapi hanya ancaman hukumannya saja, karena
pelaku seorang anggota TNI, dan juga hukuman didalam KUHP dan KUHPM
sangat berbeda jadi KUHPM dapat digunakan. Pada dasarnya tindak pidana
asusila merupakan delik aduaan, yang mana ada penuntutan jika ada
pengaduan. Sehingga jika prajurit TNI tertangkap melakukan kejahatan asusila
hal itu didasari dengan adanya pengaduan dari pihak yang dirugikan. Pada
KUHPM tidak diatur mengenai tindak pidana asusila tersebut, maka karena
sebab itulah digunakan Pasal 281 KUHP. Namun pada banyak kasus asusila
yang dilakukan oleh anggota TNI, Oditur militer selaku jaksa penuntut umum
seringkali mendakwakan dengan dua pasal yaitu selain digunakan Pasal 281
KUHP karena melakukan tindak pidana asusila di tempat umum, Oditur juga
menggunakan Pasal 284 KUHP. Oditur mendakwakan Pasal 284 KUHP
dikarenakan subyeknya adalah keluarga besar TNI sehingga harus dipecat. Hal
itu untuk melindungi pihak yang dirugikan.
Satiman S.H., M.H. juga berpendapat bahwa anggota TNI yang
melakukan tindak pidana asusila hukumannya dapat diperberat. Bentuk
pemberatan pidana yang didapat oleh anggota TNI yg mlakukan tiindak piidana
ialah berupaa pemecetan atau pemberhentian darii dinass miliiter jika perbuatan
yang dilakukannya itu melibatkan keluarga besar TNI. Tetapi tujuaan
pmidanaan trsebut jugaa kuraang dpat digunakan dalem pnjatuhan piidana
taambahan pemecaatan darii dinnas miliiter. Pidanaa tambehan trsebut bahkan

16)
Peneliti, wawancara dengan Satiman, selaku Panitera Pengadilan Militer II-08,
(Jakarta, 8 November 2018).
Rifki Yuditya Saputra & Sugandi Ishak
PENERAPAN PASAL 281 KUHP TENTANG
TINDAK PIDANA ASUSILA YANG DILAKUKAN
OLEH MILITER (STUDI KASUS PUTUSAN PENGADILAN
MILITER NOMOR 127-K/PM.II-09/AD/VIII/2017)

diirasakan lebiih beerat darii paada pidaana pokokk brupa prampasan


kmerdekaan. Paraa prajuriit yg ingin dipecatt biasanya mlakukan upaaya
bandiing, ksasi, PK, graasi, bahkaan grasii ke-2, karena hanyaa agarr brharap
tdak dipecaat darii dinaas Miliiter. Memang karena pada prinsipnya pemecatan
itu bukanlah pidana melainkan tindakan administartif maka dapat diterima
logika apabila tujuan pemidanaan tersebut tidak sejalan dengan pemecaten dari
dinas militer. Bagi seorang anggota prajurit yang dipecat, tidak mungkin lagi
baginya untuk memperbaiki diri agar dapat diterima di masyarakat militer.
Karena disatu siisi kewonangan pemecatann trsebut ialah mrupakan
kewonangan pejabatt administraasi daalam hall inii yaitu Presideen utuk yg
brpangkat Kolonell kee atass daan utuk yg brpangkat Leetkol kee baawah oleeh
pangliima TNI ataau Kaas Angkatann. Dii sisii laiin mnjadi kwenangan hakiim
waalaupun paada akhirnyaa ptusan trsebut dilaksanankan scara admiinistrasi.
Oleeh sebebb itu adaanya penggandaan kewonangan trsebut, dlam praakteknya
sring trjadi bnturan dmana kputusan ksatuan yg mlakukan PDTH tlah
mndahului puutusan, sdangkan kputusan trsebut diidasarkan atass prbuatan
tiindak pidanaa yg justruu adaalah jugaa sbagai daser dlakukannya pmeriksaan
dii pengedilan.
Sestem pnjatuhan pedana tmbahan pmecatan darii dinass miliiter, sbagai
subb system dlm pnjatuhan piidana padaa lingkungaan pradilan miiliter
memaang diakuii sbagai suatuu kekhusussan ataau khes hukumm pidaana
miiliter, naamun apabiila dalamm prkteknya justrru bahkan dapat menjadikan
kesemrawutan. Maaka hall trsebut mnjadi brtentangan dngan azas yg brlaku
dlm system pmidanaan padaa umuumnya.
Apabiila dalem sestem pmidanaan paada umumnyaa diikenal jeniss-jeniis
pidaana berupe pidaana tambahann dan pidane pokok daan bntuk-bntuk piidana
darii maasing-masiing jeniss piidana trsebut, makaa hall trsebut sluruhnya
dkenal sbagai pmidanaan yg mnjadi kawenangan hakiim, sdangkan didalem
hukumm piidana miliiter dkenal piidana tambahann pmecatan darii dinaas
Rifki Yuditya Saputra & Sugandi Ishak
PENERAPAN PASAL 281 KUHP TENTANG
TINDAK PIDANA ASUSILA YANG DILAKUKAN
OLEH MILITER (STUDI KASUS PUTUSAN PENGADILAN
MILITER NOMOR 127-K/PM.II-09/AD/VIII/2017)

militeer yg waloupun dkenal segabai khasnyaa miliiter, namunn darii segii


kewanangan padaa prinsiipnya hall trsebut adaalah kewanangan pjabat
adminiistrasi. Pasal 59 PP No. 6 tahun 1990 tntang Administrasii Prajuriit
ABRI mengatakan, Prajurit ABRI diberhentikan dengan tidak hormat dari
dinas keprajuritan karena :
a. memercayait ideologii, kepercayaan atau aliran yg bartentangan dgan
Pancasiila.
b. melakukkan perbuatan yg membahayaken keamannan dan
keselematan bangsa dan negaraa.
c. diberi hukuuman tambahaan diberhentiikan dengan tidak horrmat
dairi diinas keprrajuritan berdasarrkan putusaan pengadiilan yg
teelah berkekuatann hukum tatap.
d. dikenakan hukumann piidana yg lbih beraat dare hukkuman penjaara
3 bulnan dan menurutt pertimbangaan pjabat yag berwanang dia
tiidak dapet dipertahankkan untuuk tetep berade dallam dnas
kprajuritan.
e. kmudian diketahuui baahwa ntuk dapet dterima mnjadi prajuurit
ABRI, yg bersngkutan tellah dngan sngaja mmberikan ktengan paalsu,
tdak bnar ataau tdak lngkap.
f. merencanakan niatan yg nyate-nyate merugiikan aatau dpat
merugiikan disiplinn kprajuritan ataau ABRI.
Alasan butir a merupakan alasan politis dan juga ada melekat unsur
diskresi (kebijakan), sedangkan alasan butir c dan d sudah jelas kaitannya
dengan pasal 26 dan 35 KUHPM, namun untuk alasan sesuai butir b, e dan f
bukankah untuk membuktikanya harus melalui pemeriksaan di persidangan
baik karena meylakukan tindak pidane umum maupun tindak pidana militer.
Mengenai butir f tersebut menurut pasal 62 UU Nomo 34 thn 2004 tntang
TNI :
Rifki Yuditya Saputra & Sugandi Ishak
PENERAPAN PASAL 281 KUHP TENTANG
TINDAK PIDANA ASUSILA YANG DILAKUKAN
OLEH MILITER (STUDI KASUS PUTUSAN PENGADILAN
MILITER NOMOR 127-K/PM.II-09/AD/VIII/2017)

a. Prajuriit dberhentikan dngan tidaak hormaat jika krena mampunyai


tabiiat daan /atauu prbuatan yg nyate-nyatanya dpat mrugikan
disiiplin kprajuritan aatau TNI,
b. Pmberhentian sbagaimana yang dimaksuud paada ayatt (I) trhadap
prwira diilaksanakan setelaah meninjau atau mmpertimbangkan
pndapat Dewaan Khormatan Perwiraa,
c. Ktentuan sbagaimana yang dimaksuud padaa ayatt (I) dan (2) dapat
diaturr lebiih lanjutt dngan Praturan Pmerintah.
4. Agus Pambudi, S.H.,M.H. selaku Hakim Pengadilan Negeri 17)
Lex specielis derogot lego generali merupakan azas pengertian atau
penaffsiran hukumm yg mnyatakan baahwa hukumm yg brsifat khususs (Leex
specialiis) mengesampiingkan hukum yg bersifet umum (Lex generaliis) daan
jika didaalam peradilan umum Lex specialis tidak digunakan maka dapat
dibatalkan dakwaan tersebut. Karena Lex specialis yang paling diutamakan dan
harus digunakan dalam peradilan umum. Tetapi jika melihat dari kasus tersebut
KUHP tetap digunakan meskipun KUHPM merupakan Lex specialis dari
KUHP. Karena didalam KUHPM tidak diatur mengenai tentang perbuatan
asusila jadi KUHP yang tetap digunakan.
Pemberatan pidana dapat diterapkan tergantung apa yang diperbuat atau
dilakukan oleh pelaku. Karena ada dua alasan hakim memberikan pemberatan
pidana. Yang pertama hakim harus melihat pertimbangan pemberatan pidana
yang sudah diatur didalam Undang-undang. Hukyuman terhadap orang atau
pelaku yang melakukan perbuataan piidana trsebut kmudian diakumulasekan
ataau dgabung tapii jumlahh maksiimal hukumaannya tdak boeh mlebihi
ancamann maksiimum pidanaa trberat diitambah spertiga. Kemudian yang
kedua karena pertimbangan hakim itu sendiri dalam menambah putusan. Hakim
harus menggunakan hati nuraninya dan memutus perkara secara adil.

17)
Peneliti, wawancara dengan Agus Pambudi, selaku Hakim Pengadilan Negeri, (Jakarta,
21 Desember 2018).
Rifki Yuditya Saputra & Sugandi Ishak
PENERAPAN PASAL 281 KUHP TENTANG
TINDAK PIDANA ASUSILA YANG DILAKUKAN
OLEH MILITER (STUDI KASUS PUTUSAN PENGADILAN
MILITER NOMOR 127-K/PM.II-09/AD/VIII/2017)

G. Analisis
Hukum pidana dapat dibedakan atau dibagi menjadi beberapa bagian
yaitu hukum pidane matariil dann hukumm piidana formel. Hukumm piidana
materil mmuat peratura-peraturan yg mnetapkan daan mrumuskan prbuatan
prbuatan yg dpat dipiidana, aturran-aturan yg meemuat syaret-syerat guna dpat
mnjatuhkan hukuman pidane daan ktentuan mngenai piidana yg dpat
dijatuhkann. Sedangkan hukuum piidana formill yaitu hukum yg mngatur
mngenai plaksanaan hukum pidanaa materiil yang terdiri dari rangkaian proses
beracara dalem system peradilan pidana yang dimulai dari penyelidikan hingga
putusan pengadilan. Anggota militer atau terdakwa yang bernama Choirul
Fatikin, didakwakan dan diputus dengan Pasal 281 KUHP tentang Tindak
Pidana Asusila, padahal terdakwa adalah seorang anggota militer. Hal tersebut
terlihat bertentangan dengan azas Lex Specialiis Derogaat Legii Generalii.
Azas dengan artii aturaan hukumm yg bersifat khususs mengesampingkan
aturann hukum yg bersifat umume, maka sudah seharusnya diterapkan
sebagaimana mestinya, tidak samar-samar. Hal ini dikarenakan asas merupakan
suatu dasar, nilai, cite-cita atau pikiran ideal yang melalatarbelakangi
terbentuknya norma atau aturan hukum yang jelas atau konkrit dan bersifet
umum atau abstrack.
Dalam kasus yang dianalisis ini penulis merasa azas Lex Specialiis
Derogaat Legii Generalii memang belum dpat dgunakan krena didalam
KUHPM itu sendiri belum mengatur mengenai tindak pidana asusila, walaupun
militer merupakan Lex Specialis atau kekhususan tetapi tetap mengacu pada
induk yaitu KUHP. Kecuali pada tindak pidana khusus yang diatur secara
tersendiri pada KUHPM. Seharusnya dibuatkan aturan baru mengenai tentang
tindak pidana asusila didalam KUHPM supaya membentuk suatu aturann
hukumm yg jelaas. Karena adae bberapa prinsiip yg haruss diiperhatikan
daalam azas Lex specialiis dorrogat legi generaliis:
Rifki Yuditya Saputra & Sugandi Ishak
PENERAPAN PASAL 281 KUHP TENTANG
TINDAK PIDANA ASUSILA YANG DILAKUKAN
OLEH MILITER (STUDI KASUS PUTUSAN PENGADILAN
MILITER NOMOR 127-K/PM.II-09/AD/VIII/2017)

1. Ktentuan-ktentuan yg diketahui atau didapeti daalam atuuran hukumm


umum tetep brlaku, kecualii yg diiatur khususs daalam aturran hukumm
khususs trsebut.
2. Ktentuan-ktentuan lex specialiis haruss setara dngan ktentuan-ktentuan lex
generaliis (undang-udang dngan undang-udang).
3. Ktentuan-ktentuan lex specialiis haruss ada dan beradaa didalam lngkungan
hukuum (rezim) yg sama dengan lex generalis.
Dalam undng-udang suatu pemberatan tindak piidana, dibedakan menjadi
dua yaitu pemberatan umum dan pemberatan khusus. Didalam tendak pidana
umum mencangkup suatu pemberatan yang karena jabatan, pmberatan krena
mnggunakan bndera kebangssaan, dan pmberatan krena pngulangan (residevis).
Sedangkan pmberatan khusus ialah suatu yang dirumuskann daan dapat brlaku
pda tendak piidana tartentu saaja daan tdak brlaku utuk tndak piidana yg laiin.
Oleh karena itu, dalam melihat suatu tendak pidana khusus dapat dilihat dari 2
(dua) sagi, yaitu dalam segi ojbektif maupun subjektif.
Pmberatan pmidanaan bagii miliiter yg mlakukan suatu tindek piidana
adalah adanye pidanaa tambahan yg bersifat kemiliteran. Dan dalam kasus
tersebut menurut pendapat penulis pemberatan pidana dapat diterapkan kepada
anggota atau prajurit militer yang melakukan tindek pidana asusila dan
hukumannya pemecatan dari dinas militer apabila pelaku melakukan tindakan
asusila yang melibatkan keluarga besar TNI dan pemberatan pidana juga dapat
diterapkan jika sudah sesuai dengan Undang-undag yg mngatur tntang 3 (tiga)
desar yg menyebaabkan diiperberatnya pidaana.
Tetapi dalam hal ini atau kasus ini menurut pendapat penulis pelaku tidak
diberikan pemberatan pidana karena pelaku tidak melakukan perbuatan
asusilanya dengan anggota atau keluarga besar TNI dan juga pelaku tidak dapat
diperberat karena tidak melanggar Undang-udang yang mngatur tntang 3 (tiga)
dasarr yg mnyebabkan diperberatnya pidaana umumm, yaitu: Dasarr pmberatan
Rifki Yuditya Saputra & Sugandi Ishak
PENERAPAN PASAL 281 KUHP TENTANG
TINDAK PIDANA ASUSILA YANG DILAKUKAN
OLEH MILITER (STUDI KASUS PUTUSAN PENGADILAN
MILITER NOMOR 127-K/PM.II-09/AD/VIII/2017)

Karana jabatan, daasar pmberatan karana mnggunakan bndera kbangsaan dan


juga dassar pmberatan karana pngulangan.
Menanggapi hal mengenai bagaimana penerapan Pasal 281 KUHP
dengan adanya Lex Specialis Derogat Legi Generali dan Pemberatan Pidana
tersebut, menurut pendapat penulis dengan para narasumber yang diwawancarai
terkait kasus ini yaitu penerapan Pasal 281 KUHP tentang tindak pidana asusila
tetap dapat diterapkan meskipun KUHPM merupakan Lex Specialis, karena
didalam KUHPM belum diatur mengenai tindak pidana asusila. Dan
pemberatan pidana dapat diterapkan tergantung apa yang diperbuat atau
dilakukan oleh pelaku. Karena ada dua alasan hakim memberikan pemberatan
pidana. Yaitu yang pertama hakim harus melihat pertimbangan pemberatan
pidana yang sudah diatur didalam Undang-undang, yang kedua karena
pertimbangan hakim itu sendiri dalam menambah putusan. Hakim harus
menggunakan hati nuraninya dan memutus perkara secara adil.
III. PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah melakukan penelitian, pembahesan maupun analizis terhadap
permasalahan yang diangkat dalam jurnal ini dengan judul “Penerapan Pasal
281 KUHP tentang Tendak Pidana Asosila yang dlakukan oleeh Miliiter.
(Studii Kasus Putusann Pengadiilan Miliiter Nomo 127-K/PM.II-
09/AD/VIII/2017).” makaa pnulis dpat mnarik atau mengambil ksimpulan
sbagai berikut :
1. Pnerapan Pasal 281 KUHP dengan adanya asas Lex Spacialis Deregat Legi
Generali tentang tindak pidana asusila yang dilakukan oleh Militer belum
dapat digunakan atau diterapkan. Karena didalam KUHPM belum diatur
secara khusus mengenai tentang perbuatan asusila dan juga meskipun
KUHPM merupakan Lex specialis atau kekhususan tetapi harus tetap
mengacu pada induk yaitu KUHP.
Rifki Yuditya Saputra & Sugandi Ishak
PENERAPAN PASAL 281 KUHP TENTANG
TINDAK PIDANA ASUSILA YANG DILAKUKAN
OLEH MILITER (STUDI KASUS PUTUSAN PENGADILAN
MILITER NOMOR 127-K/PM.II-09/AD/VIII/2017)

Karena ada baberapa prinsiip yg haruss sangat dperhatikan dalm azas Lex
specialiis derogaat legii generaliis:
a. Ktentuan-ktentuan yg diketahui atau didapeti dalem aturaan hukumm
umumm tetep brlaku, kecualii yg diiatur khususs dalamm aturann
hukuum khussus trsebut.
b. Ktentuan-ktentuan lex specialiis haruss setara dngan ktentuan-
ktentuan lex generaliis (undang-udang dngan undang-udang).
c. Ktentuan-ktentuan lex specialiis haruss ada dan beradaa didalam
lingkungaan hukumm (reziim) yg sama dngan lex generaliis.
Unndang-undang 31 Thn 1997 Tentang Peradilan Militer sebagai
pengganti KUHAP tetap digunakan karena pelaku adalah anggota TNI dan juga
harus diadili dilingkungan Peradilan Militer. Dalam hal ini sebenarnya hanya
ancaman hukumannya saja yang diatur secara Lex Specialis, karena pelaku
merupakan seorang anggota militer, dan didalam KUHP dan KUHPM ancaman
hukumannya sangat berbeda.
2. Pemberatan pidana dapat diterapkan kepada anggota militer yang
melakukan tindak pidana asusila jika melibatkan keluarga besar TNI dan
pemberatan pidana juga dapat diterapkan jika sudah sesuai dengan
Undang-udang yang mngatur tntang 3 (tigaa) dasaar yg mnyebabkan
dperberatnya pidanaa berdasarkan Pasal 52 KUHP.
B. Saran
Menurut penulis saran yang dapat diberikan untuk permasalahan ini
adalah bahwa pemerintah dan badan militer harus mengawasi dengan ketat agar
para anggota militer tidak melanggar norma-norma hukum yang dapat
merugikan dirinya dan badan militer itu sendiri, serta tetap menegakan aturan-
tauran atau peraturan-peraturan yang sudah telah ditetapkan atau diterapkan
oleh pemerintah di dalam KUHPM dan KUHP, dan juga menambah aturan-
aturan yang belum ada di dalam KUHPM terkait dengan pelanggaran asusila
yang di lakukan oleh anggota militer agar asas lex specialis derogat lex
Rifki Yuditya Saputra & Sugandi Ishak
PENERAPAN PASAL 281 KUHP TENTANG
TINDAK PIDANA ASUSILA YANG DILAKUKAN
OLEH MILITER (STUDI KASUS PUTUSAN PENGADILAN
MILITER NOMOR 127-K/PM.II-09/AD/VIII/2017)

genaralis bisa diterapkan. Dan juga pemberian penyuluhan hukum perlu


digiatkan bahwa pemberatan pidana atau pidaana tmbahan yang brupa
pmecatan atau pemberhentian darii dinass Miliiter (PTPDM) dapat diusulkan
untukk anggota atau prajurit militer yang melakukan tindak pidana asusila,
kemungkinan besar akan diusulkan hukuman atau sanksi tambahan yaitu
sanksii administrasii yg brupa pmecatan darii dinass Miliiter yang dirasakan
bagi militer adalah merupakan sanksi yang sangat berat, akan menjadi perhatian
yang besar dan berpikir seribu kali akibat yang akan diterima apabila
melakukan tindak pidana asusila.
IV. DAFTAR PUSTAKA
A. Buku
Andrisman, Tri. Asas-Azas dan Aturan Umum Hukum Pidana Indonesia.
Lampung: Universitas Lampung, 2009.
Atmasasmita, Romli. Azas-asas Perbandingan Hukum Pidana, Jakarta: Yayasan
Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, 1989.
Faisal Salam, Moch. Peradilan Militer Di Indonesia, Bandung: Mandar Maju,
2004.
Fajar, Mukti. dan Yulianto Achmad. Dualisme Penelitian Hukum Normatif &
Empiris. Cetakan ke-1. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010.
Kusnardi, Moh. dan Bintan R Saragih, Ilmu Negara. Jakarta: Gaya Media
Pratama, 1993.
Manan, Bagir. Hukum Positif Indonesia. Yogyakarta: UII PRESS 2004.
Mertokusumo, Sudikno. Mengenal Hukum: Suatu Pengantar, Yogyakarta:
Liberty, 1999.
Ikhtisar, Muchsin. Hukum Indonesia, Jakarta: Iblam, 2005.
Sianturi, S.R. Hukum Pidana Militer Di Indonesia, Jakarta: Alumni AHEM-
PETEHAEM, 1985.
Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: Universitas
Indonesia, 2010.
Rifki Yuditya Saputra & Sugandi Ishak
PENERAPAN PASAL 281 KUHP TENTANG
TINDAK PIDANA ASUSILA YANG DILAKUKAN
OLEH MILITER (STUDI KASUS PUTUSAN PENGADILAN
MILITER NOMOR 127-K/PM.II-09/AD/VIII/2017)

Mahkamah Konstitusi. Jakarta: Sekretariat Jendral Dan Kepaniteraan


Mahkamah Konstitusi RI 2010.
B. Peraturan Perundang-Undangan
Indonesia. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

________. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah


Konstitusi.

________. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 Tentang Peradilan Militer.

C. Putusan Pengadilan
Indonesia. Putusan Pengadilan Militer Nomor 127-K/PM.II-09/AD/VIII/2017.
D. Wawancara
Peneliti. Wawancara, dengan Bapak Budi Prasetyo, selaku Dosen Universitas
Tarumanagara Pada Putusan Pengadilan Militer Nomor 127-K/PM.II-
09/AD/VIII/2017. (Jakarta, 18 Oktober 2018).
______. Wawancara, dengan Bapak Salmon Balubun, selaku Oditur Militer,
Pada Putusan Pengadilan Militer Nomor 127-K/PM.II-
09/AD/VIII/2017. (Jakarta, 2 November 2018).
______. Wawancara, dengan Bapak Satiman, selaku Panitera Pengadilan
Militer II-08, Pada Putusan Pengadilan Militer Nomor 127-K/PM.II-
09/AD/VIII/2017. (Jakarta, 8 November 2018)
______. Wawancara, dengan Bapak Agus Pambudi, selaku Hakim Pengadilan
Negeri, Pada Putusan Pengadilan Militer Nomor 127-K/PM.II-
09/AD/VIII/2017. (Jakarta, 21 Desember 2018).

You might also like