You are on page 1of 14

1

Menara perkebunan, 2005, 73(1), 12-24

Analisis genotip normal dan abnormal pada klon kelapa sawit


(Elaeis guineensis Jacq.) dengan
Amplified Fragment Length Polymorphism (AFLP)
Analysis normal and abnormal genotypes of oil palm clones (Elaeis guineensis Jacq.)
by Amplified Fragment Length Polymorphism (AFLP)

NuritaTORUAN-MATHIUS 1), ENDANG-YUNIASTUTI2),


Ridwan. SETIAMIHARJA3) & Murdaningsih H. KARMANA3)
1)
Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia, Bogor 16151, Indonesia
2)
Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret, Solo, Indonesia
3)
Fakultas Pascasarjana, Universitas Padjadjaran, Bandung, Indonesia

Summary genotypes in the same clone. However, no


polymorphism was consistently found between
Tissue culture-derived plants of oil palm normal and abnormal clones in all the sets.
may develop abnormal flowers in which Genetic similarity analysis shows that between
primordial stamens are converted into carpel-like genotype had high genetic similarities, around
tissue or mantled fruits, and sterile male flowers. 92-99%. The results of UPGMA found the
This abnormality can be heritable, individual different clustering between normal fruit,
palm may show variation in mantling and abnormal male and abnormal fruits. The results
reversion to the normal phenotype over time has show same as clustering based on first, second
been observed. The aim of these experiments was and third component. This suggest that, whilst
to analyze the differences between normal and AFLP method is an effective way of detecting
abnormal genotypes by DNA-AFLP. DNA was variation in tissue culture-derived plants,
isolated from young fruits of three clones, different approaches are required to identify the
MK152, MK209, and MK 212 each of them casual basis of the mantled fruit abnormality.
consisted of normal fruits, abnormal fruits and
sterile male flowers. The research consisted of (i) [Key words: Oil palm, Elaeis guineensis Jacq,
selection of AFLP primer which can produce soma-clonal variation, tissue culture
polymorphic bands, (ii) genetic similarities AFLP, genetic similarity, UPGMA]
analysis, UPGMA, principal component analysis
and specific DNA bands between normal or
abnormal genotypes. For primers selection, 20 Ringkasan
AFLP primers with DNA from MK 152 normal
and abnormal genotypes were used. The selected Tanaman kelapa sawit yang dihasilkan dari
primers were then used to amplify DNA of nine kultur jaringan, umumnya dalam perkembangan-
genotypes. The results show that 10 primer com- nya akan memiliki organ reproduktif yang
binations EcoRI/MseI produced polymorphic abnormal. Abnormalitas berupa primordial
bands. Each primer from 10 primer produced stamen berkembang menjadi bentuk jaringan
only one or two DNA bands indicates that the seperti karpel, buah mantel, atau bunga jantan
differences between normal and abnormal mandul. Penelitian ini bertujuan untuk

12
1
2

Toruan-Mathius et al.

mendapatkan pembeda DNA-AFLP antara meningkatkan pendapatan petani, (iv)


genotip normal dan abnormal pada klon-klon menggerakkan pembangunan, khususnya di
kelapa sawit. DNA diisolasi dari buah muda klon luar Jawa, dan (v) digunakan sebagai bahan
MK 152, MK 209, dan MK 212 yang masing- bakar biodiesel yang sifatnya dapat
masing terdiri atas genotip normal, berbuah
diperbaharui karena dihasilkan dari tanaman,
abnormal, dan berbunga jantan steril. Percobaan
mencakup (i) seleksi primer AFLP yang mampu dan ramah lingkungan.
menghasilkan pita yang polimorfis, (ii) analisis Untuk meningkatkan peranan kelapa
kemiripan genetik, UPGMA, komponen utama sawit dilakukan intensifikasi dan eksten-
dan pita pembeda antar genotip normal dan sifikasi perkebunan kelapa sawit yang me-
abnormal. Seleksi primer dilakukan terhadap 20 ngalami pertumbuhan sekitar 4 % setahun,
primer AFLP menggunakan DNA dari genotip dengan kebutuhan bibit dalam periode tahun
MK 152 yang normal dan abnormal. Selanjutnya 2000 - 2009 adalah sebanyak 547.837.800
primer terpilih digunakan untuk mengamplifikasi (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2004).
DNA dari kesembilan genotip yang diuji. Hasil
Kendala yang dihadapi dalam penyediaan
yang diperoleh menunjukkan bahwa 10 kombi-
nasi primer EcoRI/MseI mampu menghasilkan benih kelapa sawit adalah kebutuhan benih
pita yang polimorfis. Dari 10 primer yang diuji, yang jauh melebihi kemampuan produsen
masing-masing hanya menghasilkan satu atau untuk memproduksi benih, hal ini
dua pita DNA yang mampu membedakan genotip menyebabkan terjadinya (i) pemalsuan benih
normal dan abnormal dalam klon yang sama. (tidak bersertifikat/ berlabel), yang me-
Namun, tidak ada pita DNA spesifik yang nimbulkan kerugian yang sangat besar.
mampu membedakan genotip normal dengan Bibit berasal dari benih palsu baru dapat
abnormal untuk seluruh klon yang diuji. Analisis diketahui setelah tanaman berproduksi (3-4
kemiripan genetik menunjukkan bahwa antar
tahun setelah tanam), (ii) impor benih dari
genotip memiliki kemiripan genetik yang sangat
tinggi, yaitu 92-99%. Dari hasil UPGMA luar negeri, namun dikhawatirkan akan
diperoleh pengelompokan yang terpisah antar terbawanya hama dan penyakit dari negara
genotip normal, abnormal jantan dan buah asal yang akan mengancam industri per-
abnormal. Hasil tersebut didukung oleh kelapa sawitan Indonesia. Di samping itu,
pengelompokan berdasarkan komponen utama sertifikasi dan pengawasan mutu benih
satu, dua dan tiga. Dapat disimpulkan bahwa, belum sepenuhnya dapat dilaksanakan, se-
teknik AFLP tidak efektif untuk mendeteksi hingga saat ini diperkirakan terdapat sekitar
pembeda antar genotip tanaman yang diperoleh 40 % tanaman kelapa sawit rakyat meng-
dari kultur jaringan, pendekatan lainnya
gunakan bibit palsu (Direktorat Jenderal
diperlukan untuk mengidentifikasi abnormalitas.
Perkebunan, 2004), dan (iii) tanaman kelapa
sawit adalah heterozigos dan benih hibrida-
Pendahuluan nya sangat beragam. Untuk mengatasi
kendala tersebut perbanyakan bibit kelapa
Kelapa sawit merupakan tanaman peng- sawit melalui kultur jaringan perlu
hasil minyak nabati utama di Indonesia, dan dilakukan.
memegang peranan penting untuk: (i) Keunggulan teknik kultur jaringan
memenuhi kebutuhan minyak nabati dalam adalah mampu menghasilkan bibit secara
negeri, (ii) menghasilkan penerimaan negara massal dalam waktu yang relatif singkat,
terbesar dari sektor perkebunan, (iii) seragam, sifatnya identik dengan induknya,

13
1
2

Analisis genotip normal dan abnormal pada klon kelapa sawit....

masa non produktif lebih singkat dan klon. Oleh sebab itu perlu digunakan teknik
produktivitasnya lebih tinggi. Namun, yang lebih sensitif untuk meng-hasilkan
timbulnya masalah abnormalitas pada organ polimorfis antar genotip, salah satu di
reproduktif yang diketahui setelah tanaman antaranya adalah AFLP.
berbunga dan berbuah (2-3 tahun setelah AFLP merupakan kombinasi dari
tanam), merupakan kendala yang harus metode RAPD dengan RFLP yang dapat
diatasi. Timbulnya abnormalitas tersebut digunakan untuk menganalisis keragaman
diduga disebabkan penggunaan 2,4-D yang genetik melalui penggandaan fragmen DNA
tinggi untuk menginduksi pembentukan yang dihasilkan dari pemotongan enzim
kalus, dan dilakukannya sub kultur berulang restriksi dengan menggunakan primer
kali untuk mendapatkan embrio somatik spesifik (Vos et al., 1995; Maughn et al.,
dalam jumlah banyak. Abnormalitas 1996). AFLP banyak digunakan di antaranya
pembuahan pada tanaman kelapa sawit asal untuk mendeteksi sifat-sifat yang ber-
kultur jaringan dikenal dengan istilah hubungan erat dengan lokus suatu karakter
mantled, yaitu mesokarp tidak berkembang. tertentu, sidik jari DNA, keragaman genetik
Dapat juga terjadi bunga jantan steril (Vandenmark, 1999), penelusuran pola
(Corley et al., 1986). Abnormalitas terjadi segregasi (Singh & Cheah, 1996), penelu-
pada rata-rata 5-10 % dari populasi bibit asal suran hasil mutasi, menetapkan jarak genetik
kultur jaringan (Jaligot et al., 2000), dan dan mengidentifikasi keterpautan gen
bersifat epigenetik (Tregear et al., 2002). dengan resistensi penyakit (Scott et al.,
Marmey et al. (1991) menyatakan bahwa 2000). AFLP memiliki beberapa kelebihan
kalus remah yang disebut sebagai kalus dibandingkan dengan RAPD antara lain
sekunder menyebabkan terjadinya kalus dapat diperoleh jumlah karakter yang lebih
embrioid yang abnormal. Menurut Jones banyak karena jumlah pita DNA yang
(1991) abnormalitas yang terjadi pada klon dihasilkan lebih banyak, amplifikasi DNA
kelapa sawit hasil kultur jaringan disebabkan dapat bersifat spesifik dan lebih stabil (Vos
terhambatnya ekspresi gen yang mengatur et al., 1995). Cabrita et al. (2001)
pembungaan, sebagai akibat penambahan zat menyatakan bahwa nisbah multipleks yang
pengatur tumbuh tertentu ke dalam media. tinggi dari penanda AFLP membuat teknik
Untuk mengembangkan teknik kultur ini dapat digunakan untuk mengenali
jaringan sebagai alat perbanyakan klonal hubungan kekerabatan yang sangat dekat
kelapa sawit, diperlukan suatu teknik yang antar-genotip, perbedaan antar klon dalam
mampu mendeteksi abnormalitas secara dini satu kultivar, keragaman yang disebabkan
di antaranya pada tingkat molekuler atau terjadinya mutasi yang sangat sedikit, atau
DNA. Haris & Darussamin (1997) dan adanya perbedaan genetik yang sangat kecil.
Toruan-Mathius et al. (2001) melaporkan Tujuan penelitian ini adalah me-
bahwa RAPD mampu membedakan antar manfaatkan teknik AFLP untuk mendapat-
genotip normal, abnormal dan berbunga kan pita DNA pembeda antar genotip
jantan dalam klon yang sama, namun tidak normal, jantan mandul, dan buah abnormal
menemukan pita DNA pembeda abnor- dalam klon maupun antar klon kelapa sawit
malitas yang dapat digunakan untuk semua yang dihasilkan dari kultur jaringan.

14
1
2

Toruan-Mathius et al.

Bahan dan Metode setelah ditambahkan 20 µL RNAse


(10 mg/mL). DNA contoh dipresipitasi
Bahan tanam dengan menambah dua volume 100%
alkohol dan 0,1 volume Na asetat 3 M pH
Bahan tanaman kelapa sawit yang 5,2 dan disentrifugasi pada kecepatan
digunakan dalam penelitian ini adalah tiga 10.000 x g pada suhu 4oC. Contoh DNA
klon yaitu MK 152, MK 209, dan MK 212 dikeringkan dengan 0,75 mL 70% alkohol
yang masing-masing terdiri atas genotip serta diresuspensi dalam bufer TE dan
berbuah normal, berbunga jantan mandul, disimpan pada suhu -20oC.
dan berbuah abnormal sehingga yang Kuantitas DNA ditetapkan secara
dianalisis sebanyak sembilan genotip. Bahan elektroforesis 1,4% agarosa (Sambrook
tanam tersebut merupakan koleksi kebun et al., 1998). Sedang kualitas DNA diuji
percobaan Badan Pengkajian dan Penerapan dengan melakukan restriksi menggunakan
Teknologi (BPPT), di Ciampea yang ber- EcoRI dan selanjutnya difraksinasi pada
umur lima tahun. Dalam percobaan menye- 1,2% gel agarosa. Kualitas DNA total dapat
leksi primer yang polimorfis digunakan dilihat dari hasil elektroforesis, kualitas
DNA genom dari klon MK 152, genotip DNA dikategorikan baik apabila terpotong
yang normal dan abnormal (Tabel 1). oleh enzim EcoRI yang menghasilkan pola
DNA diisolasi dari bagian daun yang yang smear. Sedang kualitas DNA yang
masih muda (daun tombak pada bagian tidak terpotong dengan enzim EcoRI akan
pucuk) menurut metode Orozco-Castillo tetap utuh (Peterson et al., 1993).
et al. (1994) yang telah dimodifikasi oleh
Toruan-Mathius et al. (1997). Sebanyak Analisis Polimorfisme DNA dengan AFLP
0,75 g daun muda dari sembilan genotip
tanaman kelapa sawit digerus dalam Analisis DNA dengan teknik AFLP
lumpang porselin dengan menambahkan dilakukan menurut prosedur dari Gibco BRL
nitrogen cair. Untuk mencegah pencokelatan AFLP analysis system I (Cat. No. 10544)
jaringan akibat oksidasi fenol, ke dalam dengan modifikasi tanpa pelabelan primer.
lumpang berisi contoh ditambahkan polivinil Tahapan pelaksanaan penelitian mencakup
poli pirilidon (PVPP) sebanyak 40 mg. (i) amplifikasi selektif, (ii) ligasi, (iii) pre-
Contoh diekstraksi menggunakan bufer amplifikasi, dan (iv) amplifikasi selektif.
ekstrak, sedang pemurnian menggunakan Pada penelitian ini digunakan 20 pasang
larutan kloroform : isoamil alkohol (24:1 primer selektif (Tabel 1), yang selanjutnya
v/v), dilakukan sebanyak dua kali. Larutan dipilih sebanyak 10 pasangan primer selektif
berisi DNA diendapkan dengan disentri- yang dapat menghasilkan pita DNA yang
fugasi pada kecepatan 8.000 x g selama tegas dalam jumlah yang banyak.
10 menit pada suhu 4oC, selanjutnya DNA genom sebanyak 250 ng
supernatan dibuang. Endapan berupa pelet direstriksi dengan 2 µL EcoRI/MseI (1,25
DNA dicuci menggunakan alkohol 70% dan unit/µL) dan diinkubasi selama 2 jam pada
dikeringanginkan. DNA yang didapat suhu 37oC dan inaktivasi dilakukan pada
dilarutkan dalam 500 µL bufer TE dan suhu 70oC selama 15 menit. Digesti DNA
diinkubasi pada suhu 37oC selama satu jam genom dilakukan dalam tabung 0,5 mL

15
1
2

Analisis genotip normal dan abnormal pada klon kelapa sawit....

Tabel 1. Pasangan primer yang digunakan untuk menyeleksi primer AFLP untuk mendapatkan pita
polimorfis terbanyak.
Table 1. Selective primer pairs used in primer AFLP selection to find highly polymorphic bands.

No Pasangan primer No. Pasangan primer


(Primer pairs) (Primer pairs)
1. EcoRI + AAC/MseI+ CAA 11. EcoRI + ACT/MseI+ CAA
2. EcoRI + AAC/MseI+ CTT 12. EcoRI + ACT/MseI+ CAG
3. EcoRI + AAG/MseI+ CAA 13. EcoRI + ACT/MseI+ CAT
4. EcoRI + AAG/MseI+ CAC 14. EcoRI + AGC/MseI+ CTT
5. EcoRI + ACA/MseI+ CAG 15. EcoRI + AGC/MseI+ CAA
6. EcoRI + ACA/MseI+ CAT 16. EcoRI + ACG/MseI+ CAG
7. EcoRI + ACC/MseI+ CTA 17 EcoRI + AGC/MseI+ CTA
8. EcoRI + ACC/MseI+ CAC 18. EcoRI + AGC/MseI+ CTG
9. EcoRI + ACG/MseI+ CAA 19 EcoRI + AGC/MseI+ CAA
10. EcoRI + CGC/MseI+ CAT 20. EcoRI + AGC/MseI+ CTA

Adaptor AFLP terdiri atas satu sekuens enzim spesifik, yaitu:


Struktur adaptor EcoRI : 5’CTCGTAGACTGCGTACC
CATCTGACGCATGGTTAA3’
Struktur adaptor MseI : 5’GACGATGAGTCCTGAGT
ACTCAGGACTCAT3’

Eppendorf, ke dalamnya dipipet sebanyak Reaksi preamplifikasi


5 µL 5 x bufer reaksi 2,5 µL DNA tomat
sebagai kontrol (100 ng/µL), 2 µL Ke dalam tabung Eppendorf 0,5 mL
EcoRI/MseI (1,25 unit/µL) dan 15,5 µL air ditambahkan 5µL DNA cetakan yang telah
destilasi sehingga total volume tabung diencerkan, 40µL pre amplifikasi primer
25 µL. Untuk DNA contoh masing-masing mix, 5µL 10X PCR bufer, 1 µL Taq DNA
ke dalam tabung dimasukkan 5 µL 5 x bufer polimerase (1 unit/µL) sehingga total
reaksi, 1 µL DNA contoh, 2 µL EcoRI/MseI volume menjadi 51 µL. PCR dilakukan
dan 17 µL air destilasi berulang sehingga sebanyak 20 siklus pada suhu 94oC selama
total volume 25µL, kemudian dicampur 30 detik, denaturasi pada suhu 56oC selama
sampai homogen dan diinkubasi selama dua 60 detik, annealing pada suhu 72oC selama
jam. 60 detik (ekstensi). Hasil PCR kemudian
Reaksi ligasi adaptor dalam tabung diencerkan 1:50 (v/v) dengan cara 3 µL hasil
digesti DNA genom di atas ditambahkan 24 PCR dicampur dengan 147 µL bufer TE
µL larutan ligasi adaptor dan 1µLT4 DNA dalam tabung Eppendorf.
ligasi, dicampur dan diinkubasi pada suhu
20oC selama dua jam. Setelah itu dilakukan Reaksi amplifikasi selektif
pengenceran 1:10 (v/v) terhadap hasil ligasi Masing-masing primer EcoRI sebanyak
dengan cara 10µL hasil reaksi dipindahkan 5 µL dicampur dengan 45 µL MseI yang
ke tabung lain dan ditambah 90µL TE, selanjutnya diberi label mix 1. Ke dalam
kemudian dicampur sampai homogen.

16
1
2

Toruan-Mathius et al.

tabung Eppendorf dimasukkan 79 µL air dan 225 mL H20), larutan pewarnaan (0,1 g
destilasi berulang, 20 µL 10 x PCR bufer + perak nitrat, 150 µL 37% formaldehid dan
Mg dan 1 µL Taq polimerase (5 unit/µL) 100 mL ddH20). Tahapan pewarnaan
hingga volume total 100 µL, campuran ini selanjutnya adalah melepas gel dari cetakan,
diberi label mix 2. Untuk setiap reaksi ditempatkan dalam wadah plastik ukuran
amplifikasi selektif dilakukan dengan 20x20 cm, dan ditambahkan larutan fiksasi
menambahkan 5 µL DNA cetakan sekunder sambil digoyang perlahan selama 20 menit
hasil pre amplifikasi yang telah diencerkan, kemudian dicuci dengan air bebas ion.
5 µL mix dan 10 µL mix 2 sehingga total Untuk memunculkan pita-pita DNA, gel
volume 20 µL. Selanjutnya dilakukan reaksi direndam dalam larutan developer selama
amplifikasi menggunakan alat Thermolyne 20 menit dan difiksasi untuk mengawetkan
Amplitron I dengan kondisi menurut pewarnaan.
GibcoBRL-Life Technology. Hasil ampli-
fikasi kemudian difraksinasi pada gel Analisis data
poliakrilamida yang terdiri atas 30%
akrilamida : bis (29:1 vol/vol) sebanyak Analisis data dari hasil AFLP dilakukan
2,0 mL, 4,2 g urea, 4,3 mL: H20 bebas ion, menggunakan analisis gerombol dengan
0,5 mL 10 x bufer TE. Kemudian teknik berhierarki menggunakan program
ditambahkan 67 µL 10% larutan amonium Numerical Taxonomy and Multivariate
peroksodisulfat (APS) dan 6,7 µL TEMED Analysis System versi 2.10 (NTSYS) (Rohlf,
dan dicampur secara perlahan serta dituang 1993). Selanjutnya pengelompokan tersebut
dalam cetakan yang telah disiapkan. Gel ditampilkan dalam bentuk dendogram
didiamkan secara perlahan dan dituangkan (Franco et al., 1997). Ukuran derajat
ke dalam cetakan yang sudah disiapkan. Gel kemiripan genetik antar genotip berdasarkan
didiamkan selama satu jam agar terjadi koefisien kemiripan genetik atau jarak
polimerisasi. Kemudian dilakukan pre genetik dengan menggunakan metode
amplifikasi dengan mengatur suhu permuka- Unweight Pair Group Method Arithmatic
an gel pada 50o C. (UPGMA). Fragmen yang dihasilkan dari
Hasil pre amplifikasi selektif disiapkan analisis AFLP yang tampak sebagai pita
dengan mencampurkan setiap 5 µL contoh DNA diterjemahkan menjadi data biner
dengan 5 µL 2x formamide dye loading berdasarkan ada atau tidaknya pita yang
solutian (90% formamid; 10 mM EDTA pH dimiliki secara bersama oleh individu
8,0; 0,05% bromo fenol biru dan 0,05% tanaman yang dianalisis. Nilai satu (1)
silen sianol). Campuran tersebut disentri- diberikan untuk yang memiliki pita dan nilai
fugasi kemudian didenaturasi pada suhu nol (0) untuk yang tidak memiliki pita.
95oC selama tiga menit dan segera Estimasi kemiripan genetik diperoleh
dimasukkan dalam es. Untuk masing-masing berdasarkan jumlah pita yang dimiliki
sumur diisi dengan 10 µL contoh dan bersama. Pengelompokan data matriks dan
dielektroforesis. pembuatan dendogram dilakukan dengan
Pewarnaan gel poliakrilamida dengan metode UPGMA, fungsi Similarity
perak nitrat menggunakan metode Promega. Qualitative (SIMQUAL) pada program
Larutan fiksasi (25 mL asam asetat glasial NTSYS versi 2.1 (Rohlf, 1993). Tingkat

17
1
2

Analisis genotip normal dan abnormal pada klon kelapa sawit....

kepercayaan dari dendogram berdasarkan Tidak ditemukan pita pembeda yang spesifik
UPGMA ditentukan melalui analisis (bp yang sama) atau polimorfisme tunggal
bootstrap menggunakan program Winboot yang mampu membedakan antar genotip
dengan pengulangan sebanyak 200 kali. normal, abnormal, atau berbunga jantan
Data matriks kemiripan genetik dihitung dari steril yang dapat digunakan sebagai pem-
koefisien Dice (S) (Nei, 1987). Apabila beda secara universal.
jarak genetik antar genotip cukup dekat Matthes et al. (2001) menggunakan 10
dilihat dari koefisein kemiripan genetik yang kombinasi primer AFLP untuk meng-
tinggi, analisis dilanjutkan dengan analisis amplifikasi ortet dan beberapa tanaman hasil
komponen utama (KU) untuk mendapatkan kultur jaringan yang berbunga dan berbuah
nilai skor yang dapat digunakan melihat normal dan abnormal, menghasilkan 264
posisi relatif setiap genotip berdasarkan tiga pita DNA dan 95 pita DNA yang bersifat
komponen utama pertama yang memiliki polimorfik. Phillips et al. (1994) menge-
proporsi varians yang terbesar. mukakan bahwa tanaman yang beregenerasi
Untuk menentukan pita DNA yang dari kultur kalus yang relatif tidak ter-
paling berperan dalam pengelompokan klon- diferensiasi menyebabkan kemungkinan
klon kelapa sawit yang normal dan terjadinya perubahan genetik yang sangat
abnormal, matriks tersebut dianalisis lebih besar. Perubahan tersebut mencakup
lanjut berdasarkan Principal Component perubahan dalam pengaturan kromosom dan
yang diturunkan dari matriks varians- mutasi gen tunggal umumnya yang resesif,
kovarians. metilasi DNA, dan fenomena mutasi titik
yang berulang yang biasanya disebut sebagai
Hasil dan Pembahasan kesalahan pengaturan yang mempengaruhi
premitiotik. Dilaporkan juga bahwa berbagai
Seleksi primer tipe mutasi yang berhubungan dengan kultur
jaringan merupakan faktor yang berperan
Dari 20 primer AFLP yang diuji, 10 dalam berbagai perubahan fenotipik.
primer mampu memberikan pita DNA yang Perubahan tersebut mencakup aberasi
bersifat polimorfik dengan jumlah pita kromosom yang disebabkan oleh patahnya
berkisar dari 16 sampai 33. Total pita yang ikatan kromosom, pertukaran basa tunggal,
dihasilkan adalah 264, dan 49 di antaranya perubahan dalam jumlah kopi urutan basa
adalah pita DNA yang polimorfik. Hasil yang berurutan, dan perubahan dalam pola
yang diperoleh menunjukkan bahwa delapan metilasi DNA. Perubahan-perubahan ter-
primer selektif AFLP dapat membedakan sebut disebabkan antara lain oleh ling-
genotip jantan, normal, dan abnormal untuk kungan kultur seperti medium tumbuh atau
klon-klon tertentu, yaitu EcoRI ACT/MseI + eksplan yang digunakan yang dapat meng-
CAA, EcoRI AAG/MseI + CAG, EcoRI akibatkan berbagai perubahan genomik
AGG/MseI + CAA, EcoRI AGG/MseI + dalam proses selular yang akan menyebab-
CTA, EcoRI AGC/MseI + CAG, EcoRI kan abnormalitas.
ACG/MseI + CAT (Tabel 2). Tampak bahwa Untuk menginduksi pembentukan dan
pasangan basa pita-pita DNA pembeda perbanyakan kalus, eksplan daun muda
sangat ragam untuk masing-masing primer. tanaman kelapa sawit dikulturkan dalam

18
1
2

Toruan-Mathius et al.

Tabel 2. Pasangan primer yang mampu menghasilkan pita-pita DNA pembeda antar genotip
jantan steril, normal, dan abnormal pada klon-klon yang diamati.
Table 2. Selective primer pairs that have the ability to produce DNA bands to differentiate amongs
male sterile, normal, and abnormal genotypes clones were tested.

No. Pasangan primer Genotip klon yang dapat dibedakan


Pairs primer Clone genotype that can be differentiated
1. EcoRI ACT/MseI+CAA 152J, 152N,152Ab,209J, 209N,209Ab,212Ab & 212N
2. EcoRI AAG/MseI+CAC 152J, 152N,152Ab,209J, 209N,209Ab,212Ab & 212N
3. EcoRI ACA/MseI+CAG 209J, 209N,209Ab,212Ab & 212N
4. EcoRI ACC/MseI+CTA 152J, 152N,152Ab
5. EcoRI ACC/MseI+CAC 152J, 152N,152Ab,209J, 209N,209Ab,212Ab & 212N
6. EcoRI AGG/MseI+CAA 152J, 152N,152Ab,209J, 209N,209Ab,212Ab & 212N
7. EcoRI AGG/MseI+CTA 152J, 152N,152Ab,209J, 209N,209Ab,212Ab & 212N
8. EcoRI AGC/MseI+CAA 152J, 152N,152Ab,209J, 209N,209Ab,212Ab & 212N
9. EcoRI AGCMseI+CAA 152J, 152N,152Ab,209J, 209N,209Ab,212Ab & 212N
10. EcoRI AGC/MseI+CAG 152J, 152N,152Ab,209J, 209N,209Ab,212Ab & 212N

Keterangan : J- jantan steril; N-normal; Ab-abnormal


Note : J- male sterile; N- normal; Ab-abnormal

medium Murashige & Skoog (1962) dengan genotip dalam satu klon maupun antar klon
penambahan 2,4-D dengan konsentrasi yang cukup tinggi, yaitu antara 0,92-0,99 yang
cukup tinggi (80-100 mg/L) (Wong et al., berarti 92-99% karakter genetiknya adalah
1999). Karp (1995) melaporkan bahwa sama (Tabel 3). Tingginya tingkat kemiripan
variasi somaklonal juga dipengaruhi jenis genetik menunjukkan bahwa perubahan pita
dan konsentrasi zat pengatur tumbuh yang DNA antar genotip dalam satu klon dan
ditambahkan ke dalam medium. Auksin antar klon yang berbeda sangat sedikit yaitu
sintetik 2,4-D merupakan zat pengatur tum- 1-8%. Dapat disimpulkan bahwa perubahan
buh yang mampu meningkatkan frekuensi DNA yang sangat tidak nyata mampu
terjadinya mutasi dalam sel. Corley et al. menyebabkan perubahan fenotipik yang
(1986) melaporkan bahwa penampakan cukup besar, khususnya dalam organ
deformasi pertumbuhan vegetatif dan reproduktif tanaman kelapa sawit.
keragaman dalam rangkaian bunga klon-
klon kelapa sawit yang diperbanyak Analisis pengelompokan UPGMA
melalui kultur jaringan adalah akibat
penambahan 2,4-D dalam medium induksi
kalus. Hasil pengelompokan berdasarkan
UPGMA menunjukkan bahwa seluruh
Analisis kemiripan genetik berdasarkan genotip yang diuji mengelompok menjadi
DNA-AFLP dua pada tingkat kemiripan genetik 95%.
Kelompok I terbagi atas sub kelompok
Hasil yang diperoleh menunjukkan genotip abnormal dari klon MK152 jantan
bahwa tingkat kemiripan genetik antara steril, M152 abnormal serta sub sub

19
1
2

Analisis genotip normal dan abnormal pada klon kelapa sawit....

Tabel 2. Matriks kemiripan genetik berdasarkan pola pita DNA hasil amplifikasi dari 10 pasang primer
selektif AFLP.
Table 2. Matrix of genetic similarity based on DNA bands pattern from the amplification of 10 selective
AFLP primer pairs .

152J 152Ab 152N 209J 209Ab 209N 212J 212Ab 212N


152J 1,00
152Ab 0,96 1,00
152N 0,94 0,94 1,00
209J 0,96 0,95 0,95 1,00
209Ab 0,94 0,97 0,95 0,98 1,00
209N 0,92 0,94 0,99 0,96 0,96 1,00
212J 0,96 0,94 0,96 0,96 0,94 0,95 1,00
212Ab 0,94 0,95 0,96 0,94 0,97 0,95 0,97 1,00
212N 0,93 0,94 0,99 0,94 0,95 0,98 0,97 0,97 1,00

kelompok MK 209 (jantan steril dan gen dari perubahan tersebut memberikan
abnormalpada 97,4% kemiripan genetik. implikasi yang cukup besar pada perubahan
Kelompok II, terbagi atas sub kelompok fenotipiknya.
MK152 normal dan MK209 normal, serta Harding (1994) menemukan dalam
MK212 normal. Sub kelompok lainnya kultur jaringan kentang dengan penambahan
adalah MK212 abnormal. Kelompok II zat pengatur tumbuh yang bersifat retardan
terpisah menjadi dua sub kelompok pada dapat menyebabkan terjadinya perubahan
tingkat kemiripan 96% yaitu MK152, morfologi pada planlet hasil perbanyakan
MK209, dan MK212 normal serta MK212 dengan kultur jaringan. Hal tersebut erat
abnormal. Tampak bahwa klon MK152 kaitannya dengan perubahan pada ekspresi
normal dan MK209 normal mempunyai gen. Mathes et al. (2001) dengan teknik
tingkat kemiripan genetik 99% (Gambar 2). AFLP standar dan AFLP menggunakan
Hasil pengelompokan berdasarkan enzim yang sensitif terhadap metilasi
komponen utama satu (KU-1), dengan kom- menunjukkan bahwa dengan AFLP standar
ponen utama dua (KU-2) dan komponen tidak diperoleh polimorfis, sedangkan
utama tiga (KU-3) menunjukkan terjadinya dengan AFLP enzim sensitif metilasi
pengelompokan klon kelapa sawit yang diperoleh polimorfis antar ramet yang
berbuah normal (Gambar 3). Tampak menunjukkan terjadinya reduksi metilasi
bahwa pengelompokan yang diperoleh dari DNA selama dalam proses kultur. Variasi
analisis komponen utama mendukung somaklonal yang terjadi pada bibit klonal
pengelompokan berdasarkan UPGMA. kelapa sawit diduga berhubungan erat
Secara keseluruhan dari data yang diperoleh dengan perubahan pola metilasi DNA
menunjukkan bahwa perbedaan pita DNA selama dalam kultur (Phillips et al., 1994;
antar genotipe dalam satu klon maupun Jaligot et al., 2000).
antar klon, sangat rendah. Namun ekspresi

20
1
2

Toruan-Mathius et al.

A Matthes et al. (2001) menyatakan


pb 1 2 3 4 5 6 7 8 9 bahwa adanya korelasi yang nyata antara
1668- hipometilasi dengan variasi somaklonal
pembungaan mantled pada bibit kelapa
300- sawit asal kultur jaringan. Menurut Kaepller
et al. ( 2000) adanya hubungan antara
200-
hipermetilasi dari residu sitosin DNA yang
150- dekat atau berada dalam gen atau promoter
120-
100- gen dan menekan ekspresi gen.
Grandbastein (1998) mengemukakan bahwa
80-
akibat dari terjadinya metilasi secara
konsisten menunjukkan tipe dari ekspresi
pb 1 2 3 4 5 6 7 8 9 gen pada abnormalitas pembungaan tana-
B
668- man kelapa sawit setelah beberapa tahun di
lapang.
300-
Fraga & Esteller (2002) dan Rein et al.
(1998) menyatakan bahwa metilasi sitosin
200- pada posisi lima dari cincin pirimidin
150- merupakan epigenetik yang sangat penting
120- pada tanaman, metil sitosin umumnya
100-
ditemukan pada sitosin yang terikat pada
80- basa guanin dengan urutan basa trinukle-
otida (CpNpG). Ehrlich & Ehrlich (1998)
Gambar 1. Pola pita DNA sembilan genotipe mengemukakan bahwa adanya 5-metil-
kelapa sawit yang diuji, hasil ampli- sitosin pada promoter gen spesifik akan
fikasi dengan primer (A) EcoRI + mengubah pelekatan faktor transkripsional
ACT/MseI +CAA dan (B) EcoRI + dan protein lainnya pada DNA. Di samping
ACA/MseI + CAG. (1) : MK152 itu dapat juga terjadi penarikan metil-DNA-
jantan steril; (2) MK152 abnormal;
binding protein dan histon deasetilase yang
(3) MK152 normal; 4) MK209 jantan
steril; (5) MK209 abnormal; (6) akan mengubah struktur kromatin di sekitar
MK209 normal; (7) MK212 jantan daerah awal trasnkripsi pada gen. Kedua
steril; (8) MK212 abnormal; (9) mekanisme tersebut memblokade transkripsi
MK212 normal. dan menyebabkan gen silencing.
Wolffe et al. (1999) menyatakan bahwa
Figure1. DNA bands pattern of nine residu metilasi C dalam DNA genomik
genotypes of oil palm tested,
memegang peranan dalam regulasi ekspresi
amplifycation results with primer
(A) EcoRI + ACT/MseI + CAA and gen. Matthes et al. (2001) dan Portis et al.
(B) EcoRI + ACA/MseI + CAG. (2004) menggunakan teknik AFLP yang
(1) MK152 sterile male; (2)MK152 dimodifikasi menggunakan isozisomer
abnormal; (3) MK152 normal; enzim MseI/ PstII MSAP (methylation-
(4)MK209 sterile male (5) MK209 sensitive amplified polymorphism) untuk
abnormal; (6) MK209 normal; (7) mendeteksi metilasi DNA klon-klon tana-
MK212 sterile male; (8) MK212
abnormal; (9) MK212 normal.
21
1
2

Analisis genotip normal dan abnormal pada klon kelapa sawit....

MK152J
32,8
MK152A
37,0
57,5 MK209J

MK209A

62,2
MK152N
86,3
MK209N
48,3
MK212N

42,0 MK212J

MK212A

0.95 0.96 0.97 0.98 0.99

Koefisien kemiripan genetik/Genetic similarity coefficient

Gambar 2. Dendogram UPGMA berdasarkan pita DNA-AFLP dari klon MK 152, MK 209, dan MK212.
Figure 2. Dendogram UPGMA based on DNA- AFLP bands from MK 152, MK209, and MK 212 clones.

(i) (ii)
MK209J

0,52 -
MK209Ab 0,29
MK209N
MK152Ab MK152J MK209N
0,35 - 0,13
MK209J MK212J
KU-2 (PC- MK152N
-0,02 MK152N
2)
0,19 - MK209Ab
MK212N
MK212N -0,01
KU3
0,03 - MK212Ab -0,18
KU2
˜ MK152Ab
MK152J -0,14 ˜ MK212Ab
-0,14 - MK212J -0,34

0,08 0,27 0,46 0,65


-0,10 0,08 0,26 0,45 0,63
KU-1
KU-1(PC-1)
(PC-1
Gambar 3. (i) Pemetaan Komponen Utama (KU)-1 dan KU-2; (ii)Pemetaan KU-1, KU-2, dan KU-3 klon
MK152, MK209, dan MK212 masing-masing terdiri atas genotip normal, berbunga jantan, dan
berbuah abnormal.
Figure 3. (i)Mapping of Primary Components ( PC)-1, and PC-2; (ii) PCA-1,PC-2, and PC-3 of MK152,
MK209, and MK212, are normal, flower male sterile, and abnormal fruits genotypes, 22
respectively.
1
2

Toruan-Mathius et al.

man kelapa sawit dan lada. Hasil yang


diperoleh menunjukkan bahwa untuk men- Franco, J., J. Crosa, J. Vilasenor, S. Taba &
B.A. Eberhart (1997). Classifying mexican
dapatkan pembeda antar genotipe normal
maize accession using hierarchical and
dan abnormal dalam satu klon maupun antar density search methods. Crop Sci., 37, 972-
klon, perlu digunakan teknik analisis 980.
molekuler yang lebih sensitif.
Gibco BRL AFLP analysis system I (Cat.No.
Kesimpulan 10544

Grandbastein, M.A. (1998). Activation of plant


Pasangan primer selektif AFLP yang retrotransposons under stress conditions.
menghasilkan pita DNA yang mampu Trends Plant Sci., 3, 181-187.
membedakan genotip jantan, normal dan
abnormal dalam klon kelapa sawit yang Harding, K. (1994). The methylation status of
sama, yaitu EcoRI ACT/MseI+CAA, EcoRI DNA derived from potato plants recovered
from slow growth. Plant Cell Tiss. & Org.
ACA/MseI +CAG, EcoRI AAG/MseI+CAC, Cult., 37, 31-38.
EcoRI AGG/MseI +CAA, EcoRI AGG/MseI
+ CTA, dan EcoRI AGC/MseI +CAA. Haris, N. & A. Darussamin (1997). RAPD
Tidak ditemukan primer selektif dan analysis of oil palm clones with normal and
pita DNA-AFLP spesifik yang mampu abnormal fruits. Menara Perkebunan,
membedakan antara genotip normal, jantan, 65(2),64-74.
dan abnormal untuk semua klon kelapa Jaligot E., A. Rival, T. Beule, S. Dussert &
sawit. J.L. Verdeil (2000). Somaclonal variation in
oil palm (Elaeis guineensis Jacq.): the DNA
Daftar Pustaka methylation hypothesis. Plant Cell Rep., 19
(7), 684 - 690.
Cabrita, L. F., U. Aksoy, S. Hepaksoy, J. Leitao
(2001). Suitability of isozyme, RAPD and Jones, L. H (1991). Endogeneous cytokinins in
AFLP markers to assess genetic differences oil palm (Elaeis guineensis L.) callus,
and relatedness among fig (Ficus carica L.) embryioids and regenerant plants measured
clones. Sci. Hort., 87, 261-273. by radioimmunoassay. Plant Cell Tiss. &
Org. Cult., 20,201-210.
Corley, R.H.V., C.H. Lee, I.H. Law &
C.Y. Wong (1986). Abnormal flower Kaepller, S.M., H.F. Kaeplller & Y. Rhee (2000).
development in oil palm clones. Planter, 62, Epigenetic aspects of somaclonal variation
233-240. in plants. Plant Mol. Biol., 43,179-188.

Direktorat Jenderal Perkebunan (2004). Karp, A. (1995). On the current somaclonal


Pertemuan Produsen dan Konsumen Benih variation as a tool for crop improvement.
Kelapa Sawit Tahun 2004. Bogor, 27 Euphitica, 85, 295-302.
September 2004.
Ehrlich, M. & K. C. Ehrlich (1998). Effect of Maughan, P.J., M.A. Saghai Maroof, G.R. Buss
DNA methylation on the binding of & G.M. Huestis (1996). Amplified Length
vertebrate and plant proteins to DNA. EXS., Polymorphism (AFLP) in soybean; species
64, 145-168. diversity, inheritance, and nearisogenic line
analysis. Theor Appl. Genet., 93,392-401.
Fraga, M. F. & M. Esteller (2002). DNA
methylation: A profile of methods and Marmey, P., I. Besse & J. Verdeil (1991).
applications. BioTechniques, 33, 632-649. A proteic markers found to differentiate
23
1
2

Analisis genotip normal dan abnormal pada klon kelapa sawit....

two types of calli of the same clones of oil cytosine and related modifycations in DNA
palm (Elaeis guineensis Jacq.). C.R. Acad. genomes. Nuc. Acids Res., 26, 2255-2264.
Sci. Paris, 313, 333-338.
Rohlf, F.J. (1993). NTSYS-pc. Numerical
Matthes M., R.Singh, S.C. Cheah & A. Karp Taxonomy and Multivariate Analysis System
(2001). Variation in oil palm (Elaeis Version 2.10. New York.
guineensis Jacq.) tissue culture-derived
regenerants revealed by AFLPs with Sambrook, J., E.F. Fritsch & T. Maniatis (1998).
methylation-sensitive enzymes. Theor. Appl. Molecular Cloning. a Laboratory Manual.
Genet., 102, 971-979. New York , Cold Spring Harbor Lab. CSH

Murashige, T. & F. Skoog (1962). A revised Scott, K.D., E.M. Ablett, L.S. Lee & R.J. Henry
medium for rapid growth and bioassay with (2000). AFLP markers distinguishing an
tobacco tissue culture. Physiol. Plant., early mutant of Flame seedless grape.
15,473-497. Euphytica, 113 , 245-249.

Nei, M. (1987). Estimation of average Singh, R. & C.S. Cheah (1996). Flower: specific
heterozygosity and genetic distance from gene expression in oil palm revealed by
small number of individuals. Genet., 89,583- differential display. In Proc. 1996 Porim Int.
590. Palm Oil Congress, Kuala Lumpur, 23-28
September 1996.
Orozco-Castillo C., K.J. Chalmers, R. Waugh &
W. Powell (1994). Detection of genetic Toruan-Mathius, N. & T. Hutabarat (1997)
diversity and selective gene introgression in mikropopagasi kopi arabika (copffeea
coffee using RAPD markers. Theor. Appl. Arabica L.) melalui embryogenesis somatic
Genet., 87,934-940. dan analisis kestabilan genetiknya dengan
RAPD. Dalam Prosising Seminar
Peterson, A. H., C. L. Brubajer & J. F. Wenel Perhimpunan Bioteknologi Pertanian
(1993). A rapid method for extraction of Indonesia, Surabaya, 12-14 MAret 1997. p.
cotton (Gosypium spp.) genomic suitable for 105-110.
RFLP or PCR analysis. Plant Mol. Biol., 11
(2),122-127. Toruan-Mathius, N., S.I.I. Bangun & Maria-
Bintang (2002). Analisis abnormalitas
Phillips R. L., D. J. Plunkett & S.M. tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis
Kaeppler (1994). Do we understand Jacq.) hasil kultur jaringan dengan teknik
somaclonal variation? In H.J.J. Nijkamp et Random Amplified Polymorphic DNA
al. (Eds.) Progress in Plant Cellular and (RAPD). Menara Perkebunan, 69(2), 58-
Molecular Biology. Proc. 7th Int. Cong. 70.
Plant Tiss. Cell Cult., p.131 - 141.
Portis E. A. Acquadro, C. Comino & S. Lanteri Tregear, J., F. Morceillo, F. Richaud, A. Berger,
(2004). Analysis of DNA methylation during R. Singh, S.C. Cheah, C. Hartmann,
germination of pepper (Capsicum annum L.) A. Rival & Y. Duval (2002). Charac-
seeds using methylation-sensitive amplify- terization of a difensin gene expressed in oil
cation polymorphism (MSAP). Plant Sci., palm inflorescences: induction during tissue
16, 169 - 178. culture and possible association with
epigenetic somaclonal variations events.
Rein, T., D.A. Natale, M.L. Depamphilis & J. Expt. Bot., 53(373), 1387-1396.
H. Zorbas (1998). Identifying 5-methyl-

24
1
2

Toruan-Mathius et al.

Vandermark, G.J. (1999). Detection of Wolffe, A. P., P. L. Jones & P. A. Wade (1999).
polymorphism in fungi using the AFLP DNA methylation. In Proc. Natl. Acad. Sci.
technique and agarose gels. Focus, 21,26-30. USA 96,5894-5896.

Vos, P., R. Hogers, M. Bleeker, M. Reijans, Wong, G., S. P. Chong, C. C. Tan & A. C.Soh
T.van de Lee, M. Hornes, A. Frijters, J. Pot, (1999). Liquid suspension culture. A
J. Peleman, M. Kuiper & M. Zabeau potential technique for mass production of
(1995). AFLP: a new technique for DNA oil palm clones. Palm Oil Research Institute
fingerprinting. Nuc. Acids Res., 23, 4407 - of Malaysia. p. 3-10
4414.

26

You might also like