Professional Documents
Culture Documents
12
1
2
Toruan-Mathius et al.
13
1
2
masa non produktif lebih singkat dan klon. Oleh sebab itu perlu digunakan teknik
produktivitasnya lebih tinggi. Namun, yang lebih sensitif untuk meng-hasilkan
timbulnya masalah abnormalitas pada organ polimorfis antar genotip, salah satu di
reproduktif yang diketahui setelah tanaman antaranya adalah AFLP.
berbunga dan berbuah (2-3 tahun setelah AFLP merupakan kombinasi dari
tanam), merupakan kendala yang harus metode RAPD dengan RFLP yang dapat
diatasi. Timbulnya abnormalitas tersebut digunakan untuk menganalisis keragaman
diduga disebabkan penggunaan 2,4-D yang genetik melalui penggandaan fragmen DNA
tinggi untuk menginduksi pembentukan yang dihasilkan dari pemotongan enzim
kalus, dan dilakukannya sub kultur berulang restriksi dengan menggunakan primer
kali untuk mendapatkan embrio somatik spesifik (Vos et al., 1995; Maughn et al.,
dalam jumlah banyak. Abnormalitas 1996). AFLP banyak digunakan di antaranya
pembuahan pada tanaman kelapa sawit asal untuk mendeteksi sifat-sifat yang ber-
kultur jaringan dikenal dengan istilah hubungan erat dengan lokus suatu karakter
mantled, yaitu mesokarp tidak berkembang. tertentu, sidik jari DNA, keragaman genetik
Dapat juga terjadi bunga jantan steril (Vandenmark, 1999), penelusuran pola
(Corley et al., 1986). Abnormalitas terjadi segregasi (Singh & Cheah, 1996), penelu-
pada rata-rata 5-10 % dari populasi bibit asal suran hasil mutasi, menetapkan jarak genetik
kultur jaringan (Jaligot et al., 2000), dan dan mengidentifikasi keterpautan gen
bersifat epigenetik (Tregear et al., 2002). dengan resistensi penyakit (Scott et al.,
Marmey et al. (1991) menyatakan bahwa 2000). AFLP memiliki beberapa kelebihan
kalus remah yang disebut sebagai kalus dibandingkan dengan RAPD antara lain
sekunder menyebabkan terjadinya kalus dapat diperoleh jumlah karakter yang lebih
embrioid yang abnormal. Menurut Jones banyak karena jumlah pita DNA yang
(1991) abnormalitas yang terjadi pada klon dihasilkan lebih banyak, amplifikasi DNA
kelapa sawit hasil kultur jaringan disebabkan dapat bersifat spesifik dan lebih stabil (Vos
terhambatnya ekspresi gen yang mengatur et al., 1995). Cabrita et al. (2001)
pembungaan, sebagai akibat penambahan zat menyatakan bahwa nisbah multipleks yang
pengatur tumbuh tertentu ke dalam media. tinggi dari penanda AFLP membuat teknik
Untuk mengembangkan teknik kultur ini dapat digunakan untuk mengenali
jaringan sebagai alat perbanyakan klonal hubungan kekerabatan yang sangat dekat
kelapa sawit, diperlukan suatu teknik yang antar-genotip, perbedaan antar klon dalam
mampu mendeteksi abnormalitas secara dini satu kultivar, keragaman yang disebabkan
di antaranya pada tingkat molekuler atau terjadinya mutasi yang sangat sedikit, atau
DNA. Haris & Darussamin (1997) dan adanya perbedaan genetik yang sangat kecil.
Toruan-Mathius et al. (2001) melaporkan Tujuan penelitian ini adalah me-
bahwa RAPD mampu membedakan antar manfaatkan teknik AFLP untuk mendapat-
genotip normal, abnormal dan berbunga kan pita DNA pembeda antar genotip
jantan dalam klon yang sama, namun tidak normal, jantan mandul, dan buah abnormal
menemukan pita DNA pembeda abnor- dalam klon maupun antar klon kelapa sawit
malitas yang dapat digunakan untuk semua yang dihasilkan dari kultur jaringan.
14
1
2
Toruan-Mathius et al.
15
1
2
Tabel 1. Pasangan primer yang digunakan untuk menyeleksi primer AFLP untuk mendapatkan pita
polimorfis terbanyak.
Table 1. Selective primer pairs used in primer AFLP selection to find highly polymorphic bands.
16
1
2
Toruan-Mathius et al.
tabung Eppendorf dimasukkan 79 µL air dan 225 mL H20), larutan pewarnaan (0,1 g
destilasi berulang, 20 µL 10 x PCR bufer + perak nitrat, 150 µL 37% formaldehid dan
Mg dan 1 µL Taq polimerase (5 unit/µL) 100 mL ddH20). Tahapan pewarnaan
hingga volume total 100 µL, campuran ini selanjutnya adalah melepas gel dari cetakan,
diberi label mix 2. Untuk setiap reaksi ditempatkan dalam wadah plastik ukuran
amplifikasi selektif dilakukan dengan 20x20 cm, dan ditambahkan larutan fiksasi
menambahkan 5 µL DNA cetakan sekunder sambil digoyang perlahan selama 20 menit
hasil pre amplifikasi yang telah diencerkan, kemudian dicuci dengan air bebas ion.
5 µL mix dan 10 µL mix 2 sehingga total Untuk memunculkan pita-pita DNA, gel
volume 20 µL. Selanjutnya dilakukan reaksi direndam dalam larutan developer selama
amplifikasi menggunakan alat Thermolyne 20 menit dan difiksasi untuk mengawetkan
Amplitron I dengan kondisi menurut pewarnaan.
GibcoBRL-Life Technology. Hasil ampli-
fikasi kemudian difraksinasi pada gel Analisis data
poliakrilamida yang terdiri atas 30%
akrilamida : bis (29:1 vol/vol) sebanyak Analisis data dari hasil AFLP dilakukan
2,0 mL, 4,2 g urea, 4,3 mL: H20 bebas ion, menggunakan analisis gerombol dengan
0,5 mL 10 x bufer TE. Kemudian teknik berhierarki menggunakan program
ditambahkan 67 µL 10% larutan amonium Numerical Taxonomy and Multivariate
peroksodisulfat (APS) dan 6,7 µL TEMED Analysis System versi 2.10 (NTSYS) (Rohlf,
dan dicampur secara perlahan serta dituang 1993). Selanjutnya pengelompokan tersebut
dalam cetakan yang telah disiapkan. Gel ditampilkan dalam bentuk dendogram
didiamkan secara perlahan dan dituangkan (Franco et al., 1997). Ukuran derajat
ke dalam cetakan yang sudah disiapkan. Gel kemiripan genetik antar genotip berdasarkan
didiamkan selama satu jam agar terjadi koefisien kemiripan genetik atau jarak
polimerisasi. Kemudian dilakukan pre genetik dengan menggunakan metode
amplifikasi dengan mengatur suhu permuka- Unweight Pair Group Method Arithmatic
an gel pada 50o C. (UPGMA). Fragmen yang dihasilkan dari
Hasil pre amplifikasi selektif disiapkan analisis AFLP yang tampak sebagai pita
dengan mencampurkan setiap 5 µL contoh DNA diterjemahkan menjadi data biner
dengan 5 µL 2x formamide dye loading berdasarkan ada atau tidaknya pita yang
solutian (90% formamid; 10 mM EDTA pH dimiliki secara bersama oleh individu
8,0; 0,05% bromo fenol biru dan 0,05% tanaman yang dianalisis. Nilai satu (1)
silen sianol). Campuran tersebut disentri- diberikan untuk yang memiliki pita dan nilai
fugasi kemudian didenaturasi pada suhu nol (0) untuk yang tidak memiliki pita.
95oC selama tiga menit dan segera Estimasi kemiripan genetik diperoleh
dimasukkan dalam es. Untuk masing-masing berdasarkan jumlah pita yang dimiliki
sumur diisi dengan 10 µL contoh dan bersama. Pengelompokan data matriks dan
dielektroforesis. pembuatan dendogram dilakukan dengan
Pewarnaan gel poliakrilamida dengan metode UPGMA, fungsi Similarity
perak nitrat menggunakan metode Promega. Qualitative (SIMQUAL) pada program
Larutan fiksasi (25 mL asam asetat glasial NTSYS versi 2.1 (Rohlf, 1993). Tingkat
17
1
2
kepercayaan dari dendogram berdasarkan Tidak ditemukan pita pembeda yang spesifik
UPGMA ditentukan melalui analisis (bp yang sama) atau polimorfisme tunggal
bootstrap menggunakan program Winboot yang mampu membedakan antar genotip
dengan pengulangan sebanyak 200 kali. normal, abnormal, atau berbunga jantan
Data matriks kemiripan genetik dihitung dari steril yang dapat digunakan sebagai pem-
koefisien Dice (S) (Nei, 1987). Apabila beda secara universal.
jarak genetik antar genotip cukup dekat Matthes et al. (2001) menggunakan 10
dilihat dari koefisein kemiripan genetik yang kombinasi primer AFLP untuk meng-
tinggi, analisis dilanjutkan dengan analisis amplifikasi ortet dan beberapa tanaman hasil
komponen utama (KU) untuk mendapatkan kultur jaringan yang berbunga dan berbuah
nilai skor yang dapat digunakan melihat normal dan abnormal, menghasilkan 264
posisi relatif setiap genotip berdasarkan tiga pita DNA dan 95 pita DNA yang bersifat
komponen utama pertama yang memiliki polimorfik. Phillips et al. (1994) menge-
proporsi varians yang terbesar. mukakan bahwa tanaman yang beregenerasi
Untuk menentukan pita DNA yang dari kultur kalus yang relatif tidak ter-
paling berperan dalam pengelompokan klon- diferensiasi menyebabkan kemungkinan
klon kelapa sawit yang normal dan terjadinya perubahan genetik yang sangat
abnormal, matriks tersebut dianalisis lebih besar. Perubahan tersebut mencakup
lanjut berdasarkan Principal Component perubahan dalam pengaturan kromosom dan
yang diturunkan dari matriks varians- mutasi gen tunggal umumnya yang resesif,
kovarians. metilasi DNA, dan fenomena mutasi titik
yang berulang yang biasanya disebut sebagai
Hasil dan Pembahasan kesalahan pengaturan yang mempengaruhi
premitiotik. Dilaporkan juga bahwa berbagai
Seleksi primer tipe mutasi yang berhubungan dengan kultur
jaringan merupakan faktor yang berperan
Dari 20 primer AFLP yang diuji, 10 dalam berbagai perubahan fenotipik.
primer mampu memberikan pita DNA yang Perubahan tersebut mencakup aberasi
bersifat polimorfik dengan jumlah pita kromosom yang disebabkan oleh patahnya
berkisar dari 16 sampai 33. Total pita yang ikatan kromosom, pertukaran basa tunggal,
dihasilkan adalah 264, dan 49 di antaranya perubahan dalam jumlah kopi urutan basa
adalah pita DNA yang polimorfik. Hasil yang berurutan, dan perubahan dalam pola
yang diperoleh menunjukkan bahwa delapan metilasi DNA. Perubahan-perubahan ter-
primer selektif AFLP dapat membedakan sebut disebabkan antara lain oleh ling-
genotip jantan, normal, dan abnormal untuk kungan kultur seperti medium tumbuh atau
klon-klon tertentu, yaitu EcoRI ACT/MseI + eksplan yang digunakan yang dapat meng-
CAA, EcoRI AAG/MseI + CAG, EcoRI akibatkan berbagai perubahan genomik
AGG/MseI + CAA, EcoRI AGG/MseI + dalam proses selular yang akan menyebab-
CTA, EcoRI AGC/MseI + CAG, EcoRI kan abnormalitas.
ACG/MseI + CAT (Tabel 2). Tampak bahwa Untuk menginduksi pembentukan dan
pasangan basa pita-pita DNA pembeda perbanyakan kalus, eksplan daun muda
sangat ragam untuk masing-masing primer. tanaman kelapa sawit dikulturkan dalam
18
1
2
Toruan-Mathius et al.
Tabel 2. Pasangan primer yang mampu menghasilkan pita-pita DNA pembeda antar genotip
jantan steril, normal, dan abnormal pada klon-klon yang diamati.
Table 2. Selective primer pairs that have the ability to produce DNA bands to differentiate amongs
male sterile, normal, and abnormal genotypes clones were tested.
medium Murashige & Skoog (1962) dengan genotip dalam satu klon maupun antar klon
penambahan 2,4-D dengan konsentrasi yang cukup tinggi, yaitu antara 0,92-0,99 yang
cukup tinggi (80-100 mg/L) (Wong et al., berarti 92-99% karakter genetiknya adalah
1999). Karp (1995) melaporkan bahwa sama (Tabel 3). Tingginya tingkat kemiripan
variasi somaklonal juga dipengaruhi jenis genetik menunjukkan bahwa perubahan pita
dan konsentrasi zat pengatur tumbuh yang DNA antar genotip dalam satu klon dan
ditambahkan ke dalam medium. Auksin antar klon yang berbeda sangat sedikit yaitu
sintetik 2,4-D merupakan zat pengatur tum- 1-8%. Dapat disimpulkan bahwa perubahan
buh yang mampu meningkatkan frekuensi DNA yang sangat tidak nyata mampu
terjadinya mutasi dalam sel. Corley et al. menyebabkan perubahan fenotipik yang
(1986) melaporkan bahwa penampakan cukup besar, khususnya dalam organ
deformasi pertumbuhan vegetatif dan reproduktif tanaman kelapa sawit.
keragaman dalam rangkaian bunga klon-
klon kelapa sawit yang diperbanyak Analisis pengelompokan UPGMA
melalui kultur jaringan adalah akibat
penambahan 2,4-D dalam medium induksi
kalus. Hasil pengelompokan berdasarkan
UPGMA menunjukkan bahwa seluruh
Analisis kemiripan genetik berdasarkan genotip yang diuji mengelompok menjadi
DNA-AFLP dua pada tingkat kemiripan genetik 95%.
Kelompok I terbagi atas sub kelompok
Hasil yang diperoleh menunjukkan genotip abnormal dari klon MK152 jantan
bahwa tingkat kemiripan genetik antara steril, M152 abnormal serta sub sub
19
1
2
Tabel 2. Matriks kemiripan genetik berdasarkan pola pita DNA hasil amplifikasi dari 10 pasang primer
selektif AFLP.
Table 2. Matrix of genetic similarity based on DNA bands pattern from the amplification of 10 selective
AFLP primer pairs .
kelompok MK 209 (jantan steril dan gen dari perubahan tersebut memberikan
abnormalpada 97,4% kemiripan genetik. implikasi yang cukup besar pada perubahan
Kelompok II, terbagi atas sub kelompok fenotipiknya.
MK152 normal dan MK209 normal, serta Harding (1994) menemukan dalam
MK212 normal. Sub kelompok lainnya kultur jaringan kentang dengan penambahan
adalah MK212 abnormal. Kelompok II zat pengatur tumbuh yang bersifat retardan
terpisah menjadi dua sub kelompok pada dapat menyebabkan terjadinya perubahan
tingkat kemiripan 96% yaitu MK152, morfologi pada planlet hasil perbanyakan
MK209, dan MK212 normal serta MK212 dengan kultur jaringan. Hal tersebut erat
abnormal. Tampak bahwa klon MK152 kaitannya dengan perubahan pada ekspresi
normal dan MK209 normal mempunyai gen. Mathes et al. (2001) dengan teknik
tingkat kemiripan genetik 99% (Gambar 2). AFLP standar dan AFLP menggunakan
Hasil pengelompokan berdasarkan enzim yang sensitif terhadap metilasi
komponen utama satu (KU-1), dengan kom- menunjukkan bahwa dengan AFLP standar
ponen utama dua (KU-2) dan komponen tidak diperoleh polimorfis, sedangkan
utama tiga (KU-3) menunjukkan terjadinya dengan AFLP enzim sensitif metilasi
pengelompokan klon kelapa sawit yang diperoleh polimorfis antar ramet yang
berbuah normal (Gambar 3). Tampak menunjukkan terjadinya reduksi metilasi
bahwa pengelompokan yang diperoleh dari DNA selama dalam proses kultur. Variasi
analisis komponen utama mendukung somaklonal yang terjadi pada bibit klonal
pengelompokan berdasarkan UPGMA. kelapa sawit diduga berhubungan erat
Secara keseluruhan dari data yang diperoleh dengan perubahan pola metilasi DNA
menunjukkan bahwa perbedaan pita DNA selama dalam kultur (Phillips et al., 1994;
antar genotipe dalam satu klon maupun Jaligot et al., 2000).
antar klon, sangat rendah. Namun ekspresi
20
1
2
Toruan-Mathius et al.
MK152J
32,8
MK152A
37,0
57,5 MK209J
MK209A
62,2
MK152N
86,3
MK209N
48,3
MK212N
42,0 MK212J
MK212A
Gambar 2. Dendogram UPGMA berdasarkan pita DNA-AFLP dari klon MK 152, MK 209, dan MK212.
Figure 2. Dendogram UPGMA based on DNA- AFLP bands from MK 152, MK209, and MK 212 clones.
(i) (ii)
MK209J
0,52 -
MK209Ab 0,29
MK209N
MK152Ab MK152J MK209N
0,35 - 0,13
MK209J MK212J
KU-2 (PC- MK152N
-0,02 MK152N
2)
0,19 - MK209Ab
MK212N
MK212N -0,01
KU3
0,03 - MK212Ab -0,18
KU2
MK152Ab
MK152J -0,14 MK212Ab
-0,14 - MK212J -0,34
Toruan-Mathius et al.
two types of calli of the same clones of oil cytosine and related modifycations in DNA
palm (Elaeis guineensis Jacq.). C.R. Acad. genomes. Nuc. Acids Res., 26, 2255-2264.
Sci. Paris, 313, 333-338.
Rohlf, F.J. (1993). NTSYS-pc. Numerical
Matthes M., R.Singh, S.C. Cheah & A. Karp Taxonomy and Multivariate Analysis System
(2001). Variation in oil palm (Elaeis Version 2.10. New York.
guineensis Jacq.) tissue culture-derived
regenerants revealed by AFLPs with Sambrook, J., E.F. Fritsch & T. Maniatis (1998).
methylation-sensitive enzymes. Theor. Appl. Molecular Cloning. a Laboratory Manual.
Genet., 102, 971-979. New York , Cold Spring Harbor Lab. CSH
Murashige, T. & F. Skoog (1962). A revised Scott, K.D., E.M. Ablett, L.S. Lee & R.J. Henry
medium for rapid growth and bioassay with (2000). AFLP markers distinguishing an
tobacco tissue culture. Physiol. Plant., early mutant of Flame seedless grape.
15,473-497. Euphytica, 113 , 245-249.
Nei, M. (1987). Estimation of average Singh, R. & C.S. Cheah (1996). Flower: specific
heterozygosity and genetic distance from gene expression in oil palm revealed by
small number of individuals. Genet., 89,583- differential display. In Proc. 1996 Porim Int.
590. Palm Oil Congress, Kuala Lumpur, 23-28
September 1996.
Orozco-Castillo C., K.J. Chalmers, R. Waugh &
W. Powell (1994). Detection of genetic Toruan-Mathius, N. & T. Hutabarat (1997)
diversity and selective gene introgression in mikropopagasi kopi arabika (copffeea
coffee using RAPD markers. Theor. Appl. Arabica L.) melalui embryogenesis somatic
Genet., 87,934-940. dan analisis kestabilan genetiknya dengan
RAPD. Dalam Prosising Seminar
Peterson, A. H., C. L. Brubajer & J. F. Wenel Perhimpunan Bioteknologi Pertanian
(1993). A rapid method for extraction of Indonesia, Surabaya, 12-14 MAret 1997. p.
cotton (Gosypium spp.) genomic suitable for 105-110.
RFLP or PCR analysis. Plant Mol. Biol., 11
(2),122-127. Toruan-Mathius, N., S.I.I. Bangun & Maria-
Bintang (2002). Analisis abnormalitas
Phillips R. L., D. J. Plunkett & S.M. tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis
Kaeppler (1994). Do we understand Jacq.) hasil kultur jaringan dengan teknik
somaclonal variation? In H.J.J. Nijkamp et Random Amplified Polymorphic DNA
al. (Eds.) Progress in Plant Cellular and (RAPD). Menara Perkebunan, 69(2), 58-
Molecular Biology. Proc. 7th Int. Cong. 70.
Plant Tiss. Cell Cult., p.131 - 141.
Portis E. A. Acquadro, C. Comino & S. Lanteri Tregear, J., F. Morceillo, F. Richaud, A. Berger,
(2004). Analysis of DNA methylation during R. Singh, S.C. Cheah, C. Hartmann,
germination of pepper (Capsicum annum L.) A. Rival & Y. Duval (2002). Charac-
seeds using methylation-sensitive amplify- terization of a difensin gene expressed in oil
cation polymorphism (MSAP). Plant Sci., palm inflorescences: induction during tissue
16, 169 - 178. culture and possible association with
epigenetic somaclonal variations events.
Rein, T., D.A. Natale, M.L. Depamphilis & J. Expt. Bot., 53(373), 1387-1396.
H. Zorbas (1998). Identifying 5-methyl-
24
1
2
Toruan-Mathius et al.
Vandermark, G.J. (1999). Detection of Wolffe, A. P., P. L. Jones & P. A. Wade (1999).
polymorphism in fungi using the AFLP DNA methylation. In Proc. Natl. Acad. Sci.
technique and agarose gels. Focus, 21,26-30. USA 96,5894-5896.
Vos, P., R. Hogers, M. Bleeker, M. Reijans, Wong, G., S. P. Chong, C. C. Tan & A. C.Soh
T.van de Lee, M. Hornes, A. Frijters, J. Pot, (1999). Liquid suspension culture. A
J. Peleman, M. Kuiper & M. Zabeau potential technique for mass production of
(1995). AFLP: a new technique for DNA oil palm clones. Palm Oil Research Institute
fingerprinting. Nuc. Acids Res., 23, 4407 - of Malaysia. p. 3-10
4414.
26