You are on page 1of 188

ABSTRACT

The Indeginous tribe is a minority tribe in Jambi. They have animism and
dynamism beliefs that are hereditary in herited. In its development the
Indeginous tribe, they have left their and cestors‟ beliefs and preferred to
embrace Islam. The process of trasfering faith is obtained at the instigation of
the preacher.
The first question in this research is, how are the da‟wah strategies by
applying the principles of Islamic Communication, tablîgh, taghyîr, takwîn al-
ummah/amar makruf nahi munkar, dan khairiyah al-ummah/akhlâq as an effort
to spread the religion of Islam in the Indeginous tribe?. While the second
question is, what are the obstacles of da‟wah faced by preachers in spreding
Islam in the Indeginous tribe?
The main theory used in this research is the theory of Islamic
communication by Andi Faisal Bakti (2010) and Edi Amin (2017). The theory
says that da‟wah is done by four stages, namely tablîgh, taghyîr, takwîn al-
ummah/amar makruf nahi munkar, dan khairiyah al-ummah/akhlâq. While the
supporting theory used is attribution theory by Fretz Heider (1958) to know the
obstacles of da‟wah, namely ecological, psychological, and semantic.
The results of this research indicate that da‟wah done in the Indeginous
tribe were in accordance with the stages of the islamic communication theory.
Da‟wah was done with a long proccess so that it changed. The changes
occurred at the encouragement of culture and religions. The changes contineles
to achieve physical and non-physical development, the peak of the Indeginous
tribe formed the communities which religions values were well guided in
da‟wah, there were several obstacles, both internally and externally. Internal
obstacles were influenced by semantic factor, while external obstacles were
influenced by ecological and psychological faktors.
The colclusion is the proccess of da‟wah in the Indeginous tribe were in
accordance with the stages of the islamic communication theory. There was a
change both physically and non-physically in the Indeginous tribe into a
positive and constructive directions. The external obstacles were more
dominant such as environmental ecological than psychological and semantic.

Keywords: Da’wah, Indeginous tribe, Islamic Communication (da’wah)


ABSTRAK
Suku Anak Dalam merupakan suku minoritas yang ada di Jambi. Mereka
memiliki kepercayaan animisme dan dinamisme yang turun menurun
diwariskan oleh nenek moyang. Dalam perkembangan Suku Anak Dalam
sudah mulai meninggalkan kepercayaan nenek moyang dan lebih memilih
memeluk agama Islam. Proses perpindahan keyakinan di peroleh atas dorongan
dari pendakwah.
Pertanyaan pertama dalam penelitian ini, yaitu bagaimana metode
dakwah dengan menerapkan prinsip komunikasi Islam (Dakwah), tablîgh,
taghyîr, takwîn al-ummah/amar makruf nahi munkar, dan khairiyah al-
ummah/akhlâq sebagai upaya menyebarkan agama Islam di Suku Anak
Dalam?. Sedangkan pertanyaan kedua Apa hambatan-hambatan dakwah yang
dihadapi pendakwah dalam menyebarkan agama Islam di Suku Anak Dalam?
Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori Komunikasi Islam
oleh Andi Faisal Bakti (2010) dan Edi Amin (2017). Teori ini mengatakan
bahwa dakwah dilakukan dalam empat tahapan, yaitu tablîgh, taghyîr, takwîn
al-ummah/amar makruf nahi munkar, dan khairiyah al-ummah/akhlâq.
sedangkan teori pendukung mengunakan teori atribusi Fretz Heider (1958),
untuk mengetahui hambatan-hambatan dakwah, yaitu: hambatan ekologi,
hambatan psikologi dan hambatan semantik.
Penelitian ini menunjukan bahwa dakwah yang dilakukan di Suku Anak
Dalam sudah sesuai dengan tahapan teori komunikasi Islam. Dakwah yang
dilakukan dengan proses yang sangat panjang sehingga mengalami perubahan.
Perubahan terjadi atas dorongan budaya dan agama. Perubahan berlanjut
hingga mencapai pembangunan secara fisik dan nonfisik puncaknya Suku
Anak Dalam membentuk komunitas yang mana nilai-nilai agama dipedomani
dengan baik. Dalam melakukan dakwah terjadi beberapa hambatan, baik secara
internal dan ekternal. Hambatan internal dipengaruhi faktor semantik,
sedangkan hambatan eksternal di pengaruhi faktor ekologi dan psikologi.
Kesimpulannya, proses dakwah yang dilakukan pada Suku Anak Dalam
telah berjalan sesuai dengan tahapan teori komunikasi Islam. Terjadi perubahan
baik fisik maupun non fisik pada Suku Anak Dalam ke arah yang positif dan
konstruktif. Hambatan ekternal lebih dominan seperti hambatan ekologi
lingkungan dibandingkan hambatan psikologi dan hambatan semantik.

Kata Kunci : Dakwah, Suku Anak Dalam, Komunikasi Islam (Dakwah).

i
KATA PENGANTAR
Alhamdulillaahi robbil „aalamiin.
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat beserta
nikmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian
dan penulisan tesis yang berjudul “Metode Dakwah Pada Suku
Anak Dalam (SAD) Jambi”. Salawat serta salam semoga selalu
tercurah kepada Nabi Muhammad SAW.
Penyusunan tesis ini bertujuan untuk memenuhi salah satu
syarat guna memperoleh gelar Magister Sosial (M.Sos) pada
Program Studi Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI) Fakultas
Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi (FIDKOM) Universitas
Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Dalam proses
penelitian dan menyusunan tesis ini, penulis mendapat bantuan
dari berbagai pihak. Karenanya penulis ingin mengucapkan
terima kasih, kepada:
1. Prof. Dr. Amany Lubis, MA., Rektor UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. Suparto, S.Ag. M.Ed., Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan
Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3. Dr. Tantan Hermansah, M.Si, Kepala Program Studi
Magister KPI sekaligus penguji dan pembimbing
menyempurnakan tesis ini.
4. Kiky Rizky, M.Si, Sekretaris Program Studi Magister KPI.
5. Dr. Edi Amin. MA, dosen pembimbing, yang tidak pernah
letih membimbing penulis.
6. Dr. Syamsul Yakin, MA, selaku penguji dan sekaligus
pembimbing penyempurnaan tesis.

ii
7. Kedua orang tua penulis tercinta dan tersayang Maimunah
dan Ahmad Saliman, yang selalu mendo‟akan, membimbing
dan mendukung penulis.
8. Kepada istri tercinta Siti Nurmala, S.Hum, yang selalu
mendo‟akan dan menjadi motivasi penulis.
9. Ketiga kakak penulis Achmad Hairuddin, Umi Kalsum dan
Hidayah Astuti. Ketiga iparku Susi Hartini, Anwar dan
Sucipto. Serta ketujuh ponakanku, yang selalu memberikan
semangat kepada penulis.
10. Seluruh dosen di Prodi Magister KPI yang telah mengajar,
membimbing, dan memberikan ilmunya dengan penuh
keikhlasan kepada penulis selama masa perkuliahan.
11. Staf dan karyawan di Perpustakaan Pusat UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta dan Perpustakaan FIDKOM yang telah
membantu penulis dalam peminjaman referensi.
12. Teman-teman magister angkatan 2017: Anton, Eka, Marini,
Novia, Wahab, Iim, Fahmi, Reda, Desi dan Fitri, semoga
silaturahmi kita tetap terjaga dimanapun kita berada nanti.
13. Semua pihak yang telah membantu dalam penelitian tesis ini.
Akhirnya, terima kasih atas semua dukungannya yang tak
dapat disebutkan satu per satu. Mohon maaf apabila ada
kekeliruan dalam penyusunan tesis ini, dan penulis berharap
semoga tesis ini tidak hanya bermanfaat untuk penulis, tetapi
untuk berbagai pihak, aamiin ya rabbal‟alamiin.
Jakarta, 10 Desember 2019
Penulis,

M. Hambali

iii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
PENGESAHAN
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN
PERNYATAAN KEASLIAN
PERNYATAAN BEBAS PALGIASI
ABSTRCT
ABSTRAK ...................................................................................... .i
KATA PENGANTAR .................................................................... ii
DAFTAR ISI ................................................................................... iv
TRANSLITERASI ......................................................................... vii
DAFTAR TABEL .......................................................................... viii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................... ix
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .................................................. 1
B. Batasan Masalah .............................................................. 9
C. Rumusan Masalah............................................................ 10
D. Thesis Statement .............................................................. 10
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian ........................................ 11
F. Tinjauan Kajian Terdahulu .............................................. 12
G. Metodologi Penelitian ..................................................... 15
1. Paradima Penelitian ..................................................... 15
2. Metode Penelitian ........................................................ 16
3. Konsep Penelitian ........................................................ 17
4. Prosedur Pengambilan Data ........................................ 19
5. Teknik Analisis Data ................................................... 22

iv
6. Kredibilitas Data .......................................................... 25
H. Sistematika Penulisan ...................................................... 25
BAB II TEORI DAN KERANGKA BERFIKIR
A. Landasan Teori ............................................................... 27
1. Teori Komunikasi Islam (Dakwah) .......................... 27
a. Tablîgh (Informasi) ............................................... 30
b. Taghyîr (Change) ................................................. 32
c. Takwîn al-Ummah (Development) ........................ 34
d. Khairiyah al-Ummah (Ethics) .............................. 36
2. Teori Atribusi ........................................................... 37
3. Hambatan-Hambatan Komunikasi ........................... 40
a. Hambatan Ekologis ............................................... 43
b. Hambatan Psikologis ............................................ 43
c. Hambatan Semantik .............................................. 44
B. Kerangka Berfikir ........................................................... 45
1. Strategi Komunikasi ................................................. 45
2. Antrapologi Dakwah ................................................ 52
BAB III GAMBARAN UMUM SUKU ANAK DALAM
A. Historis Asal Usul Suku Anak Dalam ........................... 57
B. Wilayah dan Sebaran Suku Anak Dalam ....................... 61
C. Pembangunan Sosial Ekonomi Suku Anak Dalam......... 67
BAB IV DATA DAN TEMUAN PENELITIAN
A. Data Penelitian Suku Anak Dalam ................................. 85
B. Dakwah di Suku Anak Dalam.. ...................................... 91
1. Proses Tablîgh di Suku Anak Dalam .......................... 91
2. Proses Taghyîr di Suku Anak Dalam .......................... 97
3. Proses Takwîn al-Ummah di Suku Anak Dalam ......... 102

v
4. Proses Khairiyah al-Ummah di Suku Anak Dalam ..... 118
C. Hambatan-Hambatan Dakwah di Suku Anak Dalam ..... 111
1. Hambatan Ekologis/Fisik dalam Proses Dakwah ........ 112
2. Hambatan Psikologis dalam Proses Dakwah .............. 114
3. Hambatan Semantik dalam Proses Dakwah ................ 116
BAB V PEMBAHASAN
A. Analisis Metode Dakwah di Suku Anak Dalam ............... 119
B. Analisis Hambatan Dakwah di Suku Anak Dalam ........... 140
BAB VI PENUTUP
A. Kesimpulan ....................................................................... 148
B. Implikasi............................................................................ 150
DAFTAR PUSTAKA .................................................................... 152
LAMPIRAN-LAMPIRAN

vi
PEDOMAN TRANSLITERASI

Huruf Huruf Keterangan


Arab Latin
‫ا‬ Tidak dilambangkan
‫ب‬ b Be
‫ت‬ t Te
‫ث‬ ts te dan es
‫ج‬ j Je
‫ح‬ h h dengan garis bawah
‫خ‬ kh ka dan ha
‫د‬ d De
‫ذ‬ dz de dan zet
‫ر‬ r Er
‫ز‬ z Zet
‫س‬ s Es
‫ش‬ sy es dan ye
‫ص‬ s es dengan garis di bawah
‫ض‬ d de dengan garis di bawah
‫ط‬ t te dengan garis di bawah
‫ظ‬ Z zet dengan garis di bawah
‫ع‬ „ koma terbalik di atas hidup
‫غ‬ gh ge dan ha
‫ف‬ f Ef
‫ق‬ q Ki
‫ك‬ k Ka
‫ل‬ l El
‫م‬ m Em
‫ن‬ n En
‫و‬ w We
‫ه‬ h Ha
‫ء‬ ‫׳‬ Apostrof
‫ي‬ y Ye

vii
DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Bagan Konseptual ................................................................. 18


Tabel 3.1 Wilayah dan Persebaran Suku Anak Dalam ..................... 65
Tabel 3.2 Suku Anak Dalam Kategori Melangun .............................. 71
Tabel 3.3 Suku Anak Dalam Kategori Menetap
Sementara ................................................................................................ 72
Tabel 3.4 Suku Anak Dalam Kategori Menetap ................................ 73
Tabel 4.1 Persebaran Suku Anak Dalam di Muaro Jambi ................ 86

viii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 Peta Wilayah Persebaran Suku Anak Dalam ................ ..67
Gambar 4.1 Pemukiman Suku Anak Dalam ....................................... ..87
Gambar 4.2 Proses pembaiatan Suku Anak Dalam ........................... ..97
Gambar 4.3 Perempuan Suku Anak Dalam Mengenakan Jilbab ..... 101
Gambar 4.4 Pembinaan Dakwah di Majelis Taklim .......................... 107
Gambar 4.5 Balai Pertemuan di Perkampungan Suku Anak
Dalam ....................................................................................................... 115

ix
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Di Sumatera terdapat sejumlah suku-suku besar yang
mempunyai ciri khas tradisional. Suku yang terkenal antara lain
Aceh, Batak, Minangkabau, dan Melayu. Selain itu terdapat pula
beberapa suku minoritas yang mendiami beberapa daerah di
Sumatera, terutama di daerah hutan luas, sungai-sungai besar,
rawa-rawa, maupun di pulau-pulau lepas pantai. Salah satu suku
minoritas tersebut adalah Suku Anak Dalam.1 Suku Anak Dalam
adalah salah satu suku bangsa minoritas yang hidup di Provinsi
Jambi dan Sumatera Selatan. Sejak ratusan tahun yang lalu,
daerah Jambi telah dihuni oleh Suku Kerinci, Suku Melayu dan
Suku Anak Dalam.2
Suku Anak Dalam adalah salah satu suku tertua yang
ada di Provinsi Jambi karena mereka telah menetap sejak zaman
nenek moyang ratusan tahun yang lalu.3 Mereka mendiami
tempat-tempat pemukiman yang masih terisolir dan sulit
dijangkau. Secara umum, Suku Anak Dalam hidup dengan
budaya berburu dan meramu, mereka sangat terampil berburu
dengan menggunakan alat tradisional seperti tombak, kujur, dan

1
Robert Aritonang, Pengetahuan Lokal Orang Rimba dan
Implikasinya Pada Strategi Berburu dan Meramu (Jakarta: Kementrian
Lingkungan Hidup, 2004), 122.
2
Fachruddin Saudagar, Masyarakat Kubu di Jambi”, lihat Suwardi,
Profil Masyarakat Hukum Adat Tradisional di Nusantara dari Aceh sampai
Papua (Pekanbaru: Alaf, 2011), 97.
3
Budhi Vrihaspathi Jauhari & Arislan Said, Jejak Peradaban Suku
Anak Dalam (Bangko: Lembaga Swadaya Masyarakat kelompok Peduli Suku
Anak Dalam, 2012), 16.

1
2

anak panah. Sejak ratusan tahun suku primitif ini disebut Suku
Kubu, yang belakangan lebih dikenal dengan Suku Anak Dalam.4
Kehidupan Suku Anak Dalam yang demikian maka
pemerintah menerapkan Program Trans Sosial bagi Suku Anak
Dalam yang bertujuan agar kehidupan mereka lebih baik daripada
yang dulu. Suku Anak Dalam memandang hutan sebagai tempat
tinggal mereka. Mereka mempunyai persepsi bahwa hutan adalah
milik bersama, sehingga siapapun boleh memanfaatkannya. Suku
Anak Dalam tidak ingin hutan musnah karena hutan itu sendiri
adalah rumah mereka.
Dulu, Suku Anak Dalam takut untuk bertemu dengan
Masyarakat Terang. Mereka beranggapan bahwa Masyarakat
Terang itu pemakan manusia, sehingga mereka tidak mau
bertemu dengan Masyarakat Terang. Saat Suku Anak Dalam
keluar dari hutan, mereka membuka hutan dan menjadikan lahan
untuk mereka. Suku Anak Dalam tinggal di sekitar lahan mereka
tersebut dengan mendirikan sudung5 untuk menjadi rumah
mereka. Apabila ada keluarga mereka yang meninggal, atau
wilayahnya sudah sulit dengan binatang buruan pasti mereka
berpindah tempat. Budaya ini disebut dengan budaya melangun,
begitulah kehidupan mereka seterusnya. Komunitas Suku Anak
Dalam ini pada umumnya masih memegang teguh adat dan

4
Budhi Vrihaspathi Jauhari dan Arislan Said, Jejak Peradaban Suku
Anak Dalam, 17.
5
Sudung sebutan rumah pangung Suku Anak Dalam.
3

budayanya sendiri, serta cenderung tertutup, dalam artian kurang


bisa menerima budaya yang berasal dari luar kelompoknya.6
Dalam hal sistem kepercayaan, Suku Anak Dalam
mempercayai bahwa bukit adalah tempat para dewa, setan dan jin
berada. Kepercayan mereka terhadap dewa dengan istilah dewo-
dewo atau kepercayaan tentang suatu kekuatan di luar mereka
atau animisme dan dinamisme, yaitu percaya terhadap roh
sebagai suatu kekuatan gaib. Bagi mereka dewa bisa
mendatangkan kebajikan dan bisa mendatangkan petaka jika
tidak menjalankan aturan sesuai dengan adat istiadat. Ini
tercermin dalam seloka mantera mereka yang memiliki “Sumpah
Dewo Tunggal” yang sangat mempengaruhi kehidupan mereka,
yaitu kepercayaan terhadap makhluk dan kekuatan supernatural
yang menaruh perhatian pada kehidupan manusia, dan sebagai
tempat mereka bermohon.7
Dengan masuknya pengaruh luar dan adanya interaksi
sosial dengan masyarakat pendatang serta semakin massif
terutama sejak program transmigrasi yang dijalankan pemerintah
di awal tahun 1980-an, mempunyai pengaruh dalam proses difusi
kebudayaan terutama kehadiran industri perkebunan telah
menghapuskan pranata sosial komunitas Suku Anak Dalam

6
Koespramoedyo, “Kajian Perbandingan Program Pemberdayaan
Komunitas Adat Terpencil dan Program Pengembangan Wilayah Terpadu
(Jakarta: Direktorat Pengembangan Kawasan Khusus dan Tertinggal
BAPPENAS, 2004).
7
Muntholib Soetomo, “Orang Rimbo: Kajian Struktural-Fungsional
Masyarakat Terasing di Makekal Propinsi Jambi”. (Disertasi Doktoral,
Universitas Padjajaran, Bandung, 1995), 261.
4

tersebut ke arah kemunduran dan marjinalisasi.8 Agama


tampaknya memang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan
manusia, begitu pun pada kehidupan Suku Anak Dalam.
Pengingkaran masyarakat Suku Anak Dalam terhadap
kepercayaannya disebabkan oleh lingkungan sekitar tempat
tinggal mereka serta kebutuhan-kebutuhan dalam diri yang
mendorong mereka untuk menganut agama.9
Namun sekarang seiring berjalannya waktu sudah ada
diantara mereka menganut agama tertentu seperti Islam atau
Kristen. Demikian juga mengenal agama yang wajib mereka
patuhi selain animisme, yaitu agama nenek moyang mereka,
dengan perkembangan zaman yang kian canggih keberadaan
Suku Anak Dalam menarik simpati dunia untuk mengetahui
keberadaannya, mengetahui adat serta kebudayaan mereka,
pendidikan mereka, cara mereka memperlakukan keluarga serta
lain sebagainya. Sehingga memancing para da‟i untuk berdakwah
kepada Suku Anak Dalam dan mengenalkannya dengan ajaran
Islam, begitu juga dengan para missioanaris masuk kesuku Anak
Dalam dan mengenalkannya dengan ajaran Kristen.
Sangat menarik, mengapa? sekelompok Suku Anak Dalam
yang hidup terasing dan berdampingan dengan hutan sebagiannya
sudah memilih agama sebagai bagian yang terpenting dalam
kehidupan mereka, yang secara tidak langsung mampu mengikat

8
Rian Hidayat, “Perubahan Sosial Komunitas Suku Anak Dalam Batin
Sembilan di Batin Bahar, Kabupaten Batanghari dan Muaro Jambi”,
(Proceeding The First International Conference on Jambi Studies (ICJS 1) ,
2013), 480.
9
Jalaluddin, Psikologi Agama (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2011), 165.
5

mereka dengan ikatan syariah agama dan tuntunan yang tertulis


didalam kitab. Esensi Tuhan bagi suku anak dalam ialah sebagai
pencipta alam seisinya. Untuk mengenal esensi tuhan yang
sebenarnya dan sebagai pengetahuan kepada Suku Anak Dalam
perlu adanya metode dakwah.
Metode diartikan sebagai cara atau prosedur yang harus di
tempuh dalam melaksanakan sesuatu untuk mencapai tujuan.10
Metode juga digunakan untuk melaksanakan strategi, dalam
penerapan metode, dibutuhkan beberapa teknik.11 Sedangkan arti
dakwah menurut Bakhial Khauli yang di kutip oleh Munir,
dakwah adalah satu proses menghidupkan peraturan-peratuuran
Islam dengan maksud memindahkan umat dari satu keadaan
kepada keadaan lain.12
Dakwah juga didefinisikan oleh Sayyid Qutb yang dikutip
oleh Wahyu Ilahi, memberi batasan dengan “mengajak” atau
“menyeru” kepada orang lain masuk ke dalam sabil Allah SWT,
buka untuk mengikuti da‟i atau kelompok orang.13 Dakwah
merupakan proses penyampaian nilai-nilai Islam yang
menghendaki terjadinya perubahan pada diri individu, kelompok
atau masyarakat yang menjadi sasaran dakwah. Hal ini berdasar
pada definisi dakwah sebagai suatu usaha memindahkan umat
dari satu situasi ke situasi yang lainnya, yakni dari situasi negatif
ke situasi positif, dari kekufuran menjadi beriman dan dari

10
Abdullah, Ilmu Dakwah Kajian Ontologi, Epistimologi, Aksiologi dan
Aplikasi Dakwah (Depok: Rajawali Pers, 2018), 44.
11
Moh.Ali Aziz, Ilmu Dakwah (Jakarta: Kencana, 2004), 357.
12
M. Munir, Metode Dakwah (Jakarta: Prenadamedia Grup, 2014), 7.
13
Wahyu Ilahi, Komunikasi Dakwah (Bandung: Remaja Rosdakarya,
2010), 14.
6

kemaksiatan kepada ketaatan kepada hukum Tuhan untuk


mencapai keridhaan Allah swt.14
Metode dakwah menurut Bayanuni yang di kutip Ali Azis,
yaitu cara-cara yang di tempuh oleh pendakwah dalam
berdakwah atau cara menerapkan strategi dakwah.15 Metode
dakwah adalah cara-cara tertentu yang dilakukan oleh seorang
da‟i (komunikator) kepada mad‟u untuk mencapai suatu tujuan
atas dasar hikmah dan kasih sayang. Hal ini mengandung arti
bahwa pendekatan dakwah harus bertumpu pada suatu pandangan
human oriented menempatkan penghargaan yang mulia atas diri
manusia.16
Manusia sebagai mitra dakwah selalu di pandang sama baik
sebagai muslim maupun non muslim. Masing-masing memiliki
hak untuk menerima dakwah. Islam tidak membedakan manusia
dari etnis (kesukuan), bahasa, warna kulit, dan aspek lahiriah
lainnya. Dakwah berusaha menyebarkan dan meratakan rahmat
Allah SWT. Bagi seluruh penghuni alam raya, tanpa kecuali.
Dalam Islam, manusia di ukur kemuliaan dari sudut pandang
iman. Iman setiap orang dapat berubah, bisa bertambah dan bisa
juga berkurang.17 Iman perlu di perkuat dengan selalu
menerapkan nilai-nilai Islam dalam kehidupan sehari-hari.
Misi Islam sebagai rahmat bagi semesta alam seperti yang
dijelaskan pada ayat tersebut hanya akan terwujud dengan jalan
dakwah. Karena dakwah merupakan denyut nadi Islam.

14
Malik Idris, Strategi Dakwah Kontemporer (Makassar: Sarwah Press,
2007), 12.
15
Moh.Ali Aziz, Ilmu Dakwah, 357.
16
M. Munir, Metode Dakwah, 7.
17
Moh.Ali Aziz, Ilmu Dakwah, 104-105.
7

Keberadaan dakwah sebagai denyut nadi Islam dikarenakan


dakwah merupakan sarana dalam menyebarkan ajaran Islam.
Tanpa dakwah, Islam sebagai petunjuk dan pedoman hidup bagi
umat manusia, berupa ajaran-ajaran kebaikan tidak mustahil akan
hilang. Sebaliknya kemaksiatan, serta berbagai macam ajaran
sesat dapat tersiar dan membudaya dalam masyarakat jika
didakwahkan secara berkesinambungan.18
Sementara itu di sisi lain, masyarakat sebagai sasaran
dakwah (mad‟u) sangatlah majemuk, mereka terdiri dari kalangan
intelektual, pejabat, pengusaha sampai rakyat jelata. Ada laki-
laki, perempuan, orang tua, remaja, dan anak-anak, masyarakat
kota (urban) dan masyarakat desa (rural), di samping
masyarakat pinggiran (marginal) yang sering terlupakan, dengan
berbagai problem kehidupan yang mereka hadapi. Padahal dalam
konteks ini, dakwah mestinya bisa memberi jawaban dan solusi
jitu atas aneka persoalan yang melanda kehidupan masyarakat.
Dakwah hendaklah berorientasi pada pembebaskan manusia
dari aneka problem kehidupan mereka. Di mana, sebagai salah
satu model gerakan perubahan sosial, dakwah sejatinya tidak
melulu menangani masalah ceramah agama lewat mimbar atau
pidato di depan audiennya. Karena itu, mestilah dipahami bahwa
kegiatan dakwah meliputi seluruh bidang kehidupan, tidak saja
pada dimensi ritual (ibadah mahdhoh), tetapi juga pada dimensi
sosial (muamalah, hablumminannas) yang meliputi kehidupan

18
Nurhidayat Muhammad Said, Dakwah & Efek Globalisasi Informasi
(Makassar: Alauddin University, 2011), 59.
8

sosial, ekonomi, politik, budaya, lingkungan hidup dan semua


bidang kehidupan manusia yang lain.
Esensi dakwah perlu ada metode dalam menyampaikan
tablîgh kemudian mengadakan dan memberikan arah perubahan
(taghyîr). Membangun (development) kondisi sosial dan budaya
dari kezaliman ke arah keadilan, kebodohan ke arah kemajuan-
kecerdasan, kemiskinan ke arah kemakmuran, keterbelakangan ke
arah kemajuan. Karenanya dakwah harus selalu mengandung
dimensi perubahan, peningkatan dan takwîn al-ummah. Hal ini
sejalan dengan sejarah kelahiran Islam, dengan dakwahnya
Rasulullah mampu menggerakkan perubahan sosial secara
mendasar dari zaman jahiliyah ke zaman Islam dengan segala
dinamika perabannya sehingga puncaknya terbentuk nilai-nilai
khairiyah al-ummah/akhlâq di masyarakat.
Pada bulan Maret 2018 yang lalu, sebanyak 150 orang Suku
Anak Dalam di Nyogan menyatakan diri menjadi muallaf dan
masuk Islam.19 Melalui dakwah yang panjang dilakukan oleh
Ustad Asman Hatta dan Ustad Hariyanto selama 17 tahun.
Mereka bersyahadat di bawah bimbingan ormas Front Pembela
Islam. Suku Anak Dalam masuk islam karena proses dakwah
yang dilakukan ustad kepada mereka.
Dalam kaitan esensi kepercayaan Suku Anak Dalam, di
bagi dalam dua ketegori: kategori pertama: tidak
menetap/melangun Selama 2-4 tahun peserta melangun seluruh
anggota keluarga dan famili, jangkauan mengembara 75 km,

19
Lihat https://www.panjimas.com/news/2018/03/23/alhamdulillah-
proses-pensyahadatan-180-orang-suku-anak-dalam-berjalan-lancar/, di akses
tanggal 10/10/2018.
9

mereka memiliki kepercayaan Animisme, dinamisme, dan


polytheisme. Ketegori kedua: menetap sementara selama 3-6
bulan, peserta seluruh anggota keluarga radius +25 km, mereka
memiliki kepercayaan Animisme, dinamisme, sebagian Islam.20
Sedangkan menurut kajian Dinas KSPM Propinsi Jambi
menambahkan Suku Anak Dalam yang menetap di
21
perkampungan bersama masyarakat biasa.
Saat ini Suku Anak Dalam yang termasuk kategori menetap
sudah mengalami perpindahan agama, dari animisme dan
dinamisme berpindah memeluk agama Islam. Seperti, Suku Anak
Dalam di Desa Nyogan, Pelempang, Tanjung Lebar dan
markading di kabupaten Muaro Jambi, juga di Desa Air Hitam
Kabupaten Sarolangun, serta di kawasan Jebak, Batu Hampar,
Singkawang Baru dan Mersam untuk Kabupaten Batang Hari.22
Seperti Suku Anak Dalam di Nyogan Dusun Segandi semua
beragama Islam. Pembangunan dalam bidang keagamaan sudah
dilakukan. Jauh sebelum mereka tinggal di perkampungan yang
di bangun oleh pemerintah pada tahun 2003. Dalam hal ini,
usaha-usaha dakwah tersebut tidak semata faktor agama, tetapi
juga pembangunan di bidang pendidikan, ekonomi, kesehatan dan
fasilitas lainnya. Seperti, pembangunan Sekolah, balai dan
masjid.23

20
Muntholib Soetomo, Orang Rimbo: Kajian Struktural dan Fungsional
Masyarakat Terasing di Makekal Propinsi Jambi (UNPAD: Disertasi
Doktoral, 1995).
21
Tim Universitas Jambi bekerjasama dengan Dinas KSPM Jambi,
2005.
22
Dinas KSPM Propinsi Jambi, Profil Komunitas Adat Terpencil (KAT)
dan Program Pemberdayaan di Propinsi Jambi (2009), 13.
23
Observasi di perkampungan SAD Segandi, pada 18 Desember 2018.
10

Dari hal-hal yang telah di bahas, peneliti tertarik meneliti


metode dakwah pada Suku Anak Dalam (SAD) Jambi, yang
terjadi di dusun Segandi Kabupaten Muaro Jambi. Dikarenakan
beberapa alasan, yaitu; (1) Suku Anak Dalam mengalami
ketertingalan terhadap perkembangan informasi. (2) Berpegang
teguh kepada adat istiadat dan budaya yang telah diwariskan
secara turun menurun. (3) Tertinggalnya pembangunan di
kelompok Suku Anak Dalam. (4) Memilih hidup berkelompok
dan menutup diri dari masyarakat umumnya.
B. Batasan Masalah
Persebaran Suku Anak Dalam di Provinsi Jambi sangat
luas, meliputi Kabupaten Sarolangun, Batanghari dan Muaro
Jambi. Untuk menghindari terjadinya perluasan terhadap
penelitian ini, maka penelitian ini memfokuskan hanya pada Suku
Anak Dalam di Dusun Segandi, Desa Nyogan, Kecamatan
Mestong, Kabupaten Muaro Jambi.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, rumusan masalah
dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana metode dakwah dengan menerapkan prinsip
komunikasi Islam (Dakwah), tablîgh, taghyîr, takwîn al-
ummah/amar makruf nahi munkar, dan khairiyah al-
ummah/akhlâq sebagai upaya menyebarkan agama Islam di
Suku Anak Dalam ?
2. Apa hambatan-hambatan dakwah yang dihadapi pendakwah
dalam menyebarkan agama Islam di Suku Anak Dalam?
11

D. Thesis Statement
Perpindahan keyakinan Suku Anak Dalam menjadi
beragama Islam dimulai dengan acara tabligh akbar dan
pembaiatan 150 orang Suku Anak Dalam di Segandi, yang
kemudian pendakwah sebagai pemeran utama. Jika di kaitkan
dengan Teori Komunikasi Islam, terlihat bahwa proses tablîgh
merupakan proses yang memberikan pengaruh besar dalam
merubah keyakinan Suku Anak Dalam, karena proses ini menjadi
elemen pertama untuk mendukung proses taghyîr, takwîn al-
ummah/amar makruf nahi munkar, dan khairiyah al-
ummah/akhlâq.
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Dalam sebuah penelitian, pasti terdapat suatu tujuan
penelitian yang jelas. Adapun tujuan dari penelitian ini sebagai
berikut:
a. Untuk mengetahui metode dakwah dengan
menerapkan prinsip komunikasi Islam (Dakwah),
tablîgh, taghyîr, takwîn al-ummah/amar makruf nahi
munkar, dan khairiyah al-ummah/akhlâq sebagai
upaya menyebarkan agama Islam di Suku Anak
Dalam.
b. Untuk mengetahui hambatan-hambatan yang dihadapi
pendakwah dalam menyebarkan agama Islam di Suku
Anak Dalam.
2. Manfaat Penelitian
a. Manfaat Teoritis
12

Manfaat penelitian ini bisa memberikan sumbangan


pemikiran akademis yang konstuktif kepada semua pihak,
yang berkaitan dengan bidang studi dakwah, tentang
metode dakwah menurut teori komunikasi Islam oleh Andi
Faisal Bakti: tablîgh, taghyîr, takwîn al-ummah/amar
makruf nahi munkar, dan khairiyah al-ummah/akhlâq,24
dan dikembangkan oleh Edi amin.25 Kemudian dapat dikaji
dari berbagai disiplin ilmu, seperti agama, sosial budaya,
ekonomi, bahasa dan lainnya.
b. Manfaat Praktis
Manfaat secara praktis diharapkan menjadi
referensi bagi masyarakat agar lebih cermat, dalam melihat
Suku Anak Dalam, dan tidak serta memberikan perbedaan
sosial kepada mereka. Selain itu, penelitian ini juga
diharapkan memberikan kesadaran masyarakat Islam untuk
terus melakukan pendampingan terhadap Suku Anak
Dalam.
F. Tinjauan Kajian Terdahulu
Mila Wahyuni, melakukan penelitian berjudul: Strategi
Komunikasi Islam dalam Pembinaan Agama Pada Suku Anak
Dalam Bukit Duo Belas Kecamatan Pauh Kabupaten Sarolangun
Provinsi Jambi. Penelitian tersebut mengunakan teori komunikasi
Islam approach dengan pendekatan Hikmah, Mauidhah Hasanah
24
Andi Faisal Bakti, “The Contribution of Dakwah to Communication
Studies: Risale-i Nur Collection Perspective, International Bediuzzaman
Symposium, Knowledge, Faith, Morality and the Future oh Humanity (Istanbul
: September 2010), 196.
25
Edi Amin, Dakwah Komunitarian Ummatic Transnasional: Studi
Konsepsi Dakwah Said Nursi dan Penerapannya di Indonesia (Jakarta:
Transwacana Press, 2017), 49.
13

dan Mujadalah. Dalam penelitian tersebut mengunakan penelitian


lapangan field research dengan metode kualitatif, yang
menyimpulkan bahwa komunikasi Islam mampu mempengaruhi
Suku Anak Dalam untuk dapat memilih Islam sebagai keyakinan
baru dan meninggalkan animisme. Perpindahan agama mendapat
perhatian khusus dari pemerintah, hal yang paling mengesankan
selain dapat membawa kehidupan yang lebih baik bagi mereka,
keluarga serta keturunannya, sehingga mereka hidup
berdampingan rukun dengan lingkungan masyarakat setempat.26
Persamaan antara penelitian yang dilakukan Mila Wahyuni
dengan penelitian ini adalah pada objeknya yaitu, Suku Anak
Dalam. Tetapi perbedaannya terletak pada teori yang digunakan,
yaitu teori komunikasi Islam Andi Faisal Bakti, tablîgh, taghyîr,
takwîn al-ummah dan khairiyah al-ummah/akhlâq.
Edi Amin, melakukan penelitian yang berjudul: Dakwah
Komunitarian Ummatic Transnasional: Studi Konsepsi Dakwah
Said Nursi dan Penerapannya di Indonesia. Dalam penelitiannya
mengunakan teori komunikasi Islam Andi Faisal Bakti, teori
community development Henderson dan Ilona Vercseg dan teori
resource mobilization Quintan Wiktorowicz. Dalam penelitian
tersebut mengunakan metode kualitatif fenomenologi. Penelitian
tersebut menyimpulkan bahwa kajian dakwah komunitarian
transnasional dengan konsep dakwah said nursi dan gerakan
dakwah Nur di Indonesia. Dakwah Nursi dalam teks Risale-i Nur

26
Mila Wahyuni, “Strategi Komunikasi Islam dalam Pembinaan Agama
Pada Suku Anak Dalam Bukit Duo Belas Kecamatan Pauh Kabupaten
Sarolangun Provinsi Jambi” (Tesis Magister, Universitas Islam Negeri
Sumatera Utara, 2016).
14

sebagai acuan gerakan dan semakin patuh pada nilai-nilai


kebajikan yang terkandung dalam teks panduan gerakan,
sehingga semakin baik gerakan tersebut dalam membangun
komunitas.27 Persamaan dengan penelitian yang dilakukan Edi
Amin yaitu, teori komunikasi Islam Andi Faisal Bakti: tablîgh,
taghyîr, takwîn al-ummah dan khairiyah al-ummah/akhlâq. Akan
tetapi, perbedaannya terletak pada substansi dan objeknya ialah
Suku Anak Dalam.
Zulfahmi, melakukan penelitian yang berjudul: Gerakan
Damai Fethullah Gulen Menghadapi Kemiskinan dan Kekerasan
di Turki. Dalam penelitiannya mengunakan teori komunikasi
Islam Andi Faisal Bakti, bina damai dan development. Penelitian
kualitatif ini membahas mengenai gerakan damai Fethullah Gulen
dalam memperjuangkan kedamaian di Turki terhadap kekerasan
dan kemiskinan.28 Persamaannya ialah terletak pada teori yang
digunakan adalah teori komunikasi Islam Andi Faisal Bakti:
tablîgh, taghyîr, takwîn al-ummah dan khairiyah al-
ummah/akhlâq. Tetapi perbedaannya terletak pada substansi dan
objek penelitian yaitu Suku Anak Dalam.
Zulfa Jamalie, melakukan penelitian yang berjudul: Pola
Dakwah Pada Masyarakat Suku Terasing di Kalimantan Selatan.
Dalam penelitiannya mengunakan teori yang digagas Syukriadi
Sambas, yakni tabligh dan ta‟lim, irsyad, tadbir dan tathwir.
Dalam penelitian kualitatif ini membahas program yang terarah

27
Edi Amin, “Dakwah Komunitarian Ummatic Transnasional: Studi
Konsepsi Dakwah Said Nursi dan Penerapannya di Indonesia”, (Disertasi
Doktoral, SPS Syarif Hidayatullah Jakarta, 2017).
28
Zulfahmi, Gerakan Damai Fethullah Gulen Menghadapi Kemiskinan
dan Kekerasan di Turki (Kudus: Paradigma Institut, 2013), 37.
15

dan kebijakan yang proporsional dan model dakwah yang tepat,


suatu komunitas masyarakat sesederhana apapun yang
mempunyai kemampuan internal untuk berkembang secara
mandiri dalam menyelesaikan persoalannya di Suku Dayak
Kalimantan Selatan.29 Persamaan antara penelitian yang
dilakukan oleh Zulfa Jamalie dengan penelitian ini adalah pada
sustansinya yang sama-sama membahas Komunitas Adat
Terpencil/Terasing dengan metode penelitian kualitatif.
Sedangkan perbedaan pada teori dan objeknya yaitu, teori
komunikasi Islam Andi Faisal Bakti: tablîgh, taghyîr, takwîn al-
ummah dan khairiyah al-ummah/akhlâq, dan objeknya Suku
Anak Dalam.
G. Metodologi Penelitian
1. Paradigma Penelitian
Penelitian ini mengunakan paradigma fenomenologik.
Paradigma ini di sebut juga paradigma antropologik atau
etnometodologik, yang berupaya membangun teori dengan
cara tidak memisahkan antara subyek dan objek. Ilmu yang di
bangun atas dasar paradigma ini akan menghasilkan ilmu yang
bersifat ideografis, yaitu ilmu yang bersifat informatif yang
terjadi hanya sekali dan bersifat khusus.30
Penelitian yang berjudul “Metode Dakwah Pada Suku
Anak Dalam (SAD) Jambi”, dengan fokus penelitian yaitu

29
Zulfa Jamalie, “Pola Dakwah Pada Masyarakat Suku Terasing Di
Kalimantan Selatan”, Jurnal Dakwah IAIN Antasari Banjarmasin, vol. XVI
no. 1, 2015.
30
Samsul Munir Amin, Ilmu Dakwah (Jakarta: Amzah, 2009), 33.
16

“Metode dakwah” ini adalah penelitian kualitatif, yang


mengunakan paradigma fenomenologik.
Paradigma ini dapat digunakan untuk membangun
ilmu dakwah seperti dalam penelitian tentang sistem
inkulturasi dan sosialisasi ajaran Islam pada masyarakat
tertentu. Perencanaan dakwah pada lembaga-lembaga dakwah
di daerah tertentu. Informasi dari penelitian dengan metode
paradigma fenomenologik sangat berguna bagi perkembangan
manajemen dakwah.31
2. Metode Pendekatan Penelitian
Penelitian ini mengunakan pendekatan antrapologi
agama, sosial-budaya dan pendidikan. Peneliti menyusuri
antrapologi budaya agama dan pendidikan yang terjadi dalam
proses dakwah di Suku Anak Dalam. Kemudian Penelitian ini
adalah penelitian kualitatif dimana penelitian kualitatif sebagai
metode ilmiah sering digunakan dan dilaksanakan oleh
sekelompok peneliti dalam bidang ilmu sosial, termasuk juga
ilmu pendidikan.
Pendekatan penelitian kualitatif adalah suatu proses
penelitian dan pemahaman yang berdasarkan pada metode
yang menyelidiki suatu fenomena sosial dan masalah
manusia.32 Metode penelitian kualitatif disebut juga metode
penelitian naturalistik karena penelitiannya dilakukan pada
kondisi yang alamiah (natural setting), penelitian yang

31
Samsul Munir Amin, Ilmu Dakwah, 33-34.
32
Iskandar, Metodologi Penelitian Kualitatif (Jakarta: Gaung Persada,
2009), 11.
17

dilakukan pada objek yang alamiah yakni objek yang


berkembang apa adanya, tidak dimanipulasi oleh peneliti.33
Penelitian kualitatif, dengan prosedur data penelitian
yang dikumpulkan dalam bentuk data deskriptif berupa kata-
kata dan gambar yang tertulis atau lisan dari perilaku orang-
orang yang di amati, data tersebut meliputi wawancara,
observasi dan dokumentasi terkait. Penelitian ini bersifat
deskriptif kualitatif. Artinya, penulis menganalisis dan
menggambarkan hasil penelitian secara objektif dan mendetail
untuk mendapatkan hasil yang akurat.34
Menurut Creswell, metode kualitatif dibagi menjadi
lima macam yaitu phenomenological research, grounded
theory, ethnography, case study, and narrative research.35
Jenis penelitian yang penulis gunakan adalah case study.
Penelitian melalui studi kasus (case study), yaitu
unsur salah satu perusahaan yang terkait dengan populasi
tertentu. Kesimpulan studi kasus tersebut yang di ambil tidak
berlaku secara umum, tetapi hanya terbatas pada suatu kasus-
kasus tertentu yang sedang di teliti pada objek tertentu atau di
perusahaan bersangkutan.36 Studi kasus membantu peneliti
untuk melakukan eksplorasi mendalam terkait metode dakwah
di Suku Anak Dalam.

33
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan; Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif, dan R&D (Bandung: Alfabeta, 2010), 15.
34
Asep Saeful Muhtadi dan Agus Ahmad Safii, Metode Penelitian
Dakwah (Bandung: Pustaka Setia, 2003), 15.
35
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan Kombinasi
(Bandung: CV. Alfabeta, 2016), 14.
36
Rosady Ruslan, Metode Penelitian Public Relations dan Komunikasi
(Jakarta: Raja Grafindo, 2006), 33.
18

3. Konsep Penelitian
Konsep penelitian atau konsep metodologis yaitu
memuat unsur-unsur konsep penting yang berkaitan tentang
metode komunikasi Islam (dakwah) yang terjadi di Suku Anak
Dalam. Unsur tablîgh, taghyîr, takwîn al-ummah/amar makruf
nahi munkar, dan khairiyah al-ummah/akhlâq yang akan
menjadi uraian lapangan bagi teori yang digunakan. Kemudian
dari teori yang lain digunakan teori atribusi yang akan
menjawab hambatan dakwah ekologi, psikologi dan semantik.
Tabel 1.1 Bagan Konseptual
Metode Dakwah di Kalangan SAD

Komunikasi Islam Teori Atribusi


Tablîgh Hambatan Ekologi
Taghyîr Hambatan Psikologi
Takwîn al-ummah Hambatan Semantik
Khairiyah al-ummah

Bagan konseptual di atas menjelaskan bahwa metode


yang digunakan dalam melakukan dakwah berdasarkan teori
Komunikasi Islam yang digagas oleh Andi Faisal Bakti (2010)
yaitu, tablîgh, taghyîr, takwîn al-ummah/amar makruf nahi
munkar, dan khairiyah al-ummah/akhlâq.37 Dan kemudian

37
Andi Faisal Bakti, “The Contribution of Dakwah to Communication
Studies: Risale-i Nur Collection Perspective, International Bediuzzaman
Symposium, Knowledge, Faith, Morality and the Future oh Humanity
(Istanbul: 2010), 196.
19

dikembangkan oleh Edi Amin (2017).38 Konsep tablîgh atau


menyampaikan informasi yang dilakukan da‟i kepada mad‟u,
setelah informasi diberikan kepada mad‟u, maka akan
mengalami taghyîr atau perubahan dalam diri. Perubahan itu
membuat mereka selalu mengerjakan amr makruf dan
menjauhi nahy munkar dalam kehidupanya, serta terbentuknya
akhlâq yang baik dalam kehidupan sosial masyarakat.
Adapun untuk menjelaskan hambatan dakwah
berdasarkan teori atribusi oleh Fretz Heider (1958) Ada dua
jenis atribusi umum yang dibuat: atribusi disposisi, yang
menganggap perilaku seseorang dengan faktor internal seperti
sifat kepribadian, motivasi, atau kemampuan, dan atribusi
situasional, yang menghubungkan perilaku seseorang dengan
faktor eksternal seperti peralatan atau pengaruh sosial.39 Teori
ini digunakan sebagai analisis hambatan ekologi, hambatan
psikologi dan hambatan semantik dalam proses dakwah di
Suku Anak Dalam.
4. Prosedur Pengambilan Data
Prosedur pengumpulan data atau teknik pengumpulan
data merupakan langkah yang paling utama dalam penelitian,
karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data.
Tanpa mengetahui teknik pengumpulan data, maka peneliti
tidak akan mendapatkan data yang memenuhi standar data

38
Edi Amin, Dakwah Komunitarian Ummatic Transnasional: Studi
Konsepsi Dakwah Said Nursi dan Penerapannya di Indonesia (Jakarta:
Transwacana Press, 2017), 49
39
Fritz Heider, The Psychologi of Interpersonal Relation (Amerika:
Third Printing, 1958), 164.
20

yang ditetapkan.40 Dalam penelitian ini, peneliti


menggunakan tiga macam teknik pengumpulan data, yaitu
observasi, wawancara, dan dokumentasi.
a. Obsevasi
Observasi adalah pengamatan yang dilakukan secara
sengaja dan sistematis mengenai fenomena sosial dengan
gejala-gejala psikis dan sikap serta tindakan atau gerak
manusiawi yang kemudian dilakukan pencatatan.41 Dalam
melakukan penelitian ini peneliti memerlukan waktu 2
bulan. Peneliti mengunjungi perkampungan Suku Anak
Dalam pada tanggal 22 November 2018 untuk mengamati
hubungan sosial masyarakat, fasilitas yang tersedia dan
sarana ibadah. Peneliti juga menemukan pernikahan antara
Bobi berasal dari Suku Anak Dalam dan Ida berasal dari
Suku Banjar.
Pada tanggal 18 Desember 2018 peneliti
mendampingi ustad Asman Hatta untuk mengamati proses
tabligh dengan mengajarkan shalat kepada anak-anak di
perkampungan Suku Anak Dalam. kemudian peneliti
mengamati balai yang digunakan untuk melakukan proses
dakwah sudah mengalami kerusakan. Begitu juga dengan
rumah yang di tempati oleh keluarga Suku Anak Dalam
juga banyak mengalami kerusakan. Di sini juga berdiri
sekolah dasar, dan proses pendirian masjid. Peneliti juga

40
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan Kombinasi,
308.
41
Joko Subagyo, Metode Penelitian dalam Teori dan Prakteknya
(Jakarta: Rineka Cipta,1991), 63
21

mengamati Suku Anak Dalam sudah memakai pakaian


seperti masyarakat umumnya.
b. Wawancara
Wawancara merupakan salah satu teknik
pengumpulan data dalam metode survei melalui daftar
pertanyaan yang diajukan secara lisan terhaddap responden
(subjek). Biasanya data yang dikumpulkan bersifat
kompleks, sensitif, dan kontroversial sehingga
menyebabkan kurang mendapat respon dari subjeknya,
apalagi kalau responden tidak dapat membaca dan manulis
atau kurang memahami daftar pertanyaan yang diajukan
tersebut .42
Adapun dalam penelitian ini, peneliti melakukan
wawancara dengan para da‟i yang melakukan dakwah di
perkampungan Suku Anak Dalam, yaitu ustad Asman Hatta
wawancara dilakukan pada hari selasa, 4 Desember 2018.
Ustad Hariyanto wawancara dilakukan pada hari sabtu, 15
Desember 2018. Ustad Safren wawancara dilakukan pada
hari senin, 31 Desember 2018. Habib Taufiq Baragbah
wawancara dilakukan pada hari senin, 10 Desember 2018.
Selain itu wawancara juga dilakukan dengan Iyat Khubung
yang menjadi pemimpin/tumenggung di Suku Anak Dalam
di Segandi pada hari jum‟at, 28 Desember 2018. Hal ini
bertujuan untuk mengumpulkan data-data terkait penelitian
dan untuk menjawab poin-poin dalam rumusan masalah.

42
Rosady Ruslan, Metode Penelitian Public Relations dan Komunikasi,
23.
22

c. Dokumentasi
Teknik pengumpulan data melalui dokumentasi
merupakan pelengkap dari penggunaan teknik observasi
dan wawancara dalam penelitian kualitatif. Dokumentasi
adalah cara mendapatkan data dengan mempelajari dan
mencatat buku-buku, arsip atau dokumen, daftar statistik
dan hal-hal yang terkait dengan penelitian.43
Peneliti mengunakan teknik pengumpulan data ini,
sebagai pelengkap dalam mengumpulkan data-data
penelitian. Dengan mengali dan mengumpulkan informasi
sebanyak-banyaknya yang berkaitan dengan dokumentasi
berupa dokumen, gambar maupun rekaman yang berkaitan
dengan Suku Anak Dalam, yang kemudian disusun menjadi
serangkaian data sebagai bahan kajian dalam penelitian ini.
5. Teknik Analisis Data
Analisis data adalah proses mencari dan menyusun
secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara,
catatan lapangan dan dokumentasi dengan cara
mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan ke
dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola,
memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari dan
membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri
sendiri maupun orang lain.44

43
A. Kadir Ahmad, Dasar-dasar Metodologi Penelitian Kualitatif
(Makasar: Indobis Media Center, 2003), 106.
44
Sugiono, Memahami Penelitian Kualitatif (Bandung: Alfabeta,
2013), 89.
23

Adapun data-data yang dikumpulkan itu berupa data


primer dan data sekunder. Data perimer yaitu berupa data yang
didapat dari hasil wawancara bersama da‟i dan
pemimpin/tumenggung Suku Anak Dalam. sedangkan data
sekundernya yaitu berupa data yang didapat dari buku,
dokumen-dokumen yang menunjang data primer.
Adapun metode yang peneliti gunakan dalam teknik
analisis data dalam penelitian ini adalah model interaktif Miles
dan Huberman dikutip oleh Sugiono yakni, analisis data
dilakukan saat pengumpulan data berlangsung dan setelah
pengumpulan data dalam periode tertentu.45 Teknik analisis
data tersebut dijelaskan sebagai berikut:
a. Reduksi Data
Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal
yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting,
dicari tema dan polanya. Dengan demikian data yang telah
direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas, dan
mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data
selanjutnya, dan mencarinya bila diperlukan. Reduksi data
dapat dibantu dengan peralatan elektronik seperti komputer
mini, dengan memberikan kode pada aspek-aspek
tertentu.56
Reduksi data yang dilakukan oleh peneliti untuk
membantu selama proses penelitian ialah dengan membuat
abstraksi atau dengan merangkum pokok-pokok inti seperti

45
Sugiono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D (Jakarta:
Penerbit Alfabeta, 2015), 246.
24

pernyataan dari narsumber. Selain itu juga, peneliti dibantu


oleh alat perekam suara untuk mempermudah dalam
membuat abstraksi.
b. Penyajian Data
Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya
adalah mendisplaykan data. Dalam penelitian kualitatif,
penyajian data bisa dilakukan dalam uraian singkat, bagan,
hubungan antar kategori, flowchart dan sejenisnya. Dalam
hal ini Miles and Huberman menyatakan yang paling sering
digunakan untuk menyajikan data dalam penelitian
kualitatif adalah dengan teks yang bersifat naratif.46
c. Verifikasi dan kesimpulan
Dari data yang diperoleh peneliti mencoba
mengambil kesimpulan yang masih sangat tentative, kabur,
diragukan, tetapi dengan bertambahnya data, maka di
simpulan. Jadi kesimpulan senantiasa harus diverifikasi
selama penelitian berlangsung. Penarikan kesimpulan dan
verifikasi adalah sebagian dari satu kegiatan konfigurasi
yang utuh. Oleh karena itu, menyimpulkan dan verifikasi
dengan data baru yang memungkinkan diperoleh keabsahan
hasil penelitian.47
Kesimpulan dalam penelitian kualitatif merupakan
temuan baru yang sebelumnya belum pernah ada. Temuan
dapat berupa deskripsi atau gambaran suatu obyek yang

46
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan Kombinasi,
339.
47
Dewi Sadiah, Metode Penelitian Dakwah (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2015), 93.
25

sebelumnya masih gelap sehingga setelah diteliti menjadi


jelas, dapat berupa hubungan kausal atau interaktif,
hipotesis atau teori.48
6. Kredibilitas Data
Kredibilitas data atau biasa yang disebut keabsahan
data merupakan suatu cara untuk mengecek keabsahan atau
kredibilitas dari data-data penelitian. Dalam hal ini peneliti
menggunakan beberapa cara yaitu: a. Pengoptimalan waktu
penelitian, yang berguna untuk meminimalkan jarak antara
peneliti dengan informan/narasumber. b. Peneliti
menggunakan teknik triangulasi, yaitu teknik pemeriksaan
keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar
data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding
terhadap data itu.49 c. Pembuktian ialah dengan cara yang
ditempuh peneliti guna membuktikan bukti atau dukungan
terhadap data yang diperoleh. Hal ini bertujuan untuk
mengatasi keterbatasan daya ingat, penglihatan, dan
pendengaran peneliti dalam proses penelitian, sehingga
digunakan instrument bantu/penunjang seperti perekam suara
(voice recorder) dan foto.
H. Sistematika Penulisan
Bab I Pendahuluan: Dalam bab ini peneliti menguraikan
pendahuluan dan memaparkan tentang; (a) latar belakang

48
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan Kombinasi,
343.
49
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya, 2001), 178.
26

masalah, (b) batasan masalah, (c) rumusan masalah, (d) thesis


stagment, (e) tujuan dan manfaat penelitian, pembahasan manfaat
akademis dan teoritis, (f) tinjauan kajian terdahulu, (g)
metodologi penelitian, membahas paradigma penelitian,
pendekatan penelitian, metode pendekatan penelitian, subjek dan
objek penelitian, tahapan penelitian dan prosedur penelitian, (h)
sistematika penulisan.
Bab II teori dan kerangka berfikir: Pada bagian ini,
peneliti menuliskan hal-hal yang berkaitan dengan membahas; (a)
komunikasi Islam (dakwah), (b) teori atribusi, (c) Hambatan-
hambatan komunikasi, (d) strategi komunikasi, (e) antrapologi
dakwah
Bab III Gambaran umum penelitian: Pada bab ini
peneliti akan membahas; (a) historis asal usul Suku Anak Dalam,
(b) wilayah dan persebaran Suku Anak Dalam, (c) pembangunan
sosial ekonomi Suku Anak Dalam (struktur sosial, pemukiman,
pendidikan, ekonomi, kesehatan, kepercayaan dan ritual
pengobatan tradisional).
Bab IV Data dan temuan penelitian: Bab ini merupakan
inti dari penelitian yang akan membahas mengenai data dan
temuan penelitian; (a) data penelitian Suku Anak Dalam, (b)
dakwah di Suku Anak Dalam, (c) hambatan-hambatan dakwah di
Suku Anak Dalam.
Bab V Pembahasan: Pada Bab ini peneliti akan
menguraikan hasil temuan data yang dikaitkan dengan latar
belakang dan teori; (a) Analisis data di Suku Anak Dalam dan (b)
Analisis hambatan dakwah di Suku Anak Dalam.
27

Bab VI Kesimpulan dan rekomendasi: Pada bagian ini


peneliti akan menguraikan terkait dengan (a) simpulan dan (b)
rekomendasi sehingga memiliki manfaat secara teoritis dan
praktis.
BAB II
TEORI DAN KERANGKA BERFIKIR
A. Landasan Teori
1. Teori Komunikasi Islam (Dakwah)
Perkembangan ilmu komunikasi sangat pesat sehingga
banyak definisi yang telah dibuat oleh para pakar menurut
bidang. Hal ini banyak disiplin ilmu yang telah memberi
masukan terhadap perkembangan ilmu komunikasi, misalnya
psikologi, sosiologi, antropologi, matematika, ilmu elektronika
dan sebagainya.1
Jika kita melihat bagaimana proses komunikasi,
hakikatnya tidak ada yang berbeda antara komunikasi Islami
(dakwah) dan non-Islami (sekuler) dalam hal model (pola),
proses, dan efeknya. Yang membedakan hanyalah pada
landasan filosofinya. Ketika kita berbicara pada landasan
filosofi, Islam jelas menggunakan Al-Quran, Hadits dan
pendapat ulama.2
Tujuan komunikasi pada umumnya yaitu mengharapkan
partisipasi dari komunikan atas ide-ide atau pesan-pesan yang
disampaikan oleh pihak komunikator sehingga pesan-pesan
yang disampaikan tersebut terjadilah perubahan sikap dan
tingkah laku yang diharapkan.3

1
Hafied Cangara, Pengantar Ilmu Komunikasi (Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2000), 17.
2
Andi Faisal Bakti dan Venny Eka Meidasari, “Trendsetter Komunikasi
Era Digital: Tantangan dan Peluang Pendidikan Komunikasi dan Penyiaran
Islam”, Jurnal Komunikasi Islam, vol. 02 no 01, juni 2012, 21-22.
3
Ahmad Atabik, “Konsep Komunikasi Dakwah Persuasif dalam
Perspektif Al-Qur‟an”, Jurnal Komunikasi Penyiaran Islam, 2016, 121.

28
29

Komunikasi Islam adalah komunikasi yang dibangun di


atas prinsip-prinsip Islam yang memiliki roh kedamaian,
keramahan, dan keselamatan. Berdasarkan informasi dari al-
Qur‟an dan As-Sunnah ditemukan bahwa komunikasi Islam
adalah komunikasi yang berupaya untuk membangun
hubungan dengan diri sendiri, dengan Sang Pencipta, serta
dengan sesama untuk menghadirkan kedamaian, keramahan,
dan keselamatan buat diri dan lingkungan dengan cara tunduk
dengan perintah Allah dan Rasul-Nya.4
Dakwah Islam yang senantiasa berhubungan dengan
transformasi sosial dan budaya dihadapkan pada
permasalahan, yaitu adanya kekosongan pemikiran dakwah
sebagai ilmu, sehingga mengakibatkan kerangka teori dakwah
sesuai tuntutan keadaan. Permasalahan fundamental ini
akhirnya melahirkan masalah dalam penyusunan metode
dakwah dalam rangka memecahkan masalah yang semakin
kompleks tanpa memiliki wawasan teoritis secara memadai.
Teknik dakwah akan kehilangan efesiensinya dalam merealisir
Islam dalam semua dimensi tanpa berangkat dari strategi yang
jelas.5
Dakwah secara bahasa diartikan sebagai mengajak,
menyeru dan memanggil. Dalam hal ini Andi Faisal Bakti
memiliki konsep tersendiri mengenai kata dakwah yang di
maknai sebagai komunikasi Islam. Komunikasi Islam menitik

4
Harjani Hefni, Komunikasi Islam (Jakarta: Kencana Prenadamedia
Group, 2015), 40.
5
Amrullah Achmad, Dakwah Islam dan Perubahan Sosial: Suatu
Kerangka Pendekatan dan Permasalahan (Jakarta: PLP2M, 1990), 3.
30

beratkan terhadap unsur nilai ke-Islaman dari komunikator


(da‟i) kepada komunikan (mad‟u) yang sesuai dengan Al-
Qur‟an dan Hadits.6
Dalam persektif komunikasi harus dikembangkan
melalui Islam Word View yang selanjutnya menjadi asas
pembentukan teori komunikasi Islam. Seperti, aspek
kekuasaan mutlak milik Allah serta peranan istitusi dan masjid
sebagai penyambung komunikasi dan ada pengawas syariah
yang menjadi penunjang kehidupan muslim. Ini juga di topang
oleh kedua tokoh Tehranian dan Mawlana yang keduanya
berusaha mengintegrasikan antara Islam dan komunikasi.7
Bakti mengaitkan dakwah beserta elemannya tersebut
dengan teori komunikasi barat (secular communication).
Komunikasi dalam perspektif Islam yang sepadan dengan
elemen komunikasi yang dikembangkan teori komunikasi
konvensional.8
Komunikasi dalam kacamata Islam (Islamic
Comunication) memiliki kesamaan makna dengan pengertian
yang dikandung oleh dakwah itu sendiri. Menurut teori
komunikasi Islam yang digagas oleh Andi Faisal Bakti (2010),

6
Andi Faisal Bakti, “The Contribution of Dakwah to Communication
Studies: Risale-i Nur Collection Perspective, International Bediuzzaman
Symposium, Knowledge, Faith, Morality and the Future oh Humanity (Istanbul
: September 2010), 196.
7
Lihat Andi Faisal Bakti dan Venny Eka Meidasari, “Trendsetter
Komunikasi Era Digital: Tantangan dan Peluang Pendidikan Komunikasi dan
Penyiaran Islam, 23.
8
Andi Faisal Bakti, “The Contribution of Dakwah to Communication
Studies: Risale-i Nur Collection Perspective, International Bediuzzaman
Symposium, Knowledge, Faith, Morality and the Future oh Humanity
(Istanbul: 2010).
31

bahwa dakwah dibangun atas empat elemen yaitu: tablîgh,


taghyîr, takwîn al-ummah/ amar makruf nahi munkar, dan
khairiyah al-ummah/akhlâq,9 dan dikembangkan oleh Edi
Amin (2017).10 Untuk dapat mengetahui mendalam mengenai
teori komunikasi Islam (Islamic Comunication) dan
komunikasi barat (secular communication), penulis akan
mengulas dan memaparkan.
a. Tablîgh (Informasi)
Informasi merupakan eleman keempat dari teori
komunikasi, yaitu fungsi intruksi atau komando, fungsi
memengaruhi, fungsi integrasi dan fungsi informasi.11 Arus
informasi berkembang sangat cepat. Informasi yang cepat dan
akurat menjadi kebutuhan yang menjadi kunci keberhasilan
seorang, dengan informasi yang diperoleh dengan cepat maka
seorang dapat mengambil keputusan dengan cepat pula.
Adanya informasi yang valid dari sumber terpercaya akan
bermanfaat untuk menilai setiap pendapat yang dikemukakan
di ruang publik apakah sesuai dengan informasi tersebut.
Teori informasi dalam komunikasi di sejajarkan Bakti
dengan tablîgh. Dari informasi inilah seorang pengirim pesan

9
Andi Faisal Bakti, “The Contribution of Dakwah to Communication
Studies: Risale-i Nur Collection Perspective, International Bediuzzaman
Symposium, Knowledge, Faith, Morality and the Future oh Humanity (Istanbul
: September 2010), 196.
10
Edi Amin, Dakwah Komunitarian Ummatic Transnasional: Studi
Konsepsi Dakwah Said Nursi dan Penerapannya di Indonesia (Jakarta:
Transwacana Press, 2017), 49.
11
Zulfahmi, Gerakan Damai Fethullah Gulen Menghadapi Kemiskinan
dan Kekerasan di Turki (Kudus: Paradigma Institut, 2013), 37.
32

(da‟i/sender) menyampaikan pesannya kepada penerima pesan


(mad‟u/receiver).12 Sesuai dengan ayat Al-Qur‟an:
ْ َ ُ ‫َ َ َ َّ ُ ْ َّ ْ َ ٰ ُ َ ه‬
‫اّٰلل َي ْعل ُم َما ُت ْب ُد ْو َن َو َما َتك ُت ُم ْى َن‬‫ما على السسى ِل ِّلِا البلغ ۗو‬
Artinya: “Kewajiban Rasul tidak lain hanyalah
menyampaikan, dan Allah mengetahui apa yang kamu
lahirkan dan apa yang kamu sembunyikan”. (Q.S Al-
Maa‟idah 5: 99).13
Proses penyampaian informasi dalam komunikasi
konvensional menurut bakti merupakan proses tablîgh dalam
komunikasi Islam, di mana komunikan (da‟i) menyampaikan
pesan (message) kepada penerima pesan (receiver), sebagai
sebuah pengetahuan. Sedangakan informasi ajaran Islam dapat
diartikan sebagai materi dakwah.14
Dalam komunikasi perlu pendekatan yang berbasis
pengetahuan (science) agar transformasi pesan
(message/mâddah) bisa konstektual. Model komunikasi
(sender, message, chanel, receiver) yang muncul perang dunia
II menghendaki adanya hubungan yang kemudian
memunculkan model Effect, yang mana pengaruh pesan lebih
penting dari materi yang disampaikan. Model ini masih lemah
sehingga muncul model converge yang memberi nilai kepada
penerima pesan, ini pun masih memiliki kelemahan hingga
muncul model Active Reception atau penerima pesan aktif

12
Edi Amin, Dakwah Komunitarian Ummatic Transnasional: Studi
Konsepsi Dakwah Said Nursi dan Penerapannya di Indonesia, 50.
13
Kementerian Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya (Bogor: Unit
Percetakan Al-Qur‟an, 2018), 179.
14
Andi Faisal Bakti, “The Contrbution of Dakwah to Communication
Studies: Risale-I Nur Collection Perspective, International Bediuzzaman
Symposium, Knowledge, Faint, Morality and the Future oh Humanity, 87.
33

dalam manfaat dan kepuasan (uses and gratification) untuk


mengoreksi model effect.15
Model penerima pesan aktif (aktive reception/AR)
sejalan dengan konsep tablîgh yang menyatakan sender hanya
sebagai penyampai pesan saja, bukan penentu komunikasi
(dakwah). Tablîgh harus memainkan peranan penting bagi
kehidupan, pada tingkat individu dan sosial bersifat mendasar
bagi berfungsinya ummah, karena hal itu menopang dan
mendorong hubungan yang integral dan selaras antara Tuhan,
individu dan masyarakat.16
Dengan demikian target utama tablîgh adalah ranah
kognitif (pemahaman dan pemikiran), bukan ranah afektif
(sikap) maupun behavioral (perilaku) mitra dakwah.17
b. Taghyîr (Change)
Dakwah pada dasarnya adalah bersifat taghyîr/change
(mengadakan perubahan) dari realitas sosial yang belum
ilahiah menjadi berkondisi atau berwatak ilahiah. Menurut
Amrullah Ahmad sebagaimana dikutip Zulfahmi, eksistensi
dakwah Islam selain berperan sebagai pengubah terhadap
realitas sosial yang ada kepada realitas sosial yang baru, juga
sesungguhnya dipengaruhi oleh perubahan sosial-kultural yang
terjadi.18

15
Edi Amin, Dakwah Komunitarian Ummatic Transnasional: Studi
Konsepsi Dakwah Said Nursi dan Penerapannya di Indonesia, 51.
16
Edi Amin, Dakwah Komunitarian Ummatic Transnasional: Studi
Konsepsi Dakwah Said Nursi dan Penerapannya di Indonesia, 53.
17
Moh. Ali Azis, Ilmu Dakwah (Jakarta: Kencana, 2009), 23.
18
Zulfahmi, Gerakan Damai Fathul Gülen Mengahadapi Kekerasan
dan Kemiskinan di Turki (Kudus: Parist, 2013), 39.
34

Dengan demikian, dakwah perlu mengenal dan


memahami perubahan-perubahan itu, sehingga metode dan
materi dakwah dapat diselaraskan dengan suasana dan keadaan
masyarakat yang berubah. Perubahan yang dilakukan sesuai
dengan ayat Al-Qur‟an:
ْۙ َْ َ َ ٰ َْ ً ّ َ َ َ ‫ٰ َ َ َّ ه‬
‫اّٰلل ل ْم َي ُك ُمغ ِّي ًرا ِو ْع َمة او َع َم َها َعلى ق ْى ٍم َح هتى ُيغ ِّي ُر ْوا َما ِباه ُف ِس ِه ْم‬ ‫ذ ِلك ِبان‬
ْۙ َ ‫َو َا َّن ه‬
‫اّٰلل َس ِم ْي ٌع َع ِل ْي ٌم‬

Artinya: “(Siksaan) yang demikian itu adalah karena


sesungguhnya Allah sekali-kali tidak akan merubah
sesuatu nikmat yang telah dianugerahkan-Nya kepada
suatu kaum, hingga kaum itu merubah apa-apa yang ada
pada diri mereka sendiri, dan sesungguhnya Allah Maha
Mendengar lagi Maha Mengetahui”. (Q.S Al-Anfaal 8:
53).19
Perubahan yang terjadi pada masyarakat Islam tidak
terlepas dari spirit ajarannya. Dalam setiap perubahan tersebut
juga terdapat berbagai konsekuensi, bahkan dapat berujung
krisis. Krisis tersebut disebabkan karena dalam setiap
perubahan ada nilai-nilai dalam masyarakat yang terkikis.20
Munculnya perubahan komunikasi terkait modernisasi
(modernnization) merupakan akibat dominasi ilmu
pengetahuan dan teknologi Barat. Tergerusnya budaya dan
kearifan lokal karena munculnya budaya baru dari Barat.
Kemudian model dependensi (dependency) mengoreksi
kelemahan model modernisasi, yakni model ini memiliki
19
Kementerian Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya, 270.
20
Edi Amin, Dakwah Komunitarian Ummatic Transnasional: Studi
Konsepsi Dakwah Said Nursi dan Penerapannya di Indonesia, 53.
35

motivasi mensejajarkan ilmu pengetahuan dan teknologi barat


dengan jalan penguatan pembelajaran dan pendidikan.
Kemudian muncul model multiplicity, yang menyatakan
bahwa perubahan bisa terjadi karena adanya aturan yang
berhubungan dengan faktor lain seperti budaya, politik, agama
dan ekonomi.21
Model perubahan yang bersandar pada kesadaran diri
(self button-up) diharapkan mampu mendapatkan perubahan
yang positif yang tidak hanya berujung pada kepuasan, namun
juga kebahagiaan. Perubahan (taghyîr) dalam pandangan
komunikasi Islam (dakwah) adalah proses perubahan menuju
kehidupan yang lebih baik dan tercapainya kepuasan seperti
dalam model yang dikenal dengan uses and gratification
(manfaat dan kepuasan).22 Model ini, perubahan tidak hanya
menyajikan keuntungan berupa kehidupan yang lebih baik
secara materi tapi juga dalam bentuk psikologis berupa
kepuasan masyarakat seperti kenyamanan (ecology), rasa
aman (security), ketenangan batin (sprituality).
c. Takwîn al-Ummah (Development)
Takwîn al-Ummah/Amar ma‟ruf nahi munkar
merupakan usaha merealisasikan kebaikan dan usaha menjauhi
kemungkaran dan kebatilan. Prinsip ini menurut Hamid

21
Edi Amin, Dakwah Komunitarian Ummatic Transnasional: Studi
Konsepsi Dakwah Said Nursi dan Penerapannya di Indonesia, 55. Lihat Andi
Faisal Bakti, “The Contrbution of Dakwah to Communication Studies: Risale-I
Nur Collection Perspective, International Bediuzzaman Symposium,
Knowledge, Faint, Morality and the Future oh Humanity, 201-205.
22
Andi Faisal Bakti, “The Contrbution of Dakwah to Communication
Studies: Risale-I Nur Collection Perspective, International Bediuzzaman
Symposium, Knowledge, Faint, Morality and the Future of Humanity, 203.
36

Mawlana merupakan penegasan tentang tanggung jawab


individual dan kelompok dalam menyiapkan generasi penerus
untuk menerima ajaran-ajaran Islam dan mengambil manfaat
darinya. Tanggung jawab dan bimbingan tersebut juga terkait
dengan individu dan lembaga-lembaga dalam penyiaran
dakwah Islam. Termasuk di dalamnya adalah institusi
komunikasi sosial seperti pers, radio dan televisi.23
Konsep takwîn al-ummah/amar ma‟ruf dan nahi
munkar merupakan inti kegiatan dakwah. Pada prinsip Amar
ma‟ruf nahi munkar ini, Bakti memiliki pemahaman yang
lebih bervariasi, menurutnya konsep amar ma‟ruf nahi munkar
dapat disetarakan dengan konsep pembangunan (development).
Konsep ini berdasarkan ayat Al-Qur‟an:
ۗ َ َّ ْ ْ َ َْ ْ ْ ٰ ُ
ًُ ‫ا ْد ُع ِالى َس ِب ْي ِل َزِّب َك ِبال ِحك َم ِة َواْل ْى ِعظ ِة ال َح َس َى ِة َو َج ِادل ُه ْم ِبال ِت ْي ِه َي ا ْح َس‬
ُْ َ َ َ ًْ ‫ا َّن َ َّب َك ُه َى َا ْع َل ُم ب َم‬
ًَ ‫ض َّل َع ًْ َس ِب ْي ِل ٖه َو ُه َى ا ْعل ُم ِباْل ْه َت ِد ْي‬ ِ ‫ِ ز‬
Artinya:
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan
hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka
dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah
yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari
jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-
orang yang mendapat petunjuk”. (Q.S An-Nahl 16:
125).24
Konsep development terfokus dalam pembangunan
negara maju. Konsep ini digagas dan dikembangkan oleh
akademisi barat sebagai persyaratan menjadi negara maju
23
Edi Amin, Dakwah Komunitarian Ummatic Transnasional: Studi
Konsepsi Dakwah Said Nursi dan Penerapannya di Indonesia, 56.
24
Kementerian Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya, 421.
37

(developed country) dengan teori pembangunan. Kemajuan


barat (developed country) tidak lepas dari penemuan-
penemuan baru di bidang teknologi. Sehingga hal tersebut
harus ditransfer ke negara berkembang (developing countries)
untuk membantu mereka mampu mengikuti kemajuan yang
dinikmati barat. Model yang cocok mengambarkan hal ini
adalah difusi penemuan/teknologi (diffusion of innovation).
Disini dibutuhkan social marketing dan participatory
approach untuk menumbuhkan self reliance (kemampuan
untuk mandiri). Akhirnya terbangun self-help, kemandirian
individu dan bangsa, swasembada dalam semua aspek
kehidupan sebagai persyaratan menuju negara maju.25
d. Khairiyah al-Ummah (Ethics)
Pembenahan Khairiyah al-Ummah/akhlâq adalah misi
utama diutusnya Rasulullah SAW, akhlâq juga sering diartikan
sebagai etika. Etika berasal dari bahasa latin, “ethic” atau
bahasa yunani ethicos, yang diartikan sebagai, a body of moral
principles or values. Secara langkap etika merupakan ilmu
yang membicarakan tingkah laku manusia sehingga mampu
membedakan antara yang baik dengan yang buruk.26
Menurut Bakti, dalam persektif komunikasi Islam,
interaksi sesama manusia haruslah dilandaskan pada etika
yang baik (akhlak karimah) karena tujuan dari komunikasi
adalah membangun kesejahteraan, produktivitas, dan

25
Andi Faisal Bakti, “The Contrbution of Dakwah to Communication
Studies: Risale-I Nur Collection Perspective, International Bediuzzaman
Symposium, Knowledge, Faint, Morality and the Future oh Humanity, 207.
26
Nurudin, Pengantar Komunikasi Masa (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2007), 242.
38

persyaratan lainnya menuju perubahan (change) dan


pembangunan (development) umat. Hal ini tersebut
(development dan change) hanya dapat terwujud dengan
kesetaraan (equality), persaudaraan (fraternity) dan solidaritas
(solidarity).27 Konsep masyarakat madani atau civil society,
ataupun civil community ini dijelaskan pula dalam ayat-ayat
Alquran, yaitu di antaranya:
ّ
ۖ ًَ ‫الى ِب ّٖي َن ُم َب ِش ِسْي ًَ َو ُم ْى ِر ِزْي‬ ُ ‫اس ُا َّم ًة َّواح َد ًة ۗ َف َب َع َث ه‬
َّ ‫اّٰلل‬ َ ‫َك‬
َّ ‫ان‬
ُ ‫الى‬
ِ

Artinya: “Manusia itu adalah umat yang satu. (Setelah


timbul perselisihan), Allah mengutus para nabi sebagai
pemberi kabar gembira dan pemberi peringatan…” (Q.S
Al-Baqarah 2: 213).28
Konsep akhlâq dalam konteks dakwah mencakup al-
mauizah, al-hikmah, ahsan al-mujâdalah, al-karîmah, lâ
fitnah, lâ zan, ta‟âwun, mushâwarah/shŭra. Konsep ta‟âwun
ia samakan dengan sikap koperatif antara angota komunitas.
Sikap persamaan dan kesejajaran dalam memutuskan
persoalan (mushâwarah/shŭra) sejajar dengan konsep
demokrasi yang di perkenalkan barat. Sedangkan al-hikmah ia
sejajarkan dengan ilmu, sains dan filsafat.29
2. Teori Atribusi
Manusia senantiasa berusaha memaknai keadaan diri dan
lingkungannya. Salah satu cara yang lazim untuk mamaknai

27
Andi Faisal Bakti, “The Contrbution of Dakwah to Communication
Studies: Risale-I Nur Collection Perspective, International Bediuzzaman
Symposium, Knowledge, Faint, Morality and the Future oh Humanity, 209.
28
Kementerian Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya, 51.
29
Edi Amin, Dakwah Komunitarian Ummatic Transnasional: Studi
Konsepsi Dakwah Said Nursi dan Penerapannya di Indonesia, 59.
39

pengalaman adalah dengan melakukan atribusi atau atribusi


kausal, yaitu menjelaskan sebab dari berbagai tindakan atau
peristiwa yang menimpa diri dan orang lain. Sebab adalah
jawaban terhadap pertanyaan mengapa tentang kejadian atau
pengalaman tertentu. Sebab lebih merupakan hasil konstrusi
subjektif perseptor untuk menjelaskann kaitan antara suatu
tindakan dan hasilnya.30
Heider dikenal sebagai bapak teori atribusi. Heider
percaya, bahwa orang itu seperti ilmuwan amatir, berusaha untuk
mengerti tingkah laku orang lain dengan mengumpulkan dan
memadukan potongan-potongan informasi sampai mereka tiba-
tiba pada sebuah penjelasan masuk akal tentang sebab-sebab
orang lain bertingkah laku tertentu.31
Atribusi merujuk hanya pada bagaimana orang
menjelaskan penyebab orang lain atau perilaku mereka sendiri.
Seperti teori kesetaraan, ini adalah proses kognitif di mana orang
menarik kesimpulan tentang faktor-faktor yang memengaruhi,
atau masuk akal, perilaku satu sama lain. Ada dua jenis atribusi
umum yang dibuat orang: atribusi disposisi, yang menganggap
perilaku seseorang dengan faktor internal seperti sifat
kepribadian, motivasi, atau kemampuan, dan atribusi situasional,
yang menghubungkan perilaku seseorang dengan faktor eksternal
seperti peralatan atau pengaruh sosial. dari orang lain. Dalam
beberapa tahun terakhir, teori atribusi telah memainkan peran

30
Supratiknya, “Menjelaskan Keberhasilan dan Kegagalan,” Jurnal
Psikologi Fakultas psikologi UGM, vol. 32 no. 1, 2005, 1.
31
Sarlito W Sarwono, Psikologi Sosial, (Jakarta: Penerbit Salemba
Humanika, 2009), 31.
40

yang semakin penting dalam perilaku organisasi dan manajemen


sumber daya manusia. Pemeriksaan berbagai teori, jenis, dan
kesalahan atribusi dapat berkontribusi pada pemahaman sebagai
motivasi kerja dan perilaku organisasi secara umum.32
Haider mengatakan, jika anda melihat perilaku orang lain,
maka anda juga harus melihat sebab tindakan. Dengan demikian
anda sebagai pihak yang memulai komunikasi harus mempunyai
kemampuan untuk memprediksi perilaku tersebut seperti yang
tampak didepan anda. Ada dua jenis atribusi, yaitu atribusi
kausalitas dan atribusi kejujuran.33 Dalam atribusi kausal yang
hendak di pahami adalah mengapa suatu tindakan menghasilkan
akibat tertentu. Sebab berbeda dengan alasan, yaitu pembenaran
atas suatu tindakan.
Ada dua motivasi yang mendorong manusia melakukan
atribusi kausal. Pertama, prinsip kompetensi atau mastery.
Manusia butuh meningkatkan kemampuan untuk berinterasi
secara efektif dengan lingkungannya. Oleh karena itu ia perlu
memahami lingkungan termasuk dirinya sendiri, lewat atribusi
kausal. Kedua, fungsionalisme atau hedoneisme. Berdasarkan
pengetahuan tentang sebab dari aneka peristiwa yang dialami atau
disaksikannya manusia bisa mengatur agar tingkah lakunya lebih
efektif di masa mendatang. Dalam hal ini atribusi kausal

32
Fred Luthans, Organizational Behavior An Evidence-Based Approach
(United States: McGraw-Hill/Irwin, 2011), 171.
33
Alo Liliweri, Komunikasi Antarpribadi (Bandung: Citra Aditya Bakti,
1997), 52.
41

berfungsi sebagai sarana untuk mencapai aneka tujuan hidup


secara lebih efektif.34
Teori atribusi digunakan untuk menganalisa hambatan-
hambatan dakwah. Hambatan dakwah yang terjadi di pengaruhi
oleh faktor internal dan faktor eksternal. Baik berupa hambatan
ekologis, hambatan psikologis dan hambatan semantik.
3. Hambatan-Hambatan Komunikasi
Komunikasi manusia tidak selalu lancar karena ada
kalanya mengalami hambatan, gangguan, atau distorsi.
Mengingat perkembangan model awal komunikasi berbasis pada
teknik matematika, Shannon dan Weaver mengartikan konsep
noise sebagai “kebisingan”.35 Seringkali, komunikasi antar
individu mengalamai hambatan yang disebabkan tidak adanya
pengetahuan yang mendalam mengenai perbedaan latar belakang
budaya pihak lain.36 Karenanya komunikasi sangat berhubungan
erat dengan perilaku manusia. Menurut Lewin dikutip oleh
Jalaluddin Rakhmat, perilaku merupakan hasil interaksi yang
menarik antara keunikan individual yang ada pada diri manusia
dengan keumuman situasional dalam lingkungannya.37
Sedangkan Rogers dan Shoemaker mendefinisikan perilaku
sebagai wujud dari tindakan dan sikap, sedangkan sikap

34
Alimatus Sahrah, “Pengaruh Atribusi Kesuksesan Terhadap
Ketakutan untuk Sukses Pada Wanita Karir,” Jurnal Psycho Idea, tahun 9 no.
2, (Juli 2011), 15.
35
Suryanto, Pengantar Ilmu Komunikasi (Bandung: Pustaka Setia,
2015), 66.
36
Anwar Arifin, Ilmu Komunikasi: Sebuah Pengantar Ringkas (Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada, 2006), 32.
37
Jalaludin Rakhmat, Psikologi Komunikasi (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 1999), 27.
42

dipengaruhi oleh persepsi, dan persepsi dipengaruhi oleh


karakteristik individu. Perilaku komunikasi merupakan suatu
kebiasaan dari individu atau kelompok didalam menerima atau
menyampaikan pesan yang diindikasikan dengan adanya
partisipasi, hubungan dengan sistem sosial, kekosmopolitan,
hubungan dengan agen pembaharu, keaktifan mencari informasi
serta pengetahuan mengenai hal-hal yang baru.38
Mengenali beberapa penghambat yang lazim dapat
membantu anda menghindarinya atau setidak-tidaknya
menanggulangi akibatnya. Komunikasi tentu saja menghadapi
hambatan dan masalah yang sama seperti yang dihadapi oleh
bentuk-bentuk komunikasi yang lain.39
Dalam proses komunikasi dakwah seringkali banyak terjadi
hambatan yang kadang-kadang bisa kita duga atau kita ramalkan,
karena obyek dakwah sifatnya dinamis selalu berubah, begitu
pula sering terjadi factor-faktor lain seperti misalnya, cuaca,
kondisi tempat, suasana lingkungan dan lain sebagainya.
Hambatan komunikasi dakwah dapat mempengaruhi tujuan dan
harapan yang diinginkan oleh komunikator, oleh karena itu untuk
memperkecil kegagalan komunikasi, para juru dakwah sebaiknya
terlebih dahulu memahami dan mengantisipasi beberapa faktor
yang menjadi hambatan komunikasi.40

38
Rogers dan Shoemaker, Comunication of Innovations (New York:
The Free Press, 1981), 107.
39
Joseph DeVito, Komunikasi Antarmanusia (Pamulang: Karisma
Publishing, 2011), 545.
40
Sami‟an Hadisaputra, “Problematika Komunikasi Dakwah dan
Hambatannya (Prespektif Teoritis dan Fenomologis), Jurnal Adzikra, vol. 03
no. 1, Januari-Juni 2012, 70-71.
43

Hambatan komunikasi dapat terjadi pada semua unsur


komunikasi, baik pada komunikator, pesan, media, komunikan
ataupun yang lainnya. Seperti halnya yang terjadi pada
komunikator, ketika ia berdiri dan berbicara di depan orang
banyak, tiba-tiba semua yang sudah disiapkan hilang semua.
Seperti yang dikemukakan Dale Carnegie dikutip oleh
Roudhonah “ketika saya disuruh berdiri di depan umum untuk
berbicara, saya menjadi amat sadar akan diri sendiri amat takut
hingga tidak bisa berpikir dengan jelas, tidak bisa
mengosentrasikan diri, tidak bisa mengingat kembali apa yang
ingin saya katakan”, hal ini menjadi hambatan-hambatan
komunikasi.41
Tidak seperti halnya pada kegagalan, hambatan tidak
menyebabkan komunikasi berhenti, tetapi ia menahan
(menimbulkan kesulitan pada) aliran pesan itu. Beberapa pesan
“dibendung” dan tidak dapat melampaui hambatan itu. Lainnya
seperti halnya dengan air yang „meluber‟, dapat sampai kepada si
penerima. Akan tetapi, karakter pesan ini dapat berubah dalam
proses peluberan melewati penghalang tersebut. pesan itu
mungkin akan seragam, tercemar dan seterusnya.42
Hambatan-hambatan komunikasi yang terjadi dari pengirim
pesan, misalnya pesan yang akan di sampaikan belum jelas bagi
dirinya atau pengirim pesan, hambatan dalam penyandian/simbol
artinya bahasa yang digunakan tidak jelas dan sulit dipahami,
hambatan media artinya terjadi dalam pengunaan media

41
Roudhonah, Ilmu Komunikasi (Depok: Raja Grafika Persada, 2019),
113.
42
Roudhonah, Ilmu Komunikasi, 113-114.
44

komunikasi, hambatan dalam bahasa sandi, hambatan dari


penerima pesan dan hambatan dalam memberi balikan.43
Menurut Marhaeni Fajar dalam buku “Ilmu Komunikasi:
Teori dan Praktek” menjelaskan, hambatan-hambatan komunikasi
antara lain:
a. Hambatan Ekologis
Hambatan ekologis atau hambatan fisik dapat
mengganggu komunikasi yang efektif, cuaca gangguan alat
komunikasi, misalnya: Gangguan kesehatan karena banyaknya
masyarakat menjadi korban baik luka berat maupun ringan
akibat tertimpa reruntuhan serta kondisi mereka yang masih
berada di tenda-tenda darurat sehingga keadaan fisik mereka
tidak terjamin.44
b. Hambatan Psikologis
Hambatan psikologis dan sosial kadang-kadang
mengganggu komunikasi. Dalam musibah ini komunikan
masih trauma dengan musibah yang menimpa mereka.
Bencana yang telah mengambil keluarga dan harta benda
mereka menimbulkan dampak traumatik yang sangat tinggi
sehingga pada saat diajak untuk berkomunikasi menjadi „tidak
nyambung‟ bahkan ketidak mampuan mereka dalam
menghadapi bencana ini menimbulkan stress yang
berkepanjangan. Faktor psikis komunikan ini yang membuat
proses rekonstruksi menjadi sulit.45

43
Marhaeni Fajar, Ilmu Komunikasi: Teori dan Praktek (Jakarta:
Universitas Mascu Buana, 2009), 62-63.
44
Marhaeni Fajar, Ilmu Komunikasi: Teori dan Praktek, 63.
45
Marhaeni Fajar, Ilmu Komunikasi: Teori dan Praktek, 64.
45

Hambatan Psikologi sama dengan prasangka yang


disebabkan oleh aspek antropologis dan sosiologis, dapat
terjadi terhadap ras, bangsa, suku bangsa, agama, partai
politik, kelompok dan apa saja yang bagi seseorang
merupakan suatu perangsang disebabkan dalam
pengalamannya pernah diberi kesan yang tidak enak.46
Demikian juga hambatan komunikasi itu bersifat psikologis
yang terdapat dalam kemampuan kognitif dan afektif
individualnya dalam menyandi dan mengalih sandi pesan.
Karena itu, hambatan komunikasi terdapat secara lebih luas
dalam perspektif psikologi.47
Kondisi psikologis memiliki kekuatan untuk
mempengaruhi secara positif dan negatif terhadap berjalannya
proses komunikasi. Perasaan lelah, mengantuk, marah, rasa
lapar, rasa takut, pikiran kacau, kondisi berduka cita dan
sebagainya, secara negatif bisa menghambat, bahkan
menggagalkan komunikasi.48
c. Hambatan Semantik
Semantik adalah pengetahuan tentang pengertian atau
makna yang sebenarnya.49 kata-kata yang dipergunakan dalam
komunikasi kadang-kadang mempunyai arti mendua yang
berbeda, tidak jelas atau berbelit-belit antara pemberi pesan
dan penerimanya, dengan kata lain bahasa yang digunakan

46
Onong Uchjana Effendy, Dinamika Komunikasi ( Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2004), 14.
47
Roudhonah, Ilmu Komunikasi, 118.
48
M. Shoelhi, Komunikasi Lintas Budaya, 17.
49
M. Shoelhi, Komunikasi Lintas Budaya, 17.
46

berbeda.50 Gangguan semantik terjadi dalam salah pengertian


karena dalam mengartikan kalimat, kadang-kadang seseorang
mengunakan kata-kata disebabkan latar belakang dan
pengalaman seseorang.51
Hambatan ini muncul dari diri komunikator dalam hal
ini juru dakwah (mubaligh), yaitu adanya gangguan dalam
penggunaan bahasa, misalnya dalam pengucapan kalimat,
kurang fasih, ketidak-tepatan dalam menggunakan bahasa
asing. Hambatan semantik ini bila tidak dihilangkan akan
mengakibatkan dan menimbulkan kesalahan pengertian,
kesalahan tafsir (misunderstanding dan mis-interpretation)
yang pada akhirnya menimbulkan communication
52
breakdown. Salah komunikasi atau mis communication ada
kalanya disebabkan oleh pemilihan kata yang tidak tepat, kata-
kata yang sifatnya konotatif . dalam komunikasi bahasa yang
sebaiknya dipergunakan dengan kata-kata yang konotatif,
semestinya dijelaskan apa yang dimaksud sebenarnya,
sehingga tidak terjadi salah tafsir.53
B. Kerangka Berfikir
1. Strategi Komunikasi
Strategi berasal dari bahasa Yunani: Strategia yang
berarti kepemimpinan atas pasukan atau seni memimpin
pasukan. Kata strategia bersumber dari kata strategos yang

50
Marhaeni Fajar, Ilmu Komunikasi: Teori dan Praktek, 63.
51
Roudhonah, Ilmu Komunikasi, 114.
52
Arifin, Psikologi Dakwah Suatu Pengantar (Jakarta: Bumi Aksara,
2004), 80.
53
Onong Uchjana Effendy, Dinamika Komunikasi, 14.
47

berkembang dari dari kata stratus (tentara) dan kata agein


(memimpin).54
Istilah strategi dipakai dalam kontek militer sejak
zaman kejayaan Yunan-Romawi sampai masa awal
industrialisasi. Kemudian istilah strategi meluas ke berbagai
aspek kegiatan masyarakat, termasuk dalam bidang
komunikasi dan dakwah. Hal ini penting karena dakwah
bertujuan melakukan perubahan terencana dalam
masyarakat.55
Kata strategi dibedakan dari kata taktik. Webster‟s New
Twentieth Century Dictionary menyatakan bahwa taktik
menunjukkan hanya pada kegiatan mekanik saat
menggerakkan benda-benda, sedangkan strategi adalah cara
pengaturan untuk melaksanakan taktik itu.56 Bisa juga berarti
kemampuan yang terampil dalam menangani dan
merencanakan sesuatu.57
Menurut Ali Moertopo pendekatan strategi pada
hakekatnya mempunyai lima ciri-ciri berikut:
a. Memusatkan perhatian pada kekuatan, kepada power.
Kekuatan adalah bagaikan fokus pokok di dalam
pendekatan strategis.

54
Ali Moertopo, Strategi Kebudayaan (Jakarta: CSIS, 1978), 7.
55
Anwar Arifin, Dakwah Kontemporer: Sebuah Studi Komunikasi
(Yogyakarta: Graha Ilmu, 2011), 227.
56
Kustadi Suhandang, Retorika: Strategi, Teknik dan Taktik Berpidato
(Bandung: Penerbit Nuansa, 2009), 90.
57
Syukriadi Sambas & Acep Aripudin, Dakwah Damai: Pengantar
Dakwah Antar budaya (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2007), 138.
48

b. Memusatkan perhatian kepada analisa dinamik, analisa


gerak dan analisa aksi.
c. Strategi memusatkan perhatian kepada analisa yang ingin
dicapai serta gerak untuk mencapai tujuan tersebut.
d. Strategi memperhitungkan faktor-faktor waktu (sejarah:
masa lampau, masa kini dan terutama masa depan) dan
faktor lingkungan.
e. Strategi berusaha menemukan masalah-masalah yang
terjadi dari peristiwa-peristiwa yang ditafsirkan
berdasarkan konteks kekuatan, kemudian mengadakan
analisa mengenai kemungkinan-kemungkinan serta
memperhitungkan pilihan-pilihan dan langkah-langkah
yang dapat diambil, dalam rangka bergerak menuju
kepada tujuan itu.58
Istilah strategi (strategy) oleh manajer diartikan sebagai
rencana skala besar yang berorientasi jangka panjang untuk
berinteraksi dengan lingkungan yang akan dilakukan oleh
perusahaan. Sebuah strategi merupakan rencana permainan
yang akan dilakukan oleh perusahaan.59
Azis berpendapat bahwa strategi adalah rencana
tindakan (rangkaian kegiatan) termasuk pengunaan metode
dan pemanfaatan berbagai sumber daya atau kekuatan. Dengan

58
Ali Moertopo, Strategi Kebudayaan, 8-9.
59
John Pearce dan Richard Robinson, Manajemen Strategis Strategic
Manajemen-Formulasi, Implementasi and Control, terj. Nia Pramita Sari
(Jakarta: Salemba Empat, 2013), 4.
49

demikian, strategi merupakan proses penyusupan rencana


kerja, belum sampai pada tindakan.60
Ali Moertopo mengatakan strategi adalah hal yang
berkenaan dengan cara dan usaha menguasai dan
mendayagunakan segala sumber daya suatu masyarakat, suatu
bangsa untuk mencapai suatu tujuan.61 Definisi strategi
menurut Stephenie K. Marrus dikutip oleh Husen Umar adalah
suatu proses penentuan rencana para pemimpin puncak yang
berfokus pada tujuan jangka panjang organisasi, disertai
penyusunan suatu cara atau upaya bagaimana agar tujuan
tersebut dapat dicapai.62
Ada pendapat dari Hamel dikutip oleh Husen Umar yang
mengatakan strategi merupakan tindakan yang bersifat
incremental (senantiasa meningkat) dan terus-menerus, serta
dilakukan berdasarkan sudut pandang tentang apa yang
diharapkan oleh para pelanggan di masa depan. Dengan
demikian, strategi hampir selalu dimulai dari apa yang dapat
terjadi dan bukan dimulai dari apa yang terjadi.63
Komunikasi merupakan suatu hal yang sangat mendasar
dalam kehidupan manusia, bahkan komunikasi telah menjadi
fenomena bagi terbentuknya suatu masyarakat atau komunitas
yang terintegrasi oleh informasi, dimana masing-masing
individu di dalam masyarakat itu sendiri saling berbagi
informasi (information sharing) untuk mencapai tujuan

60
Moh. Ali Azis, Ilmu Dakwah (Jakarta: Kencana, 2015), 350.
61
Ali Moertopo, Strategi Kebudayaan, 8.
62
Husein Umar, Strategic Management In Action (Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama, 2001), 31.
63
Husein Umar, Strategic Management In Action, 31.
50

bersama. Secara sederhana komunikasi dapat terjadi apabila


ada kesamaan antara penyampaian pesan dan orang yang
menerima pesan.64
Terminologi komunikasi berasal dari bahasa latin yakni
Comminico yang artinya membagi, dan communis yang berarti
membangun kebersamaan antara dua orang atau lebih. Sebagai
ilmu multidiplin, definisi komunikasi telah banyak di buat oleh
para pakar dari disiplin ilmu.65
Menurut Stephen Littlejohn dikutip oleh Morissan
mengatakan, communication is difficult to define. The word is
abstrak and, like most term, posses numerous meanings
(komunikasi sulit untuk didefinisikan. Kata “komunikasi”
bersifat abstrak, seperti kebanyakan istilah, memiliki banyak
arti).66
Steven dikutip oleh Hafied Cangara berpendapat bahwa
komunikasi terjadi kapan saja suatu organisme memberi reaksi
terhadap suatu objek atau stimuli, apakah itu berasal dari
seseorang atau lingkungan sekitar.67 Menurut Rogers dikutip
oleh Hafied Cangara komunikasi adalah suatu proses di mana
dua orang atau lebih membentuk atau melakukan pertukaran

64
Syaiful Rohim, Teori Komunikasi Perspektif, Ragam dan Aplikasi
(Jakarta: Rineka Cipta, 2016), 9. Lihat juga, Stephen W. Littlejohn, Theories of
Human Communication (New Mexico: Wadsworth Publishing Company,
1999), 6.
65
Hafied Cangara, Komunikasi Politik Konsep, Teori dan Strategi
(Jakarta: Rajawali Pers, 2014), 13.
66
Morissan, Teori Komunikasi Individu Hingga Massa (Jakarta:
Kencana, 2013), 8.
67
Hafied Cangara, Komunikasi Politik Konsep, Teori dan Strategi, 14.
51

informasi dengan satu sama lainnya, yang pada gilirannya


akan tiba pada saling pengertian yang mendalam.68
Hovland dikutip oleh Dani Vardiansyah mendefinisikan
komunikasi sebagai proses yang melaluinnya seseorang
(komunikator) menyampaikan stimulus (biasanya dalam
bentuk kata-kata) dengan tujuan mengubah atau membentuk
prilaku orang lain (khalayak).69
Berelson dikutip oleh Dani Vardiansyah mengatakan
bahwa komunikasi adalah proses penyampaian informasi,
gagasan, emosi, keahlian, dan lain-lain melalui pengunaan
simbol-simbol seperti kata-kata, gambar, angka, dan lain-
lain.70
Definisi-definisi yang dikemukakan di atas tentu belum
mewakili semua definisi komunikasi yang telah dibuat oleh
banyak pakar, namun sedikit banyaknya kita telah dapat
memperoleh gambaran seperti apa yang diungkapkan oleh
Shannon dikutip oleh Hafied Cangara bahwa komunikasi
adalah bentuk interaksi manusia yang saling pengaruh
mempengaruhi satu sama lainnya, sengaja atau tidak sengaja.
Tidak terbatas pada bentuk komunikasi menggunakan bahasa
verbal, tetapi juga daalam hal ekspresi muka, lukisan, seni dan
teknologi.71

68
Hafied Cangara, Pengantar Ilmu Komunikasi (Jakarta: Rajawali Pers,
2011), 20.
69
Dani Vardiansyah dan Erna Febriani, Filsafat Ilmu Komunikasi
Pengantar Ontologi, Epistimologi, Aksiologi (Jakarta: Indeks, 2018), 35.
70
Dani Vardiansyah dan Erna Febriani, Filsafat Ilmu Komunikasi
Pengantar Ontologi, Epistimologi, Aksiologi, 36.
71
Hafied Cangara, Pengantar Ilmu Komunikasi, 21.
52

Judy C. Pearson dan Paul E. Nelson dikutip oleh Deddy


Mulyana mengemukakan bahwa komunikasi mempunyai dua
fungsi umum. Pertama, untuk kelangsungan hidup diri sendiri
yang meliputi, keselamatan fisik, meningkatkan kesadaran
pribadi, menampilkan diri kita sendiri kepada orang lain dan
mencapai ambisi pribadi. Kedua, untuk kelangsungan hidup
masyarakat, tepatnya untuk memperbaiki hubungan sosial dan
mengembangkan keberadaan suatu masyarakat.72
Strategi komunikasi di definisikan oleh Middletton
dikutip oleh Hafied Cangara sebagai kombinasi yang terbaik
dari semua elemen komunikasi mulai dari komunikator, pesan,
saluran (media), penerima sampai pada pengaruh (efek) yang
dirancang untuk mencapai tujuan komunikasi yang optimal.73
Strategi komunikasi merupakan panduan perencanaan
komunikasi (communication planning) dengan manajemen
komunikasi (communication management) untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan. Strategi komunikasi ini harus
mampu menunjukan bagaimana operasionalnya secara praktis
harus dilakukan, dalam arti kata bahwa pendekatan (approach)
bisa berbeda-beda bergantung pada situasi dan kondisi.74
Menurut Wayne Peace, tujuan strategi komunikasi terdiri
atas empat tujuan, yaitu:

72
Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar (Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2010), 5. Lihat juga, Larry A. Samavar dan Richard E.
Porter, Communication Betwen Cultures (California: Wedsworth, 1991) 179.
73
Hafied Cangara, Perencanaan & Strategi Komunikasi (Jakarta: Raja
Grafindo, 2013), 61.
74
Onong Uchyana Effendy, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek
(Bandung: Remaja Rosdakarya, 2003), 32.
53

a. To secure understanding. Strategi komunikasi bertujuan


untuk memastikan terciptanya saling pengertian dalam
berkomunikasi dan untuk memberikan pengaruh kepada
komunikan melalui pesan-pesan yang disampaikan untuk
mencapai tujuan tertentu dari organisasi.
b. To establish acceptance. Strategi komunikasi disusun agar
saling pengertian dan penerimaan tersebut terus dibina
dengan baik.
c. To motive action. Strategi komunikasi memberikan
dorongan, memotivasi perilaku atau aksi. Komunikasi
selalu memberi pengertian yang diharapkan dapat
memengaruhi atau mengubah perilaku komunikan agar
sesuai dengan keinginan komunikator.
d. To reach the goals which the communicator sought to
achieve. Strategi komunikasi memberikan gambaran cara
bagaimana mencapai tujuan yang telah ditetapkan oleh
pihak komunikator dari proses komunikasi tersebut.75
2. Antrapologi Agama
Antrapologi adalah ilmu pengetahuan yang
mempelajari umat manusia sebagai makhluk masyarakat.
Perhatian ilmu pengetahuan ini ditunjukan kepada sifat-sifat
khusus badani dan cara-cara produksi, tradisi-tradisi dan nilai-
nilai yang membuat pergaulan hidup yang satu berbeda dari
pergaulan hidup lainnya.76 Antropologi melihat manusia
secara ilmiah, sehingga ditemukan berbagai indikator yang

75
Wayne Peace, Brent Peterson, Dallas Burnet, Techniques for Effective
Communication (Massachusetts: Addison-Wastley), 128.
76
Harsojo, Pengantar Aantropologi (Bandung: Binacipta, 1967), 13.
54

menjelaskan awal manusia hidup dan cara-cara


mempertahankan kehidupannya di muka bumi. Di samping
dapat dilihat secara ilmiah, manusia dapat dilihat pula secara
religius, karena kelahirannya berhubungan erat dengan tuhan
sebagai pencipta.77
Antropologi sebagai disiplin ilmu yang berdiri sendiri,
masa perkembangannya sebagaimana disebutkan
Koentjaraningrat berawal dari kedatangan orang-orang Eropa
ke Benua Afrika, Asia dan Antartika, sebelum abad ke 18 M,
hasil perjalanan mereka menuju berbagai wilayah dengan
berbagai misi perjalanan yang terdiri dari para musafir, pelaut,
pendeta, penyiar agama dan pegawai pemerintah jajahan mulai
dikumpulkan dalam himpunan buku besar yang memuat
deskripsi adat istiadat, susunan masyarakat, bahasa dan ciri-
ciri fisik berbagai warna suku bangsa.78 Di Indonesia sekarang
telah mulai dikembangkan suatu ilmu antrapologi yang khas
Indonesia. Sehingga, kita belum terikat oleh suatu tradisi
sehingga kita masih dapat memilih serta mengkombinasikan
berbagai unsur dari aliran yang paling sesuai yang telah
berkembang di negara-negara lain, dan diselaraskan dengan
masalah kemasyarakatan di Indonesia.79
Pada permulaan abad ke 19, perhatian terhadap
pengetahuan tentang adat istiadat susunan masyarkat dan ciri-
ciri fisik masyarakat diluar bangsa Eropa menjadi sangat

77
Beni Ahmad Saebani, Pengantar Antropologi (Bandung: Pustaka
Setia, 2012), 15.
78
Koentjaraningrat, Pengantar Antropologi, 1-5.
79
Koentjaraningrat, Pengantar Antrapologi 1 (Jakarta: Rineka Cipta,
2011), 6.
55

besar, dan pada pertengahan abad ke 19 muncul berbagai buku


karangan yang berisi etnografi berdasarkan evolusi
masyarakat. Dengan munculnya berbagai karangan yang
mengklarifikasikan bentuk warna kehidupan diseluruh dunia
pada tahun 1860-an maka lahirlah ilmu antropologi yang
bersifat akademikal.
Pada fase berikutnya, pada permulaan abad ke 20,
Antropologi menjadi sangat penting bagi bangsa Eropa, bagi
kepentingan jajahan, dan terutama di Inggris pada fase ini
antropologi menjadi ilmu praktis. Pada fase tahun 1930-an
ilmu Antropologi berkembang demikian luasnya baik dalam
bahan kajian maupun metodologinya. Apabila sejarah lahirnya
antropologi ini dibandingkan dengan perjalanan seorang
filosof muslim yang dikenal dengan nama Al-Biruni ( 973-
1048 M), yang telah melakukan perjalanan ke Asia Selatan,
anak benua mendampingi Sultan Mahmud Al-Faznawi, selama
di India lebih kurang 13 tahun.80
Pada dasarnya studi Agama telah dimulai sejak masa
sebelum masehi, sebagaimana diungkapkan oleh Mircea
Aliade. Di era Yunani pra Sokrates sudah lahir catatan dan
laporan mengenai kehidupan keagamaan masyarakat Yunani.
Namun secara aklamatif diakui bahwa studi agama modern
didirikan oleh Friedrich Max Muller (1823-1900), yang
memunculkan kajian metode perbandingan terhadap agama-

80
Ahmad Amin Husyain, Seratus Tokoh Dalam Sejarah Islam
(Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2001), 164.
56

agama yang kemudian dijadikan sebagai tonggak berdirinya


studi agama sebagai sebuah disiplin keilmuan modern.81
Tradisi yang muncul dari kajian-kajian agama Muller,
memiliki arah dua sisi ; pertama, kajian terhadap data sejarah
agama-agama, dan kedua, kecendrungan kearah kajian struktur
atau muatan dari kehidupan keagamaan itu sendiri.
Perkembangan berbagai kajian terhadap agama-agama
memunculkan berbagai persoalan, salah satunya adalah
tentang defenisi agama itu sendiri. Adanya perbedaan
pendapat tentang defenisi agama melahirkan munculnya
perbedaan pendekatan dalam upaya mengkaji dan meneliti
tentang agama, bagi kelompok yang berpandangan bahwa
aktivitas atau ekspresi keagamaan dipandang sebagai bentuk-
bentuk dorongan fisiko-kultural manusia, melakukan
pengkajian dengan pendekatan antropologi, hal ini karena
antropologi merupakan ilmu yang mengkaji bentuk- bentuk
kebudayaan manusia dalam pemikiran, tindakan maupun
benda-benda.82
Dalam fase perkembangannya, antropologi agama
terbagi pada beberapa aliran, diantaranya, aliran fungsional,
aliran struktural dan aliran historis.83 Aliran fungsional atau
fungsionalisme dengan tokohnya Brosnilaw Kacper (1884-
1942) berpendapat bahwa suatu aspek kebudayaan, termasuk
model-model keagamaan mempunyai fungsi dalam kaitannya

81
Ahmad Norma Permata, Metodologi Studi Agama (Yogyakarta :
Pustaka Pelajar, 2000), 46.
82
Ahmad Norma Permata, Metodologi Studi Agama, 22.
83
Herman Beck, Metode Penelitian Agama (Yogyakarta : Pasca Sarjana
IAIN Sumatera Utara Kalijaga, 1990), 65.
57

dengan aspek lain sebagai kesatuan, dan juga berkeyakinan


bahwa institusi-institusi atau lembaga-lembaga kebudayaan
dan keagamaan mempunyai fungsi yang sangat penting dalam
kehidupan masyarakat.Penelitian dalam aliran fungsionalis ini
bersifat longitudinal, bahkan bias bertahun-tahun.84
Aliran struktural dengan tokohnya Clauda Levi Strauss
(1908-1975), tidak begitu banyak melakukan penelitian
lapangan, namun ia menganjurkan adanya distansi, yakni
mengambil jarak dari objek. Aliran historis, dengan tokohnya
E.Evans Pritchard (1902-1973), mencirikan penggunaan
hermeneutik, yakni melakukan penafsiran terhadap kata-kata
dan istilah- istilah bahasa bangsa yang ditelitinya, disamping
watak diakronisnya. Ciri-ciri antropologi historisnya adalah :
Seperti halnya sejarah, berusaha mengerti, memahami ciri
penting suatu kebudayaan dan selanjutnya menerjemahkan
ciri-ciri itu kedalam kata-kata atau istilah-istilah bahasa
peneliti sendiri. Berusaha menemukan struktur yang mendasari
masyarakat dan kebudayaannya dengan analisis-analisis yang
dinamakan analisis struktural.85

84
Herman Beck, Metode Penelitian Agama, 66-67.
85
Herman Beck, Metode Penelitian Agama, 69-70.
BAB III
GAMBARAN UMUM SUKU ANAK DALAM
A. Historis Asal Usul Suku Anak Dalam
Suku Anak Dalam adalah salah satu suku tertua yang ada
di daerah Jambi. Beberapa keterangan dari buku sejarah
menyebutkan bahwa Suku Anak Dalam merupakan hasil
pencampuran antara Suku Weda dengan Suku Negrito yang
dalam perjalanan sejarah kemudian disebut Suku Weddoid.
Adapun ciri-ciri Suku Weddoid adalah rambut keriting, kulit
sawo matang, mata terletak agak menjorok ke dalam, badan kecil,
dan kepala berukuran sedang. Ciri-ciri ini sebagian besar
memiliki kesamaan dengan Suku Anak Dalam.
Secara umum, Suku Anak Dalam hidup dengan budaya
berburu dan meramu, mereka sangat terampil berburu dengan
menggunakan alat tradisional seperti tombak, kujur, dan anak
panah. Sejak ratusan tahun suku primitif ini disebut suku Kubu
atau suku rimba. Ada beberapa istilah lain yang dilekatkan
terhadap Suku Anak Dalam seperti Komunitas Adat Terpencil,1
Orang Kubu2, dan Orang Rimba.3

1
Penyebutan ini istilah dari Dinas KSPM Provinsi Jambi karena
Suku Anak Dalam mempunyai masalah yang spesifik jika dibandingkan
dengan masyarakat terasing lainnya dalam, “Profil Komunitas Adat Terpencil
(KAT) dan Program Pemberdayaan di Propinsi Jambi (2009), 4.
2
Orang kubu adalah istilah dan stereotype yang sangat terkenal
digunakan oleh orang Melayu yang konotasinya terkadang berarti bodoh, kotor
dan menjijikkan. Lihat Mailinar & Bahren Nurdin, “Kehidupan Keagamaan
Suku Anak Dalam di Dusun Senami Iii Desa Jebak Kabupaten Batanghari
Jambi, Vol. 28, No. 2, (2013): 142.
3
Mailinar & Bahren Nurdin, “Kehidupan Keagamaan Suku Anak
Dalam di Dusun Senami Iii Desa Jebak Kabupaten Batanghari Jambi, 142.
Lihat Butet Manurung, Sokola Rimba, Pengalaman belajar bersama Orang
Rimba (Yogyakarta: INSIST, 2007), 9.

58
59

Berdasarkan cerita tutur setiap kelompok, ada berbagai


versi cerita yang berkaitan dengan asal-usul Suku Anak Dalam
atau Sungai Mekekal mengaku bernenek moyang yang sama
dengan orang Melayu di Tanah Garo, yaitu berasal dari buah
gelumpang.4 Suku Anak Dalam Air Hitam mengatakan sebagai
keturunan orang-orang desa yang lari ke dalam hutan. Sementara
itu Suku Anak Dalam yang berada di barat Provinsi Jambi
mengaku berasal dari Suku Anak Dalam di Sumatera Selatan
(Musi Rawas) yang mempunyai sejarah asal-usul sama dengan
orang Melayu yang melarikan diri ke dalam hutan karena
penjajahan.5
Asal usul keturunan Suku Anak Dalam yang berasal dari
keturunan 9 (Sembilan) bersaudara yang merupakan anak dari
Raden Ontar. Raden Ontar anak dari Pangeran Nagosari dan cucu
dari Maruhum Sungsang Romo yang berdarah Mataram Hindu
yang menikah dengan Putri Bayan Lais. Putri bayan Lais adalah
putri dari Pangeran Bagas Gayur yang berasal dari Kerajaan
Pagaruyung yang menikah dengan Putri Berdarah Putih yang
berasal dari Gunung Kembang (Kabupaten Sarolangun).6
Suku Anak Dalam yang ada di Jambi memiliki asal-usul
keturunan yang sama, yakni dari sisa-sisa prajurit Kerajaan
Sriwijaya yang kalah dalam peperangan melawan Kerajaan Chola
dari India (Abad ke 11 atau sekitar tahun 1030). Karena tak ingin

4
Wawancara dengan Muhammad Zuhdi, Direktur Cappa, pada 22
November 2018.
5
Wawancara dengan Bobi, pemuda Suku Anak Dalam Segandi, pada 22
November 2018.
6
Wawancara dengan Iyat Khubung, Tumenggung Segandi, pada 2
Desember 2018.
60

dijajah oleh Kerajaan Chola, sisa pasukan Kerajaan Sriwijaya


memilih menyingkir masuk ke daerah pedalaman.7
Menurut data yang dikumpulkan Yayasan Agraphana
Bhumi Indonesia, bahwa Suku Anak Dalam adalah suku melayu
Jambi, yang hidup nomadent berkelompok yang mendiami hutan-
hutan yang berada di bukit XII dan fakta sejarah mereka
keturunan langsung dari Raja Jambi, yaitu Sultan Thaha
Saifuddin dan laskar-laskar pengikutnya yang berjuang melawan
penjajah.8
Adapun Suku Anak Dalam yang berada di kawasan Taman
Nasional Bukit Tiga puluh mengatakan mereka berasal dari Suku
Anak Dalam Kuamang Kuning dan Rimbo Bujang, daerah Jambi
yang berbatasan dengan Sumatera Barat.9 Apabila ditelisik,
berbagai versi cerita tersebut memiliki kesamaan tentang asal
usul Suku Anak Dalam, yakni mereka berasal dari suku bangsa
lain, baik suku bangsa Melayu maupun suku bangsa
Minangkabau.10
Menurut sejarah lisan, yang hidup di Taman Nasional Bukit
Dua belas, berasal dari kerajaan Pagaruyung yang merantau ke
Jambi. Temenggung Tarib menjelaskan bahwa dia bisa
menceritakan silsilah keluarga sampai kepada 6 generasi yang

7
Wawancara dengan Arfan Azis, Akademisi UIN STS Jambi, pada 10
November 2018.
8
Wawancara dengan Baya, anggota Yayasan Agraphana Bhumi
Indonesia, pada 3 Desember 2018.
9
Adi Prasetijo, Serah Jajah dan Perlawanan yang Tersisa: Etnografi di
Jambi (Jakarta: Wesatama Widya Sastra, 2011), 46.
10
Takiddin, Nilai-Nilai Kearifan Budaya Lokal (Studi pada Suku
Minoritas Rimba di Kecamatan Air Hitam Provinsi Jambi), vol. 1 no. 2
(2018): 162.
61

lalu.11 Ahli antropolog Jambi menjelaskan bahwa Suku Anak


Dalam memiliki sejarah lisan dalam jangka 300 sampai 500 tahun
atau kurang lebih dari abad k-16 atau ke-17.12
Secara ekologis, Suku Anak Dalam hidup tersebar di tiga
wilayah berbeda, yaitu: (1) Bagian barat Provinsi Jambi (sekitar
jalan lintas timur Sumatera), (2) Kawasan Taman Nasional (TN)
Bukit Dua belas, dan (3) Bagian utara Provinsi Jambi terutama di
Taman Nasional Bukit Tiga puluh (berada di perbatasan Riau dan
Jambi).13 Suku Anak Dalam yang hidup di kawasan Bukit Dua
belas berdiam dan mengembara di hutan dataran rendah antara
sungai Batanghari dan Sungai Tembesi. Mereka hidup di antara
anak sungai yang ada di kawasan Bukit Dua belas tersebut.14
Suku Anak Dalam atau asal Jambi tersebar dikawasan
Taman Nasional Bukit Dua Belas yang luasnya lebih dari 60.000
hektar15 yang telah dilindungi dan ditetapkan sebagai kawasan
hidup melalui Surat Usulan Gubernur Jambi No
522/51/1973/1984.16

11
Johan, “Organisasi Sosial dan Kebudayaan Kelompok Minoritas
Indonesia” (Makalah pada Program Studi Indonesia Kerjasama Pendidikan
Tersier Indonesia – Australia Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, 2003),
39.
12
Johan, “Organisasi Sosial dan Kebudayaan Kelompok Minoritas
Indonesia” (Makalah pada Program Studi Indonesia Kerjasama Pendidikan
Tersier Indonesia – Australia Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, 2003),
39.
13
Adi Prasetijo, Serah Jajah dan Perlawanan yang Tersisa: Etnografi
di Jambi (Jakarta: Wesatama Widya Sastra, 2011), 49.
14
Rian Hidayat, Membangkitkan Batang Terendam Sejarah Asal Usul,
Kebudayaan dan Perjuangan Hak SAD Batin 9 (Jambi: Yayasan Stara, 2012),
15
Butet Manurung, Sokola Rimba, Pengalaman belajar bersama
(Yogyakarta: INSIST, 2007), 9.
16
Adi Prasetijo, Serah Jajah dan Perlawanan yang Tersisa:
Etnografi di Jambi, 24.
62

B. Wilayah dan Sebaran Suku Anak Dalam


Pada zaman kesultanan Jambi, Sultan Jambi membagi
wilayah kesultanan menjadi Kalbu atau Bathin. Setiap Kalbu
mempunyai hak dan kewajiban masing-masing kepada
kesultanan. Setiap Kalbu juga mempunyai wilayah masing-
masing yang kemudian dibagi dalam beberapa Dusun atau
Kampung. Setiap Dusun memiliki dan mengetahui Dusun
induknya (tempat mereka pertama kali menyebar). Kalbu
dipimpin oleh seorang pemimpin Dusun yang bergelar Lurah,
Kedemang, dan Tumenggung.17 Wilayah Suku Anak Dalam batin
9 kemudian menjadi bagian dari wilayah Kesultanan Jambi.
Ketika Belanda menguasai Jambi di Tahun 1906,
kesultanan Jambi dibubarkan Belanda dan wilayah Jambi dibagi
menjadi 12 (Dua Belas) marga (onderdistrict) berdasarkan
hukum adat. Setiap marga dipimpin oleh ketua yang dinamakan
pesirahan. Dasar hukum pembagian itu adalah IGOB (Inlandsche
Gemente Ordonatie Buitengewesten) yang mengatur bentuk
pemerintahan Hindia Belanda diluar pulau Jawa. Marga-marga
tersebut antara lain Onderdistrict Sarolangun (Sarolangun,
Pelawan, dan Batin VIII), Onderdistrict Limun (Cermin nan
Gedang, Datuk nan Tigo, dan Bukit Bulan), Onderdistrict
Batangasai (Batangasai, Batang Hungemban, dan Sungai

17
Adi Prasetijo, Sejarah Jajah dan Perlawanan yang Tersisa: Etnografi
di Jambi, 32.
63

Pinang), dan Onderdistrict Pauh (Batin VI, Simpang III, dan Air
Hitam).18
Sejak pembubaran kesultanan, di Jambi berlaku dua macam
hukum tata negara yang berbeda satu sama lain, yaitu hukum atas
dasar kehidupan yang mengatur hubungan kesultanan dengan
pemerintah Belanda seperti bentuk dan besaran pajak serta
hukum adat yang mengatur pemerintahan kesultanan yang hanya
berlaku di dalam Kesultanan Jambi.19 Artinya, pada masa ini ada
dua hukum yang berlaku. Untuk hal yang berkaitan dengan
keputusan politik dan administrasi Negara menggunakan hukum
Belanda, sementara untuk pengaturan kehidupan sosial
masyarakat masih dipergunakan hukum adat yang berlaku
ditengah masyarakat.
Sejak dikeluarkannya Undang-Undang No. 5 tahun 1979
tentang Pemerintahan Desa, Dusun-dusun yang merupakan
tempat bermukimnya Suku Anak Dalam kemudian disatukan ke
dalam satu wilayah administrasi Desa. Perubahan struktur
adminitrasi pemerintahan yang tidak berdasarkan pemerintahan
adat seperti di masa lalu menimbulkan konsekuensi.
Pimpinan adat seperti Tuo Tengganai tidak lagi punya
kewenangan untuk mengontrol dan mengatur seluruh warganya
karena harus mengikuti pola birokrasi pemerintahan Desa, begitu
juga dengan aturan-aturan adat yang kemudian tidak lagi
mengikat masyarakat karena harus mengikuti pola pemerintahan

18
Adi Prasetijo, Sejarah Jajah dan Perlawanan yang Tersisa (Etnografi
di Jambi), 34.
19
Adi Prasetijo, Sejarah Jajah dan Perlawanan yang Tersisa (Etnografi
di Jambi), 35.
64

yang baru. Begitu juga dampak dari pembangunan dan


pengembangan industri yang massif menyebabkan komunitas
Suku Anak Dalam tercerai berai. Kesemuanya telah
menghancurkan sistem sosial masyarakat Suku Anak Dalam
termasuk juga terhadap hak pengelolaan sumber-sumber
kekayaan alam yang kemudian dikuasai secara utuh oleh negara.
Wilayah Suku Anak Dalam sangat luas dan masing-masing
Batin dipimpin oleh seorang Patih.20 Berdasarkan batas
administratif pemerintahan sekarang, wilayah Suku Anak Dalam
yang berdasarkan anak sungai tersebut berada di Kabupaten
Batang Hari, Kabupaten Sarolangun dan Kabupaten Muaro
Jambi. Berdasarkan sejarah lisan dari semua sungai yang dikuasai
oleh Suku Anak Dalam, hanya Sungai Bulian yang dari muaro
sampai dengan ulu menjadi wilayah kekuasaan Suku Anak
Dalam, sedangkan sungai-sungai lainnya hanya bagian tengah
sampai dengan ulu yang dikuasai.21
Dalam kosmologi Suku Anak Dalam, tinggal di wilayah
yang semakin menjorok ke pedalaman atau semakin jauh ke
pedalaman maka sumber penghidupan yang terletak di dalam
hutan semakin mudah untuk di jangkau. Dalam
perkembangannya, wilayah yang dekat dengan muara sungai
tersebut dikuasai oleh masyarakat lain atau suku bangsa lainnya.
Dari ke 9 (Sembilan) anak sungai yang dikuasai oleh Suku Anak
Dalam, hanya Batin Singoan yang berada di sebelah utara aliran

20
Wawancara dengan Iyat Khubung, tumenggung Suku Anak Dalam,
pada 2 Desember 2018.
21
Wawancara dengan Riko, pengamat Suku Anak Dalam, pada 4
Desember 2018.
65

sungai Batang Hari sedangkan wilayah adat Batin yang lain


berada di sebelah selatan aliran Sungai Batang Hari.22
Aliran kesembilan anak sungai dan nama-nama tempat
yang dialiri oleh anak sungai tersebut dan sekaligus menjadi
bagian dari wilayah kekuasaan Suku Anak Dalam di masa lalu.
Selain Sungai Bulian, anak sungai yang dikuasai oleh Suku Anak
Dalam tidak ada yang sampai di muara sungai. Karena
penguasaan aliran sungai yang mencapai Muara Sungai Batang
Hari, Suku Anak Dalam yang berada di wilayah Batin Bulian
memungkinkan untuk lebih berinteraksi dengan masyarakat lain
melalui jalur perdagangan yang di masa lalu mengandalkan
transportasi air yang melewati sungai-sungai besar seperti Sungai
Batang Hari.
Tabel 3. 1 Wilayah dan Persebaran Suku Anak Dalam23
Nama Dusun Lamo Wilayah Kabupaten
Batin Administrasi
Sekarang
Bulian Dusun Kel. Bulian, Kel Batang Hari
Singkawang Sridadi, Kel.Pasar
baru, Desa Kilangan,
Kel. Rengas
Condong, Desa
Singkawang, Desa
Sungkai, Kel.
Bajubang, Desa
Petajin, Desa Batin
Jebak Dusun Jebak Tanjung Merwo, Batang Hari
Desa Jebak
Pemusiran Dusun Desa Pemusiran, Sarolangun

22
Budhi Vrihaspathi Jauhari & Arislan Said, Jejak Peradaban Suku
Anak Dalam (Bangko: Lembaga Swadaya Masyarakat kelompok Peduli Suku
Anak Dalam, 2012), 34.
23
Dokumentasi yayasan Cappa Keadilan Ekologi Jambi.
66

Pemusiran Dusun Baru


Singoan Dusun Dusun Sialang Batang Hari
Semeguk, Pungguk, Desa Tidar
Dusun sialang Kerangi, Desa
Pungguk Bulian Jaya
Jangga Dusun Jangga Desa jangga Baru, Batang Hari
Aur Desa Jangga Aur,
Desa Meranti Baru,
Desa Buntang Baru,
Desa Terentang Baru
Burung Dusun Burung Trans Ketalo Sarolangun
Antu Antu
Sekamis Dusun Desa Taman Sarolangun
Sekamis,Dusu Bandung,
n TanahRubuh sebagian daerah
Trans Ketalo
Bahar Dusun Pinang Desa Pelempang, Muaro
Tinggi, Dusun Desa Nyogan,Desa Jambi –
Padang Salak, Penyerukan, Desa Batang Hari
Dusun Tanah Tanjung lebar,
Menang, Tanjung Pauh Ilir,
Dusun Ladang Peris, Sungai
Mengkanding, Landai, Dusun Baru,
Dusun Desa Bungku, desa-
Tanjung desa transmigrasi
Lebar di kabupaten Muaro
Jambi
Telisak DusunTelisak, Desa Lamban Sarolangun
DusunLamban Sigatal, Lubuk
Sigatal, Dusun Napal, Trans
LamoSepintun Mandiri Teladan
, Dusun Lubuk Batin 9, Desa
Batu Sepintun
Sangat sulit untuk menggambarkan secara persis batas-
batas wilayah adat Suku Anak Dalam dimasa lalu. Sebagai
kelompok masyarakat yang telah bercampur baur dengan suku
bangsa lainnya, wilayah-wilayah tersebut tentu saja secara
67

administratif telah dikuasai oleh pemerintah dan atau masyarakat


diluar Suku Anak Dalam.
Gambar 3. 1 Peta Wilayah Persebaran Suku Anak Dalam24

Gambar ini merupakan peta indikasi yang menunjukkan


wilayah adat Suku Anak Dalam dan juga menunjukkan
persebaran Suku Anak Dalam saat ini. Warna hijau tua
merupakan wilayah adat dan persebaran Suku Anak Dalam yang
pada saat ini sudah dipecah berdasarkan struktur adminstratif
pemerintahan yang berlaku.
Pada saat ini, tidak hanya Suku Anak Dalam saja yang
mendiami wilayah tersebut, tetapi terdapat suku bangsa lain yang
menetap dan kini telah bercampur dan membaur dengan
kehidupan orang Suku Anak Dalam.25 Sebagai contoh, proses
akulturasi dan asimilasi kebudayaan Suku Anak Dalam yang
tinggal di Desa Singkawang, Bajubang, Desa Jebak, Desa

24
Dokumentasi Yayasan SETARA Jambi.
25
Adi Prasetijo, Sejarah Jajah dan Perlawanan yang Tersisa (Etnografi
di Jambi), 35.
68

Lamban Sigatal, dusun Nebang Parah, Sungai Segandi dengan


kebudayaan suku bangsa lain telah berlangsung sedemikian rupa.
Terjadinya pernikahan antara Suku Anak Dalam dengan suku
bangsa lain yang telah berlangsung sejak lama dan juga
kebudayaan Melayu yang lekat dalam kehidupan Suku Anak
Dalam menunjukkan bahwa kehidupan keseharian Suku Anak
Dalam tiada berbeda dengan kehidupan suku bangsa lainnya yang
tinggal menetap dalam suatu wilayah/Desa yang sama.
C. Pembangunan Sosial Ekonomi Suku Anak Dalam
1. Struktur Sosial Suku Anak Dalam
Struktur sosial yang ada di Suku Anak Dalam tidak
terlalu jelas dan runut. Suku Anak Dalam mengenal sistem
pangkat dan gelar dalam kehidupan sosial sehari-hari. Sistem
pangkat atau kepangkatan dalam struktur sosial Suku Anak
Dalam berkaitan dengan status sosial seseorang berdasarkan
kedudukannya sebagai penguasa atas suatu wilayah.
Sedangkan gelar hanya mempunyai fungsi sosial dalam
mengatur keseharian hidup. Pangkat tertinggi dalam struktur
sosial Suku Anak Dalam adalah Patih dan istilah ini
mendapatkan awalan De, sehingga menjadi Depati ketika
pemerintah Kolonial Belanda berkuasa di Jambi.26
Istilah Patih digunakan oleh Suku Anak Dalam untuk
menyebut seseorang yang menjadi pimpinan atau penguasa
dari suatu wilayah Batin. Di setiap dusun dalam jajaran batin
di pimpin oleh seorang kepala dusun atau Pesirah . Istilah

26
Budhi Vrihaspathi Jauhari & Arislan Said, Jejak Peradaban Suku
Anak Dalam, 24.
69

Patih sebenarnya lebih merujuk pada struktur sosial yang


terdapat dalam Kesultanan Melayu Jambi, begitu juga dengan
istilah Pesirah yang sebenarnya merujuk pada struktur
pemerintahan yang digunakan oleh Belanda ketika berkuasa di
Jambi.27
Berdasarkan cerita dari pengurus Himpunan Masyarakat
Adat Suku Anak Dalam, dalam kehidupan sosial terdapat
empat gelar tertinggi, yaitu:
a. Tuo Datuk, yakni orang tua yang dianggap memiliki
kebijaksanaan dalam urusan sosial.
b. Tuo Tahu, yakni orang yang secara usia relatif muda tapi
mempunyai pengetahuan yang luas.
c. Tuo Khusyuk, yakni orang yang dianggap paham soal
agama atau kepercayaan
d. Tuo Tengganai, yakni orang yang disegani dan biasanya
paham soal hukum-hukum adat yang berlaku dalam
jajaran Batin.28
Orang-orang yang diberikan gelar seperti diatas sejatinya
adalah pimpinan adat secara kolektif yang dipimpin oleh Tuo
Tengganai. Artinya, apabila ada suatu perkara adat yang harus
diputuskan maka harus dimusyawarahkan secara bersama.
Pemberian gelar diatas ditentukan dalam musyawarah adat
dengan meminta pertimbangan dari Ninik Mamak dan Datuk-
datuk (orang tua).

27
Budhi Vrihaspathi Jauhari & Arislan Said, Jejak Peradaban Suku
Anak Dalam, 26.
28
Wawancara dengan Iyat Khubung, tumenggung Suku Anak Dalam,
pada 2 Desember 2018.
70

Pergantian pimpinan adat dimungkinkan apabila ada


yang meninggal atau sudah tidak sanggup lagi menjalankan
fungsi pimpinan adat (sakit dan sebagainya). Dalam
penelusuran dibeberapa tempat yang menjadi sebaran Suku
Anak Dalam, 4 (empat) gelar di dalam struktur sosial Suku
Anak Dalam seperti diatas tidak banyak diketahui dan dikenal
oleh masyarakat.
Selain itu, ada juga istilah Temenggung yang digunakan
untuk menyebut seseorang yang pemberani dan tidak
mengenal rasa takut . Biasanya Temenggung membawahi atau
memimpin satu kelompok yang ada di setiap wilayah Batin.
Berbeda dengan istilah Temenggung dalam struktur sosial
adalah pimpinan tertinggi dalam setiap rombong. Ada juga
sebutan Debalang Batin untuk orang-orang yang menjaga
keamanan dusun.29
Struktur kepemimpinan adat seperti halnya diatas sudah
tidak ada lagi dalam kehidupan Suku Anak Dalam. Walaupun
sebutan gelar diatas masih ada dan diberikan kepada
seseorang, tapi sudah tidak lagi berfungsi sebagai pimpinan
adat. Kehidupan Suku Anak Dalam saat ini sudah tidak lagi
terikat dengan aturan-aturan adat yang berlaku seperti dimasa
lalu.
Tampaknya pembagian wilayah serta struktur kekuasaan
berdasarkan adiministrasi pemerintahan hari ini menyebabkan
struktur adat tersebut sudah tidak lagi digunakan untuk
memimpin dan mengatur kehidupan sehari-hari Suku Anak

29
Wawancara dengan Bobi, 22 November 2018.
71

Dalam. Sekalipun demikian, dalam memutuskan suatu perkara


yang menyangkut kehidupan banyak orang, pendapat dari
Ninik Mamak, Tuo Tengganai serta orang-orang tua masihlah
dibutuhkan/digunakan.
2. Pemukiman Suku Anak Dalam
Hidup dalam kelompok-kelompok kecil yang disebut
dengan rombong dan bermukim di sekitar dan didalam Taman
Nasional Bukit Dua Belas dan Taman Nasional Bukit Tiga
Puluh dengan pola hidup yang berpindah-pindah (semi
nomaden) karena tradisi melangun, dengan batas batas tertentu
yang telah di sepakati oleh setiap kelompok. Mereka
menempati pondok-pondok yang disebut dengan sudung.
Aktivitas berburu dan memanfaatkan hasil hutan seperti
mencari jernang dan mengambil madu di dalam hutan tidak
lagi menjadi sumber mata pencarian utama Suku Anak Dalam.
Bisa dilihat dari tabel di bawah ini, mengenai
kehidupan Suku Anak Dalam ada yang hidupnya melangun,
menetap sementara dan menetap, berdasarkan pada
kelompoknya masing-masing.
Tabel 3. 2 Suku Anak Dalam Kategori Melangun30
No KATEGORI CIRI-CIRI
1 Melangun/Mengembara Selama 2-4 tahun peserta
melangun/mengembara
seluruh anggota keluarga dan
famiili, jangkauan

30
Mailinar & Bahren Nurdin, “Kehidupan Keagamaan Suku Anak
Dalam di Dusun Senami Iii Desa Jebak Kabupaten Batanghari Jambi, Vol. 28,
No. 2, (2013): 143. Lihat Muntholib Soetomo, “Orang Rimbo: Kajian
Struktural dan Fungsional Masyarakat Terasing di Makekal Propinsi Jambi
(Disertasi Doktoral, Universtas Padjajaran, Bandung, 1995), 43.
72

mengembara 75 km
2 Pemimpin Tradisional Temenggung, depati,
Mangku, Menti, dan
debalang Batin
3 Basale Dipandang sebagi upacara
keramat, dipertahankan dan
tidak mau ditonton orang
luar
4 Ladang/huma Tidak berladang, tidak punya
budaya mengolah tanah
5 Tempat tinggal Pantang/ tidak hidup
berdusun tidak punya rumah
tatap
6 Rumah/sadung Sangat sederhana, sebagai
tempat berteduh
7 Kelompok Kelempok kecil berdasarkan
geneologi
8 Mata Pencaharian Berburu, meramu,
mengumpul
9 Interaksi Sosial Terbatas dan tertutup,
memlaui jenang atau induk
semang
10 Kekayaan Kain sarung, tombak dan
golok
11 Kepercayan Animisme, dinamisme,
polytheisme

Tabel 3. 3 Suku Anak Dalam Kategori Menetap


Sementara31
No KATEGORI CIRI-CIRI
1 Melangun/Mengembara Selama 3-6 bulan, peserta
seluruh anggota keluarga
radius +25 km

31
Mailinar & Bahren Nurdin, “Kehidupan Keagamaan Suku Anak
Dalam di Dusun Senami Iii Desa Jebak Kabupaten Batanghari Jambi, 144.
Lihat Muntholib Soetomo, “Orang Rimbo: Kajian Struktural dan Fungsional
Masyarakat Terasing di Makekal Propinsi Jambi (Disertasi Doktoral,
Universitas Padjajaran, Bandung, 1995), 45.
73

2 Pemimpin Tradisional Sebagian Struktur sudah


hilan
3 Basale Tidak dikeramatkan,
dipertahankan dan dapat
ditonton orang luar
4 Ladang/huma Mulai membuka ladang, luas
ladang/huma + ¼ ha
5 Tempat tinggal Mulai menetap dalam waktu
tertentu, lokasi di huma/
lading
6 Rumah/sadung Sangat sederhana, sebagai
tempat berteduh
7 Kelompok Kelempok besar dan mulai
bergabung dengan etnis lain
8 Mata Pencaharian Ladang,kebun karet, berburu
dan mengumpul
9 Interaksi Sosial Terbuka
10 Kekayaan Rumah, kebun kendaraan
11 Kepercayan Animisme, dinamisme,
sebagian Islam

Tabel 3. 4 Suku Anak Dalam Kategori Menetap32


No KATEGORI CIRI-CIRI
1 Melangun/Mengembara Tidak Melangun
2 Pemimpin Tradisional Sebagian Struktur sudah
hilan
3 Basale Tidak dikeramatkan,
dipertahankan dan dapat
ditonton orang lain
4 Ladang/huma Memiliki kebun karet dan
sawit
5 Tempat tinggal Menetap didalam
pemukiman, Desa/ Dusun
6 Rumah/sadung Beraneka ragam
7 Kelompok Kelempok besar dan mulai
bergabung dengan etnis lain
32
Dinas KSPM Propinsi, Profil Komunitas Adat Terpencil (KAT) dan
Program Pemberdayaan di Propinsi Jambi (2009).
74

8 Mata Pencaharian Ladang,kebun karet, kerja


upah, kuli motong ( nyadap
karet )
9 Interaksi Sosial Terbuka
10 Kekayaan Rumah, kebun kendaraan
11 Kepercayan Islam
Sebagian dari mereka mulai menetap di rumah-rumah
yang merupakan bantuan dari Dinas Sosial Propinsi Jambi
melalui program Pemukiman Kembali Masyarakat Terasing
(PKMT) yang terletak di desa-desa sekitar Taman Nasional
Bukit Dua Belas. Tapi banyak juga program PKMT milik
Dinas Sosial Propinsi Jambi yang gagal.
Banyak yang kembali masuk ke dalam hutan karena
disanalah sumber penghidupan mereka sedangkan di tempat
yang baru mereka tidak memiliki lahan sebagai alat produksi
utama untuk dijadikan sandaran kehidupan. Selain ruang hidup
yang semakin sempit akibat dominasi kekuasaan negara atas
penguasaan hutan (Taman Nasional Bukit Dua Belas), taraf
pengetahuan yang masih rendah menjadi salah satu persoalan
yang juga menghambat kemajuan .33
Pola hidup Suku Anak Dalam adalah menetap. Mereka
menempati rumah-rumah panggung yang terletak di sepanjang
aliran sungai yang terhubung dengan sungai-sungai lainnya
dan bermuara di sungai -sungai besar seperti sungai Batang
Hari dan Sungai Batang Tembesi. Seluruh rumah berada
didalam Dusun sebagai satuan tempat pemukiman.
Dusun Pinang Tinggi merupakan salah satu Dusun yang
ramai, bahkan terdapat beberapa rumah milik orang Belanda di
33
Wawancara dengan Iyat Khubung, pada 2 Desember 2018.
75

dalam Dusun tersebut. Jalur pipa minyak yang melintasi


Dusun Pinang Tinggi merupakan salah satu alasan kenapa
kemudian Belanda membangun pemukiman di wilayah Dusun
Pinang Tinggi. Jalan-jalan dibuat lebar yang sekaligus menjadi
jalur transportasi darat dan merupakan jalur perlintasan kuda
milik orang -orang Belanda. Masyarakat Dusun biasa
menyebut jalan itu dengan sebutan Jalan Kudo.34
Menurut cerita, layaknya rumah-rumah Orang Melayu,
rumah Suku Anak Dalam adalah rumah panggung yang
mempunyai ciri beratap ijuk dibagian depan dan atap rumah
dibagian belakang terbuat dari mengkuang (sejenis daun
pandan besar). Terdapat kandang untuk hewan ternak yang
beratap daun rumbai di rumah Suku Anak Dalam. Seperti
itulah ciri khas rumah Suku Anak Dalam di masa lalu seperti
yang disampaikan.35
Kondisi rumah orang-orang Suku Anak Dalam telah
berubah dan mengikuti perkembangan zaman. Saat ini, orang-
orang Suku Anak Dalam tidak sepenuhnya mempertahankan
model rumah panggung sebagai tempat tinggal. Dibanyak
tempat, rumah-rumah Suku Anak Dalam kini beravariasi.
Selain bentuk rumah yang bukan merupakan rumah panggung,
dinding rumah pun sudah terbuat dari beton dan berlantai
semen. Bagi yang memiliki sumber pendapatan yang relatif
baik, rumah-rumah sudah diisi dengan peralatan elektronik
seperti televisi dengan antena parabola dan seperangkat alat-

34
Wawancara dengan Asrul, Kepala Desa Nyogan, pada 23 November
2018.
35
Wawancara dengan Iyat Khubung, 2 Desember 2018.
76

alat elektronik lainnya. Kondisi seperti ini bisa kita temukan di


banyak Desa dimana Suku Anak Dalam bermukim, seperti
Desa Kilangan, Desa Nyogan, Desa Sungai Landai, Desa
Pelempang, Desa Singkawang, Desa Bungku, Desa Lamban
Segatal dan dibanyak desa yang lainnya. Sebagian lagi tinggal
di perumahan trans social bantuan dari pemerintah melalui
program PKMT (Pemukiman Kembali Masyarakat Terasing).
3. Pendidikan
Suku Anak Dalam sangat sulit menerima pendidikan.
Bukan karena mereka bodoh melainkan karena menurut
mereka, pendidikan tidak ada di dalam adat Suku Anak
Dalam.36 Melanggar adat, merubah halom, tidak ada
gunannya, demikian alasan Suku Anak Dalam ketika
pendidikan ditawarkan kepada mereka. Suku Anak Dalam
berkeyakinan bahwa apa yang dilakukan orang luar adalah
tabu untuk kehidupan mereka, termasuk dalam hal
mendapatkan pendidikan. Hal inilah yang menyebabkan
sebagian besar Suku Anak Dalam masih buta aksara. Kita
tidak bisa menyalahkan begitu saja keyakinan tersebut.
Pendidikan sempat menjadi momok yang menakutkan
bagi para orang tua. Pada awalnya para orang tua khawatir jika
anak mereka diberi pendidikan, kelak mereka akan menjadi
pintar, terpengaruh dunia luar dan meninggalkan adat istiadat

36
Acmanto Mendatu, “Orang Rimba Menantang Zaman,
www.Goodreads.com, di akses 22 Oktober 2018.
77

rimba serta tidak menghormati orang tua mereka yang tidak


mengenyam pendidikan.37
Pelayanan pendidikan yang diperoleh Suku Anak
Dalam terdiri dari pelayanan pendidikan formal dan non
formal. Sebagian besar Suku Anak Dalam yang mendapat
pelayanan pendidikan memilih untuk mengikuti pendidikan
non formal. Anak-anak Suku Anak Dalam sulit mengikuti
pendidikan formal karena belum biasanya komunitas luar
menerima anak-anak Suku Anak Dalam di tengah mereka.
Mereka sering menerima ejekan yang sangat mempengaruhi
psikologi anak mereka.38
Usaha pemerintah untuk pendidikan bagi masyarakat
Suku Anak Dalam di Desa Nyogan telah dilaksanakan oleh
Kementerian Sosial bersamaan dengan pelaksanaan program
untuk membangun masyarakat tersebut. Pelaksanaan program
pendidikan yang dilaksanakan adalah pendidikan formal yang
disesuaikan dengan kurikulum yang ada. Terdapat sebuah
sekolah dasar (SD) saja di Sungai Segandi, Desa Nyogan,
yaitu SD No. 238/IX Sungai Segandi dan baru mempunyai dua
lokal.39
4. Ekonomi
Secara ekonomi Suku Anak Dalam telah masuk
tahapan yang lebih baik, hal ini bisa dilihat dari aset atau
kekayaan yang dimiliki, hal ini disebabkan proses modernisasi

37
Butet Manurung, Sokola Rimba, Pengalaman belajar bersama Orang
Rimba, 24.
38
Wawancara dengan Asman Hatta, pada 4 Desember 2018.
39
Wawancara dengan Hasan, kepala sekolah, pada 24 Desember 2018.
78

dan masuknya teknologi baru ke desa-desa terdekat. Teknologi


tersebut bisa dijadikan sebagai alat untuk membantu dalam
membawa atau menjual hasil mata pencarianya. Seriring
dengan perkembangan zaman, berbagai mesin telah menjadi
harta pribadi yang dimiliki Suku Anak Dalam, misalnya
gergaji mesin, motor dan Alat elektronik berupa radio-tape dan
televisi.40 Mereka memiliki harta benda itu di peroleh dengan
bekerja sebagai mata pencarian, seperti:
a. Berburu
Kegiatan berburu adalah kegiatan mencari
binatang buruan untuk pemenuhan konsumsi protein.
Kegiatan berburu dilaksanakan secara bersama-sama atau
sendiri dengan membawa anjing, alat yang digunakan
adalah Tombak dan Parang. Di samping itu untuk
mendapatkan binatang buruan juga menggunakan sistem
perangkap dan jerat di dalam hutan yang dipandang banyak
dilalui binatang seperti babi maupun rusa. Binatang yang
sering menjadi sasaran buruan adalah Babi, Ular, Labi-labi,
Rusa, Kijang dan berbagai jenis unggas. Penggunaan kujur
(tombak) biasanya dilakukan pada saat musim-musim
hujan. Pada saat itu binatang-binatang buruan banyak yang
membentuk seperti terowongan (jermon). Pada saat itulah
babi di tombak (di-kujur). 41
Kegiatan berburu tidak hanya dilakukan di dalam
hutan tetapi juga turun ke desa di antara tanaman sawit atau

40
Budhi Vrihaspathi Jauhari & Arislan Said, Jejak Peradaban Suku
Anak Dalam, 56.
41
Wawancara dengan Asman Hatta, 4 Desember 2018.
79

sungai sungai besar di desa. Pada saat itu tombak tidak lagi
dipandang efektif dalam mendapatkan binatang buruan,
kontak sosial yang sering terjadi telah mengalihkan
teknologi berburu kearah lebih efektif. Senjata api rakitan
atau yang lebih dikenal kecepak lebih efektif untuk berburu
babi, kijang atau kancil sebagai pengganti dari kujur.
Sementara alat tradisional yang saat ini masih dipakai
adalah teru untuk menangkap kura-kura, serampang untuk
menombak ikan di sungai sungai serta jenis-jenis tuba
(racun) tanaman yang digunakan untuk meracun ikan
seperti tuba besisil, tuba gantung (keduanya berasal dari
kulit pohon), yang diperoleh dari jenis tanaman di dalam
hutan. Hasil buruannya kemudian di jual kepada toke
(pengepul) untuk mendapatkan uang. Aktivitas berburu atau
menjerat binatang memang masih dilakukan oleh Suku
Anak Dalam, tapi tidak sebagai mata pencaharian utama
sejak mereka mengenal dan memiliki pengetahuan tentang
nilai ekonomi.42
b. Bercocok Tanam
Walaupun Suku Anak Dalam dikenal sebagai
masyarakat dengan pola hidup yang nomaden, bertani
adalah bagian penting yang saat ini mereka kembangkan.
Tentunya ada banyak yang melatar belakangi lahirnya
aktifitas pertanian mereka. Untuk saat ini pergerakan
perladangan dari dusun dengan cara pembukaan hutan dan

42
Hartono Dkk, Profil Suku Anak Dalam Hasil Sensus 2010 (Jambi:
BPS Perss, 2011), 72.
80

maraknya illegal loging yang berkembang pesat


menyebabkan Suku Anak Dalam lebih bersifat aktif dalam
pemanfaatan hutan yang intinya ditujukan untuk
menghambat pergerakan perladangan dan illegal logging
lebih jauh ke dalam hutan.43
Kegiatan pertanian yang dilakukan saat ini adalah
menaman padi, ubi, cabai sebagai pemenuhan kebutuhan
harian, dan juga karet sebagai pemenuhan kebutuhan
ekonomi jangka panjang. Suku Anak Dalam sejak tahun
1990an mulai mengenal tanaman perkebunan seperti karet
dan menanamnya diatas lahan yang mereka miliki. Pada
awalnya, pohon karet yang ditanam hanya untuk “penanda”
bahwa lahan tersebut telah mempunyai pemilik.44 Karena
dianggap menguntungkan, awal tahun 2000, semakin
banyak Suku Anak Dalam yang membuka hutan dan
menanaminya dengan tanaman karet.
Penanaman karet adalah sebagai hompongon yaitu
pagar atau pembatas gerak orang dusun merambah jauh ke
dalam hutan dilakukan di kawasan-kawasan yang
berbatasan langsung dengan desa. Karet yang ditanam
adalah karet hutan atau karet kampong yang dipahami
memiliki ketahanan terhadap penyakit. Walaupun panen
baru dapat dilakukan setelah usia karet 9 tahun tetapi yang
utama adalah pencegahan terhadap maraknya pembukaan
bahkan penjualan lahan hutan masyarakat dusun secara

43
Hartono Dkk, Profil Suku Anak Dalam Hasil Sensus 2010, 73.
44
Wawancara dengan Bobi, 22 November 2018.
81

besar-besaran terlebih lagi kuatnya arus illegal logging.45


Seperti hasil-hasil hutan lainnya, getah karet juga di jual
kepada toke-toke yang berada di desa, terutama kepada para
jenang di dusun, orang yang dianggap memiliki kekuatan
hukum dan kekuasaan oleh Suku Anak Dalam.
c. Mengumpulkan Hasil Hutan
Untuk mendapatkan penghasilan berupa uang,
Suku Anak Dalam mencari rotan-rotan hutan dan jernang,
hasil-hasil hutan ini di jual ke toke di desa sekitar hutan.
Disamping itu ada juga madu. Musim madu terjadi antara
1-2 tahun sekali.46 Pada saat itu mengambil atau mencari
madu adalah aktifitas yang begitu menyenangkan.
Disamping bisa dimanfaatkan untuk konsumsi sendiri,
tetapi banyak juga orang-orang desa yang selalu memesan
madu kepada Suku Anak Dalam. Jadi sudah terlihat adanya
sistem perdagangan yang lebih baik dikalangan Suku Anak
Dalam. Pada masa-masa lampau perdagangan Suku Anak
Dalam dengan orang luar lingkungan mereka hanya bersifat
barter, tetapi untuk saat ini uang telah dijadikan sebagai alat
tukar yang sah.
Hasil mata pencaharian tersebut selain untuk
konsumsi sendiri, ada juga yang diperdagangkan dengan
masyarakat desa, salah satu tempat yang sering digunakan
untuk bertransaksi adalah pasar dimana Suku Anak Dalam
berbaur dengan penduduk desa. Meskipun jarang sekali ada

45
Hartono Dkk, Profil Suku Anak Dalam Hasil Sensus 2010, 73.
46
Wawancara dengan Bobi, 22 November 2018.
82

percakapan yang terjadi, akan tetapi mereka benar-benar


menyatu di dalam pasar, proses jual beli bisa melalui toke
(pedagang pengumpul) maupun langsung kepada
masyarakat desa.
d. Meramu
Meramu adalah aktivitas Suku Anak Dalam dalam
mencari berbagai jenis tanaman baik untuk obat-obatan
maupun untuk dikonsumsi atau dijual ke desa-desa sekitar
hutan. Tanaman yang hanya digunakan untuk konsumsi
sendiri seperti mencari gadung (gedung). Ini adalah jenis
tanaman umbi-umbian yang beracun. Dengan pengelolaan
yang panjang, rumit dan penuh kehati hatian gedung dapat
dikonsumsi sendiri. Jenis tanaman lainnya adalah tanaman-
tanaman obat seperti pasak bumi (sempedu tano).47 Jenis
tanaman ini berfungsi untuk mengobati penyakit malaria
maupun demam.
5. Kesehatan
Budaya lebih memberikan tekanan terhadap usaha
pencegahan dibanding pengobatan. Untuk pencegahan
terhadap penularan penyakit ada perilaku unik dan agaknya
berlebihan di lingkungan , seperti berkomunikasi dalam jarak
yang berjauhan ± 10 meter dari masing-masing mereka. Selain
itu mereka yang merasakan dirinya sehat (bungaron) tidak
akan melintasi jalan yang dilintasi orang yang bercenenggo
demikian juga sebaliknya. Walaupun jalan di hutan hanya ada

47
Budhi Vrihaspathi Jauhari & Arislan Said, Jejak Peradaban Suku
Anak Dalam, 68.
83

satu jalan, maka yang mereka lakukan adalah menerobos


semak belukar yang ada kalanya banyak ditumbuhi tanaman
berduri ataupun rawa.
Perilaku seperti ini disebabkan adanya pandangan
bahwa jalan-jalan yang dilintasi orang yang bercenenggo
tersebut sudah dihinggapi penyakit sehingga dapat menular
kepada orang yang melintas di atas jalan tersebut. Jalan akan
dianggap steril dari penyakit dan dapat dilintasi kembali
setelah adanya hujan karena penyakit-penyakit tadi telah
hanyut terbawa air ke hilir, atau paling lambat adalah 5 hari
setelah dilintasi orang yang bercenenggo.48
Orang atau kelompok yang bercenenggo wajib
memberitahukan kepada anggota kelompoknya atau kepada
lain yang dikunjunginya dengan harapan ia bisa mendapatkan
bantuan selama menjalani sakit, baik makanan ataupun
pengobatan. Tidak adanya pemberian kabar tentang
kondisinya yang sakit merupakan suatu pelanggaran terhadap
adat. Jika kelak ada yang tahu tentang kondisinya dan penyakit
tersebut menyebabkan penularan kepada orang lain, maka ia
dihukum denda dengan membayar 2 helai kain panjang.
Apabila akibat dari penularan penyakitnya telah menyebabkan
kematian maka dihukum denda sebanyak 500 helai kain
panjang atau yang disebut dengan istilah bayar bangun.49
Secara tradisional mengobati penyakit dengan berbagai
ramuan dari tumbuhan berkhasiat obat dan dari bagian-bagian

48
Wawancara dengan Iyat Khubung, 8 Desember 2018.
49
Wawancara dengan Iyat Khubung, pada 8 Desember 2018.
84

tertentu organ binatang. Beberapa organ binatang yang


berkhasiat diantaranya empedu beruang untuk menurunkan
panas dan duri landak yang dikerik untuk meredakan demam.
Mereka mengenal puluhan, bahkan ratusan tumbuhan
berkhasiat obat.50 Hampir setiap penyakit yang mereka derita
telah ada penawarnya bahkan terkadang mereka melakukan
ritual pengobatan yang dikenal dengan nama besale.
Basale adalah upacara ritual yang dilakukan oleh Suku
Anak Dalam memohon kepada yang maha kuasa agar anggota
komunitas Suku Anak Dalam yang sakit diberi kesehatan.51
Basale juga merupakan ritual dalam rangka mengucapkan
terima kasih kepada Tuhan atau bernazar.
Seiring dengan makin kerapnya interaksi dengan orang
luar, juga semakin kerap menggunakan obat-obatan dari luar.
Mereka biasa membeli obat sakit kepala ataupun obat sakit
gigi. Menurut mereka obat-obatan itu sangat praktis dan tidak
membuat mereka repot. Agaknya perlahan mulai
meninggalkan berbagai pengobatan tradisional mereka.
Sekarang ini mereka mulai tidak enggan memeriksakan diri ke
puskesmas apabila sakit. Bahkan beberapa diantara keluarga
Suku Anak Dalam diberi kartu sehat sebagai fasilitas berobat
gratis ke puskesmas.52

50
Wawancara dengan Iyat Khubung, pada 8 Desember 2018.
51
Fachruddin Saudagar, Upacara Basale Pengobatan; Ritual Magis
Suku Anak Dalam (Jambi: Yayasan Forkkat, 2007), 20.
52
Hartono Dkk, Profil Suku Anak Dalam Hasil Sensus 2010, 65.
85

6. Kepercayaan Suku Anak Dalam


Sebagai bagian dari unsur kebudayaan, sistem
kepercayaan mencerminkan banyak hal yang berkaitan dengan
kehidupan tradisi suatu kelompok masyarakat. Kepercayaan
adalah nilai-nilai kehidupan yang abstrak yang mengatur
hubungan manusia dengan sang pencipta, hubungan manusia
dengan alam semesta, hubungan manusia dengan tumbuhan,
hubungan manusia dengan hewan dan hubungan manusia
dengan sesama manusia.
Kepercayaan terhadap datangnya sumber penyakit
yang berasal dari gangguan jahat roh halus atau makhluk gaib
seperti jin dan setan, masih melekat dalam kehidupan sebagian
Suku Anak Dalam. Praktek pengobatan tradisional besale
dengan semua perangkatnya merupakan salah satu wujud
keyakinan Suku Anak Dalam bahwa penyakit yang terdapat di
dalam tubuh manusia bisa saja berasal dari gangguan roh halus
atau makhluk gaib yang jahat dan tidak akan bisa di
sembuhkan oleh Dokter. Karena itu, besale harus dilaksanakan
agar jin dan setan yang ada di tubuh orang yang sakit bisa
dikeluarkan. Ritual memanjat sialang juga sarat dengan nilai -
nilai mistik yang sampai saat ini masih dijalankan oleh Suku
Anak Dalam.53

53
Mahmud MY dan Edi Kusnadi, “Pembangunan Sosial Masyarakat
Terasing di Era Otonomi Daerah”, vol 25, no 4, (2010), 338.
BAB IV

DATA DAN TEMUAN PENELITIAN

Dalam penelitian kualitatif analisis data merupakan tahap


yang bermanfaat untuk menelah data yang telah diperoleh dari
beberapa informan yang telah dipilih selama penelitian
berlangsung. Selain itu berguna untuk menjelaskan dan
memastikan kebenaran temuan penelitian. Analisis data telah
dilakukan sejak awal dan bersamaan dengan proses pengumpulan
data lapangan.
A. Data Penelitian Suku Anak Dalam
Persebaran Suku Anak Dalam di Jambi, Palembang dan
Sumatera Barat masih begitu dengan perkiraan jumalah populasi
sekitar 200.000 jiwa.1 Mereka tersebar dibeberapa kabupaten
dengan jumlah yang variasi, karena dari mereka hidupnya masih
berpindah-pindah. Suku Anak Dalam di Kabupaten Muaro Jambi
tersebar di kecamatan Mestong dan Kecamatan Sungai Bahar.
Tabel 4.1 Persebaran Suku Anak Dalam di Muaro Jambi2
No Desa Dusun KK Jumlah
1 Pelempang Lubuk Kayu Aro 25 KK 63 Orang
Skaladi
2 Nyogan Segandi 48 KK 122 Orang
Selapik
3 Tanjung Lebar Sungai beruang 89 KK 207 Orang

1
Wikipedia bebas diakses melalui, http://id.m.wikipedia.org, pada 22
Desember 2018.
2
Dokumen Bapeda Kabupaten Muaro Jambi 2016, diperoleh pada
tanggal 20 Desember 2018.

86
87

Sungai buian
Penyerokan
4 Markading Merkading Tuo 55 KK 146 Orang
Sai Kilat
Biawak Air
Sewalan

Gambar 4.1 Pemukiman Suku Anak Dalam3

1. Pemukiman Suku Anak Dalam


Desa Nyogan dusun Segandi kecamatan Mestong
Kabupaten Muaro Jambi. Merupakan salah satu daerah tempat
pemukiman Suku Anak Dalam yang berada di provinsi Jambi.
Suku Anak Dalam yang ada di dusun Segandi merupakan
salah satu suku yang menjadi perhatian bagi pemerintah pusat.
Hal ini dapat dilihat adanya pemukiman yang
didirikan oleh Kementerian Sosial pada tahun 2003. Dusun
Segandi telah didirikan pemukiman yang dikenal dengan
Trans Sosial yang berjumlah 66 rumah hunian dan 1 balai

3
Dokumentasi diperoleh dari Ustad Asman Hatta, pada 4 Desember
2018.
88

pertemuan yang lebih di khususkan untuk masyarakat Suku


Anak Dalam.4 Di pemukiman Suku Anak Dalam Segandi juga
telah berdiri SD Negeri 238/IX Nyogan pada tahun 2010, yang
memiliki 2 kelas, 1 guru PNS dan 4 guru honorer. Jumlah
murid yang belajar di sana sebanyak hampir 30 orang. 5 Pada
tahun 2018 juga telah didirikan masjid bagi Suku Anak Dalam.
Suku Anak Dalam di Nyogan dipimpin oleh
tumengung Iyan Khubung. Suku Anak Dalam Segandi terdiri
dari 48 Kepala Keluarga dengan jumlah 122 orang. 6 Lokasi
pemukiman berada di dekat Sungai Bahar, tempat yang
menjadi sumber penghidupan mereka. Suku Anak Dalam di
Segandi mayoritas tidak mempunyai pekerjaan tetap, hampir
dari mereka berpenghasilan mencari ikan.
2. Profil da‟i di Suku Anak Dalam
Banyak pendakwah yang melakukan aktivitas dakwah
di Suku Anak Dalam Segandi, mereka memulai dakwah dari
tahun 2002 sampai sekarang.
a. Asman Hatta
Asman Hatta adalah da‟i yang tinggal di desa
Sungai Landai Kecamatan Mestong Kabupaten Muaro
Jambi. Ia menyelesaikan pendidikannya di STAI Ma‟arif
Jambi tahun 2015. Berdakwah di Suku Anak Dalam dari
tahun 2002 sampai sekarang dan saat ini tergabung di

4
Wawancara Iyan Khubung, Tumengung Suku Anak Dalam Segandi,
pada 2 Desember 2018.
5
Wawancara dengan bapak Hasan, Kepala Sekolah SDN. 238/IX
Nyogan, pada 24 Desember 2018.
6
Data dari Pendamping Keluarga Harapan (PKH) Kecamatan Mestong,
di ambil 24 Februari 2019.
89

organisasi Pembinaan Suku Anak Dalam Jambi. Dengan


semangat pembinaan dan pendampingan untuk
menyebarkan dakwah kepada komunitas terpingirkan,
terutama Suku Anak Dalam. Pada tahun 2018 Asman Hatta
mendapat penghargaan dari DT peduli, sebagai guru
ispiratif, karena kepedulian dan dedikasinya sebagai da‟i di
Suku Anak Dalam.
b. Hariyanto
Hariyanto adalah da‟i yang tinggal di Kelurahan
Kebon Bohok kecamatan Jambi Selatan Kota Jambi. Da‟i
kelulusan Ushuluddin IAIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi
dan sekarang sedang melanjutkan studi strata dua di
Universitas Jambi ini mulai berdakwah di kalangan Suku
Anak Dalam tahun 2002. Berawal ketika di masa Kuliah
Kerja Nyata di Nyogan dan melihat kondisi Suku Anak
Dalam yang saat itu memperihatinkan. Niatnya dijalankan
setelah menikah dengan perempuan di desa tersebut. Da‟i
yang mempunyai tugas untuk mencari bantuan dan donatur
untuk membantu Suku Anak Dalam dan mendirikan
organisasi Pembinaan Suku Anak Dalam Jambi.
c. Safren
Safren adalah da‟i yang tinggal di Desa Nyogan
Kecamatan Mestong Kabupaten Muaro Jambi. Da‟i
mendapatkan tugas dari KUA kecamatan mestong sebagai
Kwaket yang secara khusus menikahkan Suku Anak Dalam
Segandi. Safren mulai berdakwah di Suku Anak Dalam
pada 2012 sampai sekarang. Sebagai da‟i yang
90

mendapatkann tugas khusus, ia juga melakukan pembinaan


rutin kepada Suku Anak Dalam.
d. Habib Taufiq Baragbah
Habib Taufiq adalah da‟i yang tinggal di Kelurahan
Eka Jaya Kecamatan Paal Merah Kota Jambi. Da‟i
kelulusan Syariah IAIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi ini
aktif berdakwah terhadap Suku Anak Dalam pada tahun
2014. Habib juga aktif di Front Pembela Islam sebagai
ketua dan pada tahun 2018 yang lalu, ia mengadakan
Tablîgh Akbar dan pembaiatan Suku Anak Dalam dan di
hadiri langsung oleh FPI pusat.
3. Missionaris Kristen di Suku Anak Dalam
Sebelum dakwah Islam masuk, tahun 2002 sudah ada
missionaris yang masuk ke Suku Anak Dalam, seorang laki-
laki bernama Roy. Dengan menikahi perempuan asli
masyarakat Nyogan dan tinggal beberapa lama di sana, dia
mencalonkan diri sebagai kepala desa nyogan. Ketika terpilih
menjadi kepala desa Nyogan, Roy sering masuk ke Komunitas
Suku Anak Dalam. Ketika tahun baru Roy selalu memberikan
Suku Anak Dalam dan mengajak menyembelih Anjing hitam
dan makan bersama-sama.
Selain itu juga Roy memberi bantuan dalam bentuk
sembako dan makanan untuk Suku Anak Dalam, padahal Roy
sendiri mengaku beragama Islam. Roy sedikit demi sedikit
memberi pengaruh ke Suku Anak Dalam dan mengajak
91

beragama Kristen. Setelah agenda yang dilakukan Roy


diketahui oleh masyarakat maka dia di usir dari Nyogan.7
Pada tahun 2016 pendeta masuk ke Suku Anak Dalam
dengan membagi-bagikan sembako dalam bentuk bingkisan,
ternyata bukan hanya sembako saja yang diberikan, mereka
juga memberikan berupa atribut kristiani di bingkisan tersebut.
setelah mereka sadar, mereka berbondong-bondong menolak
bingkisan dan bantuan tersebut.8
4. Pemberdayaan Suku Anak Dalam
Selain oleh tokoh agama, ada juga pendampingan yang
dilakukan Non Government Organization (NGO). Pada tahun
2011 NGO Pundi Sumatera mulai masuk ke wilayah Suku
Anak Dalam yang dimulai dengan penjajakan awal,
melakukan penelitian dan melakukan survey dengan membuat
assessment. Tujuan dari pembuatan assessment ini adalah
mendapati kesepakatan antara pundi sumatera dengan Suku
Anak Dalam dalam hal pendampingan pemberdayaan.
Pada tahun 2012, kegiatan pendampingan
pemberdayaan mulai efektif dilakukan. Pundi Sumatera
berfokus pada Suku Anak Dalam yang berada di jalur tengah
lintas sumatera, dimana Suku Anak Dalam ini sudah lama
keluar dari kawasan hutan. Adapun kegiatan pendampingan
yang dilakukan yaitu:
a. Fasilitas dokumen kependudukan,
b. Layanan pendidikan,

7
Wawancara dengan Hariyanto, pada 15 Desember 2018.
8
Wawancara dengan Asman Hatta, pada 4 Desember 2018.
92

c. Layanan kesehatan yang bekerja sama dengan


Puskesmas, Rumah Sakit dan Dinas Kesehatan
Kabupaten
d. Pengembangan sumber daya ekonomi kreatif.9
B. Dakwah di Suku Anak Dalam
1. Proses tablîgh di Suku Anak Dalam
Informasi merupakan pengetahuan yang di sampaikan
dengan berisikan pesan-pesan yang di bawa sehingga sampai
kepada penerima pesan. Dalam komunikasi Islam disebut
dengan tablîgh, artinya da‟i menyampaikan pesan dakwah
yang di terima langsung oleh mad‟u.
Menurut Ali Azis dakwah adalah kata tablîgh
(menyampaikan ajaran Islam), khutbah (pidato), nashihah
(menyampaikan suatu ucapan kepada orang lain), fatwa
(pemberian uraian keagamaan), washilah (pesan perintah
tentang sesuatu), tausiyah (kegiatan menyampaikan washilah),
tabshir (kabar gembira) dan tanzhir (peringatan).10
Para da‟i menyampaikan tablîgh ke Suku Anak Dalam
yang mudah dipahami dan tidak langsung merubah kebiasaan
mereka. Apalagi pesan yang disampaikan berasal dari orang
yang baru dikenal. Pesan yang disampaikan tidak langsung
dapat diterima, jika pesan tersebut bertentangan dengan
kebiasaan yang mereka yakini. Seperti wawancara bersama
ustad Asman Hatta, selaku da‟i di Suku Anak Dalam:

9
Eliza, Febi Rizka, M. Ridwan dan Dwi Noerjoedianto. “Peran
Pemerintah Terhadap Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil Suku
Anak Dalam (SAD) Di Provinsi Jambi tahun 2018”. Jurnal Kesmas Jambi,
Vol. 2, no.1 (2018): 48.
10
Moh.Ali Aziz, Ilmu Dakwah (Jakarta: Kencana, 2009), 20-42.
93

“Tidak semua dakwah bisa diterima sama mereka, saya


mulai memperkenalkan dakwah ketika saat itu mereka
masih dihutan, mereka membakar dan memakan ular
sebagai santapan. Saat itulah saya juga membakar ikan
lele, sebelum saya bakar saya bumbuin lele tersebut
sehingga rasanya lezat. Setelah mereka memakan lele
tadi mereka merasa suka, saat itulah saya sampaikan
bahwa lele ini lebih lezat dan sehat, lele juga banyak
mengandung gizi yang baik untuk tubuh. Ikan lele lebih
halal dan ular haram di makan. Saya juga sampaikan
bahwa hewan yang tidak boleh dikonsumsi itu memiliki
taring dan hidup didua alam, seperti ular”.11
Berdasarkan wawancara tersebut disimpulkan bahwa
ustad Asman Hatta menyampaikan pesan dakwah dengan cara
melakukan perbuatan yang tidak biasa dan memberikan.
Seperti memperkenalkan makanan yang halal dan haram,
tetapi dengan contoh membuat makanan ikan lele lebih nikmat
dan lezat, sehingga Suku Anak Dalam tertarik untuk
mengikutinya dan tidak memakan ular. Melakukan dakwah di
hutan tempat dimana Suku Anak Dalam dulu tinggal.
Cara menyampaikan dakwah setiap da‟i beragam, sesuai
dengan kondisi mad‟u. Seperti halnya informasi mengenai
ibadah sangat penting untuk disampaikan da‟i. Mengajarkan
ibadah kepada Allah kewajiban setiap muslim, apalagi
mengajarkan kepada mualaf. Seperti halnya da‟i yang terus
memperkenalkan dan mengajarkan ibadah kepada Suku Anak
Dalam, seperti wawancara bersama Ustad Asman Hatta:
“Saya menyampaikan dakwah di balai tentang sholat.
Mereka kan mualaf, jadi belum tahu sholat. Bahwa
sholat sebagai kewajiban yang tidak boleh ditingalkan.
Sholat adalah kewajiban yang harus dilaksanakan oleh

11
Wawancara ustad dengan Asman Hatta, pada 4 Desember 2018.
94

orang Islam, sebagai bentuk ketaatan kita terhadap


Allah. Sholat dilaksanakan sehari semalam sebanyak 5
kali, diawali dengan sholat subuh di pagi hari sebelum
matahari terbit, Sholat zuhur di siang hari, sholat asar
sore hari, sholat magrib di saat matahari tengelam dan
sholat isya di malam hari, dan dalam menjalankan sholat
tidak boleh kentut dan berbicara”.12
Berdasarkan wawancara tersebut dapat disimpulkan
ustad Asman Hatta menyampaikan materi tentang sholat.
Materi ini disampaikan karena Suku Anak Dalam semuanya
mualaf. Suku Anak Dalam belum mengetahui tentang sholat.
Sholat yang dilakukan sebagai kewajiban orang Islam, sebagai
bentuk pengabdian kepada Allah. Ustad Asman Hatta yang
selalu mendampingi Suku Anak Dalam, dan sering
menyampaikan dakwah. Tempat yang tersedia di balai
pertemuan.
Ustad Asman Hatta mengajarkan anak-anak Suku Anak
Dalam belajar bacaan sholat, di balai pertemuan. Ada 6 anak
terdiri 4 laki-laki dan 2 perempuan yang terlihat membaca
ayat-ayat sholat dengan suara keras. Anak laki-laki megunakan
celana panjang dan songkok. Sedangkan anak perempuan
mengunakan jilbab.13
Pesan dakwah yang disampaikan bukan hanya berkaitan
dengan ibadah, tapi juga pesan yang berkaitan dengan
hubungan sosial sesama manusia. Berkaitan dengan hubungan
sesama manusia yang lebih luas, supaya tidak membatasi diri

12
Wawancara dengan ustad Asman Hatta, pada 4 Desember 2018.
13
Observasi di Suku Anak Dalam Segandi, pada 18 Desember 2018.
95

dengan komunitasnya saja. Sebagaimana wawancara dengan


ustad Hariyanto selaku da‟i Suku Anak Dalam:
“saya mas berdakwah ke mereka itu di balailah yang
ada, saya sampaikan pentingnya menjaga silaturahmi
sesama manusia dan menjaga persaudaraan. Manusia
sebagai mahluk sosial yang saling membutuhkan satu
dengan lain. Kalo menurut hadis itu, silaturahmi
menambah rizqi dan memperpanjang umur. Makanya
pesan silaturahmi disampaikan supaya Suku Anak
Dalam tidak hanya bergaul bersama komunitasnya saja,
tetapi bergaul kepada masyarakat yang lebih luas.
Menjaga persaudaraan dan berkasih sayang sesama
manusia adalah tugas kita bersama”.14
Berdasarkan wawancara tersebut disimpulkan Ustad
Hariyanto menyampaikan pesan dakwah mengenai pentingnya
menjaga tali silaturahmi, persaudaraan dan menjauhkan dari
permusuhan adalah tugas bersama sebagai mahluk sosial.
banyak manfaat yang diperoleh dengan menjaga silaturahmi
seperti, menambah rizqi dan memperpanjang umur. Hal ini
dilakukan supaya Suku Anak Dalam tidak menjadi suku
terpencil dan mempunyai hak yang sama sebagai warga
negara. Pesan ini disampaikan di balai untuk mengingatkan
dan menyadarkan bahwa Suku Anak Dalam harus mau
menerima informasi yang datang dari luar.
Dakwah bukan hanya disampaikan pada hari-hari biasa,
tapi dakwah juga disampaikan menyambut hari besar
keagamaan, agenda rutin yang dilaksanakan sebagai upaya
memperingati hari bersejarah dalam Islam. Seperti, maulid
nabi, isra mi‟raj, tahun baru Islam dan hari besar lainnya.

14
Wawancara dengan ustad Hariyanto, 15 Januari 2019.
96

Seperti wawancara bersama ustad Safren, da‟i Suku Anak


Dalam,
“Saya biasanya mengisi acara hari besar Islam, seperti
maulid Nabi Muhammad SAW. Disana saya
menyampaikan tentang kelahiran Nabi di tahun Gajah,
tahun dimana tentara bergajah berupaya menghancurkan
ka‟bah, namun tentara bergajah kalah. Saya juga
sampaikan bahwa nabi dilahirkan di Makah dari seorang
ibu bernama Aminah. Semasa kecil nabi mengembala
domba dan berdagang sampai nabi menikah dengan
seorang wanita bernama Khotijah, nabi diangkat menjadi
Rasul dan wafat”.15
Dari wawancara tersebut disimpulkan ustad Safren
menyampaikan pesan dan pemahaman tentang sejarah
Rasulullah kepada Suku Anak Dalam sangat penting, supaya
mereka mengatahui dan mencintai nabinya. Sejarah kelahiran
yang diiringi dengan kejadian penghancuran tentara bergajah
oleh Allah. Mengetahui nabinya ketika kecil mengembala dan
berdagang. Sampai diangkat menjadi rasul, yang membawa
risalah kebenaran bagi manusia. Pesan ini disampaikan pada
peringatan hari besar Islam supaya Suku Anak Dalam bisa
meneladani apa yang Rasulullah kerjakan.
Proses menyampaikan materi dakwah kepada Suku
Anak Dalam bukan hanya dilakukan antara da‟i dan mereka
saja, tetapi proses dakwah tersebut melibatkan masyarakat
sekitar. Seperti tablîgh akbar dan pembaiatan Suku Anak
Dalam di Segandi.

15
Wawancara dengan Safren, pada 31 Desember 2018.
97

Gambar 4. 2 Proses pembaiatan Suku Anak Dalam16

Dari gambar ini dapat dilihat proses pembaiatan suku


anak dalam sebagai upaya ulang untuk memperbaiki syahadat
yang Suku Anak Dalam sudah ikrarkan bersama da‟i. Proses
syahadat ini dilakukan Front Pembela Islam sebagai upaya
tablîgh terhadap mereka. Prosesi ini yang diikuti oleh 180
orang. 17
Memperkenalkan agama Islam kepada Suku Anak
Dalam, upaya mengajak mereka dari ketertinggalan. Mengerti
Islam secara menyeluruh dan memperkenalkan Islam sebagai
agama yang damai dan memberikan kesejukan kepada semua
manusia. Sebagaimana wawancara bersama Habib Taufiq,
Ketua Front Pembela Islam Jambi,
“Kalau waktu itu saya ngisi dakwah di balai saya
sampaikan ke suku SAD bahwa Islam itu rahmatan
lil 'alamin, artinya Islam mengajarkan kedamaian,
toleransi dan kasih sayang sesama. Islam tidak
mengajarkan kekerasan, permusuhan dan menebar
kebencian. Dalam menjaga Islam penting juga untuk
menjaga aqidah dari masuknya missionaris, yang selalu
berupaya untuk mengajak Suku Anak Dalam pindah ke
agama mereka. Karena menjaga aqidah itu sangat berat

16
Dokumentasi dari Habib Taufiq Baragbah, pada 10 Desember 2018.
17
Data https://ummatpos.com/19261/fpi-dan-drp-islamkan-180-orang-
suku-anak-dalam-jambi/, diakses 16 November 2018.
98

jangan sampai kita mau menukar aqidah kita dengan


bantuan-bantuan yang sedikit, yang hanya memberikan
manfaat sebentar”.18
Dari wawancara tersebut menyimpulkan Habib Taufiq
menyampaikan pesan dakwah bahwa Agama Islam sebagai
rahmatan lil 'alamin yang memberikan kedamaian bagi semua.
Membentengi aqidah dari kepentingan sesaat yang selalu
datang untuk merubah keyakinan. Banyaknya bantuan yang
diberikan oleh lembaga yang mempunyai kepentingan, oleh
karena itu perlu ada penguatan dalam diri mad‟u untuk
menjaganya. Pesan yang disampaikan Habib Taufiq di balai
pertemuan kepada Suku Anak Dalam karena posisi sebagai
ketua ormas FPI yang selalu menegakan amar ma‟ruf dan nahi
munkar.
2. Proses taghyîr di Suku Anak Dalam
Akan tetapi, Andi Faisal Bakti memandang taghyîr
(perubahan) dari sisi komunikasi Islam mengarah pada makna
yang positif atau perubahan ke arah yang lebih baik.
Perubahan hanya dapat terjadi jika penerima atau komunikan
menginginkan dan mencoba dengan sepenuh hati untuk
mengubah diri mereka ke arah yang lebih baik.19
Hidup Suku Anak Dalam lebih nomaden (berpindah-
pindah). Suku Anak Dalam mencari penghidupan di dalam
hutan dan dekat dengan sungai. Mereka lebih sering membuat

18
Wawancara dengan Habib Taufiq Baragbah, pada 10 Desember 2018.
19
Andi Faisal Bakti, The Contribution of Dakwah to Communication
Studies,” Risale-I Nur Collection Perspective,” Proceedings, Istanbul
Foundation for Science and Culture (Istanbul : The Istanbul Foundation for
Science and Cuture 2010), 7.
99

sudung yang tidak jauh dari sungai. Suku Anak Dalam percaya
bahwa hutan adalah sumber kehidupan yang harus dijaga
kelestariannya. Berbeda dengan Suku Anak Dalam yang lebih
memilih menetap di perkampungan. Seperti wawancara
dengan Habib Taufiq, Ketua Front Pembela Islam Jambi:
“Mereka sekarang sudah tinggal menetap di rumah
yang lebih baiklah, rumah bantuan pemerintah tahun
2003 yang lalu. Walaupun belum ada bantuan
perbaikan lagi dari pemerintah. Kalo dulu mereka
hidupnya melangun dari wilayah yang jaraknya jauh,
kalo di tempat mereka ada yang meninggal maka
mereka pindah lagi membawa keluarga mencari
tempat yang baru, mereka berpendapat bahwa kalo
ada yang meninggal berarti rumah itu mendapatkan
sial.”20
Dari wawancara tersebut disimpulkan Habib Taufiq
merasakan perubahan yang terlihat sekarang ini. Suku Anak
Dalam yang dahulu hidup di hutan, sekarang lebih memilih
hidup di perkampungan secara menetap. Walaupun rumah
yang Suku Anak Dalam tempati saat ini bantuan dari
pemerintah pada tahun 2003 yang lalu. Perubahan yang
dilakukan atas keinginan Suku Anak Dalam untuk hidup lebih
sejahtera dengan banyak memperoleh informasi.
Saat ini Suku Anak Dalam tinggal di rumah yang
dibangun oleh pemerintah. Belum ada perbaikan sama sekali
yang mereka lakukan. Seperti dinding yang terbuat dari papan
sudah lapuk, atap yang terbuat dari seng sudah mulai bolong.
Lantai yang terbuat dari semen sudah banyak yang rusak.

20
Wawancara dengan Habib Taufiq, pada 10 Desember 2018.
100

Mereka tetap bertahan, karena mereka sudah lama mendiami


rumah tersebut.21
Aktivitas yang tidak biasa Suku Anak Dalam lakukan
bisa memberi perubahan terhadap mereka. Seperti pentingnya
pendidikan sebagai modal utama untuk mengetahui informasi
yang berkembang saat ini. Informasi baru bisa mereka
dapatkan dengan sekolah. Seperti wawancara dengan
tumenggung Iyan Khubung, pimpinan adat Suku Anak Dalam
Segandi,
“Sebenanyo kamiko hidup kan dak dewean, semenjak
ustad tu datang ohang kito dah mulai berkembang.
Sanak-sanak lah banyak pulo yang sekolah dan sudah
ado yang nasibnyo jadi tentara. Uwong tuo-tuo bengin
kami ngajari kito harus biso belajar dari alam dan kito
jugo biso mengolah hasil alam untuk hidup kito. Kami
dak pernah nak beli ikan, kalo nak makan ikan kito
ngambek be ikannyo di sungai.22
Dari wawancara tersebut disimpulkan tumenggung Iyan
Khubung merasa ada perubahan yang dirasakan oleh diri dan
saudara-saudara Suku Anak Dalam lainnya. Perubahan ini
muncul atas keinginan anak-anak dan orang tua Suku Anak
Dalam untuk lebih baik dengan melanjutkan pendidikan
supaya mendapatkan pengetahuan. Pendidikan diberikan untuk
menghilangkan kebodohan pada diri. Dengan pendidikan yang
dijalani merubah nasib Suku Anak Dalam saat ini.
Berpakaian merupakan perubahan yang terjadi di Suku
Anak Dalam, dulu mengenakan kain yang hanya menutupi
kemaluan mereka saja. Kebiasaan itu menyebabkan mereka

21
Observasi di Suku Anak Dalam Segandi, pada 18 Desember 2018.
22
Wawancara dengan Iyan Khubung, 28 Desember 2018
101

merasa kurang percaya diri untuk bertemu dengan masyarakat


umum, sehingga mereka diangap suku yang tertinggal, dengan
perubahan yang terjadi. Seperti wawancara dengan ustad
Hariyanto, da‟i Suku Anak Dalam:
“Kalo mereka itu sekarang sudah maulah memakai
pakaian untuk menutup aurat mereka. Kalo dulu mereka
hanya pake kain untuk menutup aurat, kain yang dililit di
bagian kemaluan saja. mereka mengatakan lebih nyaman
walaupun belum terlalu terbiasa. Terkadang
perempuannya juga sudah mau juga pake jilbab,
seringnya mereka pakai kalo ada acara pengajian.”23
Dari wawancara tersebut disimpulkan ustad Hariyanto
merasakan perubahan ke arah modern. Suku Anak Dalam
sudah menutup aurat dengan pakaian yang dimiliki. Suku
Anak Dalam tidak merasa terpingirkan lagi, setelah
mengenakan pakaian seperti masyarakat umumnya. Dengan
menutup aurat Suku Anak Dalam mendapatkkan kenyaman,
ketenangan dan tidak malu ketika bertemu dengan masyarakat
umumnya.
Gambar 4. 3 Perempuan Suku Anak Dalam Mengenakan
Jilbab24

23
Wawancara dengan ustad Hariyanto, pada 15 Desember 2018.
24
Dokumentasi diambil pada 24 Februari 2019.
102

Gambar diatas menjelaskan perempuan Suku Anak


Dalam mengenakan jilbab dalam acara pengajian dan
santunan. acara yang bertujuan untuk memberikan bantuan
kepada Suku Anak Dalam Segandi.
Suku anak dalam segandi sudah mengenakan pakaian
seperti masyarakat biasa, baik laki-laki maupun perempuan.
Dan anak-anak juga mengenakan pakaian ketika sekolah.
Melihat Suku Anak Dalam saat ini seperti melihat masyarakat
umum.25
Rutinitas perubahan yang terjadi dan merubah kebiasaan
mereka adalah ibadah. Ibadah yang Suku Anak Dalam lakukan
sebagai muslim adalah Sholat. Seperti wawancara dengan
ustad Asman Hatta, da‟i Suku Anak Dalam:
“Suku Anak Dalam sudah mau mengerjakan sholat
walaupun belum seluruhnya dikerjakan. Mereka sudah
hafal juga bacaan dan gerakannya, seperti orang
umumnya. Kalo yang sering itu sholat magrib berjamaah
di balai, tapi laki-laki saja. Kalo berjamaah kadang-
kadang dak terlalu banyak, kebanyakan mereka sholat
dirumah. Tapi kalo sholat Jum‟at mereka kerjakan juga
walaupun jarak ke masjidnya lumayan jauh, mereka
sholat jum‟at bersama masyarakat Nyogan”.26
Dari wawancara disimpulkan ustad Asman Hatta melihat
Suku Anak Dalam sudah merubah dirinya menjadi lebih baik.
Suku Anak Dalam mau mempelajari sholat sebagai bentuk
pengabdian kepada tuhannya. Tidak ada paksaan dalam
menjalankan ibadah tersebut. Suku Anak Dalam menjalankan
dengan kesadaran yang dimiliki dengan kemauan untuk belajar

25
Observasi di Suku Anak Dalam Segandi, pada 18 Desember 2018.
26
Wawancara dengan ustad Asman Hatta, pada 4 Desember 2018.
103

dan mengejar ketertingalannya saat ini. Berkumpul dan


bersoasialisasi kepada masyarakat umum.
Suku Anak Dalam terus melakukan perbaikan terhadap
kondisi saat ini. Perubahan terjadi karena keingian mereka
belajar mengaji Al-Qur‟an. Sebagaimana wawancara dengan
ustad Safren, da‟i Suku Anak Dalam:
“Sejauh ini perubahannya sudah lumayan, mereka sudah
mau menjalankan sholat dan mengaji, mengaji kadang
seminggu sekalilah kalo pas saya masuk, kebanyakan
anak-anak sih yang belajar ngaji. Kalo yang dewasa
lebih kurang aktif 1, 2 oranglah yang mau mengaji dan
sudah bisa baca Al-Qur‟an. Kalo anak-anak ngaji iqro,
kadang juga diajarin sama mereka yang sudah bisa baca
Al-Qur‟an dan sekolah juga mereka diajarkan iqro”.27
Dari wawancara disimpulkan keinginan Suku Anak
Dalam mengali pengetahuan begitu besar. Suku Anak Dalam
belajar mengaji kitab Al-Qur‟an sebagai petunjuk orang
beriman. Mengali informasi dan mengenali sumber hukum
sebagai dasar perubahan Suku Anak Dalam. Semangat anak-
anak untuk mempelajari Al-Qur‟an sebagai generasi penerus
yang akan memberikan pengetahuan kepada generasi
selanjutnya.
3. Proses Takwîn al-Ummah di Suku Anak Dalam
Sebagai bentuk metode dakwah yang dilakukan
adalah dengan pembangunan umat untuk mengamalkan segala
bentuk dakwah dan pembangunan yang menyentuh
keperibadian mad‟u dan perbaikan prasarana untuk

27
Wawancara dengan Sapren, pada 31 Desember 2018.
104

kepentingan bersama. Pembangunan bukan hanya sampai di


diri mad‟u saja.
Teori pembangunan (development), teori ini telah
menyibukkan banyak pemimpin di negara-negara yang kurang
berkembang, sebagai akibat dari tantangan negara-negara
maju. Masalah yang difokuskan adalah mengidentifikasi cara
mengembangkan negara-negara tersebut dengan menggunakan
proses yang diikuti oleh negara-negara maju. Hal ini biasanya
mempromosikan: „komunikasi untuk pengembangan‟ atau
„pengembangan yang mendukung komunikasi.28
Pembangunan fasilitas sangat diperlukan sebagai bentuk
membangun kebersamaan diantara Suku Anak Dalam, satu
dengan lainnya. Sebagai tempat da‟i untuk membangun dan
membina Suku Anak Dalam. Seperti fasilitas sekolah, masjid
dan balai pertemuan. Sebagaimana wawancara dengan ustad
Safren, da‟i Suku Anak Dalam:
“Di suku Suku Anak Dalam Nyogan sudah berdiri
sekolah dan balai untuk pertemuan. Sekarang, sudah
dipondasi untuk pendirian masjid juga. Semua fasilitas
ini diharapkan untuk mempermudah kami untuk
berdakwah. Dengan seringnya masuk ke dalam untuk
memberikan nasehat-nasehat dan motivasi supaya
menjadi lebih baik”.29
Dari wawancara tersebut disimpulkan bahwa
pembangunan fasilitas sebagai faktor penunjang dalam
melakukan dakwah. memberi wawasan dan pengetahuan

28
Andi Faisal Bakti, The Contribution of Dakwah to Communication
Studies,” Risale-I Nur Collection Perspective,” Proceedings, Istanbul
Foundation for Science and, 9.
29
Wawancara dengan ustad Safren, pada 31 Desember 2019.
105

menjadi lebih moderen. Pembinaan terus dilakukan dengan


memberikan nasehat-nasehat dan motivasi untuk memperbaiki
diri menjadi lebih baik. Fasilitas digunakan untuk
menyebarkan informasi dan memotivasi dan memberikan
pesan-pesan yang baik.
Perkampungan Suku Anak Dalam berdiri Sekolah Dasar,
Balai dan sedang pembangunan masjid yang berukuran 4x6
Meter. Bangunan ini masih berbentuk pondasi dengan
kerangka besi. Ada tiga orang yang bekerja terdiri dari 2
tukang dan 1 pekerja, yang sedang menyelesaikan bangunan
tersebut.30
Pembinaan Suku Anak Dalam juga dilakukan secara
individu. Da‟i juga menyiapkan generasi penerus yang akan
melanjutkan dakwah. Proses pembinaan dilakukan sebagai
kader masa depan yang menjadi pendamping generasi Suku
Anak Dalam. Sebagaimana wawancaara dengan ustad
Heriyanto, da‟i Suku Anak Dalam:
“Saya sudah menyekolahkan Suku Anak Dalam
namanya Manto, dia sekolah dari SD, SMP sampai
Aliyah. Sekarang dia sudah menjadi guru untuk Suku
Anak Dalam untuk ngajarin baca, tulis dan ngaji. Ada
namanya Suwandi, dia ketua pemuda di Segandi kadang
jadi Imam sholat untuk Suku Anak Dalam, seringnya sih
kalo sholat magrib. Mereka semua tu pemuda Suku
Anak Dalam yang pertama belajar dengan saya”.31
Dari wawancara disimpulkan ustad Hariyanto sudah
menyiapkan generasi penerus yang akan melanjutkan dakwah.
generasi diciptakan sebagai pembinaan yang berkelanjutan dan

30
Observasi di Suku Anak Dalam Segandi, pada 18 Desember 2018.
31
Wawancara dengan ustad Hariyanto, pada 15 Desember 2018.
106

pendampingan. Supaya Suku Anak Dalam tidak kembali lagi


kepada kebiasaannya yang dulu. Pembinaan dan menyiapkan
generasi penerus dengan cara menyekolahkan sehingga
memiliki pengetahuan yang bisa disampaikan pada
komunitasnya Suku Anak Dalam.
Pembinaan untuk memberikan informasi terus
dilakukan. Cara yang dilakukan dengan mendirikan majelis
taklim sebagai wadah pemersatu mereka dalam mendengarkan
motivasi yang baik. Pembinaan yang dilakukan secara
kelompok memberikan dampak langsung bagi mad‟u. Mereka
bisa sama-sama belajar terhadap apa yang belum mereka
ketahui. Seperti wawancara dengan ustad Asman Hatta, da‟i
Suku Anak Dalam:
“Saya sering mengisi pengajian yang dilakukan
seminggu sekali pada hari sabtu. Majelis taklim ini
berdiri sebagai tempat menghimpun Suku Anak Dalam
untuk belajar agama. Yang hadir banyak laki-laki,
perempuan dan anak-anak Suku Anak Dalam. Bukan
hanya dari Segandi saja, kadang malahan dari tempat
lain jugo banyak yang hadir. Saya jugo membina orang
batak yang tinggal disekitaran kebon sawit, mereka jugo
kadang ikut belajar.”32
Dari wawancara tersebut disimpulkan ustad Asman
Hatta melakukan pembinaan dengan majelis taklim.
Pembinaan ini menyiapkan kader-kader Suku Anak Dalam
yang memiliki pengetahuan. bentuk majelis taklim yang ustad
Asman lakukan untuk memberikan nasehat-nasehat dan
motivasi kepada Suku Anak Dalam untuk mengerjakan amar

32
Wawancara dengan ustad Asman Hatta, pada 4 Desember 2018
107

ma‟ruf dan meningalkan nahi munkar. Majelis taklim menjadi


wadah Suku Anak Dalam untuk bisa hidup mandiri.
Gambar 4. 4 Pembinaan Dakwah di Majelis Taklim33

Gambar diatas menjelaskan proses pembinaan di majelis


taklim yang diisi oleh ustad Asman Hatta dan di hadiri Habib
Taufiq. Pengajian dilaksanakan pada hari sabtu siang dan
dihadiri oleh laki-laki dan perempuan serta beberapa anak-
anak Suku Anak Dalam yang serius mendengarkan dakwah
yang disampaikan ustad Asman Hatta.
Pembinaan yang dilakukan kepada Suku Anak Dalam
bukan terbatas oleh perseorangan tetapi melibatkan kelompok.
Seperti halnya dakwah yang dilakukan Front Pembela Islam di
Segandi. Seperti wawancara dengan Habib Taufiq, Ketua FPI
Jambi:
“Secara rutin belum terlalu sering masuk ke Suku Anak
Dalam, karena kesibukan saya. Kadang-kadang ustad
Hatta ngundang untuk ngisi pengajian di majelis
minguan Suku Anak Dalam. Belum lama ini juga, kami
mengadakan tablîgh akbar disana. Digagas oleh Front
Pembela Islam dan langsung diisi dengan Habib Sobri

33
Dokumentasi diambil di Segandi, pada 29 Desember 2018.
108

Lubis ketua Umum FPI Pusat. Kami juga memberi


bantuan kepada Suku Anak Dalam dan sedang proses
pembangunan masjid di Segandi.”34
Dari wawancara tersebut disimpulkan Habib Taufiq
berupaya untuk terus memberikan motivasi dan pesan-pesan
dakwah yang baik. Untuk terus memperbaiki diri berbuat amar
ma‟ruf dan meningalkan nahi munkar. Pembinaan yang
dilakukan bukan hanya memberikan motivasi, tetapi
melakukan pembangunan dengan mendirikan fasilitas umum
sebagai tempat dakwah untuk kemandirian Suku Anak Dalam.
masjid sebagai pusat peradaban sehingga menjadi tempat
untuk perbaikan umat. Pembangunan Suku Anak Dalam
dilakukan oleh organisasi masyarakat Front Pembela Islam.
Pembinaan sudah dirasakan oleh Suku Anak Dalam di
Segandi. Mereka melakukan pengajian rutin yang disampaikan
oleh da‟i yang berdakwah. Seperti wawancara dengan
tumenggung Iyat Khubung:
“Pengajian yang blom lamo di siko adolah, tabligh akbar
samo FPI yang datang pun banyak. Kalo rutin biasonyo
samo ustad Hatta, kareno dio yang rajin nemuin kami di
siko. Kami jugo sudah banyak yang ngerti dan sudah
jalani apo yang di perintah agama kami Islam”.35
Dari wawancara disimpulkan, bahwa bimbingan yang
berkelanjutan sebagai upaya membina umat untuk lebih baik.
Pembinaan memberikan kesadaran dan kemandirian bagi Suku
Anak Dalam, dalam menjalani aspek kehidupan. Menjadi lebih
mandiri dan berwawasan luas.

34
Wawancara dengan Habib Taufiq, pada 10 Desember 2018
35
Wawancara dengan Iyan Khubung, 20 Desember 2019.
109

4. Proses Khairiyah al-Ummah di Suku Anak Dalam


Seperti halnya yang terjadi di masyarakat biasa,
seorang yang sudah menerima dakwah kemudian dakwah
tersebut diterima, dan memberikan motivasi kepada diri untuk
terus berbuat baik, maka akhirnya akan memberikan
perubahan kepada diri mad‟u. Perubahan menjadi diri lebih
baik, sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung di dalam
Islam. Pembangunan dan pembinaan yang berkesinambungan
akan memberikan dampak pada akhlâq yang baik.
Perubahan khairiyah al-ummah/akhlâq sudah mulai
membaik terhadap kelompok Suku Anak Dalam. Mereka
sudah mulai berinteraksi kepada masyarakat umumnya, tanpa
ada perbedaan satu sama lainnya. Terciptanya hubungan
masyarakat madani sebagai upaya perbaikan terhadap pribadi
dan komunitas mereka. Hubungan civil society sebagai upaya
terciptanya masyarakat yang berkemajuan.
Kekompakan yang dilakukan oleh Suku Anak Dalam
dalam menjaga silaturahmi semakin baik. Suku Anak Dalam
tidak membatasi dirinya dengan masyarakat umumnya.
Mereka memiliki jiwa sosial yang tinggi dan saling membantu
dalam setiap kesulitan. Seperti wawancara dengan ustad
Asman Hatta, da‟i Suku Anak Dalam:
“Sekarang Suku Anak Dalam lebih kompak, rukun satu
sama lainnya. Mereka sudah mau membaur dengan
masyarakat umum tanpa ada perbedaan, satu sama
lainnya. Nampaklah perubahannya saat ini, bahkan
berubah lebih baik dari yang dulu primitif.”36

36
Wawancara dengan ustad Asman Hatta, pada 4 Desember 2018.
110

Dari wawancara tersebut disimpulkan ustad Asman


Hatta mengatakan hubungan yang terjalin antara Suku Anak
Dalam untuk bersosialisasi dan membaur kepada masyarakat.
Suku Anak Dalam sudah kompak dan saling menghargai satu
dengan yang lainnya. Akhlâq terbentuk atas kesadaran dan
pengetahuan yang sudah mereka miliki dengan informasi yang
dilakukan da‟i selama ini.
Nilai moral yang Suku Anak Dalam patuhi sangat tinggi.
Mereka selalu menjaga adab ketika bertemu dengan siapa saja,
baik ada secara kelakuan, berbicara dan mendengar. Secara
tata krama yang mereka yakini bahwa apabila kita baik kepada
alam, maka semua akan baik kepada kita. Seperti wawancara
dengan ustad Safren, da‟i Suku Anak Dalam:
“Kalo Suku Anak dalam, sebenarnya mereka punya
tingkah laku yang baik, mereka selalu menjaga adat
istiadat mereka. Seperti tidak berludah di depan orang.
Mereka merasa kalo berludah di depan orang tidak sopan
dan merasa menghina mereka. Mereka selalu
menjunjung nilai-nilai kesopanan. Mereka dilarang
mencuri walaupun mereka memiliki kesempatan.
Malahan mereka menjaga apa yang dimiliki saudaranya
sebagai bagian darinya.”37
Dari wawancara tersebut disimpulkan ustad Safren
menjelaskan adab yang terbentuk di Suku Anak Dalam sudah
baik. Suku Anak Dalam menjunjung nilai-nilai moral yang
tinggi. Hubungan saling menghargai sesama manusia dan
menjaga adab dalam tingkah laku. Tata krama itu seperti adab
meludah, mereka memiliki aturan bahwa meludah di depan
orang tidak sopan, apalagi didepan Suku Anak Dalam sendiri.

37
Wawancara dengan ustad Safren, pada 31 Desember 2019.
111

Mereka memiliki aturan dilarang mencuri, bahkan apa yang


dimiliki saudara mereka harus dijaga.
Sikap perbaikan akhlâq juga terlihat ketika dalam proses
pegajian. Suku Anak Dalam lebih memilih diam dan
mendengarkan tas apa yang disampaikan da‟i. Seperti
wawancara dengan Habib Taufiq, ketua Front Pembela Islam
Jambi:
“Waktu saya mengisi pengajian di Suku Anak Dalam
mereka diam mendengarkan apa yang saya sampaikan.
Mereka juga mulai baik bertutur kata. Saya pun menjaga
sopan santun sehingga dia pun segan. Jadi kalo Suku
Anak Dalam itu sudah senang sama orang, dia akan baik
juga. Pokoknya lebih sopanlah akhlaq mereka.”38
Dari wawancara tersebut disimpulkan Habib Taufiq
mengatakan sopan santun dan akhlâq yang terbentuk dari Suku
Anak Dalam. Dalam menghargai terhadap orang yang
berbicara. Hubungan dengan masyarakat sekitar berjalan
dengan baik. Hubungan yang dijalani Suku Anak Dalam sudah
tidak ada perbedaan lagi. Mereka sudah terbuka dan menyatu
dengan masyarakat luar. Hingga ada pernikahan antara Suku
Anak Dalam dan masyarakat sekitar. Seperti wawancara
dengan ustad Hariyanto, da‟i Suku Anak Dalam:
“Suku Anak Dalam saat ini banyak yang menikah
dengan dengan masyarakat sekitar, seperti suku Jawa,
Medan, Melayu dan Banjar. Suku Anak Dalam yang
sudah menikah dengan masyarakat umum, mereka lebih
memilih tinggal di luar Trans Sosial. Mereka yang sudah
membaur ke masyarakat, selalu mengikuti aktivitas

38
Wawancara dengan Habib Taufiq, pada 10 Desember 2018
112

keagamaan masyarakat sekitar dan tidak terkesan


menutup diri.”39
Dari wawancara tersebut disimpulkan ustad Hariyanto
mengatakan hubungan kemasyarakatan Suku Anak Dalam
sudah terbuka. Suku Anak Dalam sudah menerima orang dari
luar. Hubugan itu terlihat dengan adanya perkawinan antara
Suku Anak Dalam dan masyarakat sekitar. Sikap persaudaraan
dan kesetaraan tumbuh menjadi
Terjalinnya hubungan yang baik antara Suku Anak
Dalam dan masyarakat sekitar bentuk mereka mengalami
modernisasi dari primitif mereka yang lalu. Seperti terjadi
pernikahan antara Suku Anak Dalam dan suku Jawa di desa
Nyogan. Walaupun sudah tidak bertempat tingal di
pemukiman Trans Sosial, tetapi identitas Suku Anak Dalam
tetap melekat pada diri mereka.
Pernikahan Suku Anak Dalam dan suku Banjar terjadi
disini. laki-laki Suku Anak Dalam menikah dengan wanita
Suku Banjar, sekarang kelurga tersebut sudah dikaruniai 2
orang anak perempuan yang berumur, 3 tahun dan 1 tahun.
Hubungan mereka baik-baik saja sampai saat ini. Mereka
tinggal di dusun Selapik RT 03, berdekatan dengan orang tua
perempuan.40
C. Hambatan-hambatan Dakwah di Suku Anak Dalam
Hambatan dakwah mengakibatkan proses dakwah tidak
berlangsung sebagaimana yang diharapkan oleh da‟i dan mad‟u.
Menurut Shannon dan Weaver, gangguan atau hambatan

39
Wawancara dengan ustad Hariyanto, pada 15 Januari 2019.
40
Observasi di dusun Selapik, pada 18 Desember 2018.
113

komunikasi terjadi jika terdapat intervensi yang mengganggu


salah satu elemen komunikasi, sehingga proses komunikasi tidak
dapat berlangsung secara efektif.41
1. Hambatan Ekologis/Fisik dalam Proses Dakwah
Suku Anak Dalam Segandi tinggal jauh dari
perkampungan masyarakat sekitar. Lokasi yang jauh serta
jalan yang dilewati juga sangat sulit. Jalan yang dilewati masih
jalan tanah. Lokasi ini melewati kebun sawit milik masyarakat,
yang dilalui sepanjang 4 kilo meter dari perkampungan
msyarakat. Pemukiman Suku Anak Dalam yang jauh menjadi
penghambat terjadinya proses komunikasi.42 Hambatan
ekologis terjadi disebabkan oleh gangguan lingkungan
terhadap proses berlangsungnya komunikasi, jadi datangnya
dari lingkungan.43
Menjadi penghambat dalam melakukan dakwah, karena
lokasi pemukiman Suku Anak Dalam yang sangat jauh dari
perumahan masyarakat pada umumnya. Sebagaimana
wawancara dengan Tumenggung Iyan Khubung, pemimpin
Suku Anak Dalam:
“Perkampungan kami ko jauh dari rumah wargo, kami
hidup di perkampungan yang dibangun pemerintah
itulah. Kami ko bertahan disiko kareno sudah dak mau
lagi melangun, apolagi kondisi hutan disiko sudah dak
ado lagi. Hutan disiko sudah banyak di tebang dan
dikuasai dengan perusahaan. Kalo dulu tu kami sering

41
Hafied Cangara, Pengantar Ilmu Komunikasi (Jakarta: Rajagrafindo,
2008), 153.
42
Observasi di Suku Anak Dalam Segandi, pada 18 Desember 2018.
43
Onong Uchyana Effendy, Ilmu, teori dan filsafat komunikas
(Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2000), 16.
114

melangun, hidup di hutan yang kami gunakan sebagai


tempat tinggal kami”.44
Berdasarkan wawancara tersebut di simpulkan bahwa
letak pemukiman Suku Anak Dalam sangat jauh dari
perkampungan. Pemukiman yang dibangun pemerintah masih
mereka tempati. Suku Anak Dalam sudah tidak memiliki
keinginan untuk melangun lagi, karena hutan yang sudah
berubah menjadi kebun-kebun yang dikuasai perusahaan.
Hutan yang menjadi tempat tinggal merekaa sudah berubah
dan alih fungsi.
Proses dakwah yang dilakukan antara da‟i dan Suku
Anak Dalam terjadi di balai pertemuan. Balai yang berdiri dari
sudah lama dan kondisi yang juga memperihatinkan.
Berdasarkan wawancara dengan ustad Asman Hatta, da‟i Suku
Anak Dalam:
“Biasanya saya menyampaikan dakwah di Balai
pertemuan. Balai yang digunakan untuk melakukan
dakwah di Suku Anak Dalam. sebenarnya balai itu sudah
banyak yang bolong lantainya, dan dindingnya juga
sudah mulai rapuh.itu masih kami gunakan karena
masjid yang di bangun belum selesai di bangun.”45
Berdasarkan wawancara tersebut disimpulkan bahwa
proses dakwah yang dilakukan da‟i kepada Suku Anak Dalam
di balai pertemuan. Balai yang sudah lama dibangun dan
memiliki beberapa kerusakan di beberapa bentuk fisiknya.
Balai ini tetap digunakan karena memiliki tempat yang cukup
luas, untuk menampung jama‟ah. Saat ini balai masih tetap

44
Wawancara dengan tumenggung Iyan Khubung, pada 28 Desember
2019.
45
Wawancara dengan ustad Asman Hatta, pada 4 Desember 2018.
115

digunakan karena masjid yang dibangun belum selesai


pembangunannya.
Gambar 4. 5 Balai Pertemuan di Perkampungan Suku Anak
Dalam

Dari gambar ini dijelaskan balai berukuran 4x6 meter


yang digunakan sebagai sarana dakwah dan tempat pertemuan.
Bangunan yang telah lama berdiri ini belum pernah mengalami
perbaikan. Kerusakan yang dilihat dari bentuk bangunan fisik
seperti kayu penyangga yang mulai mengalami kerusakan.
Balai yang didirikan panggung ini mengunakan lantai kayu
yang sudah mengalami kerapuhan dan beberapa lantainya
bolong. Penutup yang terbuat dari papan juga mengalami
kerusakan dibeberapa tempat. Atap yang terbuat dari seng juga
mengalami beberapa kerusakan dan bolong.46
2. Hambatan Psikologis dalam Proses Dakwah
Faktor Psikologis sering menjadi penghambat dalam
komunikasi. Hal ini umumnya disebabkan komunikator
sebelum melancarkan komunikasinya tidak mengkaji dari
komunikan. Komunikasi sulit untuk berhasil apabila
komunikan sedang sedih, bingung, marah, merasa kecewa,

46
Observasi di Suku Anak Dalam Segandi, pada 18 Desember 2018.
116

merasa iri hati, dan kondisi psikologis lainnya, juga jika


komunikasi menaruh prasangka (prejudice) kepada
komunikator.47
Perasaan yang dimiliki mad‟u berbeda beda. Ada
kalanya persepsi muncul karena adanya kesan yang tidak
sesuai dengan yang diharapkan. Seperti wawancara dengan
tumenggung Iyan Khubung, pemimpin Suku Anak Dalam:
“Kito dulunyo yo dak mau nerimo orang asing. bagi
kami tu orang asing akan menganggu kami. Apolagi
dulu banyak yang masuk dah tu foto-foto kami, katonyo
buat bantuan. Dah tu dak adolagi mereka kesini.
Makanyo kami dak mau sebenarnyo nerimo orang baru.
Kalo ustad Hatta itu sudah sering kami tolak datang”.48
Berdasarkan wawancara tersebut disimpulkan bahwa
perasaan yang yang muncul dari diri Suku Anak Dalam karena
mendapatkan kekecewaan. Kekecewaan yang pernah
didapatkan dengan menerima orang asing dan bukan dari
kelompok mereka. Janji yang diberikan orang tersebut menjadi
penyebab timbulnya persepsi yang berbeda.
Perasaan kecewa membuat mad‟u memiliki persepsi
yang berbeda dengan da‟i. Sehingga pesan dakwah yang
disampaikan da‟i mengalami banyak hambatan. Seperti
wawancara dengan Tumenggung Iyan Khubung, pemimpin
Suku Anak Dalam:
“Waktu Ustad ko datang dan kasih dakwah, kami banyak
yang dak mau denger. Karena dakwah itu menjadikan
kami berubah nantinyo. Kami ko jadi jauh dari alam,
taulah kan kalo yang diajarkan ustad tu banyak
47
Onong Uchyana Effendy, Ilmu, teori dan filsafat komunikasi, 12.
48
Wawancara dengan tumenggung Iyan Khubung, pada 28 Desember
2018.
117

aturannyo. Sedangkan kami punyo aturan dewek dari


nenek moyang kami ko”.49
Berdasarkan wawancara tersebut disimpulkan perasaan
yang timbul karena persepsi yang berbeda mad‟u menjadikan
pesan yang disampaikan mengalami kendala. Baik karena
persepsi ketika mereka dakwah akan meninggalkan kebiasaan
yang dulu mereka jalani.
3. Hambatan Semantik dalam Proses Dakwah
Faktor semantik menyangkut bahasa yang digunakan
komunikator sebagai “alat” untuk menyalurkan fikiran dan
persamaanya kepada komunikasn. Demi kelancaran
komunikasinya seorang komunikator harus benar-benar
memperhatikan gangguan semantis ini, sebab salah ucap atau
salah tulis dapat menimbulkan salah pengertian
(misunderstanding) atau salah tafsir (misinterpretation), yang
pada gilirannya bisa menimbulkan salah komunikasi
(miscommunication).50
Perbedaan bahasa yang digunakan antara da‟i dan Suku
Anak Dalam menjadi kendala dalam menyampaikan pesan
dakwah. pesan dakwah yang dilakukan dengan perbedaan
bahasa yang kurang difahami mad‟u akan menjadi
penghambatnya, seperti wawancara dengan ustad Asman
Hatta, da‟i Suku Anak Dalam:
“Pertama saya ketemu Suku Anak Dalam, saya banyak
mengalami kesulitan. Kesulitan yang saya rasakan harus

49
Wawancara dengan tumenggung Iyan Khubung, pada 28 Desember
2018.
50
Onong Uchyana Effendy, Dinamika Komunikasi (Bandung: Remaja
Roosdakarya, 2004), 14.
118

menentukan metode-metode yang bisa difahami oleh


Suku Anak Dalam. Ada beberapa kosa kata yang
mengalami perbedaan. Kosa kata yang dimiliki saya
belum tentu dapat di pahami oleh Suku Anak Dalam.
Terkadang ketika Suku Anak Dalam mendengarkan
pesan saya perlu mereka hanya diam. Sehingga bahasa
yang saya gunakan menyesuaikan dengan mereka, hanya
saja saya yang perlu belajar. Suku Anak Dalam itu kalo
tersinggung dari bahasa kita mereka akan pergi dan tidak
akan mau lagi mendengar apa yang saya sampaikan”.51
Berdasarkan wawancara tersebut disimpulkan hambatan
yang terjadi dalam proses dakwah adanya kurang mengerti
mad‟u denga pesan yang disampaikan. Kata-kata yang
digunakan da‟i harus sesuai dengan bahasa yang Suku Anak
Dalam mengerti. Apabila dalam penyampaian dakwah yang
dilakukan bahasa ada yang menyinggung perasaan mad‟u
maka menimbulkan penolakan.
Perbedaan bahasa dan dialek kata juga sebagai kendala
dalam menyampaikan dakwah. Sebagaimana wawancara
dengan ustad Hariyanto, da‟i Suku Anak Dalam:
“Perbedaan bahasa dengan Suku Anak Dalam
mengalami kendala. Ketika saya menyampaikan dakwah
banyak yang hanya diam. Mereka banyak juga tidak
mengerti dengan apa yang saya sampaikan. Jadi saya
harus mengulanginya berkali-kali supaya mereka
mengerti dengan yang aya sampaikan. Kadang juga
bahasa ilmiah sering saya gunakan, atau bahasa-bahasa
arab yang buat mereka tidak mengerti. Apalagi ketika
saya berdakwah dan mereka diam, sehingga saya harus
bertanya supaya mereka tidak hanya diam.”52

51
Wawancara dengan ustad Asman Hatta, pada 4 Desember 2018.
52
Wawancara dengan ustad Hariyanto, pada 15 Desember 2018.
119

Berdasarkan wawancara tersebut disimpulkan bahwa


kendala pengunaan bahasa yang disampaikan dalam dakwah
menjadi penghambat dalam proses dakwah. perlu adanya
wawasan yang luas dari da‟i untuk memberikan pesan
sehingga tersampaikan. Pengetahuan bahasa juga menjadi
penting untuk da‟i, sehingga dakwah yang disampaikan
mendapatkan umpan balik dari mad‟u.
Ketika ustad Asman Hatta menyampaikan dakwah yang
di hadiri oleh Suku Anak Dalam laki-laki dan perempuan yang
berjumlah 15 orang. bahasa yang digunakan ustad Asman
Hatta lebih dekat dengan bahasa melayu, bahasa khas Jambi.53

53
Observasi di Suku Anak Dalam Segandi, pada 18 Desember 2018.
BAB V
PEMBAHASAN
A. Analisis Metode Dakwah di Suku Anak Dalam
Metode dakwah adalah jalan atau cara untuk mencapai
tujuan dakwah yang dilaksanakan secara efektif dan efisien.1
Menurut Said bin Ali Al-Qahthani yang dikutip oleh Ali Azis,
metode dakwah adalah ilmu yang mempelajari bagaimana cara
berkomunikasi secara langsung dan mengatasi kendala-
kendalanya.2 Ada tiga karakter yang melekat dalam metode
dakwah:
1. Metode dakwah merupakan cara-cara sistematis yang
menjelaskan arah strategi dakwah yang telah ditetapkan.
2. Karena menjadi bagian dari strategi dakwah yang masih
berupa konseptual, metode dakwah bersifat lebih konkret
dan praktis.
3. Arah metode dakwah tidak hanya meningkatkan efektivitas
dakwah, melainkan pula bisa menghilangkan hambatan-
hambatan dakwah.3
Di dalam melaksanakan suatu kegiatan dakwah diperlukan
metode penyampaian yang tepat agar tujuan dakwah tercapai.
Metode dalam kegiatan dakwah adalah suatu cara yang
dipergunakan oleh subyek dakwah dalam menyampaikan materi
atau pesan-pesan dakwah.4

1
Samsul Munir Amin, Ilmu Dakwah (Jakarta: Amzah, 2009), 95-96.
2
Moh. Ali Aziz, Ilmu Dakwah (Jakarta: Kencana, 2009), 357.
3
Moh. Ali Aziz, Ilmu Dakwah, 358
4
Bahri Ghazali, Dakwah Komunikatif Membangun Kerangka Dasar
Ilmu Komunikasi Dakwah (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1997), 24.

120
121

Dakwah merupakan upaya menyampaikan informasi yang


dilakukan da‟i kepada mad‟u. Untuk mengajak mad‟u mengikuti
informasi yang disampaikan sebagai upaya dakwah.
Penyampaian dakwah yang dilakukan da‟i perlu adanya metode
dakwah, seperti halnya dakwah yang dilakukan Rasulullah
kepada umatnya. metode dakwah yang dilakukan da‟i
mempunyai tahapan-tahapan seperti teori komunikasi Islam yang
dikemukakan oleh Andi Faisal Bakti (2010) dengan tahapan-
tahapan: Pertama, tablîgh. Kedua, taghyîr. Ketiga, takwîn al-
Ummah/ amar makruf nahi munkar dan Keempat, khairiyah al-
ummah/ akhlâq.5
Secara umum, teori yang digunakan adalah komunikasi
Islam. Tablîgh atau menyampaikan informasi yang dilakukan da‟i
kepada mad‟u, setelah informasi diberikan kepada mad‟u, maka
akan mengalami taghyîr atau perubahan dalam diri. Perubahan itu
membuat mereka selalu mengerjakan amr makruf dan menjauhi
nahy munkar dalam kehidupanya, serta terbentuknya akhlâq yang
baik dalam kehidupan sosial masyarakat.
1. Analisis Metode Tablîgh di Suku Anak Dalam
Tablîgh menurut Amrullah Ahmad dikutip oleh Ali Azis
adalah usaha menyampaikan dan menyiarkan pesan Islam
yang dilakukan oleh individu maupun kelompok baik secara
lisan maupun tulisan.6 Menurut Muhammad Abu al-Fath al-
Bayanuni dikutip oleh Ali Azis meletakan tablîgh pada

5
Andi Faisal Bakti, “The Contribution of Dakwah to Communication
Studies: Risale-i Nur Collection Perspective, International Bediuzzaman
Symposium, Knowledge, Faith, Morality and the Future oh Humanity (Istanbul
: September 2010), 196.
6
Moh. Ali Aziz, Ilmu Dakwah (Jakarta: Kencana, 2009), 21.
122

tahapan awal dakwah.7 Proses tablîgh adalah proses


menyampaikan informasi. Teori tablîgh merupakan proses
dakwah pertama dalam komunikasi Islam. Andi Faisal Bakti
menyamakan tablîgh dengan informasi.8 Tablîgh disampaikan
da‟i (sender) melalui media (chanel) kepada mad‟u (receiver)
sebagai ilmu pengetahuan (science). Sedangakan informasi
ajaran Islam dapat diartikan sebagai materi dakwah.9
Informasi positif yang disampaikan pengirim pesan
kepada penerima pesan diharapkan berdampak paralel dan
simetris dengan pesan yang diinformasikan. Namun jika
pengirim pesan atau pesan yang disampaikan „meragukan‟,
maka penerima pesan hendaklah bersikap kritis dengan
melakukan tabayyun (klarifikasi),10 demikian ungkap Bakti
dengan mengutip ayat Al-Qur‟an:
ْ ‫ِا ْن َج ۤا َء ُك ْم َفاس ٌٌۢق ب َي َب ٍا َف َت َب َّي ُى ْٓىا َا ْن ُتص ْي ُب ْىا َق ْى ًم ٌۢا ب َج َه َال ٍة َف ُت‬
‫ص ِب ُح ْىا‬ ِ ِ ِ ِ
ْ َ ٰ
‫َعلى َما ف َعل ُت ْم ٰه ِد ِم ْي َن‬
Artinya: “Jika seorang yang fasik datang kepadamu
dengan membawa suatu berita (informasi), maka telitilah

7
Moh. Ali Aziz, Ilmu Dakwah, 20.
8
Andi Faisal Bakti, “The Contribution of Dakwah to Communication
Studies: Risale-i Nur Collection Perspective, International Bediuzzaman
Symposium, Knowledge, Faith, Morality and the Future oh Humanity
(Istanbul: 2010), 87.
9
Andi Faisal Bakti, “The Contrbution of Dakwah to Communication
Studies: Risale-I Nur Collection Perspective, International Bediuzzaman
Symposium, Knowledge, Faint, Morality and the Future oh Humanity, 87.
10
Edi Amin, Dakwah Komunitarian Ummatic Transnasional: Studi
Konsepsi Dakwah Said Nursi dan Penerapannya di Indonesia (Jakarta:
Transwacana Press, 2017), 102. Lihat Andi Faisal Bakti, “The Contrbution of
Dakwah to Communication Studies: Risale-I Nur Collection Perspective,
International Bediuzzaman Symposium, Knowledge, Faint, Morality and the
Future oh Humanity, 200.
123

kebenaranya, agar kamu tidak mencelakakan sesuatu


kaum karena keboddohan (kecerobohan), yang akhirnya
kamu menyesali perbuatan itu.” (Q. S. Al-Hujurat 49:
6).11
Materi dakwah adalah pesan-pesan dakwah Islam atau
segala sesuatu yang harus disampaikan oleh subyek kepada
obyek dakwah yaitu keseluruhan ajaran Islam yang terdapat
dalam kitabullah maupun sunnah Rasulullah. Materi dakwah
atau pesan dakwah merupakan isi dakwah yang berupa kata,
gambar, lukisan dan sebagainya yang diharapkan dapat
memberikan pemahaman bahkan perubahan sikap dan perilaku
mitra dakwah.
Menurut H.Hamzah Ya‟kub seperti dikutip Muliadi,
materi dakwah memiliki cakupan yang sangat luas yang
intinya meliputi akidah Islam, tauhid dan keimanan,
pembentukan pribadi yang sempurna, pembangunan
masyarakat yang adil dan makmur, serta kemakmuran dan
kesejahteraan dunia. Materi ini secara global terdiri atas `tiga
hal pokok yaitu akidah, syari‟ah dan akhlak.12
Materi dakwah yang disampaikan tentang pentingnya
menjaga akidah Islam dari missionaris yang berupaya untuk
mengajak dan mempengaruhi Suku Anak Dalam berpindah
dan mengikuti agama Kristen.13 Pesan akidah ini disampaikan
oleh Habib Taufiq, karena memiliki latar belakang sebagai
ketua Ormas Front Pembela Islam. FPI mempunyai misi

11
Kementerian Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya (Bogor: Unit
Percetakan Al-Qur‟an, 2018), 846.
12
Muliadi, Dakwah Efektif: Prinsip, Metode, dan Aplikasinya (Makasar:
Alauddin Press, 2012), 77.
13
Pengolahan wawancara dengan informan.
124

menegakan amar ma‟ruf dan nahy munkar sebagai metode


dakwah yang dijalankan. Sebagai mualaf Suku Anak Dalam
penting untuk diberikan materi tentang akidah. Akidah materi
untuk mengenal tuhannya, untuk memberikan pengetahuan
dan keyakinan yang semakin kuat. Dalam memberikan materi
ini habib Taufiq merujuk pada rukun iman14
Selain pesan akidah disampaikan, pesan syari‟ah
menjadi petunjuk yang harus disampaikan. Seperti dakwah
yang dilakukan dengan perbuatan yang bisa diikuti oleh Suku
Anak Dalam dan mendapat perhatian, dengan membakar Ikan
Lele sebagai santapan yang halal dan nikmat sehingga untuk
menganti memakan ular sebagai santapan kebiasaan Suku
Anak Dalam.15 Metode tablîgh ini contohkan oleh ustad
Asman Hatta, dengan maksud menyampaikan pesan syari‟ah
tentang hukum makanan halal dan makanan haram.16
Menyampaikan materi dakwah dengan perbuatan mampu di
pahami dan di ikuti oleh Suku Anak Dalam. Materi syari‟ah
diberikan sebagai bentuk memahami kewajiban-kewajiban
setiap muslim dan sebagai penuntun setiap muslim untuk
menjalani kehidupan. Metode dakwah yang dilakukan ustad
Asman Hatta di peroleh dari dakwah Drs. Ibnu Hajat tahun

14
Hasil wawancara elektronik dengan Habib Taufiq, pada 25 Agustus
2019.
15
Pengolahan wawancara dengan informan.
16
Makanan halal adalah segala makanan yang baik dan lezat, sedangkan
makanan haram adalah makanan yang berasal dari barang-barang jelek
berdasarkan ayat Al-Qur‟an: “Allah menghalalkan bagi mereka barang-barang
yang baik dan lezat, dan mengharamkan atas mereka barang barang jelek (Q.S.
Al-A‟raf: 157). Lihat Moh. Rifai, Ilmu Fiqih Islam Lengkap (Semarang: Toha
Putra, 1978), 435.
125

1973 yang melakukan dakwah di Suku Anak Dalam Sugai


Rengas kabupaten Batang Hari.17
Pesan dakwah tentang ibadah shalat disampaikan
sebagai bentuk pengabdian diri kepada sang pencipta sebagai
bentuk ketaatan. Shalat yang dilaksanakan 5 kali sehari
semalam. Sesuai dengan syarat dan rukun shalat. Materi ini
memberikan pengetahuan mengenai ibadah shalat yang di
laksanakan.18 Materi syari‟ah ini disampaikan oleh ustad
Asman Hatta, bertujuan memberikan pengetahuan tentang
kewajiban sebagai seorang muslim. Informasi yang diajarkan
oleh ustad Asman Hatta bersumber dari buku Fiqih Islam.19
Bersumber dari buku Fiqih Islam ini ustad Asman Hatta
menyampaikan metode dakwah dengan gerakan badan, bacaan
dengan pengetahuan syarat dan rukun shalat. Metode tablîgh
ini digunakan untuk memberikan pemahaman kepada Suku
Anak Dalam untuk menyalankan syariat Islam tentang ibadah
shalat. Pesan yang disampaikan da‟i berkaitan dengan ibadah
sholat. Ibadah shalat sebagai ibadah yang wajib dilaksanakan
oleh setiap umat Islam. Shalat adalah tiang utama agama,
merupakan ibadah (pengabdian kepada Allah) yang utama dan
merupakan wujud kepatuhan yang tinggi.20 Dengan tablîgh ini
memberikan pemahaman dan perubahan kepada Suku Anak
Dalam untuk menjalankan syariah Islam dengan ibadah shalat.

17
Wawancara ustad dengan Asman Hatta, pada 4 Desember 2018.
18
Pengolahan wawancara dengan informan.
19
Observasi pada 18 Desember 2018.
20
Al-Ghazali, Menangkap Kedalaman Rohaniah Peribadatan Islam
(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995), 2.
126

Ibadah shalat adalah bentuk pengabdian yang dilakukan


hamba kepada tuhan-nya. Sedangkan akhlak adalah menjaga
hubungan kepada manusia. Meneladani akhlak yang baik
harus bersandar kepada Nabi Muhammad dengan memahami
sejarahnya sebagai upaya menyampaikan tablîgh. Target
utama disampaikan tablîgh mengenai sejarah Nabi
Muhammad dan meneladani untuk memberikan pemahaman
dan pemikiran bagi mad‟u.21 Pesan ini bersumber dari hadis
yang mengatakan:
ْ َ َ َ َ َ ّ َ ُ ُ ْ ُ َ َّ
‫الق‬
ِ ‫ِإهما ب ِعثت ألت ِمم مكا ِزم ألا‬
‫خ‬
Artinya: “Sesungguhnya aku diutus hanya untuk
menyempurnakan keshalihan akhlak.” (HR. Al-
Baihaqi).22
Pesan ini diharapkan memberikan perubahan kepada
Suku Anak Dalam untuk terciptanya akhlak yang mulia.
Sehingga terjadinya aktif (aktive reception/AR), untuk
memberikan manfaat dan kepuasan (uses and gratification)23
dan terciptanya akhlak yang mulia.
Sebagaimana penjelasan dari ustad Hariyanto, bahwa
proses menyampaikan materi akhlak tentang menyambung tali
silaturahmi dan menjaga persaudaraan sesama manusia.
Silaturahmi tidak hanya terjadi dalam ras, agama dan golongan
yang sama saja, tetapi silaturahmi terjalin kepada semua
manusia. Persaudaraan tidak boleh terputus sehingga

21
Moh. Ali Azis, Ilmu Dakwah, 23.
22
Mâlik Ibn Anas, Al-Muwatta‟ (Beirut: Dâr Ihyâ al-turâs al-„Arabi,
1985), 904.
23
Edi Amin, Dakwah Komunitarian Ummatic Transnasional: Studi
Konsepsi Dakwah Said Nursi dan Penerapannya di Indonesia, 51.
127

menimbulkan permusuhan, kebencian, iri dan dengki. Menjaga


silaturahmi sama saja menjaga pesan Nabi Muhammad untuk
terus menjaga ukhwah Islamiah sesama manusia.24
Informasi yang disampaikan ustad Hariyanto sesuai
dengan kondisi Suku Anak Dalam yang cenderung memilih
menutup diri dari dunia luar dan hidup terpencil. Da‟i berharap
pesan (message/mâddah) yang disampaikan sebagai
pengetahuan (science) sehingga tranformasi menjadi
konsektual bagi mad‟u.25
Menjaga silaturahmi dan tali persaudaraan juga
disampaikan pada hari besar keagamaan Islam seperti Maulid
Nabi Muhammad SAW. Materi yang disampaikan ustad
Safren menjelaskan sejarah kelahiran Nabi, ketika dilahirkan
dalam keadaan yatim. Kejadian bersejarah yang menyambut
kelahiran Nabi adalah hancurnya tentara bergajah yang akan
menyerang ka‟bah. Allah menyelamatkan ka‟bah dengan
mengutus burung Ababil dengan melemparkan batu ke tentara
Abrahah. Masa kecil Nabi yang sudah bekerja sebagai
pengembala dan pedagang dan akhirnya menjadi pedagang
sukses dan menikah serta diangkat menjadi Rasul sampai
wafat.26 Materi akhlak ini disampaikan kepada Suku Anak
Dalam, supaya dapat memahami dan mendapatkan manfaat
dari cerita tersebut dan menjadi sumber suri tauladan yang
baik dalam kehidupan sosial.

24
Pengolahan wawancara dengan informan.
25
Edi Amin, Dakwah Komunitarian Ummatic Transnasional: Studi
Konsepsi Dakwah Said Nursi dan Penerapannya di Indonesia, 51.
26
Pengolahan wawancara dengan informan.
128

Tablîgh yang disampaikan sebagai upaya menjalankan


metode dakwah. Metode tablîgh da‟i (sender) untuk
menyampaikan pesan (message) berkaitan dengan akhlak yang
bertujuan memberikan pengetahuan (scince) kepada mad‟u
(recever). Materi akhlak disampaikan dengan maksud
terciptanya hubungan yang baik di masyarakat. Setelah itu
terciptanya hubungan yang baik dengan Allah dengan
menjalankan ibadah sholat sebagai kewajiban dan ketaatan,
sehingga dapat mengenal Allah dengan aqidah yang dimiliki.,
sehingga metode tablîgh dapat berjalan secara efektif dan
menciptakan perubahan (taghyîr). Tablîgh harus memainkan
peranan pada tingkat individu dan sosial, karena hal itu
menopang dan mendorong hubungan yang integral dan selaras
antara Tuhan, individu dan masyarakat.27
2. Analisis Metode Taghyîr di Suku Anak Dalam
Andi Faisal Bakti memandang taghyîr28 (perubahan) dari
sisi komunikasi Islam mengarah pada makna yang positif atau
perubahan ke arah yang lebih baik. Sehingga, perubahan hanya
dapat terjadi jika penerima atau komunikan menginginkan dan
mencoba dengan sepenuh hati untuk mengubah diri mereka ke
arah yang lebih baik dengan temuan-temuan dan inovasi dalam

27
Edi Amin, Dakwah Komunitarian Ummatic Transnasional: Studi
Konsepsi Dakwah Said Nursi dan Penerapannya di Indonesia, 51.
28
Andi Faisal Bakti menyebutkan bahwa perubahan (change) terbagi
atas dua faktor: faktor dari luar (outside) di mana perubahan dipengaruhi oleh
unsur modernisasi, dependensi, dan keseberagaman (multiplicity). Sedangkan
faktor dari dalam (inside), di mana perubahan dipengaruhi oleh self-help yaitu
perubahan hanya akan terjadi jika diri sendiri mau mengubahnya. Lihat Andi
Faisal Bakti, “The Contrbution of Dakwah to Communication Studies: Risale-I
Nur Collection Perspective, International Bediuzzaman Symposium,
Knowledge, Faith, Morality and the Future of Humanity”, 8-10.
129

bidang ilmu pengetahuan dan teknologi.29 Perubahan bisa


terjadi karena adanya aturan yang berhubungan dengan faktor
lain seperti budaya, politik, agama dan ekonomi.30
Perubahan hidup Suku Anak Dalam di Segandi yang
sudah tinggal menetap. Mereka tinggal di rumah yang
dibangun oleh pemerintah, sebagai bentuk perhatian
pemerintah kepada Suku Anak Dalam. Pemukiman berbeda
seperti yang dilakukan nenek moyang yang selalu hidup
berpindah-pindah. hijrah yang dilakukan Suku Anak Dalam
dari hutan ke perkampungan adalah cara mereka merubah
hidup dan memudahkan mendapatkan informasi.31 Menurut
ustad Asman Hatta, bahwa Suku Anak Dalam memiliki
budaya hidup nomaden (berpindah-pindah) di hutan untuk
tinggal dan mencari makan.32 Perubahan (change) budaya
yang terjadi di Suku Anak Dalam dari yang berpindah-pindah
menuju mukim adalah bentuk modernisasi (modernization).33
Perubahan budaya menjadi lebih modern dan maju
terlebih dahulu di lakukan oleh Nabi Muhammad ketika hijrah
dari kota Mekah ke Madinah. Pasca hijrah Nabi Muhammad
membangun kota Madinah sebagai pusat peradapan Islam

29
Andi Faisal Bakti, “The Contrbution of Dakwah to Communication
Studies: Risale-I Nur Collection Perspective, International Bediuzzaman
Symposium, Knowledge, Faith, Morality and the Future of Humanity”, 7.
30
Edi Amin, Dakwah Komunitarian Ummatic Transnasional: Studi
Konsepsi Dakwah Said Nursi dan Penerapannya di Indonesia, 55. Lihat Andi
Faisal Bakti, “The Contrbution of Dakwah to Communication Studies: Risale-I
Nur Collection Perspective, International Bediuzzaman Symposium,
Knowledge, Faint, Morality and the Future oh Humanity, 201-205.
31
Pengolahan wawancara dengan informan.
32
Wawancara dengan ustad Asman Hatta, pada 4 Desember 2018.
33
Edi Amin, Dakwah Komunitarian Ummatic Transnasional: Studi
Konsepsi Dakwah Said Nursi dan Penerapannya di Indonesia, 53.
130

yang maju. Suasana yang kondusif bagi dakwah Islam pasca


hijrah tidak terlepas dari usaha Nabi dalam memimpin dan
mengkonsolidasikan masyarakat Madinah saat itu.34
Perubahan untuk menjadi lebih baik, bisa terjadi apabila pada
diri mad‟u mempunyai keinginan berubah. Sesuai dengan ayat
Alquran:
ُ َْ َ َ َ َ َ ‫َّ ه‬
ۗ‫اّٰلل َل ُيغ ِّي ُر َما ِبق ْى ٍم َح هتى ُيغ ِّي ُر ْوا َما ِباهف ِس ِه ْم‬
ۗ
‫ِان‬

Artinya: “Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan


sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang
ada pada diri mereka sendiri” (Q.S. Al-Ra‟d 13: 11).35
Perubahan terjadi karena adanya faktor budaya.36 budaya
bisa terjadi dengan pendidikan untuk merubah pola fikir Suku
Anak Dalam supaya lebih berwawasan luas. Memperoleh
pendidikan hak setiap orang dan begitu juga Suku Anak
Dalam. Dengan pendidikan yang baik mereka bisa meraih cita-
cita. Pengetahuan yang miliki dapat merubah hidup mereka
menjadi lebih baik.37 Budaya pendidikan Suku Anak Dalam
dahulu lebih memilih belajar dengan alam dengan segala
kekayaan dan dimanfaatkan untuk kebutuhan sehari-hari.38

34
Edi Amin, Dakwah Komunitarian Ummatic Transnasional: Studi
Konsepsi Dakwah Said Nursi dan Penerapannya di Indonesia, 53.
35
Kementerian Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya, 370.
36
Andi Faisal Bakti, “The Contrbution of Dakwah to Communication
Studies: Risale-I Nur Collection Perspective, International Bediuzzaman
Symposium, Knowledge, Faint, Morality and the Future oh Humanity, 201.
37
Pengolahan wawancara dengan informan.
38
Mailinar & Bahren Nurdin, “Kehidupan Keagamaan Suku Anak
Dalam di Dusun Senami Iii Desa Jebak Kabupaten Batanghari Jambi, Jurnal
Kontekstualita. Vol. 28, No. 2, (2013): 147.
131

Selain faktor budaya, perubahan dapat terjadi karena


adanya faktor agama.39 Agama Islam mengajarkan untuk
menjalankan ibadah shalat sebagai bentuk pengabdian kita
kepada Allah, hal ini juga dilakukan Suku Anak Dalam.
Mereka sudah memahami shalat sebagai kewajiban yang
dilakukan setiap muslim.40
Perubahan oleh faktor agama juga terjadi dengan
mempelajari Al-Qur‟an sebagai petunjuk bagi umat Islam.
Suku Anak Dalam mempelajari sedikit demi sedikit dan
merubah kebiasaan mereka. Bahkan sudah ada yang dari
mereka membaca Al-Qur‟an. Mereka melakukan dengan
keinginan untuk mengetahui Islam lebih jauh dengan Al-
Qur‟an untuk memperoleh ketenangan dan kenyamanan.41
Faktor agama juga membuat Suku Anak Dalam
mengalami perubahan kebiasaan dengan menutup aurat.
Kebiasaan yang mereka lakukan ketika dulu dengan hanya
menutup kemaluan dengan kain, kemudian mengalami
perubahan ke arah yang lebih baik. Mereka sudah memakai
pakaian yang masyarakat umumnya.42 Perubahan (taghyîr)
terjadi karena adanya informasi yang sampai ke mad‟u.
Informasi ini muncul karena adanya (multiplicity), yang

39
Andi Faisal Bakti, “The Contrbution of Dakwah to Communication
Studies: Risale-I Nur Collection Perspective, International Bediuzzaman
Symposium, Knowledge, Faint, Morality and the Future oh Humanity, 202.
40
Pengolahan wawancara dengan informan.
41
Pengolahan wawancara dengan informan.
42
Pengolahan wawancara dengan informan.
132

menyatakan perubahan bisa terjadi karena faktor lain seperti


budaya, politik, agama dan ekonomi.43
Perubahan (taghyîr) yang dialami Suku Anak Dalam
menjadi diri lebih baik adalah bentuk dari metode dakwah.
Perubahan yang terjadi pada mad‟u, setelah menerima tablîgh.
Perubahan terjadi karena ajaran-ajaran yang disampaikan
dapat mereka pahami. Menunjukan dakwah yang dilakukan
berjalan efektif. Dakwah yang efektif apabila disampaikan dan
memberikan perubahan kepada penerima pesan (mad‟u).
Perubahan yang didasari pembentukan (bina‟ al-afrâad)44
oleh adanya kesadaran dari diri sendiri (self button-up).45
Perubahan atas adanya aturan yang terjadi yaitu, agama dan
budaya. Sehingga menjadikan Suku Anak Dalam berubah.
Setelah dakwah disampaikan terjadi perubahan menurut da‟i
terjadi karena faktor budaya dan agama. Perubahan budaya
adalah mukim dan pendidikan. sedangkan perubahan agama
menjalankan shalat dan membaca Al-Qur‟an. Perubahan
(taghyîr) ini sebagai upaya untuk membentuk takwîn al-
ummah (pembinaan yang berkelanjutan).
3. Analisis Metode Takwîn al-Ummah di Suku Anak Dalam
Menurut Mowlana dikutip oleh Edi Amin doktrin amr
bi al-ma'ruf wa nahy'an al munkar adalah prinsip kedua yang
menunjukkan batasan etika tabligh dalam Islam. Implisit dan
43
Edi Amin, Dakwah Komunitarian Ummatic Transnasional: Studi
Konsepsi Dakwah Said Nursi dan Penerapannya di Indonesia, 53.
44
Awaludin Pimay, “Strategi dan Metode Dakwah KH. Saifuddin Zuhri
(Disertasi Program Pascasarjana, IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2001),
107.
45
Edi Amin, Dakwah Komunitarian Ummatic Transnasional: Studi
Konsepsi Dakwah Said Nursi dan Penerapannya di Indonesia, 55.
133

eksplisit dalam prinsip ini adalah gagasan tanggung jawab


individu dan kelompok untuk mempersiapkan generasi
penerus dalam menerima ajaran Islam dan memanfaatkannya.
Muslim memiliki tanggung jawab untuk membimbing satu
sama lain, dan setiap generasi memiliki tanggung jawab untuk
membimbing yang berikutnya.46
Makna pembangunan (Development) yang seutuhnya
selain tercapainya kesejahteraan fisik (materi) adalah
tercapainya kebahagiaan nonfisik (intelektual, mental, moral
dan spiritual).47 Takwîn al-ummah relevan dengan Al-Qur‟an:

َ ُ ۡ َ َ ۡ َ ۡ َ َ ُ ۡ َ ۡ َ ُ ُ ۡ َ َ ۡ َ ۡ َ َ ُ ۡ َ ٌٌ۬ َّ ُ ۡ ُ ّ ُ َ ۡ َ
ۚ‫وف وينهىن ع ًِ ٱْلىك ِس‬
ِ ‫ولتكً ِمىكم أمة يدعىن ِإلى ٱلخي ِر ويأمسون ِبٱْلعس‬
ۡ ٰٓ َ ُ
‫َوأ ْولـ ِٕٮ َك ُه ُم ٱْلُ ۡف ِل ُحى َن‬
Artinya: “Dan hendaklah diantara kamu ada sebagian
umat yang menyeru kepada kebajikan dan mencegah
kemunkaran, merekalah orang-orang yang beruntung”.
(Q.S Ali-Imron 3:104).48
Pembangunan fisik adalah pembangunan yang
berhubungan dengan pembangunan bentuk dan yang dapat
dimanfaatkan. Pembangunan fisik dibangun melibatkan
pemerintah dan masyarakat. Pembangunan secara fisik di

46
Edi Amin, Dakwah Komunitarian Ummatic Transnasional: Studi
Konsepsi Dakwah Said Nursi dan Penerapannya di Indonesia, 56.
47
Edi Amin, Dakwah Komunitarian Ummatic Transnasional: Studi
Konsepsi Dakwah Said Nursi dan Penerapannya di Indonesia,108. lihat
Mulyadi kertanegara, Etika: The Art of Living dalam Menembus Batas Waktu,
Panorama Filsafat Islam (Bandung: Mizan, 2002), 67-84.
48
Kementerian Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya, 93.
134

butuhkan untuk mendukung kegiatan sosial yang lebih luas,


seperti pembangunan fisik di perkampungan Suku Anak.
Bangunan secara fisik yang ada di lingkungan Suku
Anak Dalam ada, sekolah, balai pertemuan, dan pendirian
masjid. Semua yang ada sebagai fasilitas yang menunjang
untuk menyampaikan pesan dakwah. pembangunan fisik
memiliki dampak untuk Suku Anak Dalam untuk sarana
memperbaiki diri lebih baik. Sehingga, fasilitas itu semua
mendukung proses dakwah.49
Pembangunan (Development) secara fisik yang ada di
perkampungan Suku Anak Dalam, adalah fasilitas-fasilitas
umum yang menjadi faktor pendukung untuk terciptanya
dakwah yang efektif, seperti: Pertama, Sekolah Dasar nomor
238/IX Segandi didirikan pada tahun 2010. Kedua, balai
didirikan pada tahun 2003. Ketiga, Pendirian masjid yang
prosesnya dimulai pada tahun 2018. Pembanguan fisik ini
bertujuan sebagai masa depan Islam (materil) yang akan
memimpin.50 Metode dakwah yang dilakukan da‟i dengan
adanya fasilitas yang akan menjadi pusat dakwah.
Sebagaimana ketika Nabi Muhammad membangun Masjid
Nabawi di Madinah yang menjadi pusat dakwah Islam.51
Pembangunan secara intelektual sebagai upaya
menciptakan komunitas yang unggul. Membangun intelektual
bisa dilakukan secara individu ataupun secara kelompok.

49
Pengolahan wawancara dengan informan.
50
Edi Amin, Dakwah Komunitarian Ummatic Transnasional: Studi
Konsepsi Dakwah Said Nursi dan Penerapannya di Indonesia,108
51
Wahyu Ilahi dan Harjani Hefni, Pengantar Sejarah Dakwah ( Jakarta:
Kencana, 2007), 56.
135

Pembangunan yang hendak dicapai da‟i adalah kesadaran


Suku Anak Dalam atas perintah Allah dan Rasulnya.
Kebahagian hanya dapat diperoleh dengan kesadaran untuk
mengikuti segala ajaran yang konsisten.
Menyiapkan generasi penerus untuk melanjutkan proses
dakwah yang berkelanjutan adalah tugas pendakwah. Begitu
perlunya membina Suku Anak Dalam sehingga mampu
memberikan bimbingan kepada generasinya. Pembangunan
sumber daya manusia secara nonfisik agar mereka kuat
menjalani tantangan kedepan, sehingga lebih mandiri.52
Pembinaan umat dengan mengadakan majelis-majelis
taklim sebagai proses dakwah. Pembinaan Suku Anak Dalam
dilakukan secara bersama-sama dengan memberikan motivasi
yang memberi pengetahuan untuk selalu mengerjakan amr
ma‟ruf dan meninggalkan nahy munkar. Pembinaan umat
dengan majelis taklim memberikan dampak untuk perbaikan
Suku Anak Dalam. Menjadikan Suku Anak Dalam sebagai
agen pembangunan untuk generasi penerusnya.53
Muslim memiliki tanggung jawab untuk saling
membimbing, dan setiap generasi memiliki tanggung jawab
untuk membimbing generasi berikutnya.54 Pembangunan
nonfisik intelektual, mental, moral dan spiritual) yang
dijalankan da‟i di Suku Anak Dalam Segandi, adalah:
Pertama, terselengaranya kajian majelis taklim yang rutin

52
Pengolahan wawancara dengan informan.
53
Pengolahan wawancara dengan informan.
54
Edi Amin, Dakwah Komunitarian Ummatic Transnasional: Studi
Konsepsi Dakwah Said Nursi dan Penerapannya di Indonesia,107
136

dilakukan pada hari sabtu dan majelis taklim sudah


dilaksanakan dari tahun 2015. Kedua, peringatan hari besar
Islam, seperti peringatan Maulid Nabi Muhammad dan Isra
mi‟raj, dimulai pada tahun 2017. Ketiga, acara tablîgh akbar
yang dilaksanakan Front Pembela Islam pada tahun 2018.
Keempat, memberikan pendidikan kepada Suku Anak Dalam.
Pembangunan masyarakat (bina‟ al-mujtama‟)55 akan
tercipta apabila da‟i menyiapkan generasi penerus yang akan
memberikan pembinaan dan bimbingan untuk tercapainya
takwîn al-Ummah. Pembinaan yang dilakukan da‟i untuk
menyampaikan pesan untuk menjalankan amr makruf dan
meninggalkan nahy munkar.
Pembangunan fisik dan nonfisik diharapkan mampu
menjadi difusi penemuan (diffusi of innovation) bagi Suku
Anak Dalam (mad‟u). Bangunan fisik dan nonfisik dibutuhkan
untuk menjalin hubungan sosial (social marketing) dan
pendekatan (participatori approach) sehingga menumbuhkan
self reliance (kemampuan untuk mandiri). Sehingga terbangun
self-help, kemandirian individu dan komunitas yang maju
dalam segala aspek kehidupan.56
Pembangunan (Development) yang maju dalam segala
aspek sebagai metode dakwah yang dilakukan. Pembangunan
yang efektif sehingga terbentuknya takwîn al-Ummah untuk

55
Awaludin Pimay, “Strategi dan Metode Dakwah KH. Saifuddin Zuhri
(Disertasi Program Pascasarjana, IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2001),
107.
56
Andi Faisal Bakti, “The Contrbution of Dakwah to Communication
Studies: Risale-I Nur Collection Perspective, International Bediuzzaman
Symposium, Knowledge, Faint, Morality and the Future oh Humanity”, 207.
137

memberikan pembinaan dan bimbingan menjalankan amr


makruf dan meninggalkan nahy munkar, sehingga membentuk
akhlâq yang baik di masyarakat (civil society).
4. Analisis Metode Khairiyah al-Ummah di Suku Anak Dalam
Pembangunan yang utuh hingga melahirkan
kemandirian, memerlukan konsep etika guna acuan standar
moral.57 Akhlâq yang terbangun untuk saling bekerjasama
dalam menyelesaikan persoalan. Memiliki hak yang sama
tanpa ada perbedaan. Pergaulan yang terjadi antara Suku Anak
Dalam dan masyarakat pada umumnya memberikan
pemahaman bahwa konsep khairiyah al-ummah berjalan.
Metode yang di lakukan da‟i untuk merubah mad‟u untuk
memiliki kesadaran berbuat baik dan menjaga etika dan moral.
Konsep etika (akhlâq) sebagai perwujudan khairiyah
al-ummah hendaklah melandasi setiap aktifitas komunikasi.58
Konsep ini sesuai dengan ayat al-Qur‟an:
َ ُْ َ َ َْ ْ َ َّ ْ َ ْ ُ َّ ُ َ ْ َ ْ ُ ْ ُ
‫اس تأ ُم ُس ْو َن ِباْل ْع ُس ْو ِف َوت ْن َه ْىن َع ًِ اْل ْىك ِس‬
ِ ‫كىتم خير ام ٍة اخ ِسجت ِللى‬
‫َُْ ُْ َ ه‬
ِ ‫وتؤ ِمىىن ِب‬
َ ۗ ‫اّٰلل‬
Artinya: “Kamu adalah umat yang terbaik yang
dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang
ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman
kepada Allah”. (Q.S Al-Imron [3]: 110).
Hubungan manusia yang baik sudah terjadi di Suku
Anak Dalam. Mereka sudah lebih kompak, rukun dan bergaul
dengan masyarakat sekitar. Akhlâq yang berubah menjadikan

57
Edi Amin, Dakwah Komunitarian Ummatic Transnasional: Studi
Konsepsi Dakwah Said Nursi dan Penerapannya di Indonesia, 58.
58
Edi Amin, Dakwah Komunitarian Ummatic Transnasional: Studi
Konsepsi Dakwah Said Nursi dan Penerapannya di Indonesia, 58.
138

mereka sudah di terima oleh masyarakat sekitar. Suku Anak


Dalam mendapatkan kedudukan yang sama dengan
masyarakat pada umumnya.59
Memiliki akhlâq yang baik di dapatkan dari informasi
yang baik juga. Memiliki etika yang baik menjadikan
khairiyah al-ummah kedepannya. Mempunyai akhlaq yang
baik menjadikan mereka dapat diterima oleh semua kalangan.
Terbentuknya akhlâq yang baik memiliki keinginan untuk
berkerjasama dan bergotong royong, sehingga memberikan
rasa kasih sayang dan saling memiliki sehingga menimbulkan
hubungan yang baik di masyarakat. Akhlâq yang baik
mendapat tekanan dan prioritas penting dalam Islam. ia hadir
dalam setiap aktivitas seorang muslim, baik terbangun maupun
tertidur.60
Nilai moral yang dimiliki adalah wujudnya pengetahuan
yang dimiliki berjalan baik. Dengan ilmu pengetahuan yang
dimiliki mad‟u akan memiliki akhlâq yang baik juga. Ilmu
pengetahuan mengajarkan seorang untuk berbuat baik. Dengan
ilmu yang dimiliki akan terbentuk khairiyah al-ummah dalam
masyarakat. Nilai etika memiliki kedududkan yang tinggi,
karena akan memberikan perubahan kepada mad‟u untuk
selalu mengerjakan amr ma‟ruf dan nahy munkar.
Tata krama yang dimiliki Suku Anak Dalam sangat
tinggi. Mereka melarang orang lain berludah di depan mereka,
begitu juga sebaliknya. Karena perbuatan itu tidak sopan dan

59
Pengolahan wawancara dengan informan.
60
Edi Amin, Dakwah Komunitarian Ummatic Transnasional: Studi
Konsepsi Dakwah Said Nursi dan Penerapannya di Indonesia, 58
139

terkesan menghina mereka. Suku Anak Dalam selalu menjaga


nilai-nilai kebaikan, seperti menjaga barang orang lain yang
barang itu milik komunitasnya.61
Akhlâq yang terbentuk di Suku Anak Dalam lebih baik.
Mereka lebih menjaga sopan santun terhadap orang yang
menyampaikan informasi. Dan dalam bertutur kata dan
berkomunikasi mereka sudah baik dan banyak perubahan.
Mereka hormat kepada orang yang menjaga sopan santun.
Sopan santun terbentuk karena mereka mempunyai kesetaraan
dengan masyarakat umumnya.62
Nilai tata krama terbentuk karena pengetahuan yang
dimiliki, sehingga mengajarkan dan membimbing baik dan
buruk. Dakwah yang baik akan terbentuk dengan adanya
kesamaan antara da‟i, pesan yang disampaikan dan mad‟u,
sehingga memberikan perbaikan akhlâq pada diri mad‟u.
Strategi dakwah yang menjadi tujuan da‟i adalah terciptanya
mad‟u yang berbudi pekerti yang baik. Nilai-nilai kebaikan
dalam usaha mewujudkan komunitas yang unggul (khairiyah
al-ummah) sebagaimana Fazlur Rahman dikutip oleh Edi
Amin mengatakan usaha yang perlu dibangun dan dibina
secara berkesinambungan.63
Dakwah yang baik akan memberikan perubahan yang
baik. Dengan penyampaian pesan dakwah yang dapat merubah

61
Pengolahan wawancara dengan informan.
62
Pengolahan wawancara dengan informan.
63
Edi Amin, Dakwah Komunitarian Ummatic Transnasional: Studi
Konsepsi Dakwah Said Nursi dan Penerapannya di Indonesia, 111.
140

mad‟u untuk terus mengerjakan amr ma‟ruf nahy munkar,


sehingga mencapai puncak terciptanya akhlâq yang baik.64
Suku Anak Dalam mempunyai kedudukan yang sama
sebagai masyarakat. Mereka sudah ada yang menikah dengan
suku di luar mereka. Suku di luar mereka menerima tanpa ada
pandangan negatif tentang Anak Dalam. mereka mendapatkan
kesetaraan saat ini. Etika yang dimiliki dengan masyarakat
luar ketika mereka menikah dengan suku tersebut.65
Dengan perubahan etika dan hubungan masyarakat (civil
society) yang baik, merubah pandangan masyarakat tentang
Suku Anak Dalam saat ini. Akhlâq yang dimiliki Suku Anak
Dalam menjadikan perkawinan antara Suku Anak Dalam dan
masyarakat sekitar. Seperti halnya perkawinan yang terjadi
antara Bobi berasal dari Suku Anak Dalam dan Ida berasal dari
Suku Banjar, perkawinan yang sudah terjadi selama 5 tahun
dan memiliki 2 orang anak. Pernikahan ini terjadi karena
akhlâq yang dimiliki Suku Anak Dalam sudah berubah
menjadi lebih baik.66
Dalam persektif Komunikasi Islam, interaksi sesama
manusia haruslah dilandaskan pada etika yang baik (akhlak
karimah).67 Perubahan akhlâq yang baik adalah metode
dakwah yang dilakukan. Seperti yang di contohkan da‟i
memberikan perubahan kepada Suku Anak Dalam, antara lain:

64
Hasil wawancara dengan Edi Amin, pada 26 Oktober 2019.
65
Pengolahan wawancara dengan informan.
66
Hasil observasi pada 18 Desember 2018.
67
Andi Faisal Bakti, “The Contrbution of Dakwah to Communication
Studies: Risale-I Nur Collection Perspective, International Bediuzzaman
Symposium, Knowledge, Faint, Morality and the Future oh Humanity”, 207.
141

Pertama, memiliki hubungan yang baik dengan masyarakat


sekitar (civil society). Kedua, memiliki sopan santun dan tata
krama. Ketiga, saling menghargai dan bekerja sama. Keempat,
pernikahan.
Khairiyah al-ummah tercipta karena adanya akhlâq yang
baik dalam berkomunikasi. Informasi yang diberikan da‟i
tercipta hubungan yang baik antara Suku Anak Dalam dan
masyarakat (civil society). Sehingga melahirkan kebijaksanaan
(wisdon) yang baik di Suku Anak Dalam. Kebijaksanaan
(wisdon) akan memberikan ruang terbuka (public sphare)
yang lebih luas untuk berkomunikasi dan berdiskusi.
B. Analisis Hambatan Dakwah di Suku Anak Dalam
Dalam melakukan analisis hambatan-hambatan dakwah,
teori yang digunakan adalah teori atribusi. Menurut Heider, ada
dua sumber atribusi terhadap tingkah laku. Pertama, adalah
atribusi internal atau disposisional. Kedua, adalah atribusi
eksternal atau lingkungan.68 Dalam hambatan dakwah yang
terjadi di Suku Anak Dalam ada tiga hambatan: hambatan
Ekologi, Hambatan Psikologi dan hambatan semantik.69
1. Analisis Hambatan Ekologi dalam Dakwah
Hambatan Ekologi atau lingkungan berkaitan dengan
kekuatan-kekuatan ekternal yang mempengaruhi peserta
komunikasi. Lingkungan sosial, seperti perbedaan tingkat
sosial ekonomi, bisa menimbulkan dampak yang kurang

68
Fred Luthans, Organizational Behavior An Evidence-Based Approach
(United StatesThe McGraw-Hill Companies, 2011), 173.
69
Marhaeni Fajar, Ilmu Komunikasi: Teori dan Praktek (Jakarta:
Universitas Mascu Buana, 2009), 61.
142

menguntungkan dalam komunikasi. Begitu juga dengan


kondisi lingkungan alam sekitar.70
Lokasi perkampungan Suku Anak Dalam yang jauh
dan terletak di hutan. Suku Anak Dalam tinggal di tempat
yang disediakan oleh pemerintah. Pemerintah menyediakan
rumah, balai dan segala fasilitas lainnya. Kondisi lingkungan
yang jauh tersebut menjadi penghambat da‟i untuk melakukan
dakwah. da‟i mengalami kesulitan untuk menjalankan dakwah,
apabila kondisi jalan yang rusak. Hambatan juga dirasakan
apabila da‟i ketika mengalami hambatan dengan turunnya
hujan yang menyebabkan kondisi jalan menjadi licin.71
Perkampungan Suku Anak Dalam yang jauh dengan
akses jalan raya menjadi penghambat da‟i untuk berdakwah.
Menyampaikan dakwah kepada Suku Anak Dalam dilakukan
di balai pertemuan. Balai yang digunakan sebagai tempat
berkumpul dan bersosialisasi. Balai ini digunakan karena
kurang ketersedian tempat yang lebih luas. Balai yang
dibangun oleh pemerintah ini masih tetap aktiv digunakan.
Walaupun ketika acara majelis taklim sering mengalami
kebocoran ketika hujan. Faktor tempat yang kurang
mendukung menjadi kendala berdakwah.72
Balai yang dibangun panggung sejak tahun 2003 yang
lalu mengalami beberapa kerusakan secara fisik. Kerusakan itu
terjadi di tiang penyangga, lantai, dinding dan atap. Kerusakan

70
M. Shoelhi, Komunikasi Lintas Budaya (Bandung: Simbiosa
Rekatama Media, 2015), 17.
71
Pengolahan wawancara dengan informan.
72
Pengolahan wawancara dengan informan.
143

fisik ini menjadi kendala dalam dakwah. kondisi balai yang


sewaktu-waktu bisa roboh dan juga terjadi kebocoran ketika
turun hujan. Kenyamanan tempat yang digunakan menjadi
kendala da‟i menyampaikan dakwah.73
Keadaan lingkungan itu dapat mengubah jarak antara
tujuannya, dan dengan demikian memengaruhinya keinginan
dan kesenangan.74 Dengan kata lain, faktor eksternal berkaitan
dengan lingkungan sekitar75, seperti yang terjadi pada
hambatan ekologis yaitu kondisi balai yang mengalami
beberapa kerusakan yang menjadi hambatan apabila roboh dan
ketika terjadi hujan akan mengalami kebocoran. Kondisi
pemukiman Suku Anak Dalam dan jalan rusak menjadi
penghambat da‟i untuk hadir dan berdakwah.
2. Analisis Hambatan Psikologi dalam Dakwah
Psikologi banyak membahas tentang personalitas dan
perbedaan individu, suatu topik yang berkaitan, tetapi tidak
identik. Personalitas membahas tentang watak manusia,
sedangkan individu biasa disebut psikolog diferensial fokus
pada analisis tentang cara mengapa tampilan individu berbeda.
Perilaku sosial mencakup perbedaan individual dalam
intelektual, psikomotorik, persepsi, dan tampilan
kognitifnya.76

73
Observasi di Suku Anak Dalam Segandi, pada 18 Desember 2018.
74
Fritz Heider, The Psychologi of Interpersonal Relation (Amerika:
Third Printing, 1958), 164.
75
Fred Luthans, Organizational Behavior An Evidence-Based
Approach, 173.
76
Bambang S. Ma‟arif, Psikologi Komunikasi Dakwah (Bandung:
Simbiosa Rekatama Media, 2015), 6
144

Dalam pembahasan psikologi dakwah masalah tingkah


laku manusia dilihat dari segi interaksi dan interelasi serta
interkomunikasinya dengan manusia lain dalam hidup
kelompok sosial di samping masalah hidup individual dengan
kelainan-kelainan watak dan personalitasnya, mendapat
tekanan-tekanan analisis yang mendasar dan menyeluruh, oleh
karena manusia adalah makhluk sosial dan makhluk
individual.77 Sebagaimana ayat Al-Qur‟an yang berbunyi:
ً َ َّ ْ ْ ُٓ َ ُّ ً‫َو َي ْسَٔـ ُل ْى َه َك َع‬
ُّ ‫الس ْو ۗح ُقل‬
‫الس ْو ُح ِم ًْ ا ْم ِس َزِّب ْي َو َما ا ْو ِت ْي ُت ْم ِّم ًَ ال ِعل ِم ِّلِا ق ِل ْيال‬ ِ ِ ِ
Artinya: “Dan mereka bertanya kepadamu (Muhammad)
tentang ruh. Katakanlah, “Ruh itu termasuk urusan
Tuhanku, sedangkan kamu diberi pengetahuan hanya
sedikit”. (Q.S. Al- Isra‟ 17: 58).78
Hambatan dakwah yang terjadi, karena adanya persepsi
yang timbul dari mad‟u. Persepsi menjadikan kendala dalam
menyampaikan pesan dakwah. persepsi yang muncul karena
ada perasaan yang tidak sesuai dengan keadaan yang
dirasakan. Adanya kecewa yang mendalam yang terjadi pada
mad‟u sehingga terjadinya predice kepada da‟i.
Persepsi yang muncul ketika ada masyarakat biasa
masuk ke momunitasnya adalah trauma. Trauma yang muncul
dikarenakan ada orang asing yang berjumpa dengan mereka
kemudian memfoto segala aktivitasnya dengan janji untuk
memberi bantuan. Ternyata tidak pernah terwujud sampai saat
ini. Kecewa yang muncul karena janji yang tidak ditepati

77
Arifin, Psikologi Dakwah Suatu Pengantar (Jakarta: Bumi Aksara,
2004), 16
78
Kementerian Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya, 432.
145

orang asing tersebut menjadi membekas di hati Suku Anak


Dalam.79 Umumnya hambatan psikologis disebabkan
komunikator dalam melancarkan komunikasi tidak mengkaji
dulu diri dari komunikan.80
Perasaan kecewa menjadi penghambatnya. Hambatan ini
terjadi karena da‟i tidak mengkaji diri mad‟u. Dakwah ini akan
sulit berhasil apabila perasaan mad‟u tidak berubah. Sehingga
menimbulkan persepsi yang tidak baik terhadap mad‟u.
Hambatan seperti ini sulit untuk diatasi. Karena perbedaan
budaya juga mempengaruhi. Ketakutan yang dialami ketika
dakwah disampaikan sehingga mengubah tradisi dan kebiasaan
mereka. Tradisi ini akan hilang dengan adanya dakwah yang
disampaikan secara terus menerus.
Perasaan kecewa yang dialami Suku Anak Dalam
menyebabkan terjadi penolakan terhadap dakwah yang
disampaikan. Perasaan kecewa yang muncul menjadikan
trauma dan menjadi lebih waspada. Perasaan menjadikan
gangguan yang mengubah persepsi Suku Anak Dalam kepada
orang asing. Apalagi dakwah yang disampaikan menjadikan
perubahan terhadap adat istiadat yang mereka yakini. Adat
yang diwariskan oleh leluhurnya secara turun menurun.81
Perasaan yang dialami mad‟u menjadi faktor
penghambat dakwah yang disampaikan. Hambatan ini terjadi
karena faktor eksternal. Karena hambatan atas persepsi yang

79
Pengolahan wawancara dengan informan.
80
Cut Alma Nuraflah, “Hambatan Komunikasi Antarbudaya”. Majalah
Ilmiah Politeknik Mandiri Bina Prestasi. Vol. 6, no. 2 (Desember 2017): 151.
81
Pengolahan wawancara dengan informan.
146

dirasakan mad‟u sehingga pesan yang disampaikan da‟i tidak


sampai.
Sikap trauma dan kekecewaan yang dirasakan oleh Suku
Anak Dalam terhadap masyarakat asing yang masuk ke
perkampungan mereka, sudah mulai hilang. Dengan proses
dakwah yang dilakukan secara terus-menerus dan konsisten
dengan proses yang sangat panjang dilakukan para da‟i
sehingga menghilangkan rasa trauma yang pernah terjadi dan
sekarang sudah terbuka dan bisa menerima terhadap informasi
dari masyarakat luar.
Dalam psikologi naif semua reaksi ini disebut perasaan
atau emosi, menyatakan bahwa terjadi dalam diri seseorang
dan dialami secara langsung saja olehnya. Namun kita tidak
perlu bertanya kepada seseorang bagaimana perasaannya
untuk tahu bahwa dia bahagia atau sedih, simpatik atau iri
hati.82 Faktor eksternal lain terlihat pada hambatan
psikologis,83 yaitu kecendrungan Suku Anak Dalam yang
memiliki kekecewaan dan pengalaman buruk mengenai
hadirnya orang asing.
3. Analisis Hambatan Semantik dalam Dakwah
Gangguan semantik adalah gangguan komunikasi yang
disebabkan karena kesalahan pada bahasa yang digunakan.
Gangguan semantik atau antropologis ini bisa muncul karena
beberapa hal yaitu :

82
Fritz Heider, The Psychologi of Interpersonal Relation, 278.
83
Fred Luthans, Organizational Behavior An Evidence-Based
Approach, 174.
147

1. Kata-kata yang digunakan terlalu banyak memakai


jargon bahasa asing sehingga sulit dimengerti oleh
khalayak tertentu.
2. Bahasa yang digunakan pembicara berbeda dengan
bahasa yang digunakan oleh penerima.
3. Struktur bahasa yang digunakan tidak sebagaimana
mestinya, sehingga membingungkan penerima pesan
4. Latar belakang budaya yang menyebabkan salah
persepsi terhadap simbol-simbol bahasa yang
digunakan.84
Perbedaan bahasa yang digunakan dalam melakukan
dakwah, menjadi penghambat komunikasi yang disampaikan.
Adanya kesulitan dalam menentukan metode-metode yang
digunakan dan memilih kosa kata yang disampaikan. Sehingga
tidak terjadi bias terhadap pesan yang disampaikan. Perlunya
wawasan yang dibutuhkan da‟i sebagai upaya mengefektifkan
terhadap pesan yang di sampaikan. Kekurangan pengetahuan
da‟i terhadap bahasa yang digunakan menjadikan da‟i hanya
diam. Dia memahami terhadap pesan yang disampaikan85
Bahasa yang tidak sama menjadikan mad‟u hanya diam.
Ketidak fahaman mad‟u terhadap pesan yang disampaikan
menjadikan pesan yang disampaiakan harus berulang-ulang.
Terjadi hambatan komunikasi yang terjadi antara da‟i dan
mad‟u. Hambatan juga terjadi dengan dialek yang berbeda
antara da‟i. Pengunaan bahasa ilmiah juga menjadi

84
Sami‟an Hadisaputra, “Problematika Komunikasi Dakwah dan
Hambatannya”, Jurnal Adzikra, Vol. 03, No. 1, Januari-Juni 2012, 71.
85
Pengolahan wawancara dengan informan
148

penghambat, seperti pengunaan bahasa arab dalam dakwah.


perbedaan bahasa ini menjadi faktor utama penghambat
komunikasi.86
Hambatan semantik terjadi karena perbedaan bahasa
yang digunakan dan di pahami antara da‟i dan mad‟u.
Perbedaan bahasa yang terjadi antara da‟i dan Suku Anak
Dalam sudah saling di mengerti. Komunikasi yang terjalin
secara terus menerus dan konsisten memberikan pemahaman
kepada da‟i untuk menyesuaikan bahasa yang Suku Anak
Dalam mengerti dan pahami.
Konsep ini juga berlaku untuk tindakan sendiri, tetapi
penekanan utama kami adalah pada tindakan dalam hubungan
interpersonal. Kita juga akan mengeksplorasi konsekuensi dari
kognisi-bagaimana kita memanfaatkan pengetahuan konstituen
dasar tindakan dalam menafsirkan tindakan dan dalam
memprediksi dan mengendalikannya.87 Menurut Heider ada
dua kekuatan: kekuatan internal (pribadi atribut seperti
kemampuan, usaha, dan kelelahan) dan kekuatan eksternal
(atribut lingkungan seperti aturan dan cuaca) bergabung untuk
menentukan perilaku.88
Hambatan semantik adalah faktor Internal berasal dari
da‟i itu sendiri, adanya da‟i yang kurang memahami karakter
bahasa mad‟u, sehingga terjadi miss disini, akhirnya da‟i
menyampaikan dakwah tidak maksimal. Jadi, ketika

86
Pengolahan wawancara dengan informan
87
Fritz Heider, The Psychologi of Interpersonal Relation, 79.
88
Fred Luthans, Organizational Behavior An Evidence-Based
Approach, 174.
149

komunikator menyampaikan suatu pesan, komunikan tidak


hanya mendengarkan pesan tersebut, tetapi ia juga
memperhatikan siapa yang menyampaikannya.89

89
Sumadi Dila, Komunikasi Pembangunan (Pendekatan Terpadu)
(Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2007), 143.
BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Metode dakwah yang dilakukan di Suku Anak Dalam,
dengan tahapan-tahapan:
a. Tablîgh, dakwah/informasi yang disampaikan da‟i
kepada Suku Anak Dalam berdasarkan ajaran Islam yang
terdapat dalam kitabullah dan sunah Rasulullah. pesan
yang disampaikan membahas materi tentang akhlak dan
syariah dan akidah. Pesan akhlak yang disampaikan
mengenai, pentingnya menjaga persaudaraan dengan
memberi gambaran tentang Rasulullah, dan menjauhi
permusuhan. Materi syariah, yang disampaikan tentang
ibadah sholat. Sedangkan materi aqidah tentang rukun
iman dan penjelasan.
b. Taghyîr, perubahan yang terjadi dari perilaku budaya
dan agama di Suku Anak Dalam. Perubahan budaya
seperti mukim dan pendidikan. Sedangkan, perubahan
agama seperti melaksanakan sholat dan membaca Al-
Qur‟an.
c. Takwîn al-Ummah/ amar makruf nahi munkar, terjadi
karena adanya tanggung jawab terhadap pembangunan
fisik (materi) maupun pembangunan nonfisik
(intelektual, mental, moral dan spiritual). Pembangunan
fisik berupa bangunan sekolah, balai dan masjid.
Sedangkan bangunan nonfisik berupa terselengaranya
kajian majelis taklim, peringatan hari besar Islam,

150
151

tabligh akbar dan memberikan pendidikan di Suku Anak


Dalam.
d. Khairiyah al-ummah/ akhlâq, perubahan sikap berupa
perubahan akhlâq. Da‟i menjadi teladaan yang diikuti
oleh komunitas Suku Anak Dalam, dalam penerapan dan
pemahaman keagamaan. Akhlâq yang baik menimbulkan
hubungan yang baik pula terhadap orang lain, seperti
menjaga sopan santun, saling menghargai, bekerjasama
dan terjadinya pernikahan.
2. Hambatan dakwah yang terjadi di Suku Anak Dalam adalah:
a. Hambatan ekologi, hambatan yang terjadi karena faktor
ekternal. Kendala terjadi adanya faktor lingkungan.
Seperti lokasi pemukiman Suku Anak Dalam yang jauh
di akses dan mengalami banyak kerusakan di jalan dan
kondisi balai sebagai tempat yang digunakan proses
dakwah sudah mengalami banyak kerusakan dari bentuk
fisik.
b. Hambatan psikologis, adalah hambatan eksternal yang
dialami mad‟u secara psikologi, sehingga menimbulkan
persepsi yang tidak baik sebelum proses dakwah terjadi.
Seperti, persepsi yang muncul karena kekecewaan Suku
Anak Dalam terhadap orang yang baru dikenal dan yang
disampaikan sehingga merubah adat istiadat yang
mereka yakini.
c. Hambatan semantik, hambatan yang terjadi pada da‟i
sebagai faktor internal. Hambatan yang terjadi
disebabkan perbedaan bahasa yang disampaikan, pesan
152

yang disampaikan mengalami perbedaan dan kurang


fahamnya da‟i terhadap kosa kata dan dialek yang
dimiliki mad‟u. Sehingga mengalami kendala terhadap
pesan yang disampaikan. Misalnya, da‟i yang berdakwah
di Suku Anak Dalam banyak belum mengerti kosa kata
dan dialek yang dipakai sehari-hari. Dan da‟i juga
memakai bahasa ilmiah dan arab sehingga mad‟u
mengalami kebingungan terhadap pesan yang
disampaikan.
B. Implikasi
1. Implikasi Teoritis:
Teori Komunikasi Islam yang di perkenalkan oleh Andi
Faisal Bakti dan dikembangkan oleh Edi Amin, dapat
diaplikasikan pada dakwah yang dilakukan da‟i. Konsep ini
sebagai cara dakwah atau strategi yang bisa digunakan
dalam setiap penelitian. Dalam penelitian ini penulis
mengunakan teori kkomunikasi Islam untuk meneliti
strategi dakwah di Suku Anak Dalam. dalam penelitian ini,
diperoleh empat faktor yang menjadi tahapan dakwah,
yaitu: Pertama, Tablîgh/informasi dakwah yang
disampaikan. Kedua, Taghyîr/perubahan yang terjadi
setelah pesan dakwah disampaikan. Ketiga, Takwîn al-
Ummah atau pembangunan yang dilakukan da‟i sebagai
generasi penerus dan memberikan pembinaan yang
berkelanjutan. Keempat, Khairiyah al-ummah atau akhlâq
yang terjadi dalam perubahan hidupnya serta membangun
hubungan masyarakat yang baik. Dari empat faktor ini
153

peneliti mengembangkan hambatan-hambatan dakwah yang


terjadi dengan teori atribusi, untuk meneliti hambatan
secara ekologi, psikologis dan semantik.
2. Implikasi Praktis:
Dakwah di Suku Anak Dalam, pada kenyataanya
memberikan pengetahuan da‟i dalam melakukan proses
dakwah. baik menyangkut tahapan-tahapan dakwah dan
hambatan-hambatan yang terjadi dalam proses dakwah
tersebut. Proses dakwah yang akan memberikan hasil dan
tujuan yang diinginkan pendakwah. Sehingga pendakwah
perlu menganalisa lebih jauh mengenai tahapan-tahapan
dakwah dan hambatan-hambatan yang terjadi, sehingga
proses dakwah berjalan dengan efektif.
DAFTAR PUSTAKA

Achmad, Amrullah. Dakwah Islam dan Perubahan Sosial: Suatu


Kerangka Pendekatan dan Permasalahan. Jakarta: PLP2M,
1990.
Ahmad, A. Kadir. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Kualitatif.
Makasar: Indobis Media Center, 2003.
Amin, Edi. Dakwah Komunitarian Ummatic Transnasional: Studi
Konsepsi Dakwah Said Nursi dan Penerapannya di
Indonesia. Jakarta: Transwacana Press, 2017.
Arifin, Anwar. Dakwah Kontemporer: Sebuah Studi Komunikasi.
Yogyakarta: Graha Ilmu, 2011.
Arifin, Anwar. Ilmu Komunikasi: Sebuah Pengantar Ringkas.
Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2006.
Arifin. Psikologi Dakwah Suatu Pengantar. Jakarta: Bumi
Aksara, 2004.
Aritonang, Robert. Pengetahuan Lokal Orang Rimba dan
Implikasinya Pada Strategi Berburu dan Meramu. Jakarta:
Kementrian Lingkungan Hidup, 2004.
Aziz, Moh. Ali. Ilmu Dakwah. Jakarta: Kencana, 2009.
Bakti, Andi Faisal. The Contribution of Dakwah to
Communication Studies: Risale-i Nur Collection
Perspective, International Bediuzzaman Symposium,
Knowledge, Faith, Morality and the Future oh Humanity.
Istanbul : September 2010.
Bungin, Burhan. Konstruksi Sosial Media Massa. Jakarta:
Kencana Prenada Media Group, 2011.
Cangara, Hafied. Komunikasi Politik Konsep, Teori dan Strategi.
Jakarta: Rajawali Pers, 2014.
Cangara, Hafied. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: Rajawali
Pers, 2011.
Cangara, Hafied. Perencanaan & Strategi Komunikasi. Jakarta:
Raja Grafindo, 2013.
DeVito, Joseph A. Komunikasi Antarmanusia. Pamulang:
Karisma Publishing, 2011.
Dila, Sumadi. Komunikasi Pembangunan Pendekatan Terpadu.
Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2007.
Effendi, Onong Uchyana. Diamika Komunikasi. Bandung: PT.
Remaja Rosda Karya, 2002.

154
155

Fajar, Marhaeni. Ilmu Komunikasi: Teori dan Praktek. Jakarta:


Universitas Marcu Buana, 2009.
Fathi, Muhammad. The Art Of Leadership In Islam, terj. Masturi
Ilham dan Malik Supar. Jakarta: Khalifa, 2009.
Hartono Dkk. Profil Suku Anak Dalam Hasil Sensus 2010. Jambi:
BPS Perss, 2011.
Heider, Fritz. The Psychologi of Interpersonal Relation. Amerika:
Third Printing, 1958.
Hefni, Harjani. Komunikasi Islam. Jakarta: Kencana
Prenadamedia Group, 2015.
Idris, Malik. Strategi Dakwah Kontemporer. Makassar: Sarwah
Press, 2007.
Ilahi, Wahyu dan Harjani Hefni. Pengantar Sejarah Dakwah.
Jakarta: Kencana, 2007.
Jalaluddin. Psikologi Agama. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2011.
Jauhari, Budhi Vrihaspathi & Arislan Said. Jejak Peradaban
Suku Anak Dalam. Bangko: Lembaga Swadaya Masyarakat
kelompok Peduli Suku Anak Dalam, 2012.
Kementerian Agama RI. Al-Qur‟an dan Terjemahnya. Bogor:
Unit Percetakan Al-Qur‟an, 2018.
Koespramoedyo. Kajian Perbandingan Program Pemberdayaan
Komunitas Adat Terpencil dan Program Pengembangan
Wilayah Terpadu. Jakarta: Direktorat Pengembangan
Kawasan Khusus dan Tertinggal BAPPENAS, 2004.
Koentjraningrat. Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta:
Djabatan, 1971.
Liliweri, Alo. Komunikasi Antarpribadi. Bandung: Citra Aditya
Bakti, 1997.
Lewis, Bernard. The Middle East, terj. Abd. Rachman Abror.
Pontianak: STAIN Press, 2010.
Luthans, Fred. Organizational Behavior An Evidence-Based
Approach. United States: McGraw-Hill/Irwin, 2011.
Ma‟arif, Bambang S. Psikologi Komunikasi Dakwah. Bandung:
Simbiosa Rekatama Media, 2015.
Manurung, Butet. Sokola Rimba, Pengalaman belajar bersama.
Yogyakarta: INSIST, 2007.
Mulyana, Deddy. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2010.
Moertopo, Ali. Strategi Kebudayaan. Jakarta: CSIS, 1978.
156

Munir, M dan Wahyu Ilaihi. Manajemen Dakwah. Jakarta:


Kencana, 2006.
Morissan. Teori Komunikasi Individu Hhingga Massa. Jakarta:
Kencana, 2013.
Nurudin. Pengantar Komunikasi Masa. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2007.
Prasetijo, Adi. Serah Jajah dan Perlawanan yang Tersisa:
Etnografi di Jambi. Jakarta: Wesatama Widya Sastra,
2011.
Pearce, John A. dan Richard B. Robinson. Manajemen Strategis
Strategic Manajemen-Formulasi, Implementasi and
Control, terj. Nia Pramita Sari. Jakarta: Salemba Empat,
2013.
Rakhmat, Jalaludin. Psikologi Komunikasi. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 1999.
Rogers, E.M. dan F.F. Shoemaker. Comunication of Innovations.
New York: The Free Press, 1981.
Rohim, Syaiful. Teori Komunikasi Perspektif, Ragam dan
Aplikasi. Jakarta: Rineka Cipta, 2016.
Roudhonah. Ilmu Komunikasi. Depok: Raja Grafika Persada,
2019.
Rijal, Syamsu. Dakwah dan Pengaruhnya Pada Suku Anak
Dalam. Penelitian: DIPA IAIN STS Jambi, 2012.
Syalabi, Ahmad. Sejarah dan Kebudayaan Islam I. Jakarta:
Pustaka al-Husna, 2003.
Sarwono, Sarlito W. Psikologi Sosial. Jakarta: Penerbit Salemba
Humanika, 2009.
Sadiah, Dewi. Metode Penelitian Dakwah. Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2015.
Said, Nurhidayat Muhammad. Dakwah & Efek Globalisasi
Informasi. Makassar: Alauddin University, 2011.
Sambas, Syukriadi & Acep Aripudin. Dakwah Damai: Pengantar
Dakwah Antar budaya. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
2007.
Saudagar, Fachruddin. Upacara Basale Pengobatan; Ritual
Magis Suku Anak Dalam. Jambi: Yayasan Forkkat, 2007.
Shoelhi, M. Komunikasi Lintas Budaya. Bandung: Simbiosa
Rekatama Media, 2015.
Sitompul, Azhar. Dakwah Islam & Perubahan Sosial. Bandung:
Cita Pustaka Media Perintis, 2009.
157

Subagyo, Joko. Metode Penelitian dalam Teori dan Prakteknya.


Jakarta: Rineka Cipta,1991.
Sugiyono. Metode Penelitian Pendidikan; Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta, 2010.
Sugiono. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta,
2013.
Suhandang, Kustadi. Retorika: Strategi, Teknik dan Taktik
Berpidato. Bandung: Penerbit Nuansa, 2009.
Suryanto. Pengantar Ilmu Komunikasi. Bandung: Pustaka Setia,
2015.
Umar, Husein. Strategic Management In Action. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama, 2001.
Vardiansyah, Dani dan Erna Febriani. Filsafat Ilmu Komunikasi
Pengantar Ontologi, Epistimologi, Aksiologi. Jakarta:
Indeks, 2018.
Zulfahmi. Gerakan Damai Fathul Gülen Mengahadapi
Kekerasan dan Kemiskinan di Turki. Kudus: Parist, 2013.

Tesis dan Disertasi:


Farida, “Strategi Dakwah Dalam Pembinaan Spiritual
Narapidana Di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas
IIA Sungguminasa Gowa”. Tesis Magister, Universitas
Islam Negeri Alauddin, Makasar, 2014.
Pimay, Awaludin. “Strategi dan Metode Dakwah KH. Saifuddin
Zuhri. Disertasi Program Pascasarjana, IAIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2001.
Soetomo, Muntholib. “Orang Rimbo: Kajian Struktural-
Fungsional Masyarakat Terasing di Makekal Propinsi
Jambi”. Disertasi Doktoral, Universitas Padjajaran,
Bandung, 1995.
Wahyuni, Mila. “Strategi Komunikasi Islam dalam Pembinaan
Agama Pada Suku Anak Dalam Bukit Duo Belas
Kecamatan Pauh Kabupaten Sarolangun Provinsi Jambi”.
Tesis Magister, Universitas Islam Negeri Sumatera Utara,
2016.

Jurnal-Jurnal:
Atabik, Ahmad. “Konsep Komunikasi Dakwah Persuasif dalam
Perspektif Al-Qur‟an”, Jurnal Komunikasi Penyiaran
Islam, (2016), 121.
158

Chozin, Muhammad Ali. “Strategi Dakwah Salafi di Indonesia”,


Jurnal: ISIF Cirebon, 2013.
Eliza, Febi Rizka, M. Ridwan dan Dwi Noerjoedianto. “Peran
Pemerintah Terhadap Program Pemberdayaan Komunitas
Adat Terpencil Suku Anak Dalam (SAD) Di Provinsi Jambi
tahun 2018”. Jurnal Kesmas Jambi, vol. 2, no.1 (2018): 48.
Johan, “Organisasi Sosial dan Kebudayaan Kelompok Minoritas
Indonesia” (Makalah pada Program Studi Indonesia
Kerjasama Pendidikan Tersier Indonesia – Australia
Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, 2003), 39.
Hadisaputra, Sami‟an “Problematika Komunikasi Dakwah dan
Hambatannya (Prespektif Teoritis dan Fenomologis),
Jurnal Adzikra, Vol. 03, No. 1, Januari-Juni 2012, 70-71.
Hidayat, Rian. “Perubahan Sosial Komunitas Suku Anak Dalam
Batin Sembilan di Batin Bahar, Kabupaten Batanghari dan
Muaro Jambi”, (Proceeding The First International
Conference on Jambi Studies (ICJS 1) , 2013), 480.
Hana, Rudi Al. “Strategi Dakwah Kultural Pengurus Wilayah
Muhammadiyah Jawa Timur”, Jurnal: IAIN Sunan Ampel
Surabaya, 2011.
Mahmuddin. “Strategi Dakwah Terhadap Masyarakat Agraris”,
Jurnal: UIN Alauddin Makasar, 2013.
Mailinar & Bahren Nurdin, “Kehidupan Keagamaan Suku Anak
Dalam di Dusun Senami Iii Desa Jebak Kabupaten
Batanghari Jambi, Vol. 28, No. 2, (2013): 143. Lihat
MY, Mahmud dan Edi Kusnadi. “Pembangunan Sosial
Masyarakat Terasing di Era Otonomi Daerah: Studi Kasus
Masyarakat Suku Anak Dalam di Muaro Jambi”, Jurnal
Media Akademika, vol. 25 no.4 (2010), 335.
Sahrah, Alimatus. “Pengaruh Atribusi Kesuksesan Terhadap
Ketakutan untuk Sukses Pada Wanita Karir,” Jurnal Psycho
Idea, tahun 9 no. 2, Juli 2011, 15.
Samsuddin. “Strategi dan Etika Dakwah Rasulullah SAW, Jurnal
Ilmu Dakwah vol. 4 no. 14 Juli-Desember 2009, 798.
Supratiknya, “Menjelaskan Keberhasilan dan Kegagalan,” Jurnal
Psikologi Fakultas psikologi UGM, vol. 32 no. 1, 2005,1.
Syukur, Abdul. “Dinamika Dakwah dalam Komunikasi dan
Penyiaran Islam: Pendekatan Historisasi, Formulasi, dan
Aplikasi”, Jurnal Ilmu dakwah Dan Pengembangan
Komunitas, vol. 9 no.2 (2014): 227.
159

Wawancara:
Wawancara ustad dengan Asman Hatta, pada 4 Desember 2018.
Wawancara dengan ustad Hariyanto, 15 Januari 2019.
Wawancara dengan Sapren, pada 31 Desember 2018.
Wawancara dengan Habib Taufiq Baragbah, pada 10 Desember
2018.
Wawancara dengan Iyat Khubung, Tumenggung Segandi, pada 2
Desember 2018.

Internet:
Acmanto Mendatu, “Orang Rimba Menantang Zaman,
www.Goodreads.com, di akses 22 Oktober 2018.
https://ummatpos.com/19261/fpi-dan-drp-islamkan-180-orang-
suku-anak-dalam-jambi/, diakses 16 November 2018.
https://www.panjimas.com/news/2018/03/23/alhamdulillah-
proses-pensyahadatan-180-orang-suku-anak-dalam-
berjalan-lancar/, di akses tanggal 10/10/2018.
Wikipedia bebas diakses melalui, http://id.m.wikipedia.org, pada
22 Desember 2018.
LAMPIRAN
Data Informan I
Nama Lengkap : Asman Hatta
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tempat/Tgl. Lahir : Jambi, 29 Maret 1981
Jabatan : Da‟i Suku Anak Dalam
Waktu wawancara : Selasa, 4-12- 2018, Jam 15.00 wib

Kapan ustad mulai berdakwah di Suku Anak Dalam?


Saya masuk ke Suku Anak Dalam dari tahun 2002 yang lalu.
Ketika Suku Anak Dalam masih tinggal di hutan dan pinggir-
pinggir sungai bahar.

Siapa saja da’i yang berdakwah di Suku Anak Dalam


Segandi?
Ustad yang masuk berdakwah di Segandi, ada saya sendiri, ustad
Hariyanto dan pak safren kadang-kadang habib taufiq saya ajak
apalagi sebelum acara di segandi tabligh akbar di Segandi.

Apa yang menjadi latar belakang ustad memilih berdakwah


di Suku Anak Dalam?
Sebenarnya atas keperihatinan saya melihat Suku Anak Dalam
tinggal di hutan dan hidup dalam kesederhanaan. Mereka masih
mempercayain roh-roh yang menjadi tuhan mereka. Sedangkan
perhatian dari pemerintah tidak ada sama sekali.

Apa strategi yang dilakukan supaya dakwah dapat diterima


di Suku Anak Dalam?
Tidak semua dakwah bisa diterima sama mereka, saya mulai
memperkenalkan dakwah ketika saat itu mereka masih dihutan,
mereka membakar dan memakan ular sebagai santapan. Saat
itulah saya juga membakar ikan lele, sebelum saya bakar saya
bumbuin lele tersebut sehingga rasanya lezat. Setelah mereka
memakan lele tadi mereka merasa suka, saat itulah saya
sampaikan bahwa lele ini lebih lezat dan sehat, lele juga banyak
mengandung gizi yang baik untuk tubuh. Ikan lele lebih halal dan
ular haram di makan. Saya juga sampaikan bahwa hewan yang
tidak boleh dikonsumsi itu memiliki taring dan hidup didua alam,
seperti ular.
Apa pesan dakwah yang disampaikan di Suku Anak Dalam?
Saya menyampaikan dakwah di balai tentang sholat. Mereka kan
mualaf, jadi belum tahu sholat. Bahwa sholat sebagai kewajiban
yang tidak boleh ditingalkan. Sholat adalah kewajiban yang harus
dilaksanakan oleh orang Islam, sebagai bentuk ketaatan kita
terhadap Allah. Sholat dilaksanakan sehari semalam sebanyak 5
kali, diawali dengan sholat subuh di pagi hari sebelum matahari
terbit, Sholat zuhur di siang hari, sholat asar sore hari, sholat
magrib di saat matahari tengelam dan sholat isya di malam hari,
dan dalam menjalankan sholat tidak boleh kentut dan berbicara.

Perubahan apa yang terjadi di Suku Anak Dalam?


Banyak perubahannya, Suku Anak Dalam sudah mau
mengerjakan sholat walaupun belum seluruhnya dikerjakan.
Mereka sudah hafal juga bacaan dan gerakannya, seperti orang
umumnya. Kalo yang sering itu sholat magrib berjamaah di balai,
tapi laki-laki saja. Kalo berjamaah kadang-kadang dak terlalu
banyak, kebanyakan mereka sholat dirumah. Tapi kalo sholat
Jum‟at mereka kerjakan juga walaupun jarak ke masjidnya
lumayan jauh, mereka sholat jum‟at bersama masyarakat Nyogan.

Apa pembinaan keagamaan apa yang dilakukan di Suku


Anak Dalam?
Saya sering mengisi pengajian yang dilakukan seminggu sekali
pada hari sabtu. Majelis taklim ini berdiri sebagai tempat
menghimpun Suku Anak Dalam untuk belajar agama. Yang hadir
banyak laki-laki, perempuan dan anak-anak Suku Anak Dalam.
Bukan hanya dari Segandi saja, kadang malahan dari tempat lain
jugo banyak yang hadir. Saya jugo membina orang batak yang
tinggal disekitaran kebon sawit, mereka jugo kadang ikut belajar.

Sejak kapan majelis taklim didirikan?


Kalo majelis sendiri berdiri dari tahun 2015 yang lalu.

Apa saja bangunan secara fisik di perkampungan Suku Anak


Dalam?
Kalo di Suku Anak Dalam sudah ada Sekolah, balai dan masjid
juga masih di bangun. Walaupun sekarang bangunan tersebut
mengalami keperihatinan, soalnya banyak yang sudah rusak, tapi
belum ada perbaikan lagi.
Bagaimana hubungan yang sudah terjalin antara masyarakat
dan Suku Anak Dalam?
Sekarang Suku Anak Dalam lebih kompak, rukun satu sama
lainnya. Mereka sudah mau membaur dengan masyarakat umum
tanpa ada perbedaan, satu sama lainnya. Nampaklah
perubahannya saat ini, bahkan berubah lebih baik dari yang dulu
primitif.

Apakah ada juga agama yang diperkenalkan di Suku Anak


Dalam?
Pada tahun 2016 pendeta masuk ke Suku Anak Dalam dengan
membagi-bagikan sembako dalam bentuk bingkisan, ternyata
bukan hanya sembako saja yang diberikan, mereka juga
memberikan berupa atribut kristiani di bingkisan tersebut. setelah
mereka sadar, mereka berbondong-bondong menolak bingkisan
dan bantuan tersebut.

Apa kendala lingkungan/tempat yang terjadi dalam dakwah?


Biasanya saya menyampaikan dakwah di Balai pertemuan. Balai
yang digunakan untuk melakukan dakwah di Suku Anak Dalam.
sebenarnya balai itu sudah banyak yang bolong lantainya, dan
dindingnya juga sudah mulai rapuh.itu masih kami gunakan
karena masjid yang di bangun belum selesai di bangun.

Apakah bahasa menjadi kendala dalam menyampaikan


dakwah di Suku Anak Dalam?
Pertama saya ketemu Suku Anak Dalam, saya banyak mengalami
kesulitan. Kesulitan yang saya rasakan harus menentukan
metode-metode yang bisa difahami oleh Suku Anak Dalam. Ada
beberapa kosa kata yang mengalami perbedaan. Kosa kata yang
dimiliki saya belum tentu dapat di pahami oleh Suku Anak
Dalam. Terkadang ketika Suku Anak Dalam mendengarkan pesan
saya perlu mereka hanya diam. Sehingga bahasa yang saya
gunakan menyesuaikan dengan mereka, hanya saja saya yang
perlu belajar. Suku Anak Dalam itu kalo tersinggung dari bahasa
kita mereka akan pergi dan tidak akan mau lagi mendengar apa
yang saya sampaikan.
Data Informan II
Nama Lengkap : Hariyanto
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tempat/Tgl. Lahir : Jambi, 25 Agustus 1984
Jabatan : Da‟i Suku Anak Dalam
Waktu wawancara : Sabtu, 15-12- 2018, Jam 19.00 WIB

Apa yang melatar belakangi untuk berdakwah di Suku Anak


Dalam?
Dulu ketika saya KKN tahun 2002 di Nyogan, saya masuk juga
ke Suku Anak Dalam. yang saya lihat bahwa Suku Anak Dalam
tinggal sangat memperihatinkan, masih tinggal di rumah-rumah
sudung di sepanjang sungai Bahar. Saya berfikir jika ada
missionaris datang, bisa-bisa mereka semua beragama Kristen.
Oleh karena itu saya memutuskan untuk melakukan pembinaan di
Suku Anak Dalam Nyogan dan Lubuk Kayu Aro di Pelempang.

Apakah sering berdakwah di Suku Anak Dalam?


Kalo dulu sering masuk ke Suku Anak Dalam. kalo sekarang
lebih banyak di luar kan, cari donatur untuk pendanaan dan
bantuan-bantuan yang bisa diberikan kepada Suku Anak Dalam,
seperti bantuan dari BAZNAS, Rumah Zakat Madani dan pemda.
Sekarang ustad Hatta yang aktif, dia saya jadikan orang lapangan
yang melakukan pendampingan di Suku Anak Dalam.

Apa pesan yang disampaikan dalam dakwah di Suku Anak


Dalam?
Saya mas berdakwah ke mereka itu di balailah yang ada, saya
sampaikan pentingnya menjaga silaturahmi sesama manusia dan
menjaga persaudaraan. Manusia sebagai mahluk sosial yang
saling membutuhkan satu dengan lain. Kalo menurut hadis itu,
silaturahmi menambah rizqi dan memperpanjang umur. Makanya
pesan silaturahmi disampaikan supaya Suku Anak Dalam tidak
hanya bergaul bersama komunitasnya saja, tetapi bergaul kepada
masyarakat yang lebih luas. Menjaga persaudaraan dan berkasih
sayang sesama manusia adalah tugas kita bersama.
Apa perubahan yang terjadi setelah menyampaikan dakwah?
Kalo mereka itu sekarang sudah maulah memakai pakaian untuk
menutup aurat mereka. Kalo dulu mereka hanya pake kain untuk
menutup aurat, kain yang dililit di bagian kemaluan saja. mereka
mengatakan lebih nyaman walaupun belum terlalu terbiasa.
Terkadang perempuannya juga sudah mau juga pake jilbab,
seringnya mereka pakai kalo ada acara pengajian.

Apa saja pembinaan yang selama ini dilakukan di


perkampungan Suku Anak Dalam?
Saya sudah menyekolahkan Suku Anak Dalam namanya Manto,
dia sekolah dari SD, SMP sampai Aliyah. Sekarang dia sudah
menjadi guru untuk Suku Anak Dalam untuk ngajarin baca, tulis
dan ngaji. Ada namanya Suwandi, dia ketua pemuda di Segandi
kadang jadi Imam sholat untuk Suku Anak Dalam, seringnya sih
kalo sholat magrib. Mereka semua tu pemuda Suku Anak Dalam
yang pertama belajar dengan saya.

Apa pembinaan keagamaan apa yang dilakukan di Suku


Anak Dalam?
Kalo saya jarang sih masuk ke Suku Anak Dalam. Tapi saya
sering mengisi pengajian di Segandi itu. Majelis yang rutin diisi
oleh ustad Hatta.

Bagaimana hubungan/civil society sudah terjalin antara


masyarakat dan Suku Anak Dalam ?
Suku Anak Dalam saat ini banyak yang menikah dengan dengan
masyarakat sekitar, seperti suku Jawa, Medan, Melayu dan
Banjar. Suku Anak Dalam yang sudah menikah dengan
masyarakat umum, mereka lebih memilih tinggal di luar Trans
Sosial. Mereka yang sudah membaur ke masyarakat, selalu
mengikuti aktivitas keagamaan masyarakat sekitar dan tidak
terkesan menutup diri.

Apakah ada juga agama yang diperkenalkan di Suku Anak


Dalam?
Sebelum dakwah Islam masuk, tahun 2002 sudah ada missionaris
yang masuk ke Suku Anak Dalam, seorang laki-laki bernama
Roy. Dengan menikahi perempuan asli masyarakat Nyogan dan
tinggal beberapa lama di sana, dia mencalonkan diri sebagai
kepala desa nyogan. Ketika terpilih menjadi kepala desa Nyogan,
Roy sering masuk ke Komunitas Suku Anak Dalam. Ketika tahun
baru Roy selalu memberikan Suku Anak Dalam dan mengajak
menyembelih Anjing hitam dan makan bersama-sama.
Selain itu juga Roy memberi bantuan dalam bentuk sembako dan
makanan untuk Suku Anak Dalam, padahal Roy sendiri mengaku
beragama Islam. Roy sedikit demi sedikit memberi pengaruh ke
Suku Anak Dalam dan mengajak beragama Kristen. Setelah
agenda yang dilakukan Roy diketahui oleh masyarakat maka dia
di usir dari Nyogan.

Apa kendala lingkungan/tempat yang terjadi dalam dakwah?


Kalo kendala yang ada itu tempat yang jauh dari jalan raya.
Ketika masuk jalan rusak dan becek, serta tempat balai yang
sekarang sudah mengalami kerusakan, baik dinding, atap dan
lantainya saja sih.

Apakah bahasa menjadi kendala dalam menyampaikan


dakwah di Suku Anak Dalam?
Perbedaan bahasa dengan Suku Anak Dalam mengalami kendala.
Ketika saya menyampaikan dakwah banyak yang hanya diam.
Mereka banyak juga tidak mengerti dengan apa yang saya
sampaikan. Jadi saya harus mengulanginya berkali-kali supaya
mereka mengerti dengan yang aya sampaikan. Kadang juga
bahasa ilmiah sering saya gunakan, atau bahasa-bahasa arab yang
buat mereka tidak mengerti. Apalagi ketika saya berdakwah dan
mereka diam, sehingga saya harus bertanya supaya mereka tidak
hanya diam.

Data Informan III


Nama Lengkap : Safren
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tempat/Tgl. Lahir : Sarolangun, 13 Agustus 1978
Jabatan : Kwaket KUA Kecamatan Mestong
Waktu wawancara : Senin, 31-12- 2018, Jam 13.00 wib

Apa yang melatar belakangi untuk berdakwah di Suku Anak


Dalam?
Kalo saya ya pak, lihat Suku Anak Dalam hidup sangat
memperihatinkan, mereka hidup masih dalam kekurangan apalagi
pekerjaan mereka sehari-hari hanya mencari ikan di sepanjang
sungai pak. Maka saya berkeinginan melakukan pembinaan dan
dari tahun 2012 saya mendapat tugas dari KUA sebagai penghulu
khusus menikahkan Suku Anak Dalam di Segandi, tidak di Suku
Anak Dalam lainnya.

Apa pesan yang disampaikan dalam dakwah di Suku Anak


Dalam?
Saya biasanya mengisi acara hari besar Islam, seperti maulid
Nabi Muhammad SAW. Disana saya menyampaikan tentang
kelahiran Nabi di tahun Gajah, tahun dimana tentara bergajah
berupaya menghancurkan ka‟bah, namun tentara bergajah kalah.
Saya juga sampaikan bahwa nabi dilahirkan di Makah dari
seorang ibu bernama Aminah. Semasa kecil nabi mengembala
domba dan berdagang sampai nabi menikah dengan seorang
wanita bernama Khotijah, nabi diangkat menjadi Rasul dan wafat.

Apa sumber yang digunakan dalam menyampaikan materi


Maulid Nabi ini?
Kalo saya pak sumbernya al-Qur‟an dan Hadis pak. Saya
sampaikan hadis mengenai bahwa “Nabi Muhammad SAW di
utus di dunia sebagai suri tauladan yang baik”. Karena umat
Islam kan perlu mengikuti Nabi dalam setiap amal perbuatan,
apalagi Nabi disebut juga Al-Qur‟an berjalan.

Perubahan apa yang terjadi di Suku Anak Dalam?


Sejauh ini perubahannya sudah lumayan, mereka sudah mau
menjalankan sholat dan mengaji, mengaji kadang seminggu
sekalilah kalo pas saya masuk, kebanyakan anak-anak sih yang
belajar ngaji. Kalo yang dewasa lebih kurang aktif 1, 2 oranglah
yang mau mengaji dan sudah bisa baca Al-Qur‟an. Kalo anak-
anak ngaji iqro, kadang juga diajarin sama mereka yang sudah
bisa baca Al-Qur‟an dan sekolah juga mereka diajarkan iqro.

Apa saja bangunan secara fisik di perkampungan Suku Anak


Dalam?
Di suku Suku Anak Dalam Nyogan sudah berdiri sekolah dan
balai untuk pertemuan. Sekarang, sudah dipondasi untuk
pendirian masjid juga. Semua fasilitas ini diharapkan untuk
mempermudah kami untuk berdakwah. Dengan seringnya masuk
ke dalam untuk memberikan nasehat-nasehat dan motivasi supaya
menjadi lebih baik.
Apa pembinaan yang dilakukan majelis Suku Anak Dalam?
Kalo saya sering mengisi ceramah di peringatan hari besar Islam
saja, seperti maulid Nabi dan Isra‟ Mi‟raj.

Kapan acara peringatan hari besar Islam di mulai?


Kalo peringatan maulid Nabi dan Isra Mi‟raj sendiri saya mulai
mengisi di tahun 2017 yang lalu. Karena, Suku Anak Dalam
sudah membaur ke masyarakat juga. Apalagi kalo pas peringatan
seperti itu banyak juga yang datang pak.

Bagaimana perubahan akhlak apa yang sudah terjadi?


Kalo Suku Anak dalam, sebenarnya mereka punya tingkah laku
yang baik, mereka selalu menjaga adat istiadat mereka. Seperti
tidak berludah di depan orang. Mereka merasa kalo berludah di
depan orang tidak sopan dan merasa menghina mereka. Mereka
selalu menjunjung nilai-nilai kesopanan. Mereka dilarang
mencuri walaupun mereka memiliki kesempatan. Malahan
mereka menjaga apa yang dimiliki saudaranya sebagai bagian
darinya.

Apa kendala lingkungan/tempat yang terjadi dalam dakwah?


Kendala yang saya alami selama melakukan dakwah yang dari
jalan. Jalan yang rusak dan becek, jadi kalo mau masuk itu pak
harus siap-siap dulu, kalo pas tidak hujan masih aman. Tapi kalo
sudah hujan licin pak jalannya. Kalo yang sedikit perlu ada
perbaikan sih, di balai. Tempat yang biasa digunakan Suku Anak
Dalam berkumpul.

Apakah bahasa menjadi kendala dalam menyampaikan


dakwah di Suku Anak Dalam?
Kalo bahasa memang jadi penghambat juga pak. Apalagi bahasa
asli mereka itu pak. Banyak juga yang kurang faham, tapi kalo
sekarang sudah mengertilah bahasa mereka, dan Suku Anak
Dalam juga sudah banyak yang bisa bahasa Indonesia. Jadi tidak
terlalu menjadi penghambat pak.
Data Informan IV
Nama Lengkap : Habib Taufiq al-Baragbah
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tempat/Tgl. Lahir : Padang, 8 April 1986
Jabatan : Ketua FPI Jambi
Waktu wawancara : Senin, 10-12- 2018, Jam 15.00 wib

Apa yang melatar belakangi untuk berdakwah di Suku Anak


Dalam?
Saya kenal dan bisa masuk ke Suku Anak Dalam dari Ustad
Hatta, dia juga kan simpatisan FPI, saya juga diajak untuk masuk
ke komunitas Suku Anak Dalam di Segandi. Apalagi saya sebagai
ketua FPI, saya ingin sistem dakwah saya menyebarkan amr
ma‟ruf nahy munkar bukan hanya di masyarakat umum, ternyata
ada juga yang perlu pembinaan ya itu di Suku Anak Dalam.
Apalagi di Bahar sudah marak peredaran obat-obat terlarang,
kayak sabu, ganja dll. Dan di sana juga sudah mulai ada
pelacuran dan minum minuman keras yang sudah merajalela.

Apa pesan yang disampaikan dalam dakwah di Suku Anak


Dalam?
Kalau waktu itu saya ngisi dakwah di balai saya sampaikan ke
suku SAD bahwa Islam itu rahmatan lil 'alamin, artinya Islam
mengajarkan kedamaian, toleransi dan kasih sayang sesama.
Islam tidak mengajarkan kekerasan, permusuhan dan menebar
kebencian. Dalam menjaga Islam penting juga untuk menjaga
aqidah dari masuknya missionaris, yang selalu berupaya untuk
mengajak Suku Anak Dalam pindah ke agama mereka. Karena
menjaga aqidah itu sangat berat jangan sampai kita mau menukar
aqidah kita dengan bantuan-bantuan yang sedikit, yang hanya
memberikan manfaat sebentar.

Apa sumber yang digunakan dalam menyampaikan materi


tentang tuhan? (wawancara elektronik melalui Whats Apps)
Sandaran saya menyampaikan dakwah Al-Qur‟an dan Hadis mas.
Saya mengajarkan bersumber bahwa mempercayai Allah ya
mempercayai Rukun Iman.

Perubahan apa yang terjadi di Suku Anak Dalam?


Mereka sekarang sudah tinggal menetap di rumah yang lebih
baiklah, rumah bantuan pemerintah tahun 2003 yang lalu.
Walaupun belum ada bantuan perbaikan lagi dari pemerintah.
Kalo dulu mereka hidupnya melangun dari wilayah yang jaraknya
jauh, kalo di tempat mereka ada yang meninggal maka mereka
pindah lagi membawa keluarga mencari tempat yang baru,
mereka berpendapat bahwa kalo ada yang meninggal berarti
rumah itu mendapatkan sial.

Apa saja bangunan secara fisik dan intelektual di


perkampungan Suku Anak Dalam?
Secara rutin belum terlalu sering masuk ke Suku Anak Dalam,
karena kesibukan saya. Kadang-kadang ustad Hatta ngundang
untuk ngisi pengajian di majelis minguan Suku Anak Dalam.
Belum lama ini juga, kami mengadakan tablîgh akbar disana.
Digagas oleh Front Pembela Islam dan langsung diisi dengan
Habib Sobri Lubis ketua Umum FPI Pusat. Kami juga memberi
bantuan kepada Suku Anak Dalam dan sedang proses
pembangunan masjid di Segandi.

Perubahan akhlak apa yang sudah terjadi?


Waktu saya mengisi pengajian di Suku Anak Dalam mereka diam
mendengarkan apa yang saya sampaikan. Mereka juga mulai baik
bertutur kata. Saya pun menjaga sopan santun sehingga dia pun
segan. Jadi kalo Suku Anak Dalam itu sudah senang sama orang,
dia akan baik juga. Pokoknya lebih sopanlah akhlaq mereka.

Apa kendala lingkungan/tempat yang terjadi dalam dakwah?


Kendala ya pas saya mengisi di majelis bersama ustad Hatta ya,
balai sih. Jadi balai itu sudah di bangun dari bantuan yang Trans
Sosial itu. Sampe sekarang, mungkin adalah 20 tahunan. Kata
ustad Hatta belum pernah ada perbaikan.

Apakah bahasa menjadi kendala dalam menyampaikan


dakwah di Suku Anak Dalam?
Kalo bahasa tidak jadi kendala kok mas. Karena kan Suku Anak
Dalam sudah paham bahasa kami. Mungkin waktu ustad Hatta
dulu ya susah banget, apalagi mereka masih di hutan kan. Tapi
secara keseluruhan bahasa saya sudah dapat dipahami.
Data Informan V
Nama Lengkap : Iyan Khubung
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tempat/Tgl. Lahir : Jambi, 12 Maret 1988
Jabatan : Tumenggung Suku Anak Dalam Segandi
Waktu wawancara : Jum‟at, 28-12- 2018, Jam 14.00 wib

Sejak kapan tumenggung dan sanak-sanak tinggal menetap?


Kami mulai betempat sejak pemerintah buatkan rumah disiko,
rumah di bangun sejak 2003 yang lalu. Kamiko suruh pindah dan
di kasih tempat yang kini ko.

Apakah tumenggung menerima dengan dakwah yang


disampaikan para da’i?
Kalo sayoko nerimo apo yang disampaikan ustad disiko, ustad
Hatta yang sering masuk kesiko, ustad Hariyanto, ustad Safren.
Ustad Safren itu yang membantu sanak-sanak disiko kalo nak
nikah.
Apakah tumenggung faham dengan pesan-pesan dakwah
yang disampaikan?
Dulu kamiko dak ngerti samo sekali, apalagi kamiko dak biso
baco nulis. Tapi sekarang kamiko sudah fahamlah yang
disampaikan ustad tu, misalnyo sholat kami lah menjalanilah.
Dan ibadah yang dijalani Islam kamiko sudah banyak yang
ngerti. Kami ngerti dari yang ustad-ustad itu ajarin ke kamilah.

Perubahan apa yang terjadi di Suku Anak Dalam sekarang?


Sebenanyo kamiko hidup kan dak dewean, semenjak ustad tu
datang ohang kito dah mulai berkembang. Sanak-sanak lah
banyak pulo yang sekolah dan sudah ado yang nasibnyo jadi
tentara. Uwong tuo-tuo bengin kami ngajari kito harus biso
belajar dari alam dan kito jugo biso mengolah hasil alam untuk
hidup kito. Kami dak pernah nak beli ikan, kalo nak makan ikan
kito ngambek be ikannyo di sungai.

Apa rutinitas yang biasa ustad lakukan untuk Suku Anak


Dalam?
Disiko ado majlis yang disampein oleh ustad Hatta, setiap sabtu.
Dan ado peringatan hari Islam dan yang kemaren ado pengajian
dari FPI disiko.
Apa perubahan Suku Anak Dalam yang terjadi dengan
akhlak yang baik di masyarakat ?
Kalo anak dalam ne lah pado baik. Kito ni hidup kan dak dewean,
ado jugo ohang kito nak bekembang, kito jugo dak biso
paksokan. Banyak sanak-sanak disiko sudah baik akhlaknyo. Ado
jugo sampe kawin selain samo ohang kito, jo ohang lain mungkin
nasibnyo kan behubah. Cak anak sayo ko kawin dengan orang
Padang.

Apa kendala secara fisik yang ada di perkampungan Suku


Anak Dalam?
Perkampungan kamiko jauh dari rumah wargo, kami hidup di
perkampungan yang dibangun pemerintah itulah. Kami ko
bertahan disiko kareno sudah dak mau lagi melangun, apolagi
kondisi hutan disiko sudah dak ado lagi. Hutan disiko sudah
banyak di tebang dan dikuasai dengan perusahaan. Kalo dulu tu
kami sering melangun, hidup di hutan yang kami gunakan
sebagai tempat tinggal kami.

Apakah ada yang menjadi gangguan Suku Anak Dalam


ketika da’i datang?
Kito dulunyo yo dak mau nerimo orang asing. bagi kami tu orang
asing akan menganggu kami. Apolagi dulu banyak yang masuk
dah tu foto-foto kami, katonyo buat bantuan. Dah tu dak adolagi
mereka kesini. Makanyo kami dak mau sebenarnyo nerimo orang
baru. Kalo ustad Hatta itu sudah sering kami tolak datang.

Apa yang menjadi ketakutan tumenggung ketika dakwah di


sampaikan di Suku Anak Dalam?
Waktu Ustad ko datang dan kasih dakwah, kami banyak yang dak
mau denger. Karena dakwah itu menjadikan kami berubah
nantinyo. Kami ko jadi jauh dari alam, taulah kan kalo yang
diajarkan ustad tu banyak aturannyo. Sedangkan kami punyo
aturan dewek dari nenek moyang kami ko.
Dokumentasi

Wawancara dengan Ustad Asman Hatta Wawancara dengan Ustad Hariyanto

Wawancara dengan Habib Taufiq Wawancara dengan Ustad Safren

Wawancara dengan Bapak Hasan Penghargaan umroh dari DT peduli

You might also like