Professional Documents
Culture Documents
1 (2017) 62-69
I N F O R M A S I A R T IK E L ABSTRACT
Article history: The aim of this research is to analyze the implementation of following up BPK
Dikirim tanggal: 05 Juni 2017 recommendation on the finding of examinations results which still have occurred
Revisi pertama tanggal: 08 Agustus 2017 repeatedly from the Edwards III perspective. Qualitative descriptive approach is
Diterima tanggal: 10 September 2017
chosen to obtain the depth of information. The results showed that the
Tersedia online tanggal: 28 September 2017
implementation of follow-up is not optimal because the communication has not
run well, the resources including staff, information, authority and facilities are not
yet adequately available, not all implementers have good attitudes in the
implementation of follow-up indicated by low commitment. Besides that, the OPD
does not have SOP for budget execution, BKAD as SKPKD and Regional
Keywords: BKAD, Following up BPK
Inspectorate as APIP does not have SOP implementation of follow-up of BPK
recommendation, OPD, Regency
recommendation which involving OPD.The result of the research shows that Alor
Government
regency government organization structure which has been well regulated
according to Local Regulation number 8 year 2016 is expected to be a supporting
factor in the implementation of government activities such as follow-up of BPK's
recommendation.
INTISARI
Penelitian ini bertujuan menganalisis pelaksanaan tindak lanjut rekomendasi BPK
atas temuan hasil pemeriksaan yang masih terjadi secara berulang dari perspektif
Teori Edwards III. Pendekatan deskriptif kualitatif dipilih untuk memperoleh
kedalaman informasi. Hasil penelitian menunjukan bahwa pelaksanaan tindak
lanjut yang belum optimal dikarenakan komunikasi belum berjalan baik, sumber
daya meliputi staf, informasi, kewenangan dan fasilitas belum tersedia memadai,
belum semua pelaksana memiliki sikap (attitudes) yang baik, dibuktikan dengan
rendahnya komitmen dalam pelaksanaan tindak lanjut, belum tersedia SOP
pelaksanaan anggaran di OPD, BKAD selaku SKPKD dan Inspektorat Daerah
selaku APIP belum memiliki SOP tindak lanjut rekomendasi BPK yang
melibatkan OPD. Hasil penelitian pun menunjukan bahwa struktur organisasi
perangkat daerah yang telah diatur dengan baik, dapat menjadi faktor pendukung
dalam pelaksanaan tindak lanjut rekomendasi BPK.
———
Corresponding author. Tel.: +62-812-3258-830; e-mail: ronalsemuel@gmail.com
62
Ronal Semuel Blegur, Gugus Irianto, dan Rosidi/ JIAP Vol. 3 No. 1 (2017) 62-69
63
Ronal Semuel Blegur, Gugus Irianto, dan Rosidi/ JIAP Vol. 3 No. 1 (2017) 62-69
birokrasi. Tujuan penelitian adalah untuk dipahamai dan pengangkatan birokrat yakni pelaksana kebijakan harus
mengungkap kendala apa saja yang ditemui dalam memenuhi syarat tertentu yang ditetapkan, dan
pelaksanaannya dan diberikan saran perbaikan. pemberian insentif agar memenuhi kepentingan pribadi
para pelaksana (self-interest), organisasi atau kebijakan
2. Teori substantif.
2.1 Teori Implementasi Edwards III 2.1.4 Struktur Birokrasi (Bureaucratic Structure)
2.1.1 Komunikasi (Communication) Hal yang penting dalam birokrasi yakni adanya
struktur organisasi yang jelas, karena struktur organisasi
Faktor pertama dalam keberhasilan implementasi
merupakan bagian yang bertugas mengimplementasikan
kebijakan adalah komunikasi. Pelaksanaan yang efektif
kebijakan. Struktur birokrasi mencakup Standar
terjadi bila para pelaksana kebijakan sudah mengetahui
Operasional Prosedur (SOP) yang akan memudahkan
apa yang akan dikerjakan. Pengetahuan tersebut dapat
dan menyeragamkan tindakan para pelaksana kebijakan
berjalan apabila komunikasi berjalan dengan baik,
dalam melaksanakan apa yang menjadi bidang tugasnya,
sehingga setiap keputusan dan peraturan harus
dan fragmentasi yakni penyebaran tanggung jawab
dikomunikasikan kepada pelaksana yang tepat. Menurut
dalam pelaksanaan tugas yang melibatkan unit di luar
Edwards III (1980) terdapat tiga hal penting dalam
organisasi.
proses komunikasi yakni transmisi (transmision),
artinya setiap kebijakan dan perintah pelaksanaanya 3. Metode Penelitian
harus didistribusikan kepada pelaksana yang tepat.
Kejelasan (clarity), artinya kebijakan harus jelas dan Penelitian ini termasuk penelitian kualitatif dengan
dipahami oleh pelaksana dan konsistensi (consistency), pendekatan deskriptif kualitatif karena peneliti ingin
artinya kebijakan tidak berubah-ubah yang berakibat mendapatkan suatu pemahaman terhadap kenyataan
pelaksana kesulitan dalam implementasi. sosial dari perspektif partisipan (pelaksana).
Pemahaman tersebut tidak ditentukan dahulu, namun
2.1.2 Sumber Daya (Resources)
diperoleh setelah melakukan analisis terhadap kenyataan
Menurut Edwards III (1980), sumber daya sosial yang menjadi fokus penelitian, kemudian ditarik
merupakan faktor penting dalam pelaksanaan kebijakan. suatu kesimpulan berupa pemahaman umum tentang
Sumber daya dimaksud meliputi: staf (staff) artinya kenyataan tersebut. Menurut Mardalis (1999:26)
pelaksana yang terlibat dalam pelaksanaan kebijakan penelitian jenis ini bertujuan mendeskripsikan apa-apa
harus berjumlah cukup dan memiliki kemampuan dan yang saat ini berlaku, didalamnya termasuk upaya
keterampilan. Informasi (information) artinya pelaksana mencatat, menganalisis dan menginterpretasikan kondisi
harus memiliki informasi yang cukup tentang yang sekarang ini terjadi atau ada.
bagaimana melaksanakan suatu kebijakan. Pelaksana Situs penelitian adalah Pemerintah Kabupaten “X”
harus diberi pesan, pedoman atau petunjuk. Kurangnya Provinsi NTT, identitas ini disamarkan mengingat nama
informasi berdampak pada suatu tanggung jawab tidak baik pemerintah daerah karena isu yang diangkat cukup
dilaksanakan secara sungguh-sungguh dan tepat waktu. sensitif. Informannya terdiri dari pelaksana OPD yang
Kewenangan (authority) artinya setiap pelaksana terlambat menyetorkan sisa UP yakni bendahara
dilengkapi dengan wewenang yang jelas untuk pengeluaran Dinas Kesehatan, pelaksana pada bidang
melaksanakan kebijakan yang ditetapkan. Wewenang perbendaharaan dan pengelolaan kas BKAD selaku
dapat diikuti dengan sanksi bila pelaksana lalai dalam Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah (SKPKD) dan
pelaksanaannya. Fasilitas (facilities) yakni sarana dan pelaksana pada Inspektorat Daerah selaku Aparat
prasarana yang tersedia secara memadai, dalam Pengawas Internal Pemerintah (APIP). Instrumen
mendukung terselenggaranya pelaksanaan kebijakan. penelitian adalah peneliti sendiri dengan alat pendukung
berupa kamera, alat perekam dan alat pencatat. Sumber
2.1.3 Sikap Pelaksana (Attitudes) data berupa data primer dan data sekunder. Metode
Menurut Edwards III (1980), jika pelaksana pengumpulan data, yakni wawancara dan studi
bersikap baik terhadap suatu kebijakan, ini berarti ada dokumentasi.
dukungan dan kemungkinan besar mereka Analisis data yang digunakan adalah analisis data
melaksanakan kebijakan tersebut. Pelaksana yang kualitatif seperti dikemukakan Moleong (2012:247),
bersikap baik tentu memiliki kemauan kerja dan dengan langkah-langkahnya di mulai dari pengumpulan
komitmen mengimplementasikan suatu kebijakan. data, reduksi data, menyusun dalam satuan,
Edwards III (1980) pun menekankan dua hal penting mengkategorisasikan satuan sesuai indikator dalam teori
sehubungan dengan sikap pelaksana, yakni Implementasi Edwards III (1980) dan
menginterpretasikan data sesuai teori tersebut, kemudian
64
Ronal Semuel Blegur, Gugus Irianto, dan Rosidi/ JIAP Vol. 3 No. 1 (2017) 62-69
menarik kesimpulan. Keabsahan data menggunakan akhir tahun, batas akhir pengajuan SPM GU nihil dan
teknik yang dikemukakan Sugiyono (2015:124), yakni batas waktu penyetoran sisa UP sebelum 31 Desember.
meningkatkan ketekunan, member check dan Namun demikian, peneliti menemukan tidak ada
menggunakan bahan referensi (foto/ rekaman). kejelasan sanksi apa yang diberikan bagi bendahara
pengeluaran yang terlambat menyetorkan sisa UP.
4. Hasil Penelitian dan Pembahasan Ketiadaan sanksi menyebabkan ada bendahara
4.1 Komunikasi (Communication) pengeluaran OPD yang belum menyetorkan sisa UP
sampai tahun anggaran berikut, tetapi SP2D UP tahun
Suatu kebijakan agar implementasinya berjalan berikutnya direalisasikan. Kondisi ini pun menunjukan
efektif, maka perlu dikomunikasikan kepada pelaksana. belum konsistennya pelaksana di BKAD selaku SKPKD
Oleh karena itu sebelum melihat lebih dalam dalam menindaklanjuti rekomendasi BPK terkait
pelaksanaan sistem dan prosedur pengelolaan keuangan keterlambatan penyetoran sisa kas. Studi dokumentasi
daerah di tingkat OPD, peneliti merasa perlu untuk menunjukan hal ini pun dikarenakan lemahnya fungsi
melihat terlebih dahulu distribusi kebijakan tersebut di pengendalian intern yang dimiliki BKAD selaku
tingkat BKAD selaku SKPKD sebagai perumus SKPKD.
kebijakan dan perintah pelaksanaannya. Hasilnya Surat pemberitahuan tutup buku sebagai bentuk
menunjukan bahwa atas pelaksanaan sistem dan perintah pelaksanaan sistem dan prosedur pengelolaan
prosedur pengelolaan keuangan daerah, BKAD selaku keuangan daerah pun peneliti menemukan bahwa
SKPKD telah mendistribusikan sistem dan prosedur tanggal batas akhir pengajuan SPM GU untuk mengisi
pengelolaan keuangan daerah kepada pelaksana di OPD. kas di akhir tahun anggaran, dilakukan sampai minggu
Sistem dan prosedur pengelolaan keuangan daerah ke tiga bulan Desember, ini menunjukan masih ada
tersebut jelas dan komprehensif memuat berbagai belanja yang dapat dilakukan oleh OPD di atas tanggal
kebijakan terkait perencanaan sampai tersebut dan ini tentu tidak efektif dalam hal waktu
pertanggungjawaban keuangan daerah. Agar pelaksana pertanggungjawaban belanja. Di samping itu,
memahami isinya, dilakukan pula bimbingan teknis bagi permasalahan lainnya adalah tanggal batas akhir
pengguna anggaran, Pejabat Penatausahaan Keuangan pengajuan SPM GU nihil oleh bendahara pengeluaran
(PPK), bendahara penerimaan dan bendahara OPD untuk penerbitan SP2D pun sampai dengan
pengeluaran OPD dan melibatkan juga pelaksana dari minggu ke dua bulan Januari tahun berikutnya,
BKAD selaku SKPD. Dalam bimbingan teknis tersebut sementara batas akhir penyetoran sisa UP adalah tanggal
diberikan pula simulasi terkait prosedur pengajuan UP 31 Desember tahun berjalan. Kondisi ini harus menjadi
dan GU mulai dari tahapan penyusunan SPP, SPM, catatan bagi BKAD selaku SKPKD karena sisa UP
pencairan SP2D dan mekanisme pelaksanaan dan dihitung dari total UP dikurangi surat
pertanggungjawaban belanja. pertanggungjawaban (SPJ) nihil, bila pengajuan SPM
GU nihil dapat dilakukan sampai bulan Januari tahun
berikutnya, maka OPD memanfaatkan waktu tersebut
untuk merampungkan SPJ nihil diawal Bulan Januari
tahun berikut dan otomatis sisa UP terlambat disetorkan.
Oleh karena itu diharapkan batas akhir pengajuan SPM
GU nihil kepada BUD untuk penerbitan SP2D,
dilakukan minimal dua minggu sebelum tutup buku 31
Desember tahun berjalan, sehingga seluruh SPJ harus
dirampungkan tepat waktu. Hal ini menurut peneliti,
dapat mengurangi risiko keterlambatan penyetoran sisa
UP oleh bendahara pengeluaran.
Di tingkat OPD, berdasarkan wawancara dengan
bendahara pengeluaran Dinas Kesehatan bahwa sistem
Gambar 1 Suasana Bimbingan Teknis Sistem dan dan prosedur telah dimiliki, bimteknya pun telah diikuti
Prosedur Pengelolaan Keuangan Daerah (Sumber: dan bendahara pun memahami sistem dan prosedur yang
Dokumen Pribadi, 2016) ada, khususnya yang menjadi tugas pokok seperti
menerima, menyimpan, membayarkan, menatausahakan,
BKAD pun aktif mengkomunikasikan pentingnya dan mempertanggungjawabkan uang untuk keperluan
penyetoran sisa UP tepat waktu, lewat surat belanja daerah dalam rangka pelaksanaan APBD pada
pemberitahuan tutup buku yang berisi batas waktu OPD. Namun demikian sistem dan prosedur yang ada,
pengajuan SPM UP/GU/TU/Ls untuk pencairan uang di belum didistribusikan ke bidang-bidang. Peran
65
Ronal Semuel Blegur, Gugus Irianto, dan Rosidi/ JIAP Vol. 3 No. 1 (2017) 62-69
pengguna anggaran dan PPK untuk mengkomunikasikan pelaksana berdampak pada menumpuknya uraian tugas
sistem dan prosedur pengelolaan anggaran tidak berjalan bendahara pengeluaran seperti mengurus pula dana
sehingga minimnya pemahaman pelaksana di bidang Bantuan Operasional Kesehatan yang dibayarkan
terkait pertanggungjawaban belanja atas UP yang kepada puskesmas, padahal tugas tersebut dapat
diserahkan untuk membiayai program/ kegiatan yang diserahkan kepada pembantu bendahara pengeluaran.
berdampak pada SPJ tidak tepat waktu diserahkan Disamping itu, sumber daya manusia pengelola
kepada bendahara pengeluaran dan proses GU berjalan keuangan di OPD pun masih terbatas karena kurangnya
lambat dan menumpuk di akhir tahun khususnya Bulan pelatihan/ diklat/ bimtek yang diikuti.
Desember, ini menyebabkan bendahara pengeluaran b) Informasi (Information)
kesulitan merampungkan SPJ tepat waktu dan sisa UP Hasil wawancara dan studi dokumentasi di Dinas
terlambat disetorkan. Kendala yang turut mempengaruhi Kesehatan menunjukan informasi yang tersedia hanya
terkonsentrasinya pengajuan SPM GU di akhir tahun sistem dan prosedur pengelolaan keuangan daerah.
anggaran adalah masih terdapat program/ kegiatan yang Kekurangan informasi seperti peraturan perundang-
mengalami pergeseran di APBD Perubahan, sehingga undangan di bidang pengelolaan keuangan daerah,
pelaksanaannya pun baru dilakukan di akhir tahun. menyebabkan belanja yang dapat dilakukan
Hasil wawancara mendalam dengan bendahara pembayarannya dengan mekanisme Langsung (Ls)
pengeluaran Dinas Kesehatan pun menunjukan bahwa justru dibayarkan dengan UP seperti honorarium tenaga
komunikasi dalam internal OPD belum berjalan lancar kontrak daerah yang berjumlah ribuan orang, hal ini pun
karena minimnya peran PPK dalam penatausahan turut berdampak pada ketidaktepatan waktu pelaksanaan
keuangan, padahal PPK memiliki tugas melakukan program/ kegiatan yang seharusnya menggunakan UP.
fungsi penatausahan dan akuntansi di unit kerja, c) Kewenangan (Authority)
melakukan verifikasi atas dokumen pengajuan SPP dan Dalam menjalankan fungsinya di OPD,
SPM untuk penerbitan SP2D dan mengontrol kewenangan pelaksana jelas diatur dalam Peraturan
pelaksanaan tugas bendahara pengeluaran, termasuk Bupati “X” Nomor 46 Tahun 2014 tentang Sistem dan
kewajiban menyetorkan sisa UP sebelum tutup buku 31 Prosedur Pengelolaan Keuangan Daerah, sepeti
Desember. Menurutnya, hal ini disebabkan pula karena bendahara pengeluaran berwenang menerima,
PPK pun tidak memahami secara baik prosedur menyimpan, membayarkan, menatausahakan, dan
pengelolaan keuangan daerah. mempertanggungjawabkan uang yang dikelolanya.
Hambatan dalam komunikasi lainnya adalah Terkait temuan berulang berupa keterlambatan
bidang-bidang belum menyerahkan matriks rencana bendahara pengeluaran menyetorkan sisa UP yang
kegiatan kepada bendahara pengeluaran sebagai kontrol melewati batas tutup buku per 31 Desember, maka
atas pelaksanaan anggaran, dan pemegang kas di bidang semestinya pelaksana diberikan sanksi/ teguran. Namun
tidak berstatus sebagai pembantu bendahara pengeluaran demikian, hasil wawancara dan studi dokumentasi di
yang ditetapkan dengan keputusan Bupati, ini BKAD dan Inspektorat Daerah, selama ini belum ada
menghambat komunikasi yang efektif dengan bendahara sanksi/ teguran yang diberikan.
pengeluaran dalam hal pertanggungjawaban belanja atas d) Fasilitas (Facilities)
UP yang dikelola di bidang untuk membiayai program/ Hasil wawancara dan studi dokumentasi peneliti di
kegiatan. Dinas Kesehatan, pelaksana telah dilengkapi dengan
fasilitas kerja seperti komputer PC, laptop, meja, kursi,
4.2 Sumber Daya (Resources)
kendaraan dinas roda dua dan ruang kerja. Beberapa
Sumber daya merupakan faktor penting yang turut kekurangan fasilitas yang turut mempengaruhi
menunjang keberhasilan pelaksanaan kebijakan pelaksanaan tugas, adalah sebagai berikut:
pemerintah. Terdapat empat sumber daya penting Tidak tersedianya tempat penyimpan arsip sehingga
dimaksud yakni: seluruh berkas menumpuk di ruang kerja bendahara
a) Staf (Staff) pengeluaran;
Atas pelaksanaan sistem dan prosedur pengelolaan Aplikasi SIMDA yang penginputan datanya terpusat
keuangan daerah, pengelola keuangan pada OPD seperti di BKAD sehingga pelaksana seperti bendahara
pengguna anggaran dan bendahara pengeluaran pengeluaran harus bolak balik hanya untuk input
ditetapkan dengan keputusan bupati. Namun demikian data, ini tentu menghabiskan waktu, biaya dan
wawancara dan studi dokumentasi di Dinas Kesehatan tenaga. Sementara itu, di BKAD pun tidak tersedia
menunjukan jumlah pelaksana pengelola keuangan ruang input data, hanya menggunakan parkiran
yakni bendahara pengeluaran hanya dibantu oleh dua kendaraan dimana ini pun turut memberikan
orang pembantu bendahara, padahal terdapat empat ketidaknyamanan bagi pelaksana OPD;
bidang di satuan kerja tersebut. Kurangnya staf
66
Ronal Semuel Blegur, Gugus Irianto, dan Rosidi/ JIAP Vol. 3 No. 1 (2017) 62-69
Tidak tersedia jaringan internet yang dapat Perangkat Daerah Kabupaten “X”. Agar sistem dan
membantu pelaksana dalam mengakses informasi di prosedur pengelolaan keuangan daerah dapat
bidang pengelolaan keuangan daerah; dan diimplementasikan secara baik, maka seluruh OPD
Keterbatasan anggaran operasional seperti uang dilengkapi sub bagian keuangan yang berfungsi
lembur, biaya makanan dan minuman lembur dan menatausahakan dan mempertanggungjawabkan
biaya operasional lainnya seperti biaya mengikuti anggaran yang dikelolanya.
diklat/ kursus/ bimtek pun masih menjadi kendala Dua aspek penting yang ditekankan Edwards III
dalam mendukung pelaksanaan tugas. (1980) yakni tersedianya SOP dan penyebaran tugas,
hasil wawancara dan studi dokumentasi menunjukan
4.3 Sikap Pelaksana (Attitudes)
bahwa Dinas Kesehatan belum memiliki SOP
Pengelola keuangan OPD seperti bendahara pelaksanaan anggaran, yang meliputi perencanaan,
pengeluaran Dinas Kesehatan, memiliki sikap baik pelaksanaan, penatausahaan dan pertanggungjawaban
yakni ada kemauan dalam melaksanakan sistem dan keuangan daerah yang dikelola di OPD tersebut, padahal
prosedur pengelolaan keuangan daerah yang dijabarkan Dinas Kesehatan memiliki 4 bidang dan 24 unit
dalam uraian tugas. Komitmen ditunjukan dengan pelaksana teknis (Puskesmas). Agar pelaksanaan tugas
menerima jabatan bendahara pengeluaran sebagai suatu berjalan lancar, sudah semestinya OPD memiliki SOP
kepercayaan dan melaksanakan tugas dengan penuh rasa untuk memudahkan pelaksanaan tugas. Adanya
tanggung jawab. Terkait temuan keterlambatan permasalahan dimana bidang-bidang OPD yang lambat
penyetoran sisa UP lewat batas waktu tutup buku per 31 menyerahkan SPJ, dapat disebabkan belum tersedinya
Desember, komitmen ditunjukan dengan bekerja ekstra SOP pertanggungjawaban belanja.
dibulan Desember untuk merampungkan SPJ agar sisa Agar rekomendasi BPK dapat ditindaklanjuti
UP bisa disetorkan tepat waktu. Namun demikian, dengan baik, dan temuan BPK dapat tuntas
komitmen belum ditunjukan oleh pelaksana lainnya, penyelesaiannya dan tidak berpeluang terulang kembali
seperti pelaksana di bidang yang belum tepat waktu di tahun anggaran berikutnya, maka sudah semestinya
menyerahkan SPJ kepada bendahara pengeluaran atas pemerintah kabupaten X memiliki SOP tindak lanjut
UP yang diberikan untuk membiayai program/ kegiatan, rekomendasi BPK yang terstruktur tentang bagaimana
dan menumpuk di akhir tahun (Desember). Komitmen menindaklanjuti suatu rekomendasi BPK. Hasil
baik dalam pelaksanaan tindak lanjut pun belum penelitian menunjukan bahwa sesuai Peraturan Daerah
ditunjukan pelaksana di Bidang perbendaharaan dan Kabupaten X Nomor 8 Tahun 2016 tentang Susunan
pengelolaan kas BKAD, dimana terdapat OPD yang Perangkat Daerah Kabupaten X, maka BKAD selaku
belum menyetorkan sisa UP sampai tahun berikutnya SKPKD telah dilengkapi dengan sub bidang tindak
tetapi UP tahun berikutnya direalisasikan. BKAD selaku lanjut laporan keuangan yang memiliki tugas diantarnya
SKPKD dan Inspektorat Daerah selaku APIP pun belum bersama Inspektorat Daerah menindaklanjuti
menunjukan komitmennya secara baik karena belum ada rekomendasi BPK. Namun demikian sejauh ini, belum
pemberian sanksi/ teguran bagi OPD yang terlambat menyusun SOP tindak lanjut rekomendasi BPK,
menyetorkan sisa UP. sementara Inspektorat Daerah selaku APIP hanya
Selanjutnya, dua aspek penting yang turut memiliki SOP tindak lanjut internal yang belum
mempengaruhi sikap pelaksana yakni pengangkatan melibatkan OPD. Harus disadari bahwa temuan hasil
birokrat dan pemberian insentif, pengangkatan birokrat pemeriksaan BPK, tersebar di setiap OPD karena itu
seperti bendahara pengeluaran, diusulkan oleh Kepala diperlukan SOP tindak lanjut yang melibatkan seluruh
OPD kepada Kepala BKAD selaku BUD untuk OPD dalam penyelesaiannya.
ditetapkan dengan Keputusan Bupati, sementara Selanjutnya, penyebaran tugas pengelolan
insentif, tidak ada bentuk insentif khusus yang diberikan keuangan daerah telah diatur secara jelas dalam
kepada pelaksana dalam hal ini pegawai negeri, yang Peraturan Bupati Nomor 46 Tahun 2014 tentang Sistem
diberikan hanya gaji pokok reguler yang diterima dan Prosedur Pengelolaan Keuangan Daerah, seperti
bulanan yang nilainya telah ditentukan di dalam SK OPD melaksanakan fungsi akuntansi dan BKAD selaku
pengangkatan. Honorarium pengelola anggaran daerah SKPKD melaksanakan fungsi pelaporan keuangan
yang diterima pun sebesar Rp.350.000 per bulan dan daerah. Dalam hal tindak lanjut rekomendasi BPK
belum sesuai dengan beban tugas. seperti keterlambatan penyetoran sisa UP, BKAD selaku
SKPKD melalui bidang perbendaharaan dan
4.4 Struktur Birokrasi (Bureaucratic Structure)
pengelolaan kas mengkomunikasikannya kepada
Struktur OPD di Pemerintah Kabupaten “X” telah pelaksana di OPD lewat surat pemberitahuan tutup buku
di atur secara baik melalui Peraturan Daerah Nomor 8 setiap akhir tahun anggaran.
Tahun 2016 tentang Pembentukan dan Susunan
67
Ronal Semuel Blegur, Gugus Irianto, dan Rosidi/ JIAP Vol. 3 No. 1 (2017) 62-69
68
Ronal Semuel Blegur, Gugus Irianto, dan Rosidi/ JIAP Vol. 3 No. 1 (2017) 62-69
Daftar Pustaka
69