You are on page 1of 27

Proceedings

Seminar Nasional 2019

Kerjasama Fakultas Psikologi


Universitas Kristen Satya Wacana
dan Asosiasi Psikologi Kristiani

“Merajut Keragaman
Untuk Mencapai
Kesejahteraan Psikologis
Dalam Konteks Masyarakat 5.0”

Hotel Grand Wahid Salatiga, 2 Agustus 2019

Satya Wacana University Press


2019
Proceedings

Seminar Nasional

“Merajut Keragaman
Untuk Mencapai
Kesejahteraan Psikologis
Dalam Konteks Masyarakat 5.0”

Hotel Grand Wahid Salatiga, 2 Agustus 2019

Satya Wacana University Press


2019
PROCEEDINGS
SEMINAR NASIONAL

“MERAJUT KERAGAMAN UNTUK MENCAPAI


KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS
DALAM KONTEKS MASYARAKAT 5.0”
Hotel Grand Wahid Salatiga, 2 Agustus 2019

Reviewer
Prof. Dr. Sutarto Wijono, MA
Dr. Christiana Hari Soetjiningsih, MS.
Dr. Susana Prapunoto, Ma-Psy.
Krismi Diah Ambarwati, M.Psi., Psikolog

Editor
Dr. Susana Prapunoto, MA-Psy.

Steering Committee
Prof. Dr. Marthen Pali, M.Psi
Dr. Suryasatriya Trihandaru, M.Sc.nat

Committee
Pelindung : Neil Semuel Rupidara, SE., M.Sc.,Ph.D.
Rektor Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga
Penanggungjawab : Berta Esti Ari Praseya, S.Psi., MA.
Dekan Fakultas Psikologi, Universitas Kristen Satya Wacana
Penasihat : Prof. Dr. Sutarto Wijono, MA.
Dr. Susana Prapunoto, Ma-Psy.
Ketua Panitia : Dr. Christiana Hari Soetjiningsih, MS.
Sekretaris : Yohanes Krismono, SE.
Bendahara : Krismi Diah Ambarwati, M.Psi., Psikolog.

Cover : Timotius Iwan Susanto, S.Psi.


Cetakan Pertama: 2019

Isi dari masing-masing artikel proceedings merupakan tanggung jawab masing-masing penulis

All right reversed. Save exception stated by the law, no part of this publication may be reproduced, stored
in a retrieval system of any nature, or transmitted in any form by any mean electronic, mechanical,
photocopying, recording or otherwhise, included a complete or partial transcription, without the prior
written permission of the author, application for which should be addressed to author.

Satya Wacana University Press


Universitas Satya Wacana
Jl. Diponegoro 52 – 60 Salatiga
Telp. (0298) 321212 Ext. 1229, Fax. (0298) 311995
Email: satyawacanapress@adm.uksw.edu

ii
KATA SAMBUTAN PENYELENGGARA

Salam Sejahtera bagi kita sekalian, Shalom.

Seminar nasional dan call papers bertajuk “Merajut Keragaman Untuk Mencapai
Kesejahteraan Psikologis dalam Konteks Society 5.0” kita selenggarakan dengan kerjasama
antara Fakultas Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) dengan Asosiasi
Psikologi Kristiani – (APK) Indonesia, dalam rangka menyambut Dies Natalis Fakultas
Psikologi ke 20th. Fakultas Psikologi UKSW pertama kali berdiri pada tanggal 23 Juni 1999;
dan hingga saat ini telah memiliki 2 program studi yaitu S1 dan S2. Usaha yang berkelanjutan
dari tahun ke tahun oleh seluruh pihak di fakultas dan program studi, telah memampukan
Program S1 terakreditasi dengan peringkat A. Sebagai bagian dari semangat untuk terus
berkontribusi bagi kemajuan perkembangan psikologi di Indonesia, Fakultas Psikologi
mengundang para ilmuan di Indonesia untuk membagikan hasil-hasil riset dan pemikiran terbaik
mereka melalui seminar ini. Demi tercatatnya kajian-kajian ilmiah yang ada, proceeding ini
diterbitkan agar pemikiran-pemikiran maupun hasil riset yang telah disampaikan dalam seminar
dapat dinikmati oleh kalangan yang lebih luas.
Tema ini secara spesifik diangkat, dengan melihat kenyataan bahwa Indonesia memiliki
kekayaan keragaman baik dari segi budaya, bahasa, agama, serta latar belakang kehidupan yang
lain. Keberagaman ini bagaikan memiliki dua sisi mata uang, yang bila bisa dimanfaatkan
dengan maksimal akan memperkaya kekayaan pengalaman kehidupan individu, mendorong
individu untuk belajar lebih fleksibel terhadap perubahan dan perbedaan serta mengembangkan
pribadi yang kuat mental dan kaya pengalaman. Namun sebaliknya, keberagaman juga dapat
menjadi ancaman apabila individu gagal mensikapinya dengan positif dan tepat; menimbulkan
kesalahpahaman, syak wasangka bahkan perpecahan. Sementara itu, perkembangan peradaban
manusia telah sampai pada titik saat kemajuan teknologi, utamanya teknologi informasi yang
berintegrasi dengan internet, memunculkan teknologi digital, wireless, bigdata yang
memunculkan berbagai exponential techology seperti: a) artificial intelligence, augmented
reality 3D printing dan robotics, b) biotechnology c) nano technology, material baru, an
fabrikasi digital, d) networks & computing systems (cloud, big data, IoT) (Diamandis, 2012).

iii
Semua kemajuan ini menimbulkan disrupsi baru, memaksa masyarakat harus siap dengan sistem-
sistem baru, pola komunikasi dan interaksi yang baru, sistem bertransaksi yang baru yang
berubah dengan pesat, yang mempengaruhi berbagai macam aspek kehidupan di masyarakat,
yang saat ini dikenal dengan konteks masyarakat 5.0. Semua hal ini perlu dikaji dari berbagai
sisinya, agar kita bisa mengantisipasi dan menyikapi dengan bijak sehingga dapat tercapai
kesejahteraan psikologis setiap individu di Indonesia.
Seminar dan Call papers ini diikuti oleh 132 peserta, terdiri dari guru, dosen, utusan
gereja, mahasiswa, peneliti, maupun praktisi, yang berasal dari berbagai daerah antara lain: Jawa
Tengah, Yogyakarta, Jakarta, Makasar, Kupang, Manado, Surabaya dan lainnya. Harapan kami
apa yang kita diskusikan dalam seminar ini dapat meningkatkan pengetahuan kita, dan pada
akhirnya dapat bermanfaat bagi setiap orang yang kita layani.
Secara khusus ucapan terimakasih disampaikan kepda APK dan HIMPSI yang telah
menjadi mitra kami dalam menyelenggarakan kegiatan ini serta kepada UKSW yang telah
mendukung sepenuhnya terhadap kegiatan ini. Ucapan terimakasih sebesar-besarnya juga
disampaikan kepada segenap panitia di bawah koordinasi dari Ibu Dr. Christiana Hari
Soethjiningsih, MS dan Ibu Dr. Susana Prapunoto, M-Psy; didukung oleh Ibu Krismi Ambarwati
M.Psi maupun Bapak Prof. Dr. Sutarto Wijono, MA beserta para dosen, karyawan, maupun para
mahasiswa Fakultas Psikologi UKSW yang telah bekerjakeras mewujudkan terselenggaranya
kegiatan ini.
Akhir kata, semoga Proceedings ini bermanfaat dan apabila ada kesalahan-kesalahan
tertentu yang tidak kami sengaja dalam penerbitan proceeding ini, kami mohon maaf sebesar-
besarnya. Tuhan memberkati kita sekalian. Amin.

Hormat kami,

Berta Esti Ari Prasetya, S.Psi., M.A.


Dekan Fakultas Psikologi UKSW

iv
KATA PENGANTAR

Keragaman, Kemajemukan adalah keistimewaan yang Tuhan berikan kepada bangsa


Indonesia. Sekitar 250 juta jiwa, 17.000 pulau, 714 suku dan lebih dari 1.100 bahasa lokal,
Indonesia termasuk urutan ke empat Negara dengan jumlah populasi terbesar di dunia. Kondisi ini
tentu membawa implikasi pada kemungkinan terjadinya pergesekan terkait persoalan budaya,
suku, agama, bahasa, sosial-ekonomi, maupun persoalan lain terkait dengan persoalan hukum, dsb.
Hal ini telah disadari oleh pujangga kita, Mpu Tantular yang kemudian menuliskan konsepnya
dalam buku Sutasoma yaitu “Bhineka Tunggal Ika”.
Kehadiran revolusi industri 4.0 semakin meningkatkan tantangan kesatuan. Kebersamaan
membangun persatuan di tengah keragaman, bukan sesuatu yang otomatis terjadi. Hal ini
menuntut masyarakat 5.0 menyikapi keragaman ini dengan merajut keragaman untuk
mewujudkan kasih, antara lain untuk mencapai kesejahteraan psikologis. Dengan demikian
perbedaan, keragaman bukan sebagai pemisah melainkan sebagai kekayaan bangsa yang tiada
nilainya. Prosiding ini merupakan sumbangan pemikiran dari 49 Penulis Artikel yang telah hadir
dan berperan serta mempresentasikan gagasan terbaiknya.
Saya mengucapkan terimakasih kepada Ibu Berta Esti Ari Prasetya, S.Psi, MA (Dekan
Fakultas Psikologi – UKSW), Bapak Prof. Dr. Marthen Pali, M.Psi., (Ketua Asosiasi Psikologi
Kristiani), Bapak Yusak Novanto, SPsi, MSi. (Sekretaris Asosiasi Psikologi Kristiani) yang telah
memfasilitasi dan mendukung penuh penyelenggaraan Seminar & Call for Papers Jumat, 2
Agustus 2019. Ucapan terimakasih tidak terhingga kami haturkan kepada Prof. Virgo Handojo,
Ph.D, CFLE. (dari California Baptist University), dan Ibu Eunike Sri Tyas Suci, PhD, Psikolog
(Ketua Asosiasi Psikologi Kesehatan – HIMPSI) yang telah menghantar Seminar dan Call for
Papers Nasional “ Merajut Keragaman untuk Mencapai Kesejahteraan Psikologis dalam Konteks
Masyarakat 5.0.”.
Terimakasih atas kesediaan para Reviewers Call for Papers Dr. Christiana Hari
Soetjiningsih, M.Si, Bapak Prof. Dr. Sutarto Wijono, MA, Ibu Krismi Ambarwati, M.Psi
meluangkan waktu dan pikiran agar Proceedings ini dapat terbit. Ucapan terimakasih juga saya
sampaikan kepada Bapak Timotius Iwan Susanto, S.Psi. yang telah mendukung desain Cover
buku Proceeding. Terimakasih juga kepada sdri. Hanny Yuliana Agnes Sesa, S.Psi., Claudya
S.Soulisa, S.Pd., Indah Lestari, S.Kep. dan Joanne Marrijda Rugebregt, S.Psi. yang telah banyak

v
mendukung proses editing teknis buku Proceedings ini. Kiranya buku ini dapat bermanfaat bagi
perjalanan bangsa Indonesia mengarungi Era Digital. Tuhan memberkati.

Salam sejahtera,

Dr. Susana Prapunoto, MA-Psy


Editor

vi
DAFTAR ISI

KATA SAMBUTAN PENYELENGGARA iii

KATA PENGANTAR v

DAFTAR ISI vii

I. KURIKULUM DAN PENDIDIKAN KARAKTER 1

Peran Kurikulum dan Pendidikan Karakter dalam Proses Pembelajaran


Nurjadid 2

Hubungan Grit dengan Subjective Well-Being pada Siswa SMA Masehi 2 PSAK
Semarang
Petra Wijayanti, Christiana Hari Soetjiningsih 11

Optimalisasi Superego dalam Teori Psikoanalisis Sigmund Freud untuk Pendidikan


Karakter
Hengki Wijaya, I Putu Ayub Darmawan 21

Strategi Kurikulum Tersembunyi bagi Pendidikan Karakter Generasi Milenial dalam


Society 5.0
Mariani Harmadi 30

Gerakan Sayang Anak Indonesia: Sebuah Pendekatan Pendidikan Karakter Dalam


Memasuki Konteks Society 5.0
Monica Muryawati 39

Pendidikan Karakter yang Berkelanjutan


Priscilla Titis Indiarti, Anton Sukontjo 50

Konsep dan Pengukuran Work Engagement dan Student Engagement: Kajian Literatur
Mengenai Engagement dalam Bidang Pendidikan
Yosika Pramangara Admadeli 61

II. Identitas Sosial dan Budaya 71

Mendedah Kebertahanan dan Peran Pendidikan serta Interaksi Sosial-Budaya Kelindan


Rumah Pengasingan
Novita Engllyn Sailana, Susana Prapunoto, A. Ign. Kristijanto 72
vii
Mendedah Penghayatan Religiusitas dan Psychological Well-Being Perempuan dalam
Kelindan Pengasingan di Pulau Seram.
Foty Isabela Otemusu, Susana Prapunoto, A. Ign. Kristijanto 84

Hubungan antara Perceived Discrimination dan Kualitas Hubungan Romantis pada


Pasangan Etnis Tionghoa-Indonesia dan Indonesia Asli
Revina Dewanti, Julia Suleeman 95

Studi Fenomenologi Kepala Sekolah Perempuan Single Parents


Fony Sanjaya, Mary Philia Elizabeth 105

Perbedaan Perilaku Prososial Ditinjau dari Jenis Kelamin


Jeanetha A. E. Lomboan, Christiana Hari Soetjiningsih 116

Hubungan antara Frekuensi Menonton TayanganTelevisi yang Mengandung Unsur


Kekerasan dengan Perilaku Agresif Remaja
LaelaZulfia, Christiana Hari Soetjiningsih 127

Orientasi Masa Depan Pada Narapidana dengan Kasus Kejahatan Pelecehan Perempuan
yang Menjalani Masa Hukuman Penjara di Atas Lima Tahun
Mareinata Nazareth Christy Irala, Margaretta Erna Setianingrum 136

Peran Hukum dan Psikologi dalam Meminimalkan Ujaran Kebencian Perusak


Demokrasi
Wisnu Sapto Nugroho 147

III. CINTA KASIH DAN SPIRITUALITAS 158

Pengaruh Religiusitas dan Parent Adolescent Relationship terhadap Psychological Well


Being Remaja di SMP Negeri 1 Kupang
Marleni Rambu Riada 159

Pertumbuhan Spiritual Keluarga yang Memiliki Anak Penyandang Autisme


Maria Laksmi Anantasari 171

Religious Coping pada Penyintas Perkosaan


Julia Suleeman 187

Spiritual Kristiani di Tengah Laju Peradaban Digital


Sonny Eli Zaluchu 198

viii
Eksistensi Perempuan Kristiani (Studi pada Perguruan Tinggi di Sulawesi Utara)
Shanti Natalia C. Ruata, Merci K. Waney, Yunita Sumakul 210

IV. KESEJAHTERAAN DAN KEBERFUNGSIAN KELUARGA 222

Hubungan Antara Dukungan Sosial Keluarga dengan Harga diri pada Atlet Renang
Remaja Klub Paswind Surakarta
Rizkiana Ika Raharjo, Christiana Hari Soetjiningsih 223

Hubungan antara Kelekatan Aman Ibu-Anak dengan Kematangan Sosial pada Anak
yang Ibunya Bekerja
Yudea Sabdo Anggoro, Krismi Diah Ambarwati 233

Dukungan Keluarga sebagai Prediktor Keberfungsian Sosial Pasien Skizofrenia Rawat


Jalan
Glaudia Anastacia, Krismi Diah Ambarwati 245

Hubungan antara Keharmonisan Keluarga dengan Perilaku Agresif pada Remaja


Tegalsari
Cynthia Sinta Dewi, Ratriana Yuliastuti Endang Kusumawati 256

Gambaran Psychological Well-Being pada Remaja yang Memiliki Anak Sebelum


Menikah
Ayu Wasti Kurniawati, Krismi Diah Ambarwati 267

Studi Deskriptif Internet Parenting Style pada orang Tua dengan Anak Remaja
Enjang Wahyuningrum 278

V. PSIKOLOGI INDUSTRI DAN ORGANISASI 292

Job Crafting dan Employee Well-Being pada Karyawan Generasi Y di Indonesia


Fandy Jusuf E. Lumentut, Krismi Diah Ambarwati 293

Sistem Pengendalian Manajemen Kontemporer Berdasar Aspek Spiritual


Anton Sukontjo, Maria Andriyani Wulandari 307

Faktor Demografis di Seputar Kepuasan Hidup Guru Sekolah X di Sidoarjo


Yusak Novanto, Maria Rayna Kartika Winata 320

Emotional Intelligence and Job Satisfaction of Teachers in Senior High School in


Kupang
Delsylia Tresnawaty Ufi, Sutarto Wijono, Adi Setiawan 332

ix
Hubungan antara Motivasi Kerjadengan Kepuasan Kerja Karyawan di PT. Argo
Manunggal Triasta
Septiana Indah Permata Surya, Sutarto Wijono 348

Budaya Organisasi dan Kinerja pada Fungsionaris Lembaga Kemahasiswaan Universitas


(LKU) UKSW
Siswani Inesda Batara, Sutarto Wijono 358

VI. KESEHATAN MENTAL SEPANJANG RENTANG KEHIDUPAN 367

Hubungan Negatif antara Sexual Self-Esteem dan Perilaku Seksual Pranikah pada
Remaja Akhir
Arina Zuhriyah, Christiana Hari Soetjiningsih 368

Membaca Dinamika Psikologis Lewat Kekuatan Narasi


Emmanuel SatyoYuwono 378

Strategi Regulasi Emosi Anggota Penyidik Kasus Pembunuhan di Wilayah Hukum


Polres Salatiga
Maximianus Ambrosius Nggai, Wahyuni Kristianawati 389

Hubungan Resiliensi dan Kepuasan Hidup pada Dewasa Muda


Dewa Fajar Bintamur 402

Pelecehan Seksual pada Biduanita Orkes Dangdut


Evita Cynthia Damayanti, Christiana Hari Soetjiningsih 413

Hubungan antara Self-Esteem dengan Perilaku Seksual pada Remaja Putus Sekolah
Yosefine Permatasari, Ratriana Yuliastuti Endang Kusumawati 425

Korelasi Kontrol Diri dengan Perilaku Agresif pada Remaja Laki-Laki Peminum Miras
(Studi Kontekstual pada Remaja Jemaat GPM Imanuel OSM-Ambon)
Salomina Patty, Prisca Diantra Sampe, Sutarto Wijono 436

VII. AGING 448

Successful Aging : Gaya Hidup Lansia di Era Digital


WinangPrananda, Christiana Hari Soetjiningsih, David Samiyono 449

Successful Aging : Voice-Tech Paduan Suara Religi


Timotius Iwan Susanto, Christiana Hari Soetjiningsih, David Samiyono 465

x
Perbedaan Kecemasan Menghadapi Kematian pada Lansia Ditinjau dari Jenis Kelamin
Tri Utami Noviyanti, Ratriana Y. E. Kusumiati 478

Perbedaan Kualitas Hidup Lansia yang Hidup di Rumah dan di Panti Wreda
M. Erna Setianingrum, Ratriana Y. E., Kusumiati 487

VIII. PERILAKU ENTREPRENEURSHIP DI ERA MILENIAL 496

Dukungan Semarang Kota Cerdas terhadap Minat Wirausaha: Studi Kasus Mahasiswa
Jurusan Manajemen.
Martin Flemming Panggabean 497

Adaptabilitas Karir di Era Industri 4.0


Doddy Hendro Wibowo 506

Hubungan antara Rejection Sensitivity dengan Impulsive Buying Produk Fashion (Studi
pada Mahasiswi Fakultas Psikologi Angkatan 2015 UKSW).
Hanggraini Puspitaningrum, Berta Esti Ari Prasetya 519

Pengaruh Karakteristik Psikologis pada Selebgram Entrepreuner.


Melissa M. F. Waturandang, Aljuanika E. Ering, Mariana Lausan 529

xi
SUB TEMA 3:

CINTA KASIH DAN SPIRITUALITAS

158
Spiritual Kristiani di Tengah Laju Peradaban Digital

Sonny Eli Zaluchu

Sekolah Tinggi Teologia Baptis Indonesia (STBI) Semarang


Email : sonnyzaluchu@stbi.ac.id

Abstrak
Tujuan penelitian ini adalah untuk menjabarkan tentang tantangan dan peluang serta
implementasi spiritualitas Kristiani di tengah perubahan dunia yang semakin digital. Metode
penelitian yang digunakan adalah literature review (Baker, 2016) untuk menggali berbagai
konsep mengenai pokok penelitian khususnya yang berkaitan dengan spiritualitas kristiani dan
berbagai teori serta pendekatan tentang revolusi teknologi. Hasil temuan memperlihatkan bahwa
sekalipun hidup di dalam dunia yang serba digital, hubungan dengan Tuhan sejatinya tidak dapat
didigitalisasi. Sebagai katalis, teknologi menjadi jembatan bagi orang Kristen untuk membangun
spiritualitasnya di dalam lingkungan (environment) yang baru. Dengan demikian, esensi dari
konsep dan values kekristenan tidak mengalami reduksi atau perubahan, melainkan hanya tampil
dalam wajah yang baru dengan isi yang tetap sama.

Keywords: Spiritualitas, digital

Pendahuluan
Dunia yang semakin berkembang dengan hadirnya perangkat cerdas, dan teknologi
canggih yang bekerja otomatis, telah menciptakan suatu revolusi baru di dalam sejarah
kehidupan manusia. Setelah revolusi industri dimana mesin-mesin mengambil alih sebagian
pekerjaan manusia, di era revolusi digital ini, bukan hanya pekerjaan manusia yang terbantu
melainkan terbangun atau terbentuk satu peradaban baru dimana manusia sepenuhnya
bergantung pada kehidupan yang didominasi oleh teknologi. Digitalisasi merambah dengan cepat

198
di berbagai bidang. Pergeseran terjadi di hampir semua lini. Sebuah riset yang menelurkan buku
Millenials Kill Everything dilakukan oleh Yuswohady dkk. Riset itu melaporkan bahwa telah
terjadi pergeseran yang sangat ekstrim yang dilakukan oleh satu angkatan Milenial kepada
produk-produk terbaru yang berciri digitalized. Hal ini diakibatkan oleh terjadinya perubahan
preferensi dan perilaku yang ekstrim di dalam cara manusia menjalani kehidupannya. Maka yang
terjadi, beberapa hal yang semula dominan menjadi tidak relevan lagi karena mulai atau telah
ditinggalkan. Dalam bidang percakapan misalnya, muncul gaya hidup baru dengan
memanfaatkan smartphone sehingga orang lebih senang texting daripada face-to-face
communication (Yuswohady, Fatahillah, Tryditia, & Rachmaniar, 2019). Penelitian yang sama
juga melaporkan bahwa kehadiran smartphone telah membentuk budaya baru di dalam
kehidupan sosial dan kinerja. Semua kebutuhan seperti jadwal dan kalender, kalkulator, buku
catatan, pasar dan toko, player, camera, remote control, dan sebagainya, telah tersedia di dalam
satu perangkat mobile office tersebut (Yuswohady et al., 2019).
Lalu bagaimana dengan wilayah rohani? Perubahan serupa tidak terhindarkan tetapi
dengan dampak yang berbeda. Di satu sisi, orang tidak perlu lagi membawa buku Alkitab di
dalam ibadah karena di dalam smartphone sudah tersedia file dan program Alkitab dalam
berbagai versi yang dapat dibaca offline/online. Bahkan jika tidak membawapun, teks Alkitab
dapat dibaca melalui layar LCD di rumah ibadah. Teknologi ikut memainkan peran di dalam
kehidupan spiritual. Gereja-gereja bahkan memiliki kanal multimediaonline, yang dapat diakses
kapan dan dimana saja sehingga konten-konten rohani tidak terbatas lagi diperoleh lewat
kehadiran di ruang ibadah. Tetapi di sisi lain, laporan penelitian Klaudia menyajikan satu fakta
negatif dimana kehadiran teknologi justru kontra produktif dengan pertumbuhan spiritual.
Penelitiannya di kalangan mahasiswa Sekolah Tinggi Teologi (STT) menemukan bahwa
kehadiran perangkat teknologi Smartphone justru menciptakan sejumlah masalah ketergantungan
(kecanduan internet dengan segala bentuk dan rupa) dan tidak membawa dampak yang relevan
dengan kehidupan rohani. Alih-alih menggunakan perangkat cerdas untuk membaca Alkitab atau
memanfaatkannya untuk hal-hal yang berkaitan dengan kehidupan rohani, justru para mahasiswa
tersebut menjadi menjadi malas untuk berdoa, membangun kehidupan rohani dengan saat teduh
lewat Alkitab, dan menjadi tidak optimal di dalam menjalankan ibadah akibat kehilangan fokus.
Waktu dan perhatian para mahasiswa menjadi tersita oleh kepemilikan Smartphone tersebut
(Klaudia, 2018).
199
Berdasarkan latar belakang tersebut dapat disimpulkan bahwa menguatnya peradaban
digital ikut merubah banyak hal-hal di dalam kehidupan manusia, yang semula bersifat
tradisional menjadi kontemporer digital (digital contemporary). Hal ini terjadi seiring dengan
perubahan dunia, yang oleh Kertajaya, disebutkan terjadi karena perubahan revolusioner di
dalam teknologi informasi dan komunikasi (Kartajaya, 2018). Manusia dituntut untuk melakukan
penyesuaian, atau tepatnya, mengintegrasikan kehidupannya di dalam perubahan tersebut. Yang
menjadi pertanyaannya adalah, bagaimanakah dengan kehidupan spiritual di tengah perubahan
dunia? Sebagaimana diketahui, perubahan selalu hadir dengan paradoks dua sisi, positif dan
negatif. Di dalam paradoks itulah manusia dituntut untuk membangun dan memelihara hubungan
pribadinya kepada Tuhan. Jangan sampai terjadi spiritualitas itu justru tergerus dan terkikis.
Bagaimanakah spiritualitas diintegrasikan di dalam peradaban digital, menjadi pokok
pembahasan di dalam paper ini.

Metode
Penelitian dilakukan dengan studi literatur (Baker, 2016; Winchester & Salji, 2016) yang
menggali berbagai konsep dan teori tentang kehidupan seseorang dengan Tuhan dan disajikan
secara deskriptif. Analisis diarahkan untuk membahas bentuk spiritualitas digital sebagai
adaptasi perubahan dunia kontemporer. Pertama-tama dilakukan penggalian terhadap pentingnya
spiritualitas di dalam kekristenan dan bagaimana spiritualitas tersebut dibangun secara
tradisional. Kemudian, penelitian diarahkan untuk mengungkap tantangan dari perubahan zaman
yang begitu cepat, yang ditandai dengan fenomena spiritualitas digital di dalam kekristenan.
Dalam perubahan ini spiritualitas kristiani dikritisi baik secara positif maupun negatif. Kemudian
pada bagian akhir akan diusulkan model spiritualitas yang perlu dikembangkan agar orang
Kristen dapat mengintegrasikan panggilannya di dalam peradaban dunia digital.

Diskusi
Pentingnya Spiritualitas
Dalam bukunya berjudul Spirituality – A Brief History, Philip Sheldrake menjelaskan
etimologi kata "spiritualitas" dari akar kata benda Latin yang artinya diasosiasikan pada sifat
spiritual atau kerohanian yang membentuk "pribadi rohani" seseorang ketika tinggal di bawah
pimpinan dan pengaruh Roh Allah. Kehidupan rohani itu terintegrasi dengan kehidupannya.
200
Dalam bingkai ini muncul pemahaman tentang spiritualitas kristiani; Kerohanian yang dibangun
pada cara, nilai-nilai fundamental, gaya hidup, dan praktik spiritual yang mencerminkan
pemahaman khusus tentang Tuhan, hakikat dan identitas manusia, serta terbentuknya dunia
material sebagai konteks transformasi manusia (Sheldrake, 2013). Dapat dikatakan bahwa
menurut Sheldrake, spiritualitas itu selalu berkaitan dengan aktualisasi dan keberadaan dimensi
ketuhanan di dalam diri seseorang, di tengah dunia. Haiken dalam bukunya Spiritualitas Kristiani
sependapat dengan pernyataan tersebut dengan mengatakan, bahwa spiritualitas pada dasarnya
merupakan hidup rohani atau kerohanian, tetapi dalam konteks kebersamaan, sehingga
pengertiannya berbeda dengan kesalehan sebagai ekspresi hubungan pribadi seseorang dengan
Tuhan (Haiken, 2002). Lebih lanjut dijelaskan oleh Haiken bahwa kunci utama dari kehidupan
seperti itu adalah roh Allah. Sheldrake juga menekankan hal serupa. Dalam konsep ini, manusia
dilihat sebagai makhluk rohani yang menempati tubuh atau disebut sebagai manusia roh
(Lannoo, 2018). Oleh sebab itu, kesimpulan Holder dapat dipegang sebagai acuan. Bahwa
spiritualitas sesungguhnya adalah usaha seseorang mengaktualisasi dirinya sebagai makhluk
rohani di tengah dunia, yang merancang dan menjalani hidupnya seperti rancangan yang Tuhan
tetapkan (Holder, 2014).
Dari berbagai definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa spiritualitas Kristiani selalu
berkaitan dengan cara seseorang merefleksikan hubungan pribadinya dengan Tuhan dan
mengaktualisasikan hubungan itu di tengah komunitas.

Spiritualitas Tradisional
Dalam cara membangun spiritualitas secara tradisional, Albin mendefinisikan empat
domain spesifik untuk mengukurnya. Dikatakannya, spiritualitas bukan semata-mata status atau
aktifitas kerohanian tetapi melibatkan hubungan yang mendalam dari seluruh eksistensi pribadi
seseorang kepada Tuhan yang kudus, yang dinyatakan melalui Kristus. Untuk memenuhi tujuan
tersebut, diperlukan kerjasama antar empat hal penting yakni Doktrin (apa yang dipercaya oleh
seseorang); Disiplin (values dan nilai dari kelompok yang ditaati bersama); Liturgi (kehidupan
rohani di dalam ibadah, doa dan penyembahan); Kehidupan (yang mengacu pada gaya hidup
yang menjadi kesaksian di tengah komunitas) (Albin, 1988). Muncul pertanyaan bagaimana
mencapainya? Haiken menyediakan jawaban yakni dengan dua cara, askese dan mistik. Keempat
dimensi tersebut dapat dicapai dengan melatih diri secara teratur dan lebih peka terhadap
201
eksistensi Tuhan. Itu disebutnya sebagai askese, yang dalam hal ini menjadi ‘jalan’ spiritualitas.
Sementara itu, mistik, sebagai tujuan spiritualitas, adalah berbagai bentuk dan tahap-tahap
pertemuan yang berlangsung secara pribadi dengan Allah (Haiken, 2002).
Pada tahun 2015, sekelompok ilmuwan sosial mencoba mengembangkan alat tes
religiusitas dan kaitannya dengan spiritualisme di dalam kekristenan. Indikator yang
dikembangkan oleh Koenig dkk tersebut ternyata tidak jauh berbeda dengan usulan Haiken
tentang askese dan mistik. Ketujuh indikator itu dapat terbaca misalnya dari sejumlah indikator
seperti keterikatan kepada Tuhan (attachment to God); Kepercayaan/Ketidakpercayaan pada
Tuhan (Trust/MistrustinGod); Pengalaman spiritual harian (daily spiritual experiences);
Kematangan iman (faith maturity) dan dua yang lain menyangkut indeks iman dan sejarah
kehidupan agama (Koenig, Al Zaben, Khalifa, & Al Shohaib, 2015).
Dengan demikian dapat dipahami bahwa usaha untuk membangun spiritualits kristiani
tidak pernah terpisah dari relasi manusia-Tuhan di dalam berbagai bentuk. Baik dalam doa,
meditasi, kontemplasi dan mistik maupun dalam pengalaman kehidupan di tengah sesama
manusia (Kurian, 2005).

Tantangan Perubahan Zaman


Spiritualitas Kristen tidak punya pilihan lain kecuali bertahan dan melakukan reposisi di
dalam dunia yang sedang berubah menuju warna baru yang sama sekali berbeda dari apa yang
dipahami selama ini secara tradisional. Mengapa demikian?
Dalam bukunya berjudul The Great Shifting, Rhenald Kasali sudah menyampaikan tentang
adanya keseimbangan baru di dunia. Saat ini, sedang berlangsung perpindahan values, cara kerja,
metoda dan perilaku. Dunia sedang berubah menuju digitalisasi, dimana muncul tatanan yang
sama sekali baru, dan membawa pengaruh langsung ke dalam seluruh aspek kehidupan manusia
termasuk didalamnya hal kerohanian. Kasali dengan tegas mengatakan bahwa dunia digital hadir
dalam cara baru yang bersifat multisided dan melahirkan network effect. Kolaborasi menjadi
identitas utama dengan lahirnya efek cyber di dalam seluruh bidang kehidupan (Kasali, 2018).
Apakah implikasinya bagi kekristenan?
Lembaga survei Barna memberikan sebuah laporan menarik mengenai bagaimana para
hamba Tuhan menggunakan internet dan komputer. Survei yang dilakukan tahun 2000 tersebut
menemukan 8 dari 10 pendeta atau 83% menggunakan komputer di gereja. Survey yang sama
202
tahun 2015 menyajikan peningkatan menjadi 96%. Lebih dari setengah pendeta
menggunakannya untuk menulis (59% hari ini dan 51% pada 2014). Sedangkan untuk
pemakaian internet meningkat. 24% pada tahun 2000 menjadi 39% tahun 2015. Pemakaian
untuk email menjadi 46% dari sebelumnya 24%. Ditemukan juga peningkatan dalam
pemanfaatan alat komunikasi digital oleh para pendeta, seperti membuat grafik, slide, dan
presentasi. Temuan lainnya menarik. Secara signifikan lebih banyak pendeta membeli produk
melalui internet (88% berbanding 46%), update musik atau video baru (71% berbanding 19%),
memiliki pengalaman spiritual atau keagamaan (39% berbanding 15%) dan menjaring teman
baru (26% dibandingkan dengan 9%) (Group, 2015).
Lebih menarik lagi, gereja-gereja besar saat ini berlomba untuk menyajikan konten-konten
rohani melalui internet, mulai dari ibadah raya gereja yang bersifat live streaming, rekaman
khotbah melalui saluran YouTube, pesan-pesan singkat yang bersifat motivasional-rohani.
Platform baru sudah melanda gereja dan dapat dipastikan memberi dampak di dalam cara hidup
rohani jemaat. Temuan Barna lainnya cukup mengagetkan. Saat ini, hampir sembilan dari 10
pendeta percaya bahwa secara teologis gereja dapat menerima langkah memberikan bantuan
iman atau pengalaman keagamaan kepada orang-orang melalui internet. Pendeta memperlihatkan
sikap terbuka untuk menerima fakta bahwa internet (secara online) dapat membawa orang ke
dalam sebuah pengalaman rohani. Meskipun pengukuran ini dilakukan di Barat, hasilnya cukup
memberikan indikasi bahwa keterlibatan teknologi komputer, multimedia dan internet, sudah
menjadi bagian dari manajemen gereja umumnya dan kerohanian khususnya. Terjadi banyak
diversifikasi dalam hal pemanfaatannya. Apa yang disatirkan oleh John Chris, anak seorang
pendeta dan seorang komedian Amerika di dalam blognya tinggal menunggu waktu untuk
terjadi. Ketergantungan dan keterbukaan pada internet, pada akhirnya dapat menjebak kehidupan
rohani seseorang sesuai apa yang dikehendakinya bagi dirinya sendiri dan bukan sebagaimana
Tuhan kehendaki. Chris menulis, "Tired of having to get dressed and drive across town?
Introducing Virtual Reality Church!" Choose your own denomination, worship leader and
sermon topic, all from the comfort of your couch! sambil menyertakan linkvideo tentang Virtual
Reality Church(“John Crist Video - Virtual Reality Church,” 2018).

203
Bahaya Spiritualitas Digital
Hal yang sangat berbahaya dalam perkembangan teknologi digital adalah lajunya yang
sangat kencang. Perubahan tidak lagi berlangsung dalam hitungan jam tetapi sudah menit ke
menit bahkan detik. Gelombang digitalisasi di dalam seluruh aspek kehidupan, bukan akan
terjadi tetapi sudah terjadi dan akan terus membesar seperti bola salju yang mengelinding cepat.
Dalam bukunya berjudul Apa yang Harus Dilakukan Ketika Mesin Melakukan Semuanya,
Malcolm Frank dkk mengatakan, kecepatan perubahan yang menakjubkan ini dan sifat alamiah
yang substantif akibat perubahan pada pokoknya menyangkut satu hal, apa yang harus dilakukan
ketika mesin melakukan semuanya (Frank, Roehirg, & Pring, 2018). Barna melaporkan sesuatu
yang menarik dari cara orang membaca Alkitab. Penggunaan format digital untuk membaca
Alkitab meningkat dengan pesat. Setengah dari semua pembaca Alkitab mengatakan bahwa
mereka menggunakan Internet pada komputer untuk membaca konten Alkitab (50%); Dan 40%
mencari konten-konten Alkitab di smartphone. Dilihat dari pembaca Alkitab, 35% mengakui
mengunduh atau menggunakan aplikasi Alkitab di Smartphone. Jika hal ini menjadi sebuah tren,
maka dimasa depan, orang tidak lagi membutuhkan apapun untuk membangun spiritualitasnya.
Cukup terhubung dengan internet dan semuanya telah tersedia di sana.
Pertanyaan penting dilontarkan oleh Richard Holloway dalam bukunya A Little History of
Religion, apakah ini akhir dari agama? (Holloway, 2016) Jika ini benar maka Bertrand Russel
akan bersorak-sorak dari kematiannya bahwa ternyata pemikiran provokasinya tentang ber-
Tuhan tanpa agama, terbukti adanya (Russell, 2013). Apakah memang demikian, agama dan
semua perangkat tradisionalnya termasuk menjadi bagian yang akan tersingkir oleh perubahan
platform?
Sebuah jawaban menarik datang dari dari Tandyawasesa. Dikatakannya, teknologi
bukanlah tujuan. Pencapaiannya hanya akan menjadi alat bantu bagi kehidupan manusia.
Menyangkut kerohanian, dapat dimanfaatkan untuk memuliakan Tuhan. Sebab sebuah teknologi
digital tidak dapat menggantikan hubungan sosial dengan sesama dan terlebih hubungan dengan
Tuhan dalam usaha membangun spiritualitas. Hubungan dengan Tuhan tidak bisa di-digitalize
(Tandyawasesa, 2016). Jawaban Holloway juga tidak meleset jauh dari maksud tersebut dengan
mengatakan, far from daring to know the new, religion usually prefers to cling to the old
(Holloway, 2016). Itu berarti, konsep spiritualitas digital tidak mencakup bukanlah jawaban bagi
iman Kristen karena Tuhan memang tidak ada di sana. Jika demikian, kearah mana
204
kecenderungan dari tujuan spiritualitas Kristiani di masa depan? Tetap memilih menjadi
konservatif atau mengikuti perubahan?
Sheldrake memberikan ulasan yang sangat menantang. Perubahan sosial, politik, dan
budaya di dunia, telah membawa dampak serius pada agama Kristen. Beberapa hal yang menjadi
indikatornya adalah, pertama, agama institusional mengalami penurunan siginifikan dan menjadi
korban ketidakpercayaan terhadap institusi otoritatif tradisional. Kejadian tersebut berlangsung
di Eropa. Kedua, terjadi pengikisan batas yang semula kontras dan keras baik di dalam agama
Kristen maupun dalam relasi agama Kristen dengan agama lain yang ditandai dengan
menguatnya dialog antar umat beragama dan gerakan ekumenis universal. Ketiga, dan ini yang
paling berbahaya, agama Kristen tidak dapat memprediksi tema dan nilai-nilai yang dapat
bertahan, individu apa yang akan dipandang sebagai raksasa spiritual dalam waktu seratus tahun,
gerakan atau ajaran apa yang menjadi "tradisi," dan teks tertulis atau artefak apa yang akan
berubah klasik (Sheldrake, 2013). Sheldrake hendak mengatakan bahwa di dalam dunia yang
bergerak menjadi seragam secara digital, spiritualitas tiba pada titik keragaman dan mengalami
polarisasi. Iklim spiritualitas kekristenan – yang jika tidak dikawal secara biblical – dapat
berevolusi dengan radikal sebagaimana platform baru yang menaunginya.
Hal-hal seperti ini akan terjadi dan bertolak belakang dengan ciri pattern behavior yang
diperlihatkan oleh jemaat Kristen mula-mula di Yerusalem (Zaluchu, 2018). Kekuatan
persekutuan akan hilang karena setiap orang membangun dunianya sendiri sekalipun berada di
dalam komunitas akibat gadget. Pengajaran yang terarah dan dapat dipertanggung-jawabkan
berubah menjadi multidimensional dan sangat beragam, karena semua jenis khotbah dan
pengkhotbah, model ibadah, lagu, gaya ibadah telah tersedia di internet sebagai resources yang
melimpah ruah. Keinginan untuk berbagi kepada sesama akan terkikis karena orang akan
menjadi semakin individual dan mementingkan dirinya sendiri. Gaya hidup jemaat mula-mula di
Yerusalem akan segera berubah menjadi klasik dan ditinggalkan. Mengapa? Peradaban digiring
ke dalam dunia virtual dimana manusia terkondisi untuk bergantung kepada teknologi dan
semata-mata teknologi (Savitri, 2019). Gaya hidup digital telah mengambil alih dan
mendominasi setiap aspek hidup manusia, termasuk didalamnya, kehidupan rohani. Bila hal ini
dibiarkan, maka spiritualitas yang dibangun manusia, akan berubah menjadi spiritualitas digital.
Spitualitas digital adalah usaha membangun kehidupan rohani secara digital.
Pengembangan ke arah tersebut sudah berlangsung. Lihat misalnya penelitian Lengkong dkk
205
yang berhasil melakukan rekayasa perangkat lunak untuk mengembangkan aplikasi media sosial
berbasis android dengan fitur meditasi, sharing, dan diskusi ayat-ayat Alkitab (Lengkong,
Tombeng, Lensun, & Luanmasa, 2018). Melalui hal ini, orang akan berdoa di internet, beribadah
di internet, mencari hal-hal rohani yang menyenangkan baginya di internet, dan bahkan
melakukan meditasi firman menggunakan internet. Mimbar gereja telah digantikan oleh kanal
YouTube, Vlog. Pesan-pesan rohani telah digantikan oleh posting dan pesan singkat melalui
media sosial. Permohonan doa cukup melalui kolom request prayer di web-web rohani.
Anggapan mengenai eksistensi Ilahi dibuat jelas dan sedekat mungkin, seolah-olah Tuhan
berdiam di sana. Padahal, Tuhan (rancanganNya, keputusanNya, firmanNya, dan pribadiNya)
tidak dapat dipadatkan menjadi kombinasi kode binner ‘0’ dan ‘1’ (Patton, 2010). Akan tetapi,
orang akan menganggap bahwa semua hal tersebut adalah standar baru yang memang tepat untuk
peradaban, karena metode dan langkah spiritualitas yang tradisional dianggap lapuk dan tidak
relevan. Teknologi yang seharusnya sebagai alat bantu di dalam kehidupan manusia,
bermetamorfosis dengan sangat radikal dimana orang tidak akan memegang Tuhan yang imanen
terlebih transenden di sana. Tuhan berubah menjadi definitif dan transenden di dalam jagat maya
yang maha luas. Kesanalah orang akan salah mencariNya.

Simpulan dan Saran


Menurut Rowles dan Brown dalam buku berjudul Building Digital Culture, kunci ke arah
integrasi teknologi yang berhasil dan mencapai tujuan adalah memahami dengan baik dan benar
definisi dan konsep digital transformation. Dikatakannya, digital transformation is the process of
making our organization fit for purpose in a radically changed environment. However, not only
is the environment radically changed, but it will continue to change, and we need the ability to
keep pace with this change (Rowles & Brown, 2017). Pendapat ini membawa dua implikasi.
Pertama, Dinamika yang begitu cepat di dalam perubahan teknologi dunia adalah sesuatu yang
tak terhindarkan. Kedua, bukan lagi antisipasi yang diperlukan karena perubahan sudah terjadi,
sekarang, dan butuh kemampuan mengintegrasikan diri dengan cepat dan tepat ke dalam
perubahan tersebut. Kata kuncinya adalah transformasi yang tepat.
Apabila pendapat tersebut diterapkan ke dalam spiritualitas kristiani, maka dengan cepat
dapat disimpulkan bahwa teknologi dengan berbagai produknya, diposisikan bukan pada tujuan
tetapi katalis dari proses transformasi. Sebagai katalis, teknologi menjadi jembatan bagi orang
206
Kristen untuk membangun spiritualitasnya di dalam lingkungan (environment) yang baru.
Dengan demikian, esensi dari konsep dan values kekristenan tidak mengalami reduksi dan
perubahan, melainkan hanya tampil dalam wajah yang baru. Salah satu contoh strategis adalah
mengembangkan konsep-konsep narasi spiritualitas berbasis digital (digital narrative). Disitulah
peran yang pas bagi teknologi untuk hadir. Pandangan tradisional tentang spiritualitas mengalami
penyesuaian di dalam jalannya, tetapi tujuan mistik -- sebagaimana Haiken katakan di bagian
awal -- tidak mengalami perubahan.Sekalipun hidup di dalam dunia yang serba digital, hubungan
dengan Tuhan sejatinya tidak dapat di-digitalisasi.

Daftar Pustaka
Albin, T. R. (1988). Spirituality. In New Dictionary of Theology (12th ed., pp. 656–658). IVP
Academic.
Baker, J. D. (2016). The Purpose, Process, and Methods of Writing a Literature Review. AORN
Journal, 103(3), 265–269.
https://doi.org/10.1016/j.aorn.2016.01.016
Frank, M., Roehirg, P., & Pring, D. Ben. (2018). Apa yang harus dilakukan Ketika Mesin
Melakukan Semuanya. Jakarta: Elek Media Komputindo.
Group, B. (2015). Cyber Church: Pastors and the Internet. Retrieved June 18, 2019, from
https://www.barna.com/research/cyber-church-pastors-and-the-internet/
Haiken, A. (2002). Spiritualitas Kristiani. Jakarta: Yayasan Cipta Loka Caraka.
Holder, A. (2014). Christian Spirituality.
https://doi.org/10.4324/9780203874721
Holloway, R. (2016). A Little History of Religion. London: Yale University Press.
John Crist Video (2018). - Virtual Reality Church. Retrieved June 18, 2019, from
https://www.midlandscbd.com/articles/john-crist-video-virtual-reality-church-11957
Kartajaya, H. (2018). Planet Omni - The New Yin Yang of Business. Jakarta: Kompas Gramedia.
Kasali, R. (2018). The Great Shifting. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Klaudia, J. (2018). Pengaruh Penggunaan Smartphone terhadap Pertumbuhan Kerohanian
Mahasiswa-Mahasiswi di Sekolah Tinggi Theologia Jaffray Makassar. STT Jaffray.
Sekolah Tinggi Theologia Jaffray Makassar.

207
Koenig, H. G., Al Zaben, F., Khalifa, D. A., & Al Shohaib, S. (2015). Measures of Religiosity.
Measures of Personality and Social Psychological Constructs, 530–561.
https://doi.org/10.1016/B978-0-12-386915-9.00019-X
Kurian, G. T. (2005). Nelson’s Dictionary of Christianity. Nashville, Tennessee: Thomas Nelson
Inc.
Lannoo, M. J. (2018). the Spirit. In The Iowa Lakeside Laboratory (1–3).
https://doi.org/10.2307/j.ctt20q1tpp.3
Lengkong, O. H., Tombeng, M., Lensun, E., & Luanmasa, A. (2018). Media Sosial Meditasi,
Sharing, Dan Diskusi Ayat-Ayat Alkitab Berbasis Android. CogITo Smart Journal, 4(1),
219.
https://doi.org/10.31154/cogito.v4i1.117.219-229
Patton, C. J. (2010). What is digital spirituality? Retrieved June 19, 2019, from
https://www.digitalspirituality.org/defined.html
Rowles, D., & Brown, T. (2017). Building Digital Culture. London, UK: Kogan Page.
Russell, B. (2013). Ber-Tuhan tanpa Agama (3rd ed.). Yogyakarta: Resist Book.
Savitri, A. (2019). Revolusi Industri 4.0 - Mengubah Tantangan Menjadi Peluang di Era
Disrupsi 4.0. Yogyakarta: Penerbit Genesis.
Sheldrake, P. (2013). Spirituality - A Brief History (2nd ed.). West Sussex, UK: Blackwell
Publishing Ltd.
Skinner, C. (2019). Manusia Digital - Revolusi 4.0 Melibatkan Semua Orang. Jakarta: PT Elex
Media Komputindo.
Smith, G. T. (1989). Essential Spirituality - Renewing Your Christian Faith Through Classic
Spiritual Disciplines. Nashville, Tennessee: Thomas Nelson Inc.
Stevens, R. P. (2009). Down to Earth Spirituality (2nd ed.). Malang: Literatur SAAT.
Tandyawasesa, S. (2016). Hubungan kita dengan Tuhan tidak bisa Di-digitalize. Berita
Oikumene PGI, 9.
Winchester, C. L., & Salji, M. (2016). Writing a literature review. Journal of Clinical Urology, 9
(5), 308–312.
https://doi.org/10.1177/2051415816650133
Yuswohady, Fatahillah, F., Tryaditia, B., & Rachmaniar, A. (2019). Millenials Kill Everything
(1st ed.). Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
208
Zaluchu, S. E. (2018). Eksegesis Kisah Para Rasul 2:42-47 untuk Merumuskan Ciri Kehidupan
Rohani Jemaat Mula-mula di Yerusalem. EPIGRAPHE: Jurnal Teologi Dan Pelayanan
Kristiani, 2(2), 72–82. https://doi.org/10.30648/dun.v2i2.172

209

You might also like