You are on page 1of 30

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1 Gambaran Umum Objek Penelitian


Gambaran pada penelitian ini adalah beton recycle dengan mengganti agregat
kasar dengan limbah pecahan beton dan menambahkan zat aditif silica fume yang
memiliki kuat tekan rencana 35 Mpa. Beton yang sudah mengeras harus segera
melalui proses perawatan (curing). Proses pada perawatan ini bermanfaat agar proses
hidrasi selanjutnya tidak mengalami gangguan. Proses perawatan dilakukan dengan
cara direndam dalam bak yang berisi air bersuhu normal.
Limbah beton digunakan karena limbah beton didefenisikan sebagai material
yang sudah tidak digunakan yang dihasilkan dari proses konstruksi, perbaikan atau
perubahan (Franklin,1998)

2.2 Definisi Beton


Beton merupakan campuran antara semen Portland atau semen hidraulik yang
lain, agregat halus, agregat kasar, dan air, dengan atau tanpa bahan tambahan yang
membentuk masa padat (SNI 03-2847-2002)
Beton memiliki berat jenis sebesar 2200 kg/cm 3sampai 2300 kg/cm 3, maka
diperlukan pula dimensi atau kuat rencana yang besar juga, supaya dapat menahan
berat dari struktur beton itu sendiri.

2.3 Beton Daur Ulang


Beton agregat daur ulang adalah campuran beton dengan menggunakan agregat
yang berasal dari pecahan limbah beton yang sudah tidak terpakai lagi. Berdasarkan
dari hasil pemecahan limbah beton dan dilihat dari sifat fisiknya, sebagian besar
memenuhi syarat agregat untuk beton SII No.0052-80. Sehingga agregat hasil
pemecahan limbah beton dapat dimanfaatkan untuk agregat beton. Penggunaan
agregat daur ulang dalam sistem konstruksi merupakan ide untuk pemanfaatan
limbah beton yang sering menimbulkan masalah bagi lingkungan. Seringkali beton
sisa kebakaran gedung ataupun sisa ready mix dibuang tanpa manfaat dan bahkan
mengganggu. Usaha untuk memanfaatkan limbah beton bukan saja akan mengurangi
masalah lingkungan akan tetapi dapat memberikan nilai ekonomis terhadap
konstruksi, serta suatu upaya pelestarian sumber daya alam. Limbah pecahan beton

5
6

(ready mix) adalah sisa-sisa dari hasil produksi yang terdapat pada tempat-tempat di
pabrik (batching plan). Tentunya limbah pecahan beton ini masih berupa sampel
beton. Untuk itu, maka perlu sekiranya diadakan penelitian di mana limbah-limbah
tersebut dapat dimanfaatkan kembali dengan jalan mendaur ulang limbah tersebut.
Limbah yang berasal dari industri beton inilah yang akan dipakai dalam penelitian.
(Duma, 2008).

2.4 Bahan Campuran beton


Bahan campuran beton sangat mempengaruhi nilai kuat tekan, kuat tarik,
ikatan antar partikel dan berat isi dari beton tersebut. Pemilihan bahan yang
digunakan harus disesuaikan dengan peraturan dan ketentuan yang berlaku pada
SK.SNI.T-15-1990-03. Bahan tersebut terdiri dari agregat, semen, dan air.
2.4.1 Semen Portland (PC)
Bahan semen berperan penting terhadap pencampuran beton karena beton
terbuat dari agregat yang diikat oleh pasta semen yang mengeras maka kualitas
semen sangat berpengaruh pada kualitas beton. Semen merupakan bahan campuran
yang secara kimiawi akan aktif setelah berhubungan dengan air.
Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) nomor 15-2049-2004, semen
Portland adalah semen hidrolisis yang dihasilkan dengan cara menggiling terak
(Clinker) portland terutama yang terdiri dari kalsium silikat (xCaO.SiO2) yang
bersifat hidrolis dan digiling bersama-sama dengan bahan tambahan berupa satu atau
lebih bentuk kristal senyawa kalsium sulfat (CaSO 4.xH2O) dan boleh ditambah
dengan bahan tambahan lain. (bobiandikaputra,2013)
Pada umumnya semen berfungsi untuk:
1. Mengikat pasir dan kerikil agar terbentuk beton;
2. Mengisi rongga-rongga diantara butir-butir agregat.

Menurut Antono, 1995 untuk susunan oxida dari semen Portland, seperti
berikut ini:
Tabel 0.1 Susunan oksida semen Portland (Antono, 1995)

Oksida % rata- rata


Kapur (CaO) 63
Silika (SiO2) 22
7

Oksida % rata-rata
Alumunia (Al2O3) 7
Besi (Fe203) 3
Magnesia (MgO) 2
Sulfur (SO3) 2

Sifat-sifat kimia dari bahan pembentuk ini mempengaruhi kualitas semen


yang dihasilkan, sebagian hasil susunan kimia yang terjadi diperoleh senyawa dari
semen Portland.
Tabel 0.2 Senyawa Penyusun Semen Portland (Antono, 1995)
Nama Senyawa Rumus Oksida Notasi Kadar Rata-rata
Trikalsium Silikat 3CaO.SiO2 C3S 50
Dicalsium Silikat 2CaO.SiO2 C2S 25
Tricalsium Alumat 3CaO.Al2O3 C3A 12
Tetracalsium Aluminoferit 4CaO.Al.2O3 C4Af 8
FeO3

Perubahan komposisi kimia semen yang dilakukan dengan cara mengubah


persentase empat komponen utama semen dapat menghasilkan beberapa tipe semen
yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya, semen Portland di Indonesia dibagi
menjadi 5 jenis sebagai berikut:
Tabel 0.3 Jenis-jenis semen Portland menurut ASTM C.150
Kadar Senyawa (%) Panas
Jenis Sifat
Hidrasi 7
Semen Pemakaian C3S C2S C3S C4Af
Hari (J/g)
I Normal 50 24 11 8 330
II Modifikasi 42 33 5 13 250
III Kekuatan Awal Tinggi 60 13 9 8 500
IV Panas Hidrasi Rendah 26 50 5 12 210
V Tahan Sulfat 40 40 9 9 250

Ditinjau dari penggunaannya, menurut ASTM semen portland dapat


dibedakan menjadi lima, yaitu :
8

• Tipe I – semen portland jenis umum (normal portland cement) Yaitu jenis
semen portland untuk penggunaan dalam konstruksi beton secara umum yang
tidak memerlukan sifat-sifat khusus.
• Tipe II – semen jenis umum dengan perubahan-perubahan (modified portland
cement) Semen ini memiliki panas hidrasi yang lebih rendah dan keluarnya
panas lebih lambat daripada semen jenis I. Jenis ini digunakan untuk
bangunan-bangunan tebal, seperti pilar dengan ukuran besar, tumpuan dan
dinding penahan tanah yang tebal. Panas hidrasi yang agak rendah dapat
mengurangi terjadinya retak-retak pengerasan. Jenis ini juga digunakan untuk
bangunan-bangunan drainase di tempat yang memiliki konsentrasi sulfat agak
tinggi.
• Tipe III – semen portland dengan kekuatan awal tinggi (high early strength
portland cement) Jenis ini memperoleh kekuatan besar dalam waktu singkat,
sehingga dapat digunakan untuk perbaikan bangunan beton yang perlu segera
digunakan atau yang acuannya perlu segera dilepas. Selain itu juga dapat
dipergunakan pada daerah yang memiliki temperatur rendah, terutama pada
daerah yang mempunyai musim dingin
• Tipe IV – semen portland dengan panas hidrasi yang rendah (low heat
portland cement) Jenis ini merupakan jenis khusus untuk penggunaan yang
memerlukan panas hidrasi serendah-rendahnya. Kekuatannya tumbuh lambat.
Jenis ini digunakan untuk bangunan beton massa seperti bendungan-
bendungan gravitasi besar.
• Tipe V – semen portland tahan sulfat (sulfate resisting portland cement).
Jenis ini merupakan jenis khusus yang maksudnya hanya untuk penggunaan
pada bangunan-bangunan yang kena sulfat, seperti di tanah atau air yang
tinggi kadar alkalinya.Pengerasan berjalan lebih lambat daripada semen
portland biasa.
(Wuryati S. dan Candra R., 2001)
9

Gambar 0.1 Portland Cement Tipe I

2.4.2 Agregat
Dalam SK SNI T-15-1991-03, agregat didefinisikan sebagai material granular
misalnya pasir, kerikil, batu pecah, dan kerak tungku besi yang dipakai bersama-
sama dengan suatu media pengikat untuk membentuk beton semen hidrolik atau
adukan. Kandungan agregat dalam suatu campuran beton biasanya sangat tinggi,
komposisinya dapat mencapai 60% - 70% dari berat campuran beton.Walaupun
fungsinya hanya sebagai bahan pengisi, tetapi karena komposisinya yang cukup
besar, maka peran agregat menjadi sangat penting. Karena itu karakteristik dari
agregat perlu dipelajari dengan baik, sebab agregat dapat menentukan sifat mortar
atau beton yang akan dihasilkan. (Tri Mulyono, 2004)
Menurut (Wuryati S. dan Candra R., 2001) penggunaan bahan batuan dalam
adukan beton berfungsi:
1. Menghemat penggunaan semen portland
2. Menghasilkan kekuatan yang besar pada beton. .
3. Mengurangi susut pengerasan beton.
4. Mencapai susunan beton yang padat. Dengan gradasi yang baik, maka akan
didapatkan beton yang padat.
5. Mengontrol workability beton. Dengan gradasi agregat yang baik (gradasi
menerus), maka akan didapatkan beton yang mudah dikerjakan
2.4.2.1 Agregat Kasar
Agregat Kasar untuk digunakan pada beton dapat berupa kerikil (koral)
yang dihasilkan dari pembentukan alami (batuan) dan dapat berupa batu pecah (split)
10

yang diperoleh dari pemecahan. Ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi
agregat yang akan digunakan dalam campuran beton, yaitu :
a. Agregat kasar tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 1%
(ditentukan terhadap berat kering). Apabila kadar lumpur
melampaui 1%, maka agregat kasar harus dicuci.,
b. Agregat kasar tidak boleh mengandung zat-zat yang dapat
merusak beton, seperti zat-zat yang relatif alkali.
Komposisi dari agregat kasar harus memenuhi persyaratan gradasi yaitu
melalui analisa saringan dengan nomor sebagai berikut:
Tabel 0.4 Analisa Saringan Agregat Kasar
Persentase agregat yang lolos saringan (%)
No. Saringan
Gradasi Agregat
(mm)
40 mm 20 mm 10 mm
76 100 - -
38 95 - 100 100 -
19 35 - 70 95 - 100 100
9,5 10 - 40 30 - 60 50 - 85
4,8 0-5 0 - 10 0 - 10
(Sumber : SNI 03-2834-2000, Tata Cara Pembuatan Rencana Campuran Beton Normal)

Untuk mendapatkan adukan yang dapat memberikan keawetan pada beton


yang telah mengeras, maka pemeriksaan agregat kasar suatu adukan mutlak
diperlukan.
• Berat isi agregat kasar
Berat isi agregat adalah nilai banding antara berat dengan volume agregat
dalam keadaan kering. Di dalam perancangan campuran adukan beton, untuk
menentukan volume padat bagian yang terpilih perlu diketahui ruangan-ruangan
yang dipakai oleh partikel agregat, terlepas dari ada atau tidaknya pori dalam
partikel. Nilai yang digunakan adalah berat isi keadaan jenuh kering muka (saturated
and surface dry condition). Berat isi suatu agregat dipengaruhi oleh jumlah air yang
ada. Rumus perhitungan berat isi agregat kasar adalah:
W
Berat isi agregat = V ...................................................................................... (2.1)
dimana :
W = Berat sampel agregat kasar (kg)
11

V = Volume wadah (dm3)


• Kadar air agregat kasar
Kadar air agregat adalah nilai banding antara berat air yang terkandung dalam
agregat dengan agregat dalam keadaan kering. Nilai kadar air ini digunakan untuk
koreksi jumlah air dalam perancangan campuran beton yang disesuaikan juga dengan
kondisi pada lapangan. Rumus yang digunakan dalam perhitungan kadar air agregat
kasar adalah:
Wa −Wk
Kadar air agregat kasar = ×100% (2.2)
Wa
dimana :
Wa = Berat agregat kasar (gram)
Wk = Berat kering agregat kasar (gram)
• Berat jenis dan penyerapan agregat kasar
Pada perencanaan campuran beton, berat jenis agregat yang digunakan
terutama adalah berat jenis pada keadaan jenuh kering permukaan. Berat jenis
keadaan jenuh kering permukaan adalah perbandingan antara berat pada keadaan
jenuh kering muka dengan berat air murni pada volume yang sama pada suhu
tertentu. Volume disini termasuk pori-pori yang tidak tembus air, sedangkan pori-
pori kapiler diisi oleh air atau jenuh. Rumus yang digunakan untuk menghitung berat
jenis dan penyerapan agregat kasar adalah:
Bk
Berat jenis kering = ............................................................................ (2.2)
B j − Ba
Bj
Berat jenis jenuh kering permukaan (SSD) = (2.3)
Bj − Ba

Bj − Bk
Penyerapan = ×100 % ............................................................................ (2.4)
Bk
dimana :
Bk = Berat agregat kasar kondisi kering (gram)
Bj = Berat agregat kasar kondisi jenuh kering permukaan (gram)
Ba = Berat benda uji kering permukaan jenuh di dalam air (gram)
• Koreksi jumlah air dan agregat kasar sesuai penyerapan dan kadar air agregat
kasar agar sesuai dengan spesifikasi yang diinginkan. Rumus yang digunakan
adalah:
12

Air = Berat air − Kadar air − Penyerapan × Berat agregat


100 ....................... (2.5)

Agregat kasar = Berat agregat − Kadar air − Penyerapan × Berat agregat (2.6)
100
• Nilai Deviasi Standar (s). Rumus yang digunakan adalah:
N

∑ (f
1
c − f cr ) 2
Deviasi Standar (s ) =
N −1 ...................................................... (2.7)
dimana :
fc= Kuat tekan masing – masing hasil uji
fcr= Kuat tekan beton rata – rata
N = Jumlah hasil uji kuat tekan
• Nilai karakteristik beton. Rumus yang digunakan adalah:

σ'bk = δ'bm−1,64×s ............................................................................... (2.8)


dimana :
σ'bk= Nilai karakteristik beton
σ'bm= Nilai kuat tekan rata – rata
s = Deviasi standar
2.4.2.2 Agregat Halus
Menurut SNI 03-6820-2002 , agregat halus adalah agregat dengan besar
butir maksimum 4,75 mm. Agregat halus dapat berupa pasir alam (hasil
pembentukan dari batuan-batuan alami) atau pasir buatan (dihasilkan oleh alat-alat
pemecah batu). Fungsinya untuk mengisi antara butir agregat kasar. Adapun
persyaratan yang harus dipenuhi dari agregat halus menurut SNI 03-6821-2002yaitu
a. Agregat halusterdiri dari butir-butir tajam dan keras,
b. Butir-butir halus bersifat kekal, artinya tidak pecah atau hancur oleh pengaruh
cuaca. Sifat kekal agregat halus dapat di uji dengan larutan jenuh garam. Jika
dipakai natrium sulfat maksimum bagian yang hancur adalah 10% berat.
Sedangkan jika dipakai magnesium sulfat,
c. Agregat halus tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 5% (terhadap berat
kering), jika kadar lumpur melampaui 5% maka pasir harus di cuci.
13

Tabel 0.5 Persentase Batas Gradasi Agregat Halus


Persentase Lolos
Ukuran Lubang Daerah I Daerah II Daerah III Daerah IV
Ayakan (mm) (%) (%) (%) (%)
10 100 100 100 100
4,8 90-100 90-100 90-100 90-100
2,4 60-95 75-100 85-100 95-100
1,2 30-70 55-90 75-100 90-100
0,6 15-34 35-59 60-79 80-100
0,3 5-20 8-30 12-40 15-50
0,15 0-10 0-10 0-10 0-15
(Sumber : SNI 03-2834-2000, Tata Cara Pembuatan Rencana Campuran Beton Normal)

2.4.3 Air
Air dapat diperlukan pada pembuatan beton yang akan memicu proses pada
semen, membasahi agregat dan memberikan kemudahan dalam pekerjaan beton. Air
yang baik untuk campuran beton bertulang sebaiknya harus memenuhi persyaratan
standar nasional Indonesia yaitu sebagai berikut :
• Air harus bersih,
• Tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 2 gram /liter,
• Tidak mengandung lumpur minyak dan benda terapan lain yang bisa dilihat
secara visual,
• Tidak mengandung garam yang dapat merusak beton (asam organik) lebih
dari 15 gram / liter,
• Tidak mengadung senyawa sulfat lebih dari 1 gram / liter,
• Tidak mengandung chlorida (cl) lebih dari 0,5 gram / liter.

Air yang digunakan sebaiknya dari jenis air tawar karena air asin/air laut
mempunyai kadar garam yang tinggi sehingga dapat mengakibatkan besi tulangan
berkarat dan konstruksi beton tidak mempunyai kekuatan optimal karena pemilihan
air yang salah pada saat pelaksanaan.
14

2.5 Penggunaan Limbah Beton untuk Beton Daur Ulang


Limbah yang digunakan pada penelitian ini merupakan limbah beton yang
sudah tidak terpakai lagi. Perbedaan dengan limbah lainnya yaitu limbah yang
digunakan pada penelitian ini limbah beton yang memiliki mutu beton seragam yakni
K 250. Limbah beton ini diperoleh dari batching plan adhimix yang berlokasi di
Tomang, Jakarta Barat. Pada proses pengambilan limbah agar limbah tersebut bisa
digunakan untuk campuran beton yaitu dengan cara dihancurkan yang kemudian
diambil bagian kerikilnya saja lalu akan dilakukan proses penyaringan dengan
diameter agregat yang sudah ditentukan yakni 25 mm. Disini terdapat tabel
penentuan ukuran agregat yaitu:
Tabel 0.6 Perkiraan Ukuran Maksimum Agregat
Kekuatan beton yang Perkiraan Ukuran maksimum agregat kasar
diinginkan (cm)
< 62 MPa 2 - 2.5
> 62 MPa 1 - 1.3
(Sumber : American Concrete Institute Committee 211.1, Guide for Selecting Proportions for High-
Strength Concrete with Portland Cementand)

Gambar 0.3 Sampel Limbah Beton Gambar 0.2 Sampel Limbah Beton
yang dipecahkan

2.6 Penggunaan Bahan Tambah Penguat Beton


Bahan Tambahan (Admixture) dibagi dalam beberapa kelompok diantaranya :
a. Air Entraining Agent (ASTM C260)
Bahan tambahan untuk meningkatkan kadar udara agar beton tahan terhadap
pembekuan dan pencucian terutama untuk daerah salju, juga harus memenuhi SNI 03
– 2496 – 1991.
15

Pada pokoknya penggunaan AEA untuk ketahanan terhadap pembekuan dan


pencairan (freeze and resistance). Menurut BS CP110, untuk ketahanan pembekuan
(frost resistance), untuk diameter tertentu kadar udara diperlukan seperti pada tabel
dibawah ini.
Ukuran diameter agregat minimum, kadar udara (Air Content), %404 ± 1,5305 ±
1,5105 ± 1,5
1) Digunakan untuk mengurangi bleeding dan meningkatkan kohesi dan
workability beton yang mempunyai kondisi bahan yang jelek.
2) Mengurangi bleeding, meningkatkan kohesi dan workability agar beton dapat
ditransport lewat pipa (pumpable concrete). Dimana tekanan dibawah 5.2
2 2
N/mm atau 6 N/mm atau 60 bar.

b. Admixture Kimia (Bahan Tambahan Kimia), ASTM C49 dan BS 5075


Bahan tambahan cairan kimia yang ditambahakan untuk mengendalikan waktu
pengerasan (mempercepat atau memperlambat), mereduksi kebutuhan air,
memudahkan pengerjaan beton (meningkatkan slump) dan sebagainya.
Ketentuan dan syarat mutu bahan tambahan kimia sesuai dengan ASTM C 494-81
“Standard Specification for Chemical Admixture for Concrete”. Definisi tipe dan
jenis bahan tambahan kimia tersebut dapat diterangkan sebagai berikut :
Type A : Water Reducing Admixture, adalah bahan tambahan yang bersifat
mengurangi jumlah air pencampuran beton untuk menghasilkan beton yang
konsistensinya tertentu.
Type B : Retarding Admixture, adalah bahan tambahan yang berfungsi
menghambat pengikatan beton.
Type C : Accelerating Admixture, adalah bahan tambahan berfungsi mempercepat
pengikatan dan pengembangan kekuatan awal beton.
Type D : Water Reducing and Retarding Admixture, adalah bahan tambahan
berfungsi ganda untuk mengurangi jumlah air pencampuran yang
diperlukan untuk menghasilkan beton dengan konsistensi tertentu dan
menghambat pengikatan beton.
Type E : Water Reducing and Accelerating Admixture, adalah bahan tambahan
berfungsi ganda untuk mengurangi jumlah air pencampuran yang
16

diperlukan untuk menghasilkan beton dengan konsistensi tertentu dan


mempercepat pengikatan beton.
Type F : Water Reducing and High Range Admixture, adalah bahan tambahan
yang berfungsi mengurangi jumlah air pencampuran yang diperlukan
untuk menghasilkan beton dengan konsistensi tertentu sebanyak 12%.
Type G : Water Reducing, High Range and Retarding Admixture, adalah bahan
tambahan yang berfungsi mengurangi jumlah air pencampuran yang
diperlukan untuk menghasilkan beton dengan konsistensi tertentu sebanyak
12% atau lebih dan juga menghambat pengikatan beton.

c. Mineral Admixture (Bahan Tambahan Mineral)


Bahan tambahan mineral ini merupakan bahan padat yang dihaluskan yang
ditambahakan untuk memperbaiki sifat beton agar beton mudah dikerjakan dan
kekuatan serta keawetannya meningkat.
Bahan-bahan tambahan mineral seperti :
1. Pozzolan
2. Slag
3. Fly Ash (Abuterbang)
4. Abu sekam
5. Silica Fume

2.7 Penggunaan Silica Fume untuk Beton Daur Ulang


Silica fume merupakan produk sampingan (biproduct) dari suatu proses
industri silicon metal. Silica fume mengandung kadar SiO2 yang tinggi dan
merupakan bahan sangat halus, berbentuk butiran, sangat kecil, dan biasanya disebut
dengan mikro silika. Ukuran butirannya 100 kali lebih halus dibandingkan butiran
semen. Silika fume mengandung unsur SiO2 lebih dari 85% dengan demikian silica
fume dapat dikategorikan sebagai pozzoland. Terdapat kelebihan tersendiri apabila
kita menggunakan silica fume dalam proses pembuatan beton mutu tinggi, kelebihan
tersebut antara lain:
• Meningkatkan workabilitas untuk jangka waktu yang lama
• Meningkatkan stabilitas dan keterpaduan campuran beton segar
• Ketahanan beton meningkat drastis
17

• Air resapan pada beton banyak berkurang


• Gas didalam beton banyak berkurang
• Peningkatan yang besar ketahanan terhadap karbonasi
• Perembesan klorid dalam beton banyak berkurang
• Kekuatan awal dan akhir yang tinggi
(Technical data sheet SikaFume, PT Sika Indonesia)
Pada penelitian yang dilakukan oleh Dwi Afif Susilo bahwa silica fume
menggunakan eman (6) varian persentase yakni : 0%, 3%, 6%, 9%, dan 12%
terhadap berat semen yang menghasilkan kenaikan sebesar 16,734% pada presentase
silica fume 9%.
Pada penelitian ini, penambahan silica fume dengan presentase 6%, 9%, dan 12%
mampu berpengaruh pada beton dengan nilai yang optimum.
Tabel 0.7 Data Teknis Silica Fume (Norchem,Inc.)

Data Teknis
Spesifik Gravity 2,10 sampai 2,40
38 to 45 lb/ft3
Bulk density-Dipadatkan (608 to 720 kg/m3)

12 to 20 lb/ft3
Bulk density-Tidak dipadatkan (192 to 320 kg/m3)

Gambar 0.4 Silica Fume

2.8 Kuat Tekan Beton


Untuk mengetahui nilai kuat tekan beton pada beton perlu dilakukan pengujian
kuat tekan terhadap benda uji silinder berdiameter 150 mm dan tinggi 300 mm
18

(jumlah sampel minimal 3 benda) pada umur 7 dan 28 hari. Uji kuat tekan ini
dilakukan dengan cara membebani benda uji silinder sampai mencapai beban
maksimum. Alat yang digunakan untuk menguji benda uji silinder adalah alat
compression testing machine. Standar yang digunakan mengacu pada ASTM C-39
untuk benda uji silinder. Persamaan umum yang dipakai untuk menghitung kuat
tekan pada beton adalah :

Dimana, σ = kuat tekan beton (MPa)


P = beban maksimum (N)
A = luas penampang (mm2)
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi mutu dari kekuatan beton, yaitu:
a. Faktor Air Semen (FAS)
Faktor air semen (FAS) adalah perbandingan antara jumlah air terhadap jumlah
semen dalam suatu campuran beton. Fungsi FAS adalah untuk memungkinkan reaksi
kimia yang menyebabkan pengikatan dan berlangsungnya pengerasan serta
memnerikan kemudahan dalam pengerjaan beton (workability). Secara umum,
semakin besar nilai FAS semakin rendah mutu kekuatan beton (Mulyono, Tri.,
2004). Maka itu untuk menghasilkan sebuah beton dengan mutu yang tinggi, maka
nilai FAS yang dimiliki haruslah rendah, namun hal ini menyulitkan dalam proses
pengerjaan beton. Nilai FAS minimum untuk beton normal pada umumnya sekitar
0,4 – 0,6. Tujuan pengurangan FAS ini adalah untuk mengurangi hingga seminimal
mungkin porositas beton yang dibuat sehingga akan dihasilkan beton mutu tinggi.
Pada beton mutu tinggi atau sangat tinggi, FAS dapat diartikan sebagai meter to
comentious ratio, yaitu berat air terhadap berat total semen dan aditif comentious
yang di tambahkan pada campuran beton mutu tinggi.

b. Kualitas Agregat
Sifat agregat yang sangat berpengaruh terhadap kekuatan beton adalah
kekasaran permukaan dan gradasi butiran agregat. Agregat ini harus bergradasi
sedemikian rupa sehingga seluruh massa beton dapat berfungsi sebagai satu kesatuan
yang utuh, dimana agregat yang berukuran kecil dapat menjadi pengisi celah yang
ada di antar agregat yang berukuran besar.Agregat halus mempunyai modulus halus
butiran (MHB) sekitar 1,50 - 3,8. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilaimodulus
19

halus butiran (MHB) 2,5< MHB <3,0 menghasilkan beton mutu tinggi dengan FAS
yang rendah dan mempunyai kekuatan tekan dan kelecakan yang optimal. Ukuran
butir agregat maksimum juga akan mempengaruhi mutu beton yang akan dibuat.
Penggunaan agregat dengan ukuran butir sampai dengan 25 mm masih
memungkinkan diperoleh beton mutu tinggi dalam proses produksinya.

c. Kontrol Kualitas
Kontrol kualitas menjadi hal terpenting terhadap kualitas beton yang
dihasilkan. Kontrol kualitas dilakukan sejak dilakukan uji material yang akan
digunakan, penakaran material, pembuatan benda uji, proses perawatan beton, hingga
proses pengujian beton.

2.9 Perancangan Campuran Beton (Mix Desain)


Berikut merupakan langkah-langkah dalam perencanaan campuran beton
dengan metode SK. SNI 03-2834-2000 / Current British Method (DOE), yaitu :
2.9.1 Kekuatan tekan karakteristik
Penetapan kuat tekan beton yang disyaratkan (fc’) pada umur tertentu. Kuat
tekan beton yang disyaratkan ditetapkan sesuai dengan persyaratan perencanaan
struktur dan kondisi setempat.

2.9.2................................................................................................................. D
eviasi Standar
Deviasi standar ditetapkan berdasarkan tingkat mutu pelaksanaan campuran
di lapangan. Makin baik mutu pelaksanaannya makin kecil nilai deviasi standarnya.
Penetapan nilai deviasi standar (s) ini berdasarkan atas hasil perancangan pada
pembuatan beton mutu yang sama dan menggunakan bahan dasar yang sama pula.
Nilai deviasi standar (s) dihitung dengan rumus:
n

∑ (f
1
c − f cr ) 2
s=
n −1 ................................................................................................................. (2.9)
Dengan: fc = Kuat tekan masing-masing hasil uji (MPa).
fcr = Kuat tekan beton rata-rata (MPa).
n = Jumlah hasil uji kuat tekan (minimum 30 benda uji).
20

Jika jumlah data hasil uji kurang dari 30 buah, maka dilakukan koreksi
terhadap nilai deviasi standar dengan suatu faktor pengali, seperti pada tabel berikut:
Tabel 0.8 Faktor Pengali Deviasi Standar
Jumlah data ≥30 25 20 15 <15
Faktor Lihat
1,00 1,03 1,08 1,16
pengali langkah 2
Sumber : SNI 03-2834-2000, Tata Cara Pembuatan Rencana Campuran Beton Normal

Jika data uji lapangan untuk menghitung deviasi standar yang memenuhi
persyaratan langkah 2.9.2 di atas tidak tersedia, maka kuat tekan rata-rata yang
ditargetkan sebesar:
Tabel 0.9 Nilai Persyaratan Kuat Tekan Rata-Rata

Persyaratan Kuat Tekan F'c (Mpa) Kuat Tekan Rata-Rata F'cr (Mpa)

< 21 F'cr = F'c + 10


21 - 35 F'cr= F' c + 8,5
> 35 F'cr = F'c + 10
Sumber : SNI 03-2834-2000, Tata Cara Pembuatan Rencana Campuran Beton Normal

Untuk memberikan gambaran bagaimana cara menilai tingkat mutu pekerjaan


beton, di sini diberikan pedoman sebagai berikut:
Tabel 0.10 Nilai Deviasi Standar Untuk Berbagai Tingkat Pengendalian Mutu
Pekerjaan di Lapangan
Tingkat Pengendalian Mutu Pekerjaan s (MPa)
Sangat Memuaskan 2,8
Memuaskan 3,5
Baik 4,2
Cukup 5,0
Jelek 7,0
Tanpa Kendali 8,4
Sumber : SNI 03-2834-2000, Tata Cara Pembuatan Rencana Campuran Beton Normal

2.9.3 Menghitung Nilai Tambah/Margin (m)


Nilai tambah dihitung berdasarkan nilai deviasi standar (s) dengan rumus berikut:
m = k ⋅s ................................................................................................................................... (2.10)
21

Dimana: m = Nilai tambah (MPa)


k = 1,64
s = Deviasi standar (MPa)

2.9.4 Menetapkan Kuat Tekan Rata-rata (fcr)


Kuat tekan rata-rata yang direncanakan diperoleh dengan rumus:
fcr′ = fc′ + m
................................................................................................. (2.11)
Dimana: f'c = Kuat tekan rata-rata (MPa)
f'cr = Kuat tekan yang disyaratkan (MPa)
m = Nilai tambah (MPa)
2.9.5 Penetapan Jenis Semen Portland
Menurut SII 0013-18 di Indonesia semen Portland dibedakan menjadi lima
jenis, yaitu jenis I, II, III, IV, dan V.
Tabel 0.11 Tipe Semen dan Fungsinya
TIPE SEMEN DESKRIPSI

Semen Portland Jenis Umum (normal PC) yaitu


jenis semen untuk penggunaan dalam konstruksi
I beton secara umum yang tidak memerlukan sifat-
sifat khusus, misalnya untuk trotoar, pasangan
bata, dll.

Semen Portland Jenis Umum dengan perubahan-


perubahan (modified Portland Cement). Semen
II ini memiliki panas hidrasi yang lebih rendah dari
jenis I. Semen ini digunakan untuk bangunan-
bangunan tebal sepeti pilar, kolom, dll.

Semen Portland dengan kekuatan awal tinggi


(High Early Strength PC). Jenis ini akan
menghasilkan beton dengan kekuatan yang besar
III
pada waktu singkat, biasanya digunakan untuk
struktur yang mendesak untuk digunakan,
misalnya perbaikan jalan beton.

Semen Portland dengan panas hidrasi rendah


(Low Heat PC). Jenis ini merupakan jenis khusus
IV dengan panas hidrasi yang serendah-rendahnya.
Digunakan untuk bangunan beton massa besar,
seperti bendungan, dll.

Semen Portland tahan sulfat (Sulfat Resistant


V PC). Jenis PC yang khusus dimaksudkan untuk
penggunaan pada bangunan-bangunan yang kena
22

sulfat seperti Industri Kimia dan lain-lain.

Sumber : SNI 03-2834-2000, Tata Cara Pembuatan Rencana Campuran Beton Normal

2.9.6 Penetapan Jenis Agregat


Jenis kerikil dan pasir ditetapkan apakah berupa agregat alami (tak
terpecahkan) ataukah jenis agregat batu pecah (crushed aggregate).

2.9.7 Penetapan Faktor Air Semen


Berdasarkan jenis semen yang dipakai, jenis agregat kasar dan kuat tekan
rata-rata silinder beton yang direncanakan pada umur tertentu, ditetapkan nilai faktor
air semen dengan Tabel 2.12 dan Gambar 2.5.
Tabel 0.12 Perkiraan Kuat Tekan Beton (MPa) dengan Faktor Air Semen 0,50
Kekuatan tekan (MPa)
Jenis semen Jenis agregat kasar Umur (hari) Bentuk
3 7 28 91 benda uji
Batu tak dipecah 17 23 33 40
Silinder
Semen Portland Batu pecah 19 27 37 45
Tipe I, II dan IV Batu tak dipecah 20 28 40 48
Kubus
Batu pecah 23 32 45 54
Semen Portland Batu tak dipecah 21 28 38 44
Silinder
Tipe III Batu pecah 25 33 44 48
Batu tak dipecah 25 31 46 53
Kubus
Batu pecah 30 40 53 60
Sumber : SNI 03-2834-2000, Tata Cara Pembuatan Rencana Campuran Beton Normal
23

Gambar 0.5 Grafik Hubungan Antara Kuat Tekan Beton dan FAS Beton Untuk
Benda Uji Silinder (diameter 15 cm dan tinggi 30 cm)
Sumber : SNI 03-2834-2000, Tata Cara Pembuatan Rencana Campuran Beton Normal

Langkah penetapannya dilakukan dengan cara sebagai berikut:


• Lihat Tabel 2.12, dengan data jenis semen, jenis agregat kasar dan umur beton
yang dikehendaki, dibaca perkiraan kuat tekan silinder beton yang akan
diperoleh jika dipakai faktor air semen 0,50,
• Lihat Gambar 2.5, buatlah titik A dengan nilai faktor air semen 0,50 (sebagai
absis) dan kuat tekan beton yang diperoleh dari Tabel 2.12 (sebagai koordinat).
Pada titik A tersebut kemudian dibuat grafik baru yang bentuknya sama dengan
2 grafik yang berdekatan,
• Selanjutnya ditarik garis mendatar dari sumbu tegak sisi kiri pada kuat tekan
rata-rata yang dikehendaki sampai memotong grafik baru tersebut. Dari titik
potong tersebut kemudian ditarik garis ke bawah sampai memotong sumbu
mendatar sehingga diperoleh nilai faktor air semen.
24

2.9.8 Faktor Air Semen Maksimum


Penetapan nilai faktor air semen (FAS) maksimum dilakukan dengan Tabel
2.13. Jika nilai faktor air semen ini lebih rendah dari pada nilai faktor air semen dari
langkah 2.9.7, maka nilai faktor air semen maksimum ini yang dipakai untuk
perhitungan selanjutnya.
Tabel 0.13 Persyaratan Faktor Air Semen Maksimum Untuk Berbagai Pembetonan
dan Lingkungan Khusus
Semen min per
Jenis pembetonan FAS maksimum
m3beton (kg)
Beton di dalam ruang bangunan
a. Keadaan keliling non korosif 275 0,60
b. Keadaan keliling korosif, disebabkan
oleh kondensasi atau uap korosif 325 0,52
Beton di luar ruang bangunan
a. Tidak terlindung dari hujan dan terik
325 0,60
matahari langsung
b. Terlindung dari hujan dan terik matahari
275 0,60
langsung
Beton yang masuk ke dalam tanah
a. Mengalami keadaan basah dan kering
325 0,55
berganti-ganti
b. Mendapat pengaruh sulfat dan alkali
Lihat Tabel 3.5a
dari tanah
Beton yang selalu berhubungan dengan:
a. Air tawar Lihat Tabel 3.5b
b. Air laut
Sumber : SNI 03-2834-2000, Tata Cara Pembuatan Rencana Campuran Beton Normal

2.9.9 Penetapan Nilai Slump


Nilai slump yang diinginkan dapat diperoleh dengan Tabel 2.14.
25

Tabel 0.14 Penetapan Nilai Slump (cm)

Pemakaian Beton Maksimum Minimum

Dinding, pelat pondasi dan pondasi telapak


12,5 5,0
bertulang
Pondasi telapak tidak bertulang, kaison dan
9,0 2,5
struktur di bawah tanah
Pelat, balok, kolom dan dinding 15,0 7,5

Pengerasan jalan 7,5 5,0

Pembetonan masal 7,5 2,5


Sumber : SNI 03-2834-2000, Tata Cara Pembuatan Rencana Campuran Beton Normal

2.9.10 Penetapan Butir Besar agregat Maksimum


Pada beton normal ada 3 pilihan besar butir maksimum, yaitu 40 mm, 20 mm,
atau 10 mm. Penetapan besar butir agregat maksimum dilakukan berdasarkan nilai
terkecil dari ketentuan-ketentuan berikut:
• Tiga perempat kali jarak bersih minimum antar baja tulangan atau berkas baja
tulangan,
• Sepertiga kali tebal pelat.

2.9.11 Kadar Air Bebas


Berdasarkan ukuran maksimum agregat, jenis agregat, dan slump yang
diinginkan, lihat Tabel 2.15.
Tabel 0.15 Perkiraan Kebutuhan Air per m3Beton (liter)
Ukuran Slump (mm)
Jenis Batuan
agregat maks 0 – 10 10 – 30 30 – 60 60 – 180
Batu tak dipecah 150 180 205 225
10 mm
Batu Pecah 180 205 230 250
Batu tak dipecah 135 160 180 195
20 mm
Batu Pecah 170 190 210 225
Batu tak dipecah 115 140 160 175
40 mm
Batu Pecah 155 175 190 205
Sumber : SNI 03-2834-2000, Tata Cara Pembuatan Rencana Campuran Beton Normal
26

Dalam Tabel 2.15, apabila agregat halus dan agregat kasar yang dipakai dari
jenis yang berbeda (alami dan batu pecah), maka jumlah air yang diperkirakan
diperbaiki dengan rumus:
2 1
A= ⋅ Ah + ⋅ Ak
3 3 .............................................................................................. (2.12)
Dimana:
A = Jumlah air yang dibutuhkan (lt/m)
Ah = Jumlah air yang dibutuhkan menurut jenis agregat halusnya
Ak = Jumlah air yang dibutuhkan menurut jenis agregat kasarnya

2.9.12 Kadar Semen


Berat semen per m3beton dihitung dengan membagi jumlah air dengan faktor
air semen yang diperoleh pada langkah 2.9.7 dan 2.9.8.
Tabel 0.16 Kebutuhan Semen Minimum Untuk Berbagai Pembetonan dan
Lingkungan Khusus
Semen min per
Jenis pembetonan FAS maksimum
m3beton (kg)
Beton di dalam ruang bangunan
a. Keadaan keliling non korosif 275 0,60
b. Keadaan keliling korosif, disebabkan oleh
kondensasi atau uap korosif 325 0,52
Beton di luar ruang bangunan
a. Tidak terlindung dari hujan dan terik
325 0,60
matahari langsung
b. Terlindung dari hujan dan terik matahari
275 0,60
langsung
Beton yang masuk ke dalam tanah
a. Mengalami keadaan basah dan kering
325 0,55
berganti-ganti
b. Mendapat pengaruh sulfat dan alkali dari
Lihat Tabel 3.8a
tanah
Beton yang selalu berhubungan dengan:
a. Air tawar Lihat Tabel 3.8b
b. Air laut
Sumber : SNI 03-2834-2000, Tata Cara Pembuatan Rencana Campuran Beton Normal
27

2.9.13 Kebutuhan semen minimum


Kebutuhan semen minimum ini ditetapkan untuk menghindari beton dari
kerusakan akibat lingkungan khusus.Kebutuhan semen minimum ditetapkan dengan
Tabel 2.16.

2.9.14 Penyesuaian kebutuhan semen


Apabila kebutuhan semen yang diperoleh dari langkah 2.9.12 ternyata lebih
sedikit dari pada kebutuhan semen minimum (pada langkah 2.9.13), maka kebutuhan
semen minimum dipakai yang nilainya lebih besar.

2.9.15 Penyesuaian jumlah air atau faktor air semen


Jika jumlah semen ada perubahan akibat langkah 2.9.14 maka nilai faktor air
semen berubah. Dalam hal ini dapat dilakukan dua cara berikut:
• Faktor air semen dihitung kembali dengan cara membagi jumlah air dengan
jumlah semen minimum.
• Jumlah air disesuaikan dengan mengalikan jumlah semen minimum dengan
faktor air semen.
2.9.16 Daerah gradasi agregat halus
Berdasarkan gradasinya (lihat analisis ayakan), agregat halus yang akan
dipakai dapat diklasifikasikan menjadi 4 daerah. Penentuan daerah gradasi itu
didasarkan atas grafik gradasi yang diberikan dalam Tabel 2.17 atau Gambar 2.6,
Gambar 2.7, Gambar 2.8.
Tabel 0.17 Batas Gradasi Agregat Halus
Lubang Ayakan Persentase Berat Butir yang Lolos Ayakan
(mm) Daerah I Daerah II Daerah III Daerah IV
10 100 100 100 100
4,8 90 – 100 90 – 100 90 – 100 95 – 100
2,4 60 – 95 75 – 100 85 – 100 95 – 100
1,2 30 – 70 55 – 90 75 – 100 90 – 100
0,6 15 – 34 35 –59 60 – 79 80 – 100
0,3 5 – 20 8 – 30 12 – 40 15 – 50
0,15 0 – 10 0 – 10 0 – 10 0 – 15

Sumber : SNI 03-2834-2000, Tata Cara Pembuatan Rencana Campuran Beton Normal
28

2.9.17 Perbandingan Agregat halus dan agregat kasar


Penetapan dilakukan dengan memperhatikan besar butir maksimum agregat
kasar, nilai slump, faktor air semen, dan daerah gradasi agregat halus. Berdasarkan
data tersebut dan grafik pada Gambar 2.6 atau Gambar 2.7 atau Gambar 2.8.

Gambar 0.6 Persentase Agregat Halus Terhadap Agregat dengan Ukuran Butir
Maksimum 10 mm
Sumber : SNI 03-2834-2000, Tata Cara Pembuatan Rencana Campuran Beton Normal

Gambar 0.7 Persentase Agregat Halus Terhadap Agregat dengan Ukuran Butir
Maksimum 20 mm
Sumber : SNI 03-2834-2000, Tata Cara Pembuatan Rencana Campuran Beton Normal
29

Gambar 0.8 Persentase Agregat Halus Terhadap Agregat dengan Ukuran Butir
Maksimum 40 mm
Sumber : SNI 03-2834-2000, Tata Cara Pembuatan Rencana Campuran Beton Normal

2.9.18 Berat jenis agregat campuran


Berat jenis agregat campuran dihitung dengan rumus:
BJ camp = P ⋅BJ ah + K ⋅BJ ak
························································ (2.13)
Dimana:
BJcamp= Berat jenis agregat campuran,
BJah = Berat jenis agregat halus,
BJak = Berat jenis agregat kasar,
P = Persentase berat agregat halus terhadap berat agregat campuran,
K = Persentase berat agregat kasar terhadap berat agregat campuran.

2.9.19 Berat Jenis Beton


Dengan data berat jenis agregat campuran dari langkah r dan kebutuhan air
tiap m 3beton, maka dengan grafik pada Gambar 2.9 dapat diperkirakan berat isi
betonnya. Caranya adalah sebagai berikut:
• Dari berat jenis agregat campuran pada langkah 2.9.1 dibuat garis miring
berat jenis gabungan yang sesuai dengan garis miring yang paling dekat yang
terdapat pada Gambar 2.9,
30

• Kebutuhan air yang diperoleh pada langkah 2.9.11 dimasukkan ke dalam


sumbu horizontal pada Gambar 2.9, kemudian dari titik ini ditarik garis
vertikal ke atas sampai mencapai garis miring yang dibuat pada cara
sebelumnya di atas,
• Dari titik potong ini ditarik garis horizontal ke kiri sehingga diperoleh nilai
berat isi beton.

Gambar 0.9 Penentuan Berat Isi Beton yang Dimampatkan Secara Penuh
Sumber : SNI 03-2834-2000, Tata Cara Pembuatan Rencana Campuran Beton Normal

2.9.20 Kebutuhan agregat campuran


Kebutuhan agregat campuran dihitung dengan cara mengurangi berat beton
per m3dengan kebutuhan air dan semen.

2.9.21 Berat agregat halus


Kebutuhan agregat halus dihitung dengan cara mengalikan kebutuhan agregat
campuran dengan persentase berat agregat halusnya.
31

2.9.22 Berat agregat kasar


Kebutuhan agregat kasar dihitung dengan cara mengurangi kebutuhan agregat
campuran dengan kebutuhan agregat halus.
Catatan:
Dalam perhitungan di atas, agregat halus dan agregat kasar dianggap dalam
keadaan jenuh kering permukaan, sehingga apabila agregatnya tidak kering
permukaan, maka harus dilakukan koreksi terhadap kebutuhan bahannya. Hitungan
koreksi dilakukan dengan rumus sebagai berikut:
• ·····································································································
A
A − A1  Ak − A2 
ir = A − h ⋅B −  ⋅C
 100   100  ···························· (2.13)
• ·····································································································
A
Ah − A1 
gregat halus = B +  ⋅B
 100  ················································ (2.14)
• ·····································································································
A
A k − A 2 
gregat kasar = C +  ⋅C
 100  ·············································· (2.15)
Dimana:
A = Jumlah kebutuhan air (lt/m3),
B = Jumlah kebutuhan agregat halus (kg/m3),
C = Jumlah kebutuhan agregat kasar (kg/m3),
Ah = Kadar air sesungguhnya dalam agregat halus (%),
Ak = Kadar air sesungguhnya dalam agregat kasar (%),
A1 =Kadar air dalam agregat halus jenuh kering permukaan/absorbsi (%),
A2 =Kadar air salam agregat kasar jenuh kering permukaan/absorbsi (%).

2.10 Perawatan Beton


Perawatan benda uji dilakukan untuk menjamin agar tidak terjadi penguapan
air dari benda uji, sehingga proses hidrasi semen dapat dijamin berlangsung
sempurna.
Perawatan benda uji dilakukan dengan:
32

• Untuk mencegah pengeringan bidang-bidang permukaan beton 2 s/d 3 jam


setelah sampai pengecoran beton, ditutup dengan karung basah, ataupun
lembaran plastik.
• Selama 24 jam pertama sesudah selesai pengecoran, beton tidak boleh
diganggu.
• Benda uji yang telah dilepas dari cetakan dirawat dengan cara:
- Ditutup karung basah ataupun lembaran plastik.
- Direndam dalam air pada suatu bak.
- Dihembus dengan air panas.
• Satu hari sebelum tanggal pengujian, benda uji dikeluarkan dari tempat
perawatan untuk dikeringkan sampai siap untuk diuji.
2.11 Umur Beton
Umur beton pada keadaan normal bertambah dengan bertambahnya umur beton itu
sendiri. Perbandingan kekuatan beton pada berbagai umur dapat dilihat pada tabel
2.18
Tabel 0.18 Umur beton
Umur Beton (hari) 3 7 14 21 28 90 365

Portland Semen Biasa 0,4 0,65 0,88 0,95 1 1,2 1,35

Portland semen dengan kuatan 0,55 0,75 0,9 0,95 1 1,15 1,2
awal tinggi

Sumber ACI 211.1 (American Concrete Institute)

2.12 Penelitian sebelumnya


Penelitian ini mengacu pada laporan atau jurnal dari penelitian yang sudah
pernah dilakukan sebelumnya. Berikut adalah rangkuman dari jurnal-jurnal tersebut :
a. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Mulyati dan Arman A pada Vol 16
No.2, Agustus 2014 dengan judul Pengaruh Penggunaan Limbah Beton Sebagai
Agregat Kasar dan Agregat halus Terhadap Kuat Tekan Beton Normal dengan
tujuan mengetahui pengaruh penggunaan limbah beton sebagai pengganti
sebagian atau lebih agregat kasar terhadap kuat tekan beton. Menurut hasil
penelitian disimpulkan bahwa pemakaian limbah beton pada campuran beton
mempunyai karakteristik yang hampir sama dengan agregat alam. Penggunaan
33

limbah beton sebagai agregat kasar memperlihatkan perilaku nilai kuat tekan
yang mendekati sama terhadap penggunaan agregat alam pada setiap
peningkatan umur beton. Penambahan limbah beton pada konsentrasi
pelaksanaan dan perawatan yang optimum layak dipergunakan sebagai bahan
bangunan.
b. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Wihardi Tjaronge, Abd. Madjid
Akkas, dan Andi Sri Ulvah pada tahun 2006 dengan judul Kajian Eksperimental
Kuat Tekan Beton yang Menggunakan Limbah Pecah Beton Ringan Sebagai
Pengganti Agregat Kasar dengan tujuan untuk menganalisis mutu beton dari
agregat kasar limbah pecah beton ringan dengan cara menguji karakteristik
beton yakni nilai kuat tekan rata-rata.. Dari penelitian tersebut disimpulkan
bahwapenambahan limbah beton pada campuran beton dapat menghasilkan
kuattekandengan selisih nilai yang jauh, hal ini menunjukkan bahwa pengaruh
limbah pecah beton ringan begitu signifikan.
c. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Hendri febriyanto pada tahun 2012
dengan judul Pemanfaatan Limbah Bahan Padat Sebagai Agregat Kasar Pada
Pembuatan Beton Normal dengan tujuan untuk mengetahui karakteristik kualitas
beton yang dibuat dengan memanfaatkan bahan-bahan recycle agregat kemudian
juga untuk memberikan pemahaman dan informasi kepada masyarakat mengenai
pemanfaatan limbah konstruksi yang ternyata bisa digunakan lagi sebagai
pengganti agregat kasar yang umum digunakan yaitu kerikil untuk pembuatan
beton normal. Untuk meningkatkan sifat-sifat mekanik beton, khususnya kuat
tekan. Dari penelitiantersebut didapatkan kesimpulan bahwa
d. Pada penelitian yang dilakukan oleh Dwi Afif Susilo, penelitian ini
menggunakan presentase silica fume dengan 6 (enam) varian yaitu 0%, 3%, 6%,
9%, dan 12%. Bahwa penggunaan campuran silica fumeberpengaruh pada
campuran beton yang mengalami nilai kuat tekan sebesar 16,734% dengan
presentase 9%.
e. Pada penelitian yang dilakukan oleh Rahmat Taufik pada tahun 2015 dengan
judul Pengaruh Penggunaan Agregat Daur Ulang Beton Kedalam Campuran
Beton K 175 dengan tujuan untuk mengetahui hasil yang nyata terhadap
peningkatan berupa perbaikan karakteristik beton kemudian juga untuk mengetahui
konsterasi campuran beton daur ulang terbaik untuk campuran beton K 175
34

You might also like