Professional Documents
Culture Documents
LANDASAN TEORI
5
6
(ready mix) adalah sisa-sisa dari hasil produksi yang terdapat pada tempat-tempat di
pabrik (batching plan). Tentunya limbah pecahan beton ini masih berupa sampel
beton. Untuk itu, maka perlu sekiranya diadakan penelitian di mana limbah-limbah
tersebut dapat dimanfaatkan kembali dengan jalan mendaur ulang limbah tersebut.
Limbah yang berasal dari industri beton inilah yang akan dipakai dalam penelitian.
(Duma, 2008).
Menurut Antono, 1995 untuk susunan oxida dari semen Portland, seperti
berikut ini:
Tabel 0.1 Susunan oksida semen Portland (Antono, 1995)
Oksida % rata-rata
Alumunia (Al2O3) 7
Besi (Fe203) 3
Magnesia (MgO) 2
Sulfur (SO3) 2
• Tipe I – semen portland jenis umum (normal portland cement) Yaitu jenis
semen portland untuk penggunaan dalam konstruksi beton secara umum yang
tidak memerlukan sifat-sifat khusus.
• Tipe II – semen jenis umum dengan perubahan-perubahan (modified portland
cement) Semen ini memiliki panas hidrasi yang lebih rendah dan keluarnya
panas lebih lambat daripada semen jenis I. Jenis ini digunakan untuk
bangunan-bangunan tebal, seperti pilar dengan ukuran besar, tumpuan dan
dinding penahan tanah yang tebal. Panas hidrasi yang agak rendah dapat
mengurangi terjadinya retak-retak pengerasan. Jenis ini juga digunakan untuk
bangunan-bangunan drainase di tempat yang memiliki konsentrasi sulfat agak
tinggi.
• Tipe III – semen portland dengan kekuatan awal tinggi (high early strength
portland cement) Jenis ini memperoleh kekuatan besar dalam waktu singkat,
sehingga dapat digunakan untuk perbaikan bangunan beton yang perlu segera
digunakan atau yang acuannya perlu segera dilepas. Selain itu juga dapat
dipergunakan pada daerah yang memiliki temperatur rendah, terutama pada
daerah yang mempunyai musim dingin
• Tipe IV – semen portland dengan panas hidrasi yang rendah (low heat
portland cement) Jenis ini merupakan jenis khusus untuk penggunaan yang
memerlukan panas hidrasi serendah-rendahnya. Kekuatannya tumbuh lambat.
Jenis ini digunakan untuk bangunan beton massa seperti bendungan-
bendungan gravitasi besar.
• Tipe V – semen portland tahan sulfat (sulfate resisting portland cement).
Jenis ini merupakan jenis khusus yang maksudnya hanya untuk penggunaan
pada bangunan-bangunan yang kena sulfat, seperti di tanah atau air yang
tinggi kadar alkalinya.Pengerasan berjalan lebih lambat daripada semen
portland biasa.
(Wuryati S. dan Candra R., 2001)
9
2.4.2 Agregat
Dalam SK SNI T-15-1991-03, agregat didefinisikan sebagai material granular
misalnya pasir, kerikil, batu pecah, dan kerak tungku besi yang dipakai bersama-
sama dengan suatu media pengikat untuk membentuk beton semen hidrolik atau
adukan. Kandungan agregat dalam suatu campuran beton biasanya sangat tinggi,
komposisinya dapat mencapai 60% - 70% dari berat campuran beton.Walaupun
fungsinya hanya sebagai bahan pengisi, tetapi karena komposisinya yang cukup
besar, maka peran agregat menjadi sangat penting. Karena itu karakteristik dari
agregat perlu dipelajari dengan baik, sebab agregat dapat menentukan sifat mortar
atau beton yang akan dihasilkan. (Tri Mulyono, 2004)
Menurut (Wuryati S. dan Candra R., 2001) penggunaan bahan batuan dalam
adukan beton berfungsi:
1. Menghemat penggunaan semen portland
2. Menghasilkan kekuatan yang besar pada beton. .
3. Mengurangi susut pengerasan beton.
4. Mencapai susunan beton yang padat. Dengan gradasi yang baik, maka akan
didapatkan beton yang padat.
5. Mengontrol workability beton. Dengan gradasi agregat yang baik (gradasi
menerus), maka akan didapatkan beton yang mudah dikerjakan
2.4.2.1 Agregat Kasar
Agregat Kasar untuk digunakan pada beton dapat berupa kerikil (koral)
yang dihasilkan dari pembentukan alami (batuan) dan dapat berupa batu pecah (split)
10
yang diperoleh dari pemecahan. Ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi
agregat yang akan digunakan dalam campuran beton, yaitu :
a. Agregat kasar tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 1%
(ditentukan terhadap berat kering). Apabila kadar lumpur
melampaui 1%, maka agregat kasar harus dicuci.,
b. Agregat kasar tidak boleh mengandung zat-zat yang dapat
merusak beton, seperti zat-zat yang relatif alkali.
Komposisi dari agregat kasar harus memenuhi persyaratan gradasi yaitu
melalui analisa saringan dengan nomor sebagai berikut:
Tabel 0.4 Analisa Saringan Agregat Kasar
Persentase agregat yang lolos saringan (%)
No. Saringan
Gradasi Agregat
(mm)
40 mm 20 mm 10 mm
76 100 - -
38 95 - 100 100 -
19 35 - 70 95 - 100 100
9,5 10 - 40 30 - 60 50 - 85
4,8 0-5 0 - 10 0 - 10
(Sumber : SNI 03-2834-2000, Tata Cara Pembuatan Rencana Campuran Beton Normal)
Bj − Bk
Penyerapan = ×100 % ............................................................................ (2.4)
Bk
dimana :
Bk = Berat agregat kasar kondisi kering (gram)
Bj = Berat agregat kasar kondisi jenuh kering permukaan (gram)
Ba = Berat benda uji kering permukaan jenuh di dalam air (gram)
• Koreksi jumlah air dan agregat kasar sesuai penyerapan dan kadar air agregat
kasar agar sesuai dengan spesifikasi yang diinginkan. Rumus yang digunakan
adalah:
12
Agregat kasar = Berat agregat − Kadar air − Penyerapan × Berat agregat (2.6)
100
• Nilai Deviasi Standar (s). Rumus yang digunakan adalah:
N
∑ (f
1
c − f cr ) 2
Deviasi Standar (s ) =
N −1 ...................................................... (2.7)
dimana :
fc= Kuat tekan masing – masing hasil uji
fcr= Kuat tekan beton rata – rata
N = Jumlah hasil uji kuat tekan
• Nilai karakteristik beton. Rumus yang digunakan adalah:
2.4.3 Air
Air dapat diperlukan pada pembuatan beton yang akan memicu proses pada
semen, membasahi agregat dan memberikan kemudahan dalam pekerjaan beton. Air
yang baik untuk campuran beton bertulang sebaiknya harus memenuhi persyaratan
standar nasional Indonesia yaitu sebagai berikut :
• Air harus bersih,
• Tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 2 gram /liter,
• Tidak mengandung lumpur minyak dan benda terapan lain yang bisa dilihat
secara visual,
• Tidak mengandung garam yang dapat merusak beton (asam organik) lebih
dari 15 gram / liter,
• Tidak mengadung senyawa sulfat lebih dari 1 gram / liter,
• Tidak mengandung chlorida (cl) lebih dari 0,5 gram / liter.
Air yang digunakan sebaiknya dari jenis air tawar karena air asin/air laut
mempunyai kadar garam yang tinggi sehingga dapat mengakibatkan besi tulangan
berkarat dan konstruksi beton tidak mempunyai kekuatan optimal karena pemilihan
air yang salah pada saat pelaksanaan.
14
Gambar 0.3 Sampel Limbah Beton Gambar 0.2 Sampel Limbah Beton
yang dipecahkan
Data Teknis
Spesifik Gravity 2,10 sampai 2,40
38 to 45 lb/ft3
Bulk density-Dipadatkan (608 to 720 kg/m3)
12 to 20 lb/ft3
Bulk density-Tidak dipadatkan (192 to 320 kg/m3)
(jumlah sampel minimal 3 benda) pada umur 7 dan 28 hari. Uji kuat tekan ini
dilakukan dengan cara membebani benda uji silinder sampai mencapai beban
maksimum. Alat yang digunakan untuk menguji benda uji silinder adalah alat
compression testing machine. Standar yang digunakan mengacu pada ASTM C-39
untuk benda uji silinder. Persamaan umum yang dipakai untuk menghitung kuat
tekan pada beton adalah :
b. Kualitas Agregat
Sifat agregat yang sangat berpengaruh terhadap kekuatan beton adalah
kekasaran permukaan dan gradasi butiran agregat. Agregat ini harus bergradasi
sedemikian rupa sehingga seluruh massa beton dapat berfungsi sebagai satu kesatuan
yang utuh, dimana agregat yang berukuran kecil dapat menjadi pengisi celah yang
ada di antar agregat yang berukuran besar.Agregat halus mempunyai modulus halus
butiran (MHB) sekitar 1,50 - 3,8. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilaimodulus
19
halus butiran (MHB) 2,5< MHB <3,0 menghasilkan beton mutu tinggi dengan FAS
yang rendah dan mempunyai kekuatan tekan dan kelecakan yang optimal. Ukuran
butir agregat maksimum juga akan mempengaruhi mutu beton yang akan dibuat.
Penggunaan agregat dengan ukuran butir sampai dengan 25 mm masih
memungkinkan diperoleh beton mutu tinggi dalam proses produksinya.
c. Kontrol Kualitas
Kontrol kualitas menjadi hal terpenting terhadap kualitas beton yang
dihasilkan. Kontrol kualitas dilakukan sejak dilakukan uji material yang akan
digunakan, penakaran material, pembuatan benda uji, proses perawatan beton, hingga
proses pengujian beton.
2.9.2................................................................................................................. D
eviasi Standar
Deviasi standar ditetapkan berdasarkan tingkat mutu pelaksanaan campuran
di lapangan. Makin baik mutu pelaksanaannya makin kecil nilai deviasi standarnya.
Penetapan nilai deviasi standar (s) ini berdasarkan atas hasil perancangan pada
pembuatan beton mutu yang sama dan menggunakan bahan dasar yang sama pula.
Nilai deviasi standar (s) dihitung dengan rumus:
n
∑ (f
1
c − f cr ) 2
s=
n −1 ................................................................................................................. (2.9)
Dengan: fc = Kuat tekan masing-masing hasil uji (MPa).
fcr = Kuat tekan beton rata-rata (MPa).
n = Jumlah hasil uji kuat tekan (minimum 30 benda uji).
20
Jika jumlah data hasil uji kurang dari 30 buah, maka dilakukan koreksi
terhadap nilai deviasi standar dengan suatu faktor pengali, seperti pada tabel berikut:
Tabel 0.8 Faktor Pengali Deviasi Standar
Jumlah data ≥30 25 20 15 <15
Faktor Lihat
1,00 1,03 1,08 1,16
pengali langkah 2
Sumber : SNI 03-2834-2000, Tata Cara Pembuatan Rencana Campuran Beton Normal
Jika data uji lapangan untuk menghitung deviasi standar yang memenuhi
persyaratan langkah 2.9.2 di atas tidak tersedia, maka kuat tekan rata-rata yang
ditargetkan sebesar:
Tabel 0.9 Nilai Persyaratan Kuat Tekan Rata-Rata
Persyaratan Kuat Tekan F'c (Mpa) Kuat Tekan Rata-Rata F'cr (Mpa)
Sumber : SNI 03-2834-2000, Tata Cara Pembuatan Rencana Campuran Beton Normal
Gambar 0.5 Grafik Hubungan Antara Kuat Tekan Beton dan FAS Beton Untuk
Benda Uji Silinder (diameter 15 cm dan tinggi 30 cm)
Sumber : SNI 03-2834-2000, Tata Cara Pembuatan Rencana Campuran Beton Normal
Dalam Tabel 2.15, apabila agregat halus dan agregat kasar yang dipakai dari
jenis yang berbeda (alami dan batu pecah), maka jumlah air yang diperkirakan
diperbaiki dengan rumus:
2 1
A= ⋅ Ah + ⋅ Ak
3 3 .............................................................................................. (2.12)
Dimana:
A = Jumlah air yang dibutuhkan (lt/m)
Ah = Jumlah air yang dibutuhkan menurut jenis agregat halusnya
Ak = Jumlah air yang dibutuhkan menurut jenis agregat kasarnya
Sumber : SNI 03-2834-2000, Tata Cara Pembuatan Rencana Campuran Beton Normal
28
Gambar 0.6 Persentase Agregat Halus Terhadap Agregat dengan Ukuran Butir
Maksimum 10 mm
Sumber : SNI 03-2834-2000, Tata Cara Pembuatan Rencana Campuran Beton Normal
Gambar 0.7 Persentase Agregat Halus Terhadap Agregat dengan Ukuran Butir
Maksimum 20 mm
Sumber : SNI 03-2834-2000, Tata Cara Pembuatan Rencana Campuran Beton Normal
29
Gambar 0.8 Persentase Agregat Halus Terhadap Agregat dengan Ukuran Butir
Maksimum 40 mm
Sumber : SNI 03-2834-2000, Tata Cara Pembuatan Rencana Campuran Beton Normal
Gambar 0.9 Penentuan Berat Isi Beton yang Dimampatkan Secara Penuh
Sumber : SNI 03-2834-2000, Tata Cara Pembuatan Rencana Campuran Beton Normal
Portland semen dengan kuatan 0,55 0,75 0,9 0,95 1 1,15 1,2
awal tinggi
limbah beton sebagai agregat kasar memperlihatkan perilaku nilai kuat tekan
yang mendekati sama terhadap penggunaan agregat alam pada setiap
peningkatan umur beton. Penambahan limbah beton pada konsentrasi
pelaksanaan dan perawatan yang optimum layak dipergunakan sebagai bahan
bangunan.
b. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Wihardi Tjaronge, Abd. Madjid
Akkas, dan Andi Sri Ulvah pada tahun 2006 dengan judul Kajian Eksperimental
Kuat Tekan Beton yang Menggunakan Limbah Pecah Beton Ringan Sebagai
Pengganti Agregat Kasar dengan tujuan untuk menganalisis mutu beton dari
agregat kasar limbah pecah beton ringan dengan cara menguji karakteristik
beton yakni nilai kuat tekan rata-rata.. Dari penelitian tersebut disimpulkan
bahwapenambahan limbah beton pada campuran beton dapat menghasilkan
kuattekandengan selisih nilai yang jauh, hal ini menunjukkan bahwa pengaruh
limbah pecah beton ringan begitu signifikan.
c. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Hendri febriyanto pada tahun 2012
dengan judul Pemanfaatan Limbah Bahan Padat Sebagai Agregat Kasar Pada
Pembuatan Beton Normal dengan tujuan untuk mengetahui karakteristik kualitas
beton yang dibuat dengan memanfaatkan bahan-bahan recycle agregat kemudian
juga untuk memberikan pemahaman dan informasi kepada masyarakat mengenai
pemanfaatan limbah konstruksi yang ternyata bisa digunakan lagi sebagai
pengganti agregat kasar yang umum digunakan yaitu kerikil untuk pembuatan
beton normal. Untuk meningkatkan sifat-sifat mekanik beton, khususnya kuat
tekan. Dari penelitiantersebut didapatkan kesimpulan bahwa
d. Pada penelitian yang dilakukan oleh Dwi Afif Susilo, penelitian ini
menggunakan presentase silica fume dengan 6 (enam) varian yaitu 0%, 3%, 6%,
9%, dan 12%. Bahwa penggunaan campuran silica fumeberpengaruh pada
campuran beton yang mengalami nilai kuat tekan sebesar 16,734% dengan
presentase 9%.
e. Pada penelitian yang dilakukan oleh Rahmat Taufik pada tahun 2015 dengan
judul Pengaruh Penggunaan Agregat Daur Ulang Beton Kedalam Campuran
Beton K 175 dengan tujuan untuk mengetahui hasil yang nyata terhadap
peningkatan berupa perbaikan karakteristik beton kemudian juga untuk mengetahui
konsterasi campuran beton daur ulang terbaik untuk campuran beton K 175
34