You are on page 1of 23

Tugas Terstruktur Ke-3

Pengelolaan Masalah Kesehatan Pasangan Usia Subur


(Infertilitas)

disusun guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Mutu Layanan Kesehatan &
Kebijakan Kesehatan

Dosen Pengampu : Sri Utami,SKM.,MM

Disusun Oleh Kelompok 3 :

1. Adinia Selsa Setiawan (200550001)


2. Lutfiah Azizatun Nizak (200550008)
3. Ratira Wadya Paramita Rosadiah (200550012)

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEBIDANAN


AKADEMI KEBIDANAN JEMBER
TAHUN AJARAN 2022/2023
LEMBAR PENGESAHAN

Makalah berjudul:

Pengelolaan Masalah Kesehatan Pasangan Usia Subur (Infertilitas)

Diajukan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Mutu Layanan Kesehatan &
Kebijakan Kesehatan

Telah diketahui dan disetujui oleh:

Dosen Pembimbing Dosen PJMK

Sri Utami, SKM.,MM Sultanah Zahariah, Bd., M.Keb

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kepada Allah SWT karena penulisan makalah
ini dapat diselesaikan dengan baik. Makalah ini membahas tentang “Pengelolaan
Masalah Kesehatan Pasangan Usia Subur (Infertilitas)” diharapkan dapat memberi
pengetahuan serta menambah wawasan bagi siapapun yang membaca makalah ini.
Makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu penulis
mengharapkan segala kritik dan saran yang membangun. Atas dukungan moral
dan materil yang diberikan dalam penyusunan makalah ini, penulis mengucapkan
banyak terima kasih kepada:
1. Ibu Nurul Aini, M.Kes selaku Direktur Akademi Kebidanan Jember.
2. Ibu Sultanah Zahariah, M. Keb. selaku Ka Prodi Akademi Kebidanan
Jember.
3. Ibu Sri Utami, SKM.,MM selaku pengajar mata kuliah Mutu Layanan
Kesehatan & Kebijakan Kesehatan
4. Akademi Kebidanan Jember.
5. Teman-teman tingkat 3 Akademi Kebidanan Jember.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pembaca, terutama bagi
penulis sendiri untuk mempermudah pemahaman dan peningkatan
pengetahuan.

Jember, 04 Oktober 2022

Tim Penulis

3
DAFTAR ISI

COVER
LEMBAR PENGESAHAN....................................................................................i

KATA PENGANTAR............................................................................................ii

DAFTAR ISI.........................................................................................................iii

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ..................................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah .............................................................................................2

1.3 Tujuan ...............................................................................................................2

BAB 2 PEMBAHASAN

2.1 Definisi Infertilitas.............................................................................................3

2.2 Etiologi Infertilitas ............................................................................................4

2.3 Pemeriksaan Pasangan Infertilitas ....................................................................8

2.4 Penganggulangan Infertilitas...........………………………………………………………………….15


BAB 3 PENUTUP

3.1 Kesimpulan .....................................................................................................18

3.2 Saran ................................................................................................................18

DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................19

4
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Meskipun program Keluarga Berencana (KB) kini telah menjadi
program yang utama dari pemerintah dalam bidang kependudukan, tetapi
masih ada pasangan suami-istri yang berusahauntuk memperoleh keturunan
dalam mewujudkan kehidupan keluarga yang harmonis. Artinya kelompok
pasangan infertil ini perlu mendapatkan pertolongan untuk mengatasi
masalahnya.

Infertilitas meliputi 10 – 12 %  dari penduduk Indonesia. Angka


kejadian ini cenderung meningkat setiap tahunnya, seperti di negara barat
meningkat menjadi sekitar 15 – 20 %. Infertilitas merupakan masalah yang
sangat komplek yang menyangkut banyak bidang ilmu, ditambah lagi di
dalam satu pasangan sering kali didapatkan lebih dari satu faktor penyebab.
Oleh karenanya tidaklah heran bila penanganan  pasangan infertil ini
memerlukan waktu yang lama, sehingga  memerlukan ketelatenan, kesabaran
dan kerjasama yang baik antara pasangan tersebut dengan dokternya.

Penyebab infertilitas dapat berasal dari pihak istri maupun suami atau
kedua-duanya. Karena keberhasilan kehamilan tak dapat diandalkan hanya
pada satu pihak saja, maka penanganan infertilitas haruslah dalam kesatuan
pasangan. Penyebab infertilitas itu ada yang dengan mudah dapat dijelaskan,
yang umumnya dapat dicari cara pengobatannya yang terarah, tetapi ada pula
yang belum/tak dapat dijelaskan (unexplained/idiopatik), meskipun telah
tersedia cara-cara diagnostik yang canggih dan teknik-teknik pengobatan yang
maju.

Apapun penyebabnya dan bagaimanapun bentuk infertilitas itu, kini


berbagai kemajuan dalam dunia kedokteran yang mutakhir ternyata telah
sanggup membantu para pasangan infertil untuk mengatasi kesulitan dan
memberikan harapan keberhasilan yang lebih besar. Kemajuan terkini dalam

5
berbagai cabang Ilmu kedokteran, khususnya dalam bidang reproduksi,
bioteknologi maupun teknologi instrumentasi, telah sangat mempermudah
para ahli untuk memberikan bantuan itu. Kemajuan itu meliputi teknik
penerapan hormon reproduksi, teknik ultrasonografi, histeroskopi,
laparoskopi, maupun biakan jaringan. Kemajuan itu akhirnya telah melahirkan
teknik Fertilisasi In Vitro (FIV) dengan berbagai kelengkapan penunjangnya,
yang kini telah berhasil menolong banyak pasangan infertile yang dengan
cara-cara biasa tak berhasil hamil.

Berdasarkan latar belakang diatas, maka kelompok tertarik untuk


membahas pengelolaan masalah kesehatan pasangan usia subur (infertlitas).

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa definisi dari infertilitas?
2. Bagaimana etiologi dari infertilitas?
3. Bagaiaman pemeriksaan yang dilakukan pada pasangan infertilitas?
4. Bagaimana Penanggulangan infertilitas?

1.3 Tujuan
1. Mahasiswa mampu memahami bagaimana definisi dari infertilitas.
2. Mahasiswa mampu memahami bagaimana etiologi dari infertilitas.
3. Mahasiswa mampu memahamai pemeiksaan yang dilakukan pada
pasangan infertilitas.
4. Mahasiswa mampu memahami penanggulangan infertilitas

5.

6
BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Infertilitas

1. Fertilitas :

Adalah kemampuan seorang istri untuk menjadi hamil oleh dan


melahirkan bayi hidup dari suami yang mampu menghamilinya.

2. Pasangan infertil :

Adalah suatu kesatuan hasil interaksi biologik yang tidak menghasilkan


kehamilandan kelahiran bayi hidup.

3. Infertilitas primer  :

Jika istri belum berhasil hamil walaupun bersenggama teratur dan


dihadapkan kepada kemungkinan kehamilan selama 12 bulan berturut-
turut.

4. Infertilitas sekunder :

Jika istri pernah hamil, akan tetapi kemudian tidak berhasil hamil lagi
walaupun bersenggama teratur dan dihadapkan kepada kemungkinan
kehamilan selama 12 bulan berturut-turut.

5. Infertilitas idiopatik atau tak terjelaskan :

Adalah bentuk infertilitas yang setelah pemeriksaan lengkap kedua


pasangan dinyatakan normal dan ditangani selama 2 tahun tidak juga
berhasil hamil.

6. Ovulasi :

Adalah pecahnya folikel yang matang dan disertai dengan lepasnya ovum
ke luardari permukaan folikel.

7
7. Fertilisasi :

Adalah proses bersatunya kromosom dari gamet laki-laki dan perempuan


untuk membentuk materi genetik dan individu yang baru.

8. Fertilisasi alamiah :

Adalah fertilisasi yang terjadi di bagian ampula dari tubaa fallopiiatau di


rongga peritoneum segera setelah ovum terbebas dari folikel matang yang
pecah dan keluar dari ovarium tanpa manipulasi dari luar.

9. Fertilisasi In Vitro ( FIV) :

Adalah usaha fertilisasi yang dilakukan di luar tubuh, di dalam cawan


biakan, dengan suasana yang mendekati alamiah.

2.2 Etiologi Infertilitas

Persyaratan untuk berhasilnya suatu kehamilan adalah sebagai berikut:


Hubungan sexual yang normal, Analisis sperma yang normal, Ovulasi yang
normal, Uterus dan endometrium yang normal dan tuba fallopii yang normal.

Dalam hal infertilitas pasangan, telah diketahui bahwa sekitar 64 %


sebabnya berasal dari pihak istri dan 36 % berasal dari pihak suami. Dari istri,
penyebabnya adalah factor-faktor berikut : tuba (15 %); ovulasi ( 21 % );
endometriosis ( 8 % ); vagina, serviks, korpus, dan endometrium ( 8 % );
psikogenik(8 % ) dan sebesar 15 – 20 % sebabnya tak terjelaskan (idiopatik).

Sedangkan dari suami sebagian besar akibat oligozoospermia.Sebesar


16 % merupakan sebab yang multi faktorial dari suami maupun istri. Sebab
endokrinologik  dalam infertilitas adalah sebesar 20 % dan sebab imunologik
cukup rendah, sekitar 2 %. Sekitar 10 % pasangan usia subur yang telah
menikah menderita infertilitas primer dan 10 % yang lainnya telah
mempunyai satu atau dua anak dan tak berhasil untuk hamil lagi.

Etiologi infertilitas dapat disebabkan oleh: Gangguan pada hubungan


seksual, gangguan produksi dan transportasi sperma, gangguan ovulasi dan
hormonal yang lain termasuk gangguan pada tingkat reseptor hormon
reproduksi, kelainan tempat implantasi (endometrium) dan uterus, kelainan

8
jalur transportasi  (tuba fallopii), gangguan peritoneum,  dan gangguan
imunologik.

1. Gangguan pada hubungan seksual

Hubungan seksual yang normal akan menghasilkan timbunan semen di


vagina.Hal ini tak akan terjadi jika dijumpai keadaan seperti berikut :

a. Kesalahan teknik senggama: Penetrasi tak sempurna ke vagina


b. Gangguan psikoseksual: Impotensi, ejakulasi prekoks, vaginismus
c. Ejakulasi abnormal: Kegagalan ejakulasi misalnya akibat pengaruh
obat, ejakulasi retrograd kedalam vesika urinaria misalnya pasca
prostatektomi
d. Kelainan anatomik : Hipospadia, epispadia

2. Gangguan produksi dan transportasi sperma

Parameter normal dari analisis sperma adalah sebagai berikut:

a. Volume : 2 – 5 ml
b. Jumlah sperma /ml : Lebih dari 20 juta
c. Motilitas pada 6-8 jam : Lebih dari 50 %
d. Bentuk sperma yang normal : Lebih dari 25 %
e. Kandungan fruktosa : 1.200 – 4.500 mikrogam per ml.

Sedangkan keadaan-keadaan yang dapat menyebabkan terganggunya


produksi sperma  adalah sebagai berikut :

a. Kelainan congenital: Tidak adanya testis, Tidak adanya vasa


deferensia
b. Kelainan dapatan :

1) Perkembangan : maldesensus testis , kriptorkidisme


2) Fisik : trauma, penyinaran, panas (hidrokel, varikokel, celana
ketat), torsi testis
3) Infeksi : parotitis, sifilis, orkhitis, epididimitis
4) Neoplasia :  testis (seminoma, teratoma)
5) Endokrin : gangguan poros hipotalamus – hipofise – testis

9
6) Kimiawi : obat – obat sitostatika

3. Gangguan ovulasi

Konsepsi tak mungkin terjadi jika istri gagal menghasilkan ova


yang mampu untuk dibuahi. Jika siklus haidnya berjalan normal dan
teratur, jarang dijumpai gangguan produksi ova. Kegagalan ovulasi
seringkali dikaitkan dengan amenorhea atau oligomenorhea. Seperti
diketahui ovarium memiliki dua peran utama yaitu sebagai penghasil
gamet (ova) dan sebagai organ endokrin karena menghasilkan hormon sex
(estrogen, progesterone dan androgen).

Sekitar 10-15 % wanita infertil gagal untuk berovulasi atau setelah


ovulasi, menghasilkan korpus luteum yang tak mampu memelihara ovum
yang telah dibuahi. Keadaan yang terakhir ini dikenal sebagai fase luteal
yang inadekuat. Kegagalan ovulasi dapat berasal primer dari ovarium,
misalnya penyakit ovarium polikistik, atau kegagalan yang bersifat
sekunder akibat kelainan pada poros hipotalamus-hipofise dan kelainan
pada pusat opioid dan reseptor steroid di hipotalamus, ataupun tumor
hipofisis serta hipofungsi hipofisis.

Gangguan pada metabolisme opioid yang antara lain menyebabkan


tingginya kadar endorpin –beta akan dapat berakibat pada tingginya kadar
prolaktin (PRL) atau hiperprolaktinemia. Kadar PRL yang tinggi dapat
juga disebabkan oleh pemakainan obat-obat yang merangsang kadar PRL
khususnya hipnotika dan sedativa. Kadar PRL yang berlebihan akan
menghambat kerja FSH dan LH terhadap ovarium dan dengan demikian
menghambat produksi hormon ovarium yang akan menampilkan
anovulasi.

4. Kelainan uterus dan tuba fallopii

Uterus dan tuba fallopii haruslah paten untuk memungkinkan


spermatozoa melintasi vagina ke bagian ampula tuba fallopii, tempat
spermatozoa membuahi ovum.Selanjutnya endometrium harus dalam

10
keadaan yang siap untuk memungkinkan hasil konsepsi tertanam dan
kemudian mengalami tumbuh-kembang. Sekitar 20 % wanita infertil
mengalami kerusakan tuba fallopii. Gangguan pada susunan genetalia
wanita yang dapat mencegah fertilisasi dan implantasi adalah sebagai
berikut :

a. Uterus dan Serviks:

Ketidakramahan serviks (antibody sperma), kerusakan serviks


(amputasi ), erosiserviks  dan servisitis, retroversi serviks.

b. Korpus dan endometrium :

Kelainan kongenital, endometriosis interna, endometritis, mioma uteri,


perlekatan uterus dan polip.

c. Tuba Fallopii

Hipoplasia congenital, penempelan fimbriae, obstruksi tuba akibat


salpingitis, obstruksi tuba akibat peritonitis pelvis, sterilisasi tuba.

d. Kelainan peritoneum

Dengan kemajuan teknik endoskopi (laparoskopi ) kini endometriosis


lebih mudah dan lebih dini dapat diketahui, sebagai salah satu sebab
dari infertilitas.

Setiap wanita yang mengeluh infertilitas patut dicurigai mengidap


endometriosis lebih-lebih bila terdapat dismenorhea berat dan
dispareunia. Pada pasien yang secara klinik semula diduga idiopatik
(tak terjelaskan) ternyata setelah di laparoskopi 23 – 60 % menderita
endometriosis. Kini telah diketahui, bahwa meskipun lesi
endometriosis tak dapat dilihat secara laparoskopi karena begitu
minimalnya, dengan pemeriksaan yang lebih canggih dan terarah
terhadap zalir (cairan peritoneal) dapat diketahui bahwa lesi ini
sebetulnya ada. Pemeriksaan ini meliputi peneraan hormon reproduksi
(estrogen, progesterone, prolaktin, FSH dan LH), prostaglandin (PGF-
1-alfa), plasmin, enzim proteolitik, faktor imun (IgG,IgM,IgA ) dan sel

11
makrofag. Keadaan endometriosis sering kali terjadi seiring dengan
anovulasi atau ovulasi inadekuat. Pada keadaan ini kadar steroid
progesterone rendah di dalam zalir peritoneal,sedangkan kadar
estrogen dapat normal atau tinggi, dan dengan ratio P/E2 < 0,06 dapat
dikatakan bahwa tidak terjadi ovulasi. Selain itu prostaglandin akan
meningkat kadarnya, sedangkan sel makrofag dapat meningkat jumlah
pada lesi ringan atau sedang menyerupai keadaan infeksi kronik. Pada
lesi yang lebih berat, jumlah sel ini bahkan menurun.

e. Kelainan imunologik

Kelainan imunologik pada pasangan infertil, khususnya wanita


merupakan hal yang komplek. Yang sering menjadi sasaran
pemeriksaan diklinik adalah interaksi antara sperma dengan getah
serviks. Tetapi apa sesungguhnya yang terlihat dalam proses itu, tak
mudah diterangkan dengan pemeriksaan klinik yang rutin. Apalagi
apabila faktor imunologik pada sperma juga ikut terlibat di dalamnya.

2.3 Pemeriksaan Pasangan Infertil

Sekitar 4 dari 5 pasangan akan hamil dalam satu tahun pernikahan


dengan senggama yang normal dan teratur. Setiap pasangan yang belum
berhasil hamil dalam kurun waktu ini patut diperiksa dengan tuntas.
Sebenarnya cukup bijaksana untuk memulai pemeriksaan pendahuluan yang
sederhana sebelum masa ini,jika pasangan tersebut khawatir tidak akan
mempunyai keturunan. Hal ini secara psikologik akan banyak membantu
pasangan dalam mengatasi masalahnya. Kadang-kadang pasien menjadi salah
sangka jika mereka disuruh kembali setelah perkawinannya genap satu tahun,
ini dapat dianggap sebagai suatu penolakan.

1. Anamnesa riwayat penyakit

Pemeriksaan awal dari pasangan infertil perlu mencakup riwayat penyakit,


riwayat perkawinan terdahulu dan sekarang dan pemeriksaan terhadap
masing-masing pasangan. Sungguh baik jika pada pertama kali satu

12
pasangan diperiksa bersama-sama, karena dokter yang menanganinya akan
dapat menilai interaksi mereka. Untuk pemeriksaan berikutnya, lebih baik
mereka dinilai sendiri-sendiri. Rincian pokok dari riwayat penyakit yang
perlu diperoleh dari pasangan infertil adalah sebagai berikut :

a. Untuk keduanya: 

Umur, riwayat penyakit dahulu (operasi, tuberculosis, penyakit venerik


pasangan terdahulu), fertilitas terdahulu, ama perkawinan sekarang
(cara dan lama kontrasepsi,pisah untuk jangka waktu lama), riwayat
senggama (frekwensi, saatnya pada siklus haid, dispareunia) dan
interaksi antara pasangan.

b. Suami:

Riwayat penyakit terdahulu(parotitis, epididimitis, sifilis, trama testis).

c. Istri:

Kehamilan terdahulu (kehamilan ektopik, keguguran), riwayat


penyakit terdahulu (apendisitis, peritonitis, salpingitis, pembedahan
tuba), riwayat haid (frekwensi dan panjang siklus, dismenorhea)

2. Pemeriksaan fisik dan laboratorik dari pasangan infertile meliputi:

a. Suami

1) Penis : Singkirkan hipospadia, epispadia


2) Testis:  Singkirkan, nilai besar dan konsistensi testis dan epididimis
(cari hidrokel danvarikokel), singkirkan kelainan prostat.

3) Pemeriksaan laboratorik:

Periksa darah lengkap (Hb, leukosist, LED, Hitung jenis, gula


darah, fungsi hati, fungsi ginjal, serologic VDRL ), Uji urin
terhadap protein dan glukosa.

13
Apabila perlu, pemeriksaan serologic dan atau biakan terhadap/
toxoplasma,klamidia, mikoplasma dan rubella serta pemeriksaan
inkompabilitas ABO/Rh.

4) Analisa sperma

Analisa sperma harus dilakukan pada tahap awal. Contoh semen


haruslah dikumpulkan dalam wadah dari gelas atau plastik dan
jangan dalam karet kondom. Kemudian segera dikirim ke
laboratorium dalam waktu 30 menit dari ejakulasi. Tiadanya
spermatozoa di dalam 2 atau lebih per contoh semen merupakan
indikasi untuk pemeriksaan ulang. Tiadanya fruktosa di dalam
contoh semen merupakan petunjuk tiadanya vesikula dan vasa
seminalis yang bersifat congenital. Dan ini menjadi patokan bahwa
pemeriksaan fungsi testis berikutnya tak ada gunanya. Tetapi
sebaliknya,jika fruktosa ada di dalam contoh semen, maka biopsi
testis merupakan alasan yang tepat. Cara ini akan memperlihatkan
spermatogenesis yang normal, yang akan mengarahkan pada
adanya bendungan pada susunan penghubung dari testis ke uretra.
Bendungan seperti ini kadang-kadang dapat diatasi dengan
pembedahan.

b. Istri :

1) Pemeriksaan ginekologik :

Nilai keadaan himen ( 5 % wanita infertile memiliki himen yang


masih utuh ), nilai besar, posisi dan mobilitas uterus, tuba dan
ovarium.

2) Pemeriksaan laboratorik : 

Periksa darah lengkap (Hb, leukosit, LED, hitung jenis), gula


darah, fungsi hati, fungsi ginjal, serologic VDRL, uji urin terhadap
protein dan glukosa, biak usap puncak vagina (bakteriologik,

14
jamur, parasit), apabila perlu : pemeriksaan serologi dan atau
biakan terhadap toksoplasma klamidia,rubella serta pemeriksaan
inkompabilitas ABO/Rh.

3) Pemantauan ovulasi

a) Riwayat haid:

Riwayat haid dapat memberikan pegangan terhadap hal ini.


Ovulasi lebih mungkin terjadi jika siklus haid berlangsung
teratur dan dengan jumlah darah haid yang sedang untuk
jangkan waktu 3 – 5 hari. Haid yang tak teratur dan sedikit,
menjadi petanda siklus anovulatorik. Pada sebagian wanita
merasakan nyeri pada satu sisi di fossa iliaka untuk 12 – 24 jam
pada saat ovulasi, dan hal ini mungkin bersamaan atau tanpa
disertai perdarahan ringan (Mittelscherz) atau dengan suatu
peningkatan limbah vagina (vaginal discharge). Mastalgia
prahaid menandakan adanya suatu korpus luteum yang aktif,
artinya ovulasi sebelumnya telah terjadi dalam siklus itu.

b) Uji pakis:

Di bawah pengaruh estrogen, getah servik yang dikeringkan


pada gelas obyek akan mengalami kristalisasi dan
menghasilkan  suatu pola daun pakis yang cukup khas. Ini
terjadi antara hari ke 6 sampai ke 22 dari siklus haid, dan
kemudian akan dihambat oleh progesterone. Hambatan ini
biasanya mulai tampak dari hari ke 23 hingga haid berikutnya.
Menetapnya pola pakis setelah hari ke 23 ini menunjukkan
bahwa ovulasi tidak terjadi. Darah dan semen dapat juga
menghambat pembentukan gambaran pakis sehingga hasil yang
salah sering dijumpai pada uji ini.

c) Suhu basal badan:

Pada beberapa wanita SBB meningkat selama fase


progesterone dari siklus haid. Cara ini juga dapat dipakai untuk

15
menentukan apakah telah terjadi ovulasi.SBB diambil tiap hari
pada saat terjaga pagi hari, sebelum bangkit dari tempat tidur
atau makan minum. Nilainya ditandai pada kertas grafik. Jika
wanita itu berovulasi, grafik akan memperlihatkan pola bifasik
yang khas. Suhu pada paro pertama siklus haid adalah lebih
rendah, dan suhu terendah terjadi saat ovulasi, kemudian secara
keseluruhan grafik akan meningkat sepanjang paro kedua
siklus haid. Walaupun grafik bifasik berarti bahwa ovulasi
telah terjadi, suatu grafik monofasik belum membantah bahwa
ovulasi tidak terjadi. Kesalahannya pada penggunaan yang baik
berkisar 20 %. SBB dapat dipakai untuk menentukan
kemungkinan hari ovulasi, sehingga senggama dapat diarahkan
sekitar saat itu.

d) Sitologi vagina atau endoserviks:

Epitel dari sepertiga lateral atas dinding vagina memberikan


respon yang khas terhadap hormon ovarium. Pemeriksaan ini
dilakukan secara serial. Sekarang telah dikembangkan
pemeriksaan dari endoserviks pada fase pasca ovulasi dengan
pengambilan tunggal (tanpa serial). Perubahan sitologik dengan
melihat indeks kariopiknotik dapat dipakai untuk menentukan
ada tidaknya ovulasi.

e) Peneraan hormon:

Cara peneraan yang cukup peka adalah dengan tera


radioimunologik. Cara ini sudah sejak lama dipakai untuk
mengukur kadar hormon dalam darah, urin, maupun saliva
guna menetapkan ovulasi dengan lebih tepat.

4) Pencitraan dengan Ultrasonografi

Ultrasonik adalah proses pengiriman gelombang suara berkekuatan


tinggi,tidak beradiasi, melalui jaringan. Saat gelombang ultrasonic
mengenai jaringan, ultrasonic memindahkan gambaran putih pada

16
layar pantau. Untuk memantau ada tidaknya sel telor yang matang
digunkan USG transvaginal. Pada pemerikasaan dengan USG
transvaginal ini, kandung kemih harus dikosongkan dan
pemeriksaan dilakukan di kamar khusus serta pasien perlu
menanggalkan pakaian dari pinggang kebawah.Untuk menilai
adanya ovulasi, maka pasien akan dipantau secara serial mulai hari
ke 10,12,dan 14 dari haid pertama. Sel telor dikatakan matang bila
dalam pemantauan dengan USG transvaginal dijumpai adanya
folikel yang berpenampang >18 mm. Pada saat ini lapisan
endometrium akan menunjukkan gambaran triple line dengan
diameter sekitar >1 Cm. Dan dikatakan terjadi ovulasi jika folikel
yang matang tadi bentuk dan ukurannya sudah berubah (tidak
teratur dan mengecil ), serta tampak adanya cairan pada cavum
doglasi.

5) Penilaian uterus dan tuba fallopii dengan USG , Histeroskopi atau 


HSG

Penilaian uterus dapat dilakukan dengan pemerikasaan melalui


biopsi endometrium, USG dan histeroskopi. Pemeriksaan biopsi
endometrium dapat dipakai selain untuk penilaian ovulasi juga
untuk pemeriksaan histologik lainnya, misalnya untuk biakan
terhadap tuberculosis, dan menilai adanya hiperplasia
endometrium. Terkadang dapat dijumpai adanya hiperplasia fokal,
meskipun siklus itu berovulasi berdasarkan hasil peneraan hormon
progesterone plasma pada pertengahan fase luteal. Pemeriksaan
USG (transvaginal) kini merupakan cara non invasive yang cukup
terpercaya untuk menilai bentuk, ukuran serta patologi uterus
maupun endometrium.Sedangkan dengan pemeriksaan
histeroskopi,pemeriksa dapat memvisualisasi secra langsung
permukaan endometrium dan ostium tuba internum. Untuk  
penilaian   terhadap   tuba   fallopii   dapat   dilakukan   dengan    
pemeriksaan hidrotubasi, histerosalpingografi atau dengan
laparoskopi. Pada hidrotubasi dipergunakan cairan yang biasanya

17
campuran yang mengandung antibiotika, deksametasone dan
antispasmodic. Pemeriksaan ini dilakukan pada hari ke 10 – 12 dari
siklus haid. Adanya rasa nyeri di perut bawah menandakan adanya
iritasi peritoneum oleh cairan yang melalui tuba fallopii.Dan ini
menandakan bahwa tuba fallopii itu paten (tidak buntu). Penilaian
dengan histerosalpingogram dilakukan pada paruhpertama siklus
haid untuk menghindari penyinaran terhadap kemungkinan
kehamilan. Disini larutan radio opak disuntikkan melalui kanal
serviks ke dalam uterus dan tuba fallopii. Perjalanan kontras dapat
dipantau melalui layar dengan penguat bayangan sehinga lukisan
rongga uterus dapat dilihat. Spasme tuba,obstruksi tuba dan
perlekatan pelvic dapat dilihat dan pelimpahan peritoneal juga
dapat diamati. Penilaian ini tidak seluruhnya bisa dipercaya, dan
sering kali harus ditunjang dengan laparoskopi.

6) Laparoskopi untuk menilai ovulasi, faktor tuba  dan keadaan


peritoneum

Laparoskopi memungkinkan visualisasi langsung baik ovulasi yang


baru saja terjadi dengan adanya bintik ovulasi, maupun korpus
luteum sebagai hasil ovulasi di waktu yang lebih dini dari siklus
itu. Laparoskopi kini dianggap sebagai cara yang terbaik untuk
menilai fungsi tuba. Tuba dapat dilihat secara langsung dan
patensinya dapat diuji dengan menyuntikkan larutan biru metilen,
dan dengan melihat pelimpahannya ke dalam rongga peritoneum.
Laparoskopi juga dapat memperlihatkan perlekatan pelvis,
endometriosis, dan patologi ovarium.

2.4 Penangulangan Infertilitas


a. Penanggulangan infertilitas pria
Penanggulangan terbaik adalah dengan menangani penyebabnya. Namun
tidak semua penyebab diketahui dan sebaliknya cukup banyak penderita
yang diketahui penyebabnya, namun tidak dapat tuntas ditanggulangi.
Beberapa cara penanggulangan infertilitas pada pria:

18
1) Tindakan pembedahan / operasi varikokel. Tindakan yang saat ini
dianggap paling tepat adalah dengan operasi berupa pengikatan
pembuluh darah yang melebar (varikokel) tersebut. Suatu penelitian
dengan pembanding menunjukkan keberhasilan tindakan pada 66%
penderita berupa peningkatan jumlah sperma dan kehamilan,
dibandingkan dengan hanya 10% pada kelompok yang tidak
dioperasi.
2) Memberikan suplemen vitamin. Infertilitas yang tidak diketahui
penyebabnya merupakan masalah bermakna karena meliputi 20%
penderita. Penanggulangannya berupa pemberian beberapa macam
obat, yang dari pengalaman berhasil menaikkan jumlah dan kualitas
sperma. Usaha menemukan penyebab di tingka kromosom dan
keberhasian manipulasi genetik tampaknya menjadi titik harapan di
masa datang.
3) Tindakan operasi pada penyumbatan di saluran sperma. Bila
sumbatan tidak begitu parah, dengan bantuan mikroskop dapat
diusahakan koreksinya. Pada operasi yang sama, dapat juga
dipastikan ada atau tidaknya produksi sperma di testis.
4) Menghentikan obat-obatan yang diduga menyebabkan gangguan
sperma.
5) Menjalani teknik reproduksi bantuan. Termasuk dalam hal ini adalah
inseminasi intra uterin dan progra bayi tabung. Tindakan inseminasi
dilakukan apabila ada masalah jumlah sperma yang sangat sedikit
atau akibat masalah antibodi pada serviks. Pria dengan jumlah
sperma hanya 5- 10 juta/cc dapat mencoba inseminasi buatan.
Sedagkan bayi tabung umumya membutuhkan sperma hanya
beberapa buahdapat dilakukan dengan teknologi terbaru dengan
menyuntikkan langsung sel sperma ke dalam sel telur yang dikenal
sebagai ICSI (Intra Cytoplasmic Sperm Injection)
b. Penanggulangan infertilitas wanita
Penanganan pada wanita dapat dibagi dalam 7 langkah yang digambarkan
sebagai berikut:

19
1) Langkah I
Cara yang terbaik untuk mencari penyebab infetilitas pada wanita.
Banyak faktor penting yang berkaitan dengan infertilitas dapat
ditanyakan pada pasien. Anamnesis meliputi hal-hal berikut :
1. Lama fertilitas
2. Riwayat menstruasi, ovulasi dan dismenore
3. Riwayat koitus, frekuensi koitus, dispareunia.
4. Riwayat komplikasi pascapartum, abortus, kehamilan ektopik,
kehamilan terakhir.
5. Kontrasespsi yang pernah digunakan.
6. Pemeriksaan infertilitas dan pengobatan sebelumnya.
7. Riwayat penyakit sistematik (tuberculosis, diabetes melitus,
tiroid)
8. Pengobatan radiasi, sitostatika, alkoholisme)
9. Riwayat bedah perut/hipofisis/ginekologi
10. Riwayat keluar ASI
11. Pengetahuan kesuburan.
2) Langkah II (Analisis Abnormal)
Dilakukan jika hasil anamnesis ditemukan riwayat atau sedang
mengalami gangguan menstruasi, atau dari pemeriksaan dengan suhu
basal badan (SBB) ditemukan anovulasi. Hiperprolaktinemia
menyebabkan gangguan sekresi GnRH yang akibatnya terjadi
anovulasi. Kadar normal prolaktin adalah 525 ng/ml. Jika ditemukan
kadar prolaktin >50 ng/ml dosertai gangguan menstruasi, perlu
dipikirkan ada tumor di hipofisis. Pemeriksaan gonadotropin dapat
memberi informasi tentang penyebab tidak terjadinya menstruasi.
3) Langkah III (Uji Pasca-Koitus)
Tes ini dapat emberi informasi tentang interaksi antara sperma
dan getah serviks. Jika hasilnya negatif, perlu dilakukan evaluasi
kembali terhadap sperma.
4) Langkah IV (Penilaian Ovulasi)

20
Penilaian ovulasi dapat diukur dengan pengukuran suhu basal
badan (SBB). Sbb dikerjakan setiap hari pada saat bangun pagi hari,
sebelum bangkit dari tempat tidur, atau sebelum makan dan minum.
Jika wanita memilki siklus haid berovulasi, grafik akan
memperlihatkan gambaran bifasik, sedangkan yang tidak berovulasi
gambaran grafiknya monofasik. Pada gangguan ovulasi idiopatik
yang penyebabnya tidak diketahui, induksi ovulasi dapat dicoba
dengan pemberian estrogen (umpan balik positif) atau antiestrogen
(umpan balik negatif). Cara lain untuk menilai ovulasi adalah dengan
USG. Jika diameter folikel mencapai 18 – 25 mm, berarti
menunjukkan folikel yang matang dan tidak lama lagi akan terjadi
ovulasi.
5) Langkah V (Pemeriksaan Bakteriologi)
Perlu dilakukan pemeriksaan bakteriologi dari vagina dan
porsio. Infeksi akibat Clamydia Trachomatis dan Gonokokus sering
menyebabkan sumbatan tuba.
6) Langkah VI (Analisis Fase Luteal)
Kadar estradiol yang tinggi pada fase luteal dapat menghambat
implantasi. Pengobatan insufisiensi korpus luteum dengan pemberian
sediaan progesteron alamiah.
7) Langkah VII (Diagnosis Tuba Fallopi)
Karena makin meningkatnya penyakit akibat hubungan seksual,
pemeriksaan tuba menjadi sangat penting. Tuba yang tersumbat,
gangguan hormon, dan anovulasi merupakan penyebab tersering
infertilitas. Penanganan pada prediposisi infertilitas bergantung pada
penyebabnya, termasuk pemberian antibiotik untuk infertilitas akibat
infeksi.

BAB 3
PENUTUP

21
4.1 Kesimpulan
1. Infertilitas adalah kemampuan seorang istri untuk menjadi hamil oleh dan
melahirkan bayi hidup dari suami yang mampu menghamilinya.
2. Etiologi infertilitas dapat disebabkan oleh: Gangguan pada hubungan
seksual, gangguan produksi dan transportasi sperma, gangguan ovulasi
dan hormonal yang lain termasuk gangguan pada tingkat reseptor
hormon reproduksi, kelainan tempat implantasi (endometrium) dan
uterus, kelainan jalur transportasi  (tuba fallopii), gangguan peritoneum,
dan gangguan imunologik.
3. Sekitar 4 dari 5 pasangan akan hamil dalam satu tahun pernikahan
dengan senggama yang normal dan teratur. Setiap pasangan yang belum
berhasil hamil dalam kurun waktu ini patut diperiksa dengan tuntas.
Sebenarnya cukup bijaksana untuk memulai pemeriksaan pendahuluan
yang sederhana sebelum masa ini,jika pasangan tersebut khawatir tidak
akan mempunyai keturunan
4. Penanggulangan terbaik adalah dengan menangani penyebabnya.
Namun tidak semua penyebab diketahui dan sebaliknya cukup banyak
penderita yang diketahui penyebabnya, namun tidak dapat tuntas
ditanggulangi.

4.2 Saran
Makalah ini dapat digunakan oleh pembaca sebagai referensi untuk
menambah referensi untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Semoga
makalah yang kami buat dapat bermanfaat bagi kita semua yang
membacanya. Dan dapat menambah pengetahuan pembaca tentang
pengelolaan masalah kesehatan pasangan usia subur (Infertilitas). Dan dalam
pembuatan makalah ini kami sadar bahwa masih banyak kekurangan yang
perlu di perbaiki.

DAFTAR PUSTAKA

22
Daniel, 2018. Benarkah Infertilitas Disebabkan Gaya Hidup. Bandung :
PT. Refika Aditama.
Elizabeth, 2015.  Panduan kesehatan Bagi Wanita. Jakarta : PT. Prestasi
Pustaka.
Herlianto, Harijati. 2014. Fertilitas (Kelahiran) dalam Pengantar
Demogarf. Jakarta: PT  Lembaga Demografi UI.
Manuaba, IBG.2012. Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita. Arcan.
Jakarta.
Permadi, 2018. Mengatasi Infertilitas. Bandung: PT Grafindo
Yatim, Wildan. 2014. Reproduksi Dan Embryologi.Bandung: Tarsito.
Ida Bagus Yuda. 2019. Evaluasi Kesehatan Reproduksi pada Pasangan
Infertil. RSD Mangusada. Badung, Bali.

23

You might also like