You are on page 1of 4

Pemikiran Ki Hajar Dewantara

Ki Hajar Dewantara Lahir di Yogyakarta pada tanggal 2 Mei 1889. Terlahir dengan nama
Raden Mas Soewardi Soeryaningrat. Ia berasal dari lingkungan keluarga kraton Yogyakarta.
Raden Mas Soewardi Soeryaningrat, saat genap berusia 40 tahun menurut hitungan Tahun Caka,
berganti nama menjadi Ki Hajar Dewantara. Semenjak saat itu, ia tidak lagi menggunakan gelar
kebangsawanan di depan namanya. Hal ini dimaksudkan supaya ia dapat bebas dekat dengan
rakyat, baik secara fisik maupun hatinya (Darsiti Suratman, 1985). Ki Hajar Dewantara pertama
kali masuk Europeesche Lagere School. Setelah tamat dari Europeesche Lagere School, Ki Hajar
melanjutkan pelajarannya ke STOVIA, singkatan dari School Tot Opleiding Van Indische Arsten.
Ki Hadjar tidak menamatkan pelajaran di STOVIA. Ki Hajar juga mengikuti pendidikan sekolah
guru yang disebut Lagere Onderwijs, hingga berhasil mendapatkan ijazah.

Ki Hajar Dewantara adalah Bapak Pendidikan Nasional. Hal itu karena beliau merupakan
seorang tokoh yang tanpa jasa memerdekakan Indonesia. Pengabdian yang ia berikan begitu besar
terhadap bangsanya. Banyaknya karya yang membuat Indonesia menjadi bangga pun sering ia
lakukan. Bahkan saking begitu banyak membuat Indonesia bangga, tanggal lahir Ki Hajar
Dewantara menjadi hari Pendidikan Nasional. Hari yang dikenal seluruh warga Indonesia. Hari
seseorang yang dilahirkan untuk memerdekakan pendidikan di Indonesia. Dengan kepintaran,
kebijaksanaan, tekun dan berani memerdekakan hak dari orang lain dan bangsanya melawan
penjajah. Ki Hajar Dewantara berasal dari lingkungan keluarga Keraton Yogyakarta. Ki Hajar
Dewantara meninggal di usia 69 tahun di Yogyakarta, 26 April 1959. Bersama rekan-rekan
seperjuangannya lainnya, Ki Hajar mendirikan Nationaal Onderwijs Institut Tamansiswa atau
lebih dikenal dengan Perguruan Nasional Taman Siswa pada 3 Juli 1922. Taman Siswa merupakan
sebuah perguruan yang bercorak nasional yang menekankan rasa kebangsaan dan cinta tanah air
serta semangat berjuang untuk memperoleh kemerdekaan. Perjuangan Ki Hajar Dewantara tak
hanya melalui Taman siswa, sebagai penulis, Ki Hajar Dewantara tetap produktif menulis untuk
berbagai surat kabar. Hanya saja kali ini tulisannya tidak bernuansa politik, namun beralih ke
bidang pendidikan dan kebudayaan. Tulisan KI Hajar Dewantara berisi konsep-konsep pendidikan
dan kebudayaan yang berwawasan kebangsaan. Melalui konsep-konsep itulah dia berhasil
meletakkan dasar-dasar pendidikan nasional bagi bangsa Indonesia.
Ki Hajar Dewantara mempunyai Semboyan yaitu tut wuri handayani (dari belakang
seorang guru harus bisa memberikan dorongan dan arahan), ing madya mangun karsa (di tengah
atau di antara murid, guru harus menciptakan prakarsa dan ide), dan ing ngarsa sung tulada (di
depan, seorang pendidik harus memberi teladan atau contoh tindakan baik). Ki Hajar Dewantara
memaknai pendidikan secara filosofi sebagai upaya memerdekakan manusia dalam aspek lahiriah
(kemiskinan dan kebodohan), dan batiniah (otonomi berpikir dan mengambil keputusan, martabat,
mentalitas demokratik). Filosofi dalam pendidikan mencakup suatu kebijakan-kebijakan
pendidikan yang baru, mengusulkan cita-cita yang baru tanpa mempertimbangkan persoalan
filosofis seperti hakikat kehidupan yang baik, kemana pendidikan diarahkan. Ki Hajar Dewantara
sendiri memaknai guru sebagai orang yang mengajarkan kebaikan, keluhuran, keutamaan.
Menurut Ki Hajar Dewantara, pendidikan adalah tuntunan di dalam hidup tumbuhnya anak-anak
(Sugiarta, dkk, 2019). Ki Hajar Dewantara menyatakan bahwa Pendidik itu hanya dapat menuntun
tumbuh atau hidupnya kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak, agar dapat memperbaiki lakunya
(bukan dasarnya) hidup dan tumbuhnya kekuatan kodrat anak.

Pertama kali harus diingat, bahwa pendidikan itu hanya suatu ‘tuntunan’ di dalam hidup
tumbuhnya anak-anak kita. Artinya, bahwa hidup tumbuhnya anak itu terletak di luar kecakapan
atau kehendak kita kaum pendidik. Anak-anak itu sebagai makhluk, manusia, dan benda. hidup,
sehingga mereka hidup dan tumbuh menurut kodratnya sendiri. Seperti penjelasan sebelumnya,
bahwa ‘kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu’ tiada lain ialah segala kekuatan yang ada
dalam hidup batin dan hidup lahir dari anak-anak itu karena kekuasaan kodrat. Kita kaum pendidik
hanya dapat menuntun tumbuh atau hidupnya kekuatan-kekuatan itu, agar dapat memperbaiki
lakunya (bukan dasarnya) hidup dan tumbuhnya itu.

BUDI PEKERKI

Budi pekerti atau watak diartikan sebagai bulatnya jiwa manusia. Dalam bahasa asing,
disebut sebagai karakter, yaitu jiwa yang berazaz hukum kebatinan. Orang yang mempunyai
kecerdasan budi pekerti akan senantiasa memikirkan dan merasakan serta memakai ukuran,
timbangan dan dasar-dasar yang pasti dan tetap. Watak atau budi pekerti bersifat tetap dan pasti
pada setiap manusia, sehingga kita dapat dengan mudah membedakan orang yang satu dengan
yang lainnya. Budi pekerti, watak, atau karakter merupakan hasil dari bersatunya gerak pikiran,
perasaan, dan kehendak atau kemauan sehingga menimbulkan tenaga. Perlu diketahui bahwa budi
berarti pikiran perasaan-kemauan, sedangkan pekerti artinya ‘tenaga’. Jadi budi pekerti merupakan
sifat jiwa manusia, mulai angan-angan hingga menjelma sebagai tenaga. Dengan adanya budi
pekerti, setiap manusia berdiri sebagai manusia, dengan dasar-dasar yang jahat dan memang dapat
dihilangkan, maupan dalam arti neutraliseeren (menutup, mengurangi) tabiat-tabiat jahat yang
biologis atau yang tak dapat lenyap sama sekali karena sudah Bersatu dengan jiwa (Sugiarta,
dkk,2019)

Hal diatas senada dengan yang diuraikan oleh Ki Hajar Dewantara bahwa setiap
manusia memiliki potensi berbeda yang merupakan bawaan sejak lahir. Hanya dengan
pendidikanlah seluruh potensi yang dimiliki manusia berkembang sehingga menjadi manusia yang
seuutuhnya. Maksud dari apa yang disampaikan oleh Ki Hajar Dewantara ini bahwa pendidikan
harus diarahkan pada pengolahan empat domain, diantaranya: olah pikir, olah rasa, olah raga,
dan olah hati (Yaumi, 2014). Ada tiga unsur penting yang perlu diperhatikan dalam
menanamkan nilai moral diantaranya unsur pengertian, perasaan, dan tindakan moral.
Ketiga unsur ini saling berkaitan. Ketiga unsur ini perlu diperhatikan supaya nilai yang kita
tanamkan tidak tinggal sebagai pengetahuan saja, tetapi sunguh menjadi tindakan nyata. Unsur
pengertian moral menyangkut peserta didik dibantu untuk mengerti apa isi nilai yang digeluti
dan mengapa nilai itu harus dilakukan dalam kehidupan mereka. Sejalan dengan konsep
pendidikan budi pekerti Ki Hajar Dewantara bahwa budi pekerti berarti pikiran,
perasaan, dan kemauan. Budi pekerti merupakan sifat jiwa, dari angan-angan sampai terjelma
menjadi tenaga (Zainuddin, 2021).
Lampiran :

Dasar-Dasar Pendidikan. Keluarga, Th. I No.1,2,3,4., Nov, Des 1936., Jan, Febr. 1937

Sugiarta, M., Ida,B,P., Agus, A., Wayan I., 2019. Filsafat Pendidikan Ki Hajar Dewantara
(Tokoh Timur). Jurnal Filsafat Indonesia. Singaraja. Vol 2 No 3

Zainuddin, 2021. Konsep Pendidikan Budi Pekerti Perspektif Ki Hadjar Dewantara.


Journal of Social Community. Sampang. Vol.6No.1 Juni

Yaumi, Muhammad. 2014. Pendidikan Karakter, Landasan, Pilar, dan Implimentasi.


Jakarta: Prenada Media Group.

You might also like