Professional Documents
Culture Documents
Pemanfaatan Informasi Iklim Untuk Menunjang Usahatani Tanaman Pangan PDF
Pemanfaatan Informasi Iklim Untuk Menunjang Usahatani Tanaman Pangan PDF
kondisi El-Niño yang berdampak terhadap penurunan hujan bulan Juli-Oktober berkorelasi positif terhadap
produksi pertanian secara signifikan (Boer, 2002). SOI bulan Mei-Juni dan berkorelasi negatif terhadap
Data produksi padi tahun 1989 sampai 1998 Indian Ocean Dipole (IOD) di beberapa stasiun.
menunjukkan bahwa kehilangan produksi yang Department of Primary Industries (2002) menyata-
disebabkan oleh banjir berkisar antara 9 sampai 30 kan bahwa SOI mempengaruhi curah hujan pada
ribu ton per kabupaten, sebaliknya kehilangan musim pancaroba di Indonesia.
produksi yang disebabkan oleh kekeringan berkisar Dengan memanfaatkan informasi kedua
antara 4 sampai 650 ribu ton (Boer, 2002). indikator 1-2 bulan sebelum tanam dapat digunakan
Umumnya petani menanam padi untuk musim untuk menyusun perencanaan tanam. Penelitian ini
hujan pada bulan November. Seringkali lahan yang bertujuan untuk menghitung nilai informasi iklim
sudah ditanami tersebut terkena banjir pada bulan berdasarkan strategi alokasi lahan untuk
Desember-Februari. Petani biasanya akan menanam memaksimalkan penghasilan petani.
padi kembali yang menyebabkan mundurnya musim
tanam kedua, yang selanjutnya menyebabkan
BAHAN DAN METODE
tanaman mengalami kekeringan dan rendahnya
produksi tanaman. Penggunaan informasi iklim oleh
petani untuk menentukan waktu tanam sangat Waktu dan tempat penelitian
rendah. Sebagian besar petani memutuskan sendiri
waktu tanam tanpa mempertimbangkan rekomendasi Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap, yaitu:
dari Dinas Pertanian setempat. Selain itu, petani pengumpulan data input usahatani melalui survei di
seringkali menanam padi pada wilayah yang Kecamatan Ciparay dan Bojongsoang, Kabupaten
direkomendasikan untuk diberakan yang disebut Bandung dan desk study untuk analisis data.
‘gadu tak izin’. Penelitian dilaksanakan mulai bulan Maret sampai
Agustus 2005.
Kejadian iklim ekstrim yang menyebabkan
fluktuasi curah hujan dari tahun ke tahun
mengakibatkan tingginya ketidakpastian hasil panen Data yang digunakan
yang merugikan petani. Agar hasil yang didapatkan
Data yang digunakan pada penelitian ini adalah
secara ekonomis menguntungkan, informasi ramalan
data sekunder, seperti : data iklim, pola tanam, dan
curah hujan sangat berguna bagi petani dalam
harga-harga input usahatani, dan data primer, seperti
mengantisipasi kemungkinan kejadian iklim ekstrim
: penggunaan pupuk, waktu tanam, dan produksi.
dengan menyesuaikan waktu tanam dan alokasi
Data tersebut adalah : curah hujan Kecamatan Cipa-
peruntukan lahan. Dengan menyediakan pilihan
ray periode tahun 1950-2004; produksi tanaman
beberapa komoditas tanaman berdasarkan nilai
padi, jagung, dan kedelai periode 1950-2004; SOI
ekonomi dan tingkat kesediaan petani menanggung
dan DMI; teknologi budidaya (tanggal tanam, jarak
risiko (risk taking) dapat membantu memaksimumkan
tanam, penggunaan pupuk, pola tanam); biaya-biaya
pendapatan petani, terutama pada kondisi iklim
input usahatani, dan harga-harga komoditas.
ekstrim.
Indikator iklim yang dapat digunakan untuk
Metodologi
memprediksi curah hujan di Indonesia adalah
Southern Oscillation Index (SOI) dan Dipole Mode Sistem usahatani yang digunakan di kedua
Index (DMI). Boer dan Faqih (2004) menyatakan SOI desa dipelajari melalui survei cepat (RRA/Rapid Rural
mempengaruhi curah hujan pada sebagian besar Appraisal). Hubungan SOI/DMI dengan produksi
stasiun hujan di Kabupaten Bandung. Anomali curah tanaman dianalisis dengan menggunakan distribusi
41
JURNAL TANAH DAN IKLIM NO. 24/2006
Weibull. Optimasi sistem usahatani pada kondisi iklim cluster sampling. Populasi terlebih dahulu dibagi
ekstrim ditentukan dengan cara memaksimumkan berdasarkan area atau cluster kecamatan kemudian
nilai harapan utilitas kekayaan (expected utility of desa. Kecamatan contoh dipilih secara sengaja
wealth). Tahapan penelitian disajikan pada Gambar (purposive) dengan terlebih dahulu menganalisis
1. kecamatan yang paling luas terkena bencana
kekeringan dan banjir pada tahun-tahun terakhir.
Tahap kedua dilakukan stratified sampling dengan
Pengumpulan data lapangan
membagi petani berdasarkan informasi karakteristik
Informasi tentang teknologi budidaya, luas petani yang telah dikumpulkan pada survei tahap
lahan, status kepemilikan lahan (pemilik-penggarap, pertama.
penyakap, dan penggarap), biaya usahatani (input
tetap dan input variabel), harga-harga (pupuk, benih, Analisis data usahatani
saprodi, komoditas, dan lain-lain), kejadian iklim
ekstrim dan upaya mengatasinya diperoleh melalui Analisis data usahatani menggunakan dua
wawancara dengan narasumber dan petani kriteria, yaitu : pendapatan (gross margin) dan
responden menggunakan sistem penggalian informasi Revenue Cost Ratio (RCR). Gross margin merupakan
selisih antara penerimaan dan pengeluaran
cepat (RRA).
usahatani. Jika pendapatan bersih mempunyai nilai
Rapid Rural Appraisal dilakukan melalui positif, maka usahatani tersebut menguntungkan
wawancara mendalam, pengamatan (observation), dan layak dilaksanakan. Jika nilainya 0, maka
pengamatan pelibatan (participation observation), usahatani tersebut tidak untung dan tidak rugi
focus group discussion (mengumpulkan sejumlah (break even atau impas), dan apabila nilainya negatif
orang yang dijadikan sebagai narasumber). Petani usahatani tersebut merugi sehingga lebih baik tidak
contoh diperoleh menggunakan teknik stratified dilaksanakan. RCR dihitung dengan rumus sebagai
cluster sample. Tahap pertama dilakukan two stage berikut :
Gross margin
Tingkat risiko
42
E. SURMAINI ET AL. : PEMANFAATAN INFORMASI IKLIM UNTUK MENUNJANG USAHATANI TANAMAN PANGAN
∑x π
dimana : revenue = penerimaaan dan cost = biaya
Πi = j ij − C − Ti ,
produksi. Jika RCR>1 berarti usahatani tersebut j =1
menguntungkan, jika RCR <1 berarti usahatani
tersebut rugi, dan RCR = 1 menunjukkan bahwa π ij = Yij P j − c j,
usahatani tersebut impas. Nilai RCR = a
mengindikasikan bahwa setiap Rp 1,00 biaya dapat dimana : Π i = pendapatan bersih pada tahun ke-i,
menghasilkan penerimaan sebesar Rp a,00. x j = luas lahan yang dialokasikan untuk tanaman j,
Yij = produktivitas (kg ha-1), π ij = gross margin
Analisis skenario iklim tanaman j (Rp ha-1), C = biaya input tetap usahatani
(Rp), P j = harga tanaman j (Rp kg-1), c j = biaya
Pengaruh SOI/DMI diuji terhadap produksi variabel rata-rata usahatani tanaman j (Rp ha-1), dan
tanaman pada MK-1, karena pada musim hujan T i = pajak
petani selalu menanam padi. Penanaman MK-1 Dengan asumsi fungsi utilitas berbentuk
umumnya dilakukan pada bulan Maret sampai Mei,
konkaf untuk R r >0, optimasi non-linier digunakan
dan data SOI/DMI yang digunakan adalah data
untuk menentukan luas areal untuk setiap tanaman
SOI/DMI lag-1 yaitu bulan Februari sampai April.
yang dapat menghasilkan nilai harapan utilitas yang
Analisis distribusi peluang menggunakan metode
maksimum (Lambert dan Mc Carl, 1985).
Weibull sebagai berikut :
m n m
p=
n +1
max
x E{U(W F )} = ∑
i =1
U(Wo + ∑x π
j =1
j ij − C − Ti ]/n
43
JURNAL TANAH DAN IKLIM NO. 24/2006
ini berdasarkan asumsi bahwa untuk mendapatkan Πij = penerimaan usahatani pada tahun ke-j
modal petani tidak akan menjual asetnya, tetapi skenario iklim i berdasarkan alokasi lahan
dapat menggadaikannya sampai 60% dari nilai (Rp ha-1).
asetnya (Messina et al., 1999). Untuk menggambar- Πij * = penerimaan usahatani pada tahun ke-j
kan sikap petani terhadap risiko menggunakan
skenario iklim ke-i berdasarkan pola tanam
koefisien risiko (risk aversión) yang dikategorikan
petani (Rp ha-1).
dalam 4 level yaitu Rr = 0,0; 1,0; 2,0; dan 3,0
yang mewakili petani netral, agak netral, sedang,
dan sangat menghindari risiko (Hardarker et al., HASIL DAN PEMBAHASAN
1997). Dalam penelitian ini sikap petani terhadap
risiko hanya dibedakan menjadi petani yang berani Pengaruh SOI terhadap musim hujan
terhadap risiko (r = 0 dan r = 1) dan petani yang dan musim kemarau
menghindari risiko (r = 2 dan r = 4).
Curah hujan di stasiun Ciparay berkisar 2.000-
Untuk mendapatkan data tentang sikap petani
3.000 mm tahun-1, curah hujan bulanan pada musim
terhadap risiko, diajukan dua pertanyaan kepada
hujan berkisar 151-264 mm dan pada musim
responden sebagai berikut : kemarau berkisar antara 40-141 mm bulan-1
1. Apabila menanam suatu jenis tanaman A dengan (Gambar 2). Awal musim kemarau terjadi pada bulan
modal Rp 1.000.000,00 akan mendapatkan April-Mei, sedangkan awal musim hujan terjadi bulan
keuntungan sebesar Rp 100.000,00, pada Oktober-November. Berdasarkan hubungan antara
kondisi cuaca apapun. awal musim hujan dengan SOI Agustus, awal musim
2. Apabila menanam jenis tanaman B dengan hujan cenderung maju apabila nilai SOI positif (La-
modal Rp 1.000.000,00 dengan peluang 50% Niña). Distribusi peluang antara fase SOI dengan
berhasil dan 50% gagal. Apabila berhasil akan awal musim hujan menunjukkan bahwa dengan
mendapatkan keuntungan Rp 500.000,00, peluang 50% pada kondisi El-Niño awal musim
tetapi jika gagal karena kekeringan/banjir akan hujan mundur sampai bulan November sedangkan
rugi Rp 1.000.000,00. pada kondisi normal pada bulan Oktober (Gambar 3).
300
Nilai informasi iklim 250
200
Nilai informasi pada berbagai iklim dinyatakan
150
sebagai selisih antara penerimaan dengan pola
100
petani dengan penerimaan berdasarkan alokasi lahan
50
(Solow et al., 1998; Wilks dan Wolfe, 1998)
0
sebagai berikut :
J F M A M J J A S O N D
n n
V =( ∑ Πij − ∑ Πij * )/n
j j =1
Gambar 2. Rata-rata curah hujan bulanan dan
standar deviasinya di stasiun Ciparay,
Kabupaten Bandung
dimana :
Figure 2. Monthly rainfall and standard deviation
V = nilai potensi informasi iklim (Rp ha-1) in Ciparay, Bandung District
44
E. SURMAINI ET AL. : PEMANFAATAN INFORMASI IKLIM UNTUK MENUNJANG USAHATANI TANAMAN PANGAN
0.8
Melampaui
0,8 ENSO Phase 5
Peluangmelampaui
12
hujan
y = -0,044x + 10,8
(B ulan)
0.6
0,6
al M usim
2
R = 0,1408
11
A wmusim
0.4
0,4
Peluang
10
Awal
9 0.2
0,2
8 00
-30 -20 -10 0 10 20 30 9
9 10
10 11
11 12
12 13
13 14
14
SOI Agustus AwalMusim
Awal musim hujan(bulan)
Hujan (bulan)
Gambar 3. Hubungan awal musim hujan dengan SOI (kiri) dan distribusi awal musim hujan pada
berbagai fase SOI (kanan)
Figure 3. Relationship between onset of rainy season and SOI (left) and probability of exceeding
distribution of onset rainy season based on SOI phase (right)
10 yy = -0,0335x++5.0958
= -0.0335x 5,0958 SOI Fase 2+4
a ra u
2
R = 0,0403
2 SOI Fase 5
R = 0.0403 0.8
Peluang M elam puai
Peluang melampaui
8 0,8
n g M u kemarau
0.6
0,6
(B u la n )
6
0.4
a n jamusim
4 0,4
2 0.2
0,2
PAwal
0 00
-30 -20 -10 0 10 20 30 1 2 3 4 5 6 7 8 9
SOI April Panjang Musim
Panjang musimKemarau
kemarau(Bulan)
(bulan)
Gambar 4. Hubungan awal musim kemarau dengan SOI (kiri) dan distribusi awal musim kemarau pada
berbagai fase SOI (kanan)
Figure 4. Relationship between onset of dry season and SOI (left) and probability of exceeding
distribution of onset dry season based on SOI phase (right)
Peningkatan SOI juga menyebabkan ber- kedelai, seperti ditunjukkan oleh adanya perbedaan
tambahnya panjang musim kemarau. Berdasarkan produksi antara kondisi El-Niño (fase 1+3), La-Niña
distribusi peluang melampaui 50% dengan meng- (fase 2+4), dan Normal (fase 5). Pengaruh DMI
gunakan fase SOI, pada kondisi El-Niño (Fase 1+3) terhadap produksi ketiga komoditas tersebut tidak
panjang musim kemarau mencapai 6 bulan, pada nyata, yang dapat dilihat dari grafik peluang distri-
kondisi normal 5 bulan, dan pada kondisi La-Niña busi, dimana DMI negatif hampir berhimpit dengan
(Fase 2+4) 4 bulan (Gambar 4). DMI positif pada setiap fase SOI. Hal ini meng-
indikasikan bahwa DMI tidak menyebabkan perbeda-
Pengaruh SOI/DMI terhadap produksi tanaman an produksi di antara ketiga komoditas tersebut.
Gambar 5 menunjukkan bahwa indikator SOI Berdasarkan distribusi peluang melampaui
mempengaruhi produksi tanaman padi, jagung, dan 50%, produksi padi pada penanaman bulan April
45
JURNAL TANAH DAN IKLIM NO. 24/2006
Melampaui
Peluangmelampaui
Peluangmelampaui
0,7
0.7 0,7
0.7 SOI Fase 2+4, DMI +
SOI Fase 5, DMI -
0.6
0,6 0.6
0,6 SOI Fase 5, DMI +
0,5
0.5 0.5
0,5
SOI Fase 1+3, DMI -
Peluang
Peluang
0,4
0.4 0.4
0,4
SOI Fase 1+3, DMI +
0,3
0.3 SOI Fase 2+4, DMI - 0.3
0,3
0,2
0.2 SOI Fase 2+4, DMI + 0.2
0,2
SOI Fase 5, DMI -
0,1
0.1 0.1
0,1
SOI Fase 5, DMI +
00 00
0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 0 1000 2000 3000 4000 5000 6000
Hasil(kg
Hasil ha-1)
(Kg/Ha) Hasil (kg
Hasil (Kg/Ha)
ha-1)
Melampaui
Peluangmelampaui
Peluangmelampaui
0,7
0.7 0,7
0.7 SOI Fase 2+4, DMI +
SOI Fase 5, DMI -
0.6
0,6 0,6
0.6
SOI Fase 5, DMI +
0.5
0,5 SOI Fase 1+3, DMI - 0,5
0.5
0.4
0,4 SOI Fase 1+3, DMI +
Peluang
Peluang
0.4
0,4
SOI Fase 2+4, DMI -
0.3
0,3 0,3
0.3
SOI Fase 2+4, DMI +
0.2
0,2 0,2
0.2
SOI Fase 5, DMI -
0.1
0,1 SOI Fase 5, DMI + 0,1
0.1
0 0 0 0
0 1000 2000 3000 4000 5000
0 1000 2000 3000 4000 5000
Hasil(kg
Hasil (Kg/Ha)
ha-1) Hasil (kg
Hasil ha-1)
(Kg/Ha)
Melampaui
Peluangmelampaui
Peluangmelampaui
0,7
0.7 0,7
0.7 SOI Fase 2+4, DMI +
SOI Fase 5, DMI -
0.6
0,6 0,6
0.6
SOI Fase 5, DMI +
0,5
0.5 SOI Fase 1+3, DMI - 0.5
0,5
0,4 SOI Fase 1+3, DMI + 0.4
Peluang
Peluang
0.4 0,4
SOI Fase 2+4, DMI -
0,3
0.3 0,3
0.3
SOI Fase 2+4, DMI +
0,2
0.2 0.2
0,2
SOI Fase 5, DMI -
0,1
0.1 SOI Fase 5, DMI + 0.1
0,1
0 0 0 0
0 500 1000 1500 2000 2500
0 500 1000 1500 2000 2500
Hasil (kg
Hasil (Kg/Ha)
ha-1) Hasil
Hasil (kg ha-1)
(Kg/Ha)
Gambar 5. Hubungan produksi padi, jagung, dan kedelai pada MK-1 dengan SOI dan DMI lag-1
Figure 5. Relationship between paddy, maize, and soybean yield on DS-1 with SOI and DM lag-1
turun 1 t ha-1 dan pada tanggal 1 Mei turun 1,5 t run sekitar 0,3 t ha-1 pada setiap tanggal tanam di
ha-1. Produksi jagung turun lebih rendah yaitu sekitar MK-1. Produksi pada kondisi La-Niña dan Normal
0,5 t ha-1 pada penanaman bulan April dan 1 t ha-1 tidak menunjukkan perbedaan yang jelas.
pada penanaman tanggal 1 Mei. Produksi kedelai tu-
46
E. SURMAINI ET AL. : PEMANFAATAN INFORMASI IKLIM UNTUK MENUNJANG USAHATANI TANAMAN PANGAN
Berdasarkan hasil analisis tersebut dapat Biaya usahatani terdiri atas biaya tetap, yaitu :
disimpulkan bahwa hanya SOI yang berpengaruh pajak, sewa lahan, dan peralatan pertanian. Biaya
nyata terhadap fluktuasi produksi ketiga komoditas tidak tetap terdiri atas : bibit, pupuk, obat-obatan,
tersebut di Kecamatan Ciparay dan Bojongsoang. dan tenaga kerja (Tabel 2). Harga komoditas padi,
Hasil ini kemudian dijadikan dasar untuk menentukan jagung, dan kedelai di tingkat petani masing-masing
skenario iklim ekstrim yang digunakan untuk analisis Rp 1.200,00 kg-1, Rp 1.500,00 kg-1, dan Rp
alokasi lahan yaitu SOI fase 1+3 untuk kondisi El- 3.500,00 kg-1. Biaya usahatani berdasarkan harga
Niño, SOI fase 2+4 untuk kondisi La-Niña. pada MH 2004/2005 di lokasi penelitian.
Optimasi usahatani untuk MK-1 dilakukan
dengan tanggal tanam 15 Maret, 1 April, 15 April,
Optimasi usahatani berdasarkan skenario iklim
dan 1 Mei. Perbedaan usahatani pada kondisi El-
Tahap pertama dalam optimasi usahatani Niño dan La-Niña menggambarkan perbedaan
adalah menghitung gross margin berdasarkan hasil toleransi tanaman terhadap ketersediaan air yang
simulasi produksi setiap komoditas periode 1950- dipengaruhi oleh curah hujan. Hasil simulasi
2004. Beberapa konstanta yang digunakan dalam menunjukkan bahwa usahatani di Kecamatan
Ciparay dan Bojongsoang mempunyai pola yang
simulasi adalah nilai kekayaan awal (initial wealth),
sama.
biaya input tetap, biaya input variabel, harga, luas
lahan dan koefisien risiko. Simulasi dilakukan untuk Gambar 6 menunjukkan bahwa penanaman
petani penggarap/penyakap dan petani pemilik. tanggal 15 Maret, 1 April, dan 15 April akan
mendapatkan pendapatan maksimum jika
Sebagian besar petani adalah penggarap dan
mengalokasikan seluruh lahannya dengan tanaman
penyakap yang tidak mempunyai lahan. Nilai
jagung, baik untuk petani penggarap maupun petani
kekayaan awal dihitung berdasarkan luas rata-rata pemilik. Produksi jagung pada saat itu masih tinggi
lahan perumahan 300 m2 dan nilai jual ternak karena curah hujan masih mencukupi. Kebutuhan air
kambing dan bebek. Ternak dimasukkan dalam tanaman jagung berkisar 500-800 mm lebih tinggi
perhitungan kekayaan awal, karena ternak merupakan daripada tanaman kedelai yang berkisar antara 450-
komponen penting dalam usahatani di kedua 700 mm (Doorenbos dan Kassam, 1979). Perbedaan
kecamatan ini. Petani pemilik umumnya mempunyai yang cukup besar antara produksi jagung dan
rata-rata luas lahan pertanian sebesar 1 ha. Nilai kedelai menyebabkan nilai gross margin tanaman
aset petani pemilik dan penggarap/penyakap jagung lebih tinggi, walaupun harga kedelai jauh
disajikan pada Tabel 1. lebih tinggi.
47
JURNAL TANAH DAN IKLIM NO. 24/2006
48
E. SURMAINI ET AL. : PEMANFAATAN INFORMASI IKLIM UNTUK MENUNJANG USAHATANI TANAMAN PANGAN
TahunElEl-Niño
Tahun Nino Tahun
Tahun LaLa-Niña
Nina Semuatahun
Semua Tahun
100% 100% 100%
Alokasi Lahan
lahan 80% 80% 80%
Alokasi Lahan
lahan
Alokasi Lahan
lahan
60% 60% 60%
Alokasi
Alokasi
Alokasi
40% 40% 40%
0% 0% 0%
r=0 r=1 r=2 r=3 r=0 r=1 r=2 r=3 r=0 r=1 r=2 r=3
Resiko
Risiko Resiko
Risiko Risiko
Resiko
Lahan
Lahan
80% 80% 80%
Alokasi lahan
Alokasilahan
60% Alokasilahan
60% 60%
40% 40%
Alokasi
40%
Alokasi
0% 0% 0%
r=0 r=1 r=2 r=3 r=0 r=1 r=2 r=3 r=0 r=1 r=2 r=3
Risiko
Resiko Risiko
Resiko Risiko
Resiko
Jagung Kedelai Bera
Lahan
Alokasi Lahan
Alokasilahan
Alokasi lahan
0% 0% 0%
r=0 r=1 r=2 r=3 r=0 r=1 r=2 r=3 r=0 r=1 r=2 r=3
Resiko
Risiko Risiko
Resiko Risiko
Resiko
Jagung Kedelai Bera
Gambar 6. Alokasi lahan optimal pada berbagai tanggal tanam dan tingkat risiko bagi
petani penggarap dan pemilik
Figure 6. Optimal land allocation on some planting dates and risk level for share-
cropped and land owner
tanaman padi daripada jagung atau kedelai karena Gambar 7 menjelaskan bahwa pada tanggal
beras merupakan makanan pokok, walaupun tanam 15 Maret perbedaan gross margin antara
komoditas tersebut kurang menguntungkan. Pada tanaman padi dan jagung relatif kecil, dimana pada
MK-1 sebagian besar hasil padi tidak dijual petani kondisi La-Niña sebesar Rp 11.000,00, Normal Rp
438.000,00, dan El-Niño sebesar Rp 950.000,00.
karena dijadikan cadangan makanan sehari-hari.
Berdasarkan nilai sosialnya, petani disarankan untuk
Namun jika selisih antara gross margin tanaman padi
menanam padi pada tanggal 15 Maret pada kondisi
dengan jagung/kedelai cukup besar, petani akan lebih normal dan El-Niño. Pada tanggal tanaman 1 April,
untung untuk membeli beras dari hasil penjualan 15 April, dan 1 Mei, petani disarankan menanam
jagung atau kedelai. jagung dan atau kedelai karena selisih gross margin
49
JURNAL TANAH DAN IKLIM NO. 24/2006
kedua komoditas tersebut cukup besar antara Rp cost sharing penggarap dibanding pemilik lahan
700.000,00 - Rp 1.200.000,00. menunjukkan risk sharing penggarap lebih besar dari
pada pemilik lahan. Tabel 2 menunjukkan penggarap
3500000 menanggung biaya sebesar 75% untuk biaya tidak
Padi Jagung
3000000 tetap usahatatani sedangkan pemilik lahan hanya
(Rp/ha)
ha-1)
1500000
lebih berani mengalokasi lahannya dengan memilih
Gross
1000000
komoditas yang lebih toleran sehingga
500000
pendapatannya lebih besar. Perbedaan pendapatan
0
yang lebih besar dengan usahatani berdasarkan
Normal
Normal
Normal
Normal
El Nino
El Nino
El Nino
El Nino
La Nina
La Nina
La Nina
La Nina
informasi iklim dibanding secara konvensional
15-Mar 1-Apr 15-Apr 1-May
2.000.000
Nilai Informasi iklim (Rp ha-1)
50
E. SURMAINI ET AL. : PEMANFAATAN INFORMASI IKLIM UNTUK MENUNJANG USAHATANI TANAMAN PANGAN
Petani Penggarap
2000000
2.000.000
(Rp/Ha)
El Nino La Nina
)
5.000.000
-1
1600000
1.600.000
(Rp ha
4.000.000
1200000
1.200.000
iklim
3.000.000
Informasi
800.000
800000
informasi
2.000.000
400.000
400000
1.000.000
Nilai
Nilai
00 0
padi- padi-
r=0
r=1
r=2
r=3
r=0
r=1
r=2
r=3
r=0
r=1
r=2
r=3
r=0
r=1
r=2
r=3
padi-padi padi-bera
jagung kedelai
15 Maret 1 April. 15 April. 1 Mei Series1 1.901.760 4.220.640 3.812.240 3.330.240
51
JURNAL TANAH DAN IKLIM NO. 24/2006
dilakukan untuk meningkatkan ketepatan ramalan Untuk tahun El-Niño, penanaman seluruh lahan
dan tingkat adopsi pengguna (Boer dan dengan padi kedua akan memberikan kerugian
Setyapratikto, 2003). Untuk itu informasi iklim perlu yang besar karena terjadinya penurunan hasil
didiseminasikan kepada para petani, karena suatu padi yang besar, sedangkan petani yang
informasi akan digunakan apabila pengguna menanam lahannya dengan tanaman non-padi
mengetahui kalau informasi tersebut akan akan mendapatkan keuntungan karena baiknya
memberikan keuntungan ekonomi. hasil tanaman. Dengan demikian, petani yang
lebih berani menanam lahannya dengan non-padi
pada tahun-tahun yang diperkirakan akan terjadi
KESIMPULAN
El-Niño akan mendapat keuntungan yang lebih
1. Hasil analisis distribusi peluang antara SOI dan besar dari petani yang tidak berani.
produksi tanaman pada MK-1 di Kecamatan
Ciparay dan Bojongsoang menunjukkan bahwa
SOI mempengaruhi produksi padi, jagung, dan DAFTAR PUSTAKA
kedelai, sedangkan DMI tidak berpengaruh
terhadap perbedaan produksi ketiga komoditas Boer, R. 2002. Pre-assessment of vulnerable site to
tersebut. Indikator SOI selanjutnya dapat extreme climate event: site selection for
pilot project on crop management and
digunakan untuk menentukan skenario iklim El-
extreme climate. Project Report. Asian
Niño dan La-Niña dalam menyusun optimasi Disaster Preparedness Centre-Laboratory of
usahatani. Climatology, Bogor Agricultural University.
2. Hasil optimasi usahatani menunjukkan bahwa Boer, R. and M. Faqih. 2004. Global climate forcing
untuk memaksimumkan keuntungannya pada factor and rainfall variability in West Java:
tahun-tahun El-Niño, petani penggarap dan case study in Bandung District. J. Agromet
18(2):1-12.
pemilik sebaiknya mengalokasikan seluruh
lahannya untuk tanaman jagung pada penanaman Boer, R. dan A. Setyapratikto. 2003. Nilai Ekonomi
Prakiraan Iklim. Makalah disampaikan pada
kedua. Apabila penanaman non-padi hanya bisa
Workshop Pemanfaatan Informasi Iklim
dilakukan setelah tanggal 1 Mei, petani untuk Pertanian Sumatera Barat. Padang,
sebaiknya mengalokasikan seluruh lahannya 11-13 Agustus 2003.
untuk penanaman kedelai secara monokultur Department of Primary Industries. 2002. Will It
agar mendapatkan keuntungan maksimum. Rain? The Effect of the Southern Oscillation
Petani yang kurang berani mengambil risiko and El-Niño in Indonesia. The State of
dapat melakukan diversifikasi dengan Queensland.
memberakan sebagian lahannya dan menanam Doorenbos, J. and A.H. Kassam. 1979. Yield
sebagian lainnya dengan jagung dan kedelai. Response to Water. FAO Irrigation and
Drainage Paper no 33. 193p.
3. Pemanfaatan informasi iklim pada tahun El-Niño
Hardarker, J.B., R.B.M. Huire, and J.R. Anderson.
akan memberikan nilai ekonomi yang lebih tinggi
1997. Coping with risk in Agriculture.
dari pada pada tahun-tahun La-Niña. Perbedaan Wallingford, CAB International. UK.
nilai ekonomi ini ditentukan oleh besar peng-
Kingwell, R.S. 1994. Risk attitude and dryland farm
alokasian lahan untuk masing-masing komoditas. management. Agricultural System 45:191-
2002.
52
E. SURMAINI ET AL. : PEMANFAATAN INFORMASI IKLIM UNTUK MENUNJANG USAHATANI TANAMAN PANGAN
Lambert, D.K. and A. McCarl. 1985. Risk modelling planning. Austr. J. Agric. Econ. 32(1-2):88-
using direct solution of non linear 97.
aproximation of the utility function. Am. J.
Pope, R.D. and R.E. Just. 1991. On testing the
Agric. Econ. 67:846-852.
structure of risk preference in agricultural
Messina, C.D., J.W. Hansen, and A.J. Hall. 1999. supply analysis. Am. J. Agric. Econ.
Land allocation conditioned on El-Niño- 73:743-748.
Southern Oscillation Phases in the Pampas
Solow, A.R., R.F. Adam, K.J. Bryant, D.M. Legler,
of Argentina. Agric. System 60:197-212.
J. O’Brian, A. Mc Carl, W. Nayda, and R.
Mjelde, J.W., T.N. Thompson, C.J. Nixon, and P.J. Weiher. 1998. The value of improved ENSO
Lamb. 1997. Utilizing a farm-level decision prediction to U.S Agriculture. Climatic
model to prioritise future climate prediction Change 39: 47-60.
research needs. Meteorology. Appl. 4:161-
Wilks, D.S. and D.W. Wolfe. 1998. Optimal use and
170.
economic value of weather forecast for
Patten, L.H, J.B. Hardarker, and D.J. Pannel. 1988. lettuce irrigation in humid climate. Agric. for
Utility efficient programming for whole-farm Meteorology 89: 115-129.
53