Professional Documents
Culture Documents
81-95
ABSTRACT
Film is considered as a medium to represent and construct the reality of life that is free from
ideological conflicts and takes a role in preserving the nation's culture. Interpretation by the public about
women is also obtained through the image of a film. Tilik film is one of the national films that involves mostly
female characters with roles as Javanese women. The film, which was released on August 17, 2020 on YouTube,
is considered as successful movie in depicting the habits of a society very well through the behavior of its
characters. Along with the times, interpretation by the public regarding women is also obtained through the
image of a media such as a film. This study aims to describe how Javanese women are represented in the film
and to explain the dominant ideas that Tilik's film wants to convey related to issues of ideology/belief. The
concept of Javanese women is the basis of this research. In Javanese culture, Javanese women already have the
stereotype before for being gentle, obedient, not arguing, and not 'more' than a men. However, the reality that
occurs in this film does not seem to match the existing stereotypes. In this film, we could find a new stereotypes
appear which tend to be negative and attached to Javanese women generally by the people. This study uses
data analysis techniques based on the theory proposed by John Fiske, namely "the codes of television". Tilik film
is described by using a narrative structure at the level of reality and syntagmatically on the level of
representation. Furthermore, the level of ideology is analyzed paradigmatically. The results of this study
indicate that Javanese women are represented in films much more modern and diverse, but still did not left the
element of identity behind. On the other hand, there is indecision regarding patriarchal ideology that present in
contradictory spaces in each scene.
ABSTRAK
Film dianggap sebagai media yang sempurna untuk merepresentasikan dan mengkonstruksi realitas
kehidupan yang bebas dari konflik-konflik ideologis serta berperan dalam pelestarian budaya bangsa.
Interpretasi oleh masyarakat mengenai perempuan sebagian besar juga didapat melalui gambaran sebuah
film. Film Tilik merupakan salah satu film nasional yang melibatkan sebagian besar tokoh perempuan dengan
peran sebagai perempuan Jawa. Film yang rilis pada 17 Agustus 2020 pada kanal YouTube ini dinilai berhasil
menggambarkan dengan sangat baik kebiasaan suatu masyarakat melalui perilaku tokoh-tokohnya. Seiring
perkembangan zaman, interpretasi oleh masyarakat mengenai perempuan sebagian besar juga didapat
melalui gambaran sebuah media seperti film. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan bagaimana
perempuan Jawa direpresentasikan dalam film tersebut serta menjelaskan gagasan-gagasan dominan yang
ingin disampaikan oleh film Tilik yang berkaitan dengan persoalan ideologi/kepercayaan. Konsep perempuan
Jawa menjadi dasar penelitian ini. Dalam kultur Jawa, perempuan Jawa memiliki stereotip lemah lembut,
penurut, tidak membantah, dan tidak ‘melebihi’ laki-laki. Namun realitas yang terjadi pada film ini seakan-akan
tidak sesuai dengan stereotip yang telah ada. Tak jarang kemudian dalam film ini muncul stereotip baru yang
cenderung negatif dan dilekatkan pada perempuan Jawa secara umum. Penelitian ini menggunakan teknik
analisis data berdasarkan teori yang dikemukakan oleh John Fiske yaitu “the codes of television”. Film Tilik
diuraikan dengan menggunakan struktur narasi pada level realitas dan level representasi secara sintagmatik.
Selanjutnya level ideologi dianalisis secara paradigmatik. Hasil penelitian ini menunjukkan perempuan Jawa
direpresentasikan dalam film jauh lebih modern dan beragam namun tidak meninggalkan unsur identitasnya.
Disisi lain terdapat kebiasan mengenai ideologi patriarki yang hadir dalam ruang kontradiktif pada setiap
adegannya.
81
Jurnal Komunikasi Visual Wimba Volume 12, No.2, 2021, Hal. 81-95
82
Jurnal Komunikasi Visual Wimba Volume 12, No.2, 2021, Hal. 81-95
83
Jurnal Komunikasi Visual Wimba Volume 12, No.2, 2021, Hal. 81-95
Dalam kultur Jawa itu sendiri, Tilik yang berkaitan dengan persoalan
perempuan haruslah seorang yang lemah ideologi
lembut, penurut, tidak membantah, dan
tidak boleh ‘melebihi’ laki-laki KAJIAN PUSTAKA
(Matsumoto, 2003). Perempuan Jawa juga Film
sangat identik dengan tutur kata halus, Film merupakan karya seni yang
tenang, diam (kalem), tidak suka konflik, lahir dari suatu kreativitas orang-orang
mementingkan harmoni, menjunjung yang terlibat dalam proses penciptaannya.
tinggi nilai keluarga, mampu mengerti dan Sebagai karya seni, film terbukti
memahami orang lain, sopan, mempunyai kemampuan kreatif dan
pengendalian diri tinggi atau terkontrol, kesanggupan untuk menciptakan suatu
dan daya tahan untuk menderita tinggi. realitas rekaan sebagai bandingan
Bila ada perselisihan ia lebih baik terhadap realitas. Realitas rekaan atau
mengalah, tidak gegabah, tidak grusa- imajiner itu dapat menawarkan
grusu, dan dalam mengambil langkah keindahan, renungan, atau sekadar
mencari penyelesaian dengan cara halus hiburan (Sumarno, 1996)
(Basuki, 2005). Namun dalam Film Tilik Menurut Pratista (2008) film
terdapat realitas yang kontradiktif dengan secara umum dapat dibagi menjadi atas
stereotip perempuan Jawa yang telah ada dua unsur pembentuk yakni, unsur naratif
itu sendiri. dan unsur semantik. Dua unsur tersebut
Menurut Eriyanto, 2001, saling berinteraksi dan berkesinambungan
representasi penting dalam dua hal, satu sama lain untuk membuat sebuah
pertama apakah individu, kelompok, atau film. Masing-masing unsur tersebut tidak
gagasan itu ditampilkan sebagaimana dapat akan membentuk film jika hanya
mestinya. Kedua, bagaimana representasi berdiri sendiri. Bisa dikatakan bahwa
itu ditampilkan. Berdasarkan beberapa hal unsur naratif adalah bahan (materi) yang
yang telah diuraikan diatas, maka akan diolah atau berhubungan dengan
penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aspek cerita atau tema film, seperti tokoh,
bagaimana perempuan Jawa masalah yang diangkat dalam film
direpresentasikan dalam Film Tilik serta tersebut, konflik, lokasi maupun
untuk menjelaskan gagasan-gagasan waktunya.
dominan yang ingin disampaikan oleh film
84
Jurnal Komunikasi Visual Wimba Volume 12, No.2, 2021, Hal. 81-95
85
Jurnal Komunikasi Visual Wimba Volume 12, No.2, 2021, Hal. 81-95
86
Jurnal Komunikasi Visual Wimba Volume 12, No.2, 2021, Hal. 81-95
87
Jurnal Komunikasi Visual Wimba Volume 12, No.2, 2021, Hal. 81-95
88
Jurnal Komunikasi Visual Wimba Volume 12, No.2, 2021, Hal. 81-95
Gambar 2. Adegan yang memperlihatkan yang lainnya. Hal ini terlihat pada
keragaman busana kelompok sosial.
aksesoris mengkilap yang ia kenakan. Baik
Kelompok sosial yang terdiri dari yang menempel pada kerudungnya (bros)
satu individu dengan yang lain. Hal disuguhkan dengan kegiatan gosip
ini dapat dilihat berdasarkan gaya menggosip kelompok sosial ini. Perilaku
Menilik dari kultur perempuan Jawa yang kelompok sosial ini mencerminkan
Jawa identik dengan kebaya dan sanggul, bergosip. Menurut antropolog, Aris
maka dalam film ini perempuan Jawa Mundayat, 2020, kegiatan membicarakan
telah mengalami modernisasi mengenai keburukan orang lain yang dilakukan oleh
gaya busana. Hal ini pun dapat terlihat masyarakat, terpahat dalam relief Candi
dari hijab yang dikenakan seluruh anggota Borobudur yang diperkirakan telah ada
89
Jurnal Komunikasi Visual Wimba Volume 12, No.2, 2021, Hal. 81-95
Gambar 5. Adegan.
90
Jurnal Komunikasi Visual Wimba Volume 12, No.2, 2021, Hal. 81-95
91
Jurnal Komunikasi Visual Wimba Volume 12, No.2, 2021, Hal. 81-95
92
Jurnal Komunikasi Visual Wimba Volume 12, No.2, 2021, Hal. 81-95
93
Jurnal Komunikasi Visual Wimba Volume 12, No.2, 2021, Hal. 81-95
(Basuki, 2005). Namun dibalik itu ada kesederhanaan pikiran, busana, perilaku,
beberapa perilaku yang secara implisit dan lain sebagainya setiap anggota
mencerminkan perempuan Jawa itu kelompok sosial dalam film tersebut
sendiri. memiliki nilai yang berbeda antara satu
dengan yang lain. Walaupun terbilang
SIMPULAN suka pamer harta, Bu Tejo pun memiliki
Perilaku seluruh anggota nilai kesederhanaan dalam aspek lain. Hal
kelompok sosial dalam film Tilik ini terlihat melalui caranya menyelesaikan
direpresentasikan secara kontradiktif masalah yang muncul di akhir cerita. Ia
dengan kultur Jawa mengenai perempuan menjadi pribadi yang paling solutif
Jawa. Mereka seharusnya memiliki sifat diantara yang lainnya.
tenang, diam (kalem), tidak suka konflik, Film ini memunculkan sebuah
mementingkan harmoni, menjunjung ideologi patriarki pada beberapa adegan
tinggi nilai keluarga, bertutur kata halus, yang nampak dekat dengan kehidupan
mampu mengerti dan memahami orang saat ini. Namun, dalam suatu adegan
lain, sopan, pengendalian diri tinggi atau berbeda, ideologi itu dipatahkan demi
terkontrol dan daya tahan untuk kepentingan kelompok.
menderita tinggi. Bila ada perselisihan ia
lebih baik mengalah, tidak gegabah, tidak
grusa-grusu, dan dalam mengambil
langkah 25 mencari penyelesaian dengan DAFTAR PUSTAKA
cara halus (Basuki, 2005). Namun dibalik Alex Sobur. (2006). Semiotika Komunikasi,
itu ada beberapa perilaku yang secara Bandung: Remaja Rosdakarya Analisis
implisit mencerminkan perempuan Jawa Teks Media Suatu Pengantar untuk
itu sendiri. Hal ini pun menunjukkan Analisis Wacana, Analisis Semiotik,
adanya kehidupan masyarakat modern dan Analisis framing, Bandung: PT
yang berbeda dengan dulu tetapi tetap Remaja Rosdakarya
mampu mempertahankan salah satu Ibrahim, Idi Subandy, dan Hanif Suranto.
unsur identitasnya. (1998). “Wanita, Media, Mitos, dan
Satu hal mengenai perempuan Kekuasaan: Mosaik Emansipasi dalam
Jawa yang masih tercipta dalam film Ruang Publik yang Robek” dalam
tersebut adalah kesederhanaan. Baik Wanita dan Media: Konstruksi
94
Jurnal Komunikasi Visual Wimba Volume 12, No.2, 2021, Hal. 81-95
Ideologi Gender dalam Ruang Publik Ardianto, Elvinaro dan R. Harun. (2004).
Orde Baru, Bandung: PT Remaja Komunikasi Pembangunan dan
Rosdakarya Perubahan Sosial. Jakarta: Rajawali
Trianton, T. (2013). Nilai pendidikan Pers.
karakter berbasis kearifan lokal Rakhmat, J. (2009). Psikologi Komunikasi.
dalam film Indie Banyumas, Vol.2, Bandung: Remaja Rosdakarya.
No.1, p.4. Jurnal Ilmiah Sumarno, Marselli. (1996). Dasar-Dasar
Kependidikan. Diperoleh dari E- Apresiasi Film. Jakarta : PT. Grasindo
journal:http://webcache. Pratista. (2008). Memahami Film.
googleusercontent.com/h?q=cache: Yogyakarta. Homerian Pustaka.
Kzo Basuki, dan Indah Susilowati. (2005).
wWJ4USk0J:jurnalnasional.ump.ac.i Dampak Kepemimpinan, dan
d/ Lingkungan Kerja terhadap Semangat
index.php/khazanah/article/w/650/ Kerja. Jurnal Riset Bisnis Indonesia.
642+&c d=1&hl=en&ct=clnk&gl=id William L. Rivers, Theodore Peterson, dan
Kurniawan. (2001). Semiologi Roland Jay W.Jensen (2008). Media Massa
Barthes. Magelang: Yayasan dan Masyarakat Modern edisi kedua.
Indonesiatera Jakarta : Kencana
Sudaryono. (2018). Metodologi penelitian.
Depok: RajaGrafindo Persada.
Fakih, M. (2013). Analisis Gender &
Transformasi Sosial. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Fiske, John. (2012). Pengantar Ilmu
komunikasi. Jakarta: Rajawali Pers.
Bungin, B. (2008). Konstruksi Sosial Media
Massa. Jakarta: Kencana
Prenadamedia Group.
Piliang, Yasraf A. (2003). Hipersemiotika;
Tafsir Cultural Studies Atas
Matinya Makna. Yogyakarta:
Jalasutra
95