You are on page 1of 1
Republika — 24/05/2018 4 Konsultasi Syariah Diasuh oleh Dr Oni Sahroni, MA Anggota Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama indonesia [DSN MUI Batasan Maslahat Assalamu‘alaikum wr wb, Saya sering mendengar istilah maslahat bahwa sesuatu diperbolehkan karena maslahat. Sebenarnya, apakah setiap yang ada maslahat itu diperbolehkan atau seperti apa? Mohon penjelasan, Ustaz. Aisyah, Medan Wa'alaikumussalam wr wb. Sesuatu bisa dikategorikan maslahat apabila menjadi bagian dari salah satu magashid syariah, tidak bertentangan dengan Alquran dan hadis, serta tidak bertentangan dengan maslahat yang lebih besar. Kesimpulan ini sebagaimana yang dijelaskan panjang lebar oleh Syekh Ramadhan al-Buthi dalam kitabnya Dhawabith al- Maslahah. Di dalam buku ini, beliau menjelaskan bahwa fambu-rambu maslahat ada tiga hal. Batasan pertama, mastahat termasuk bagian dari maqashid syariah. Magashidsyariah atau tujuan yang Allah SWT inginkan pada makhluk-Nya itu ada lina hal meliputi menmenuhi hajat agamanya, hajat jiwanya, hajat akalnya, hajat keturunannya, dan hajat hartanya. Karena itu, setiap perilaku yang bertujuan memenuhi kelima hajat itu adalah maslahat. Sebaliknya, setiag perilaku yang menghilangkan kelima hal tersebut ialah mafsadat {kerusakan). Oleh karena itu, seluruh ulamadan umatislam sepakat syaniah ini diturunkan untuk memenuhikelima hajat tersebut. [Ar-Risuni, Nadzariyyatu al‘Maqashid\. Asy-Syathibi menyimpulkan, maslahatadalah mernenuhi tujuan Allah yang ingin dicapai padasetiap makhluk-Nya. Tujdannya ada lima, yaitu ‘ Thenjaga agama, jiwa, Setiap usaha akal, keturunan, dan - hartanya. yang bertujuan —_Standarnyaadalah li d * setiap usaha yang mehndaungy bertujuan melindungi lima ; s shidini, ti ik, limamagashid — (oSzhat Sebaiknya ini setiap usaha yang im, termasuk bertujuan menghilangkan maslahat. lima magashid ini termasuk madarat. Tujuannya ada _—_Misainya, memenuhi hajat finansial hamba adalah lir Na, yaitu tujuan syariat ini, maka . setiap praktiknya yang menjaga bertujuan memenuhi hajat . 7 WW ini adalah mastahat. [Asy- agama, JlWa, Syathibi, al nekart akal, 1/288). Batasan kedua, tidak ket urunan, bertentangan dengan Alguran dan sunah. dan hartanya. Seluruh ulama, baik ularma masa sahabat, tabi'in, maupun imam mazhab telah berkonsensus [beri jma) bahwa maslahat sepertiini batal dan tidak berkekuatan hukum. Hal ini karena Alquran dan sunah adalah sumber hukum fal-ashl/ dan maslahat adalah salah satu muatan hukurinya [al- far'u/, tidak mungkin muatan hukum bertentangan dengan sumber hukum. Oleh karena itu, maslahat yang bertentangan dengan sumber hukum bukanlah maslahat. Misalnya, firman Allah SWT, ” Padahal Allah SWT telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.” (05 al- Bagarah [2]: 275). Ayat ini menjelaskan perbedaan hukum jual beli dan hukum riba. Jual beli hukumnya boleh, sedangkan riba hukumnya haram. Ketentuan hukum yang ada dalam ayat ini tidak bisa dibatalkan dengan maslahat, Batasan ketiga, tidak bertentangan dengan maslahat yang lebih besar. Maslahat menjadi berkekuatan hukum jika tidak bertentangan dengan maslahat yang lebih besar. Jika terdapat maslahat yang lebih besar, maslahat yang lebih kecit menjadi batal. Setiap hukur fikih tidak akan melahirkan maslahat atau tidak mengandung maslahat kecuali jika maslahat tersebut sesuai dengan hukum tersebut. Maslahat bisa sesuai dengan hukun tersebut jika tidak bertentangan dengan masiahat yang lebih besar atau setara. Wallahu alam bishawab.—

You might also like