You are on page 1of 3

Masalah balita sangat kurus (severe wasting) atau lebih dikenal dengan gizi buruk

merupakan masalah global. Gizi kurang dan gizi buruk merupakan status kondisi seseorang
yang kekurangan nutrisi, atau nutrisinya di bawah rata-rata. Gizi kurang adalah kekurangan
bahan-bahan nutrisi seperti protein, karbohidrat, lemak, dan vitamin yang dibutuhkan oleh
tubuh (Alamsyah, dkk., 2015). Balita disebut menderita gizi buruk apabila indeks berat badan
menurut umur (BB/U) < -3 SD (Kementerian Kesehatan RI, 2011. Gizi buruk yang
berkepanjangan pada anak-anak dapat menurunkan produktifitas, pertumbuhan fisik,
kapasitas kerja, dan kinerja reproduksi pada saat dewasa. Selain itu, gizi buruk dapat
meningkatkan angka kesakitan, risiko gangguan penyakit kronis pada saat dewasa, dan angka
kelahiran bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR). BBLR meningkatkan risiko bayi
mengalami gangguan fisik, mental, dan kecerdasan.

Kekurangan gizi pada balita 6-59 bulan lebih banyak dipengaruhi oleh faktor luar,
misalnya: • asupan makanan; • kekebalan tubuh terhadap infeksi, yang antara lain
dipengaruhi oleh kelengkapan pemberian imunisasi dasar; • terpapar sumber infeksi penyakit
menular baik internal maupun eksternal; • ketersediaan jamban keluarga dan air bersih; •
kondisi lingkungan, misalnya yang berkaitan dengan polusi, termasuk polusi dari industri,
kendaraan bermotor, asap rokok, asap dapur, dll.

Cara untuk mendeteksi gizi buruk pada Balita diantaranya dengan pengukuran klinis
atau antropometri. Pengukuran klinis merupakan metode yang penting untuk mengetahui
status gizi Balita berdasarkan perubahan-perubahan yang terjadi pada tubuh anak. Hal ini
dapat dilihat pada jaringan epitel seperti kulit, rambut, atau mata. Antropometri secara umum
digunakan untuk melihat ketidakseimbangan asupan protein dan energi. Ketidakseimbangan
terlihat pada pola pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh seperti lemak, otot, dan
jumlah air dalam tubuh. Beberapa indeks pengukuran yang digunakan dalam penentuan status
gizi yaitu indeks berat badan menurut umur (BB/U), indeks tinggi badan menurut umur
(TB/U) dan indeks berat badan menurut tinggi badan (BB/TB).

Upaya pemantauan status gizi pada kelompok balita difokuskan melalui pemantauan
terhadap pertumbuhan berat badan yang dilakukan melalui kegiatan penimbangan di
Posyandu secara rutin setiap bulan, serta pengamatan langsung terhadap penampilan fisik
balita yang berkunjung di fasilitas pelayanan kesehatan.

Selanjutnya, Pemberian Kapsul Vitamin A. Tujuan pemberian kapsul Vitamin A pada


balita adalah untuk menurunkan prevalensi dan mencegah kekurangan vitamin A pada balita.
Vitamin A penting untuk kesehatan mata dan mencegah kebutaan, serta meningkatkan daya
tahan tubuh. Sasaran pemberian kapsul vitamin A dosis tinggi adalah bayi (umur 6-11 bulan)
diberikan kapsul vitamin A 100.000 SI, anak balita (umur 1-4 tahun) diberikan kapsul
vitamin A 200.000 SI, dan ibu nifas diberikan kapsul vitamin A 200.000 SI, sehingga bayinya
akan memperoleh vitamin A yang cukup melalui ASI. Pada bayi (6-11 bulan) diberikan
setahun sekali pada bulan Februari atau Agustus; dan anak balita 6 bulan sekali, yang
diberikan secara serentak pada bulan Februari dan Agustus.

Pemberian ASI Eksklusif. Cara pemberian makanan pada bayi yang baik dan benar adalah
menyusui bayi secara eksklusif sejak lahir sampai dengan umur 6 bulan dan meneruskan
menyusui anak sampai umur 24 bulan. Mulai umur 6 bulan, bayi mendapat makanan
pendamping ASI yang bergizi sesuai dengan kebutuhan tumbuh kembangnya. Upaya
terobosan yang perlu dilakukan untuk meningkatkan pemberian ASI eksklusif antara lain
melalui upaya peningkatan pengetahuan petugas tentang manfaat ASI eksklusif, penyediaan
fasilitas menyusui ditempat kerja, peningkatan pengetahuan dan keterampilan ibu,
peningkatan dukungan keluarga dan masyarakat serta upaya untuk mengendalikan pemasaran
susu formula.

Selain itu, terdapat beberapa tips untuk mengatasi anak yang susah makan.

1. Minimalkan gangguan saat makan


Makan sambil main HP atau menonton TV dapat membuat anak kehilangan selera
makan. Cara tersebut dianggap ampuh untuk membuat anak fokus pada makanan.
Dengan fokus pada makanan dan percakapan, ikatan orangtua dan anak juga jadi lebih
dekat.
2. Sajikan porsi makanan yang tepat
Beberapa anak menolak makan karena melihat porsi makanan mereka terlalu banyak
seperti orang dewasa. Dalam kondisi ini, berikan anak makanan dengan porsi kecil
selama beberapa kali sehari.
3. Jangan jadwalkan makan terlalu dekat dengan jam tidur
Anak jadi tidak berselera makan saat mengantuk atau waktu tidurnya sudah mepet.
4. Hilangkan stres saat makan
Anak bisa stres saat dipaksa, ditekan, atau diteriaki untuk menghabiskan makanan.
Respons si kecil biasanya marah atau menangis. Jadi, motivasi anak untuk mau makan
dengan kasih sayang.
5. Variasikan menu makanan
Variasi menu dapat meningkatkan selera si kecil. Bila perlu, libatkan anak untuk memilih
makanan apa yang ingin dikonsumsi. Ajak mereka mulai dari memilih menu, berbelanja,
sampai memasak. Dengan begitu anak bisa jadi lebih bersemangat untuk makan.
6. Kurangi makanan dan minuman di luar jam makan
Beberapa anak menolak makan karena terlalu banyak makanan ringan atau minuman di
luar jam makan utama.
7. Pahami gaya makan anak

You might also like