You are on page 1of 17

BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Trombus merupakan terbentuknya bekuan darah di pembuluh darah atau ruang jantung.
Tromboemboli vena (venous thromboembolism/VTE) adalah suatu kondisi di mana bekuan
darah (trombus) terbentuk di vena, paling sering di pembuluh darah vena dalam kaki atau
panggul. Hal ini dikenal sebagai deep vein thrombosis (DVT). Trombus dapat lepas dan beredar
dalam darah, terutama ke arteri pulmonalis. Hal ini dikenal sebagai emboli paru (pulmonary
embolism/PE). Istilah VTE meliputi DVT dan PE.
Insiden VTE berkisar 10-40% dan usia paling banyak ditemukan diatas 45 tahun dengan
frekuensi pria lebih sering dibandingkan wanita. Faktor risiko terjadinya trombosis vena selain
karena faktor usia juga dapat disebabkan oleh faktor eksogen seperti pembedahan, perawatan,
immobilitas, trauma, kehamilan, masa nifas, dan hormonal. Sedangkan faktor endogen
ditemukan pada penderita dengan kanker, obesitas, genetik dan hiperkoagulasi. VTE secara
signifikan dapat meningkatkan angka mortalitas dan morbiditas, hampir 10% kematian di rumah
sakit disebabkan oleh PE sedangkan risiko kesakitan meningkat pada kasus dengan
postthrombotic syndrome, hipertensi pulmoner dan trombosis berulang.
Prevalensi VTE berbeda pada masing-masing group etnik. Di Amerika Serikat, Asia, dan
Hispanik kasusnya dijumpai lebih rendah, dibandingkan kasus yang ditemukan di Negara Afrika
yaitu 25% sedangkan di Indonesia kasus DVT baru ditemukan datanya pada saat telah dilakukan
pembedahan 69.2%.2,5 Pada umumnya lokasi DVT sering terjadi pada tungkai bawah seperti
pada poplitea, femoral, vena saphenous dan vena iliaka. Trombosis dapat menyebabkan stasis
dan oklusi pada vena. Trombus sendiri bila dijumpai pada vena superfisial tidak akan
menyebabkan emboli akan tetapi dapat menyebabkan terjadinya oedem. Apabila dijumpai
trombus pada vena yang lebih dalam, risiko untuk terjadinya embolisasi lebih besar.
Diagnosa pasti pasien DVT ditentukan dari venografi. Pemeriksaan venografi sulit
dilakukan dan tidak tersedia disemua pelayanan kesehatan, pemeriksaan lain yang mungkin
dilakukan adalah ultrasonografi dopler atau ultrasonografi kompresi. Namum seperti
pemeriksaan venografi pemeriksaan ultrasonografi ini juga tidak selalu tersedia, Oleh karena itu
banyak dikembangkan berbagai sistem skoring untuk diagnosis DVT. Metode skoring ini praktis
dan aman digunakan selain efikasi, serta efektivitas dalam hal pengobatan dan biaya. Adapun
sistem skoring yang ada seperti skor wells, skor caprini , skor padua dan skor kharona
Penelitian yang membandingkan antara skor wells dengan skor padua sudah banyak
namun penelitian di Medan belum ada. Oleh karena itu, kami tertarik membandingkan akurasi
skor wells dengan skor padua baik pada populasi umum maupun pada pasien kanker di Medan.

1.4. Tujuan Penelitian


Untuk mengentahui pentingnya penyakit DVT terhadap Ibu Nifas
BAB II
PEMBAHASAN
Deep vein thrombosis (DVT) atau trombosis vena dalam adalah kondisi ketika terjadi
penggumpalan darah pada satu atau lebih pembuluh darah vena dalam. Umumnya DVT terjadi di
paha atau betis, tapi bisa juga terbentuk di bagian tubuh yang lain. DVT bisa menyebabkan nyeri
dan pembengkakan di tungkai yang dapat mengakibatkan komplikasi serius emboli paru, yaitu
suatu kondisi saat gumpalan darah masuk ke aliran darah dan menyumbat pembuluh darah arteri
di paru-paru.

Penyebab Deep Vein Thrombosis


DVT adalah penyakit yang dapat terjadi akibat 3 faktor, yaitu gangguan aliran darah (stasis
vena), kerusakan pembuluh darah, atau kondisi di mana darah mudah menggumpal
(hiperkoagulabilitas). Segala kondisi atau kejadian yang dapat mengakibatkan terjadinya 1 dari
ketiga faktor tersebut, berisiko menimbulkan DVT. Timbulnya 2 atau 3 faktor sekaligus, makin
meningkatkan risiko timbulnya DVT. Beberapa kondisi tersebut, antara lain:
Stasis vena. Stasis vena adalah kondisi terganggu atau melambatnya aliran darah pada vena,
yang dapat disebabkan oleh:

 Prosedur bedah yang membius pasien selama 1 hingga 1,5 jam.


 Operasi daerah panggul atau tungkai, seperti operasi penggantian panggul.
 Perjalanan panjang dengan mobil, kereta atau pesawat, sehingga tungkai tidak banyak
bergerak, terutama perjalanan lebih dari 4 jam.
 Penyakit atau cedera yang menyebabkan tubuh tidak bergerak dalam waktu lebih dari 3
hari. Misalnya, patah tulang atau stroke.
 Gagal jantung.
 Terdapat varises.
 Polisitemia vera.

Kerusakan pembuluh darah. Beberapa kondisi yang bisa menyebabkan kerusakan pembuluh


darah adalah:

 Vaskulitis.
 Pemasangan kateter vena sentral (CVC).
 Obat-obatan kemoterapi.
 Pengguna NAPZA jenis suntik.
 Sepsis.

Hiperkoagulabilitas. Hiperkoagulabilitas merupakan suatu kondisi di mana darah lebih mudah


untuk menggumpal atau membeku. Kondisi ini dapat diakibatkan kelainan genetik yang
diturunkan atau didapat. Berikut ini merupakan penyebab hiperkoagulabilitas akibat kelainan
genetik, antara lain:
 Kekurangan protein pengencer darah alami, seperti protein S (defisiensi protein S),
protein C (defisiensi protein C), antithrombin III (defisiensi ATIII).
 Factor V Leiden.
 Mutasi gen prothrombin.
 Kadar homosistein tinggi (hyperhomocysteinemia).
 Meningkatnya kadar fibrinogen atau disfungsi fibrinogen (disfibrinogenemia).
 Kelebihan faktor pembekuan VIII, IX dan XI.
 Kelainan sistem fibrinolisis, sepeti hipoplasminogenemia, displasminogenemia dan
meningkatnya kadar plasminogen activator inhibitor (PAI-1).

Hiperkoagulabilitas yang terjadi karena disebabkan oleh suatu kondisi yang didapat, seperti:

 Kanker.
 Obesitas.
 Kehamilan.
 Konsumsi terapi pengganti hormon.
 Konsumsi pil KB.
 Sindrom antifosfolipid.
 Sindrom nefrotik (terlalu banyak protein dalam urine).
 Penggunaan obat untuk mengatasi kanker, seperti thalidomide.
 Diabetes.
 Lupus.

Gejala Deep Vein Thrombosis


Pada beberapa kasus, DVT dapat terjadi tanpa menunjukkan gejala. Namun, dapat muncul gejala
berupa:

 Tungkai terasa hangat.


 Nyeri yang semakin memburuk saat menekuk kaki.
 Bengkak pada salah satu tungkai, terutama di betis.
 Kram yang biasanya bermula di betis, terutama di malam hari.
 Perubahan warna kaki menjadi pucat, merah, atau lebih gelap.

Diagnosis Deep Vein Thrombosis


Dokter akan bertanya tentang gejala yang dialami pasien, lalu melakukan pemeriksaan fisik pada
area yang sakit dan bengkak. Kemudian, dokter akan melakukan serangkaian tes penunjang
seperti:

 Tes D-Dimer. Tes ini untuk mendeteksi gumpalan darah yang sudah terurai dan
memasuki aliran darah. Semakin banyak gumpalan darah yang sudah terurai ditemukan
di dalam darah, semakin besar kemungkinan terdapat penggumpalan darah.
 USG Tes ini digunakan untuk memeriksa aliran darah, apakah normal atau ada hambatan
karena adanya penggumpalan darah.
 Venografi. Tes dilakukan dengan menyuntikkan zat pewarna (kontras) pada pembuluh
darah vena pasien, kemudian dilakukan pencitraan dengan foto Rontgen untuk
mengetahui letak aliran darah yang terhambat akibat penggumpalan darah. Tes venografi
dilakukan jika pemeriksaan D-Dimer dan USG Doppler belum dapat memastikan DVT.

Pengobatan Deep Vein Thrombosis


Pengobatan untuk pasien DVT adalah dengan pemberian obat antikoagulan. Masyarakat
menganggap antikoagulan adalah obat untuk mengencerkan darah, namun sebenarnya obat ini
mengubah protein dalam darah untuk mencegah terbentuknya gumpalan darah. Obat ini juga
berfungsi mencegah gumpalan darah semakin membesar dan menyebar ke aliran darah.
Jenis obat antikoagulan yang umumnya digunakan untuk mengobati DVT adalah heparin dan
warfarin. Dokter akan memberikan heparin terlebih dulu, melalui suntikan ke bawah lemak atau
melalui pembuluh darah. Bila pasien lebih memilih obat dalam bentuk tablet, warfarin dapat
diberikan. Namun perlu diingat, warfarin tidak langsung bekerja setelah dikonsumsi, sehingga
perlu diberikan terapi lain yang dilakukan secara bersamaan. Pasien dapat mengonsumsi
antikoagulan 3-6 bulan untuk mencegah gumpalan darah terbentuk kembali.
Warfarin merupakan obat yang sering dipengaruhi oleh makanan atau obat lain dalam bekerja,
sehingga pasien perlu melakukan tes darah (INR) secara rutin untuk memantau waktu
pembekuan darah, agar dosis warfarin dapat disesuaikan. Dosis warfarin yang terlalu rendah
tidak bisa mencegah penggumpalan darah. Sebaliknya, dosis warfarin yang terlalu tinggi bisa
menyebabkan pasien mengalami perdarahan. Penting untuk diingat, warfarin tidak
direkomendasikan pada wanita hamil, karena bisa menyebabkan cacat lahir.
Obat antikoagulan lain yang direkomendasikan untuk pasien DVT adalah rivaroxaban, apixaban,
dabigatran, parnaparin, dan fondaparinux.
Jika gumpalan darah besar, berisiko timbul emboli paru, atau timbul DVT di lengan, dokter
dapat memberikan obat trombolitik. Namun, prosedur ini bisa membuat pasien lebih berisiko
mengalami perdarahan otak.
Jika pemberian obat antikoagulan tidak diperbolehkan, dokter akan menempatkan filter pada
pembuluh darah balik utama (vena cava), yang letaknya di rongga perut. Filter tersebut berfungsi
untuk mencegah gumpalan darah memasuki paru-paru. Perlu diingat, pemasangan filter dalam
jangka panjang bisa menyebabkan DVT. Sebaiknya filter segera dilepas setelah risiko terjadinya
penggumpalan darah berkurang.
Pasien juga bisa mengunakan stoking kompresi di bawah atau di atas lutut untuk mencegah
pembengkakan akibat DVT. Meski tidak bisa mengurangi DVT yang sudah terjadi, penggunaan
stoking bisa mengurangi risiko terbentuknya gumpalan darah baru. Dokter akan menyarankan
pasien agar mengenakan stoking kompresi tiap hari.
Olahraga kaki sederhana dengan menggerakan punggung kaki ke atas, serta mengangkat tungkai
ketika istirahat, sehingga kaki lebih tinggi dari panggul dapat membantu mengurangi
pembengkakan pada tungkai dan mencegah komplikasi DVT.

Komplikasi Deep Vein Thrombosis


Orang dengan DVT berisiko mengalami emboli paru, yaitu penyumbatan pembuluh darah arteri
di paru-paru akibat gumpalan darah yang lepas dari tungkai. Gejala tidak akan terasa atau terlihat
jika gumpalan darahnya kecil. Namun jika gumpalan darahnya berukuran besar, penderita bisa
merasakan nyeri dada dan sulit bernapas, bahkan bisa mengalami gagal jantung.
DVT jangka panjang juga bisa menyebabkan sindrom pasca thrombosis (PTS), yaitu kondisi
ketika DVT mengakibatkan kerusakan pada pembuluh darah vena sehingga aliran darah di
daerah tersebut menjadi buruk. Keadaan ini mengakibatkan perubahan warna kulit dan luka pada
tungkai.

Pencegahan Deep Vein Thrombosis


Beberapa tindakan yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya DVT, antara lain:

 Bila ingin menjalani operasi dan pasien rutin mengonsumsi pil KB atau terapi pengganti
hormon, perlu menghentikan obat tersebut 4 minggu sebelum operasi. Tergantung dari
faktor risiko lainnya, dokter juga dapat memberikan obat antikoagulan atau stoking
kompresi untuk mencegah DVT akibat prosedur operasi.
 Bila melakukan perjalanan panjang yang mengharuskan duduk dalam waktu lama, dapat
lakukan gerakan kaki sederhana seperti menekuk punggung kaki ke atas, atau sesekali
bangun dari tempat duduk untuk jalan (bila memungkinkan), serta banyak minum air
putih untuk mencegah dehidrasi.
 Berhenti merokok.
 Makan makanan dengan gizi seimbang.
 Olahraga teratur.
 Mempertahankan berat badan ideal.
Gejala Deep
Vein Thrombosis

Tungkai terasa
hangat.

Nyeri yang
semakin
memburuk saat
menekuk kaki.

Bengkak pada
salah satu
tungkai, terutama
di betis.

Kram yang
biasanya bermula
di betis, terutama
di malam hari.

Perubahan warna
kaki menjadi
pucat, merah,
atau lebih gelap
ilbti
gB
anyutkseprdm
hn okti
erokB
m
jh(.,w
ER
P
H
T B
M
O
A
G
E
C
N
c)of4P
P S
D

M gizaknm
sedngam b
IH
N
A
E
V
 D
T
r
V
B
K
lh rag
terauO
p adnierthk l.n
m
beratM
BAB III

CONTOH LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien

Nama : NY. Sintia


CM : 01.55.56.23
Umur : 28 tahun- G1P0A0
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Hindu
Suku : Bali
Pendidikan terakhir : SMP
Pekerjaan : Pedagang
Status : Sudah menikah
MRS : 6 April 2019
Diagnosa : - Fraktur Terbuka dan Dislokasi Ankel Dextra
- Lesi Vaskular
 Ruptur Arteri Dorsalis Pedis Dextra
 Ruptur Arteri Tibialis Posterior Dextra

3.2 Anamnesis

Keluhan utama: Nyeri Pergelangan Kaki Kanan


Riwayat penyakit sekarang:
Pasien merupakan rujukan dari BIMC Hospital dengan diagnosis fraktur terbuka dan
dislokasi ankel kanan Pasien datang sadar, mengeluh nyeri pada pergelangan kaki
kanan 8 jam sebelum masuk Rumah Sakit (6 April 2019). Saat kejadian, pasien dalam
masa nifas. Saat kejadian tersebut pasien mengatakan sedang tidur, kemudian pasien
sadar setelah kejadian nyeri akibat kecelakaan mobil

Setelah di Rumah Sakit Sanglah, pasien telah menjalani operasi eksternal fiksasi
untuk Fraktur terbuka dan dislokasi ankel pada kaki kanannya kemudian dilanjutkan
dengan repair vaskular (Arteri Dorsalis Pedis Dextra dan Arteri Tibialis Posterior
Dextra) pada tanggal 6 April 2019. Setelah itu, pasien melanjutkan operasi
anastomose end to end pada rupture arteri posterior dextra dengan graft dari vena
saphena pada tanggal 7 April 2012. Setelah menjalani operasi tersebut pasien
kemudian dirawat di MS.

Riwayat penyakit dahulu:


Pasien mengatakan alergi terhadap penisilin. Pasien menyangkal memiliki penyakit
diabetes mellitus.

Riwayat penyakit keluarga:


Pasien menyangkal ada anggota keluarga yang memiliki penyakit diabetes mellitus,
jantung, hipertensi, asma.

Riwayat sosial:
-

3.3 Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan Fisik Saat di UGD (6 April 2019)

Status Present
Kesadaran : CM (E5V5M6)
Tekanan darah : 90/60 mmHg
Nadi : 72 x/menit
Respiratorius : 15 x/menit
Temperatur axila : 36,5
BB : 52 kg
TB : 160 cm
BMI : 20,31
VAS :0–1

Primary Survey
Airway : lapang
Breathing : Spontan
Circulation : TD 90/60 mmHg, Nadi = 72x/menit
Dissability : Alert

Status General
SSP : CM, anemia -/-, ikterus -/-, reflek pupil +/+ isokor
Resp : RR = 15x / menit, vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-
K.V : TD = 90/60 mmHg, Nadi = 72x/ menit, S1S2tunggal reguler murmur (-)
GIT : BU (+) Normal, Distensi (-)
UG : BAK (+) spontan
MS : Fleksi Defleksi Leher normal, Malapati I, Gigi Palsu di rahang atas
Ext : Akral hangat (+),Fraktur Terbuka dan Dislokasi Ankel Dextra

Pemeriksaan Fisik Pre-Operasi Debridemen, Eksternal Fiksasi, Repair Vaskular


(6 April 2019)
Status Present
TD : 90/60 mmHg
Nadi : 72 x / menit
Respirasi : 15 x / menit
Temperatur Axilla: 36,5 0C
Berat Badan : 52 kg
Tinggi Badan : 160 cm
VAS :1–2
Status General
SSP : CM, anemia -/-, ikterus -/-, reflek pupil +/+ isokor
Resp : RR = 22-24x / menit, vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-
K.V : TD = 110/70 mmHg, Nadi = 88x/ menit, S1S2tunggal reguler murmur (-)
GIT : BU (+) Normal, Distensi (-)
UG : BAK (+) spontan
MS : Fleksi Defleksi Leher normal, Malapati I, Gigi Palsu di rahang atas
Ext : Akral hangat (+), Fraktur Ankel Dextra
Kesimpulan : Status Fisik ASA 3

Pemeriksaan Fisik Pre-Operasi Anastomose End to End (7 April 2019)


Status Present
TD : 100 / 70 mmHg
Nadi : 88 x / menit
Respirasi : 16 x / menit
Temperatur Axilla: 36,5 0C
Berat Badan : 52 kg
Tinggi Badan : 160 cm
VAS :1–2
Status General
SSP : CM, anemia -/-, ikterus -/-, reflek pupil +/+ isokor
Resp : RR = 16x / menit, vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-
K.V : TD = 110/80 mmHg, Nadi = 88x/ menit, S1S2tunggal reguler murmur
(-)
GIT : BU (+) Normal, Distensi (-)
UG : BAK (+) spontan
MS : Fleksi Defleksi Leher normal, Malapati I, Gigi Palsu di rahang atas
Ext : Akral hangat (+), Eksternal fiksasi ankle (+)
Kesimpulan : Status Fisik ASA 3

Pemeriksaan Fisik Saat di Ruangan MS (10 April 2019)

Status present:
KU : Lemah
Kesadaran : Composmentis
Tekanan darah : 120/80mmHg
Nadi : 84 x/menit
Respirasi : 20 x/ menit
Suhu axilla : 36.5 ° C
Pemeriksaan fisik umum :
SSP : Somnolen, RP+/+ isokor, anemia -/-, ikterus -/-
Respirasi : RR 20 x/ menit, vesikuler +/+, ronki -/-, wheezing-/-
Sirkulasi : Tekanan darah 120/80 mmHg , Nadi 84 x/menit
Cor: S1S2 tunggal , regular, murmur (-)
Abdomen : Distensi (-), Bising usus (+) normal nyeri tekan (-)
Hepar/lien tidak teraba
Urogenital : BAK (+) normal
Musculoskeletal : Regio Ankel Dextra
Look : Luka post operasi terawat, edema (-), eritema (+),
pelebaran pembuluh darah vena (-)
Feel : teraba hangat (+), nyeri tekan (+)
Move : ROM distal (-)

3.4 Pemeriksaan Penunjang

Darah Lengkap

Tgl 6/4/12 8/4/12 10/4/12


WBC (4,1 – 11,0 x 103/µL) 9,76 10,50 12,20
RBC (4,0 – 5,2 x 106/µL) 3,98 2,22 2,81
HGB (12 – 16 g/dl) 11,70 6,80 8,70
HCT ( 36 – 46 %) 35,50 19,90 25,10
PLT ( 140 – 440 x 10 /µL)
3
164,70 109,0 129,90

Kimia Darah

Tgl 7/4/12 8/4/12

BUN (8 – 23 mg/L) 9,75 9,15

Creatinin (0,5 – 0,9 mg/L) 0,50 0,55

Estimati Clearance Creatinine dengan rumus cockroft-gault:

( 140−umur ) × 52 ( 140−50 ) ×52


Ccr= x 0,85 = x 0,85 = 110,50 ml/menit (7/4/12)
72 × SerumCr 72 ×0,50
( 140−umur ) × 52 ( 140−50 ) ×52
Ccr= x 0,85 = x 0,85 = 100,45 ml/menit (8/4/12)
72 × SerumCr 72 ×0,55

AGD

Tgl AGD
pH pCO2 pO2 HCO3 BE SO2 (%) Na K
6/4/12 7,41 40,00 214,00 25,40 0,80 100 139,00 3,40

3.5 Diagnosis
 Fraktur terbuka dan Dislokasi Ankel Dextra Grade III post debridement dan Eksternal
Fiksasi
 Ruptur Arteri Dorsalis Pedis Dextra post repair vaskular
 Ruptur Arteri Tibialis Posterior Dextra post repair vascular

3.6 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Operasi Ekternal Fiksasi dan Repair Vaskular (6/4/12)

Pembedahan : Dedridement dan Eksternal Fiksasi untuk Open Fracture dan


Dislokasi Ankle Dextra.
Teknik Anastesi : GA – OTT
Pre-Medikasi : - Midazolam 2 mg
- Ondansentron 4 mg
Induksi : - Propofol 100 mg (Intravena)
Jumlah Cairan Selama Pembedahan : I : RL 500cc
II : NaCl 0,9% 500cc
III: RL 500cc
IV: RL 500cc
Analgetik : - Drip Fentanyl 300 mcg dalam 24 jam
- Paracetamol 4 x 500 mg (per oral)
Penatalaksanaan Operasi Anastomose End to End (7/4/12)
Pembedahan : Anastomose End to End untuk Rupture Arteri Posterior Dextra
dengan graft dari Vena Saphena
Teknik Anastesi : GA – OTT
Pre-Medikasi : - Midazolam 2 mg
- Ondansentron 4 mg
Induksi : - Propofol 100 mg (Intravena)
Jumlah Cairan Selama Pembedahan : I : RL 500cc
II : RL 500cc
III: RL 500cc
IV: HES 6% 500cc
V : RL 500 cc
VI : RL 500 cc
Analgetik : - Drip Fentanyl 300 mcg dalam 24 jam (bila nyeri)
- Paracetamol 500 mg 3 x 1 (per oral)
Penatalaksanaan profilaksis DVT (7/4/12 – 13/4/12)
Pasien Diberikan Lovenox (Enoxaparin Sodium injection) 2 x 40 mg pemberian secara
sub kutan

3.7 Follow up pasien

Tangga Perjalanan penyakit Pengobatan/instruksi


l

6-04-12 S: Nyeri pada kaki kanan dengan P: - Ceftriaxon 2 g IV selama


skala nyeri 6 12 jam
O:Wajah pasien meringis, luka pada - Gentamycin 2 x 80 mg
angkle kaki kanan (+), terpasang - Drip Fentanyl 300 mcg
cairan RL, TD: 100/70, RR : dalam 24 jam
16x/ment, - Parasetamol 4 x 500 mg
A: Masalah vaskular belum teratasi Post- - Observasi vital sign
operasi debridement +external fiksasi - Distraksi relaksasi
7-04-12 S: Pasien mengeluh nyeri pada P: - Ceftriaxon 2 g IV selama
Kaki kanan dengan skala nyeri 12 jam
6 - Gentamycin 2 x 80 mg
O: TD : 100/70, - Lovenox 2 x 40 mg sub
N: 88; RR: 16x/menit kutan
L: eksternal fiksasi (+), dressing - Paracetamol 4 x 500 mg
kering; - Observasi vital sign
F: Nyeri (+), CRT > 2, SnO2 87%; - Distraksi relaksasi
M: ROM distal terbatas - Observasi tanda-tanda

A: ankle kanan post desbridement + Ext pendarahan dan


fiksasi, lesi vaskular post repair hematum
vaskular

8-04-12 S: Nyeri pada kaki kanan pasien P: - Ceftriaxon 2 g IV selama


berkurang, dgn VAS 1-2 12 jam
O: sadar, kedaan stabil, TD: 120/80 - Gentamycin 2 x 80 mg
mmHg, N 88x, Respirasi : - Lovenox 2 x 40 mg sub
18x/menit, SpO2 98%, kutan
L: luka(+)terawat,pucat(+) - Parasetamol 4 x 500 mg
F: CRT ≥ 3, - Bila Hb ≤ 18 kg/dL
M : Rom distal (-), HGB: 6,80 Post
transfuse PRC 2x/hari
repair arteri dorsalis pedis dekstra
A: Open fracture dan dislokasi ankle - Vit C 1x1 ampul
dextra grade III post debridement +
repair vaskuler + eksternal fiksasi
9-04-12 S: Kel Nyeri pada kaki kanan pasien P: - IVFD ( RL : Aminofusin
berkurang, VAS 1 - 2
→2:2)
O: Sadar, Ekstremitas lemah, Tax : 39,5
ºC, TD : 110/80, N :88x, RR: 18x/
menit, Crunis Angkle dextra L : - Ceftriaxon 2 g IV selama
external fiksasi (+), luka terawat (+); 12 jam
F : Hangat, arteri dorsalis pedis - Gentamycin 2 x 80 mg
teraba lemah, arteri tibialis posterior - Lovenox 2 x 40 mg sub
teraba lemah CRT < 2; kutan
M : ROM distal (-) - Parasetamol 4 x 500 mg
A: Open fracture dan dislokasi ankle Transfuse PCR s/d Hb ≥
dextra grade III post debridement + 10 g/dL
repair vaskuler + eksternal fiksasi
- Vit C 1x1 ampul

10-04- S: Kel. Nyeri pada kaki kanan, VAS P: - Ceftriaxon 2 g IV selama


77 mm 12 jam
12 O: KU sedang, Tax : 39,5 ºC - Gentamycin 2 x 80 mg
L : eksternal fiksasi (+), akral - Lovenox 2 x 40 mg sub
kemerahan, luka terawat(+), kutan
F : akral hangat, CRT < 2, - Parasetamol 4 x 500 mg
sensory(-), Transfuse PCR s/d Hb ≥
M : ROM distal(-)
10 g/dL
A: Open fracture dan dislokasi ankle
dextra grade III post debridement +
repair vaskuler + eksternal fiksasi

11-04- S: Kel. Nyeri pada kaki kanan, VAS P: - Ceftriaxon 2 g IV selama


77 mm 12 jam
12
O: Tax : 39ºC, TD: 100/70, N: 80, RR: - Gentamycin 2 x 80 mg
28, anemis +/+, urine 2000/24 jam - Lovenox 2 x 40 mg sub
A: Open fracture dan dislokasi ankle kutan
dextra grade III post debridement + - Parasetamol 4 x 500 mg
repair vaskuler + eksternal fiksasi - Transfuse PCR s/d Hb ≥
10 g/dL
- Ketorolac 3 x 30 mg
- Elevasi tungkai bawah 1

1 bantal

12-04- S: nyeri dengan skala nyeri 5, tidak P: - Ciprofloxacin 2x500 mg -


merasakan sentuhan pada kaki
12 IVFD ( RL: Aminofusin →
kanan
O: TD: 100/70 mmHg, Nadi: 80x/menit, 2:2)
RR: 20x/menit, Tax: 36,5ºC, skala
nyeri 5 mata anemia +/+, edema - Ceftriaxon 2 g IV selama
palpebra inferior, 12 jam
L: luka terawat(+), dressing kering, - Lovenox 2 x 40 mg sub
skeletal traksi(+), kutan
F: NT(+), CRT < 2 pulpasi arteri - Parasetamol 4 x 500 mg
tibialis posterior (+) teraba - Ketorolac 3 x 30 mg
M: ROM distal (-)
A: Open fracture dan dislokasi ankle - Transfuse PCR s/d Hb ≥
dextra grade III post debridement + 10 g/dL
repair vaskuler + eksternal fiksasi
13-04- S: Nyeri pada kaki kanan pasien, P: - Asam mefenamat 5x500
12 berkurang, VAS 1 – 2 mg
O: TD: 100/70 mmHg, Nadi: 80x/menit, - Ciprofloxacin 2x500 mg
RR: 20x/menit, Tax: 36,5ºC, skala
- Ceftriaxon 2 g IV selama
nyeri 5 mata anemia +/+, edema 12 jam
palpebra inferior, ankle dextra, - Lovenox 2 x 40 mg sub
kutan
L: luka terawat(+), dressing kering, - Parasetamol 4 x 500 mg
skeletal traksi(+), - Ketorolac 3 x 30 mg

F: NT(+), CRT < 2 pulsasi arteri - Transfuse PCR s/d Hb ≥

tibialis posterior (+) teraba 10 g/dL

M: ROM distal (+) N


A: Open fracture dan dislokasi ankle
dextra grade III post debridement +
repair vaskuler + eksternal fiksasi

You might also like