You are on page 1of 19

MAKALAH

PERAN KOMUNIKASI DALAM PERKAWINAN

Dosen Pengampu: Mulyani, M.Pd

DISUSUN OLEH:

1. Aziz Prasetyo Aji (1121600019)


2. Arkhis Risqiah (1121600039)
3. Sevinatun Miftakhuljanah (1121600031)

Mata Kuliah : Konseling Keluarga

BK 4B

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

2023

01, Jl.Halmahera No.KM, Mintaragen, Kec. Tegal Tim., Kota Tegal,


Jawa Tengah 52121
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini untuk memenuhi
tugas kelompok mata kuliah Konseling Keluarga yang berjudul “Peran
Komunikasi Dalam Perkawinan.”

Dalam penyelesaian makalah ini, kami mendapatkan bantuan dan


bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, sudah seharusnya kami
mengucapkan banyak terima kasih kepada Ibu Mulyani, M.Pd selaku dosen pada
mata kuliah Konseling Keluarga dan kami juga berterima kasih kepada teman-
teman kami yang telah memberikan bantuan dan dukungan dalam mengerjakan
makalah ini.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, oleh
karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi
kesempurnaan makalah ini. Akhir kata kami sampaikan terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu kami dalam pembuatan makalah ini. Semoga
kita selalu dalam lindungan Allah SWT, Aamiin.

Tegal, 6 April 2023

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................

DAFTAR ISI...........................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................

A. Latar Belakang.............................................................................................
B. Rumusan Masalah........................................................................................
C. Tujuan..........................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................

A. Pengertian Komunikasi dalam Perkawinan..................................................


B. Sifat Komunikasi dalam Keluarga................................................................
C. Sikap dalam Hubungannya dengan Komunikasi..........................................
D. Komunikasi dalam Kaitannya dengan Pengubahan dan Pembentukan
sikap.............................................................................................................

BAB III PENUTUP.................................................................................................

A. Kesimpulan...................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perkawinan adalah bersatunya seorang pria dengan seorang wanita
sebagai suami istri untuk membentuk keluarga. Pada umumnya masing-
masing pihak telah mempunyai pribadi sendiri, pribadinya telah terbentuk.
Karena itu untuk dapat menyatukan satu dengan yang lain perlu adanya
saling penyesuaian, saling pengorbanan, saling pengertian, dan al tersebut
harus disadari benar-benar oleh kedua belah pihak yaitu suami istri
Dalam kaitannya dengan hal tersebut, maka peranan komuikasi
dalam keluarga menjadi sangat penting, antara suami dan istri harus saling
berkomunikasi dengan baik untuk dapat mempertemukan satu dengan
yang lain sehingga dengan demikian kesalahpahaman dapat dihindaran,
hal ini dapat dicapai dengan komunikasi dua arah.
Dengan berkembangnya keluarga, dan hadirnya anak dalam
keluarga maka komunikasi pun akan lebih meningkat, dalam pengertian
harus pula adanya komunikasi antara orang tua dengan anak, begitu pula
sebaliknya. Cukup banyak persoalan yang timbul disebabkan kurang
adanya komunikasi dalam lingkungan keluarga.
Walaupun masing-masing pihak telah terbentuk keadaan
kepribadiannya, namun ada kalanya salah satu pihak ataupun keduanya
ingin mengubah atau membentuk sikap baru sehingga dengan demikian
masing-masing saling berusaha untuk menyatukan diri dengan baik.

iv
B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian Komunikasi dalam Perkawinan?


2. Apa sifat Komunikasi dalam keluarga?
3. Apa Sikap dalam Hubungannya dengan Komunikasi?
4. Bagaimana Komunikasi dalam Kaitannya dengan Pengubahandan
Pembentukan Sikap?

C. Tujuan

1. Mengetahui Pengertian Konseling Keluarga


2. Mengetahui Sifat Komunikasi dalam Keluarga
3. Mengetahui Sikap dalam Hubungannya dengan Komunikasi
4. Mengetahui Komunikasi dalam Kaitannya dengan Pengubahan dan
Pembentukan Sikap

v
BAB II

PEMBAHASAN
A. Pengertian Komunikasi dalam Perkawinan
Komunikasi dapat terjadi apabila ada kesamaan antara penyampai
pesan dan orang yang menerima pesan. Senada dengan hal ini bahwa
komunikasi atau communication berasal dari bahasa latin communis dalam
bahasa inggrisnya commun yang artinya sama. Apabila kita
berkomunikasi ini berarti bahwa kita berada dalam keadaan berusaha
untuk menimbulkan kesamaan (Suwardi dalam H. Syaiful Rohim, 2009:8)
dalam Karel, dll (2014)
Moor dalam H. Syaiful Rohim (2009:8) dalam Karel, dll (2014)
adalah penyampaian pengertian antar individu. Dikatakannya semua
manusia dilandasi kapasitas untuk menyampaikan maksud, hasrat,
perasaan, pengetahuan dan pengalaman dari orang yang satu kepada orang
yang lain. Pada pokoknya komunikasi adalah pusat minat dan situasi
perilaku dimana suatu sumber menyampaikan pesan kepada seorang
penerima dengan berupaya mempengaruhi perilaku penerima tersebut.
Relasi suami istri memberi landasan dan menentukan warna bagi
keseluruhan relasi di dalam keluarga. Banyak keluarga yang berantakan
ketika terjadi kegagalan dalam relasi suami istri. Kunci bagi kelanggengan
perkawinan adalah keberhasilan melakukan penyesuain di antara
pasangan. Penyesuain ini bersifat dinamis dan memerlukan sikap dan cara
berpikir yang luwes. Penyesuaian adalah interaksi yang kontinu dengan
diri sendiri, orang lain, dan lingkungan (Calhoun & Acocella, dalam Sri
Lestari, 2012).
Terdapat tiga indikator bagi proses penyesuaian sebagaimana
diungkapkan Glenn (dalam SRI lestari,2012), yakni konflik, komunikasi
dan berbagai tugas rumah tangga. Keberhasilan penyesuaian dalam
perkawinan tidak ditandai dengan tiadanya konflik yang terjadi.
Penyesuain dalam perkawinan tidak ditandai oleh sikap dan cara yang
konstruktif dalam melakukan resolusi konflik.
Komunikasi yang positif merupakan salah satu komponen dalam
melakukan resolusi konflik yang konstruktif. Walaupun demikian
komunikasi berperan penting dalam segala aspek kehidupan perkawinan,
bukan hanya dalam resolusi konflik. Peran terpenting komunikasi adalah
membangun kedekatan dan keintiman dengan pasangan.
Bila kedekatan dan keintiman suatu pasangan dapat senantiasa
terjaga, maka hal itu menandakan bahwa proses penyesuaian keduanya
telah berlangsung dengan baik Banyak kajian yang telah dilakukan untuk

vi
mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas perkawinan. Istilah
kualitas perkawinan biasanya dipadankan dengan kebahagiaan perkawinan
atau kepuasaan perkawinan (Glenn, dalam Sri Lestari, 2012). Keduanya
sama-sama menunjuk pada suatu perasaan positif yang dimiliki pasangan
dalam perkawinan yang maknanya lebih luas daripada kenikmataan,
kesenangan, dan kesukaan. Perbedaanya adalah bila kebahagiaan
perkawinan berdasarkan pada evaluasi afektif, sedangkan kepuasaan
perkawinan berdasarkan pada evaluasi kognitif.
B. Sifat Komunikasi dalam Keluarga
Seperti yang sudah dipaparkan di awal bahwa masing-masing
pasangan itu telah mempunyai kepribadian masing-masing sehingga untuk
mencapai keharmonisan dalam keluarga perlu adanya saling pendekatan,
saling pengertian satu dengan yang lainnya. Namun demikian, kadang-
kadang ada suami ataupun istri ingin mengubah apa yang telah ada pada
masing-masing pihak sesuai dengan apa yang dianggap baik, untuk
mencapai tentang sikap yang ada pada masing-masing pihak.
Komunikasi antara suami istri harus saling tetrbuka, berlangsung
dua arah. Pada dasarnya tidak ada rahasia antara suami istri sehingga
dengan demikian satu sama lain saling” membuka kartu”, kecuali
menyangkut rahasia jabatan.
Dengan komunikasi yang yang saling terbuka diharapkan tidak aka
nada hal yang tertutupsehingga apa yang ada pada diri suami juga
diketahui oleh istri, demikian sebaliknya. Sifat keterbukaan tersebut
sampai kepada hal yang sekecil-kecilnya, masalah ranjangpun harus saling
terbuka untuk menghindarkan hal-hal yang tidak dikehendaki.
Sifat keterbukaan itu dalam batas-batas tertentu juga dilaksanakan
kepada anak, bila anak telah dapat berfikir secara baik, dan dapat
mempertimbanngkan secara baik terhadap hal-hal yang dihadapinya.
dengan demikkian, segala hal yang ada daalam keluarga teermasuk
kesulitan-kesulitan keluarga dapat diketahui oleh anggota keluarga dengan
baik sehingga segala permasalahan dapat secara bersama-sama dicari
pemecahannya.
Dengan sikap ini pula anak akan bertindak sesuai dengan
kemampuan keluarga sehingga diharapkan anak maupun orang tua akan
saling mengerti dan saling mengisi satu dengan yang lain. Dengan
demikian, diharapkan akan adanya saling pengertian diantara seluruh
anggota keluarga, dan diharapkan akan terbina dan tercipta saling
tanggung jawab sebagai anggota keluarga
Dengan komunikasi yang terbuka antara anggota keluarga, maka
akan terbina saling pengertian, hal-hal baik perlu dipertahankan dan

vii
dikembangkan, dan hal-hal yang tidak baik perlu dihindarkan. Dengan
demikian, akan trerbentuk sikap saling terbuka, saling mengisi, slaing
mengerti dan akan terhindar dari kesalahpahaman.
Dalam keluarga ada kemungkinan terjadi beberapa pola
komunikasi, di antaranya adalah pola kesamaan (equality) yang berarti
antara suami dan istri mempunyai kedudukan yang seimbang, ini
merupakan komunikasi diharapkan dalam keluarga. Tetapi, ada
kemungkinan terjadi pola komunikasi yang lain, misalnya pola
komunikasi yang di sebut “balanced” split(devito, 1995) yaitu suatu pola
komunikasi yang masih ada balanced atau keseimbangan antara suami dan
istri. Meskipun demikian, masing-masing pihak mempunyai otoritas dalam
bidang sehingga seakan-akan setiap pihak terlihat sebagai seorang expert
dalam bidang-bidang tertentu. Misalnya suami mempunyai kredibilitas
yang tingi dalam hal politik, sedangkan istri mempunyai kredibilitas yang
tinggi dalam hal ilmu.
Di samping itu juga ada kemungkinan terjadi pola komunikasi
yang disebut sebagai pola unbalanced split (DeVito, 1995), yaitu suatu
pola komunikasi interpersonal. Maksudnya, salah satu pihak suami atau
istri mendominasi, kelihatan sebagai seorang expert yang mendominasi
lebih dari setengah area komunikasi. Dalam hal ini salah satu pihak ada
kecenderungan mengontrol pihak lain dalam hal komunikasi. Selain pola-
pola tersebut masih ada kemungkinan pola komunikasi interpersonal yang
disebut sebagai pola monopoli. Dalam hal ini salah satu pihak suami atau
istri memonopoli komunikasi. Pola-pola tersebut dapat digambarkan
sebagai berikut:
1. Equality
Dalam pola ini, tiap individu membagi kesempatan
komunikasi secara merata dan seimbang, peran yang dimainkan
tiap orang dalam keluarga adalah sama. Tiap orang dianggap
sederajat dan setara kemampuannya, bebas mengemukakan ide-ide,
opini, dan kepercayaan..
2. Balanced Split
Kesetaraan akan tetap terjadi dalam pola komunikasi
keluarga ini, akantetapi setiap anggota keluarga akan memiliki
peranya masing-masing. Setiap orang akan berperan sesuai dengan
keahlian yang mereka miliki.
3. Unbalanced Split
Dalam pola ini satu orang mendominasi, satu orang
dianggap sebagai ahli lebih dari yang lainnya. Dalam pola
komunikasi ini peneliti berpendapat bahwa salah satu anggota

viii
keluarga lebih mendominasi di bandingkan dengan anggota
keluarga lainya dalam menentukan proses berjalanya suatu
keluarga, misalnya seorang ayah yang mengharuskan semua
keputusan di dalam keluarga di ambil sendiri oleh-nya.
4. Monopoli
Satu orang dipandang sebagai pemegang kekuasaan. Satu
orang ini lebih bersifat memberi perintah dari pada berkomunikasi.
Dalam pola komunikasi ini peneliti berpendapat bahwa pada pola
ini tidak jauh berbeda dengan pola komunikasi tak seimbang
terpisah, hanya saja pada pola komunikasi monopoli seseorang
bukan hanya dominan dalam mengemukakan pendapat atau
membuat keputusan, akan tetapi lebih ke memberi perintah pada
anggota keluarga lain.
C. Sikap dalam Hubungannya dengan Komunikasi
Walaupun ada beberapa pengertian tentang sikap, namun akan
dikemukakan salah satu pengertian mengenai sikap, yaitu merupakan
organisasi keyakinan-keyakinan seseorang mengenai suatu objek yang
disertai pe- rasaan-perasaan tertentu yang sedikit banyak bersifat tetap, dan
memberikan dasar pada orang tersebut untuk bertindak dalam cara
tertentu.
Pengertian tersebut memberikan makna bahwa sikap yang ada pada
seseorang akan memberi warna tentang bagaimana seseorang itu
bertindak. Tindakan seseorang akan dilatarbelakangi oleh sikap yang ada
padanya. Apa yang diperbuat oleh suami atau istri akan menggambarkan
sedikit banyak tentang sikapnya.
Suatu sikap selain menjadi salah satu pendorong yang akan mewarnai
seseorang dalam bertindak, juga memunculkan perasaan yang menyertai
suatu sikap tertentu itu. Misalnya seorang istri mempunyai sikap senang
terhadap sesuatu, maka dengan sikap senang itu adanya tendensi dari istri
untuk berbuat sesuai dan mendekati kepada objek yang disenanginya itu.
Sebaliknya kalau istri tidak senang maka ia akan bertindak menjauhi dari
apa yang ia tidak senangi itu.
Dengan demikian, maka bagaimana sikap seorang istri terhadap
suaminya atau sikap seorang suami terhadap istrinya akan mempunyai
peranan penting dalam hubungan antara suami dan istri itu. Jadi, kalau ada
sikap tak senang terhadap pasangannya, ini berarti sudah ada tanda bahaya
dalam kehidupan keluarga tersebut, yang menyebabkan komunikasi antara
suami dan istri akan terganggu.
Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai sikap seseorang, baik
seorang suami terhadap istrinya ataupun sikap istri terhadap suaminya, ada

ix
hal- hal yang melatarbelakangi mengapa seseorang mengambil sikap
tertentu itu. Di sini akan dilibatkan fungsi dari sikap. Menurut Katz
(Secord & Backman, 1964) ada 4 fungsi mengenai sikap, yaitu:
1) Sikap sebagai instrument atau alat untuk mencapai tujuan.

Seseorang mengambil sikap tertentu terhadap sesuatu objek atas


dasar pemikiran sampai sejauh mana objek tersebut dapat digunakan untuk
mencapai tujuan yang ingin dicapainya. Kalau objek itu berguna untuk
mencapai tujuannya, maka sikapnya akan baik, akan positif, begitu pula
sebaliknya. Misalnya kalau mesin cuci dianggap oleh istri membantu
dalam meringankan bebannya, maka istri setuju bila suami bermaksud
akan membeli mesin cuci. Kalau pembantu yang rupawan itu dipandang
akan mengganggu kehidupan rumah tangganya, maka istri akan menolak
hadirnya pembantu tersebut. Fungsi ini juga sering disebut fungsi
penyesuaian karena dengan mengambil sikap tertentu, digunakan untuk
menyesuaikan diri de- ngan keadaan lingkungan agar dapat diterima oleh
lingkungannya.

2) Sikap sebagai pertahanan ego.

Kadang-kadang orang mengambil sikap tertentu hanya untuk


mempertahankan "ego". nya atau "aku"-nya. Karena merasa harga dirinya
terdesak ata terancam, maka seseorang mengambil sikap tertentu terhadap
suatu objek. Misalnya seorang suami mengambil sikap begitu rupa
terhadap istri walaupun sikapnya itu tidak benar. Hal tersebut mungkin
karena dengan sikap itu keadaan "aku"-nya dapat dipertahankan. Sikap
yang diambil karena demi mempertahankan kekuasaan. Biasanya sikap itu
untuk mempertahankan "aku"-nya.

3) Sikap berfungsi sebagai ekspresi nilai

Sikap berfungsi sebagai ekspresi nilai. Yang dimaksud dengan ini


ialah bahwa sikap seseorang menunjukkan bagaimana nilai- nilai yang ada
pada seseorang itu. Misalnya berbagai macam sikap tentang free sex, ada
yang setuju dan ada yang tidak. Bagaimana nilai yang ada pada seseorang
itu dinyatakan dalam sikapnya. Seorang suami menganggap
"menyeleweng" merupakan hal yang biasa, ini menunjukkan nilai yang
terkandung di dalam dirinya.

4) Sikap berfungsi sebagai pengetahuan.


Ini berarti bagaimana sikap seseorang terhadap sesuatu, juga
mencerminkan keadaan pengetahuan dari orang yang bersangkutan.

x
Seseorang ingin mengerti, ingin membentuk pengalaman-pengalamannya
dengan benar, jika elemen-elemen yang diperolehnya tidak konsisten
dengan apa yang telah diketahuinya, maka hal tersebut akan disusun
kembali atau diubah sehingga menjadi konsisten.

Dari hal-hal tersebut dapat dikemukakan bahwa kalau seorang suami atau
istri mempunyai sikap tertentu terhadap sesuatu, maka untuk dapat mengetahui
lebih jauh, kiranya perlu diketahui apa yang melatarbelakanginya. Mungkin sikap
yang diambil itu untuk mempertahankan "aku"-nya, ataupun mungkin sebagai alat
untuk penyesuaian diri, sebab dengan mengetahui latar belakangnya orang dapat
dengan lebih tepat melakukan langkah lebih lanjut. Apabila dipandang bahwa
sikap itu perlu diubah misalnya, maka usahakanlah langkah-langkah untuk
mengubah sikap itu.

D. Komunikasi dalam Kaitannya dengan Pengubahan dan Pembentukan


Sikap
Sikap seorang suami atau seorang istri terhadap sesuatu telah
melekat pada individu yang bersangkutan. Walaupun sikap itu mempunyai
tendensi bersifat tetap, namun sikap pada seseorang masih memiliki
kemungkinan mengalami perubahan-perubahan. Meskipun demikian, tidak
dapat dipungkiri bahwa ada sikap yang sulit berubah, tetapi juga ada sikap
yang mudah untuk berubah. Sampai sejauh mana sikap itu mudah atau
sulit untuk berubah, hal itu tergantung dari sejauh mana sikap itu telah
mendarah daging pada seseorang, dan sampai sejauh mana sikap itu telah
menjadi kerangka acuan dalam kehidupannya.

Jika telah ada sikap yang mendalam tentang istri sebagai


"pelengkap", sebagai "teman belakang" dan ini menjadi kerangka
acuannya, akan sulit untuk mengubah bahwa istri itu tidak hanya sebagai
pelengkap, tetapi sama-sama untuk membina keluarga, bukan "teman
belakang", tetapi teman hidup bersama, yang mempunyai kedudukan yang
seimbang. Walaupun sikap ini sulit untuk diubah, tetapi pada dasarnya

xi
sikap itu dapat diubah, dapat dibentuk.Untuk mengubah dan membentuk
sikap dapat ditempuh secara langsung dengan tukar pikiran, dengan tatap
muka.

Namun demikian, dapat juga dilakukan dengan cara tak langsung,


yaitu dengan menciptakan suasana yang dikehendaki atau melalui media
massa, misalnya melalui TV, radio, surat kabar, majalah-majalah dan
sebagainya. Media tersebut mempunyai peranan yang sangat penting
dalam rangka pengubahan sikap Bagaimana besarnya pengaruh media
massa terhadap pembentukan ataupun pengubahan sikap dapat diikuti.

Misalnya bagaimana pengaruh TV terhadap kehidupan dalam


keluarga karena untuk memberikan suatu sikap yang baru, dapat ditempuh
dengan jalan mengikuti siaran TV, melalui bacaan-bacaan yang akan
menggiring kepada suatu arah yang dikehendaki. Oleh sebab itu, peranan
media massa di antaranya TV, radio dan bacaan dalam keluarga menjadi
sangat penting. Sebaiknya sediakan bacaan-bacaan yang bermanfaat
seperti yang kita inginkan, terutama untuk memberikan bacaan kepada
suami, istri ataupun anak-anak.

Tidak kalah pentingnya dalam pembentukan dan pengubahan sikap


adalah dengan cara menciptakan suasana yang mendukung ke arah
pemben tukan sikap yang diinginkan. Ini berarti bahwa lingkungan harus
diciptakan sedemikian rupa sehingga akan menunjang pembentukan sikap
tersebut.

Dalam rangka pengubahan dan pembentukan sikap dapat


digunakan cara analisis sarana-tujuan yaitu suatu cara memberikan
keyakinan bahwa objek sikap itu sangat berguna, sangat membantu dalam
mencapai tujuan yang dicapainya. Apabila seorang istri atau seorang
suami dapat meyakinkan pasangannya bahwa sesuatu itu sangat berarti
dalam menunjang kehidupan. keluarga, maka dapat diperhitungkan bahwa
apa yang diberikan itu akan dapat diterima dengan baik oleh pasangannya.

xii
Tetapi kalau suami atau istri tidak dapat meyakinkan hal tersebut, maka
jangan berharap bahwa apa yang dikemukakan itu akan dapat diterima
oleh pihak lain.

Kalau istri dapat meyakinkan bahwa kegiatan arisan itu akan


sangat berguna bagi kehidupan keluarga misalnya, maka tidak ragu-ragu
lagi suami akan dapat menerima ide yang dikemukakan oleh istrinya.
Selain cara tersebut, dapat juga ditempuh cara melihat komponen yang
membentuk sikap itu. Walaupun para ahli mempunyai pendapat yang
berbeda tentang komponen-komponen yang mendukung sikap, namun
pada umumnya para ahli sependapat bahwa dalam sikap akan terkandung
komponen-komponen.

1. Komponen kognitif, yaitu komponen yang berkaitan dengan


pengetahuan, pendapat, pandangan, kepercayaan seseorang kepada
objek sikap tertentu. Dalam komponen ini menyangkut bagaimana
persepsi individu terhadap objek sikap itu. Misalnya, bagaimana
pendapat istri tentang Keluarga Berencana, tentang pemakaian obat
tertentu, merupakan komponen yang menyangkut komponen kognitif
tersebut..
2. Komponen afektif, atau komponen yang berkaitan dengan
perasaan, yaitu bagaimana perasaan yang timbul pada seseorang
terhadap objek tertentu. Perasaan dapat berwujud perasaan senang atau
sebaliknya. Komponen ini akan berkaitan dengan arah dari sikap. Jika
objek sikap dapat menimbulkan perasaan senang, maka sikap individu
pada objek tersebut akan bersifat positif, demikian sebaliknya.
3. Komponen konatif, komponen tingkah laku atau action component,
sering pula disebut komponen psikomotor. Komponen ini berkaitan
dengan sampai sejauh mana sikap itu akan mendorong seseorang dalam
perbuatan atau tindakannya, komponen ini berhubungan dengan
kecenderungan untuk bertindak. Sikap memang bukan merupakan
perbuatan itu sendiri, tetapi perbuatan seseorang pada umumnya akan

xiii
diwarnai oleh sikap yang ada padanya. Dalam rangka pengubahan dan
pembentukan sikap dapat melalui komponen-komponen tersebut. Ini
berarti bahwa untuk mengubah dan membentuk sikap yang baru dapat
melalui komponen kognitif, komponen afektif atau komponen konatif.

Bila melalui komponen kognitif, ini berarti proses pengubahan da


pembentukan sikap tersebut dengan cara memberikan pengertian pengertian baru
sesuai dengan apa yang dikehendaki. Misalnya seorang istri ingin membentuk
sikap baru pada suaminya agar mempunya sikap keterbukaan terhadap istri.
Langkah yang ditempuh oleh ist ialah memberikan pengertian-pengertian tentang
sikap keterbukaan itu, bagaimana keuntungan dalam kehidupan keluarga.

Demikian pula bagaimana pengaruh sikap ketertutupan dalam keluarga,


hubungan antara suami dan istri yang tertutup akan memberikan pengaruh yang
kurang baik, sebaliknya adanya pengaruh yang baik dengan komunikasi terbuka
antara suami dan istri. Dengan memberikan pengertian-pengertian tersebut
diharapkan suami akan dapat memperoleh pandangan baru, akan dapat menyaring,
dapat menerima pendapat tersebut, yang akhirnya akan mengubah sikap yang
telah ada padanya. Namun, tidak dapat dipungkiri karena pengaruh kebudayaan,
sering suami kurang mau mendengarkan apa yang dikemukakan oleh istri. Tetapi
kalau istri ulet, tidak lekas putus asa, kiranya hal tersebut akan sangat bermanfaat
bagi kehidupan keluarga.

Selain dengan cara melalui komponen kognitif, dapat pula menggunakan


komponen afektif, yaitu melalui perasaan. Perasaan senang akan menimbulkan
sikap yang positif, demikian sebaliknya. Kalau seorang suami berbuat sesuatu
yang dikehendaki oleh istri, dan atas perbuatan itu istri memberikan suatu pujian
atau hadiah apapun bentuknya, maka akan ada kecenderungan bahwa perbuatan
itu akan diulangi lagi, yang pada akhirnya akan mengubah pendapat ataupun sikap
terhadap objek tersebut. Contohnya, seorang calon mertua kurang bersikap positif
pada calon menantu, maka calon menantu dapat berbuat sesuatu yang dapat
menimbulkan rasa senang pada calon mertua sehingga dengan jalan tersebut

xiv
diharapkan akan dapat mengubah sikap calon mertua yang bersangkutan.
Misalnya asal datang berkunjung membawa buah tangan dapat menimbulkan rasa
senang calon mertua, maka hal tersebut akan dapat mengubah sikap yang ada pada
calon mertua yang bersangkutan.

Pembentukan sikap melalui komponen konatif, yaitu dengan cara melatih


bertindak, berbuat seperti yang diinginkan. Bila telah dibiasakan demikian,
diharapkan pada akhirnya akan terbentuk perbuatan, skap seperti yang
dikehendaki. Misalnya ini dapat dilakukan ketika orang tua memaksa anaknya
berbuat sesuatu sesuai dengan apa yang diharapkan oleh orang tuanya dalam
pembentukan sikap maupun perbuatannya yang kemudian diikuti dengan
pemberian pengertian-pengertian.

Bila dalam pengubahan dan pembentukan sikap itu melalui komponen


kognitif, ada beberapa jalan yang dapat ditempuh sebagai berikut:

1) Sugesti. Jika hendak mengubah sikap dengan cara menggunakan


sugesti, maka berikan gambaran apa yang dikehendaki itu secara berulang kali.
Dengan demikian, karena hal tersebut dikemukakan berulang kali, maka tanpa
disadari apa yang dikemukakan itu akan diambil oper oleh pihak lain, misalnya
oleh istri atau suami.

2) Persuasi. Persuasi merupakan cara membujuk untuk mengerjakan


sesuatu seperti apa yang dikehendaki. Dengan bujukan dan rayuan maka suami,
istri, atau anak dapat menerima apa yang dikemukakan itu dan juga mau
menjalankan apa yang dikehendaki itu. Cara persuasi tidak ada kekerasan, tidak
ada paksaan, tetapi memberikan pengertian bahwa sesuatu itu adalah baik, dan
perlu dikerjakan atau perlu dilaksanakan. Menggunakan persuasi karena tidak ada
unsur paksaan, jadi bila seseorang belum mau mengikuti apa yang dikemukakan
perlu diyakinkan kembali tentang sifat- sifat kebaikan dari apa yang dikemukakan
itu sehingga akhirnya mengerti benar akan hal tersebut, dan akan mengikuti apa
yang akan diajukannya itu. Demikian pula mengenai hal-hal yang kurang baik,
supaya tidak dikerjakan.

xv
3. Konformitas. Cara ini adalah usaha untuk menjadikan conform dengan
pihak lain. Berkaitan dengan hal ini diberikan gambaran bahwa dari pihak lain ada
hal-hal yang kiranya dapat dijadikan acuan sehingga ada baiknya kalau seseorang
menjadi conform dengan pihak lain tersebut. Dalam hal ini menggunakan
keluarga lain sebagai acuan karena keluarga lain itu dianggap dalam keadaan baik.

4. Diskusi. Dengan diskusi maka dapat saling tukar pikiran antara su- ami
dan istri ataupun dengan anggota keluarga yang lain sehingga dengan demikian
akan terbentuklah suatu sikap tertentu seperti apa yang dikehendaki. Masing-
masing mengemukakan pendapatnya beserta argumentasi-argumentasi sehingga
dengan demikian apa yang diambil itu disertai dengan penuh pengertian, dan
penuh keyakinan. Akibatnya keputusan yang diambil dapat menjadi pegangan
yang tangguh dalam kehidupan keluarga. Dengan diskusi apa yang diterimanya
benar-benar dapat diyakininya sehingga dengan demikian bila ada pendapat
ataupun pemikiran lain akan dapat dipertimbangkan secara mendalam. Kiranya
dengan jalan diskusi itulah akan didapatkan suatu hasil yang cukup baik, bila
dibandingkan dengan cara-cara yang lain, terlebih kalau masing- masing pihak
telah dapat menggunakan kemampuan berpikirnya untuk menganalisis hal-hal
yang dihadapkan kepadanya.

5. Indoktrinasi. Cara ini adalah pembentukan atau pengubahan sikap


dengan memberikan sikap yang dikehendaki itu tanpa adanya kesempatan untuk
mendiskusikan hal tersebut. Suami atau istri, anak dan orang lain tinggal
menerima begitu saja.

xvi
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Seperti yang telah dijelaskan, komunikasi antara suami istri harus


saling tetrbuka, berlangsung dua arah. Pada dasarnya tidak ada rahasia
antara suami istri sehingga dengan demikian satu sama lain saling”
membuka kartu”, kecuali menyangkut rahasia jabatan. Dengan komunikasi
yang yang saling terbuka diharapkan tidak aka nada hal yang
tertutupsehingga apa yang ada pada diri suami juga diketahui oleh istri,
demikian sebaliknya. Sifat keterbukaan tersebut sampai kepada hal yang
sekecil-kecilnya, masalah ranjangpun harus saling terbuka untuk
menghindarkan hal-hal yang tidak dikehendaki. Dengan komunikasi yang
terbuka antara anggota keluarga, maka akan terbina saling pengertian, hal-
hal baik perlu dipertahankan dan dikembangkan, dan hal-hal yang tidak
baik perlu dihindarkan. Dengan demikian, akan trerbentuk sikap saling
terbuka, saling mengisi, slaing mengerti dan akan terhindar dari
kesalahpahaman. Adapun mengenai sikap seorang suami terhadap istrinya
ataupun sikap istri terhadap suaminya, yang pertama ialah sikap sebagai
instrumen atau alat untuk mencapai tujuan. Kedua, sikap sebagai
pertahanan ego. Ketiga, sikap berfungsi sebagai ekspresi nilai. Dan yang
terakhir adalah sikap berfungsi sebagai pengetahuan. Dalam rangka
pengubahan dan pembentukan sikap dapat melalui komponen-komponen
tersebut. Ini berarti bahwa untuk mengubah dan membentuk sikap yang
baru dapat melalui komponen kognit komponen afektif atau komponen
konatif. Bila melalui komponen kognitif, ini berarti proses pengubahan da
pembentukan sikap tersebut dengan cara memberikan pengertian
pengertian baru sesuai dengan apa yang dikehendaki. Misalnya seorang
istri ingin membentuk sikap baru pada suaminya agar mempunya sikap

xvii
keterbukaan terhadap istri. Langkah yang ditempuh oleh ist ialah
memberikan pengertian-pengertian tentang sikap keterbukaan itu,
bagaimana keuntungan dalam kehidupan keluarga. Demikian pula
bagaimana pengaruh sikap ketertutupan dalam keluarga, hubungan antara
suami dan istri yang tertutup akan memberikan pengaruh yang kurang
baik, sebaliknya adanya pengaruh yang baik dengan komunikasi terbuka
antara suami dan istri.

xviii
DAFTAR PUSTAKA
Karel, Rivika Sakti, Miriam Sondakh, Yuriwati Pasoreh. 2014. Komunikasi Antar
Pribadi Pada Pasangan Suami Istri Beda Negara. Journal “Acta Diurna”.
Vol.III, No.4.

Walgito, Bimo. (2017). Bimbingan & Konseling Perkawinan Edisi Revisi.


Yogyakarta : Penerbit Andi Yogyakarta.

xix

You might also like