You are on page 1of 10

MENCIPTAKAN SUASANA RELIGIUS DI SEKOLAH DAN DI MADRASAH

OLEH : SUPIANA

ABSTRAK

Penelitian ini untuk mengkaji menciptakan suasana religius di sekolah dan di


madrasah. Masalah yang akan di kaji di penelitian ini ialah cara menciptakan suasana
legius di sekolah dan madrasah. Faktor penghambat di dalam proses menciptakan
suasana legius ialah sikap dan niat belajar siawa. Metode dalam penelitian ini ialah
kualitatif pengambilan data dengan cara surve dan wawancara. Didalam penelitian
yang penulis paparkan bawasannya sudah tenciptakan suasana religious di sekolah
dan madrasah. Hal ini di hasilkan dari wawan cara peneliti dengan guru di sekolah
dan madrasah. Dengan ini menciptakan Susana belajar suasana religious di sekolah
telah di lakukan oleh guru yang mengajar di sekolah dan madrasah.

Kata kunci : suasana belajar religius di sekolah dan madrasah.

ABSTRACK

This research is to examine creating a religious atmosphere in schools and in


madrasas. The problem that will be examined in this research is how to create a
legitimate atmosphere in schools and madrasas. The inhibiting factor in the process of
creating a legius atmosphere is the attitude and intention to learn Siawa. The method
in this study is qualitative data collection by means of surveys and interviews. In the
research that the authors describe, the basics have created a religious atmosphere in
schools and madrasas. This is the result of interviews with teachers in schools and
madrasas. With this, the teachers who teach in schools and madrasas have created a
religious learning atmosphere in schools.

Keywords: atmosphere of religious learning in schools and madrasas


A. Pendahuluan

Sekolah/madrasah merupakan lembaga pendidikan formal yang berperan


penting dalam mencerdaskan generasi bangsa agar menjadi manusia yang beriman
dan bertakwa kepada tuhan yang maha esa. Proses pendidikan di sekolah/madrasah
tidak hanya membekali peserta didik dengan berbagai pengetahuan, tetapi juga
sejumlah keterampilan dan nilai-nilai moral yang bermanfaat bagi kehidupannya di
masa depan. Arifin (2003:108) menegaskan bahwa tujuan proses pendidikan pada
hakekatnya adalah perwujudan nilai-nilai ideal yang terbentuk dalam pribadi manusia
yang diinginkan.

Fakta yang sering dijumpai di sekolah adalah kurangnya pelajaran agama.


Mata pelajaran pendidikan agama islam (pai) di sekolah yang hanya diberikan
seminggu sekali tentu tidak cukup untuk mewujudkan cita-cita dan harapan
pendidikan nasional. Sementara di madrasah, meskipun kuantitas ilmu agama lebih
banyak dibandingkan di sekolah, proses pembelajarannya cenderung transformatif
dan kurang terinternalisasi. Menanggapi permasalahan di atas, untuk mendukung
pelaksanaan pendidikan karakter di lingkungan formal perlu diciptakan suasana yang
religius. Koesoema mengatakan bahwa para pendidik seperti guru, orang tua, staf
sekolah dan masyarakat diharapkan semakin menyadari pentingnya pendidikan
karakter sebagai sarana pembentukan perilaku, pengayaan nilai-nilai individu dengan
memberikan ruang bagi figur-figur keteladanan. Bagi peserta didik dan menciptakan
lingkungan yang kondusif bagi proses pertumbuhan berupa kenyamanan dan
keamanan yang membantu suasana pengembangan diri satu sama lain dalam segala
dimensi.

Suasana religius di sekolah/madrasahberarti situasi diciptakan sedemikian


rupa melalui berbagai kegiatan dan tindakan mencerminkan nilai-nilai ajaran islam
hal ini dapat dilihat melalui kegiatan citizen guarantee sekolah/madrasah. Berbagai
bentuk kegiatan dilakukan akan dinilai berhasil atau tidak jika standar pengukuran
telah ditetapkan. Standar dalam proses pendidikan biasa dirumuskan dalam tujuan.
Dengan demikian serta menciptakan suasana agama di sekolah/madrasah akan
didapat menilai keberhasilannya jika telah ditetapkan tujuan kegiatan sebagai sesuatu
yang harus dicapai oleh siswa.
Menciptakan lingkungan yang kondusif dapat diartikan antara lain dengan
menciptakan suasana religius dalam lingkungan formal yang dalam hal ini lebih
menekankan pada madrasah ibtidaiyah (mi) tanpa bermaksud mengabaikan
terciptanya suasana religius di sekolah dasar. Hal ini penting mengingat lembaga
pendidikan dasar seperti mi merupakan basis utama pendidikan karakter yang harus
dimulai sejak dini. Selain itu, menurut khojir (2011) melalui pendidikan madrasah,
orang tua berharap anaknya memiliki dua kemampuan sekaligus, tidak hanya
pengetahuan umum (iptek) tetapi juga kepribadian dan komitmen yang tinggi
terhadap agamanya (imtaq). Jika siswa selalu melanjutkanterus-menerus
membiasakan diri dengan suasana itukeagamaan dalam lingkungan formal, secara
bertahap,secara bertahap dan tidak rasional akan tumbuhnya kesadaran beragama
dalam diri mereka. Selanjutnya, kesadaran ini akan berperan dalam penguatan
karakter yang diharapkan.1

B. Pembahasan
1. Pengertian religius
Dalam kamus besar bahasa indonesia menyatakan bahwa religius berarti agama atau
religius, atau berkaitan dengan agama (religion), terciptanya suasana religius berarti
terciptanya suasana atau iklim kehidupan beragama. Dalam konteks pendidikan di
sekolah suasana religius berarti terciptanya suasana atau iklim kehidupan beragama
yang berdampak perkembangan cara hidup baru bernafas atau dijiwai dengan ajaran
dan nilai-nilai agama di wujudkan dalam sikap hidup juga kecakapan hidup oleh
warga sekolah dalam kehidupan sehari-hari. 2
Sedangkan dalam konteks pendidikan agama, agama bersifat vertikal dan
horizontal. Hubungan berwujud vertikal antara manusia atau warga sekolah dengan
allah swt. Penciptaan suasana religius vertikal dapat diwujudkan dalam kegiatan ritual
seperti salat berjamaah, berdoa bersama ketika akan dan telah mencapai keberhasilan
tertentu, menjunjung tinggi komitmen dan kesetiaan pada kekuatan moral di sekolah
dan lainnya. Adapun horizontal dalam bentuk hubungan manusia atau di antara
anggota sekolah, dan hubungan mereka dengan alam sekitarnya. Menurut
nurcholis madjid, sebagai seorang manusia dikutip asmaun sahlan, agama itu tidak
adil kegiatan ritual seperti shalat dan membaca doa. Agama lebih dari itu, yaitu

1
Taufiqur Rahman, “optimalisme pra pembelajaran dalam menciptakan suasana religius.” vol 5. No 2. 2021.
2
Ahmad Fawaid, Skripsi: “Upaya Kepala Sekolah dalam Menciptakan Suasana Religius di SMAN 3 Malang”
(Malang : UIN Malang, 2016), 24.
seluruh perilaku tingkah laku manusia yang terpuji, dilakukan demi kepentingan
mendapatkan keridhaan allah. Agama memang seperti itu mencakup semua perilaku
manusia dalam kehidupan ini, perilaku membentuk keutuhan manusia berbudi luhur
atas dasar keyakinan atau iman kepada tuhan dan tanggung jawab pribadi pada hari
itu kemudian.
2. Jenis jenis demensi religius
Menurut clock & stark, ada lima jenis dimensi religius :
a. Dimensi kepercayaan.
Dimensi kepercayaan adalah sebuah demensi yang mengandung harapan dimana
umat beragama berdiri teguh pada pandangan dan pengakuan teologis tertentu
kebenaran doktrin.
b. Dimensi praktik keagamaan.
Dimensi praktik keagamaan adalah demensi yangi mencakup perilaku pemujaan yang
di mana menunjukkan ketaatan dan hal-hal yang dilakukan orang untuk menunjukkan
komitmen agama yang dianutnya. Praktek keagamaan ini terdiri dari dua kelas
penting yaitu ritual dan ketaatan.
c. Demensi pengalaman dimensional.
Demensi pengalaman dimensional adalah demensi yang memperhatikan fakta bahwa
semua agama mengandung harapan tertentu, meskipun tidak tepat untuk mengatakan
itu seseorang yang sangat religius di beberapa titik waktu akan mencapai pengetahuan
subjektif dan langsung mengenai fakta pamungkas yang dia inginkan mencapai
kontak dengan kekuatan supernatural. Dimensi ini berkaitan erat dengan pengalaman
agama, perasaan, persepsi dan sensasi yang dialami seseorang.
d. Dimensi pengetahuan agama.
Dimensi ini mengacu pada harapan bahwa orang kebanyakan agama tidak memiliki
jumlah minimum pengetahuan tentang dasar-dasar kepercayaan, ritus, kitab suci dan
tradisi.
e. Dimensi praktik atau konsekuensi.
Dimensi ini merujuk tentang menghapus konsekuensi dari keyakinan agama, praktek,
pengalaman dan pengetahuan seseorang dari hari ke hari.
3. Upaya menciptakan suasana religius di sekolah
Menurut muhaimin dikutip sahlan menjelaskan penciptaan suasana religius di
lingkungan sekolah, yaitu dalam mengembangkan pendidikan agama islam dalam
menciptakan suasana religius di sekolah hal ini dapat dilakukan dengan beberapa
cara, antara lain melalui pelaksanaan kegiatan belajar mengajar di kelas, juga
kegiatan ekstrakurikuler di luar kelas tradisi dan perilaku warga sekolah secara
berkesinambungan dan konsisten, sehingga tercipta budaya religius di indonesia
lingkungan sekolah. Budaya religius di sekolah pada hakikatnya adalah terwujudnya
nilai-nilai ajaran agama sebagai tradisi dalam berperilaku dan budaya organisasi yang
diikuti oleh seluruh warga sekolah. Dengan menjadikan agama sebagai tradisi dalam
sekolah maka secara sadar maupun tidak warga sekolah mengikuti tradisi yang telah
tertanam tersebut, dan secara tidak langsung sebenarnya warga sekolah sudah
melakukan ajaran agama. Secara skematik perwujudan suasana religius di sekolah
yang digambarkan oleh asmaun sahlan. 3
4. Konsep dan tujuan menciptakan suasana religius
Suasana religius di sekolah/madrasahberarti situasi diciptakan sedemikian rupa
melalui berbagai kegiatan dan tindakan mencerminkan nilai-nilai ajaran islam hal ini
dapat dilihat melalui kegiatan citizen guarantee sekolah/madrasah. Berbagai bentuk
kegiatan dilakukan akan dinilai berhasil atau tidak jika standar pengukuran telah
ditetapkan. Standar dalam proses pendidikan biasa dirumuskan dalam tujuan. Dengan
demikian serta menciptakan suasana agama di sekolah/madrasah akan didapat menilai
keberhasilannya jika telah ditetapkan tujuan kegiatan sebagai sesuatu yang harus
dicapai oleh siswa. Menurut saleh tujuan pelaksanaan kegiatan keagamaan di
sekolah/madrasah semakin memantapkankepribadian dan memperluas pengetahuan
danwawasan siswa untuk mencapainya tujuan pendidikan. Tentu saja maksudnya
kepribadian disini adalah kepribadian sebagai muslim.
Menurut al-djamaly seperti dikutiparifin kepribadian muslim adalah muslim yang
berbudaya, yang hidup bersama tuhan dalam perilaku hidupnya, dalam lingkungan
yang luas tanpa batas ke dalamnya dan tanpa akhir tingginya.mengamati tujuan
menciptakan suasana atas tampak jelas bahwa upaya yang benar-benar memiliki
koneksi erat dengan upaya membentuk dan membina karakter siswa di lingkungan
formal. Urusan hal ini dikarenakan dalam suasana yang begitu religius ada banyak
nilai kebiasaan juga keteladanan yang merupakan pendekatan utama dalam
pelaksanaan pendidikan karakter. Tanpa pembiasaan dan juga keteladanan, lalu
mustahil pendidikan karakter akan berhasil sehat.
5. Peran guru dalm menciptakan suasana religiaus di sekolah dan madrasah

3
Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2002), 293-294.
Pendidk ialah seseorang yang harus bisa untuk memberikan ilmu ilmu pengetahuan
dan mewariskan nilai-nilai luhur budaya kepada siswa dalam upaya membentuk
pribadi yang bertanggung jawab melalui pendidikan. Upaya untuk meneruskan nilai-
nilai ini sehingga disebut miliknya mengubah nilai, sedangkan upaya menanamkan
nilai-nilai itu ke dalam jiwanya jadi itu menjadi apa yang disebutnya
menginternalisasikan nilai-nilai. Untuk melakukan kedua kegiatan tersebut
pendidikan, pendidik perlu mengetahuinya beberapa pendekatan transformasi dan
menanamkan nilai-nilai agama ke dalamnya diri siswa. Pendekatan itu adalah melalui
asosiasi, memberi panutan dan ajakan serta praktek.
Pendekatan dalam menciptakan suasana religius :
a.Pergaulan
Pergulan antara seorang pendidik dengan peserta didik harus baik karena melaluin
pergaulan inilah pendidik dapat berinteraksi dengan baik dengan peserta
didiknya,saling memberi dan saling menerima. Berarti disini seorang pendidik akan
memberikan pemahaman terhadap nilai nilai luhur agama atau pengetahuan biasa,dan
siswa atau peserta didik akan menerimanya dengan kata lain mendengarkan dan
memahami penyampaian dari guru atau pendidik.
b. Memberikan contoh yang baik
Pendidk harus bisa memberikan contoh yang baik terhadap peserta didiknya, karena
seorang siswa atau peserta didik akan bersikap baik apabila pendidik memberikan
contoh yang tauladan terhadap peserta didiknya.hal ini bisa ditunjukan dalam peroses
belajar tingkah laku, tegu rsapa, dan cara bergaul guru. Dari sikap ini seorang siswa
akan mencontohkan nilai nilai luhur agama tersebut dan diterapkan sehingga menjadi
bagian dari dirinya kemudian sikap ini ditampilkanya didalam pergaulanya
dilingkungan sekolah atau rumah. Guru atau pendidik adalah suatu idola bagi anak
didiknya yang dimana seluruh keperibadianya selalu dipandang oleh peserta didiknya.
Bila guru agama mengaplikasikan nilai nilai agama atau contoh yang baik terhadap
peserta didiknya maka peserta didiknya itu akan mempercayainya karena orang ke
dua setelah orang tuanya
c.Mengajak dan mengamalkan
Nilai nilai luhur agama islam yang akan diajarkan oleh pendidik kepada peserta didik
bukan untuk dihafal menjadi ilmu pengetahuan atau kognitif, akan tetapi nilai nila
tersebut untuk dihayati dan diamalkan dalam kehidupan sehari hari. Oleh karana itu
seorang guru agama agar bisa memberikan motivasi agar ajaran ajaran islam dapat
iterapkan dalam kehidupannya.4
6. Optimalisasi menciptakan suasana religius di sekolah dan madrasah.
Berdasarkan hasil wawancara, observasi, dan dokumentasi peneliti mengenai
optimalisasi kegiatan prapembelajaran yang dilaksanakan di sekolah dan madrasah,
kegiatan pembelajaran yang sering di lakukan adalah kegiatan pembiasaan yang
bersifat religius dan prilaku baik atau keteladanan. Proses penciptaan suasana religius
tersebut di lakukan mulai dari awal pembelajaran di mulai. Kegiatan pembiasaan
yang sering di lakukan di sekolah dan madrasah adalah piket atau kerja sama, salam
guru, doa bersama, sholat dhuha berjamaah,membaca ayat ayat pendek, dan yasinan
pada hari jum'at. Kegiatan pembelajaran dalam suasana religius di sekolah dan
madrasah bisa di katakan optimal karena setiap siswa menjumpai giluru tidak lengah
untuk menyalami guru nya dan suasana kelas bersih. Siswa di sekolah dan madrasah
sebelum memulai pembelajaran mereka berdoa bersama. Budaya religi saat ini sudah
tertanam dalam diri siswa melui kegiatan pembelajaran untuk menjadi untuk menjadi
siswa yang baik dan teladan. Hal itu terlihat pada sikap dan tingkah laku siswa.
Siswa sekolah memakai pakaian yang sopan dan tertutup.
Di sekolah atau madrasah siswa yasinan bersama hal itu di lakukan di setiap hari
jumat siswa mengunakan pakaian tertutup seperti berhijap yang baik dan baju yang
sopan yang laki laki menggunakan baju koko atau baju kurung, kegiatan ini sering di
sebut dengan sebutan imtaq, dan kegiatan tersebut juga ada syarhil yang di lakun oleh
siswa sekolah tersebut yang pastinya di bombing oleh gurunya. Setip acara ayang
berbau dengan religius semua guru ikut serta di kegiatan tersebut dan pihak sekolah
menyediakan tempat yang nyaman untuk di laksanakan kegiatan tersebut agar
kegiatan itu terlaksana dengan baik, nah dari ini dat di ketahui bahwa pihak sekolah
sangat mendorong suasana religius sekolah nya hal ini di buktikan dengan berbagai
kegiatan yang telah di laksaknakan di kegiatan tersebut.
Nilai religius tidak akan ada di dalam diri siswa apa bila tidak di bentuk oleh karena
itu harus di bentuk dengan cara menanam kan nilai nilai religius merupakan dasar
dari pembentukan budaya religius karena tanpa adanya penanaman nilai religius,
maka budaya religius tidak akan terbentuk. Pada tataran praktik sehari-hari, nilai-
nilai religi yang telah disepakati ini diwujudkan dalam bentuk sikap dan perilaku

4
Ratna kasni yuniendel, penciptaan suasana religius di madrasah ibtidaiyah dalam membentuk karakter peserta
didik, vol.Ix, no1. 219.
sehari-hari oleh seluruh warga sekolah. Proses pembinaan tersebut dapat dilakukan
melalui tiga tahapan, yaitu: pertama, sosialisasi nilai-nilai agama yang disepakati
sebagai sikap dan perilaku ideal yang ingin dicapai pada masa itu.masa depan di
lembaga pendidikan. Kedua, menentukan rencana aksi mingguan atau bulanan
sebagai tahapan dan langkah sistematis yang harus dilakukan oleh semua pihak di
lembaga pendidikan yang mengejawantahkan nilai-nilai agama yang telah disepakati.
Ketiga, pemberian penghargaan kepada warga lembaga pendidikan, seperti guru,
tenaga kependidikan, dan peserta didik sebagai upaya pembiasaan (habit formation)
yang menjunjung tinggi sikap dan perilaku yang berkomitmen dan setia pada ajaran
dan nilai-nilai yang dianut agama. Penghargaan tidak selalu berarti materi (ekonomi),
tetapi juga dalam arti sosial, budaya, psikologis atau lainnya.5
Seperti itulah budaya religi di sekolah yaitu nilai-nilai keislaman yang dominan
didukung oleh sekolah atau falsafah yang menjadi pedoman kebijakan sekolah,
namun unsur dan komponen sekolah merupakan pemangku kepentingan pendidikan.
Mengacu pada budaya ini suatu sistem nilai, keyakinan dan norma yang dapat
diterima bersama dan diwujudkan sepenuhnya sebagai perilaku islami yang dibentuk
oleh lingkungan menciptakan pemahaman bersama di antara semua elemen dan
individu baik kepala sekolah, guru, staf, siswa dan komite. Mengingat budaya adalah
cara berpikir dan bertindak warga sekolah berdasarkan nilai-nilai religi (religius). 6

C. KESIMPULAN
Suasana religius di sekolah/madrasahberarti situasi diciptakan sedemikian rupa
melalui berbagai kegiatan dan tindakan mencerminkan nilai-nilai ajaran islam hal ini
dapat dilihat melalui kegiatan citizen guarantee sekolah/madrasah. Berbagai bentuk
kegiatan dilakukan akan dinilai berhasil atau tidak jika standar pengukuran telah
ditetapkan. Standar dalam proses pendidikan biasa dirumuskan dalam tujuan. Dengan
demikian serta menciptakan suasana agama di sekolah/madrasah akan didapat menilai
keberhasilannya jika telah ditetapkan tujuan kegiatan sebagai sesuatu yang harus
dicapai oleh siswa.

5
Muhaimin, Rekonstruksi Pendidikan Islam: Dari Paradigma Pengembangan, Manajemen Kelembagaan,
Kurikulum hingga Strategi Pembelajaran, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2009), hal. 326.
6
Risma wati ismail, implementasi budaya religius dalam meningkatkan akhlakul karimah peserta didik,volume
6, nomor 1 : februari 2018.
Dalam konteks pendidikan di sekolah suasana religius berarti terciptanya suasana
atau iklim kehidupan beragama yang berdampak perkembangan cara hidup baru
bernafas atau dijiwai dengan ajaran dan nilai-nilai agama di wujudkan dalam sikap
hidup juga kecakapan hidup oleh warga sekolah dalam kehidupan sehari-hari. Budaya
religius di sekolah pada hakikatnya adalah terwujudnya nilai-nilai ajaran agama
sebagai tradisi dalam berperilaku dan budaya organisasi yang diikuti oleh seluruh
warga sekolah. Dengan menjadikan agama sebagai tradisi dalam sekolah maka secara
sadar maupun tidak warga sekolah mengikuti tradisi yang telah tertanam tersebut, dan
secara tidak langsung sebenarnya warga sekolah sudah melakukan ajaran agama.
Berdasarkan hasil wawancara, observasi, dan dokumentasi peneliti mengenai
optimalisasi kegiatan prapembelajaran yang dilaksanakan di sekolah dan madrasah,
kegiatan pembelajaran yang sering di lakukan adalah kegiatan pembiasaan yang
bersifat religius dan prilaku baik atau keteladanan. Proses penciptaan suasana religius
tersebut di lakukan mulai dari awal pembelajaran di mulai. Kegiatan pembiasaan
yang sering di lakukan di sekolah dan madrasah adalah piket atau kerja sama, salam
guru, doa bersama, sholat Dhuha berjamaah,membaca ayat ayat pendek, dan yasinan
pada hari Jum'at.
Nilai religius tidak akan ada di dalam diri siswa apa bila tidak di bentuk oleh karena
itu harus di bentuk dengan cara menanam kan nilai nilai religius merupakan dasar
dari pembentukan budaya religius karena tanpa adanya penanaman nilai religius,
maka budaya religius tidak akan terbentuk. Pada tataran praktik sehari-hari, nilai-
nilai religi yang telah disepakati ini diwujudkan dalam bentuk sikap dan perilaku
sehari-hari oleh seluruh warga sekolah. budaya ini suatu sistem nilai, keyakinan dan
norma yang dapat diterima bersama dan diwujudkan sepenuhnya sebagai perilaku
Islami yang dibentuk oleh lingkungan menciptakan pemahaman bersama di antara
semua elemen dan individu baik kepala sekolah, guru, staf, siswa dan komite.
Mengingat budaya adalah cara berpikir dan bertindak warga sekolah berdasarkan
nilai-nilai religi (religius).

D. DAFTAR PUSTAKA
Rahman Taufiqur. “optimalisme pra pembelajaran dalam menciptakan suasana
religius.” Jurnal: optimalisme kegiatan pembelajaran dalam penciptaan suasana
religius.vol 5. No 1. 2021.
Fawaid, Ahmad. Skripsi: “Upaya Kepala Sekolah dalam Menciptakan Suasana
Religius di SMAN 3 Malang” (Malang: UIN Malang, 2016).
Muhaimin. “Paradigma Pendidikan Islam”. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2002.
Yuniendel Ratna kasni, “penciptaan suasana religius di madrasah ibtidaiyah dalam
membentuk karakter peserta didik, Jurnal: al-aulad.” Vol IX. No 1. 2019. Hal 16.
Muhaimin. “Paradigma Pendidikan Islam”. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2002.
Ismail rismawati. “implementasi budaya religius dalm meningkatkan ahlakul karimah
peserta. Jurnal mana jemen Pendidikan islam.”vol 6, no 1. 2018.

You might also like