You are on page 1of 30

MAKALAH KEPERAWATAN ANAK II

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN ADHD

DISUSUN OLEH

KELOMPOK 3

1. YOSSAMA RAMADAN (200101023)


2. ARTITA RAHAYU (200101024)
3. ATTIYA SHABITA FITRIYANI (200101025)
4. FACHRINA (200101026)
5. MUTIARA PEBRIANI (200101027)
6. NADIA RARA MALINI (200101028)
7. RINDY YULITA (200101030)
8. YULIANA ATIKA SURI (200101031)
9. ICE ZULNIATI (200101032)
10. AHMAD YANI (200101035)
11. MAULANA ( )

DOSEN PENGAMPU :

PRASETYANINGSIH, S.ST, M.Biomed

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

STIKES PIALA SAKTI PARIAMAN

TAHUN AKADEMIK 2022/2022


KATA PENGANTAR

Puji syukur Puji syukur kami ucapkan kepada ALLAH SWT yang telah
melimpahkan rahmat, dan karuniaNya sehingga makalah ini dapat diselesaikan
dengan baik yang berjudul “Asuhan Keperawatan Pada Pasien ADHD”.
Shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada utusan-Nya Nabi besar
Muhammad SAW yang telah membawa umatnya dari zaman jahiliyah ke zaman yang
berilmu pengetahuan seperti saat ini. Adapun tujuan makalah ini disusun untuk
melengkapi salah satu tugas mata kuliah Keperawatan Anak II .
Makalah ini berisikan informasi tentang asuhan keperawatan. Diharapkan
makalah ini dapat memberikan informasi tentang hal-hal yang berhubungan dengan
asuhan keperawatan pada pasien ADHD.

Dalam makalah ini, kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang
disebabkan karena keterbatasan kemampuan penulis. Maka untuk itu, penulis
mengharapkan kritik dan saran agar makalah ini dapat bermanfaat.

Pariaman, 1 Januari 2023

Penyusun

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ................................................................................................ i

Daftar Isi ......................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ....................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah .................................................................................. 1

1.3 Tujuan Penulisan .................................................................................... 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Penyakit

2.1.1 Definisi ADHD ....................................................................................... 1

2.1.2 Etiologi ADHD ........................................................................................ 2

2.1.3 Patofisiologi ADHD ..................................................................................7

2.1.4 Manifestasi Klinis ADHD ......................................................................... 8

2.1.5 Pathway ADHD ......................................................................................... 9

2.1.6 Komplikasi ADHD ................................................................................... 10

2.1.7 Pemeriksaan Diagnostik ADHD ............................................................... 10

2.1.8 Penatalaksanaan ADHD ............................................................................ 11

2.2 Konsep Asuhan Keperawatan Pada Penyakit ADHD

ii
2.2.1 Pengkajian ................................................................................................ 14

2.2.2 Diagnosa Keperawatan ............................................................................. 18

2.2.3 Intervensi Keperawatan ............................................................................ 18

2.2.4 Implementasi Keperawatan ....................................................................... 21

2.2.5 Evaluasi Keperawatan ............................................................................... 22

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan .................................................................................................. 23

3.2 Saran ............................................................................................................ 23

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 25

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

ADHD sering diterjemahkan dengan keadaan hiperaktivitas meskipun


sebenarnya hiperaktivitas merupakan gejala saja dari ADHD. Istilah
hiperaktivitas digunakan untuk anak dengan kelainan perilaku. Sebenarnya anak
normal pun dalam tahap perkembangan tertentu juga mengalami semacam
hiperaktivitas tetapi istilah yang dipakai untuk anak normal adalah overaktivitas.
Gangguan hiperaktivitas adalah gangguan pada anak yang timbul pada usia
perkembangan dini dengan ciri utama tidak mampu memusatkan perhatian,
hiperaktivitas, dan impulsivitas. Ciri perilaku ini mewarnai berbagai situasi dan
dapat berlanjut sampai dewasa. (Schaefer,et al,1991 dalam Abdul Muhith, 2015).
Beberapa penelitian belum dapat menyimpulkan penyebab pasti dari ADHD
seperti halnya dengan gangguan perkembangan lainnya (autisme), beberapa
faktor berperan dalam timbulnya ADHD adalah faktor genetik, perkembangan
otak saat kehamilan, perkembangan otak saat perinatal, terjadi disfungsi
metabolisme, hormonal, lingkungan fisik dan sosial sekitar, asupan gizi dan
orang-orang di lingkungan sekitar termasuk keluarga. Beberapa teori yang sering
dikemukakan adalah hubungan antara neurotransmiter dopamine dan
norepineprine. Teori faktor genetik, beberapa penelitian dilakukan bahwa
padakeluarga penderita selalu disertai dengan penyakit yang sama setidaknya.
Pada kira-kira sepertiga kasus, gejala-gejala menetap sampai masa dewasa
(DSM-III-R,1987 dalam buku Mary C.T (1998) ). Attention Deficit
HyperactivityDisorder (ADHD) dicirikan dengan tingkat gangguan perhatian,
impulsivitas dan gangguan ini dapat terjadi disekolah maupun dirumah
(Isaac,2005dalam Dania, Nijma, 2019). Dalam jurnal Adiputra, (2018)
disebutkan bahwa pada penelitian yang dilakukan El-nemr, et.al (2015)

1
mengungkapkan bahwa prevalensi penderita anak dengan ADHD di Mesir
mencapai 19,7% dari 600 anak (286 laki-laki dan314 perempuan) dari usia antara
5–12 tahun. Asherson (2012) mengungkapkan bahwa data statistik menunjukan
prevalensi ADHD di wilayah Asia sebesar 10 % dari total keseluruhan anak.
Prevalensi ADHD di Indonesia tidak diketahui secara pasti tingkat kejadiannya.
Penelitian yang dilakukan secara terbatas diJakarta dilaporkan prevalensi ADHD
sebesar 4,2%, paling banyak ditemukan pada anak usia sekolah dan pada anak
laki-laki (Galih, 2011). Sementara itu di Padang prevalensi mencapai 8%, di
Bantul dan Yogyakarta mencapai 5,7%(Putri, 2014). Kondisi anak dengan
ADHD mudah dilihat seperti, kurang mampu memperhatikan aktivitas permainan
maupun tugas. Perhatiannya mudah terpecah dan sering kehilangan barang.
Selain itu, penderita ADHD juga memiliki perilaku yang berubah-ubah, impulsif,
selalu aktif dan tidak bisa asik dalam kegiatan yang menghabiskan waktu, seperti
membaca atau menyusun puzzle. Dari data yang terdapat pada anak ADHD,
dapat ditegakkan beberapa diagnosa seperti kecemasan, perubahan pola belajar,
koping keluarga tidak efektif, dan resiko cedera. Peran perawat dalam perawatan
anak ADHD meliputi peran sebagai pemberi asuhan keperawatan dengan cara
perawat membantu klien dengan ADHD mendapatkan kembali kesehatannya
secara holistik.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana konsep medis dari ADHD?

2. Bagaimana konsep keperawatan dari ADHD?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Untuk dapat mengetahui konsep medis dari ADHD.

2. Untuk dapat mengetahui konsep keperawatan dari ADHD

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Penyakit

2.1.1 Definisi ADHD (Attention Deficit Hyperaktivity Disorder )

Menurut American Academy Pediactrics, Attention Deficit Hyperactivity


Disorder (ADHD) adalah gangguan yang diketahui sebagai gangguan hiperaktifitas
defisit perhatian adalah suatu kondisi kronologis kronis yang diakibatkan dari adanya
gangguan fungsi pada sistem sistem saraf pusat dan tidak berkaitan dengan jenis
kelamin, tingkat kecerdasan, atau lingkungan kultural. (Saputro, Dwidjo Dr. 2014).
ADHD adalah istilah popular, singkatan dari attention deficit hyperactivity
disorder, (Attention = perhatian, Deficit = berkurang, hyperactivity = hiperaktif, dan
disorder = gangguan). Atau dalam bahasa Indonesia, ADHD berarti gangguan
pemusatan perhatian disertai hiperaktif. Sebelumnya, pernah ada istilah ADD,
kependekan dari attention deficit disorder yang berarti ‘gangguan pemutusan
perhatian’. Pada saat ditambahkan ‘hiper-activity/hiper-aktif’ penulisan istilahnya
menjadi beragam. Ada yang ditulis ADHD, AD-HD, ada pula yang menulis ADD/H.
Tetapi, sebenarnya dari tiga jenis penulisan istilah itu, maksudnya adalah sama.
(Saputro, Dwidjo Dr. 2014)
ADHD adalah singkatan dari Attention Deficit Hyperactivity Disorder, suatu
kondisi yang pernah dikenal sebagai Attention Deficit Disorder (Sulit memusatkan
perhatian), Minimal Brain Disorder (Ketidak beresan kecil di otak), Minimal Brain
Damage (Kerusakan kecil pada otak), Hyperkinesis (Terlalu banyak bergerak / aktif),
dan Hyperactive (Hiperaktif). Ada kira-kira 3 - 5% anak usia sekolah menderita
ADHD (Permadi, 2009). Attention deficit/hyperactivity disorder (ADHD) atau
gangguan pemusatan perhatian/hiperaktivitas adalah gangguan perilaku yang timbul

3
pada anak dengan pola gejala restless atau tidak bisa diam, inattive atau tidak dapat
memusatkan
perhatian pada perilaku impulsive. (Saputro, Dwidjo Dr. 2014)
2.1.2 Etiologi ADHD
Penyebab pasti belum diketahui. Namun ada bukti bahwa faktor biologis dan
genetis berperan dalam ADHD. Faktor biologis berpengaruh pada dua
neurotransmitter di otak, yaitu dopamine dan norepinefrin. Dopamin merupakan zat
yang bertanggung jawab pada tingkah laku dan hubungan social, serta mengontrol
aktifitas fisik. Norepinefrin berkaitan dengan konsentrasi, memusatkan perhatian, dan
perasaan. Faktor lainnya yang berpengaruh adalah lingkungan. Karakter dalam
keluarga juga dapat berperan menimbulkan gejala ADHD. Berbagai penelitian
menunjukkan penyebab terjadinya gangguan ini, meliputi berbagai faktor yang
berpengaruh terhadap fungsi otak.
1. Faktor Penyebab
a. Faktor Genetik
Hier (1980) telah menunjukkan adanya hubungan anatara faktor genetik dan
penyebab gangguan ini, yaitu pada anak laki-laki dengan kelebihan Y kromosom
(XYY) menunjukkan peningkatan kejadian hiperaktivitas yang menyertai
kemampuan verbal dan performance rendah. Masalah kesulitan memusatkan
perhatian dan kesulitan belajar juga diakibatkan adanya cacat genetik. Pada anak
perempuan dengan kromosom 45, XO juga menunjukkan kesulitan memusatkan
perhatian dan kesulitan menulis dan menggambar ulang. (Sugiarmin & Baihaqi.
2013).
Adanya hubungan antara faktor gentik dan penyebeb gangguan ini, yaitu pada anak
laki-laki dengan kelebihan Y kromosom (XYY) menujukkan peningakatan kejadian
hiperaktivitas yang menyertai kemampuan verbal dan performance rendah. Pada
fragile X syndrome, yaitu nama anak untuk kondisi dimana terdapat X kromosom
pada lokasi Q27 rapuh, juga dihubungkan dengan kejadian gejala ADHD, meskipun
sebagian besar penderita gangguan ini mengalami retardasi mental. Masalah kesulitan

4
memusatkan perhatian dan kesulitan belajar juga diakibatkan adanya cacat genetic.
(Sugiarmin & Baihaqi. 2013)
Pada anak perempuan dengan kromosom 45, XO juga menunjukkan kesulitan
memusatkan perhatian dan kesulitan menulis dan menggambar ulang. Sampai saat ini
belum dapat dibuktikan bahwa penyebab gangguan ini adalah adanya kromosom
abnormal. Saudara pada tingkat pertama, seperti orangtua, saudara kandung, dan anak
membagikan 50% gen dengan penyandang gangguan ini. Mereka memiliki resiko
lebih besar mengalami gangguan ini dari pada saudara tingkat kedua yang hanya
membagikan gen 25% dengan penyandang gangguan ini. (Sugiarmin & Baihaqi.
2013)

b. Faktor Neurologik dan Proses dalam Otak


Rutter berpendapat bahwa ADHD adalah gangguan fungsi otak, oleh karena itu
didapatkan defisit aktivasi yang disebabkan oleh adanya patologi di area prefrontal
dan atau sagital frontal pada otak dengan predominasi pada korteks otak. Adanya
kerusakan otak merupakan resiko tinggi terjadinya gangguan psikiatrik termasuk
ADHD. Kerusakan otak pada janin dan neonatal paling sering disebabkan oleh
kondisi hipoksia. (Sugiarmin & Baihaqi. 2013).
Keadaan hipoksia memiliki kecenderungan menyebabkan terjadinya patologi yang
merata pada korteks otak yang menimbulkan gangguan fungsi integrasi koordinasi
dan pengendalian kortikal. Korteks frontal dianggap memiliki peran penting dalam
aktivasi dan integrasi lebih lanjut dari bagian otak lain. Oleh karena itu, patologi yang
merata pada korteks otak dianggap sebagai penyebab terjadinya gejala lobus frontalis.
(Sugiarmin & Baihaqi. 2013).
c. Faktor Neurotransmitter
Berbagai penelitian menunjukkan hasil bahwa gejala aktivitas motorik yang
berlebihan pada ADHD secara patofisiologi disebabkan oleh fungsi norepinefrin
abnormal. Sedangkan gejala lain, yang tidak mampu memusatkan perhatian dan
penurunan vigilance disebabkan oleh fungsi dopaminerjik abnormal. Gangguan pada
sistem norepinefrin berpean pada terjadinya gejala ADHD, tetapi tidak menjadi

5
penyebab tunggal. (Sugiarmin & Baihaqi. 2013). Terjadinya ADHD disebabkan oleh
beberapa sistem yang berbeda tetapi memiliki hubungan yang erat. Sistem tersebut
memiliki peran yang berbeda terhadap metabolisme dopamin atau norepinefrin.
Meskipun berbagai obat anti ADHD memiliki komposisi kimiawi berbeda,
mekanisme kerja obat tersebut sama baik dengan dopaminerjik ataupun
norepinefrine. Norepinefrin dan dopamin adalah poten agonis pada reseptor D4 di
celah pascasinaptik, gen reseptor dopamin D4 (DRD 4) sampai saat ini telah dianggap
sebagai penyebab gangguan ini.
(Sugiarmin & Baihaqi. 2013)
d. Faktor Psikososial
Willis dan Lovaas berpendapat bahwa perilaku hiperaktivitas disebabkan oleh
buruknya rangsang pengendalian oleh perintah dari ibu, dan pengaturan perilaku yang
buruk pada anak timbul dari manjemen pengasuhan orangtua yang buruk. Berbagai
penelitian juga menunjukkan adanya pengaruh faktor lingkungan terhadap terjadinya
gangguan ini seperti stimulasi berlebihan oleh orangtua pada waktu mengasuh anak
dan masalah psikologis yang terjadi pada orang tua.
(Sugiarmin & Baihaqi. 2013).
e. Faktor Lingkungan
Berbagai toksin endogen juga pernah dianggap sebagai penyebab ADHD. Seperti
keracunan timbal, aditif makanan, dan reaksi alergi. Akan tetapi berbagai penelitian
terhadap faktor tersebut belum ada yang menunjukkan bukti adanya hubungan yang
bermakna antara faktor tersebut dengan ADHD. (Sugiarmin & Baihaqi. 2013)
2. Faktor Predisposisi
a. Teori psikodonamika.
Teori Mahler (1975) mengusulkan bahwa anak dengan ADHD adalah tetap pada fase
simbiotik dari perkembangan dan belum membedakan diri dengan ibunya.
Perkembangan ego mundur, dan dimanifestasikan perilaku impulsif dan
diperintahkan. (Sugiarmin & Baihaqi. 2013).
b. Teori biologia.

6
DSM-III-R menyatakan bahwa abnormalitas sistem saraf pusat (SSP), seperti adnya
neurotoksin-neurotoksin, serebral palsi, epilepsi, dan perilaku perilaku neurologis
yang menyimpang lainnya, disebut sebagai faktor predisposisi. Lingkungan-
lingkungan yang tidak teratur atau semrawut serta penyiksaan dan pengabaian
terhadap anak dapat merupakan faktor-faktor predisposisi pada
beberapa kasus. (Sugiarmin & Baihaqi. 2013).
c. Teori dinamika keluarga.
Bowen (1978) mengusulkan bahwa bila ada hubungan pasangan disfungsional, fokus
dari gangguan dipindahkan pada anak, dimana perilakunya lambat laun mulai
mencerminkan pola-pola dari gangguan fungsi system.(Sugiarmin & Baihaqi. 2013).

2.1.3 Manifestasi Klinis

Menurut Diagnostic and Satatistical Manual of Mental Disorder (DSM),


terdapat 3 gejala utama ADHD, yaitu : (Aditama. Taylor, Cynthia. 2015)
1. Inatensi
Yaitu anak ADHD menujukkan kesulitan memusatkan perhatian dibandingkan
dengan anak normal dengan umur dan jenis kelamin yang sama.
Masalah tersebut antara lain: (Aditama. Taylor, Cynthia. 2015)
a. Sering tidak dapat memusatkan perhatian pada suatu hal secara detail/rinci
b. Sering membuat kesalahan karena ceroboh
c. Sulit mempertahankan perhatiannya pada tugas-tugas atau aktivitas bermain
d. Segera tidak mendengar sewaktu diajak bicara
e. Sering tidak mengikuti perintah/cenderung menentang dan tidak memahami
perintah
f. Sering tidak dapa mengorganisir / mengatur tugas-tugas / aktivitasnya
g. Sering menolak, tidak menyenangi untuk terikat pada tugas-tugas yang menuntut
ketahanan mental
h. Sering kehilangan barang
i. Perhatiannya mudah beralih

7
j. Pelupa

2. Hiperaktivitas
Yaitu anak ADHD juga menunjukkan aktivitas yang sangat berlebihan atau tidak
sesuai dengan tingkat perkembangannya, baik aktivitas motorik maupun verbal.
Berikut merupakan perilaku anak yang menunjukkan hiperaktivitas: (Aditama.
Taylor, Cynthia. 2015)
a. Kaki dan tangan tidak dapat tenang
b. Berteriak-teriak di tempat duduknya
c. Sering meninggalkan tempat duduknya sewaktu di kelas
d. Berlari kesana kemari
e. Sulit melakukan aktivitas/bermain dengan tenang
f. Ada saja hal yang dilakukan
g. Seringkali berbicara dengan suara yang keras

3. Impulsivitas atau Perilaku Impulsif


Anak yang menderita ADHD pada umumnya tidak mampu menghambat tingkah
lakunya pada waktu memberikan respon terhadap tuntutan situasional dibandingkan
dengan anak normal dengan umur dan jenis kelamin yang sama. Berikut merupakan
perilaku impulsif yang mencirikan sebagai anak penderita ADHD: (Aditama. Taylor,
Cynthia. 2015)
a. Menjawab sebelum selesai pertanyaan
b. Sulit menunggu giliran
c. Sering menginterupsi atau mengintrusi orang lain (misal orang lain sedang
berbicara atau bermain.
2.1.4 Patofisiologi

Patofisiologi ADHD atau di indonesia dikenal dengan GPPH (Gangguan


Pemusatan Perhatian dan Hiperaktif) memang tak jelas. Ada sejumlah teori yang
membicarakan patofisiologi ADHD. Penelitian pada anak ADHD telah menunjukkan

8
ada penurunan volume korteks prefrontal sebelah kiri, Penemuan inimenunjukkan
bahwa gejala ADHD inatensi, hiperaktivitas dan impulsivitas menggambarkan
adanya disfungsi lobus frontalis, tetapi arealain di otak khususnya cerebellum juga
terkena. Penelitian “neuroimaging” pada anak ADHD tak selalu memberikan hasil
yang konsisten, pada tahun 2008 hasilnya neuroimaging hanya digunakan untuk
penelitian, bukan untuk membuat diagnosa. Hasil penelitian “neuroimaging”,
neuropsikologi genetik dan neurokimiawi mendapatkan ada 4 area frontostriatal yang
memainkan peran patofsiologi ADHD yakni : korteks prefrontal lateral, korteks
cingulate dorsoanterior, kaudatus dan putamen. Pada sebuah penelitian anak ADHD
ada kelambatan perkembangan struktur otak tertentu ratarata pada usia 3 tahun, di
mana gejala ADHD terjadi pada usia sekolah dasar. (Aditama. Taylor, Cynthia.
2015).
Kelambatan perkembangan terutama pada lobus temporal dan korteks frontalis yang
dipercaya bertanggung jawab pada kemampuan mengontrol dan memusat-kan proses
berpikirnya. Sebaliknya, korteks motorik pada anak hiperaktif terlihat berkembang
lebih cepat matang daripada anak normal, yang mengakibatkan adanya
perkembangan yang lebih lambat dalam mengontrol tingkah lakunya, namun ternyata
lebih cepat dalam perkembangan motorik, sehingga tercipta gejala tak bisa diam,
yang khas pada anak ADHD. Hal ini menjadi alasan bahwa pengobatan stimulansia
akan mempengaruhi faktor pertumbuhan dari susunan saraf pusat. (Aditama. Taylor,
Cynthia. 2015)

2.1.5 Pathway

9
2.1.6 Komplikasi
Menurut Ballard, Kennedy, & O’Brien, (2014), komplikasi yang dapat terjadi pada
anak ADHD adalah:

a.Intelegensi dan kemampuan anak tidak sesuai dengan performa akademik

b.Dapat memiliki perilaku ingkar atau membangkang atau memiliki gangguan


perilaku/ psikiatrik lain (gangguan ansietas, gangguan alam perasaan seperti depresi
dan bipolar, gangguan belajar, gangguan komunikasi).

c.Komplikasi sekunder ADHD, seperti harga diri rendah dan penolakan oleh teman
sebaya, terus menimbulkan masalah yang serius bagi remaja. Diperkirakan bahwa
sedikitnya pada sepertiga anak, gejala akan berlangsung hingga usia dewasa (Glod,
1997 dalamVidebeck, 2008).

d. IQ rendah / kesulitan belajar ( anak tidak duduk tenang dan belajar ).

e. Resiko kecelakaan ( karena impulsivitas ).

10
2.7 Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Tanoyo, (2013), pemeriksaan penuujang yang dilakukan pada anak ADHD,
yaitu sebagai berikut:

a.Pemeriksaan Laboratorium

1)Liver Function Test

2)Complete blood cell counts

b.Pemeriksaan Imaging

1)MRI

2)PET ( Positron Emission Tomography

2.8 Penatalaksanaan
A. Perawatan
Perawatan yang dapat dilakukan orang tua terhadap anak yang menderita ADHD
antara lain : (Wilksinson, Judith. 2014)
a) Terapi medis : Mengendalikan simptom-simptom ADHD di sekolah dan rumah.
b) Pelatihan manajemen orang tua : Mengendalikan perilaku anak yang merusak di
rumah, mengurangi konflik antara orangtua dan anak serta meningkatkan pro-sosial
dan perilaku regulasi diri.
c) Intervensi pendidikan : Mengendalikan perilaku yang merusak di kelas,
meningkatkan kemampuan akademik serta mengajarkan perilaku pro sosial dan
regulasi diri.
d) Merencanakan program-program bulanan : Melakukan penyesuaian di rumah dan
keberhasilan ke depan di sekolah dengan mengombinasikan perlakukan tambahan dan
pokok dalam program terapi.
e) Melakukan konseling keluarga : Coping terhadap stres keluarga dan individu yang
berkaitan dengan ADHD, termasuk kekacauan hati dan permasalahan suami istri.

11
f) Mencari kelompok pendukung : Menghubungkan anak dewasa dengan orang tua
anak ADHD lainnya, berbagi informasi dan pengalaman mengenai permasalahan
umum dan memberi dukungan moral.
g) Melakukan konseling individu : Memberi dukungan di mana anak dapat membahas
permasalahan dan curahan hati pribadinya.

Menurut Videbeck (2018) intervensi keperawatan yang dapat dilakukan pada anak
dengan Attention Deficyt Hyperactivity Disorder (ADHD) antara lain :
1. Memastikan keamanan anak dan keamanan orang lain
2. Meningkatkan performa peran
3. Menyederhanakan instruksi/perintah
4. Mengatur rutinitas sehari-hari
5. Penyuluhan dan dukungan kepada klien/keluarga dengan mendengarkan perasaan
dan frustasi orang tua
6. Berikan nutrisi yang adekuat pada anak yang mengalami ADHD
a. Rendah karbohidrat dan tinggi protein. Untuk makan pagi 60% - 70% protein dan
30% - 40% karbohidrat, makan siang dan makan malam 50% protein dan 50%
karbohidrat.
b. Menghindari bahan-bahan yang membuat alergi pada anak ADHD karena anak
ADHD sangat sensitive sehingga mudah terjadi alergi yang bermanifestasi dalam
bentuk batuk, influenza karena alergi, dll.
c. Rendah gula. Hindari makanan-makanan yang banyak mengandung gula seperti
donat, permen, soft drinks, eskrim, dan cokelat. Kadar insulin yang tinggi akan
mengakibat kan emosi yang labil sehingga dapat memperparah keadaan anak ADHD.
d. Makan banyak sayuran dan buah
e. Minum banyak air. 80% otak terdiri dari air sehingga dengan meningkatkan
konsumsi air menjadi 7-8 gelas perhari akan baik untuk otak.
f. Menghindari makanan yang mengandung salisilat seperti : kacang almond, plum,
prune, apel dan cukaapel, raspberrie, apricot, anggur dan cuka dari anggur,
strawberry, blackberry, teh, ceri, nectarine, tomat, jeruk, timun dan acar, peach, wine

12
dan cuka dari wine. Salisilat dapat menghambat kerja enzim dalam otak yang
berfungsi untuk mengurangi kesensitifan otak terhadap reaksi alergi.
g. Mengkonsumsi suplemen seperti vitamin B, zinc, chromium, tembaga, besi,
magnesium, kalsium, amino acid chelates dan flavenoids.
Pada anak ADHD sering terdapat defisiensi zat-zat tersebut karena pengeluaran zat
tersebut dari urine secara berlebihan.
h. Menghindari paparan logam berat seperti tambalan gigi dari amalgam, kawat gigi
dari nikel, dll.
i. Kafein dapat digunakan sebagai stimulant susunan saraf pusat yang mempunyai
efek vasodilator yang dibutuhkan oleh otak karena pada anak ADHD
terjadikekurangan aliran darah kebagian-bagian otak.

B. Pengobatan
Disamping pendekatan yang kontroversial antara lain melakukan diet khusus
dan penggunaan obat-obatan serta vitamin-vitamin tertentu). Obat stimulan
yang sering digunakan untuk mengobati ADHD antara lain : (Wilksinson,
Judith. 2014)
1) Metilfenidat (Ritalin) Dosis 10-60 dalam 2 – 4 dosis yang terbagi. Intervensi
keperawatan pantau supresi nafsu makan yang turun, atau kelambatan
pertumbuhan, berikan setelah makan, efek obat lengkap dalam 2 hari.
2) Dekstroamfetamin (Dexedrine) amfetamin (Adderall) Dosis 3-40 dalam 2 atau 3
dosis yang terbagi. Intervensi keperawatan, pantau adanya insomnia, berikan
setelah makan untuk mengurangi efek supresi nafsu makan, efek obat lengkap
dalam 2 hari.
3) Pemolin (Cylert) Dosis 37,5-112,5 dalam satu dosis harian. Intervensi
keperawatan pantau peningkatan tes fungsi hati dan supresi nafsu makan, dapat
berlangsung 2 minggu untuk mencapai efek obat yang lengkap. Selain 3 obat
stimulan diatas ada juga obat stimulan yang biasa digunakan untuk pengobatan
anak dengan ADHD, yaitu:

13
1. Stimulan merupakan obat yang paling banyak dipergunakan untuk ADHD.
Dalam kelompok stimulant terdapat AdderallÆ (gabungan garam dari
amphtamine), DextroStatÆ (dextroamphetamine sulfate), dan RitalinÆ
(methylphenidate HCL). Stimulan bereaksi cepat dan efek sampingnya ringan.
Disebut stimulant karena bias memberikan energy bagi mental untuk memusat kan
perhatian pada apa yang sedang
dikerjakan. Pengobatan ada yang diberikan dalam dosis dobel dalam sehari.
2. TCA (Tri-Cyclic Antidepressants) merupakan jenis anti depresi. TCA sangat
efektif untuk mengatasi suasana hati yang berubah-ubah dan diminum hanya satu
kali dalam sehari. Namun TCA bekerja lebih lambat dan lebih berisiko dalam
penggunaannya. Jika pengobatan dengan stimulant tidak menolong TCA boleh
dicoba.
3. Wellbutrin ( buproprion ) merupakan jenis antidepresan yang telah
dipergunakan dalam pengobatan ADHD meskipun belum mendapat persetujuan
dari FDA. Obat ini bukan TCA, tetapi mempunyai kegunaan dan efek samping
yang sama.
4. Catapres (clonidine) dulunya dipergunakan untuk pengobatan penyakit darah
tinggi. Obat ini dipergunakan dalam pengobatan ADHD, terutama bagi penderita
gejala hiperaktif dan impulsif, meskipun juga belum mendapat persetujuan FDA.
Obat ini berbentuk kecil atau pil. Anak-anak yang diberi Catapresakan menjadi
ngantuk.

Peran Orang Tua Pada Anak ADHD


1. Sedini mungkin membiasakan anaknya untuk hidup dalam suatu aturan.
2. Sedini mungkin memberikan kepercayaan dan tanggung jawab terhadap apa yang
seharusnya dapat dilakukan anak.
3. Kenali kondisi diri dan psikis anak.
4. Upayakan untuk menyediakan ruang belajar yang jauh dari gangguan televisi,
mainan atau kebisingan.

14
5. Sedini mungkin melakukan monitoring dan evaluasi secara berkelanjutan, dan
konsisten terhadap terapi yang sedang dijalankan oleh anak anda.
6. Biasakan anak untuk mengekspresikan emosinya dalam bentuk tulisan atau
gambar.
7. Aturlah pola makan anak, hindari makanan dan minuman dengan kadar gula dan
karbohidrat yang tinggi.
8. Ajaklah anak berekreasi ke tempat-tempat yang indah. Hal ini akan membantu
anak untuk berpikiran positif.
9. Ajaklah anak untuk berlatih menenangkan diri. Misalnya dengan menarik nafas
dalam-dalam dan keluarkan lewat mulut. Latihan ini bisa dilakukan berulang-ulang.
(Wilksinson, Judith. 2014)

2.2 Konsep Asuhan Keperawatan Anak dengan ADHD

2.2.1 Pengkajian

Menurut Menurut Tanoyo, (2013) tahap pengkajian pada anak ADHD, yaitu sebagai
berikut:

a. Riwayat penyakit sekarang

Sesuai dengan kriteria ADHD berdasarkan DSM IV.

1) Apakah anak sering tampak tidak mendengarkan apabila berbicara langsung?

2) Apakah anak sering tidak mengikuti instruksi dan gagal menyelesaikan tugas?
sekolah, pekerjaan sehari-hari, atau tugas ditempat kerja (bukan karena perilaku
menentang atau tidak dapat mengikuti instruksi).

3) Apakah anak sering mengalami kesulitan dalam menyusun tugas dan aktivitas?

4) Apakah anak mengalami kesulitan bermain atau terlibat dalam aktivitas waktu
luang secara tenang?

b. Riwayat penyakit dahulu

15
Ditemukan adanya riwayat pemakaian obat-obatan yang memiliki interaksi negatif
dengan ADHD atau pengobatannya seperti: antikonvulsan, antihipertensi, obat yang
mengandung kafein, pseudoefedrin, monomain oxidase inhibitors (MAOIs).
Didapatkan pulaadanya penyakit interaksi negatif degan ADHD atau pengobatannya
seperti: penyakit arterial (mayor), glaukoma sudut sempit, trauma kepala, penyakit
jantung, palpitasi, penyakit hati, hipertensi, kehamilan,dan penyakit ginjal. Temukan
pula adanya kelainan psikiatrik karena 30 – 50% penderita ADHD disertai dengan
kelainan psikiatrik. Adapun kelainan psikiatrik yang dimaksud antara lain: gangguan
cemas, gangguan bipolar, gangguan perilaku, depresi, gangguan disosiasi, gangguan
makan, gangguan cemas menyeluruh, gangguan mood, gangguan obsesif-kompulsif,
gangguan panik atau tanpa agorafobia, gangguan perkembangan perfasif,
Posttraumatic stres disorder.

(PTSD), psikotik, fobia sosial, gangguan tidur, penyalah gunaan zat,


sindromTourette’s atau gangguan Tic, dan komorbiditas somatik.

c. Riwayat keluarga
Temukan adanya anggota keluarga lain yang menderita ADHD
d. Riwayat sosial
Meliputi interaksi antar anggota keluarga, masalah dengan hukum,
keadaan di sekolah, dan disfungsi keluarga.

e. Kebutuhan Dasar

1. Nutrisi

Orang tua klien belum cukup mengetahuin tentang makanan sehat dangizi klien
baik dan berat badannya 20 kg. Klien diberikan ASI sampai umur 6 bulan dan
dilanjutkan dengan MPASI.

2. Personal Hygiene

Orang tua klien sudah mengetahui tentang kebersihan dengan baik, dilihat dari
kebersihan klien dan orang tuanya sendiri.

16
3. Imunisasi

Imunisasi yang didapatkan klien tidak lengkap yaitu: imunisasi BCG satu kali,
DPT empat kali, campak dua kali, polio empat kali, hepatitis B empat kali.

f. Pola kebiasaan

1. Pola nutrisi

Pola nutrisi klien sebelum sakit: klien makam 3 kali sehari habis 1 porsi makan,
dengan jenis makanan nasi, lauk-pauk, sayuran, minum air putih dan susu. Nafsu
makan klien baik, tidak ada mual dan muntah. Orang tua klien masih
memberikan makanan yang mengandung zat aditif seperti MSG, yang banyak
terdapat pada makanan, jajanan/minuman berwarna, dan gula. Kebiasaan klien
sebelum makan yaitu mencuci tangan. Makanan yang tidak disukai tidak ada.
Sedangkan dirumah sakit klien makan habis 1/2 porsi, minum air putih dan susu.
Klien tidak menggunakan alat bantu untuk makan.

2. Pola Eliminasi

1) BAK Sebelum dirawat di rumah sakit klien buang 4-5 x/hari, warna kuning
jernih, keluhan tidak ada, dan berbau amonia. Sedangkan di rumah sakit klien
buang air 3-4 x/hari, warna kuning jernih, dan berbau amonia.

2) BAB Sebelum sakit klien BAB 1x/hari, waktu tidak tentu, warna kuning
kecoklatan, konsistensi padat dengan tidak menggunakan obat-obatan pencahar.
Di rumah sakit, klien BAB 1x/hari, warna kuning kecoklatan, tidak
menggunakan obat-obatan pencahar.

3. Pola personal hygiene

Sebelum sakit klien mandi 2 x/hari waktu pagi dan sore, oral hygiene 2x/hari
waktu pagi dan sore, cuci rambut 3 hari sekali. Di rumah sakit klien dimandikan
2 x/hari waktu pagi dan sore, oral hygiene 2 x/hari setiap pagi dan sore, cuci

17
rambut belum pernah selama sakit. Klien dibantudalam melakukan aktivitas
mandi oleh perawat dan keluarga.

4. Pola istirahat dan tidur

Sebelum sakit klien tidur selama 7-8 jam sehari, tidur siang tidak pernah dan
tidur malam 7-8 jam. Di rumah sakit klien tidur selama 9-10 jam sehari, tidur
siang 2 jam dan tidur malam 7-8 jam. Kebiasaan sebelum tidak ada.

5. Pola aktivitas dan latihan

Klien adalah siswa sekolah dasar. Klien sering melakukan aktivitas olahraga di
sekolah.

g. Pemeriksaan Fisik Sistem Tubuh

1. Pemeriksaan Fisik Umum

Kesadaran Compos Mentis, Tekanan darah 100/60 mmHg, Nadi 100x/menit


irama teratur dan teraba kuat, akral kulit klien hangat dengan temperatur kulit
37'C, pernafasan klien dalam batas normal, 23 x/menit. Pada pemeriksaan
sensori, penciuman klien normal, bentuk simetris, kebersihan hidung baik, dan
tidak terdapat polip. Indra pengecapan klien normal, tidak terlihat peradangan
dan pendarahan pada mulut, fungsi pengecapan baik, mukosa bibir lembab. Indra
penglihatan klien normal, bentuk simetris, tidak ada kotoran mata, konjungtiva
tidak anemis, tidak ada peradangan dan pendarahan, klien dapat melihat jarak
dekat dan jarak jauh dengan baik. Indra pendengaran klien normal, klien dapat
mendengar dengan baik jika dipanggil langsung memberi respon, tidak ada
peradangan dan pendarahan, tidak terdapat serumen yang menumpuk.

2. Sistem Oksigenasi

Jalan napas klien bersih, tidak sesak, tidak menggunakan otot bantu pernapasan,
frekuensi napas 23 x/menit, irama teratur, klien bernapas secara spontan, batuk

18
tidak ada, pada palpasi dada tidak teraba massa, klien tidak mengeluh nyeri dan
pada taktil fremitus getaran kedua paa massa, klien tidak mengeluh nyeri dan
pada taktil fremitus getaran kedua paru simetris, pada perkusi dada sonor paru
kanan dan kiri, suara napas vesikuler, ronkhi dan wheezing tidak ada, tidak ada
nyeri saat bernapas,dan tidak menggunakan alat bantu nafas.

3. Integumen

Kulit tampak bersih, turgor kulit klien baik, temperatur kulit hangat 37ºC, tidak
terdapat lesi maupun luka, dan klien tidak mengalami kelainan kulit.

4. Muskuloskeletal

Bentuk simetris, tidak ada luka maupun fraktur pada ekstremitas atas dan bawah

2.2.2 Diagnosis Keperawatan

1. Risiko perilaku kekerasan berhubungan dengan kerusakan kontrol impuls


2. Gangguan pola tidur berhubungan dengan kurang kontrol tidur
3. Risiko cedera berhubungan dengan hipoksia jaringan
4. Gangguan interaksi sosial berhubungan dengan impulsif

2.2.3 Intervensi Keperawatan

No SDKI SLKI SIKI


1 D.0146 Setelah dilakukan perawatan Pencegahan Perilaku Kekerasan
Risiko 3x24 jam diharapkan perilaku Observasi
perilaku kekerasan dapat berkurang  Monitor adanya benda
kekerasan dengan kriteria hasil : yang membahayakan
berhubungan 1. Verbalisasi kepuasan  Monitor selama
dengan terhadap diri penggunaan barang yang
kerusakan meningkat dapat membahayakan
kontrol impuls 2. Verbalisasi kepuasan Terapeutik
terhadap diri  Pertahankan lingkungan
bebas dari bahaya secara

19
3. Verbalisasi rutin
penerimaan diri  Libatkan keluarga dalam
terhadap kelebihan perawatan
diri Edukasi
 Latih cara
mengungkapkan
perasaan secara asertif
 Latih mengurangi
kemarahan secara verbal
dan nonverbal

2 D.0055 Setelah dilakukan perawatan Dukungan Tidur


Gangguan 3x24 jam diharapkan Observasi
pola tidur gangguan tidur dapat  Identifikasi pola aktivitas
berhubungan berkurang dengan kriteria dan tidur
dengan hasil :  Identifikasi faktor
kurang 1. Keluhan sulit tidur penggannggu tidur
kontrol tidur menurun  Identifikasi makanan dan
2. Keluhan sering minuman yang
terjaga menurun menganggu tidur
3. Kemampuan Terapeutik
beraktivitas  Modifikasi lingkungan
meningkat  Batasi waktu tidur siang
 Tetapkan jadwal rutin
Edukasi
 Anjurkan menepati
kebiasaan tidur
 Anjurkan menghindari
makanan dan minuman

20
yang menganggu tidur
3 D. 0136 Setelah dilakukan perawatan Managemen Keselamatan
Risiko cedera 3x24 jam diharapkan risiko Lingkungan
berhubungan cedera dapat berkurang Observasi
dengan dengan kriteria hasil :  Identifikasi kebutuhan
hipoksia 1. Kejadian cedera keselamatan
jaringan menurun  Monitor perubahan status
2. Ketegangan otot keselamatan lingkungan
menurun Terapeutik
3. Pola istirahat/tidur  Hilangkan bahaya
membaik keselamatan lingkungan
 Modifikasi lingkungan
untuk meminimalkan
bahaya dan risiko
 Sediakan alat bantu
keamanan lingkungan
 Fasilitasi relokasi ke
lingkungan yang aman
Edukasi
 Ajarkan individu,
keluarga, dan kelompok
risiko tinggi bahaya
lingkungan
4 D. 0118 Setelah dilakukan perawatan Modifikasi Perilaku
Gangguan 3x24 jam diharapkan Keterampilan Sosial
interaksi gangguan interaksi sosial Observasi
sosial dapat berkurang dengan  Identifikasi penyebab
berhubungan kriteria hasil : kurangnya keterampilan
dengan 1. Perasaan nyaman sosial

21
impulsif dengan situasi sosial  Identifikasi fokus
meningkat pelatihan keterampilan
2. Responsif terhadap sosial
orang lain meningkat Terapeutik
3. Gejala cemas  Motivasi untuk berlatih
menurun keterampilan sosial
 Beri umpan balik positif
 Libatkan keluarga
selama latihan
keterampilan sosial
Edukasi
 Jelaskan tujuan melatih
keterampilan sosial
 Anjurkan
mengungkapkan
perasaan akibat masalah
yang dialami
 Edukasi keluarga untuk
dukungan keterampilan
sosial
 Latih keterampilan sosial
secara bertahap

2.2.4 Pelaksanaan

Menurut Lismidar, H (1990), pelaksanaan adalah pemberian asuhan


keperawatan yang diberikan secara nyata kepada pasien sesuai dengan rencana
tindakan keperawatan.

22
Pelaksanaan adalah pemberian asuhan keperawatan secara nyata berupa
rangkaian kegiatan yang sistematik berdasarkan perencanaan untuk mencapai hasil
yang optimal.

Dalam pelaksanaannya semua tindakan yang telah dilakukan dicatat di dalam


buku catatan keperawatan. Catatan keperawatan dapat dijadikan sebagai bahan
dokumentasi yang berguna untuk komunikasi antar tim kesehatan sehingga
memungkinkan pemberian tindakan yang berkesinambungan dan mencegah
terjadinya pemberian tindakan yang berulang dalam bentuk yang sama.

2.2.5 Evaluasi

Menurut Lismidar, H (1990), evaluasi merupakan tahap akhir dari proses


keperawatan yang digunakan sebagai alat untuk mengukur keberhasilan dari asuhan
keperawatan dan proses ini berlangsung terus menerus yang diarahkan kepada
pencapaian tujuan yang diinginkan.

Ada empat masalah kemungkinan yang dapat terjadi di dalam tahap evaluasi
yaitu : Masalah teratasi seluruhnya, masalah teratasi sebagian, masalah tidak dapat
teratasi dan timbul masalah baru.

Berdasarkan teoritis maka evaluasi yang akan dicapai adalah:

a. Pasien tidak menunjukan perilaku kekerasan


b. Gangguan pola tidur mulai membaik
c. Risiko cedera dapat berkurang
d. Hubungan sosial mulai membaik

23
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder) adalah gangguan


neurobiologis yang ciri-cirinya sudah tampak pada anak sejak kecil. Anak
ADHD mulai menunjukkan banyak masalah ketika SD karena dituntut untuk
memperhatikan pelajaran dengan tenang, belajar berbagai ketrampilan
akademik, dan bergaul dengan teman sebaya sesuai aturan. ADHD adalah
gangguan perkembangan dalam peningkatan aktifitas motorik anak-anak
hingga menyebabkan aktifitas anak-anak yang tidak lazim dan cenderung
berlebihan. Ditandai dengan berbagai keluhan perasaan gelisah, tidak bisa
diam, tidak bisa duduk dengan tenang, dan selalu meninggalkan keadaan yang
tetap seperti sedang duduk, atau sedang berdiri. Beberapa kriteria yang lain
sering digunakan adalah, suka meletup- letup, aktifitas berlebihan, dan suka
membuat keributan. (Saputro, Dwidjo Dr. 2014). Ada kira-kira 3 - 5% anak
usia sekolah menderita ADHD (Permadi, 2009). Attention
deficit/hyperactivity disorder (ADHD) atau gangguan pemusatan
perhatian/hiperaktivitas adalah gangguan perilaku yang timbul pada anak
dengan pola gejala restless atau tidak bisa diam, inattive atau tidak dapat
memusatkan perhatian pada perilaku impulsive. (Saputro, Dwidjo Dr. 2014)

3.2 Saran

1.Untuk mahasiswa

a. Mahasiswa/i mampu mengaplikasikan ilmu pengetahuan yang diperoleh di


institusi dan menerapkan secara langsung kepada pasien melalui asuhan
keperawatan

24
b.Mahasiswa/i lebih meningkatkan keberanian untuk membina kerja sama dan
komunikasi dengan tim kesehatan lain seperti pada perawat ruangan,co ass,
dokter, dan residen.

c. Mahasiswa lebih meningkatkan promosi kesehatan mengenai nutrisi yang


seimbang sehingga mengurangi resiko terjadinya ADHD

2.Untuk perawat

a. Mempertahankan tim yang solid dalam memberikan asuhan keperawatan


pada klien.

b. Meluangkan waktu untuk melakukan terapi kepada klien

25
DAFTAR PUSTAKA

Ballard, K. A., Kennedy, W. Z., & O’Brien, P. G. (2014). Keperawatan kesehatan


jiwa psikiatrik: teori & praktik. Jakarta: EGC

Saputro, Dwidjo Dr. 2014. ADHD (attention deficit/hyperactivity disorder). Jakarta:


CV. Sagung Seto.

Sugiarmin & Baihaqi. 2013. Memahami dan membantu anak ADHD. Jakarta: Refika
Aditama.

Tanoyo, D. P. (2013). Attention-Deficit/Hyperactivity Disorder Diagnosis


AndTreatment. E-Jurnal Medika Udayana.

26

You might also like