Professional Documents
Culture Documents
Tugas Askep Adhd
Tugas Askep Adhd
DISUSUN OLEH
KELOMPOK 3
DOSEN PENGAMPU :
Puji syukur Puji syukur kami ucapkan kepada ALLAH SWT yang telah
melimpahkan rahmat, dan karuniaNya sehingga makalah ini dapat diselesaikan
dengan baik yang berjudul “Asuhan Keperawatan Pada Pasien ADHD”.
Shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada utusan-Nya Nabi besar
Muhammad SAW yang telah membawa umatnya dari zaman jahiliyah ke zaman yang
berilmu pengetahuan seperti saat ini. Adapun tujuan makalah ini disusun untuk
melengkapi salah satu tugas mata kuliah Keperawatan Anak II .
Makalah ini berisikan informasi tentang asuhan keperawatan. Diharapkan
makalah ini dapat memberikan informasi tentang hal-hal yang berhubungan dengan
asuhan keperawatan pada pasien ADHD.
Dalam makalah ini, kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang
disebabkan karena keterbatasan kemampuan penulis. Maka untuk itu, penulis
mengharapkan kritik dan saran agar makalah ini dapat bermanfaat.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
ii
2.2.1 Pengkajian ................................................................................................ 14
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
mengungkapkan bahwa prevalensi penderita anak dengan ADHD di Mesir
mencapai 19,7% dari 600 anak (286 laki-laki dan314 perempuan) dari usia antara
5–12 tahun. Asherson (2012) mengungkapkan bahwa data statistik menunjukan
prevalensi ADHD di wilayah Asia sebesar 10 % dari total keseluruhan anak.
Prevalensi ADHD di Indonesia tidak diketahui secara pasti tingkat kejadiannya.
Penelitian yang dilakukan secara terbatas diJakarta dilaporkan prevalensi ADHD
sebesar 4,2%, paling banyak ditemukan pada anak usia sekolah dan pada anak
laki-laki (Galih, 2011). Sementara itu di Padang prevalensi mencapai 8%, di
Bantul dan Yogyakarta mencapai 5,7%(Putri, 2014). Kondisi anak dengan
ADHD mudah dilihat seperti, kurang mampu memperhatikan aktivitas permainan
maupun tugas. Perhatiannya mudah terpecah dan sering kehilangan barang.
Selain itu, penderita ADHD juga memiliki perilaku yang berubah-ubah, impulsif,
selalu aktif dan tidak bisa asik dalam kegiatan yang menghabiskan waktu, seperti
membaca atau menyusun puzzle. Dari data yang terdapat pada anak ADHD,
dapat ditegakkan beberapa diagnosa seperti kecemasan, perubahan pola belajar,
koping keluarga tidak efektif, dan resiko cedera. Peran perawat dalam perawatan
anak ADHD meliputi peran sebagai pemberi asuhan keperawatan dengan cara
perawat membantu klien dengan ADHD mendapatkan kembali kesehatannya
secara holistik.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
pada anak dengan pola gejala restless atau tidak bisa diam, inattive atau tidak dapat
memusatkan
perhatian pada perilaku impulsive. (Saputro, Dwidjo Dr. 2014)
2.1.2 Etiologi ADHD
Penyebab pasti belum diketahui. Namun ada bukti bahwa faktor biologis dan
genetis berperan dalam ADHD. Faktor biologis berpengaruh pada dua
neurotransmitter di otak, yaitu dopamine dan norepinefrin. Dopamin merupakan zat
yang bertanggung jawab pada tingkah laku dan hubungan social, serta mengontrol
aktifitas fisik. Norepinefrin berkaitan dengan konsentrasi, memusatkan perhatian, dan
perasaan. Faktor lainnya yang berpengaruh adalah lingkungan. Karakter dalam
keluarga juga dapat berperan menimbulkan gejala ADHD. Berbagai penelitian
menunjukkan penyebab terjadinya gangguan ini, meliputi berbagai faktor yang
berpengaruh terhadap fungsi otak.
1. Faktor Penyebab
a. Faktor Genetik
Hier (1980) telah menunjukkan adanya hubungan anatara faktor genetik dan
penyebab gangguan ini, yaitu pada anak laki-laki dengan kelebihan Y kromosom
(XYY) menunjukkan peningkatan kejadian hiperaktivitas yang menyertai
kemampuan verbal dan performance rendah. Masalah kesulitan memusatkan
perhatian dan kesulitan belajar juga diakibatkan adanya cacat genetik. Pada anak
perempuan dengan kromosom 45, XO juga menunjukkan kesulitan memusatkan
perhatian dan kesulitan menulis dan menggambar ulang. (Sugiarmin & Baihaqi.
2013).
Adanya hubungan antara faktor gentik dan penyebeb gangguan ini, yaitu pada anak
laki-laki dengan kelebihan Y kromosom (XYY) menujukkan peningakatan kejadian
hiperaktivitas yang menyertai kemampuan verbal dan performance rendah. Pada
fragile X syndrome, yaitu nama anak untuk kondisi dimana terdapat X kromosom
pada lokasi Q27 rapuh, juga dihubungkan dengan kejadian gejala ADHD, meskipun
sebagian besar penderita gangguan ini mengalami retardasi mental. Masalah kesulitan
4
memusatkan perhatian dan kesulitan belajar juga diakibatkan adanya cacat genetic.
(Sugiarmin & Baihaqi. 2013)
Pada anak perempuan dengan kromosom 45, XO juga menunjukkan kesulitan
memusatkan perhatian dan kesulitan menulis dan menggambar ulang. Sampai saat ini
belum dapat dibuktikan bahwa penyebab gangguan ini adalah adanya kromosom
abnormal. Saudara pada tingkat pertama, seperti orangtua, saudara kandung, dan anak
membagikan 50% gen dengan penyandang gangguan ini. Mereka memiliki resiko
lebih besar mengalami gangguan ini dari pada saudara tingkat kedua yang hanya
membagikan gen 25% dengan penyandang gangguan ini. (Sugiarmin & Baihaqi.
2013)
5
penyebab tunggal. (Sugiarmin & Baihaqi. 2013). Terjadinya ADHD disebabkan oleh
beberapa sistem yang berbeda tetapi memiliki hubungan yang erat. Sistem tersebut
memiliki peran yang berbeda terhadap metabolisme dopamin atau norepinefrin.
Meskipun berbagai obat anti ADHD memiliki komposisi kimiawi berbeda,
mekanisme kerja obat tersebut sama baik dengan dopaminerjik ataupun
norepinefrine. Norepinefrin dan dopamin adalah poten agonis pada reseptor D4 di
celah pascasinaptik, gen reseptor dopamin D4 (DRD 4) sampai saat ini telah dianggap
sebagai penyebab gangguan ini.
(Sugiarmin & Baihaqi. 2013)
d. Faktor Psikososial
Willis dan Lovaas berpendapat bahwa perilaku hiperaktivitas disebabkan oleh
buruknya rangsang pengendalian oleh perintah dari ibu, dan pengaturan perilaku yang
buruk pada anak timbul dari manjemen pengasuhan orangtua yang buruk. Berbagai
penelitian juga menunjukkan adanya pengaruh faktor lingkungan terhadap terjadinya
gangguan ini seperti stimulasi berlebihan oleh orangtua pada waktu mengasuh anak
dan masalah psikologis yang terjadi pada orang tua.
(Sugiarmin & Baihaqi. 2013).
e. Faktor Lingkungan
Berbagai toksin endogen juga pernah dianggap sebagai penyebab ADHD. Seperti
keracunan timbal, aditif makanan, dan reaksi alergi. Akan tetapi berbagai penelitian
terhadap faktor tersebut belum ada yang menunjukkan bukti adanya hubungan yang
bermakna antara faktor tersebut dengan ADHD. (Sugiarmin & Baihaqi. 2013)
2. Faktor Predisposisi
a. Teori psikodonamika.
Teori Mahler (1975) mengusulkan bahwa anak dengan ADHD adalah tetap pada fase
simbiotik dari perkembangan dan belum membedakan diri dengan ibunya.
Perkembangan ego mundur, dan dimanifestasikan perilaku impulsif dan
diperintahkan. (Sugiarmin & Baihaqi. 2013).
b. Teori biologia.
6
DSM-III-R menyatakan bahwa abnormalitas sistem saraf pusat (SSP), seperti adnya
neurotoksin-neurotoksin, serebral palsi, epilepsi, dan perilaku perilaku neurologis
yang menyimpang lainnya, disebut sebagai faktor predisposisi. Lingkungan-
lingkungan yang tidak teratur atau semrawut serta penyiksaan dan pengabaian
terhadap anak dapat merupakan faktor-faktor predisposisi pada
beberapa kasus. (Sugiarmin & Baihaqi. 2013).
c. Teori dinamika keluarga.
Bowen (1978) mengusulkan bahwa bila ada hubungan pasangan disfungsional, fokus
dari gangguan dipindahkan pada anak, dimana perilakunya lambat laun mulai
mencerminkan pola-pola dari gangguan fungsi system.(Sugiarmin & Baihaqi. 2013).
7
j. Pelupa
2. Hiperaktivitas
Yaitu anak ADHD juga menunjukkan aktivitas yang sangat berlebihan atau tidak
sesuai dengan tingkat perkembangannya, baik aktivitas motorik maupun verbal.
Berikut merupakan perilaku anak yang menunjukkan hiperaktivitas: (Aditama.
Taylor, Cynthia. 2015)
a. Kaki dan tangan tidak dapat tenang
b. Berteriak-teriak di tempat duduknya
c. Sering meninggalkan tempat duduknya sewaktu di kelas
d. Berlari kesana kemari
e. Sulit melakukan aktivitas/bermain dengan tenang
f. Ada saja hal yang dilakukan
g. Seringkali berbicara dengan suara yang keras
8
ada penurunan volume korteks prefrontal sebelah kiri, Penemuan inimenunjukkan
bahwa gejala ADHD inatensi, hiperaktivitas dan impulsivitas menggambarkan
adanya disfungsi lobus frontalis, tetapi arealain di otak khususnya cerebellum juga
terkena. Penelitian “neuroimaging” pada anak ADHD tak selalu memberikan hasil
yang konsisten, pada tahun 2008 hasilnya neuroimaging hanya digunakan untuk
penelitian, bukan untuk membuat diagnosa. Hasil penelitian “neuroimaging”,
neuropsikologi genetik dan neurokimiawi mendapatkan ada 4 area frontostriatal yang
memainkan peran patofsiologi ADHD yakni : korteks prefrontal lateral, korteks
cingulate dorsoanterior, kaudatus dan putamen. Pada sebuah penelitian anak ADHD
ada kelambatan perkembangan struktur otak tertentu ratarata pada usia 3 tahun, di
mana gejala ADHD terjadi pada usia sekolah dasar. (Aditama. Taylor, Cynthia.
2015).
Kelambatan perkembangan terutama pada lobus temporal dan korteks frontalis yang
dipercaya bertanggung jawab pada kemampuan mengontrol dan memusat-kan proses
berpikirnya. Sebaliknya, korteks motorik pada anak hiperaktif terlihat berkembang
lebih cepat matang daripada anak normal, yang mengakibatkan adanya
perkembangan yang lebih lambat dalam mengontrol tingkah lakunya, namun ternyata
lebih cepat dalam perkembangan motorik, sehingga tercipta gejala tak bisa diam,
yang khas pada anak ADHD. Hal ini menjadi alasan bahwa pengobatan stimulansia
akan mempengaruhi faktor pertumbuhan dari susunan saraf pusat. (Aditama. Taylor,
Cynthia. 2015)
2.1.5 Pathway
9
2.1.6 Komplikasi
Menurut Ballard, Kennedy, & O’Brien, (2014), komplikasi yang dapat terjadi pada
anak ADHD adalah:
c.Komplikasi sekunder ADHD, seperti harga diri rendah dan penolakan oleh teman
sebaya, terus menimbulkan masalah yang serius bagi remaja. Diperkirakan bahwa
sedikitnya pada sepertiga anak, gejala akan berlangsung hingga usia dewasa (Glod,
1997 dalamVidebeck, 2008).
10
2.7 Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Tanoyo, (2013), pemeriksaan penuujang yang dilakukan pada anak ADHD,
yaitu sebagai berikut:
a.Pemeriksaan Laboratorium
b.Pemeriksaan Imaging
1)MRI
2.8 Penatalaksanaan
A. Perawatan
Perawatan yang dapat dilakukan orang tua terhadap anak yang menderita ADHD
antara lain : (Wilksinson, Judith. 2014)
a) Terapi medis : Mengendalikan simptom-simptom ADHD di sekolah dan rumah.
b) Pelatihan manajemen orang tua : Mengendalikan perilaku anak yang merusak di
rumah, mengurangi konflik antara orangtua dan anak serta meningkatkan pro-sosial
dan perilaku regulasi diri.
c) Intervensi pendidikan : Mengendalikan perilaku yang merusak di kelas,
meningkatkan kemampuan akademik serta mengajarkan perilaku pro sosial dan
regulasi diri.
d) Merencanakan program-program bulanan : Melakukan penyesuaian di rumah dan
keberhasilan ke depan di sekolah dengan mengombinasikan perlakukan tambahan dan
pokok dalam program terapi.
e) Melakukan konseling keluarga : Coping terhadap stres keluarga dan individu yang
berkaitan dengan ADHD, termasuk kekacauan hati dan permasalahan suami istri.
11
f) Mencari kelompok pendukung : Menghubungkan anak dewasa dengan orang tua
anak ADHD lainnya, berbagi informasi dan pengalaman mengenai permasalahan
umum dan memberi dukungan moral.
g) Melakukan konseling individu : Memberi dukungan di mana anak dapat membahas
permasalahan dan curahan hati pribadinya.
Menurut Videbeck (2018) intervensi keperawatan yang dapat dilakukan pada anak
dengan Attention Deficyt Hyperactivity Disorder (ADHD) antara lain :
1. Memastikan keamanan anak dan keamanan orang lain
2. Meningkatkan performa peran
3. Menyederhanakan instruksi/perintah
4. Mengatur rutinitas sehari-hari
5. Penyuluhan dan dukungan kepada klien/keluarga dengan mendengarkan perasaan
dan frustasi orang tua
6. Berikan nutrisi yang adekuat pada anak yang mengalami ADHD
a. Rendah karbohidrat dan tinggi protein. Untuk makan pagi 60% - 70% protein dan
30% - 40% karbohidrat, makan siang dan makan malam 50% protein dan 50%
karbohidrat.
b. Menghindari bahan-bahan yang membuat alergi pada anak ADHD karena anak
ADHD sangat sensitive sehingga mudah terjadi alergi yang bermanifestasi dalam
bentuk batuk, influenza karena alergi, dll.
c. Rendah gula. Hindari makanan-makanan yang banyak mengandung gula seperti
donat, permen, soft drinks, eskrim, dan cokelat. Kadar insulin yang tinggi akan
mengakibat kan emosi yang labil sehingga dapat memperparah keadaan anak ADHD.
d. Makan banyak sayuran dan buah
e. Minum banyak air. 80% otak terdiri dari air sehingga dengan meningkatkan
konsumsi air menjadi 7-8 gelas perhari akan baik untuk otak.
f. Menghindari makanan yang mengandung salisilat seperti : kacang almond, plum,
prune, apel dan cukaapel, raspberrie, apricot, anggur dan cuka dari anggur,
strawberry, blackberry, teh, ceri, nectarine, tomat, jeruk, timun dan acar, peach, wine
12
dan cuka dari wine. Salisilat dapat menghambat kerja enzim dalam otak yang
berfungsi untuk mengurangi kesensitifan otak terhadap reaksi alergi.
g. Mengkonsumsi suplemen seperti vitamin B, zinc, chromium, tembaga, besi,
magnesium, kalsium, amino acid chelates dan flavenoids.
Pada anak ADHD sering terdapat defisiensi zat-zat tersebut karena pengeluaran zat
tersebut dari urine secara berlebihan.
h. Menghindari paparan logam berat seperti tambalan gigi dari amalgam, kawat gigi
dari nikel, dll.
i. Kafein dapat digunakan sebagai stimulant susunan saraf pusat yang mempunyai
efek vasodilator yang dibutuhkan oleh otak karena pada anak ADHD
terjadikekurangan aliran darah kebagian-bagian otak.
B. Pengobatan
Disamping pendekatan yang kontroversial antara lain melakukan diet khusus
dan penggunaan obat-obatan serta vitamin-vitamin tertentu). Obat stimulan
yang sering digunakan untuk mengobati ADHD antara lain : (Wilksinson,
Judith. 2014)
1) Metilfenidat (Ritalin) Dosis 10-60 dalam 2 – 4 dosis yang terbagi. Intervensi
keperawatan pantau supresi nafsu makan yang turun, atau kelambatan
pertumbuhan, berikan setelah makan, efek obat lengkap dalam 2 hari.
2) Dekstroamfetamin (Dexedrine) amfetamin (Adderall) Dosis 3-40 dalam 2 atau 3
dosis yang terbagi. Intervensi keperawatan, pantau adanya insomnia, berikan
setelah makan untuk mengurangi efek supresi nafsu makan, efek obat lengkap
dalam 2 hari.
3) Pemolin (Cylert) Dosis 37,5-112,5 dalam satu dosis harian. Intervensi
keperawatan pantau peningkatan tes fungsi hati dan supresi nafsu makan, dapat
berlangsung 2 minggu untuk mencapai efek obat yang lengkap. Selain 3 obat
stimulan diatas ada juga obat stimulan yang biasa digunakan untuk pengobatan
anak dengan ADHD, yaitu:
13
1. Stimulan merupakan obat yang paling banyak dipergunakan untuk ADHD.
Dalam kelompok stimulant terdapat AdderallÆ (gabungan garam dari
amphtamine), DextroStatÆ (dextroamphetamine sulfate), dan RitalinÆ
(methylphenidate HCL). Stimulan bereaksi cepat dan efek sampingnya ringan.
Disebut stimulant karena bias memberikan energy bagi mental untuk memusat kan
perhatian pada apa yang sedang
dikerjakan. Pengobatan ada yang diberikan dalam dosis dobel dalam sehari.
2. TCA (Tri-Cyclic Antidepressants) merupakan jenis anti depresi. TCA sangat
efektif untuk mengatasi suasana hati yang berubah-ubah dan diminum hanya satu
kali dalam sehari. Namun TCA bekerja lebih lambat dan lebih berisiko dalam
penggunaannya. Jika pengobatan dengan stimulant tidak menolong TCA boleh
dicoba.
3. Wellbutrin ( buproprion ) merupakan jenis antidepresan yang telah
dipergunakan dalam pengobatan ADHD meskipun belum mendapat persetujuan
dari FDA. Obat ini bukan TCA, tetapi mempunyai kegunaan dan efek samping
yang sama.
4. Catapres (clonidine) dulunya dipergunakan untuk pengobatan penyakit darah
tinggi. Obat ini dipergunakan dalam pengobatan ADHD, terutama bagi penderita
gejala hiperaktif dan impulsif, meskipun juga belum mendapat persetujuan FDA.
Obat ini berbentuk kecil atau pil. Anak-anak yang diberi Catapresakan menjadi
ngantuk.
14
5. Sedini mungkin melakukan monitoring dan evaluasi secara berkelanjutan, dan
konsisten terhadap terapi yang sedang dijalankan oleh anak anda.
6. Biasakan anak untuk mengekspresikan emosinya dalam bentuk tulisan atau
gambar.
7. Aturlah pola makan anak, hindari makanan dan minuman dengan kadar gula dan
karbohidrat yang tinggi.
8. Ajaklah anak berekreasi ke tempat-tempat yang indah. Hal ini akan membantu
anak untuk berpikiran positif.
9. Ajaklah anak untuk berlatih menenangkan diri. Misalnya dengan menarik nafas
dalam-dalam dan keluarkan lewat mulut. Latihan ini bisa dilakukan berulang-ulang.
(Wilksinson, Judith. 2014)
2.2.1 Pengkajian
Menurut Menurut Tanoyo, (2013) tahap pengkajian pada anak ADHD, yaitu sebagai
berikut:
2) Apakah anak sering tidak mengikuti instruksi dan gagal menyelesaikan tugas?
sekolah, pekerjaan sehari-hari, atau tugas ditempat kerja (bukan karena perilaku
menentang atau tidak dapat mengikuti instruksi).
3) Apakah anak sering mengalami kesulitan dalam menyusun tugas dan aktivitas?
4) Apakah anak mengalami kesulitan bermain atau terlibat dalam aktivitas waktu
luang secara tenang?
15
Ditemukan adanya riwayat pemakaian obat-obatan yang memiliki interaksi negatif
dengan ADHD atau pengobatannya seperti: antikonvulsan, antihipertensi, obat yang
mengandung kafein, pseudoefedrin, monomain oxidase inhibitors (MAOIs).
Didapatkan pulaadanya penyakit interaksi negatif degan ADHD atau pengobatannya
seperti: penyakit arterial (mayor), glaukoma sudut sempit, trauma kepala, penyakit
jantung, palpitasi, penyakit hati, hipertensi, kehamilan,dan penyakit ginjal. Temukan
pula adanya kelainan psikiatrik karena 30 – 50% penderita ADHD disertai dengan
kelainan psikiatrik. Adapun kelainan psikiatrik yang dimaksud antara lain: gangguan
cemas, gangguan bipolar, gangguan perilaku, depresi, gangguan disosiasi, gangguan
makan, gangguan cemas menyeluruh, gangguan mood, gangguan obsesif-kompulsif,
gangguan panik atau tanpa agorafobia, gangguan perkembangan perfasif,
Posttraumatic stres disorder.
c. Riwayat keluarga
Temukan adanya anggota keluarga lain yang menderita ADHD
d. Riwayat sosial
Meliputi interaksi antar anggota keluarga, masalah dengan hukum,
keadaan di sekolah, dan disfungsi keluarga.
e. Kebutuhan Dasar
1. Nutrisi
Orang tua klien belum cukup mengetahuin tentang makanan sehat dangizi klien
baik dan berat badannya 20 kg. Klien diberikan ASI sampai umur 6 bulan dan
dilanjutkan dengan MPASI.
2. Personal Hygiene
Orang tua klien sudah mengetahui tentang kebersihan dengan baik, dilihat dari
kebersihan klien dan orang tuanya sendiri.
16
3. Imunisasi
Imunisasi yang didapatkan klien tidak lengkap yaitu: imunisasi BCG satu kali,
DPT empat kali, campak dua kali, polio empat kali, hepatitis B empat kali.
f. Pola kebiasaan
1. Pola nutrisi
Pola nutrisi klien sebelum sakit: klien makam 3 kali sehari habis 1 porsi makan,
dengan jenis makanan nasi, lauk-pauk, sayuran, minum air putih dan susu. Nafsu
makan klien baik, tidak ada mual dan muntah. Orang tua klien masih
memberikan makanan yang mengandung zat aditif seperti MSG, yang banyak
terdapat pada makanan, jajanan/minuman berwarna, dan gula. Kebiasaan klien
sebelum makan yaitu mencuci tangan. Makanan yang tidak disukai tidak ada.
Sedangkan dirumah sakit klien makan habis 1/2 porsi, minum air putih dan susu.
Klien tidak menggunakan alat bantu untuk makan.
2. Pola Eliminasi
1) BAK Sebelum dirawat di rumah sakit klien buang 4-5 x/hari, warna kuning
jernih, keluhan tidak ada, dan berbau amonia. Sedangkan di rumah sakit klien
buang air 3-4 x/hari, warna kuning jernih, dan berbau amonia.
2) BAB Sebelum sakit klien BAB 1x/hari, waktu tidak tentu, warna kuning
kecoklatan, konsistensi padat dengan tidak menggunakan obat-obatan pencahar.
Di rumah sakit, klien BAB 1x/hari, warna kuning kecoklatan, tidak
menggunakan obat-obatan pencahar.
Sebelum sakit klien mandi 2 x/hari waktu pagi dan sore, oral hygiene 2x/hari
waktu pagi dan sore, cuci rambut 3 hari sekali. Di rumah sakit klien dimandikan
2 x/hari waktu pagi dan sore, oral hygiene 2 x/hari setiap pagi dan sore, cuci
17
rambut belum pernah selama sakit. Klien dibantudalam melakukan aktivitas
mandi oleh perawat dan keluarga.
Sebelum sakit klien tidur selama 7-8 jam sehari, tidur siang tidak pernah dan
tidur malam 7-8 jam. Di rumah sakit klien tidur selama 9-10 jam sehari, tidur
siang 2 jam dan tidur malam 7-8 jam. Kebiasaan sebelum tidak ada.
Klien adalah siswa sekolah dasar. Klien sering melakukan aktivitas olahraga di
sekolah.
2. Sistem Oksigenasi
Jalan napas klien bersih, tidak sesak, tidak menggunakan otot bantu pernapasan,
frekuensi napas 23 x/menit, irama teratur, klien bernapas secara spontan, batuk
18
tidak ada, pada palpasi dada tidak teraba massa, klien tidak mengeluh nyeri dan
pada taktil fremitus getaran kedua paa massa, klien tidak mengeluh nyeri dan
pada taktil fremitus getaran kedua paru simetris, pada perkusi dada sonor paru
kanan dan kiri, suara napas vesikuler, ronkhi dan wheezing tidak ada, tidak ada
nyeri saat bernapas,dan tidak menggunakan alat bantu nafas.
3. Integumen
Kulit tampak bersih, turgor kulit klien baik, temperatur kulit hangat 37ºC, tidak
terdapat lesi maupun luka, dan klien tidak mengalami kelainan kulit.
4. Muskuloskeletal
Bentuk simetris, tidak ada luka maupun fraktur pada ekstremitas atas dan bawah
19
3. Verbalisasi rutin
penerimaan diri Libatkan keluarga dalam
terhadap kelebihan perawatan
diri Edukasi
Latih cara
mengungkapkan
perasaan secara asertif
Latih mengurangi
kemarahan secara verbal
dan nonverbal
20
yang menganggu tidur
3 D. 0136 Setelah dilakukan perawatan Managemen Keselamatan
Risiko cedera 3x24 jam diharapkan risiko Lingkungan
berhubungan cedera dapat berkurang Observasi
dengan dengan kriteria hasil : Identifikasi kebutuhan
hipoksia 1. Kejadian cedera keselamatan
jaringan menurun Monitor perubahan status
2. Ketegangan otot keselamatan lingkungan
menurun Terapeutik
3. Pola istirahat/tidur Hilangkan bahaya
membaik keselamatan lingkungan
Modifikasi lingkungan
untuk meminimalkan
bahaya dan risiko
Sediakan alat bantu
keamanan lingkungan
Fasilitasi relokasi ke
lingkungan yang aman
Edukasi
Ajarkan individu,
keluarga, dan kelompok
risiko tinggi bahaya
lingkungan
4 D. 0118 Setelah dilakukan perawatan Modifikasi Perilaku
Gangguan 3x24 jam diharapkan Keterampilan Sosial
interaksi gangguan interaksi sosial Observasi
sosial dapat berkurang dengan Identifikasi penyebab
berhubungan kriteria hasil : kurangnya keterampilan
dengan 1. Perasaan nyaman sosial
21
impulsif dengan situasi sosial Identifikasi fokus
meningkat pelatihan keterampilan
2. Responsif terhadap sosial
orang lain meningkat Terapeutik
3. Gejala cemas Motivasi untuk berlatih
menurun keterampilan sosial
Beri umpan balik positif
Libatkan keluarga
selama latihan
keterampilan sosial
Edukasi
Jelaskan tujuan melatih
keterampilan sosial
Anjurkan
mengungkapkan
perasaan akibat masalah
yang dialami
Edukasi keluarga untuk
dukungan keterampilan
sosial
Latih keterampilan sosial
secara bertahap
2.2.4 Pelaksanaan
22
Pelaksanaan adalah pemberian asuhan keperawatan secara nyata berupa
rangkaian kegiatan yang sistematik berdasarkan perencanaan untuk mencapai hasil
yang optimal.
2.2.5 Evaluasi
Ada empat masalah kemungkinan yang dapat terjadi di dalam tahap evaluasi
yaitu : Masalah teratasi seluruhnya, masalah teratasi sebagian, masalah tidak dapat
teratasi dan timbul masalah baru.
23
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
1.Untuk mahasiswa
24
b.Mahasiswa/i lebih meningkatkan keberanian untuk membina kerja sama dan
komunikasi dengan tim kesehatan lain seperti pada perawat ruangan,co ass,
dokter, dan residen.
2.Untuk perawat
25
DAFTAR PUSTAKA
Sugiarmin & Baihaqi. 2013. Memahami dan membantu anak ADHD. Jakarta: Refika
Aditama.
26