FAKULTAS OLAHRAGA DAN KESEHATAN UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO 2022 KONSEP MEDIS PSORIASIS 1. Definisi Menurut Brunner & Suddart tahun 2002 psoriasis merupakan penyakit inflamasi non infeksius yang kronik pada kulit dimana produksi sel-sel epidermis terjadi dengan kecepatan ±6 hingga 9 kali lebih besar dari pada kecepatan yang normal (Tio, 2017). Psoriasis adalah penyakit kulit kronis dengan ciri yang khas berupa bercak-bercak merah eritema berbatas tegas dengan ditutupi oleh skuama tebal berlapis-lapis berwarna putih mengkilat (Siregar, 2015). 2. Epidemiologi Walaupun psoriasis terjadi secara universal, namun prevalensinya pada tiap populasi bervariasi di berbagai belahan dunia. Studi epidemiologi dari seluruh dunia memperkirakan prevalensi psoriasis berkisar antara 0,6 sampai 4,8% Prevalensi psoriasis bervariasi berdasarkan wilayah geografis serta etnis. Di Amerika Serikat, psoriasis terjadi pada kurang lebih 2% populasi dengan ditemukannya jumlah kasus baru sekitar 150,000 per tahun. Pada sebuah studi, insidensi tertinggi ditemukan di pulau Faeroe yaitu sebesar 2,8%. Insidensi yang rendah ditemukan di Asia (0,4%) misalnya Jepang dan pada ras Amerika-Afrika (1,3%). Sementara itu psoriasis tidak ditemukan pada suku Aborigin Australia dan Indian yang berasal dari Amerika Selatan. Terdapatnya variasi prevalensi psoriasis berdasarkan wilayah geografis dan etnis menunjukkan adanya peranan lingkungan fisik ( psoriasis lebih sering ditemukan pada daerah beriklim dingin), faktor genetik, dan pola tingkah laku atau paparan lainnya terhadap perkembangan psoriasis. Pria dan wanita memiliki kemungkinan terkena yang sama besar. Beberapa pengamatan terakhir menunjukkan bahwa psoriasis sedikit lebih sering terjadi pada pria dibanding wanita. Sementara pada sebuah studi yang meneliti pengaruh jenis kelamin dan usia pada prevalensi psoriasis, ditemukan bahwa pada pasien yang berusia lebih muda (<20 tahun) prevalensi psoriasis ditemukan lebih tinggi pada wanita dibandingkan pria (Pratopo, 2017). 3. Etiologi Menurut Tio (2017), secara pasti penyebab psoriasis belum diketahui tetapi ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi terjadi psoriasis yaitu: a. Faktor genetik (Herediter) : Penyakit ini diturunkan melalui satu gen yang dominan. b. Defek pada epidermis : ditemukan dengan adanya peningkatan dari ribonuklease dan penurunan dari deoxyribonuklease pada sel-sel epidermis. c. Defek enzim pada kulit : pada epidermis yang normal proses keratinisasi berlangsung dalam 24 hari, sedangkan pada psoriasis proses tersebut berlangsung sangat cepat yakni 3-4 hari. d. Hormonal : terutama pada wanita dimana insiden psoriasis meningkat pada masa pubertas dari pada masa klimakterium. e. Tekanan mental terutama pada orang dewasa. f. Infeksi : infeksi merupakan faktor pencetus dan memperberat timbulnya psoriasis seperti infeksi akut tonsilitis. Pada anak-anak sering ditemukan psoriasis yang timbul 2 minggu setelah tonsilitis. g. Sinar matahari : di negara-negara yang sering terkena sinar matahari jarang terkena psoriasis. 4. Patofisiologi Mekanisme imun yang diperantarai oleh sel memainkan peranan penting dalam perkembangan psoriasis. Aktivasi imun yang diperantarai sel T inflamator pada kulit membutuhkan dua sinyal sel T yang dimediasi oleh interaksi sel-sel antara permukaan protein dengan APC (antigen-presenting cells), seperti sel dendritik atau makrofag. Sinyal pertama merupakan interaksi antara reseptor sel T dengan antigen yang diperkenalkan oleh APC, sedangkan sinyal kedua (disebut sebagai kostimulasi) diperantarai oleh berbagai interaksi permukaan (Pratopo, 2017). Ketika sel T diaktivasi, sel tersebut bermigrasi dari nodus limfa dan aliran darah ke kulit dan mensekresikan berbagai sitokin. Sitokin psoriasis adalah protein yang disekresikan oleh sel-sel imun yang berikatan dengan reseptor yang sangat spesifik pada permukaan sel, mempengaruhi keratinosit dan sel-sel lain untuk menghasilkan perubahan patologis karakteristik psoriasis, terutama interferon-ℽ dan interleukin-2, yang menginduksi perubahan patologis yang dikenal sebagai psoriasis. Keratinosit lokal dan neutrofil menginduksi dihasilkannya sitokin lain, seperti TNF-α (tumor necrosis factor-α) dan IL-8 (interleukin-8). Sebagai akibat dari produksi dan aktivasi sel T patogenik, sel epidermal psoriasis berproliferasi pada laju 7x lebih cepat daripada sel epidermal normal. Proliferasi sel epidermal rupanya meningkat juga pada kulit normal pasien yang berisiko psoriasis. Lesi kulit psoriasis melibatkan epidermis dan dermis. Terdapat penebalan epidermis, disorganisasi stratum korneum akibat hiperproliferasi epidermis dan peningkatan kecepatan mitosis, disertai peningkatan ekspresi intercellular adhesion molecule 1(ICAM 1) serta abnormalitas diferensiasi sel epidermis (Pratopo, 2017). Aktivasi sel T terutama dipengaruhi oleh sel Langerhans. Sel T serta keratinosit yang teraktivasi akan melepaskan sitokin dan kemokin, dan menstimulasi inflamasi lebih lanjut. Selain itu, kedua komponen ini akan memproduksi tumor necrosis factor α (TNF α), yang mempertahankan proses inflamasi. Oleh karena itu, psoriasis bukan hanya disebabkan oleh autoimunitas terkait sel limfosit T seperti teori terdahulu, tetapi melibatkan proses yang lebih kompleks termasuk abnormalitas mikrovaskuler dan keratinosit (Pratopo, 2017). 5. Manifestasi Klinis Muncul bercak-bercak merah benjol pada kulit yang ditutupi oleh sisik berwarna perak. Bercak bersisik tersebut terbentu karena penumpukan kulit yang hidup dan mati akibat peningkatan kecepatan pertumbuhan serta pergantian sel-sel kulit yang sangat besar. Jika bercak tersebut digaruk/dikerok akan terlihat dasar lesi yang berwarna merah gelap dan titik- titik perdarahan. Bercak-bercak ini bisa terasa gatal ataupun tidak (Tio, 2017). Psoriasis dapat menimbulkan masalah lainnya seperti kosmetika yang mengganggu hingga keadaan yang menimbulkan cacat dan ketidakmampuan fisik. Tempat-tempat tertentu pada tubuh yang cenderung terkena kelainan ini adalah kulit kepala, daerah sekitar siku serta lutut, punggung bagian bawah dan genitalia. Psoriasis juga dapat ditemukan pada ekstremitas lengan dan tungkai, daerah sekitar sakrum serta lipatan intergluteal. Distribusi simetris bilateral merupakan ciri khas psoriasis. Psoriasis juga mengenai kuku pasien yang menyebabkan terjadi pitting, perubahan warna kuku serta penggumpalan dan pemisahan lempeng kuku. Jika psoriasis terjadi pada telapak kaki dan tangan keadaan ini menimbulkan lesi pustuler (Tio, 2017). 6. Bentuk Klinis a. Psoriasis Vulgaris Bentuk ini paling lazim ditemukan sehingga disebut dengan tipe vulgaris dimana karena tipe lesinya berbentuk plak-plak (Tio, 2017). Para plak sering berkembang pada kulit kepala, punggung bawah, siku dan lutut. Mereka juga dapat muncul pada lengan dada, dan kaki tetapi jarang pada wajah. Dalam beberapa kasus, mereka berada di daerah terisolasi atau terpisah dari tubuh, atau bentuk bersama. Psoriasis kulit kepala memberikan ketidaknyamanan fisik seperti gatal tak tertahankan, dengan lesi mengangkat dan membangun-up dari skala yang mengelupas seperti ketombe, membuat kulit kepala meradang dan bengkak (Pratopo, 2017). b. Psoriasis Gutata Psoriasis Guttate (GUH-tate) adalah salah satu bentuk dari psoriasis yang mulai timbul sejak waktu anak-anak atau remaja. Kata guttate berasal dari bahasa Latin yang berarti “jatuh” (drop). Bentuk psoriasis ini menyerupai bintik-bintik merah kecil di kulit. Bercak guttate biasanya timbul pada badan dan kaki. Bintik-bintik ini biasanya tidak setebal atau bersisik seperti bercak-bercak pada psoriasis plak (Pratopo, 2017). c. Psoriasis Inversa (Psoriasis Fleksural) Sesuai dengan namanya psoriasis ini berada ditempat predileksi pada daerah fleksus (Tio, 2017). Inversa psoriasis ditemukan pada ketiak, pangkal paha, dibawah payudara, dan di lipatan-lipatan kulit di sekitar kemaluan dan panggul. Tipe psoriasis ini pertama kali tampak sebagai bercak yang sangat merah. Bercak itu bisa tampak licin dan bersinar (Pratopo, 2017). d. Psoriasi Eksudativ Biasanya kelainan psoriasis kering, tetapi pada psioriasis eksudativ bentuk psoriasis basah seperti dermatitis akut (Tio, 2017). e. Psoriasis Seroboik Psoriasis seboroik merupakan kelainan kulit berupa perdangan superfisial dengan papuloskuamosa yang kronik dengan tempat predileksi di daerah-daerah seboroik yakni daerah yang kaya akan kelenjar sebasea, seperti pada kulit kepala, alis, kelopak mata, naso labial, bibir, telinga, dada, axilla, umbilikus, selangkangan, dan glutea. Pada dermatitis seboroik kelainan kulit yang berupa eritem, edema, serta skuama yang kering atau berminyak dan berwarna kuning kecoklatan dalam berbagai ukuran disertai adanya krusta (Pratopo, 2017). Dermatitis seboroik paling sering terjadi pada dua puncak umur yakni pada kelompok anak dan dewasa. Pada kelompok anak sering didapatkan pada 3 bulan pertama kehidupan dan kelompok dewasa dalam decade keempat hingga ketujuh. Dermatitis seboroik pada anak khusunya pada kelompok bayi, dapat sembuh spontan dalam usia 6 hingga 12 bulan, sementara dermatitis seboroik pada orang dewasa dapat bersifat kronik dan membutuhkan perawatan seumur hidup (Pratopo, 2017). f. Psoriasis Pustula Kasus Psoriasis Pustular (PUHS-choo-ler) terutama banyak ditemui pada orang dewasa. Karakteristik dari penderita PUHS-choo-ler ini adalah timbulnya Pustules putih (blisters of noninfectious pus) yang dikelilingi oleh kulit merah. Pus ini meliputi kumpulan dari sel darah putih yang bukan merupakan suatu infeksi dan juga tidak menular. Bentuk psioriasis yang pada umumnya tidak biasa ini mempengaruhi lebih sedikit dari 5 % dari seluruh penderita psoriasis. Psoriasis ini, bisa terkumpul dalam daerah tertentu pada tubuh, contohnya, pada tangan dan kaki. Psoriasis Pustular juga dapat ditemukan menutupi hampir seluruh tubuh, dengan kecenderungan membentuk suatu siklus - reddening yang diikuti oleh pembentukan pustules dan scaling (Pratopo, 2017). g. Psoriasis Eritroderma Tipe psoriasis ini sangat berbahaya, seluruh kulit penderita menjadi merah matang dan bersisik, fungsi perlindungan kulit hilang, sehingga penderita mudah terkena infeksi. Hanya 1-2% dari orang yang menderita psoriasis memiliki psoriasis eritroderma. Jenis psoriasis dapat dihitung sebagai yang terburuk dari semua. Hasilnya kemerahan luas, gatal parah, nyeri dan ketidaknyamanan, dehidrasi dan demam. Ini biasanya dipicu oleh kortikosteroid, kulit terbakar parah atau sensitivitas terhadap cahaya selama pengobatan fototerapi, atau jenis lain dari psoriasis yang tidak terkontrol (Pratopo, 2017). 7. Diagnosis Diagnosis psoriasis biasanya ditegakkan berdasarkan anamnesis dan gambaran klinis lesi kulit. Pada kasus-kasus tertentu, dibutuhkan pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan laboratorium darah dan biopsi histopatologi. Pemeriksaan penunjang yang paling umum dilakukan untuk mengkonfirmasi suatu psoriasis ialah biopsi kulit dengan menggunakan pewarnaan hematoksilin-eosin. Pada umumnya akan tampak penebalan epidermis atau akantosis serta elongasi rete ridges. Terjadi diferensiasi keratinosit yang ditandai dengan hilangnya stratum granulosum. Stratum korneum juga mengalami penebalan dan terdapat retensi inti sel pada lapisan ini yang disebut dengan parakeratosis. Tampak neutrofil dan limfosit yang bermigrasi dari dermis. Sekumpulan neutrofil dapat membentuk mikroabses Munro. Pada dermis akan tampak tanda-tanda inflamasi seperti hipervaskularitas dan dilatasi serta edema papila dermis. Infiltrat dermis terdiri dari neutrofil, makrofag, limfosit dan sel mast. Selain biopsi kulit, abnormalitas laboratorium pada penderita psoriasis biasanya bersifat tidak spesifik dan mungkin tidak ditemukan pada semua pasien. Pada psoriasis vulgaris yang luas, psoriasis pustular generalisata, dan eritroderma tampak penurunan serum albumin yang merupakan indikator keseimbangan nitrogen negatif dengan inflamasi kronis dan hilangnya protein pada kulit. Peningkatan marker inflamasi sistemik seperti C-reactive protein, α-2 makroglobulin, dan erythrocyte sedimentation rate dapat terlihat pada kasus-kasus yang berat. Pada penderita dengan psoriasis yang luas dapat ditemukan peningkatan kadar asam urat serum. Selain daripada itu penderita psoriasis juga menunjukkan gangguan profil lipid (peningkatan high density lipoprotein, rasio kolesterol- trigliserida serta plasma apolipoprotein- A1) (Pratopo, 2017). 8. Penatalaksanaan a. Terapi Topikal Ada beberapa obat yang dapat dianggap sebagai anti psoriasis yaitu: 1) Preparat Ter yang digunakan untuk pengobatan psoriasis adalah preparat ter dari kayu dan batu bara. Preparat ter dari batu bara efeknya lebih kuat dari ter kayu tetai daya erosi terhadap kulit lebih besar. Jadi untuk psoriasis yang kronik diberikan prepara ter dari batu bara sedangkan untuk kasus psoriasis baru diberikan preparat ter kayu. Efek dari preparat ter adalah anti gatal, keratolitik, vasokontriksi, dan menaikkan ambang rangsang (Tio, 2017). - Ter dari kayu : oleum cadini, pix liquid, oleum nisci. - Ter dari batu bara : liantral, liquor carbonis detergent - Ter dari fosil : ictiol 2) Mercury Praecipitatum Album Preparat ini mengandung Hg yang dapat menimbulkan dermatitis kontak dan bila dipakai terlalu banyakdan terlalu lama terjadi kelainan ginjal (Nefritis). Perlu dikombinasikan dengan asam salisilat untuk memperkuat daya kerja pemakaian obat ini sebaiknya sesudah mandi. Disamping itu harus diperiksa kadar kadar protein urin tiap minggu. Hal ini juga perlu dilakukan pada pemakaian obat-obat tersebut jangka panjang. Bila terjadi komplikasi eritroderma, pengobatan dengan preparat ini harus dihentikan kemudian diberi prednison tablet 3 x 10 mg/hari. Untuk melunakkan kulit dan menghilangkan skuama dapat diberikan lanolin 5 (10%) dan vaselin ad 50 (Tio, 2017). b. Terapi Sistemik 1) Kortikosteroid Kortikosteroid hanya digunakan pada psoriasis eritroderma dan psoriasis pustula. Dosis permulaan 40-60mg prednison perhari. Jika telah sembuh dosis diturunkan perlahan-lahan (Tio, 2017). 2) Obat Sitostatik Obat yang biasa diberikan metotreksat. Indikasinya ialah untuk psoriasis pustula, artritis dengan lesi kulit, dan eritoderma karena psoriasis yang sukar terkontrol dengan obat standar. Kontraindikasinya adalah jika terdapat kelainan hepar, ginjal, sistem hematopoetik, kehamilan, penyakit infeksi aktif (TB), ulkus peptikum, kolitis ulserosa dan psikosis (Tio, 2017). 3) Levodova Sebenarnya levodova dipakai untukpenyakit parkison. Diantaranya penderita parkison sekaligus juga menderita psoriasis ada yang membaik psoriasisnya dengan levodova. Efek samping yaitu muntah, mual, anoreksia, hipotensi, gangguan pada jantung (Tio, 2017). 4) DDS DDS (Diaminodifenilsulfon) dipakai sebagai pengobatan psoriasis pustulosa tiper barber dengan dosis 2 x 100mg sehari. Efek samping yaitu anemia hemolitik, methemoglobinemia, dan agranulositosis (Tio, 2017). DAFTAR PUSTAKA Pratopo, M.H., dkk. 2017. Psioriasi. Bandung: Prodi Profesi Apoteker Universitas Jenderal Achmad Yani Siregar, R. 2015. Saripati Penyakit Kulit Edisi 2. Jakarta: Buku Kedokteran EGC Tio. 2017. Tingkat Keparahan Pasien Psoriasis. Jakarta: Pustaka Taman Ilmu