You are on page 1of 7

Teori adalah pendapat, cara, dan aturan melakukan sesuatu.

Teori memiliki fungsi sebagai suatu ikhtisar


fakta dan hukum yang jelas dan ilmiah. Untuk mendapatkan pengertian dan mengorganisasikan
pengalamant merupakan peran teori. Adapun tujuan teori ialah untuk mendapatkan pemahaman
tentang sesuatu.

Teori komunikasi

Teori komunikasi adalah satu pandangan dan strategi yang akan membentuk alat dan rangka kerja untuk
sesuatu perkara yang hendak dilaksanakan. Dalam proses komunikasi teori akan membina bentuk dan
kaidah komunikasi yang hendak dibuat. Melalui penulisan ini pejelasan tentang beberapa teori
komunikasi akan dibuat.[1] Terdapat dua aspek utama yang dilihat secara tidak langsung dalam bidang
ini sebagai satu bidang pengkajian yang baru. Aspek pertama ialah perkembangan dari beberapa sudut
pandang atau kejaidian, seperti teknologi komunikasi, perindustrian, dan politik dunia. Teknologi
komunikasi, contohnya radio, televisi, telefon, setelit, rangkaian komputer telah menghasilkan ide untuk
mengetahui kesan perkembangan teknologi komunikasi terhadap individu, masyarakat9 dan penduduk
di sebuah negara. Perkembangan politik dunia, memperlihatkan kesan politik terhadap publik sehingga
menimbulkan propaganda dan pendapat umum. Seterusnya, perkembangan perindustrian, seperti
perminyakan dan perkapalan menuntut perlunya komunikasi yang berkesan untuk meningkatkan
produktivitas dan kualitas agar mencapai maksud atau tujuan organisasi tersebut.

Pengertian perspektif

Komunikasi dakwah sebagai kebutuhan masyarakat dalam penyebaran Islam, tidak hanya dakwah bil-
lisan (khutbah) tetapi terdapat beberapa bentuk komunikasi yang dipergunakan. Setidaknya terdiri dari
8 (delapan) segi, yaitu dari segi penyampaian pesan, terdapat dakwah bil-lisan, dakwah bil- kitabah dan
dakwah bil hal. Adapun dari segi alur (tujuan) pesan terdapat komunikasi ke atas, ke bawah dan ke
samping. Dari segi ruang lingkup sasaran mad’unya, komunikasi dakwah terbagi kepada dakwah internal
(sasama umat Islam) dan dakwah eksternal (mad’u non- muslim). Dari segi jumlah personil da’i, dakwah
terbagi kepada komunikasi dakwah individu, komunikasi massa dan komunikasi kelompok. Dari segi
media, terdapat komnikasi primer (dakwah langsung tanpa media) serta komunikasi sekunder
(komunikasi dengan media). Dari segi aliran komunikasinya, dakwah dibedakan kepada komunikasi
linear (satu arah) dan sirkulasi (dua arah). Segi mad’unya kmunikasi terbagi kepada komunikasi
intrapersonal (mad’u diri sendiri) dan komunikasi dakwah interpersonal (orang lain). Dan yang terakhir
ialah komnikasi transendental, yaitu komunikasi hamba dengan Tuhan, baik sebagai harapan, tawakkal
maupun sebagai do’a. Dalam pembahasan ini ternyata bahwa intaraksi komunikasi dengan dakwah
dapat memperkaya khazanah ilmu dakwah dari aspek bentuk-bentuk komunikasi.

PSIKOLOGIS

Psikologi dakwah merupakan cabang pengetahuan baru yang merupakan gabungan antara kajian
psikologi dengan ilmu dakwah. Psikologi dakwah juga pada hakikatnya merupakan bagian dari psikologi
islam, karena dalam psikologi dakwah, landasan yang digunakan sama dengan yang digunakan dalam
psikologi islam, yaitu alqur’an dan Hadis. Oleh karena itu, untuk mempermudah pemahaman tentang
psikologi dakwah maka perlu diketahui pengertian psikologi dan dakwah secara sendiri-sendiri.

Secara sederhana psikologi sering disebut sebagai ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia yang
merupakan gejala dari jiwanya. Sedangkan definisi yang lebih terperinci menyebutkan bahwa psikologi
adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkah laku lahiriah manusia dengan menggunakan
metode observasi secara objektif, seperti terhadap rangsang (stimulus) dan jawaban (respon) yang
menimbulkan tingkah laku.

LIHAT KE HALAMAN ASLI

Erliez Kamiela

simple tapi asyik, suka menulis dan selalu berusaha untuk menikmati hidup apa adanya.

FOLLOW

Pengertian dan Ruang Lingkup Psikologi Dakwah

26 April 2012 06:40 |Diperbarui: 25 Juni 2015 06:05

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

A. Pengertian Psikologi Dakwah

Psikologi dakwah merupakan cabang pengetahuan baru yang merupakan gabungan antara kajian
psikologi dengan ilmu dakwah. Psikologi dakwah juga pada hakikatnya merupakan bagian dari psikologi
islam, karena dalam psikologi dakwah, landasan yang digunakan sama dengan yang digunakan dalam
psikologi islam, yaitu alqur’an dan Hadis. Oleh karena itu, untuk mempermudah pemahaman tentang
psikologi dakwah maka perlu diketahui pengertian psikologi dan dakwah secara sendiri-sendiri.

Secara sederhana psikologi sering disebut sebagai ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia yang
merupakan gejala dari jiwanya. Sedangkan definisi yang lebih terperinci menyebutkan bahwa psikologi
adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkah laku lahiriah manusia dengan menggunakan
metode observasi secara objektif, seperti terhadap rangsang (stimulus) dan jawaban (respon) yang
menimbulkan tingkah laku.

Menurut Syaikh Ali Mahfudz, dakwah adalah mendorong (memotivasi) manusia untuk melakukan
kebaikan dan mengikuti petunjuk, memerintahkan mereka berbuat ma’ruf dan mencegahnya dari
perbuatan munkar agar mereka memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat.

Psikologi dakwah ialah ilmu pengetahuan yang bertugas mempelajari atau membahas tentang segala
gejala hidup kejiwaan manusia yang terlibat dalam proses kegiatan dakwah. Psikologi dakwah juga
diartikan sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang tingkah laku manusia yang merupakan
cerminan hidup kejiwaannya untuk diajak kepada pengalaman ajaran-ajaran islam demi kesejahteraan
hidup manusia di dunia dan di akhirat.

Dalam referensi lain dijelaskan bahwa psikologi dakwah ialah ilmu yang berusaha menguraikan,
meramalkan dan mengendalikan tingkah laku manusia yang terkait dalam proses dakwah. Psikologi
dakwah berusaha menyingkap apa yang tersembunyi dibalik perilaku manusia yang terlibat dalam
dakwah, dan selanjutnya menggunakan pengetahuan itu untuk mengoptimalkan pencapaian tujuan dari
dakwah itu.

B. Tujuan dan Manfaat Mempelajari Psikologi Dakwah

Pada proses dakwah yang bermaksud untuk mengubah sikap kejiwaan seorang mad’u, maka
pengetahuan tentang psikologi dakwah menjadi sesuatu yang sangat penting. Jika dilihat dari segi
psikologi, bahwa dakwah dalam prosesnya dipandang sebagai pembawa perubahan, atau suatu proses.
Dari segi dakwah, psikologi banyak memberi jalan pada tujuan dakwah pemilihan materi dan penetapan
metodenya. Bagi seorang da’i dengan mempelajari metode psikologi dapat memungkinkan mengenal
berbagai aspek atau prinsip yang dapat menolongnya dalam meneliti tingkah laku manusia dengan lebih
kritis dan juga dapat memberikan kepadanya pengertian yang lebih mendalam tentang tingkah laku.
Psikologi memberikan jalan bagaimana menyampaikan materi dan menetapkan metode dakwah kepada
individu manusia yang merupakan makhluk yang berjiwa dan memiliki kepribadian.

Tujuan psikologi dakwah adalah membantu dan memberikan pandangan kepada para da’I tentang pola
dan tingkah laku para mad’u dan hal-hal yang mempengaruhi tingkah laku tersebut yang berkaitan
dengan aspek kejiwaan (psikis) sehingga mempermudah para da’I untuk mengajak mereka kepada apa
yang dikehendaki oleh ajaran islam.

Tujuan lain dari psikologi dakwah adalah memberikan pandangan tentang mungkinnya dilakukan
perubahan tingkah laku atau sikap mental psikologis sasaran dakwah atau penerangan agama sesuai
dengan pola (pattern) kehidupan yang dikehendaki oleh ajaran agama yang didakwahkan (diserukan)
oleh aparat dakwah atau penerangan agama itu.
Dengan demikian maka psikologi dakwah mempunyai titik perhatian kepada pengetahuan tentang
tingkah laku manusia. Pengetahuan ini mengajak kita kepada usaha mendalami dan memahami segala
tingkah laku manusia dalam lapangan hidupnya melalui latar belakang kehidupan psikologis. Tingkah
laku manusia adalah merupakan gejala dari keadaan psikologis yang terlahirkan dalam rangka usaha
memenuhi kebutuhan dan mencapai tujuan.

Perubahan tingkah laku manusia baru terjadi bilamana ia telah mengalami proses belajar dan
pendidikan. Oleh karena itu, psikologi dakwah pun memperhatikan masalah pengembangan daya cipta,
daya karsa dan rasa dalam proses penghayatan dan pengamalan ajaran agama.sedang factor belajar
tersebut banyak dipengaruhi factor situasi dan kondisi kehidupan psikologis yang melingkupi manusia
itu sendiri.

Dengan memperhatikan factor-faktor perkembangan psikologis beserta cirri-cirinya maka pesan dakwah
yang disampaikan oleh juru dakwah akan dapat meresap dengan suka rela serta dengan keyakinan
sepenuhnya, karena hal tersebut benar-benar dapat menyentuh serta memuaskan akan kebutuhan
hidup rohaniahnya. Dengan penyampaian dakwah menggunakan pendekatan psikologis, yakni sesuai
dengan tingkatan dan kebutuhan jiwa mad’u, sesuai dengan cara berfikir dan cara merasa mad’u, maka
pesan dakwah pun akan mudah dipahami oleh si penerima pesan.

Mempelajari psikologi dakwah, dirasakan perlu dalam rangka mengefektifkan pelaksanaan dakwah dan
memaksimalkan hasil dari kegiatan dakwah. Menurut H. M. Arifin, pada hakikatnya psikologi dakwah
merupakan landasan dimana metodologi dakwah seharusnya dikembangkan. Psikologi dakwah
membantu para da’I memahami latar belakang hidup naluriyah manusia sebagai makhluk individual
maupun sebagaimakhluk sosial. Dengan pemahaman tersebut da’I akan mampu memperhitungkan,
mengendalikan serta mengarahkan perkembangan modernisasi masyarakat berdasarkan pengaruh
teknologi modern yang positif. Psikologi dakwah juga dapat membantu para da’I dalam menerangkan
tingkah laku yang baik dan dalam menerangkan manfaat-manfaat keimanan dan keberagaman
seseorang.

Dengan psikologi dakwah juga akan lebih memungkinkan seorang da’I atau peneliti memahami rahasia-
rahasia hukum syara’, sehingga dapat menjadikannya lebih yakin akan kesempurnaan dan keadilan Allah
SWT dan dapat menerangkan dan menetapkan hokum-hukum dengan baik dan benar kepada
masyarakatnya. Psikologi dakwah juga dapat membantu da’I untuk memahami keadaan jama’ah atau
masyarakatnya, tentang minat maupun kadar pengaruh ajaran yang disampaikan kepada mereka.
Dengan memahami psikologi, seorang da’I akan bijaksana menetapkan materi dakwah dan
tingkatannya, dengan harapan tidak membosankan mad’u.

Keberhasilan dakwah bukan hanya disebabkan oleh kehebatan da’I menyampaikan pesan-pesan
dakwahnya, tapi lebih ditentukan oleh bagaimana masyarakat (mad’u) menafsirkan pesan dakwah yang
mereka terima. Akan tetapi melalui komunikasi dakwah yang terus menerus betapapun hasilnya da’I
dan mad’u sekurang-kurangnya dapat memetik tiga hal:
1. Menemukan dirinya. Misalkan, seorang da’I yang dekat dengan elit kekuasaan, ia pun tahu siapa
dirinya dan apa yang harus dilakukan agar ia tetap dapat berperan dalam posisinya sebagai da’I tanpa
harus menjadi munafik.

2. Mengembangkan konsep diri. Konsep diri ialah pandangan dan perasaan seseorang tentang diri
sendiri. konsep diri dipengaruhi oleh orang lain, misalnya pujian atau cacian orang.

3. Menetapkan hubungan dengan dunia sekitar. Pengalaman berkomunikasi dengan aneka respon
dapat dijadikan pijakan oleh da’I untuk menetapkan hubungan dirinya dengan dunia sekitarnya, apakah
dalam berhubungan dengan masyarakat akan menggunakan model autoplastis, yakni ia menyesuaikan
dirinya dengan orang lain, ikut arus masyarakat, atau model alloplastis, yakni masyarakatlah yang harus
menyesuaikan dengan dirinya.

Perspektif interaksional

merupakan gerakan transnasional. Sebagai suatu gerakan berbasis agama menjadi keniscayaan bahwa
mereka menyebarkan ajaran dan keyakinan mereka kepada masyarakat. Aktivitas demikian dalam Islam
biasa dikenal dengan istilah dakwah. Dakwah berupa ceramah,mengadakan kajian atau tabligh akbar
menjadi metode yang populer dalam menyebarkan keyakinan dan ajaran mereka. Kesamaan berikutnya
yang tampak dari dakwah gerakan Islam yaitu memanfaatkan media massa sebagai sarana dakwah.
Bahkan banyak juga di antara gerakan Islam yang memiliki media massa sendiri dan

dikelola cukup serius.Berbeda dengan gerakan-gerakan Islam secara umum, Jamaah Tabligh memiliki
metode yang unik dalam berdakwah. Para pekerja dakwah mendatangi rumah-rumah di sekitar masjid
tempat tinggal mereka, mengajak untuk sholat berjamaah atau mendengarkan ceramah di masjid.
Aktivitas ini biasa disebut jaulah. Secara rutin

mereka juga pergi meninggalkan keluarga dan pekerjaan untuk berdakwah ke daerah lain selama 3 hari,
40 hari atau 4 bulan. Aktivitas ini biasa disebut khuruj fii sabilillah (keluar di jalan Allah) atau biasa
disebut khuruj saja. Di tengah kehidupan masyarakat kita sekarang, maka aktivitas yang dilakukan
Jamaah Tabligh tampak sebagai suatu perilaku atau kebiasaan yang aneh. Bagaimana Jamaah Tabligh
memaknai konsep dakwah dan realitas sosial (objek) lain yang melingkupinya, itulah masalah yang
diteliti. Dua masalah berikutnya yang diteliti yaitu; bagaimana makna-makna tersebut terbangun dan
bilamana dan bagaimana Jamaah Tabligh mempertahankan atau memodifikasi makna-makna realitas
sosial yang mereka bangun? Tiga premis dasar interaksionisme simbolik yang dirumuskan oleh
Blumer,peneliti gunakan untuk membedah tiga masalah tersebut. Peneliti ini menggunakan metode
etnografi, dengan dua metode teknik pengumpulan data yaitu observasi partisipatif dan wawancara
mendalam. Untuk memeriksa keabsahan data, peneliti menggunakan dua metode yaitu triangulasi
sumber member check. Dari hasil penelitian diperoleh kesimpulan yang memperlihatkan bahwa
fenomena dakwah Jamaah Tabligh secara umum bersesuaian dengan tiga premis Interaksionisme
Simbolik Blumer. Berdasarkan tiga premis Blumer tersebut didapati temuan bahwa makna dakwah
dalam Jamaah Tabligh cukup berbeda dengan makna dakwah yang berkembang di masyarakat. Rata-
rata masyarakat memahami dakwah identik dengan ceramah, cenderung mengajak kepada golongan,
untuk memperbaiki orang lain dan merupakan tugas orang tertentu seperti ulama, kiyai, ustad, dan
santri. Bagi Jamaah Tabligh pemahaman seperti ini keliru. Menurut Jamaah Tabligh dakwah adalah
mengajak orang lain agar taat kepada Allah swt, bukan kepada golongan, organisasi, atau mazhab
tertentu. Namun demikian tujuan dakwah bukan memperbaiki orang lain. Tujuan utama dakwah dalam
Jamaah Tabligh adalah untuk memperbaiki diri sendiri sehingga dakwah menjadi tugas bahkan
kewajiban bagi setiap orang Islam. Perbaikan diri yang dimaksud terutama adalah perbaikan iman
kemudian amal sholeh. Jamaah Tabligh sangat meyakini apabila dakwah dijalankan maka sekian banyak
manfaat atau keuntungan akan dirasakan umat Islam. Sebaliknya apabila dakwah tidak dijalankan maka
sekian banyak kerugian dan musibah akan menimpa umat Islam. Dakwah yang dimaksud adalah berupa
khuruj dan jaulah. Khuruj yaitu pergi beberapa waktu (biasanya 3 hari, 40 hari atau 4 bulan)
meninggalkan keluarga dan pekerjaan untuk mmenyebarkan agama di wilayah lain. Sedangkan jaulah
adalah berkeliling di tengah-tengah masyarakat untuk mengajak mereka taat kepada Allah swt. Dua cara
ini,

Perspektif pragmatis

You might also like