You are on page 1of 4

Fakultas Tarbiyah

Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah Marhalatul Ulya


UJIAN AKHIR SEMESTER GENAP TA. 2021/2022

Mata Kuliah :Masail al-Fiqhiyyah


Dosen : Nabil, S. S, M. Ag.
Semester : IV Non Reg
Hari / Waktu : Rabu, 29 Juni 2022
Nama : Muhammad Azhar solihin
NIM : 5371010120057

Syarat-syarat UAS
- Open Hp
- Indivudal
Soal-soal UAS:
1. Berikan penjelasan dan dalil tentang bunga bank, bank syariah dan konvensional?
Jelaskan!
2. Berikan penjelasan dan dalil hukum karikatur nabi dan film nabi!
3. Berikan penjelasan dan dalil hukum deteksi Janin!
4. Nikah bagian dari kesempurnaan iman seseorang. Bagaimana hukum persoalan nikah
beda agama? Jelaskan!
5. Bagaimana menyikapi masalah perbedaan penentuan tanggal hijriyah dengan
pemerintah. Jika seseorang diminta pendapat hukumnya!

Jawaban :
1. Dalil yang Menjelaskan Kesamaan Bunga Bank dengan Riba
‫وما أثيثم من ربا ليزبو في أموال الناس فال يربو عند هللا وما أثيثم من زكاة تريدون وجه هللا فأولئك هم المضعفون‬
"Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia,
maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat
yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian)
itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya)." (Q.S Ar-Rum: 39)
Ayat diatas telah menjelaskan definisi riba, dimana riba dinilai sebagai harga yang
ditambahkan kepada harta atau uang yang dipinjamkan kepada orang lain. Apabila mengacu
pada ayat ini, jelas bahwa bunga bank menurut islam merupakan riba.
Sebagaimana Tafsir Jalalayn yang berbunyi:
"(Dan sesuatu riba atau tambahan yang kalian berikan) umpamanya sesuatu yang diberikan
atau dihadiahkan kepada orang lain supaya orang lain memberi kepadanya balasan yang lebih
banyak dari apa yang telah ia berikan; pengertian "sesuatu" dalam ayat ini dinamakan
tambahan yang dimaksud dalam masalah muamalah" (Tafsir Jalalayn, Surat Ar-Rum:39)
Surat Ar-Rum ayat 39 juga menjelaskan bahwa Allah SWT membenci orang-orang
yang melakukan riba (memberikan harta dengan maksud agar diberikan ganti yang lebih
banyak). Mereka tidak akan memperoleh pahala di sisi Allah SWT, sebab perbuatannya itu
dilakukan demi memperoleh keuntungan duniawi tanpa ada keikhlasan.
"Harta yang kalian berikan kepada orang-orang yang memakan riba dengan tujuan
untuk menambah harta mereka, tidak suci di sisi Allah dan tidak akan diberkahi"
(Tafsir Quraiys Shibab, Surat Ar-Rum: 39)

Dalil Bank Syari’ah


Bank syariah adalah segala kegiatan perbankan berdasarkan Al-Quran dan Hadits. Kegiatan
bank syariah berdasakan syariat Islam dapat dilakukan dengan benar apabila mempunyai
fondasi berupa akidah yang benar. Hal ini terlihat bahwa bank syariah berbentuk seperti
bangunan dimana fondasi dari bank syariah adalah akidah berdasarkan Al-Quran dan Hadits
serta menjalankan sifat Rasulullah SAW. Setelah fondasi sudah ada maka dapat menjalankan
aturan bank syariah berdasarkan pada syariat yang terdri dari:
(1) Larangan segala praktek riba. berdasarkan pada QS. Al Baqarah: 278-280, Ali Imran:
130, An Nisa: 160-161, Ar Rum: 39.
(2) Larangan pembiayaan usaha maysir dan gharar, Berdasarkan pada QS. Al Baqarah: 188,
An Nisa: 29. Al Maidah: 90-91.
(3) Pembiayaan pada real asset. Berdasarkan pada QS. Al-Hasyr: 18. Lukman: 34, Al
Baqarah: 261, An Nisa: 9.
(4) Berbagi keuntungan dan resiko rugi (profit and loss). Berdasakan pada QS. Yusuf: 47. Al
Lukman: 34. Al An'am: 38, Al Hasyr: 18.
Apabila syariat sudah dijalankan pada perbankan syariah maka akan terwujud bank
syariah yang murni syariah sehingga mendapat ridho Allah Ta'ala sesuai dengan QS. Al
Baqarah ayat 208.

Dalil Bank Konvensional


bank konvensional adalah bank yang dalam kegiatannya memberikan jasa lalu lintas
pembayaran kepada masyarakat. Maksudnya adalah bank sebagai lembaga keuangan
berfungsi menyalurkan dan menyimpan dana yang ada dimasyarakat dan memutarnya dalam
suatu siklus. Untuk memperoleh keuntungan dan menjalankan administrasinya, suatu bank
konvensional menggunakan sistem bunga pada pinjaman yang diambil oleh kreditur. Secara
umum islam melarang umatnya untuk melakukan transaksi ekonomi atas dasar riba seperti
yang diterapkan pada bank konvensional. Meskipun demikian, sebagian ulama
memperbolehkan penggunaan bank konvensional asalkan tidak melakukan aktifitas yang
dinilai sebagai riba.
- Qs An Nisa (160-161) Allah telah melarang riba dan siapapun yang memakan harta
yang termasuk riba didalamnya akan mendapatkan balasannya kelak di akhirat.
- Qs Al Baqarah: 275 – 279 Allah membeberkan dengan jelas keadaan mereka yang
memakan harta riba baik semasa hidup maupun saat diakhirat kelak, Allah juga telah
menghalalkanjual beli dan melarang riba secara jelas

2. Dalil karikatur nabi:


‫إن الذين يودون هللا ورسوله لعنهم هللا في الدنيا واألخرة واعتلهم عذابا مهينا‬
Sesungguhnya (terhadap) orang-orang yang menyakiti Allah dan Rasul-Nya, Allah
akan melaknatnya di dunia dan di akhirat, dan menyediakan azab yang menghinakan
bagi mereka.
Pada ayat ini dijelaskan bahwa Allah mengutuk orang-orang yang menyakiti-Nya dengan
melakukan perbuatan yang tidak diridai-Nya, seperti mengingkari perintah-Nya, yaitu ucapan
orang-orang Nasrani bahwa Isa adalah putra Allah, atau seperti kaum musyrikin yang
mengatakan bahwa malaikat adalah putri-putri Allah, atau menyekutukan-Nya. Allah juga
mengutuk orang-orang yang menyakiti Rasul-Nya, seperti menuduh beliau seorang penyair,
tukang sihir, atau seorang gila dan sebagainya. Kutukan Allah itu meliputi kutukan di dunia
dan akhirat. Di dunia mereka dijauhkan dari rahmat Allah dan karunia-Nya, sehingga mereka
bergelimang dalam kesesatan dan kemaksiatan. Di akhirat mereka dijerumuskan ke dalam api
neraka yang merupakan seburuk-buruknya tempat kembali, dan Allah menyediakan bagi
mereka azab yang sangat pedih dan menghinakan.
Dalil Film Nabi
MUI dalam keluaran Fatwanya 2 Juni 1988 secara tegas mengharamkan penokohan sosok
Nabi dan Rasul dalam film. Pengharaman tersebut tidak hanya untuk figur Nabi Muhammad
SAW, tetapi juga bagi keluarga, serta sahabat-sahabatnya. MUI berdalil dengan keumuman
hadis Rasulullah SAW, "Siapa yang berdusta kepada saya dengan sengaja, maka hendaklah
ia menempati tempat duduknya di neraka." (HR Bukhari Muslim).Hukum memerankan sosok
Nabi dan Rasul juga dapat diqiyaskan pada hukum patung dan lukisan. Dalam peristiwa
Fathul Makkah, para sahabat Nabi menghancurkan seluruh patung dan gambar-gambar yang
terdapat di sekitar Masjidil Haram. Hal ini menegaskan bahwa syariat Islam tidak mentolelir
peniruan-peniruan makhluk hidup dalam bentuk apapun. Larangan melukis dan mematung
sosok Nabi dan Rasul juga menjadi ijma' sukuti dari para ulama.

3. Dalil Hukum Deteksi Janin ( USG )


QS Luqman Ayat 34
‫إن هللا عندة علم الساعة وينزل ج الغيث ويعلم ما في األرحام وما تدري نفس ماذا تكسب غدا وما تدري نفس‬
‫باقي أرض تموت ان ہللا علیم خبیر‬
Ayat ini memaparkan lima hal gaib yang hanya diketahui Allah hakikatnya.
Sesungguhnya hanya di sisi Allah ilmu tentang kapan hari Kiamat tiba; dan Dia yang
menurunkan hujan pada waktu, tempat, dan kadar yang ditentukan-Nya; dan
mengetahui apa yang ada dalam rahim, terutama jenis kelamin, karakter, dan
sifat-sifatnya hanya Allah yang dapat mengetahui dengan pasti apa yang ada
dalam kandungan seorang perempuan, apakah cacat atau sempurna, dan kapan
ia akan dilahirkan. Dan tidak ada seorang pun yang dapat mengetahui dengan pasti
apa yang akan dikerjakannya atau didapatinya besok, namun mereka tetap wajib
berusaha. Dan tidak ada seorang pun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan
mati. Sungguh, Allah Maha Mengetahui dengan ilmu-Nya yang mutlak dan tidak
terbatas pada lima hal gaib tersebut, Maha Mengenal karena ilmu-Nya meliputi hal-
hal lahir dan batin.

4. Sebagian ulama berpendapat bahwa kata Al musyrikat meliputi semua wanita musyrik, baik
yang menyembah berhala, beragama Yahudi, maupun Nasrani. Riwayat dari syarh bin
Hawasyib bahwasanya dia mendengar Abdullah bin Abbas berkata: "Rasulullah SAW
melarang menikahi berbagai macam wanita kecuali wanita yang mu'minah dan yang
berhijrah dan Rasulullah melarang untuk menikahi wanita yang beragama selain Islam.
Hukum nikah beda agama di Indonesia
Berdasarkan kompilasi hukum Islam pasal 40 poin c dikatakan bahwa: dilarang
melangsungkan perkawinan antara seorang pria dengan seorang wanita karena keberadaan
tertentu yaitu: c. wanita yang tidak beragama Islam. Di Indonesia berdasarkan FATWA MUI
Nomor: 4/MUNAS VII/MUI/8/2005 Tentang PERKAWINAN BEDA AGAMA, menetapkan
Dan memutuskan bahwa:
1. Perkawinan beda agama adalah haram dan tidak sah..
2. Perkawinan laki-laki muslim dengan wanita ahlul kitab menurut qaul
mu'tamad,adalah haram dan tidak sah." Maka dapat disimpulkan bahwa pernikahan beda
agama di Indonesia adalah Haram atau dilarang.
Menikah beda agama masih menjadi suatu hal yang dianggap kontroversial dalam
masyarakat Indonesia. Polemik ini tidak hanya menjadi bahasan dari sudut pandang agama
saja, namun juga norma-norma atau aturan perundang-undangan negara. Seiring dengan
kemajuan zaman, penyimpangan terhadap aturan agama semakin marak dilakukan oleh
masyarakat. Salah satu penyimpangan yang sering terjadi di tengah tengah masyarakat adalah
masalah pernikahan. Hal ini setidaknya merupakan akibat dari dua hal: pertama, lemahnya
pemahaman agama, kedua dampak dari proses akulturasi dan asimilasi budaya sehingga
budaya budaya yang terkesan "modern" lebih kuat pengaruhnya ketimbang ajaran agama.
Oleh karena itu, untuk menjaga kesucian lembaga perkawinan itu, maka perkawinan atau
pernikahan bagi umat Islam hanya sah apabila dilakukan menurut hukum Islam dan
keberadaannya perlu dilindungi oleh hukum negara. Al-Qur'an dengan tegas melarang
pernikahan seorang muslim / muslimah dengan orang musyrik / kafir, sesuai dengan firman
Allah SWT dalam al-Qur'an Surat Al Baqarah ayat 221, QS. Al-Maidah ayat 5, dan al
Mumtahanah ayat 10.
Ayat-ayat di atas mengisyaratkan bahwa para wali nikah mempunyai peranan yang
cukup besar dalam kelangsungan perkawinan puteri-puterinya atau wanita yang berada di
bawah perwaliannya, sehingga mereka diperintahkan untuk tidak mengawinkan wanita-
wanita Muslimah yang di bawah perwaliannya dengan orang musyrik. Terkait dengan
pandangan mayoritas ulama yang tidak memasukkan ahlul kitab dalam terminologi musyrik,
itu bukan berarti bahwa wanita beriman boleh kawin dengan pria ahlul kitab.
Alasan utama larangan pernikahan orang beriman dengan orang yang tidak beriman
adalah perbedaan akidah. Orang yang tidak beriman akan selalu mengajak kepada kekafiran,
dan melakukan perbuatan-perbuatan yang mengantarkan pelakunya masuk neraka.
Bagaimana mungkin akan terjalin hubungan harmonis antara suami dan isteri, ataupun antara
keluarga yang berbeda keyakinan ini, jika nilai-nilai yang mereka anut, tidak hanya berbeda,
tetapi bertentangan. Pasangan yang musyrik, tentu akan berupaya waktu memberikan
pengaruh akidahnya kepada pasangannya yang Muslim, baik lewat ucapan maupun
perbuatan.
Bila keadaan ini berlangsung dalam waktu yang lama, tidak mustahil pengaruh
kesyirikan itu akan masuk sedikit demi sedikit tanpa disadari, dan akhirnya tanpa disadari
mereka sudah tidak lagi berbeda dari pasangannya yang musyrik itu. Selain itu, faktor lain
dari larangan perkawinan dengan orang musyrik itu adalah anak.

5. Jika terjadi perbedaan, sebaiknya tidak melahirkan pertentangan dan permusuhan karena
Nabi menegaskan perbedaan merupakan rahmat. Karena itu, perlu kearifan para ulama
mewujudkan toleransi mazhab dengan cara efektif. Pertama, perlu reorientasi pendidikan
keagamaan berwawasan toleransi, dari pendidikan dasar penting diajarkan realitas perbedaan
pendapat dan bagaimana menghargainya. Kedua, perlu upaya serius tokoh agama, semisal
NU dan Muhammadiyah meningkatkan mutu pendidikan pada masing-masing umat. Dalam
konteks ini, puasa Ramadhan hendak menjadi teladan mengendalikan diri, berempati, dan
bersimpati. Sebaliknya, saat seseorang intoleran dan melakukan bermacam tindak kesalahan
lain, dia dikalahkan hawa nafsunya.
Perbedaan pendapat dalam masalah hisab dan rukyat keduanya justru bermuara dari
semangat untuk menunaikan ajaran Allah SWT yakni al-qur'an dan hadits. Walaupun
terkadang perbedaan tersebut mengundang polemik yang berimplikasi pada disharmonitas di
kalangan umat Islam sendiri. Dalam perkembangannya permasalahan ini tidak hanya berkutat
pada hal yang bersifat akademik-ilmiah saja, akan tetapi di sisi lain ada hal yang juga
berperan dalam perbedaan penentuan tersebut.
Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah dalam menimalisir terjadinya perbedaan
baik dari segi administratif maupun teknis. Namun hingga saat ini belum ditemukan
formulasi yang tepat untuk memecahkan permasalahan tersebut. Dari sinilah pemerintah
dalam hal ini Menteri Agama, dalam menyikapi persoalan hisab rukyat, dapat berdiri di atas
semua golongan dengan mengkaji secara akademik ilmiah atau bersikap netral tanpa tendensi
politis di dalamnya. Keputusan atas dasar tersebut juga wajib dipatuhi oleh seluruh warga
negara di bawah naungan pemerintah. Tidak ada satu pun metode hisab rukyat yang bersifat
qath'i, mutlak benarnya. Semuanya bersifat dzanni, dugaan atas dasar keyakinan
kebenarannya. Rukyat belum tentu benar, bisa jadi objek yang disangka hilal sebenarnya
bukan. Hisab atas dasar wujudul hilal atau imkan rukyat belum tentu benar, masih ada yang
bisa diperdebatkan. Kriteria astronomi tidak mutlak benarnya, sebagaimana tidak mutlaknya
suatu kebenaran ilmiah. Maka dengan bukti-bukti pengamatan yang lebih banyak dan analisis
teoritik yang lebih mendalam, kriteria itu pun harus diubah.
Dengan demikian, beragam kriteria yang dipakai oleh ormas-ormas Islam haruslah
dapat disatukan dalam satu kriteria yang dapat diterima oleh semua golongan. Dalam hal
penyatuan hari raya adalah permasalahan yang bersifat umum dimana kemaslahatannya
mencakup hajat hidup orang banyak. Apabila masing-masing ormas tetap pada pendapatnya
maka kesatuan dalam berhari raya tidak akan pernah tercapai. Masalah ijtihadiyah yang
selalu diperbincangkan bukanlah hal yang perlu diperdebatkan. Pemerintah adalah pengayom
yang wajib diikuti secara syar'i demi kemaslahatan umat dan terwujudnya ukhuwah dalam
berhari raya.

You might also like