You are on page 1of 5

Nama : Iman Putra Gulo

NIM : 043863629
MK : Hukum Pidana
Tugas : III

1. Pada umumnya, satu perbuatan dapat dipidana jika tindak pidana yang dilakukan telah
selesai diujudkan. Artinya perbuatan yang dilakukan oleh pelaku telah memenuhi
unsur tindak pidana. Namun demikian, dapat saja seorang pelaku dikenakan tindak
pidana meskipun perbuatan itu belum selesai dilakukan.
2. Jelaskan pendapat Saudara tentang perbuatan yang dapat dipidana meskipun
perbuatan itu belum selesai diujudkan. Dan apa syarat-syarat dari perbuatan tersebut?
Alasan apa yang menjadi dasar, bagi pembentuk undang-undang untuk memberi
pidana terhadap perbuatan yang belum selesai diujudkan tersebut?
3. Jelaskan bagaimana pendapat Saudara terhadap adanya pembatasan pemberian
pidana, atas perbuatan percobaan melakukan perbuatan pidana!
4. Balmon adalah seorang karyawan pada sebuah percetakan digital. Keahliannya dalam
hal desain grafis sudah tidak diragukan lagi. Pada 30 Januari 2020 Balmon membuat
desain uang rupiah yang sangat mirip dengan aslinya, kemudian dengan
menggunakan printer keluaran terbaru yang canggih, Balmon pun mencetak uang
hasil desainnya. Karena melihat hasilnya sangat mirip dengan rupiah sungguhan,
Balmon mencetak lima lembar uang seratus ribu rupiah. Pada tanggal 2 Februari 2020
uang itu ia gunakan untuk berbelanja di sebuah toko. Karena merasa ketagihan, pada
15 Februari 2020 Balmon kembali mencetak dengan jumlah yang lebih besar, yaitu
senilai sepuluh juta rupiah, kemudian pada 20 Februari 2020 Balmon membelikan
handphone keluaran terbaru pada salah satu outlet handphone. Karena outlet tersebut
memiliki alat pendeteksi uang palsu, akhirnya aksi yang dilakukan Balmon ketahuan.
Balmon pun diserahkan kepada polisi. Kepada polisi Balmon mengakui semua
perbuatannya. Uraikanlah perbuatan pidana yang dilakukan oleh Balmon disertai
dasar hukumnya, jelaskanlah perbarengan tindak pidananya, kemudian tentukanlah
ancaman pidana maksimalnya menurut KUHP!

Jawaban nomor 1
Istilah tindak pidana merupakan terjemahan dari istilah strafbaar feit dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana Belanda yang saat ini diterapkan sebagai hukum
nasional melalui asas konkordansi dengan adanya Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana (“KUHP”).

Dalam KUHP, tidak terdapat penjelasan mengenai apa sebenarnya yang dimaksud
dengan strafbaar feit itu sendiri. Unsur-unsur Tindak Pidana
Menurut S. R. Sianturi, secara ringkas unsur-unsur tindak pidana, yaitu Adanya
subjek; Adanya unsur kesalahan; Perbuatan bersifat melawan hukum; Suatu tindakan
yang dilarang atau diharuskan oleh undang-undang/perundangan dan terhadap yang
melanggarnya diancam pidana; Dalam suatu waktu, tempat dan keadaan tertentu.
Penerapan Unsur-unsur Tindak Pidana
Untuk mengetahui apakah perbuatan dalam sebuah peristiwa hukum adalah tindak
pidana dapat dilakukan analisis mengenai apakah perbuatan tersebut telah memenuhi
unsur-unsur yang diatur dalam sebuah ketentuan pasal hukum pidana tertentu. Untuk
itu, harus diadakan penyesuaian atau pencocokan (bagian-bagian/kejadian-kejadian)
dari peristiwa tersebut kepada unsur-unsur dari delik yang didakwakan. Jika ternyata
sudah cocok, maka dapat ditentukan bahwa peristiwa itu merupakan suatu tindak
pidana yang telah terjadi yang (dapat) dimintakan pertanggungjawaban pidana kepada
subjek pelakunya. Namun, jika salah satu unsur tersebut tidak ada atau tidak terbukti,
maka harus disimpulkan bahwa tindak pidana belum atau tidak terjadi.
Hal ini karena, mungkin tindakan sudah terjadi, tetapi bukan suatu tindakan yang
terlarang oleh undang-undang terhadap mana diancamkan suatu tindak pidana.
Mungkin pula suatu tindakan telah terjadi sesuai dengan perumusan tindakan dalam
pasal yang bersangkutan, tetapi tidak terdapat kesalahan pada pelaku dan/atau
tindakan itu tidak bersifat melawan hukum.
P. A. F. Lamintang lebih jauh menjelaskan bahwa apabila hakim berpendapat
bahwa tertuduh tidak dapat dipertanggungjawabkan atas tindakannya, maka hakim
harus membebaskan tertuduh dari segala tuntutan hukum atau dengan kata lain, hakim
harus memutuskan suatu ontslag van alle rechtsvervolging, termasuk bilamana
terdapat keragu-raguan mengenai salah sebuah elemen, maka hakim harus
membebaskan tertuduh dari segala tuntutan hukum.
Unsur-unsur delik tercantum dalam rumusan delik yang oleh penuntut umum harus
dicantumkan di dalam surat tuduhan (dakwaan) dan harus dibuktikan dalam peradilan.
Bilamana satu atau lebih bagian ternyata tidak dapat dibuktikan, maka hakim harus
membebaskan tertuduh atau dengan perkataan lain harus memutuskan suatu
vrijspraak.

Jawaban nomor 2
Dalam hukum pidana mengenal berbagai jenis delik yang dapat dibedakan Menurut
pembagian delik tertentu, sebagaimana tersebut di bawah ini
Delik kejahatan (misdrijiven) dan delik pelanggaran (overtredingen) Delik
kejahatan dan delik pelanggaran dikenal dalam rumusan pasal-pasal Kitab Undang-
undang Hukum Pidana (KUHP) Indonesia yang berlaku sampai Sekarang ini. Akan
tetapi, pembentuk undang-undang tidak menjelaskan dengan Tegas apa yang
dimaksud dengan delik kejahatan dan delik pelanggaran, juga Tidak ada penjelasan
mengenai syarat-syarat yang membedakan antara delik Kejahatan dengan delik
pelanggaran. Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) hanya mengelompokan
perbuatan-perbuatan yang terdapat dalam Buku II (kedua) sebagai delik kejahatan dan
Buku III (ketiga) sebagai delik Pelanggaran.
Secara doctrinal apa yang dimaksud dengan delik kejahatan dan delik Pelanggaran,
sebagai berikut;
1) Delik kejahatan adalah perbuatan-perbuata yang sudah dipandang Seharusnya
dipidana karena bertentangan dengan keadilan, meskipun perbuatan itu belum
diatur dalam undang-undang. Delik kejahatan ini sering Disebut mala pe se atau
delik hukum, artinya perbuatan itu sudah dianggap Sebagai kejahatan meskipun
belum dirumuskan dalam undang-undang dalam Karena merupakan perbuatan
tercela dan merugikan masyarakat atau Bertentangan dengan keadilan.

2) Delik pelanggaran adalah pebuatan-perbuatan itu barulah diketahui sebagai Delik


setelah dirumuskan dalam undang-undang. Delik pelanggaran ini Sering disebut
sebagai maa quia prohibia atau delik undang-undang, artinya Perbuatan itu baru
dianggap sebagai delik setelah dirumuskan dalam Undang-undang.

Jawaban nomor 3
percobaan itu merupakan suatu bentuk delik khusus yang berdiri sendiri Ataukah
hanya merupakan suatu delik yang tidak sempurna?Mengenai sifat dari percobaan ini
Terdapat dua pengertian:
1. Percobaan dipandang sebagai Strafausdehnungsgrund (dasar/alasan perluasan
Pertanggungjawaban pidana) Menurut pandangan ini, seseorang yang melakukan
percobaan untuk melakukan suatu Tindak pidana meskipun tidak memenuhi
semua unsure delik, tetap dapat dipidana apabila Telah memenuhi semua unsure
delik, tetap dapat dipidana apabila telah memenuhi Rumusan pasal 53 KUHP. Jadi
sifat percobaan adalah untuk memperluas dapat Dipidananya orang, bukan
memperluas rumusan-rumusan delik. Dengan demikian menurutPandangan ini,
percobaan tidak dipandang sebagai jenis atau bentuk delik yang tersendiri
(delictum sui generis) tetapi dipandang sebagai bentuk delik yang tidak sempurna
(onvolkomen dekictsvorm).
2. Percobaan dipandang sebagai Tatbestandausdehnungsgrund (perluasan delik)
Menurut pandangan ini, percobaan melakukan sesuatu tindak pidana merupakan
satu Kesatuan yang bulat dan lengkap. Percobaan bukanlah bentuk delik yang
tidak sempurna, Tetapi merupakan delik yang sempurna hanya dalam bentuk yang
khusus/istimewa. Jadi Merupakan delik tersendiri (delictum sui generis).
Dasar Patut Dipidananya Percobaan Mengenai dasar pemidanaan terhadap
percobaan ini, terdapat beberapa teori sbb:
1. Teori Subyektif. Menurut teori ini, dasar patut dipidananya percobaan
terletak pada sikap batin atau watak Yang berbahaya dari si pembuat.
Termasuk penganut teori ini ialah Van Hamel
2. Teori Obyektif. Menurut teori ini, dasar patut dipidananya percobaan
terletak pada sifat bebahayanya Perbuatan yang dilakukan oleh si pembuat.
Teori ini terbagi dua, yaitu:
A. Teori obyektif-formil. Yang menitik beratkan sifat berbahayanya
perbuatan itu Terhadap tata hukum.
B. .Teori obyektif-materil. Yang menitik beratkan sifat
berbahayanya perbuatan itu terhadap kepantingan/ benda hukum.
3. Teori Campuran
Teori ini melihat dasar patut dipidananya percobaan dari dua segi, yaitu:
sikap batin Pembuat yang berbahaya (segi subyektif) dan juga sifat
berbahayanya perbuatan (segi Obyektif). Delik percobaan dalam pasal 53
KUHP mengandung dua inti yaitu: yang obyektif (niat untuk Melakukan
kejahatan tertentu) dan yang obektif (kejahatan telah mulai dilaksanakan
tetapi Tidak selesai). Dengan demikian menurut beliau, dalam percobaan
tidak mungkin dipilih
Salah satu diantara teori obyektif dan teori subyektif karena jika
demikian berarti menyalahi Dua inti dari delik percobaan itu; ukurannya
harus mencakup dua kriteria tersebut ( subyektif Dan obyektif). Di
samping itu beliau mengatakan bahwa baik teori subyektif maupun teori
Obyektif, apabila dipakai secara murni akan membawa kepada
ketidakadilan.

Jawaban nomor 4
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2011
TENTANG MATA UANG
Pasal 28

(1) Pemberantasan Rupiah Palsu dilakukan oleh Pemerintah Melalui suatu badan
yang mengoordinasikan Pemberantasan Rupiah Palsu.
(2) Badan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas Unsur:
a. .Badan Intelijen Negara;
b. Kepolisian Negara Republik Indonesia;
c. Kejaksaan Agung;
d. Kementerian Keuangan; dan
e. Bank Indonesia.

(3) Ketentuan mengenai tugas, wewenang, dan tanggung Jawab badan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur Dengan Peraturan Presiden.
Pasal 29
a. . Kewenangan untuk menentukan keaslian Rupiah berada Pada Bank
Indonesia. Dalam melaksanakan kewenangan sebagaimana dimaksud Pada
ayat (1)
b. .Bank Indonesia memberikan informasi dan Pengetahuan mengenai tanda
keaslian Rupiah kepada Masyarakat.
c. . Masyarakat dapat meminta klarifikasi dari Bank Indonesia Tentang
Rupiah yang diragukan keasliannya.
Pasal 36
(1) Setiap orang yang memalsu Rupiah sebagaimana Dimaksud dalam Pasal 26 ayat
(1) dipidana dengan pidana Penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana
denda Paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar Rupiah).
(2) Setiap orang yang menyimpan secara fisik dengan cara apa Pun yang diketahuinya
merupakan Rupiah Palsu Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2) dipidana
Dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan Pidana denda paling
banyak Rp10.000.000.000,00(sepuluh miliar rupiah).
(3) Setiap orang yang mengedarkan dan/atau membelanjakan Rupiah yang
diketahuinya merupakan Rupiah Palsu Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26
ayat (3) dipidana Dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun Dan
pidana denda paling banyak Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah).
(4) Setiap orang yang membawa atau memasukkan Rupiah Palsu ke dalam dan/atau
ke luar Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 26 Ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima
belas) tahun dan pidana denda paling banyak Rp50.000.000.000,00 (lima puluh
miliar rupiah).
(5) Setiap orang yang mengimpor atau mengekspor Rupiah Palsu sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 26 ayat (5) Dipidana dengan pidana penjara paling lama
seumur hidup Dan pidana denda paling banyak Rp100.000.000.000,00(seratus
miliar rupiah).
Pasal 37
(1) Setiap orang yang memproduksi, menjual, membeli, Mengimpor, mengekspor,
menyimpan, dan/atau Mendistribusikan mesin, peralatan, alat cetak, pelat cetak
Atau alat lain yang digunakan atau dimaksudkan untuk Membuat Rupiah Palsu
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara
paling Lama seumur hidup dan pidana denda paling banyak
Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).
(2) Setiap orang yang memproduksi, menjual, membeli, Mengimpor, mengekspor,
menyimpan, dan/atau Mendistribusikan bahan baku Rupiah yang digunakan Atau
dimaksudkan untuk membuat Rupiah PalsuSebagaimana dimaksud dalam Pasal
27 ayat (2) dipidana Dengan pidana penjara paling lama seumur hidup, dan Pidana
denda paling banyak Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).

Demikian dan terima kasih


Salam sehat 🙏😊

You might also like