You are on page 1of 19

OBAT-OBATAN ANTIJAMUR

Penyakit jamur dibagi atas penyakit jamur superfisial dan sistemik, sehingga obatobat jamur juga
dibagi atas obat jamur superfisial dan obat jamur sistemik walaupun pembagian ini kabur karena
ada obat jamur yang dapat diberikan superfisial maupun sistemik, juga penyakit jamur superfisial
diobati dengan obat sistemik.
Antifungi sistemik terdiri dari : amfoteisin B,flusitosn, golongan azol (imidazol dan triazol),
pneumokandin, griseofulvin, terbinafin.
Antifungi topikal terdiri dari : golongan azol untuk topikal, siklopiroks olamin, haloprogin,
tolnaftat, naftifin, terbinafin, antifungi polien (nistatin dan amfoterisin B).
Antifungi lain-lain yaitu : asam undesilinat, asam benzoat dan asam salisilat, asam propionat dan
asam kaprilat, kaliiun iodida

Obat Antijamur Sistemik

AMFOTERISIN B
Obat ini diberikan intravena. Preparatnya yaitu : Amfoterisin B DOC (deoxycholate complex)=
FUNGIZONE, Amphotericin B colloidal dispersion = ABCD = AMPHOTEC, AMPHOCIL
(amphotericin B + holesteryl sulphate) dan amfoterisin B +lipid = AMBISOME

Mekanisme kerja :
Obat ini berikatan dengan suatu sterol terutama ergosterol sehingga membran jamur
permeabilitasnya meningkat dan terjadi kebocoran. Resiatensi terjadi karena digantikannya
ergosterol olen prekursor sterol tertentu.

Absorpsi, nasib dan ekskresi :


Tidak diabsorsi dari GIT, ekskresi melalui urin, secara luas terikat luas dalam jaringan, waktu
paruhnya sekitar 15 hari.

Penggunaan terapi :
Infusi intra tekal untuk meningitis oleh Coccidiodes. Efek sampingnya adalah demam dan nyeri
kepala dan dapat diatasi dengan pemberian hidrokorison intratekal.
Pemberian intravenus sebagai pengobatan terpilih untuk mukormikosis, aspergilosis invasif, dll.
Pemberian topikal hanya untuk kandidiasis kutaneus.

Efek samping :
Efek sampingnya berupa demam, menggigil, azotemia pada 80% terapi mikosis dalam(jaringan),
kadang-kadang hiperpnea dan strdor. Untuk menghindarinya dapat dilakukan pemberian oral
sebelum pengobatan dengan asetaminofen atau hidrokortison. Sering terjadi nyeri kepala, nausea,
vomit, malaise, penurunan berat badan dan flebitis.
Toksisitas tergantung dosis akan lebih berat bila diberikan dengan obat nefrotoksik yang lain
seperti aminoglikosid atau siklosporin.
Dapat terjadi juga kelainan darah yaitu anemia hipokromik normositer dan yang jarang adalah
trombositopenia atau lekopenia ringan.

FLUSITOSIN
Efek antifungi :
Memberikan efek terhadap Cryptococcus neoforman, Candida spp dan penyebab kromomikosis.
Mekanisme kerja:
Flusitosin oleh jamur yang sensitip diubah menjadi 5-fluorourasil suatu antimetabolit,pada proses
selanjutnya sintesa DNA terggangu. Sel mammalia tidak mengubah flusitosin menjadi
fluorourasil,sehingga obat ini bekerja selektif.
Resistensi ;
Resistensi berkembang selama dalam terapi, sehingga memudahkan kegagalan bila flusitosin
diberikan tunggal pada cryptococcosis dan kandidiasis. Pada Candida albicans terjadi resistensi
partial karena defisiensi heterozigot dari UMP fosforilase. Arti bagimklinik resistensi partial ini
tidak diketahui.
Absorpsi, nasib dan ekskresi :
Flusitosin diabsorpsi cepat dari GIT. Distribusi hampir keseluruh cairan tubuh.. Diekskresi utuh
kedalanm urime. Pada orang normal waktu paruhnya 3 –6 jam. Pada payah ginjal dapat sampai
200jam. Flusitosin didapatkan dalam cairan serebrospinalis 65-90% dari kadar dalam plasma.
Penggunaan terapi :
Flusitosin (ANCOBON) diberikan per oral, digunakan terutama dengan amfoterisin B. Pada
meningitis kriptokokal non AIDS obat ini kuratip bukan supresip. Flusitosin tidak lagi digunakan
pada kandidiasis karena toksisitasnya, tidak tersedia preparat IV dan sudah tersedianya obat yang
lain.
Efek samping:
Flusitosin dapat menekan fungsi sumsum tulang, menyebabkan lekopenia dan trombositopenia
(terutam pada pasen yang sedang terapi radiasi, obat yang merusak su\msum tulang, atau pernah
menggunakannya.
Efek samping lainnya ialah nausea, vomitus, diare, enteokolitis berat.
Toksisitas lebih sering padapsen AIDS atau azotemia termasuk yang diberi bersamaan dengan
amfoterisin B. Toksisitas dapat terjadi karen terjadi konversi flusitosin menjadi 5- fluoruurasil
oleh flora dalam usus pasen.

ANTIFUNGI GOLONGAN AZOLE


Dua jenis golongan ini adalah imidazol dan triazol. Triazol lebih banyak dikembangkan karena
lebih lam dimetabolisme dan hanya sedikit efek terhadap sterol manusia.
Efek antifungi :
Obat ini berefek klinik pada C. albicans, C. trpicalis, C. glabrata, C.neoformans, C.immitis,
H.capsulatum,Paracoccidiosis brasilliensis, dermatofites (ringworm fungi).
Suseptibilitas terhadap Aspergilus spp dan S.schenkii.
Candida krusei dan penyebab mukormikosis resisten terhadap obat ini.
Mekanisme kerja :
Obat ini melumpuhkan biosintesa ergosterol untuk membran sitoplasmik dan akumulasi 14-alfa
metilsterol. Pertumbuhan fungi terhambat. Klotrimazol topikal secara langsung meningkatkan
permeabilitas membran sitoplasma.

Itrakonazol
Kedudukannya menggantikan ketokonazol.
Absorpsi, nasib dan ekskresi :
Itrakonazol (SPORONOX) sebagai kapsul dan 2 macam cairan untuk oral dan untuk intravena.
Kapsul absorpsinya lebih baik bila dengan makanan sedang yang bentuk sirup dalam keadaan
puasa. Dalam keadaan seperti ini bentuk sirup dapat mencapai kadar maksimum 150% daripada
bentuk kapsul.
Obat ini dimetabolisme dalam liver. Dalam plasma tersedia sebagai metabolit aktip hidroksi
itrakonazol.
Obat utuh dan metabolitnya masing-masing berikatan dengan protein plasma sebesar 99,8 dan
99,5 %.
Obat ini didapat dalam urin dan cairan serebrospinalis. Dianjurkan untuk loading-dose untuk
mengobati deep mycosis sebab kadar steady state itrakonazol tidak sampai 4 hari sedangkan
metabolitnya hidroksi itrakonazol mencapai 7 hari.
Kontraindikasi untuk ibu hamil (kategori C).
Interaksi :
Jangan diberikan bersama dengan kisaprid, kinidin dan astemizol.
Penggunaan terapi:
Sebagai kapsul obat ini terpilih untuk mengobati infeksi meningeal indolen karena B.dermatiditis,
H. capsulatum, P.brasilliensis, dan C.immitis. Obat ini juga berguna untuk aspergillosis invasif
indolen di luar SSP terutama yang sudah distabilkan dengan amfoterisin B.
IV diberikan untuk 2 minggu pertama terapi blastomikosis, histoplasmosis dan as pergillosis
indolen.Setengahnya dari pasen dengan onkomikosis subungual distal respon baik terhadap
itrakonazol.
Baik juga untuk mengobati pseudallescheriasis yang tidak mempan dengan amfotrisin B,
sporotrikosis kutan dan ekstrakutan, tinea korporis dan tinea versikolor yang luas.
Itrakonazol cair efektif untuk digunakan pada kandidiasis orofaring dan esofagus.
Efek samping :
Kapsul itrkonazol tanpa interaksi dengan obat lain ditolerir sampai 200 mg sehari. Gangguan
gastrointestinal mencegah dosis 400mg sehari. Biasanya bila ada ruam kulit atau hepatotoksisitas
obat dihentikan, sedangkan efek samping yang lain dapat diatasi dengan menurunkan dosis
(seperti nausea, vomit, hipokalemia, hipertrigliseridemia dll).
Intravena itrakonasol dapat ditoleriri kecuali pada flebitis kimiawi.
Sirup itrakonazol dapat ditolerir, efek samping serupa dengan kapsulnya.

Flukonazol
Absorpsi, nasib dan ekresi:
Per oral maupun intravena kadar dalam plasma yang dicapai sama saja. Bioavailabitsnya tidak
berubah karena maknan maupun keasaman lambung. Sembilan puluh persen eksresi melalui
ginjal. Waktu paruh eliminasi 25 –30 jam. Distribusi mudah kedalam cairan tubuh termasuk
kedalam sputum dan saliva. Kadar dalam LCS secara simultan sebesar 50-90% dari kadar dalam
plasma.
Interaksi :
Flukonazol meningkatkan kadar plasma dari astemizol, kisaprid, siklosporin, rifampin, rifabutin,
sulfonilurea,teofilin, takolimus dan warfarin.
Penggunaan terapi :
Candidiasis :
Candidiasis orofaringeal : Efektif dengan dosis hari pertama 200mg, selanjutnya 100 mg sehari
untuk sedikitnya selam 2 minggu.
Candidiasis esofageal respon terhadap 100 – 200 mg sehari. Dosis ini juga digunakan untuk
menurunkan kandiduria pada pasen risiko tinggi.
Vagial candidiasis respon terhadap 10 mg dosis tunggal.
Resupien cangkok sumsum tulang : untuk menurunkan insiden ‘deep candidiasis’ dibrikan 400 mg
/hari. Dosis ini juga berguna untuk mengobati kandidemia.
Candida krusei sudah resisten.
Cryptococcosis :
Untuk pasen AIDS dengan meningitis cryptococcal diberikan 400mg per hari selama 8 minggu
setelah kondisi klinik stabil dengan amfoteisin B. Setelah 8 minggu dosis diturunkan sampai
200mg sehari sepanjang hidup.
Mikosis lainnya :
Meningitis coccidiodal : merupakan obat terpilih karena morbiditas jauh menurun dibanding
amfoterisin intratekal.
Coccidiodomikosis yng lain : flukonazol sebanding dengan itrakonazol.
Histoplasmosis, blastomikosis, sporotrikosis dan ringworm respon terhadap flikonazol dibanding
dengan itrakonazol dengan dosis yang sama.
Flukonazol dijual dengan nama DIFLUKAN dalam bentuk tablet, puyer dan preparat intravena.
Efek samping :
Efek sampingnya berupa nausea, vomit, diare, nyeri kepala, diare, nyeri perut, ruam kulit dan nyei
abdomen..Alopesia reversibel.
Kasus jarang yaitu payah hepar menyebabkan kematian.
Obat ini tidak boleh diberikan pada ibu hamil (deformitas skelet dan jantung)
Griseofulvin

Efek antifungi :
Griseo vulvin berefek fungistatik in vitro untuk berbagai spesies Microsporum, Epidermaphyton
dan trichophyton dan tidak untuk fungi yang lain
Resistensi : Tidak jarang terjadi kegagalan pada pengobatan lesi ringworm tetapi isolat dari pasen
ini masih menunjukkan suseptibilitas tehadap obat ini.
Mekanisme kerja :
Griseofulvin membentuk sel-sel multinukleat ketika obat ini menghambat mitosis fungi.
Absorpsi, nasib dan ekskresi:
Bila obat diberikan dengan makanan berlemak tampak absorpsinya lebih baik.
Bentuk preparatnya ‘micronized dan ultramicronized powders’ dengan nama dagang FULVICIN
P/G, GRISACTIN dan GRIFULVIN V.
Waktu paruh dalam plasma sekitar 1 hari; hampir 50% dari dosis oral ditemukan dalam urin
selama 5 hari dalam bentuk metabolit.
Barbiturat menurunkan absorpsi griseofulvin dalam GIT
Obat ini tersimpan dalam keratin sel prekursor, sangat kuat berikatan dengan keratin sehingga
substansi ini resisten terhadap invasi jamur. Ketika sel yang mengandung substansi ini mengelupas
dibawahnya tumbuh sel-sel normal. Griseofulvin dapat dideteksi dalam stratum korneum kulit
dalam 4 – 8 jam setelah pemberian oral.
Obat ini didistribusi sangat sedikit.
Penggunaan terapi :
Mikosis pada kulit, kuku dan rambut karen infeksi oleh Microsporum, Trichophyton dan
Epidermophyton respon baik terhadap griseofulvin. Yaitu : tinea capitis oleh M.canis, M.audouini,
Trichophyton schoenleiniidan T.verrucosum.; ringworm; tinea cruris dan tinea corporis karena
M.canis, Trichophyton rubrum, T.verrucosum dan Epidermophyton floccosum; tinea tangan dan
janggut oleh Trichophyton spp dan penyakit jamur lain oleh spesies Trichophyton yang lain.
Dosis tinggi griseofulvin berefek krsinogenik dan teratogenik, maka berikan saja antijamur topikal
untuk mengobati jamur permukaan. Itraconazol or terbinafin lebih disukai untuk onkomikosis.
Griseofulvin tidakefektif untuk mikosis subkutan atau ‘deep mycosis.
Efek samping :
Efek samping serius menyertai terapi dengan griseofulvin sangat rendah. Sedikit efek nyeri kepala
yang kadang-kadang berat sehingga perlu menghentikan pengobatan.Insiden efek samping ini
sekitar 15%. Efek samping yang lain adalahn neritis perifer, letargi, mental konfusi, tak mampu
mengerjakan kerjaan rutin, kelelahan, sinkop, vertigo, pandangan kabur, edema makuler transien,
meningkatkan efek alkohol. Juga terdapat gejala GIT.
Griseovulvin menginduksi ensim mikrosomal hepar meningkatkan kecepaatan metabolisme
warfarin, sehingga dosis warfarin harus disesuaikan.

Obat antijamur Topikal


Obat jamur topikal digunakan untuk mikosis permukaan di stratum korneum, mukosa skuamosa
atau kornea. Obat golongan ini secara topikaltidak dapat mengobati mikosis pada kuku dan
rambut, juga sporotrikosis dan kromomikosis (mikosis subkutan). Tidak tergantung pada
formulasi , penetrasi obat kedalam lesi hipekeratotik sangat sedikit. Mengangkat keratin yang
terinfeksi yang tebal kadang-kadang membantu menyelesaikan pengobatan misalnya aksi dari
salep Whitfield
Formulasi yang disukai adalah krim atau cairan. Terdapat juga bubuk yang digunakan sebagi obat
kocok atau aerosol.

Golongan Azole untuk topikal


Obat golongan ini penggunaannya sebagai berikut :
Aplikasi kutan misalnya untuk tinea corporis, tinea cruris, tinea pedis, tinea versicolor, candidiasis
kutan.
Digunakan 2 – 3 kali sehari selama 3 – 6 minggu. Formulasi untuk kutan tidak dapat digunakan
oral, vaginal atau okuler.
Aplikasi vaginal .
Untuk candidiasis vaginal bentuk formulasinya krim, supositoria atau tablet (tablet cotrimazol,
miconazol supp. dan krim terconazol.
Efek samping yang sering adalah vagina terasa panas dan gatal. Asa alergi silang pada obat yamh
strukturnya mirip.
Per oral
Untuk candidiasis oropharyngeal ‘troche’ clotrimazol tablet hisap

Klotrimazol
Klotrimazol absorpsinya kurang dari 0.5% dari kulit utuh; dari vagina 3- 10%
Dalam vagina didapat kadar fungisida yang dapat menetap sampai 3 hari setelah penggunaannya.
Efek samping kotrimazol pada kulit : perih, edema, eritema, vesikasi, deskuamasi, pruritus, dan
urtikaria.
Efek samping penggunaan per vaginal adalah rasa terbakar, yang jarang adalah kram abdominal,
urinasi sering dan ruam kulit. Partnernya dapat merasakan iritasi penis atau uretra.
Penggunaan oral menimbulkan iritasi GIT.
Penggunaan terapi :
Klotrimazol tersedia dalam bentuk krim, losion atau cairan untuk kulit, vaginal krim atau tablet
dan troches.
Klotrimazol digunakan untuk mengobati infeksi dermatofit, dengan angka keberhasilan 60-100%.
Candidiasis kutan kesembuhan 80-100%. Untuk candidiasis vulvovaginal kesembuhan mencapai
80% bila diberi pengobatan selama 7 hari. Dengan 200 mg sehari selama 3 hari atau dosis tunggal
500 mg sama efektifnya. Dapat terjadi kekambuhan pada semua cara pemberian. Candidiasis oral
dan faringeal mencapai kesembuhan 100% dengan troches.

Mikonazol
Obat ini dapat dengan mudah menembus stratum korneum kulit dan menetap selam 4 hari disini
setelah aplikasi. Obat ini 1% diabsorpsi kedalam darah. Absorpsi melalui vegina tidak lebih dari
1.3%.
Aman digunakan pada wanita hamil, hindarkan pada trimester pertama.
Untuk kulit tersedia preparat berupa salep, cairan, krim, losion, sprei dan bubuk. Untuk
menghindarkan maserasi gunakan losion saja pada intertrigo.
Untuk vagina tersedia krim dan supositoria. Setelah 1 bulan terapi penyembuhan mikologik
dicapai 80 – 95%.
Infeksi vaginal oleh C.glabrata juga responnya baik terhadap obat ini.

Siklopiroks olamin
Dapat menimbulkan hipersensitifitas. Merupakan antifungi spektrum luas berefek fungisida
terhadap C.albicans, E. floccosum, M.canis, T.mentagrovites dan T. rubrum.
Obat ini tidak menimbulkan toksisitas topikal.
Angka kesembuhan untuk dermaofites dan kandidiasis antar 81 – 94%.

Tolnaftat
Obat ini efektif untuk mengobati sebagian besar mikosis kutan yang disebabkan oleh T. rubrum,
T. mentagrovites, T.tonsurans, E.floccosum, M.canis, M.audouinii, M.gypseum dan M.furfur.
Obat ini tidak efektif untuk candida.
Untuk tinea pedis kesembuhan lebih kecil dibanding mikonazol.
Obat ini tidak menimbulkan reaksi alergi.
Tersedia dalam bentuk krim, gel, bubuk, bubuk aerosol, cairan atauaerosol likuid. Perbaikan lesi
interdigital oleh jamur yang sensitif sering lengkap dalam 7 sampai 21 hari.
Nistatin
Nistatin struktur mirip amfoterisin B dan mekanisme kerjanya juga sama.
Obat ini tidak diabsorpsi melalui GIT, vagina maupun kulit. Sangat jarang menimbulkan alergi.
Digunakan untuk kandidiasis. Tersedia preparat untuk kulit, vagina, dan oral.
Tidak efektif untuk infeksi pada kuku dan hiperkeratik atau lesi kulit yaang mengering.
Kecuali rasa pahit yang dapat menimbulakn nausea, tidak dijumpai efek samping lain.

Obat jamur lainnya


Asam benzoat dan asam salisilat
Kombinasi kedua bahan ini disebut salep Whitfield dengan memberikan efek fungistatik dari
benzoat dan
Efek keratolitik dari salisilat. Perbandingan dalam kombinasi ini 2 : 1.
Digunakan untuk tinea pedis kadang-kadang untuk tinea kapitis. Dapat terjadi iritasi lokal.

Kalium iodida
Kadar 1g/ml berguna untuk mengobati sporotrikosis kutan.
Rasanya yang pahit dapat menimbulkan nausea dan salivasi berlebihan. Untuk mengurangi rasa
pahit minum air atau jus segera.
Dosis awal diberikan dosis rendah selanjutnya dinaikkan sedikit-sedikit sedikitnya selama 6
minggu.
Dapat terjadi pembesaran bertahap dari kelenjar saliva dan lakrimal. Pada orang dewasa dapat
berkembang ‘acneiform rash’ pada daerah dada. Efek samping ini akan menghilang setelah terapi
dihentikan dan bukan indikasi untuk menghentikan pengobatan. Bila pasen benar alergi berikan
saja itrakonazol.

Dilanjutkan dengan pengetikan masalah kemoterapi untuk penyakit parasit


KEMOTERAPI INFEKSI PARASIT
Pendahuluan
Infeksi parasit disebabkan oleh protozoa atau cacing/helmintes menyerang kuranglebih 3 juta
orang diseluruh dunia dan menjadi masalah kesehatan dan ekonomi terutama di negara-negara
yang kurang berkembang. Banyak faktor yang mempermudah terjadinya infeksi parasit selain
faktor manusia, faktor obat-obatan yang cepat menimbulkan resistensi dan insektisida.
Obat-obatan untuk penyakit parasit terus dikembangkan untuk mendapatkan obat baru yang lebih
spesifik.
Beberapa penyakit parasit memerlukan perhatian karena bila tanpa pengobatan menyebabkan
morbiditas dan morbisitas yang tinggi, misalnya malaria oleh Plasmodium falciparum.
Obat-obatan yang ditulis dalam buku ini hanya untuk protozoa (malaria dan amubiasis) dan
helmintiasis.

Obat-obatan untuk malaria


Malaria masih merupakan penyakit yang menjangkiti dunia. Penyebabnya adalah Plasmodia dan
yang paling berbahaya adalah P.falciparum. Obat malaria ditujukan untuk mengobati dan
meencegah infeksi.
Siklus kuman malaria dalam tubuh nyamuk adalah seksual sedangkan pada tubuh nyamuk
pertumbuhannya bersifat aseksual.
Obat-obatan malaria berefek pada plasmodium sesuai dengan bentuk parasitnya.
Obat-obatan yang sangat efektif untuk fase eritrsitik aseksual yang menimbulkan serangan klinik
ialah klorokin, kina, kinidin, meflokin, atovakuon dan senyawa artemisinin. Obat yang kurang
efektif , bekerja lebih lambat ialah proguanil, pirimetamin, sulfonamid, sulfon dan antibiotik.
Primakin adalah satu-satunya obat untuk bentuk jaringan laten P.vivax dan P.ovale yang
menimbulkan rileps.
Tidak ada obat tunggal yang dapat mengatasi berkembangan yang luas dari jenis P.falciparum
yang resisten.

Biologi infeksi malaria


Dapat dilihat dalam gambar tentang siklus hidup parasit malaria.
Kedalam tubuh manusia parasit malaria dapat masuk melalui gigitan nyamuk atau melalui trnsfusi
darah yang terinfeksi. Bedanya bila melaui gigitan nyamuk parasit malaria masuk keperedaran
darah lalu masuk kedalam sel-sel hati, sedangkan bila melalui transfusi parasit tidak masuk
kedalam sel-sel hati.

Siklus hidup parasit malaria didalam tubuh manusia .


Parasit malaria waktu masuk kedalam tubuh manusia berbentuk sporozoit. Sporozoit beredar
dalam aliran darah kemudian masuk kedalam hepar menginvasi sel-sel hepar memperbanyak diri
dalam sel hepar sampai sel hepar tersebut penuh sporozoit disebut skizogoni jaringan. Pada
P.falciparm seluruh skizogoni jaringan akan pecah bersamaan, sedangkan skizogoni ovale dan
vivax sebagian ada yang tidak pecah dan bertahan untuk beberapa waktu (‘latent tissue forms’/
hipnozoit). Malaria vivax dan ovale dapat rileps.
Skizogoni yang pecah mengeluarkan merozoit yang dalam peredaran darah akan menginvasi sel
darah merah. Dalam sel darah merah parasit malaria memperbanyak diri lagi sampai sel darah
merah ini penuh dengan parasit malaria, disebut skizogoni eritrositik. Skizogoni eritrositik akan
pecah kemudian merozoit beredar lagi dalam pembuluh darah dan kembali akan mnyerang sel
darah merah ; sebagian tumbuh menjadi gametosit yang kelak akan masuk kedalam tubuh nyamuk
ketika nyamuk menggigit tubuh manusia.
Skizogoni darah yang pecah menyebabkan demam menggigil.

Klasifikasi obat-obatan malaria


Antimalaria dapat dikategorisasi berdasar fase parasit dan indikasi klinik penggunaannya.
Obat-obatan yang digunakan untuk profilaksis kausal :
Obat-obatan ini bekerja pada skizon jaringan primer dalam sel-sel hepar. Skizon jaringan ini
kurang dari 1 bulan kemudian akan pecah untuk memulai siklus eritrositik. Karena itu invasi
kedalam eritrosit dan transmisi selanjutnya akan tercegah . Obatnya adalah proguanil adalah
prototipe golongan ini dan secara luas digunakan secara luas untuk profilaksis kausal malaria
falsiparum. Karena berkembang resisitensi obat ini tidak lagi berguna untuk proteksi bila
digunakan tunggal. Primakin dapat juga dikategorisasi kedalam kelas ini tetapi toksisitasnya
menyebabkan obat ini digunakan untuk aplikasi klinik lainnya.

Obat yang digunakan untuk mencegah rileps


Obat kelas ini bekerja pada ‘latent tissue forms’. Bentuk parasit malaria ini akan menjadi matang
dan pecah beberap bulan atau tahun menimbulkan kekambuhan/rileps. Obat kelas ini digunakan
untuk profilaksis terminal dan terapi radikal malaria vivax dan ovale.
Untuk profilaksis terminal obat digunakan dalam waktu singkat sebelum atau sesudah
meninggalkan area endemik.
Untuk mencapai penyembuhan radikal obat kelas ini digunakannya baik selam waktu panjang
periode laten atau selama serangan akut. Pada hal yang terakhir, obat ini diberikan bersama
dengan obat lain yang tepat biasanya klorokin untuk membasmi bentuk eritrositik P. ovale dan
P.vivax.
Prototipe kelas ini adalah primakin mencegah rileps.

Obat yang digunakan untuk penyembuhan klinik dan supresi (skizontosida darah)
Obat ini digunakan untuk menginterupsi skizogoni eritrositik karena itu mengakhiri serangan
klinik.
Obat kelas ini juga dapat bekerja menghasilkan penyembuhan supresif, yaitu membasmi tubuh
dari parasit secara lengkap dengan terapi terus menerus. Terapi dengan skizontosid darah yang
tidak mencukupi dapat terjadi kekambuhan akibat skizon darah. Selain primakin semua
antimalaria dikembangkan untuk aktifitasnya tehadap fase aseksual parasit malaria.
Obat-obatan kelas ini dibagi atas 2 golongan yaitu skizontosid darah kerja cepat seperti klorokin,
kinin, kinidin,dan meflokin, juga atovakuon dan artemisinin. Golongan yang kedua adalah
skizontosida darah yang kerjanya lebih lambat dnkurang efektif yaitu antifolat dan antibiotik.
Golongan kedua ini lebih sering digunakan bersama dengan antimalaria pasangannya yang bekerja
cepat.

Gametosida
Obat ini bekerja pada bentuk aseksual parasit malaria, mencegah transmisi ke tubuh nyamuk.
Klorokin dan kina berefek gametositosid tehadap P.ovale, P.vivax dan P.malariae.
Primakin berefek gametositosid terhadap P.falciparum.
Antimalaria tidak dignakan klinik sekedar untuk membunuh gamet.

Sporontosida
Obat kelas ini mencegah atau menghambat pembentukan oosist dan sporozoit dalam tubuh
nyamuk.
Walaupun klorokin dapat mencegah perkembangan normal perkembangan parasit malaria dalam
tubuh nyamuk, tidak ada obat malaria ayang digunakan untuk maksud tersebut.

Artemisinin
Obat ini mengandung endoperoksid yang penting untuk aksi antimalaria.
Obat ini kerja cepat terhadap fase eritrositik P.vivax dan P.falciparum yang sensitip klorokin,
resisten klorokin dan yang resisten multi obat.
Obat ini merusak protein spesifik parasit malaria.
Obat ini dalam tubuh dirubah menjadi dihydroartemisinin yang memberi efek antimalria yang
dengan cepat menghilang dari plasma dengan waktulparuh sekitar 45 menit. Obat ini dengan
metabolitnya tidak didapat atau sangat sedikit ditemukan dalam urin.
Penggunaan terapi
Artemisinin adalah obat yang kerja paling cepat, efektif dan aman untuk pengobatan malaria yang
berat temasuk malaria falciparum yang resisten terhadap klorokin dan multi obat.
Obat ini tidak digunakan untuk prifilaksis atau pengobatan serangan malaria ringan. Artemisinin
kerja lebih cepat, toksisitas lebih ringan daripada antimalria alkaloid, tetapi sama efektif untuk
malaria serebral. Walaupun artemisinin dapat digunakan tunggal tetapi infeksi dapat kambuh kecuali
bila terapi dilanjutkan sampai 5 –7 hari. Suatu pengobatan yang cepat diberikan bersama obat
kinolin kerja panjangatai antimalaria antibiotik misalnya meflokin atau doksisiklin dapat mencegah
rileps dan dapat menunda terjadinya resistensi. Walaupun belum ada dosis optimal sebagai standar
salah satu cara dengan memberikan satu kur artesunat untuk mengurangi jumlah parasit diikuti
dengan 1 atau 2dosis meflokin untuk membasmi infeksi. Cara ini mengurangi frekuensi efek
samping sementara efek antimalaria terpelihara. Masing –masing antimalaria endoperoksida
berbeda-beda formulasi dan kegunaan kliniknya.
Dihidroartemisin hanya dapat diberikan pe oral. Artemeter dalam minyak hanya untuk oral atau IM.
Artemisin efektif bila diberikan oral atau supositoria rektal. Dari berbagai senyawa artemisin,
artesunat merupakan paling unggul karena obat ini efektif bila diberikan oral, IM, IV maupun per
rektal.
Formulasi IV terutama cocok untuk malaria serebral, sementara supositoria berguna untuk pasen
malaria berat di daerah yang terisolasi.

Toksisitas dan kontraindikasi


Diberikan selama 7 hari artemisnin endoperoksid aman pada manusia. Dosis tinggi artemisin pada
hewan dapat menyebabkan neurotoksisitas, perpanjangan interval QT, depresi sumsum tulang, dan
reabsorpsi fetal maka penggunaan pada manusia jangka panjang mungkin menimbulakn toksisitas.
Tetapi obat ini ternyata obat yang efektif ini aman untuk kasus emergensi malaria berat yang resisten
multi-obat sekalipun pada ibu hamil.

Atovakuon
Efek antiparasi
Atovakuon adalah bahan yang lipofilik analog ubikuinon. Pada hewan dan penelitian in vitro obat ini
berefek kuat terhadap skizon darah,T.gondii bentuk takizoit dan kista, jamur P.carinii dan spesies
Babesia. Obat ini mengganggu mitokondria dengan selektif terutama pada sitokrom bc1 komplek
sehingga menghambat transpor elektron dan melumpuhkan potesial membran.
Sinergisme antara proguanil dan atovakuon ,tampaknya karena proguanil sebagai suatu biguanid
menambah lumpuhnya membran oleh atovakuon.

Absorpsi, nasib dan ekskresi


Kelarutan obat ini dalam air rendah sehingga biavailabilitas obat ini tergantung dari formulasi
obat. Bentuk bubuk mikron sangat halus menghasilkan bioavailabilitas 2 kali daripada bentuk
tablet. Absorpsi obat oral lambat dan tidak terduga, dapat ditingkatkan sampai 2-3kali lipat bila
diberikan bersama makanan berlemak. Dosis dibatasi sampai dibawah 750 mg. Obat ini hampir
99% terikat protein plasma. Obat ini mengalami siklus enterohepatik. Obat ini tampaknya tidak
mengalami metabolisme dalam tubuh manusia. Diekskresi melalui empedu dan feses dalam
bentuk utuh, hanya sedikit sekali didapatkan dalam urine.

Penggunaan terapi
Atovakuon bersama dengan suatu biguanid digunakan untuk malaria untuk mencapai hasil klinik
yang optimal dan mencegah timbulnya jenis plasmodium yang resisten. Kombinasi obat jadi sangat
efektif dan aman digunakan 3 hari per oral untuk mengobati serangan ringan malaria falciparum
yang resisten terhadap klorokin dan multiobat.
Kombinasi obat jadi ini dilanjutkan dengan primakin dapat memuaskan untuk mengobati malaria
vivax yang resisten klorokin.
Untuk memperlambat timbulnya resistensi, kombinasi atovakuon dengan proguanil tidak dianjurkan
untuk profilaksis malaria secara umum.
Toksisitas dan kontraindikasi
Efek samping atovakuon yang memerlukan penghentian terapi hanya sedikit. Efek samping yang
paling sering adalah ruam kulit, demam, vomit, diare dan nyeri kepala. Vomit dan diare dapat
menggaagalkan terapi karena absorpsi obat menjadi sedikit. Tetapi pemberian kembali obat 1 jam
setelah vomit masih ada respon terapi. Sebaiknya atovakuon tidak diberikan pada pasen dengan
riwayat alergi pada kulit atau kemungkinan alergi obat.
Atovakuon yang aman ini pemberian pada anak-anak, orangtua, ibu hamil dan ibu menyusui
Atovakuon bila diberikan bersama-sama dengan rifampisin, kadar rifampisin dalam plasma akan
meningkat. Sebaiknya hati-hati memberikan atovakuon pada pasen dengan kelainan hepar yang
berat.

Klorokin dan segolongannya


Yang segolongan dengan klorokin adalah pamakin dan pentakin, amodiakin, pironaridin,
Hidroksiklorokin (PLAQUENIL).

Efek antimalaria
Klorokin sangat efektif untuk skizon jaringan P.ovale, P.vivax, P.malariae dan P.falciparum yang
sensitif. Obat ini berefek gametositosida terhasap ketiga plasmodia terdahulu dan tidak efektif untuk
P.falciparum. Klorokin tidak bekerja pada ‘latent tissue forms’,jadi tidak dapat menyembuhkan
infeksi malaria vivax dan malaria ovale.
Efek lainnya
Obat ini dapat digunakan untuk amebiasis hepar.
Klorokin dan hidroklorokin keduanya menjadi obat kedua untuk penyakit kronik karena alkaloid
kedua obat ini tertimbun salam lisosom dan mempunyai efek antiinflamasi. Karena itu kedua obat
ini digabung dengan obat lainnya memberikan efek klinik untuk rematoid artritis,SLE, diskoid
lupus, sarcoidosis dan penyakit fotosensitif seperti kutanea tarda porfiria dan erupsi berat polimrf
karena cahaya.

Mekanisme kerja, resistensi klorokin dan kinolin antimalaria lain


Skizontosida darah kinolin tertimbun dalam vakuola maknan parasit yang sensitif akan meningkatkan
PH, menghambat aktivitas peroksidatif dari heme dan memutuskan polimerisasi ensimatik untuk
mengubah heme menjadi hemozoin. Hemazoin adalah pigmen malaria yang penting bagi parasit
tersebut.
Resistensi terhadap antimalaria kinolin menyangkut berbagai macam proses multipel dibawah
kontrol multigenik yang komplek.

Absorpsi, nasib dan ekskresi.


Peroral klorokin baik diabsorpsi, melalui IM atau SK absorpsinaya cepat.
Distribusinya relatif lambat. Kadar dalam dalam jaringan dan organ (liver, ginjal, limpa, paru-paru
dll). Obat ini terikat pada protein plasma, dimetabolisme dalam hepar melalui sistem sitokrom P450
hepatik. Waktu paruh terminal berkisar antaran 30 – 60 hari, ekskresi kedalam urin.

Penggunaan terapi
Klorokin adalah antimalaria yang banyak tersedia,tetapi jenis P.falciparum mengembangkan
resistensi baik relatip maupun absolut. Lebih unggul dari kina karena lebih poten dan kurang toksik.
Untuk supresi malaria diberikan hanya 1 kali seminggu. Obat ini tidak digunakan baik untuk
profilaksis maupun untuk penyembuhan radikal malaria vivax atau ovale.
Bila dalam 2 hari tidak ada perbaikan malaria perlu diduga kemungkinan P.falciparum yang telah
resisten.
Toksisitas dan efek samping
Dalam takaran layak klorokin aman. Dosis toksis menimbulkan efek kardiovaskuler dan SSP
(hipotensi, vasodilatasi, fungsi miokardium tertekan, aritmia jantung sampai ‘cardiac arrest”,
bingung, konvulsi dan koma).
Klorokin lebih dari 5 g berefek fatal. Keadaan toksik diatasi dengan ventilasi mekanik, epinefrin dan
diazepam.
Pemberian klorokin atu hidroklorokin lebih dari 250 mg sehari untuk selain malaria akan
menimbulkan retinopati dan ototoksisitas yang ireversibel.

Kehati-hatian dan kontraindikasi


Klorokin jangan diberikan pada pasen yang sedang diberi obat untuk epilpsi atau miastenia gravis.
Hati-hati memberikan klorokin pada psen dengan penyakit hepar yang berat, kelainan neurologik,
GIT dan darah yang berat.
Kontraindikasi untuk psoriasis atau kelainan kulit eksfoliatif. Jangan dibrikan bersama-sama dengan
meflokin.
Klorokin melawan efek antikonvulsan, jangan dibrikan bersama amiodaron atau halofantrin,
digoksin, siklosporin.
Bila diberikan terapi dosis tinggi jangka panjang harus dievaluasi oftalmologi dan neurologiknya
setiap 3 – 6 bulan.

Diaminopirimidin
Dua obat golongan ini yaitu antimalaria pirimetamin dan antibakteri trimetoprim. Pirimetamin
efektif terutama untuk infeksi malaria pada manusia. FANSIDAR adalah kombinasi antifolat
pirimatamin dan sulfadoksin suatu sulfonamid kerja lama telah digunakan luas untuk profilaksis dan
supresi malaria pada manusia.

Efek antimalaria
Pirimetamin adalah suatu skizontosida darah kerja lambat, dengan efek antimalaria in vitro
sebanding dengan proguanil. Potensi antimalaria pirimetamin lebih besar daripada proguanil karena
bekerja langsung terhadap parasit dan waktu paruhnya jauh lebih lama dari sikloguanil metabolit
proguanil. Tidak seperti proguanil pirimetamin tidak menunjukkan manfaat jelas terhadap skizon
jaringan P.falciparum. Dalam dosis terapi pirimetamin tidak dapat membasmu hipnozoit P.vivax
atau gametosit beberapa spesies plasmodia.
Penggunaan dosis tinggi pirimetamin kombinasi dengan sulfadiazin berhasil untuk pengobatan
toksoplasmosis yang pada bayi-bayi dan pasen yang kekebalannya menurun sangat parah.
Mekanisme kerja antimalaria dan resistensi
2,4 –diaminopirimidinbekerja menghambat dihidrofolat reduktase plasmodia pada kadar jauh lebih
rendah dari yang diperlukan untuk menghambat ensim tersebut pada mamalia. Sinergisme antara
pirimetamin dengan sulfonamid atau sulfon dapat dijelaskan dengan inhibisi 2 langkah pada tahap
pentinga proses tersebut yaitu meliputi penggunaan asam para aminobenzoat untuk sintesa asam
dihidropteroat yang dikatalisa oleh diidrofolat reduktase dan dihambat oleh pirimetamin.
Resistensi terhadap pirimetamin terjadi di daerah dimana obat digunakan dalam jangka p anjang atau
digunakan secara luas.
Absorbsi, nasib dan ekskresi
Pirimetain peroral absorbsinya lambat tapi lengkap. Kadar maksimum tercapai dalam 4 – 6 jam.
Obat ini berikatan dengan protein plasma dan kumulasi terutama dalam ginjal, paru-paru, liver dan
limpa. Eliminasi obat ini lambat waktu paruhnya dalam plasma sekitar 80 – 96 jam. Kadar supresif
dalam darah yang efektif untuk jenis plasmodia yang responsif menetap selama 2 minggu. Beberapa
metabolit pirimetamin diekskresi melalui urine juga pirimetamin diekskresi kedalam ASI.
Penggunaan dalam terapi
Pirimetamin bukan antimalaria lini pertama. Obat ini selalu diberikan dengan sulfonamid atau sulfon
untuk meningkatkan aktifitas antifolatnya tetapi kerjanya masih relatip lambat dibanding dengan
skizontosida darah kinolin. Eliminasinya lama sehingga menyebabkan timbulnya resistensi.
Penggunaan pirimetamin terbatas untuk terapi supresi malaria falciparum yang resisiten klorokin
didaerah tertentu dimana resistensi terhadap antifolat belum benar-benar berkembang. Pendatang ke
daerah ini dianjurkan untuk menggunakan dosis terapi pirimetamin sulfadoksin. Penilaian medis
hendaknya dilakukan sesegera mungkin.
Pirimetamin dengan sulfonamid kerja lambat seperti sulfa diazin dapat digunakan sebagai ajuvan
terapi kinin untuk pengobatan serangan akut malaria. Pirimetamin dosis tinggi dengan sulfadiazin
merupakan obat terpilih untuk pengobatan toksoplasmosis orang dewasa yang
“immunocompromized”. Bayi-bayi dengan toksoplasmosis kongenital ditulari melalui plasenta
biasanya memberi respon positip terhadap pirimetamin oral dan sulfadiazin oral yang diberikan
selama lebih dari 1 tahun.
Toksisitas, kehati-hatian dan kontraindikasi
Pirimetamin dosis antimalaria tersendiri toksisitasnya hanya sedikit yaitu ruam kulit dan depresi
hematopoiesis. Dosismberlebihan menyebabkan anemis megaloblastik. Dosis sangat tinggi
pirimetamin bersifat teratogenik pada hewan tetapi tidak terbukti pada manusia.
Kombinasi jadi pirimetamin 25 mg dengansulfadoksin 500mg disebut FANSIDAR tidak banyak
digunakan lagi untuk profilaksis karena dapat terjadi kelaian kulit yang fatal pada 1/5000 – 1/8000
dengan kelaianan berupa eritema multiforma, sindroma Steve-Johnson dan nekrolisis epidermal
toksik. Kombinsi ini juga ada kaitannya dengan kejadian reaksi tipe serum sickness, urtikaria,
dermatitis eksfoliativa dan hepatitis.
Obat kombinasi ini kontraindikasi untuk mereka yang alergi terhadap sulfonamid, ibu menyusui dan
bayi-bayi umur kurang dari 2 bulan.
Pirimetamin dengan dapson = MALOPRIM menyebabkan agranulositosis. Dosis lebih tinggi
pirimetamin 75mg/hari dengan sulfadiazin 4-6 gram sehari digunakan untuk mengobati
toksoplasmosis menyebabkan ruam kulit, supresi sumsum tulang dan toksik pada ginjal pada 40%
pasen yang “immunocompromized.” Toksisitas ini sebagian besar disebabkan oleh sulfadiazin.

Meflokin
Efektif sekali sebagai skizontosida darah. Meflokin tidak efektif untuk stadium awal hepatik
dangametosit falciparum atau hipnozoit vivax. Walaupun berefek sporontosid obat ini tidak
digunakan untuk tujuan ini. Mekanisme kerja meflokin tidak diketahui. Meflokin atau kina
menyrbabkan perubahan morfologik pada stadium cincin eritrositik dini P.falciparum dan P.vivax.
Seterti kina meflokin bersaing untuk berakumukasi dengan klorokin. Meflokin menyebabkan
pembengkakan vakuola makanan parasit P.falciparum. Meflokin terakumulasi dalam plasmodia
dengan mekanisme yang tidak diketahui. Meflokin menghambat polimerisasi heme+9 dan
membentuk komplek toksik dengan heme bebas yang merusak membran dan interaksi lain dengan
komponen lainnya dari plsmodia. Beberapa isolat P.falciparum resisten terhadap meflokin terutama
pada mereka yang pernah terpapar dengan obat ini..
Absorbsi, nasib dan ekskresi
Penggunaan meflokin hanya per oral karena bila parenteralmenyebabkan reaksi lokal. Absorbsi di
gastrointestinal baik dan dapat ditingkatkan bila bersama dengan makanan. Obat ini mengalami
sirkulasi enterogastrik dan enterohepatik yang luas. Distribusinya lus, 98% terikat protein,
dieliminasi dengan waktu paruh sekitar 20 hari. Biotranformasi tidak diketahui tetapi ditemukan
metabokit-metabolitnya. Ekskresinya melalui feses.
Penggunaan terapi
Meflokin digunakan untuk prevensi dan terapi malaria falciparun yang resisten klorokin dan multi
obat. Meflokin sangat bermanfaat untuk profilaksis bagi oendatang nonimun yang tinggal di area
endemis untuk waktu singkat. Meflokin dan halofantrin hanya digunakan untuk supresi dan
penyembuh malaria falciparum yang resisiten multi obat. Tetapi car a pemberian obat ini peroral
tidak menguntungkan untuk penderita malaria akut yang sebaiknya diberi injeksi kinidin atau kina.
Resistensi terhadap meflokin dapat diatasi dengan meningkatkan dosis tetapi toksisitasnya
bertambah.Vomit sering terjadi pada dosis tinggi baik tunggal maupun dosis terbagi pada terapi
serangan malaria falciparum tanpa komplikasi yang resisten klorokin atau multi obat. Terbukti
sekarang bahwa meflokin sangat efektif bila dikombinasi dengan senyawa artemisinin misalnya
artesunat. Terlebih dulu diberikan derivat artemisinin untuk menurunkan jumlah parasit diikuti
dengan meflokin untuk mengeradikasi parasit dan mencegah kambuh. Penelitian membukatikan
bahwa tidak ada interaksi dan toksisitas antara meflokin dan artemisinin bila meflokin diberikan 36 –
48 jam setelah artemisinin.
Toksisitas dan efek samping
Meflokin dosis tunggal sampai 1500 mg atau 250 - 500 mg setiap minggu umumnya ditolerirdengan
baik.
Efek samping yang sering adalah nausea, vomit yang terlambat, nyeri perut, diare, disforia dan
pusing.. Sangat jarang terjadi reaksi neuropsikiatrik biasanya menghilang dengan pemberhentian
terapi dan pemberian obat-obat simptomatik.
Kontraindikasi dan interaksi
Meflokin dosis sangat tinggi berefek teratogenik dan abnormalitas pertumbuhan pada rodentia. Dosis
profilaksis meflokin pada trimester II dan III hanya sedikit menimbulkan toksisitas tetapi
menguntungkan bagi fetus. Sebaiknya meflokin tidak diberikan pada ibu hamil terutama pada
trimester I; juga obat ini jangan diberikan pada anak yang beratnya kurang dari 5kg. Obat ini tidak
boleh diberikan pada pasen dengan riwayat epilepsi, gangguan neuropsikiatrik berat atau riwayat
alergi terhadap antimalaria kinolin seperti kina, kinidin dan klorokin. Penggunaan meflokin dengan
obat-obat tadi harus dihindari sebab meningkatkan konvulsi dan kardiotoksisitas. Walaupun
pemberian meflokin aman setelah 12 jam pemberian kina, bila kina digunakan dalam waktu singkat
setelah meflokin dapat sangat berbahaya karena kina diekskresi sangat lambat.

Primakin
Primakin menghancurkan hipnozoit ovale dan vivax jadi dapat digunakan untuk terapi radikal kedua
malaria tersebut. Obat ini tidak menghindarkan serangan malaria vivax tetapi obat ini berpengaruh
terhadap skizon darah P.vivax. Obat ini tidak digunakan untuk malaria falciparum sebab efektif
untuk skizon jaringan tetapi tidak untuk skizon darahnya. Golongan 8-aminokinolin gametosidal
terhadap keempat-empat plasmodia. P.vivax beberapa strein menunjukkan resistensi primakin
partial.
Mekanisme kerja obat ini belum jelas. Primakin mungkin diubah menjadi elektrofil yang bekerja
sebagai mediator oksidasi reduksi, suatu reaksi yang dapat menimbulkan efek antimalaria dengan
mengembangkan spesies yang oksigen reaktif atau mempengaruhi transpor elektron parasit.
Absorbsi, nasib dan ekskresi
Primakin hanya diberikan per oral karena parenteral menyebabkan hipotensi. Absorbsinya dalan
gastrointestin hampir lengkap, obat ini didistribusi keseluruh cairan tubuh, sangat dicepat
dimetabolisme hanya sedikit yang diekskresi dalam bentuk utuh. Metabolit terbanyak dalam tubuh
manusia adalah derivat karboksil tidak toksik, diekskresi lambat, dapat terakumulasi dengan dosis
berulang. Metabolit primakin (kecuali derivat karboksil) berefek hemolitik.
Penggunaan terapi
Primakin terutama digunakan untuk profilaksis terminal dan penyembuhan radikal malaria vivax dan
ovale karena aktivitas yang tinggi terhadap kedua plasmodia tersebut. Pembeian obat ini bersama
skizontosida darah (Klorokin) membasmi kedua macam plasmodia dan mengurangi kemungkinan
terjadinya resistensi. Untuk profilaksis terminal primakin dimulai sejenak atau segera setelah pasen
meninggalkan daerah endemik. Penyembuhan radikal malaria vivax dan ovale dapat dicapai bila
primakin diberikan selama periode laten infeksi atau selama serangan akut. Penggunaan primakin
jangka panjang menimbulkan toksisitas dan sensitisasi yang berbahaya.
Toksisitas dan efek samping
Dosis besar pirimetamin dapat menyebabkan distres abdomen dan epigaster dari ringan sampai
sedang yang dapat dikurangi bila obat diberikan pada waktu-waktu makan. Primakin dapat
menyebabkan gangguan darah seperti anemia, methemoglobinemia dan leukositosis.
Methemoglobinemia dapat terjadi juga pada pemberian dosis layak primakin, klorokin atau dapson.
Primakin dalam dosis terapi aatu lebih besar menyebabkan hemolisis pada pasen dengan kekurangan
G-6PD.
Kehati-hatian dan kontraindikasi
Obat ini jangan diberikan pada pasen dengan kekurangan G-6PD. Dalam dosis harian lebih dari 30
mg primakin basa (15 mg pada pasen yang mungkin senditif) hitung jenis harus diperiksa berkali-
kali dan juga pemeriksaan kasar adanya Hb dalam urine.
Primakin kontraindikasi untuk pasen yang menderita penyakit akut sistemik yang ditandai dengan
kecenderungan granulositopenia misalnya penderita rematoid atritis dan lupus eritematosus ang
masih aktif. Obat ini juga jangan diberikan pad pasen yang sedang menggunakan obat yang
mempunyai potensi hemolisis atau obat yang mampu menekan elemen-elemen mieloid dalam
sumsum tulang.

Proguanil
Yang aktif sebagai antimalaria ialah metabolit proguanil yang berefek profilaksis kausal dan supresif
terhadap sporozoit malaria falciparum, mengatasi serangan akut dan biasanya membasmi infeksi.
Proguanil menghilangkan serangan akut malaria vivax, tetapi karena hipnozoit tidak terpengaruh,
skizon darah dapat terjadi lagi dalam waktu singkat setelah terapi dihentikan.Proguanil tidak berefek
gametosidal tetapi gamet yang fertil yang berada dalam usus nyamuk gagal berkembang normal.
Mekanisme kerja dan resistensi
Triazin metabolit proguanil secara selektif menghambat “bifunctional dehydrofolate reductase-
thymidilate synthetase” dari plasmodia yang sensitif, menyebabkan inhibisi sintesa DNA dan deplesi
kofaktor folat. Mekanisme ini menimbulkan efek antimalaria yang lebih lamban dibandingkan
antimalaria kinolin. Keberadaan dihidrofolat reduktase plasmodia tidak diperlukan untuk efek
antimalaria intrinsik proguanil atau klorproguanil. Dasar molekuler aktifitas ini tidak diketahui.
Telah dilaporkan terjadinya resistensi terhadap proguanil tersendiri maupun kombinasi dengan
atovakuon.
Absorbsi, nasib dan ekskresi
Proguanil dalam jumlah cukup diabsorbsi lambat dari gastrointestinal. Proguanil dioksidasi menjadi
sikloguanil dan 4-klorofenil-biguanid yang tidak aktif. Proguanil tersendiri tidak teakumulasi dalam
jaringan selama waktu pemberian jangka panjang kecuali dalam eritrosit. Pada amnusi 40 –60% dari
proguanil yang terabsorbsi diekskresi melalui urine dalam bentuk utuh atau metabolit aktif.
Penggunaan terapi
Proguanil bersama dengan klorokin digunakan dengan aman sebagai alternatif terhadap meflokin
atau yang lainnya untk profilaksis malaria falciparum atau infeksi campuran vivax dan falciparum di
Afrika bagian timur, selatan dan tengah. Proguanil efektif dan ditolerir dengan baik bila diberikan
sekali sehari selama 3 hari per oral kombinasi dengan atovakuon untuk pengobatan serangan malaria
falciparumdan P.vivax yang resisten klorokin atau multi obat. Resistensi dengan kombinasi ini tidak
umum terjadi kecuali bila plasmodia sebelumnya sudah resisiten terhadap atovakuon. Sebaliknya
beberapa jenis yang resisten proguanil menunjukkan respon baik pada kombinasi proguanil dengan
atovakuon.
Toksisitas dan efek samping
Pada dosis profilaksis 200 – 300 mg perhari hanya menyebabkan diare dan nausea. Dosis 1 gram
atau lebih perhari menyebabkan vomit, nyeri abdomen, diare, hematuria dan didapat sel epitel dan
“cast” dalam urine seangin. Dosis 700mg dua kali sehari tidak disertai efek samping serius.
Proguanil aman untuk ibu hamil.
Kombinasi proguanil dengan klorokin, atovakuon, tetrasiklin dan antifolat lain , aman. Pemberian
kombinasi proguanil dengan atovakuon ditambah dengan artemisinin menurunkan jumlah parasit,
mencegah transmisi infeksi dan menunda reistensi

Kina
Kina berefek terutama sebagai skizontosida darah dan berefek kecil terhadap bentuk sporozoit atau
preeritrositik.. Gametosidal terhadap malaria vivax dan malariae tidak terhadap malaria falciparum.
Kina tidak digunakan untuk profilaksis Kina lebih toksik, kurang efektif daripada klorokin untuk
supresan maupun untuk terapi.
Kina dan stereoisomernya kinidin, trutama berguna untuk penyakit yang berat karena malria
falciparum yang resisten klorokin dan multi obat. Dasar resistensi P.falciparum terhadap kina tidak
diketahui mungkin sangat komplek. Pola resistensi terhadap kina mirip dengan pola resistensi
terhadap meflokin atau halofatrin. Isolat di lapangan yang menunjukkan resisitensi terhadap
meflokin sangat sensitif terhadap kina dan sebaliknya.
Kina dan alkaloid sinkona lainnya mempengaruhi otot skelet yang bermanfaat secara klinik. Kina
meningkatkan respon ketegangan otot terhadap stimulus tunggal maksimala yang diberikan kepada
otot atau melalui saraf-saraf. Juga meningkatkan perioda refrakter, sehingga respon terhadap stimuli
tetanus berkurang. Kina dapat menyembuhkan simtomatik miotonia kongenita. Kina juga digunakan
untuk miastenia gravis dan nocturnal leg cramps.
Absorbsi, nasib dan ekskresi
Setelah pemberian oral maupun IV absorbsinya mudah. Absorbsi dalm gastrointestin terutama
dibagian atas intestin dan lebih dari 80% disbsorbsi lengkap walaupun pada pasen diare. Kadar kina
dalam eritrosit dan dalam likuor serebrospinalis lebih rendah dari dalam plsma. Obat ini mudah
masuk kedalam jaringan fetus.
Kina dimetabolisme luas didalam hepar, hanya 20% dari dosis yang diberikan ditemukan utuh
didalam urine. Metabolit kina terbanyak adalah 3-hidroksikinin masih berefek antimalaria dan dapat
terakumulasi. Metabolit ini mungkin menyebabkan toksisitas pada pasen gagal ginjal. Urine asam
mempercepat ekskresi renal.
Penggunaan terapi
Sekalipun toksik kina masih merupakan prototipe skizontosid darah. Digunakan u tuk terapi supresi
dan penyembuhan malaria falciparum yang resisten klorokin atau multi obat. Pada penyakit berat
pemberian dosis muatan awal IV kina/kinidin bermanfaat dan menjadi penyelamat bagi pasen
nonimun. Untuk mempertahankan kadar terapi diberikan kina peroral sesegera mungkin, bila
ditolerir dan dilanjutkan selam 5-7 hari. Untuk terapi malaria falciparum yang resisiten multi obat,
skizontosida darah kerja lebih lambat seperti sulfonamid atau tetrasiklin diberikan bersama-sama
untuk meningkatkan kerja kina. Regimern dosis kina sama dengan untuk kinidin.
Karena tidak ada data yang mencukupi penggunaan kina untuk nocturnal leg cramps maka kina
untuk tujuan itu sudah lama ditinggalkan.
Toksisitas dan efek samping
Dosis fatal per oral untuk dewasa adalah 2-8 gram. Tiga dari toksisitas yang tergantung obat
ialah :”cinchonism”, hipoglikemia dan hipotensi.
“Cinchonism” yang ringan terdiri dari tinnitus, ketulian suara tinggi, gangguan visual, nyeri kepala,
disforia, nausea, vomit dan hipotensi postural. Insisdennya sering tetrapi menghilang segera setelah
obat dihentikan.
Hipoglikemi dapat fatal bila tidak segera diberi glukosa IV.
Hipotensi jarang tetapi serius; Sering berkaitan dengan pemberian kina/kinidin yang diberikan terlau
cepat perinfus IV. Pemberian jangka lama atau dosis tunggal tinggi menyebabkan gangguan
gastroin testin, kardiovaskuler serta dermal. Bila dosis kecil saja menyebabkan efek toksik, biasanya
pasen hipersensitif terhadap kina.
Kehati-hatian, Kontraindikasi dan Interaksi
Hati-hati pemberian pada pasen hipersensitif (kelainan kulit, visual dan auditorial). Kina dihentikan
segera bila tampak terjadi hemolisis. Kina jangan diberikan pada pasen tinnitus dan neuritis optik.
Pemberian kina sama dengan kinidin harus hati-hati pada pasen disritmia.
Cairan injeksi kina sangat iritatif sehingga diberikan subkutan. Larutan kental kina bila diberikan IM
menyebabkan abses dan bila diberikan IV menyebabkan tromboflebitis. Absorbsi kina dihambat oleh
antasida Al. Kina dan kinidin dapat menunda absorbsi dan meningkatkan kadar digoksin dan
glikosida jantung lainnya. Klirens ginjal kina dapat diturunkan oleh simetidin dan meningkat bila
urine bersifat asam.

Antibiotika
Antibiotika yang digunakan sebagai antimalaria ialah sulfonamid, sulfon dan tetrasiklin yang berefek
lamban. Biasanya untuk dikombinasi atau sebagai ajuvan antimalaria lain bukan antibiotika.

KEMOTERAPI PENYAKIT CACING (Antelmintika)


Pendahuluan
Diseluruh dunia terdapat lebih dari 2 milyar penderita penyakit cacing, paling banyak di negra-
negara tropik. Pada seorang penderita mungkin terdapat lebih dari 1 jenis cacing. Penyakit ini \dapat
ditularkan kenegara lain kasrena transportasi yang luas, migrasi atau karena operasi militer.
Larva cacing menginvasi manusia melalui kulit atau saluran cerna, kemudian menjadi cacing dewasa
yang dapat berlokasi diberbagai jaringan. Antelmintika adalah obat-obatan untuk penyakit cacing
merupakan obat yang secara lokal melepaskan cacing dari saluran cerna sedangkan secara sistemik
dapat membasmi cacing dewasa atau cacing yang sedang dalam tahap perkembangan didalam
jaringan atau organ. Dengan berkembangnya obat-obatan cacing yang baru sekarang didapatkan
antelmintika yang efektif atau berspektrum luas. Beberapa penyakit cacing yang hidup dalam
jaringan seperti cysticercosis, echinococcosis, filariasis dan trichinosis memberikan respon tidak
memuaskan terhadap obat-obatan yang tersedia sekarang. Dengan meluasnya penggunaan obat
cacing di peternakan maka harus dipertimbangkan terjadinya resistensi.

Pengobatan Penyakit Cacing


Nematoda (cacing bulat)
a. Ascaris lumbricoides. Cacing ini merupsksn psrssit pada lebih dari 1,4 milyar penderita
diseluruh dunia. Penyakit ini terbanyak di daerah tropik yaitu antara 70% - 90%. Infeksi terjadi
melalui makanan atau tanah yang terkontaminasi dengan embrio dalam telur cacing ini. Obat-
obat cacing yang digunakan pada askariasis ialah mebendazol, pirantel pamoat dan albendazol.
Piperazin juga efektif tetapi jarang digunakan karena menimbulkan neurotoksik dan reaksi
hipersensitif. Penyembuhan olah obat-obat ini hampir 100% dan semua penderita dapat
disembuhkan.
Mebendazol dan albendazol digunakan untuk askariasis tanpa gejala berefek membunuh cacing
(helmintisida) dan berspektrum luas meliputicacing-cacing nematoda yang lain. Albendazol
dapat digunakan untuk infeksi nematoda sistemik dan bberapa infeksi cestoda.
Menggunakan kedua obat ini pada askariasis yang berat baik tunggal atau kombinasi dengan
cacing tambang harus hati-hati karena (walaupun jarang)askarid yang hiperaktif dapat migrasi
ketempat yang tidak biasa seperti terjadinya apendisitis, oklusi duktus biliaris, obstruksi intestin
dan perforasi intestin dengan perotonitis. Untuk askariasis berat lebih disukai obat cacing yang
berefek tidak mematikan tetapi yang hanya melumpuhkan seperti pirantel atau piperazin.
Pirantel juga efektif untuk infeksi campuran dengan cacing tambang. Mungkin dalam keadaan
tertentu diperlukan tindakan operatif disamping penggunaan obat-obat ini.
Pirantel dan piperazin aman untuk ibu hamil sedangkan golongan benzimidazol tidak boleh
diberikan pada hamil trimester I karena teratogenik.
b. Cacing tambang : Necator americanus dan Ankylostoma duodenale.
Kedua cacing ini menjangkiti 1,3 milyar penderita, terutama antara 40olintang utara dan 30o
lintang selatan. N.americanus terdapat di Amerika dan Afrika gurun Sahara, sedangkan
A.duodenale terdapat di Eropa selatan, Afrika utara dan Asia Utara. Karena cacing-cacing ini
terdapatnya dalan gua atau terowongan pertambangan maka disebut cacing tambang.
Larva cacing tambang hidup di tanah, menembus kulit kaki manusia yang tak beralas, mencapai
paru-paru, tertelan dan menjadi dewasa dalam saluran cerna. Setelah dewasa cacing ini
menempel pada didnding usus melalui gigi atau kaitnya dan hidup dari mengisap darah atau
cairan penderita, sehingga dapat menimbulkan anemia defisiensi besi dan malnutrisi.
Obat pilihan pertama un tuk penyakit cacing tambang adalah albendazol dan mebendazol, tetapi
yang lebih penting adalah mengembalikan Hb menjadi normal dan gizi yang cukup. Hati-hati
pada infeksi campuran dengan askariasis.
Tiabendazol topikal atau oral merupakan obat terpilih untuk Cutaneous Larva Migrans atau
Creeping Eruption yang seringkali terjadi karena penetrasi larva A.brazilliense (dari anjing)
kedalam kulit manusia.
c. Trichuris trichiura. Cacing ini menginfeksi hampir 1 milyar penderita diseluruh dunia terutama
anak-anak didaeran hangat dan lembab dan sering campuran dengan askarisdan cacing tambang.
Infeksi terjadi karena memakan makanan yang terkontaminasi telur cacing ini. Cacing dewasa
bermasalah hanya bila infeksinya berat menimbulkan kram abdomen, diare dan anemia. Jarang
cacing ini menimbulkan apendisitis atau peritonitis.
Mebendazol dan albendazol merupakan obat teraman dan terefektif untuk infeksi cacing ini
tunggal maupun campuran dengan askaris atau cacing tambang. Pirantel pamoat tidak efektif
untuk trichuriasis.
d. Strongyloides stercoralis. Cacing ini disebut juga cacing benang. Cacing ini dapat berbiak
/replikasi dan siklus larva menyebabkan reinfeksi didalam tubuh penderita. Prasit ini
menginfekai lebih dari 200 juta penderita didunia, terutama daerah tropik dan daerah panas dan
lembab lainnya. Infeksi melalui kulit atau membrana mukosa kemudian menjadi dewasa hidup
dalam intestin. Pada infeksi masif larva dapat menyebabkan otoinfeksi yang luas (disseminata)
dan menjadi ancaman pada pasen yang menderita imunosupresi.
Ivermektin merupaka obat terefektif untuk strongyloidiasis intestinal. Obat lain yang efektif
adalah golongan benzimidazol (tiabendazol, albendazol dan mebendazol)
e. Enterobius vermicularis. Disebut cacing keremi yang menjangkiti lebih dari 40 juta anak-anak
Sekolah, lebih sering didaerah 4 musim. Gejala infeksi cacing keremi ialah pruritus perianal.
Karena gatal bekas garukan dapat terkena infeksi sekunder. Pada anak perempuan/wanita
dewasa cacing dapat masuk kedalam vagina bahkan menembus peritoneum menimbulkan
salpingitis dan peritonitis. Krena infeksi keremi sangat mudah menular maka kemingkinan
mengobati seluruh keluarga terdekat yang saling berhubungan atau mengulangi pengobatasn
harus dipertimbangkan.
Pirantel pamoat, mebendazol dan albendazol sangat efektif untuk infeksi keremi, regimen dosis
masing-masing diulangi setelah 2 minggu. Untuk mencapai kesembuhan yang tinggi perlu
dilakukan tindakan hidup bersih bagi pasen maupun bagi keluarganya. Pengobatannya mudah
dan hampir tanpa efek samping. Dapat juga diberikan piperazin selama 1 minggu tetapi tidak
lazim digunakan.
f. Trichinella spiralis. Cacing ini hidup dimana-mana, dan dapat hidup diluar pejamu. Infeksi oleh
cacing ini dapat disebabkan karena termakan daging yang mengandung cacing yang tidak
sempurna terutama daging babi. Kista dalam daging makanan itu dibebaskan oleh asam perut
dan menjadi dewasa dalam intestin. Di intestin ini dia menghasilkan larvae yang dapat
menginvasi otot skelet dan jantung. Keadaan fatal bila terjadi nyeri otot yang luar biasa dan
komplikasi jantung.
Penyakit ini dapat dicegah dengan memasak daging babi atau produk daging babi samapi 60o
C selama 5 menit.
Albendazol dan mebendazol tampaknya efektif untuk infeksi intestin yang dini. Kemanjuran
Obat lain untuk larva yang sudah migrasi masih dipertanyakan . Glukokortikoid berguna untuk
mengatasi infeksi berat dengan gejala akut dan berbahaya.

g. Filariae. Cacing dewasa menyebabkan filariasis pada manusia, berada dalam sistem limfe
(W.bancrofti, B.malayi, B.timori atau dilain jaringan (Loa loa,O.volvulus, Mansonella spp.)
Cacing ini ditularkan oleh nyamuk terinfeksi. Filariasis diderita oleh lebih dari 90 juta orang,
Sekitar 90% karena W.bancrofti sisanya oleh B. malayi. B.malayi terdapat di Indonesia, Asia
tenggara, India tengah. B.timori terdapat di Indonesia. Gejala infeksi limfe adalah demam,
limfangitis dan limfadenitis yang akan berkembang menjadi obstruksi limfatik dengan gejala
tipikal : limfedema, hidrokel dan elefantiasis.
Tropical pulmonary eosinophilia merupakan reaksi pada penderita sebagai reaksi terhadap
mikrofilaria. Onchocerciasis dapat menyebabkan kebutaan akibat mikrofolaria menyerang mata.
Obat yang efektif untuk mikrofilariasis adalah dietilkarbamazin dan ivermektin. Lebih efektif
lagi bila kombinasi dengan albendazol dapat menurunkan mikrofilaremia yang bermakna dan
prevalensi infeksi.

Cestoda (Cacing pipih)


a. Taenia saginata. Pejamu definitif cacing ini adalah manusia. T. saginata adalah cacing sapi.
Mencegah infeksi dengan cara memasak daging sapi sampai 60oC selama lebih dari 5 menit.
Gejala penyakit cacing pita ini tidak begitu serius dibandingkan dengan gejala infeksi oleh
t.solium (cacing pita babi). Obat yang aman dan efefktif untuk taeniasis sapi ini adalah
prazikuantel dan niklosamid. Kedua-dua obat ini mudah didapat dan cukup aman.
b. Taenia solium. Cacing ini adalah cacing pita babi. Infeksi terjadi bila manusia memakan daging
babi yang mengandung cysticerci yang kurang sempurna memasaknya. Cacing ini hidup dalam
usus, larvanya dapat masuk kedalam pembuluh darah kemudian tinggal dalam jaringan otot
(Cysticercosis ) atau yang berbahaya adalah masuk kedalam otak (Neurocysticercosis). Infeksi
intestinal dapat diobati dengan prazikuantel sedangkan untuk cysticercosis obat terpilihnya
albnedazol dan prazikuantel. Sebelum diberi obat cacing berikan dulu glukokortikoid untuk
mengurangi inflamasi akibat cacing yang mati.
c. Cacing pita lainnya ialah : Diphyllobothrium latum pada ikan

Hymenolepis nana hanya pada manusia tanpa pejamu perantara


Echinococcus spp pada anjing; padamanusia menyebabkan hydatidosa karena
Larvanya.

Trematoda (cacing pipih)


Jenis-jenisnya pada manusia ialah Schistosoma hematobium, S.mansoni,S.japonicum. Cacing ini
menetap di liver, limpa dan saluran cerna. Infeksi oleh S.hematobium tampaknya berkaitan dengan
kejadian kanker kandung kemih jenis sel skuama di beberapa daerah endemik.
Obat terpilih adalah prazikuantel juga oksamnikuin dan metrifonat
Cacing trematoda yang lainnya : P.westermani, dll., Clonorchis isnensis, Opisthorchis spp, Fasciola
spp, dll.

You might also like